ESROM KANINE
0906594311
i
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
Karya Ilmiah Akhir ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
ESROM KANINE
0906594311
ii
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
ABSTRAK
Halusinasi adalah salah satu gejala positif dari Skizofrenia (Stuart & Laraia, 2005).
Cognitive Behavior Therapy dapat meningkatkan kemampuan untuk mengontrol
halusinasi (Stuart & Laraia, 2005). Tujuan penulisan karya ilmiah akhir ini adalah
menggambarkan penatalaksanaan asuhan keperawatan dengan pendekatan
konsepsual model interpersonal Peplau dan model stres adaptasi Stuart pada klien
skizofrenia dengan halusinasi. Penerapan Cognitive Behavior Therapy dilakukan
pada 27 orang klien di ruang Utari RS Dr.Marzoeki Mahdi Bogor pada peroide 20
Pebruari – 20 April 2012. Hasil Cognitive Behavior Therapy sangat efektif pada 27
klien menunjukkan peningkatan kemampuan klien skizofrenia dengan halusinasi
dalam mengontrol halusinasi. Berdasarkan hasil di atas perlu direkomendasikan
bahwa Cognitive Behavior Therapy dapat dijadikan standar terapi spesialis
keperawatan jiwa.
Hallucinations are one of the positive symptoms of Schizophrenia (Stuart & Laraia,
2005). Cognitive Behavior Therapy can improve the ability to control the
hallucinations (Stuart & Laraia, 2005). The purpose of this final scientific work is to
describe the management of nursing care to client with hallucinations using Peplau’s
interpersonal model conceptual and the Stuart’s stress adaptation model of Approach.
Application of Cognitive Behavior Therapy performed on 27 clients in Utari ward of
Dr. Marzoeki Mahdi Hospital Bogor on 20th February – 20th April 2012. The results
of Cognitive Behavior Therapy is very effective on 27 clients that showed an
increase in the client's ability to interact with others. Based on the results above, need
to be recommended that Cognitive Behavior Therapy can be used as standard therapy
of psychiatric nursing specialists.
Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah Bapa di Sorga, karena atas berkat dan
tuntunan kasihNya, penulis diberikan kemampuan dan kesehatan sehingga dapat
melaksanakan karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat
dalam memperoleh gelar Spesialis Keperawatan Jiwa yang diselenggarakan oleh
Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
Kekhususan Ilmu Keperawatan Jiwa.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan karya ilmiah akhir
ini, oleh karena itu penulis mengharapkan masukan dan saran yang bersifat
membangun sehingga dapat menjadi bahan untuk perbaikan hasil penelitian ini.
Penulis
x
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ………………………………………………... iii
LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………………… iv
PERNYATAAN ORISINALITAS …………………………..…………..… v
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ………….….………..…. vi
ABSTRAK …………..………………………………………….……….…... vii
ABSTRAT …………………………………………………………………… Viii
KATA PENGANTAR ………………….………….…………….………..… Ix
DAFTAR ISI ………………..…………………….…………….……….….. Xi
DAFTAR TABEL ………………….…………….……….……………..….. Xiii
DAFTAR BAGAN ………………………………………………………….. Xiv
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………….………….. Xv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ……………………………………………… 1
1.2. Tujuan Penelitian …………………………………………… 9
1.3. Manfaat Penelitian ………………………………………….. 11
BAB 5 PEMBAHASAN 81
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Bagan 2.1. Peran dan Fase Hubungan Teori Model Interpersonal Peplau...……. 19
Bagan 2.2. Kerangka Konsepsual Model Interpersonal Peplau dan Model Stres
Adaptasi Stuart……………………………………….…………….. 41
BAB 1
PENDAHULUAN
Bab satu ini akan menguraikan latar belakang, tujuan penulisan karya ilmiah akhir
yang terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus. Selanjutnya diuraikan manfaat
karya ilmiah akhir terdiri dari manfaat aplikatif, manfaat kelimuan dan manfaat
metodologi.
1 Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
2
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
3
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
4
halusinasi dan pemilihan salah satu terapi yang digunakan dan dilaporkan
dalam karya ilmiah ini.
Jenis terapi yang dilakukan pada klien skizofrenia dengan halusinasi didasari
oleh hasil-hasil penelitian terdahulu dan dilandasi juga pada respon-respon
yang ditunjukkan oleh klien. Sebelum membahas terapi yang akan digunakan
pada klien halusinasi penulis akan mengulas secara umum respon-respon yang
terkait dengan halusinasi. Halusinasi merupakan gejala positif dari
skizofrenia. Menurut Varcolis (2003) dan Fontaine (2009), halusinasi timbul
akibat disfungsi pada pusat bahasa diarea korteks serebral pada lobus
temporal otak. Efek dari disfungsi tersebut oleh sebagian klien halusinasi
merasakan seolah-olah mendengar sesuatu yang orang lain tidak
mengalaminya akibatnya terjadi peningkatan atau penurunan perilaku yang
ditimbulkan seperti perilaku agresif, amuk dan rasa takut, cemas, curiga,
menolak melakukan aktifitas sehari-hari, menolak minum obat, menarik diri
dari lingkungan, mencederai diri sendiri dan orang lain, menganggu
lingkungan sekitarnya bahkan lebih parah lagi jika halusinasi disertai ide
untuk bunuh diri. Dengan bervariasinya respon akibat disfungsi pada bagian
otak tertentu pada halusinasi maka klien akan menunjukkan respon perilaku
negatif, respon pikiran negatif dan perasaan yang negatif.
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
5
Hasil penelitian terdahulu tentang pengaruh terapi CBT pada klien skizofrenia
dengan halusinasi oleh Wahyuni (2010) di RS jiwa Pemerintah Provinsi
Medan tahun 2010 membuktikan terdapat penurunan gejala halusinasi sebesar
34,5 % dan peningkatan kemampuan klien halusinasi dalam mengontrol
halusinasinya hingga 62,6 %. Hasil penelitian tersebut diperkuat oleh
penrnyataan Birchwood (2009) yang membuktikan bahwa pemberian CBT
pada klien halusinasi dapat mengubah keyakinan yang salah tentang dirinya.
Hasil penelitian ini juga didukung oleh pernyataan Stuart dan Laraia (2005),
yang menyebutkan bahwa klien halusinasi harus melawan kembali
halusinasinya dengan cara mencoba berpikir dan berperilaku secara positif
serta terus menanamkan pada diri sendiri bahwa individu mampu melawan
halusinasi.
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
6
Ulasan singkat empat fase menurut Peplau (1952, dalam Tomey dan Alligood,
2006; Viedebeck, 200; Fontaine, 2009) sebagai berikut. Keempat fase ini
mengacu pada lima tahap dalam proses keperawatan mulai dari pengkajian
sampai evaluasi keperawatan. Fase orientasi adalah fase awal dalam
hubungan P-K. fase ini menekankan pada kemampuan personal perawat saat
memulai suatu hubungan dengan klien halusinasi. Keberhasilan fase
selanjutnya sangat ditentukan oleh fase orientasi ini. Pada fase ini ada peran
perawat (role of stranger) atau peran perawat sebagai orang yang asing
bagi klien halusinasi atau sebaliknya. Oleh karena respon yang ditunjukkan
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
7
Fase kedua adalah fase identifikasi. Fase ini digambarkan sebagai fase
pengkajian dalam proses keperawatan. Aplikasi fase ini dalam manajemen
asuhan keperawatan dikaitkan dengan pengkajian keperawatan yang akan
menggunakan teori model pengkajian dalam bentuk scanning assesment
khusus menjelaskan psikodinamika halusinasi. Pada fase ini perawat akan
memainkan empat peran baru yaitu peran sebagai pemberi atau sumber
informasi (role of resource person), peran sebagai konselor (role of
counselour), peran sebagai pemimpin (role of leadership), peran sebagai wali
pengganti keluarga (role of surrogate) bagi klien halusinasi. Pada tahap ini
digambarkan klien halusinasi sudah membutuhkan bantuan dari perawat
sehingga pada fase ini perawat akan melakukan lanjutan pengkajian atau
mengidentifikasi semua informasi terkait kondisi klien halusinasi. Pendekatan
konsep Peplau ini juga akan penulis aplikasikan dengan pelaksanaan
manajemen pelayanan keperawatan ruangan di Ruang Utari. Pada fase ini,
penulis akan mengidentifikasi semua kemampuan-kemampuan perawat
(kepala ruangan, ketua tim dan perawat pelaksana) yang ada di Ruang
Utari terkait pelaksanaan pilar I sampai IV MPKP jiwa. Dalam bab
selanjutnya penulis secara deskriptif akan menyajikan hasil pengkajian MPKP
dan secara khusus juga penulis akan membahas pada salah satu pilar yaitu
pilar IV (patient care delivery) mengenai kemampuan perawat dalam
melaksanakan asuhan keperawatan pada klien halusinasi.
Selanjutya fase eksploitasi atau fase ketiga menurut Peplau. Terdapat Fase ini
diidentifikasi dalam proses keperawatan sebagai tahap kedua perencanaan
(diagnosa keperawatan dan rencana tindakan). Fase ini menurut Peplau
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
8
Fase resolusi adalah fase keempat atau akhir dalam hubungan P-K. Peplau
menyimpulkan klien akan secara mandiri mengulang semua kemampuannya
yang telah dimilikinya. Terkait fase ini, klien halusinasi akan mengulang
kemampuan-kemampuan dalam mengontrol halusiansi secara efektif dan
mandiri, jika tidak maka klien akan terus dimotivasi dan dilatih
kemampuannya kembali sebagai sebuah resolusi (problem solving) untuk
klien halusinasi. Hubungan model interpersonal Peplau dengan manajemen
asuhan keperawatan dan pelayanan keputusan terletak pada pelaksanaan
manajemen asuhan keperawatan, penulis akan melakukan evaluasi
tindakan/implementasi terapi keperawatan spesialis CBT pada kemampuan
klien mengontrol halusinasinya. Sedangkan pada manajemen pelayanan
keperawatan ruangan akan terintegrasi pada pilar IV (patient care delivery)
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
9
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Penulisan Karya Ilmiah Akhir ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran
hasil pelaksanaan manajemen asuhan keperawatan pada klien skizofrenia
dengan halusinasi dengan menggunakan pendekatan konsepsual model
interpersonal Peplau dan model stres adaptasi Stuart di Ruang Utari Rumah
Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor.
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
10
1.2.2.4 Terlaksananya terapi generalis dan terapi spesialis CBT pada klien
skizofrenia dengan halusinasi dalam pelaksanaan manajemen
asuhan keperawatan pada fase eksploitasi model interpersonal
Peplau di ruang Utari RS Dr.Marzoeki Mahdi Bogor
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
11
1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Aplikatif
1.3.1.1 Hasil Karya Tulis ini diharapkan dapat menjadi panduan
perawat dalam pelaksanaan manajemen asuhan keperawatan
dengan menggunakan konsepsual model interpersonal Peplau
dan model stres adaptasi Stuart diunit pelayanan psikiatri.
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
12
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
13
1.3.3.3 Hasil karya tulis ini selanjutnya dapat menjadi bahan acuan
untuk tindak lanjut program bagi spesialis keperawaan jiwa
dan penulis lainnya.
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan teoritis pada bab dua ini penulis akan menguraikan konsep umum
manajemen keperawatan, konsepsual model interpersonal Peplau dalam sebuah
kerangka konsep sebagai landasan dan tolok ukur sebelum teori model ini
diaplikasikan.
14
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
15
2.1.2.2 Perencanaan
Perencanaan adalah menyusun langkah dalam mencapai tujuan
organisasi yang telah ditetapkan. Dalam konteks proses
keperawatan perencanaan yang dimaksud adalah kemampuan
perawat menentukan kebutuhan dalam asuhan keperawatan
kepada semua pasien atau menegakkan diagnosa keperawatan
dan menentukan kebutuhan pasien melalui rencana tindakan
keperawatan (Gillies, 1989).
2.1.2.3 Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah kemampuan memimpin orang lain untuk
menjalankan tindakan yang telah direncanakan. Dalam
konteks proses keperawatan maka pelaksanaan atau
implementasi keperawatan memerlukan kerja orang lain
(Gillies,1989). Dapat diartikan bahwa implementasi perawat
akan membutuhkan perawat lain untuk mengimplementasikan
kegiatan yang telah direncanakan. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa dalam pelaksanaan manajemen pelayanan keperawatan
ruangan dan manajemen asuhan keperawatan diperlukan
bantuan orang lain untuk melaksanakan kegiatan terkait yang
telah direncanakan. Konsep pelaksanaan dalam manajemen
pelayanan keperawatan di ruang Utari (kepala ruangan, ketua
tim dan perawat pelaksana) dan konsep pelaksanaan akan
dibahas pada sub bab dalam bab ini, sedangkan hasil
pelaksanaan akan dibahas pada bab lain dalam karya ilmiah ini.
2.1.2.4 Evaluasi
Kegiatan evaluasi dalam manajemen keperawatan adalah
mengevaluasi seluruh kegiatan yang telah dilaksanakan dan
bertujuan untuk menilai seberapa jauh staf keperawatan
mampu melaksanakan perannya sesuai dengan tujuan yang
telah ditetapkan serta mengidentifikasi faktor-faktor yang
menghambat dan mendukung dalam pelaksanaan (Gillies,
1989). Dalam konteks proses keperawatan dapat diartikan
bahwa evaluasi merupakan tahapan akhir, untuk mengevaluasi
kembali tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa dalam kegiatan evaluasi dalam
manajemen pelayanan keperawatan ruangan adalah
mengevaluasi faktor yang menghambat dan yang medukung
pelaksanaan pilar MPKP Jiwa. Sedangkan dalam manajemen
asuhan keperawatan adalah mengevaluasi kemampuan klien
mengontrol halusinasi setelah diberikan CBT.
P-K adalah peran sebagai orang asing (role of stranger), perawat sebagi
sumber informasi (role of resource person), guru/pengajar (role of
theacher), pemimpin (role of leader), sebagai wali (role of surrogate), dan
konselor (role of counselor) (Parker, 2001, DeLaune & Ladner, 2002,
Christensen, 2009,). Diagram model interpersonal, Peplau yang
menjabarkan fase hububungan dan peran perawat dalam hubungan
perawat-klien akan disajikan dalam Bagan 2.1 sebagai berikut.
Phases in
nursing Orientasi Identification
realtionship Exploitation Resolution
Bagan 2.1
Peran dan Fase Hubungan Perawat-Klien Menurut Peplau
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi adalah stimulus internal maupun
eksternal yang mengancam individu, dapat bersifat
biologis, psikologis maupun sosial kultural. Aspek yang
dikaji meliputi sifat stressor, asal stressor, waktu dan
jumlah stressor. Stresor biologis diantaranya berupa:
penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan struktur
otak (Stuart, 2009). Stresor psikologis diantaranya:
pengalaman mendapatkan abuse dalam keluarga atau
pun terkait dengan kegagalan-kegagalan dalam hidup.
d. Mekanisme Koping
Stuart dan Laraia (2005) menyatakan klien akan berusaha
melindungi dirinya dari pengalaman yang disebabkan oleh
penyakitnya. Klien dengan halusinasi sering disertai
dengan kecemasan dalam level sedang hingga berat.
Mekanisme koping yang biasanya digunakan untuk
mengatasi kecemasannya tersebut adalah dengan regresi,
dimana klien mengalami kemunduran dalam menjalani
beberapa fungsi kehidupannya terutama dalam
menjalankan aktititas sehari-hari. Persepsi yang tidak
akurat terkait dengan kejadian halusinasi selanjutnya akan
coba mereka jelaskan dengan mekanisme koping yang
lain. Mekanisme koping yang biasa digunakan oleh klien
adalah menarik diri, dimana hal ini sesungguhnya
digunakan untuk membangun kembali kepercayaan dan
pre okupasi terhadap pengalaman internal terkait
halusinasi yang dialami.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan ditegakkan sesuai kondisi klien.
Diagnosis keperawatan yang dapat ditegakkan terkait
dengan klien halusinasi menurut Keliat dan Akemat (2010)
adalah gangguan persepsi sensori: halusinasi (dengar,
penglihatan, penghidu, dan peraba). Diagnosis keperawatan
lain yang muncul pada klien dengan halusinasi adalah
isolasi sosial dan gangguan konsep diri: harga diri rendah
(Stuart & Laraia, 1998). Kedua diagnosis tersebut sering
menjadi stimulus munculnya halusinasi. Diagnosis
keperawatan dapat ditambahkan dengan diagnosis
keperawatan lainnya tergantung kondisi yang ditemukan
pada klien. Diagnosis keperawatan ini ditetapkan untuk
b. Antipsikotik Atipikal
Antipsikotik atipikal merupakan generasi baru dimana
kelebihannya tidak hanya mengatasi gejala positif tetapi
efektif menurunkan gejala negatif skizofrenia seperti
menarik diri, hilangnya motivasi dan kemauan, dan
2. Terapi Keperawatan
Penatalaksanaan terapi keperawatan pada klien skizofrenia
dengan halusinasi bertujuan membantu klien mengontrol
halusinasinya sehingga diperlukan beberapa tindakan
keperawatan yang dapat dilakukan perawat dalam upaya
meningkatkan kemampuan untuk mengontrol halusinasinya
yaitu dengan tindakan keperawatan generalis dan spesialis.
a. Tindakan Keperawatan Generalis : Individu dan
Terapi Aktifitas Kelompok
Tindakan keperawatan generalis individu berdasarkan
standar asuhan keperawatan jiwa pada klien skizofrenia
dengan halusinasi oleh Carolin (2008), maka tindakan
keperawatan generalis dapat dilakukan pada klien
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kognitif
atau pengetahuan dan psikomotor yang harus dimiliki
oleh klien skizofrenia dengan halusinasi yang
dikemukan oleh Millis (2000, dalam Varcolis, Carson
dan Shoemaker, 2006), meliputi : 1) Cara mengontrol
halusinasi dengan menghardik dan mengatakan stop
atau pergi hingga halusinasi dirasakan pergi. 2) Cara
menyampaikan pada orang lain tentang kondisi yang
dialaminya untuk meningkatkan interaksi sosialnya
dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain sebelum
halusinasi muncul. 3) Melakukan aktititas untuk
membantu mengontrol halusinasi dan melawan
kekhawatiran akibat halusinasi seperti mendengarkan
musik, membaca, menonton TV, rekreasi, bernyanyi,
disajikan pada bab berikutnya. Adapun fokus pengkajian pada pilar I-IV
sebagai berikut :
2.4.1 Pengkajian Pilar MPKP Ruangan
Pengkajian kepala ruangan menurut pilar MPKP terdiri dari variabel
data pengkajian ini diuraikan sebagai berikut:
2.4.1.1 Kepala Ruangan Utari
Berdasarkan komponen pada pilar dan hasil pengkajian pada
kepala ruangan Utari maka komponen pada pilar I sampai 4
hanya dilakukan pada sub komponen yang belum
teridentifikasi selama pelaksanaan kegiatan MPKP jiwa
sebelum. Adapun komponen yang diidentifikasi lagi adalah
Adapun data yang dikaji adalah :1)Pilar I Management
Approach. Kegiatan perencanaan meliputi visi, misi, filosofi
dan rencana tahunan Kegiatan pengorganisasian meliputi
struktur organisasi, jadual dinas. Kegiatan pengarahan
meliputi operan Kegiatan pengendalian meliputi indikator
mutu, audit dokumentasi keperawatan, survey kepuasan dan
survey masalah keperawatan. 2) Pada Pilar II Compensatory
Reward meliputi penilaian kinerja dan pengembangan staf. 3)
Pada Pilar III Professional Relationship meliputi rapat
keperawatan, konferensi kasus dan rapat tim
kesehatan.4)Pada Pilar IV Patient Care Delivery meliputi
tentang asuhan keperawatan yang ada di ruangan tersebut
beserta penerapan SAK dan pemberian pendidikan kesehatan.
Khusus pada laporan karya ilmiah ini penulis memfokuskan
pada pelaksaanaan pemberian asuhan keperawatan klien
halusinasi.
saling percaya dengan klien. Fase orientasi ini kegiatan perawat yang alain
adalah menyiapkan instrumen pengkajian meliputi strategi pelaksanaan (SP)
generalis dan spesialis, format pengkajian stres adaptasi Stuart dan Laraia,
format atau instrumen untuk mengukur halusinasi, leaflet, lembar balik, buku
kerja CBT untuk perawat dan klien.
Output pada kerangka teori ini adalah fase resolusi adalah mengevaluasi
intervensi generalis dan terapi spesialis termasuk kemampuan klien
skizofrenia dengan halusinasi setelah diintervensi yang belummaksimal akan
di resolusi kembali mulai dari fase identifikasi dan setrusnya. Bagan 2.2 akan
menjelaskan hubungan perawat klien menurut Peplau
41
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
BAB 3
PROFIL RUMAH SAKIT Dr.MARZOEKI MAHDI BOGOR
Profil lahan praktek keperawatan jiwa pada awal bab tiga ini akan menguraikan
secara umum profil RS Dr.Marzoeki Mahdi Bogor dan profil bidang keperawatan
serta secara khusus akan diuraikan Manajemen Praktik Pelayanan Profesional
(MPKP) ruang Utari di ruang Utari dengan menggunakan pendekatan model
interpersonal Peplau.
42
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
43
Rumah sakit jiwa Bogor menapaki babakan baru pada akhir tahun
1990-an. Pada tahun 1998, rumah sakit itu bekerja sama dengan
sebuah yayasan untuk merawat para pecandu NAPZA. Kerja sama itu
berakhir pada tahun 2000 karena terjadi ketidaksesuaian metode dan
konsep dalam cara perawatan, penyembuhan, dan pemulihan.
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
44
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
45
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
46
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
47
b. Pelayanan 24 jam
c. Penanggulangan pasien gawat darurat psikiatri di jam
kerja dan di luar jam kerja
3. Pelayanan Rawat Inap, terdiri dari :
a. Psikiatri
1) Akut : Ruang Kresna
2) Intermediate : Ruang Gatot kaca, Utari, Arimbi
3) Tenang : Ruang Utari , Nakula, Yudistira, Dewi
Amba, Drupadi
4) Anak/Remaja dan Mental Organik : Ruang
Abimanyu
5) Psikogeriatrik : Ruang Saraswati
6) MPKP : Ruang Srikandi, Kresna dan Sadewa
7) Akut Fisik Psikiatrik : Ruang Subadra
b. Penyakit Fisik
1) Ruang Arjuna
2) Ruang Bisma
3) Ruang Dewi Kunti
4) Ruang Parikesit
5) Ruang ICU
c. NAPZA
1) Rama I, II, III, IV, V
2) Shinta
3) Detoksifikasi/Lesmana
4. Pelayanan Penunjang
a. Laboratorium
b. Elektromedik : EEG, Brain Mapping, USG, Endoscopy,
Doppler
c. Gizi : konsultasi gizi
d. IPAL : Pengolahan limbah modern
e. Diklat kesehatan jiwa dan NAPZA
f. Rehabilitas pasien gangguan jiwa
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
48
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
49
2. Pengorganisasian
Gambaran ruangan keperawatan Rumah Sakit Marzoeki
Mahdi Bogor dapat terlihat pada struktur organisasi bidang
keperawatan. Bidang keperawatan merupakan unit
pengelolaan keperawatan dalam bidang sumber daya
manusia (SDM) keperawatan, mutu dan etika keperawatan
serta pelaksanaan asuhan keperawatan. Kepala bidang
keperawatan dibantu oleh kepala seksi keperawatan.
Metode pelayanan keperawatan menggunakan metode tim.
Seluruh ruang perawatan terdapat terdapat kepala ruang
yang dibantu oleh ketua tim yang dipilih oleh bidang
keperawatan.
3. Pengarahan
Kegiatan supervisi dilakukan oleh seluruh elemen perawat
mulai dari kepala bidang, kepala seksi, kepala ruang sampai
dengan ketua tim terhadap kinerja yang dilakukan oleh
bawahan secara langsung maupun tidak langsung. Saat ini
kegiatan supervisi secara rutin dilakukan oleh tim
pengembang Model Praktik Keperawatan Profesional
(MPKP) Rumah Sakit Marzoeki Mahdi yang terdiri dari 12
orang.
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
50
4. Pengendalian
Kegiatan audit dokumentasi dilakukan oleh kepala ruang
yang hasil akhirnya direkapitulasi oleh bagian diklat Rumah
Sakit Marzoeki Mahdi Bogor. Penggunaan sistem
komputerisasi dalam keperawatan belum tersosialisasi,
komputer masih digunakan hanya untuk kegiatan
administratif dan manajemen sistem informasi yang
digunakan masih secara manual.
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
51
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
52
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
53
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
54
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
55
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
56
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
57
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
58
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
59
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
60
BAB 4
PELAKSANAAN MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN
DI RUANG UTARI RS Dr.MARZOEKI MAHDI BOGOR
60
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
61
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Interaksi Perawat Klien Fase Orientasi
Di Ruang Utari RS Dr.Marzoeki Mahdi Bogor
Periode Februari – April 2012
(n=27)
60
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
62
60
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
63
Tabel 4.2
Distribusi Karaktersitik Klien Skizofrenia Dengan Halusinasi
Berdasarkan Usia Di Ruang Utari RS Dr.Marzoeki Mahdi Bogor
Periode Februari –April 2012 (n=27)
Tabel 4.3
Distribusi Pendidikan, Pekerjaan, Status Perkawinan dan Lama dirawat Klien
Skizofrenia Dengan Halusinasi Di Ruang Utari RS Dr.Marzoeki Mahdi Bogor
Periode Februari – April 2012 (n=27)
60
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
64
60
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
65
Tabel 4.4
Distribusi Klien Berdasarkan Faktor Predisposisi
Di Ruang Utari RS Dr.Marzoeki Mahdi Bogor
Periode Februari – April 2012 (n=27)
60
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
66
Tabel 4.5
Distribusi Klien Skizofrenia Dengan Halusinasi Berdasarkan Faktor
Presipitasi Di Ruang Utari Rumah Sakit Dr.Marzoeki Mahdi Bogor
Periode Februari – April 2012 (n=27)
60
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
67
60
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
68
Tabel 4.6
Distribusi Klien Berdasarkan Penilaian Terhadap Stresor
Di Ruang Utari RS Dr.Marzoeki Mahdi Bogor
Periode Februari – April 2012 (n=27)
60
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
69
5. Sumber Koping
Sumber koping adalah strategi yang membantu menentukan
apa yang akan dilakukan dalam menghadapi masalah. Tabel
4.7 berikut menggambarkan sumber koping yang dimiliki
27 orang klien dengan klien skizofrenia dengan halusinasi
di ruang Utari.
60
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
70
Tabel 4.7
Distribusi Klien Skizofrenia Dengan Halusinasi Berdasarkan Sumber Koping
Di Ruang Utari Rumah Sakit Dr.Marzoeki Mahdi Bogor
Periode Februari – April 2012 (n=27)
No Sumber Koping n %
1 Kemampuan personal:
a. Tahu dan mampu mengontrol halusinasi secara kognitif 19 70,4
b. Tidak tahu dan tidak mampu mengontrol halusinasi 8 29,6
2 Dukungan sosial:
keluargaTidak tahu dan tidak mampu mengatasi halusinasi 5 18,5
3 Ketersediaan material asset dan pelayanan kesehatan:
3.1 Material asset :
a. Penghasilan pasien 1 3,7
b. Penghasilan keluarga 26 96,3
3.2 Jarak Pelayanan kesehatan ke Puskesmas/RS :
a. Dapat dijangkau 24 88,9
b. Tidak dapat terjangkau 3 11,1
3.3 Memiliki Jamkesmas/SKTM/Jamkesda 27 100
4 Keyakinan positif
a. Yakin akan sembuh 25 92,6
b. Tidak yakin akan sembuh 2 7,4
60
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
71
6. Mekanisme Koping
Mekanisme koping merupakan suatu usaha yang dilakukan
untuk mengatasi stres (Stuart & Laraia, 2005). Tabel 4.8
berikut ini akan disajikan hasil pengkajian terkait
mekanisme koping pada 27 klien kelolaan di ruang Utari.
Tabel 4.8
Distribusi Klien Berdasarkan Mekanisme Koping
Di Ruang Utari RS Dr.Marzoeki Mahdi Bogor
Periode Februari – April 2012 (n=27)
No Mekanisme Koping n %
1 Regresi 20 70,1
2 Proyeksi 7 29,9
60
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
72
Tabel 4.9
Distribusi Klien Berdasarkan Diagnosa Medis dan Keperawatan
Di Ruang Utari RS Dr.Marzoeki Mahdi Bogor
Periode Februari – April 2012 (n=27)
60
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
73
9. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan pada klien skizofrenia dengan
halusinasi yang diberikan disesuaikan dengan rencana yang
telah disusun dan berfokus pada kondisi klien, keluarga
maupun kelompok. Lingkungan perawatan yang kondusif
juga menjadi pertimbangan selama pemberian terapi
keperawatan baik generalis maupun spesialis. Tabel 4.10
berikut menggambarkan distribusi pelaksanaan terapi
generalis dan spesialis pada 27 orang klien GSP halusinasi.
Tabel 4.10
Distribusi Tindakan Keperawatan Generalis Untuk Individu
Di Ruang Utari RS Dr.Marzoeki Mahdi Bogor
Periode Februari – April 2012 (n=27)
60
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
74
60
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
75
Tabel 4.11
Distribusi Tindakan Keperawatan Generalis Untuk Keluarga
Di Ruang Utari RS Dr.Marzoeki Mahdi Bogor
Periode Februari – April 2012 (n=27)
60
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
76
Tabel 4.12
Distribusi Tindakan Keperawatan Terapi Aktifitas Kelompok
Di Ruang Utari RS Dr.Marzoeki Mahdi Bogor
Periode Februari – April 2012 (n=27)
Tabel 4.13
Distribusi Tindakan Keperawatan Spesialis CBT Pada Klien Skizofrenia
Dengan Halusinasi Di Ruang Utari RS Dr.Marzoeki Mahdi Bogor
Periode Februari – April 2012 (n=27)
60
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
77
Tabel 4.14
Distribusi Tindakan Keperawatan Spesialis Psikoedukasi Keluarga
Klien Skizofrenia Dengan Halusinasi di Ruang Utari RSMM Bogor
Pebruari-April 2012 (n=27)
60
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
78
2. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis dalam menangani masalah pada
klien klien skizofrenia dengan halusinasi dilakukan
Tabel 4.15
Distribusi Terapi Medis Pada Klien Skizofrenia Dengan Halusinasi
Di Ruang Utari Rumah Sakit Dr.Marzoeki Mahdi Bogor
Periode 20 Februari – 20 April 2012 (n=27)
60
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
79
Tabel 4.16
Distribusi Evaluasi Respon Terhadap Stresor Pada Klien Skizofrenia
Dengan Halusinasi Di Ruang Utari RS Dr.Marzoeki Mahdi
20 Februari – 20 April 2012 (n=27)
60
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
80
60
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
81
BAB 5
PEMBAHASAN
Bab lima ini akan dipaparkan pembahasan manajemen asuhan keperawatan pada
klien skizofrenia dengan halusinasi dan dibahas juga manajemen pelayanan
keperawatan diruang Utari RS Dr. Marzoeki Mahdi Bogor. Untuk memudahkan
pemahaman pada bab pembahasan ini, penulis akan membagi pembahasan ini
secara terpisah. Pada awal pembahasan penulis akan membahas manajemen
asuhan keperawatan pada klien skizofrenia dengan halusinasi berdasarkan empat
fase hubungan menurut Model Interpersonal Peplau yaitu fase orientasi,
identifikasi, eksploitasi dan resolusi. Empat fase tersebut akan diintergrasikan
pada pengkajian scanning menurut Model Stres dan Adaptasi Stuart.
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
82
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
83
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
84
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
85
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
86
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
87
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
88
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
89
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
90
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
91
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
92
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
93
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
94
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
95
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
96
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
97
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
98
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
99
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
100
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
101
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
102
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
103
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
104
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
105
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
106
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
107
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
108
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
109
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini menguraikan kesimpulan dari penyusunan karya ilmiah akhir serta saran
bagi pihak terkait yang berhubungan dengan praktik klinik keperawatan jiwa.
6.1 Kesimpulan
Karya tulis ilmiah ini memberikan gambaran tentang manajemen asuhan
keperawatan dan manajemen pelayanan keperawatan pada klien skizofrenia
dengan halusinasi yang diberikan terapi CBT menggunakan pendekatan
konsepsual model interpersonal Peplau dan model stres adaptasi Stuart di
Ruang Utari RS Dr.Marzoeki Mahdi Bogor. Kesimpulan yang didapatkan
dari kegiatan tersebut adalah sebagai berikut :
6.1.1 Hasil interaksi dalam hubungan terapeutik perawat - klien skizofrenia
dengan halusinasi pada fase orientasi menggambarkan perawat dengan
perannya sebagai orang yang asing bagi klien (role of stranger)
membutuhkan lebih dari satu kali interaksi untuk membina hubungan
saling percaya oleh karena fase orientasi adalah fase yang sangat
penting bagi seorang perawat untuk melangkah kefase-fase
selanjutnya.
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
110
6.1.4 Hasil pengkajian pada fase identifikasi terhadap respon stresor secara
kognitif adalah sebagian klien skizofrenia dengan halusinasi (63%)
menganggap isi halusinasi nyata, secara afektif merasa sedih, takut dan
kecewa (37%), secara fisiologis mengalami gangguan pola tidur
(55,6%). Respon perilaku 92,6% klien sering bicara dan tertawa
sendiridan respon sosial 55,6% klien menghindari interaksi dengan
orang lain.
6.1.6 Rencana tindakan keperawatan yang telah disusun pada fase identifikasi
bertujuan untuk mengatasi masalah klien skizofrenia dengan halusinasi
dalam kemampuannya mengontrol halusinasi menggunakan standar
asuhan keperawatan pada tindakan keperawatan generalis dan spesialis
terapi CBT, pendekatan proses terjadinya masalah halusinasi melalui
pendekatan konsepsual model interpersonal Peplau dan model stres
adaptasi Stuart.
109
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
111
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
112
6.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan di atas, maka ada beberapa
saran yang disampaikan kepada semua pihak yang terkait dengan praktek
klinik keperawatan jiwa yaitu:
6.2.1 Kementrian Kesehatan
6.2.1.1 Menyusun kebijakan terkait dengan program pelayanan
keperawatan jiwa spesialis bagi klien di tatanan rumah sakit.
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
113
Universitas Indonesia
Manajamen kasus..., Esrom Kanine, FIK UI, 2012
DAFTAR REFERENSI
Boyd, M.A. & Nihart, M.A. (1998). Psychiatric Nursing Contemporary Practice.
USA. Lippincott Raven Publisher.
Fontaine, K.L. (2009). Mental health nursing. new jersey. Pearson Education. Inc.
Gillies, D.A. (1996). Nursing management. (2nd ed.). New York: W.B. Saunders.
Hawari, D. (2002). Dimensi riligi dalam praktek psikiatri dan psikologi. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Kaplan & Sadock. (2007). Sinopsis psikiatri: ilmu pengetahuan psikiatri klinis.
(Jilid 1). Jakarta: Bina Rupa Aksara.
Kaplan, dkk. (1994). Kaplan and Sadock’s synopsis of psychiatry. (7th ed).
Baltimore: Williams & Wilkins.
Kneisl, C.R., Wilson, S.K., & Trigoboff, E. (2004). Psychiatric mental health
nursing. New Jersey: Pearson Prentice Hall.
Universitas Indonesia
Pusat Penelitian dan Perkembangan Depkes RI. (2008). Riset kesehatan dasar
2007. www.litbang.go.id, diperoleh tanggal 10 Mei 2012
Sadock, B.J & Sadock, V.A. (2005). Kaplan & Sadock’s synopsis of psychiatry:
behavioral science/ clinical psychiatry. 10th Ed. Lippincot: Williams &
Wilkins.
Stuart, G.W & Laraia, M.T. (2005). Principles and practice of psychiatric
nursing. (8th ed). St. Louis: Mosby.
Stuart, G.WT (2009). Principles and practice of psychiatric nursing. (9th edition).
St Louis: Mosby.
Townsend, M.C. (1995). Drug guide for psychiatric nursing. (2th ed).
Philadelphia: F.A Davis.
Varcarolis, E.M. (2006). Psychiatric nursing clinical guide; assesment tools and
diagnosis . Philadelphia :W.B Saunders Co.
Universitas Indonesia
WHO. (2009). Improving health systems and services for mental health (Mental
health policy and service guidance package). Geneva 27, Switzerland :
WHO Press.
Universitas Indonesia
frekuensi Usia Pendidikan Pekerjaan Status Perkawinan Frek dirwt lama dirawat
Onset (Thn)
Interaksi < 20 21-40 41-65 SD SMP SMA PT K TK BK K Janda (MRS) (bln)
No Klien < 2 >2 <1 1-5 >5 <1 1-5 >5 <1 1-3 >3
1 Nn.Valen 1 1 1 1 1 1 1 1
2 Nn. Eti M 1 1 1 1 1 1 1 1
3 Ny.Wiwit 1 1 1 1 1 1 1 1
4 Nn.Ella 1 1 1 1 1 1 1 1
5 Ny.Enah 1 1 1 1 1 1 1 1
6 Ny.Alis F 1 1 1 1 1 1 1 1
7 Nn.Debby P 1 1 1 1 1 1 1 1
8 Ny.Amelia C 1 1 1 1 1 1 1 1
9 Ny.Yulia 1 1 1 1 1 1 1 1
10 Ny.Tati R. 1 1 1 1 1 1 1 1
11 Nn.Nadia 1 1 1 1 1 1 1 1
12 Ny.Dian M 1 1 1 1 1 1 1 1
13 Ny.Aisyah 1 1 1 1 1 1 1 1
14 Ny.Maem 1 1 1 1 1 1 1 1
15 Ny.Kesih 1 1 1 1 1 1 1 1
16 Ny.Ai/Uti 1 1 1 1 1 1 1 1
17 Ny.Eny s 1 1 1 1 1 1 1 1
18 Nn.Neni 1 1 1 1 1 1 1 1
19 Ny.Novi D 1 1 1 1 1 1 1 1
20 Nn.Hema S 1 1 1 1 1 1 1 1
21 Ny..Vera M 1 1 1 1 1 1 1 1
22 Ny.Yanti 1 1 1 1 1 1 1 1
23 Ny.Sukarsih 1 1 1 1 1 1 1 1
24 Ny.Atih 1 1 1 1 1 1 1 1
25 Ny.Muriai 1 1 1 1 1 1 1 1
26 Nn.Fitri Y 1 1 1 1 1 1 1 1 1
27 Nn.Lamsihar 1 1 1 1 1 1 1
Jumlah 20 7 1 15 11 7 11 7 2 0 27 9 10 8 1 16 10 1 17 9 1 12 14
Persentase 74,07 25,9 3,7 55,6 40,7 25,9 40,7 25,9 7,4 - 100,0 33,3 37,0 29,6 3,7 59,3 37,0 3,7 63,0 ### 3,7 44,4 51,9
Disusun oleh :
Ns. Ira Erwina, S. Kep.,M.Kep.
Dr. Budi Anna Keliat, S. Kp, M. App., Sc
Novy Helena C.D, S. Kp, M.Sc.
Eyet Hidayat, S.Kp.
Ns. Satrio Kusumo Lelono, S.Kep.
Ns. I Ketut Sudiatmika, S.Kep.
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan Modul
Pelaksanaan Terapi Spesialis dengan judul ” Modul Pelaksanaan Terapi
Spesialis: Cognitive Behavioural Therapy (CBT)”. Modul ini merupakan
pengembangan dan revisi dari modul sebelumnya yang telah dibuat.
Modul yang digunakan dalam penyusunan ini dari modul CBT yang
dikembangkan oleh Erwina (2010) untuk klien dengan PTSD. Penyusun
memodifikasi modul tersebut yang disesuaikan untuk klien dengan perilaku
kekerasan, halusinasi dan harga diri rendah terutama pada latar belakang
penggunaan terapi. Pada prinsipnya implementasi CBT tidak dilakukan
modifikasi, dimana tetap menggunakan lima sesi yaitu: sesi 1 pengkajian, sesi 2
terapi kognitif, sesi 3 terapi perilaku, sesi 4 evaluasi terapi kognitif dan perilaku,
sesi 5 mencegah kekambuhan.
Semoga modul ini dapat bermanfaat bagi upaya peningkatan mutu pelayanan
asuhan keperawatan jiwa.
Gangguan jiwa berat di Indonesia tahun 2007 memiliki prevalensi sebesar 4.6
permil, dengan kata lain dari 1000 penduduk Indonesia empat sampai lima
diantaranya menderita gangguan jiwa berat (Balitbang Depkes RI, 2008).
Penduduk Indonesia pada tahun 2007 (Pusat Data dan Informasi Depkes RI,
2009) sebanyak 225.642.124 sehingga klien gangguan jiwa di Indonesia pada
tahun 2007 diperkirakan 1.037.454 orang. Data statistik direktorat kesehatan jiwa
menunjukan klien gangguan jiwa berat terbesar di Indonesia adalah skizofrenia
yaitu 70% (Dep.Kes, 2003) dan klien yang di rawat di Rumah Sakit Jiwa di
seluruh Indonesia 90% Skizofrenia (Jalil, 2006).
Simptom atau gejala yang tampak dari suatu skizofrenia dibagi dalam 5 dimensi,
yaitu simpton positif, simpton negatif, simpton kognitif, simpton agresif dan
hostilitas serta simpton depresi dan anxious (Shives, 2005; Sinaga, 2007). Gejala
positif mengambarkan fungsi normal yang berlebihan dan khas, meliputi waham,
halusinasi, disorganisasi pembicaraan dan disorganisasi perilaku seperti katatonia
atau agitasi/kegelisahan. Simpton agresif dan hostile, simpton ini menekankan
pada masalah pengendalian impuls. Hostile bisa berupa penyerangan secara fisik
atau verbal terhadap orang lain, termasuk juga perilaku mencederai diri sendiri
(suicide), merusak barang orang lain atau seksual acting out. Simpton depresi dan
anxious pada klien skizofrenia sering kali didapatkan bersamaan dengan simpton
lain seperti mood yang terdepresi, mood cemas, rasa bersalah (guilt), tension,
irritabilitas atau kecemasan. Dari berbagai simpton diatas pada klien skizofrenia
mengambarkan banyaknya masalah yang muncul seperti penyerangan terhadap
orang lain, perilaku mencederai diri dan orang lain, halusinasi, depresi, rasa
bersalah/harga diri rendah, waham.
Perawat sebagai salah satu anggota tim pelayanan kesehatan jiwa diharapkan
dapat memberikan terapi ini dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan
jiwa di rumah sakit maupun komunitas khususnya pada klien perilaku kekerasan,
halusinasi dan harga diri rendah.
Tujuan Khusus:
Klien mampu :
a. Mengemukakan pikitan dan perilaku yang negatif/menganggu
Berdasarkan beberapa defenisi di atas, pada garis besarnya CBT adalah salah satu
bentuk terapi psikososial yang merubah pola pikir negatif menjadi positif
sehingga perilaku maladaptif yang timbul akibat pola pikir yang salah juga akan
berubah menjadi perilaku yang adaptif. Sehingga pada akhirnya diharapkan
inividu memiliki kemampuan untuk bereaksi secara adaptif dalam menghadapi
masalah atau situasi sulit dalam setiap fase hidupnya.
Peran terapis
1) Membantu klien mengungkapkan pikiran otomatis dan perilaku yang negatif
terhadap kejadian yang dialami.
2) Membantu klien belajar cara untuk mengatasi pikiran dan perilaku negatif
terhadap kejadian yang dialami.
3) Membantu klien menyusun rencana tindakan yang akan dilakukan dalam
merubah perilaku negatif.
4) Menyepakati dengan klien konsekuensi positif dan konsekuensi negatif
terhadap perilaku yang ditampilkan.
5) Memberikan feed back pada klien atau hasil kemajuan dan perkembangan
terapi.
6) Mendiskusikan dengan klien tentang kemajuan dan perkembangan terapi.
7) Membantu klien untuk tetap menerapkan konsekuensi positif dan
konsekuensi negatif terhadap perilaku yang ditampilkan.
8) Mengevaluasi pelaksanaan tindakan terhadap perilaku dengan konsekuensi
yang telah disepakati.
Bab ini akan menjelaskan aplikasi dan strategi pelaksanaan Cognitive Behavior
Therapy pada masing – masing sesi dan bagaimana melakukannya.
2.1 SESI I CBT: Identifikasi pikiran dan perilaku negatif serta melawan
satu pikiran negatif
Kesulitan emosional dan perilaku yang dialami seseorang dalam hidup
disebabkan oleh cara mereka menginterpretasikan dan memahami berbagai
peristiwa yang dialami. Pengalaman berupa ancaman yang terjadi pada diri
seseorang dapat menyebabkan hilangnya kemampuan memproses informasi
secara efektif, oleh Aaron T. Beck dikenal dengan distorsi kognitif. Proses
tersebut yang membuat seseorang sering mempunyai pikiran negatif yang
selanjutnya akan mempengaruhi perilaku yang ditunjukannya.
Dopamin penting dalam respon terhadap stress dan memiliki banyak koneksi
ke sistem limbik. Dopamin memiliki empat jalur utama dalam otak (1) Jalur
Mesolimbik di daerah tegmentum ventral dan proyeksi ke daerah-daerah dari
sistem limbik, termasuk amigdala, nucleus accumbens dan hipokampus. Jalur
mesolimbik dikaitkan dengan fungsi memori, emosi, gairah, dan kesenangan.
Kelebihan aktivitas dalam saluran mesolimbik telah terlibat dalam gejala
positif skizofrenia (misalnya halusinasi, delusi) dan perilaku emosi yang
muncul sebagai perilaku agresif dan kekerasan. (2) Jalur Mesokortikal di
daerah tegmentum ventral dan proyeksi ke korteks. Jalur mesokortikal
berkaitan dengan kognisi, perilaku sosial, perencanaan, pemecahan masalah,
motivasi, dan penguatan dalam belajar, gejala negatif dari skizofrenia
(misalnya afek datar, apatis, kurangnya motivasi dan anhedonia) telah
dikaitkan dengan aktivitas berkurang dalam saluran mesocortical yang
mengarah pada kondisi harga diri rendah.
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1) Salam dari terapis
2) Perkenalan nama dan panggilan terapis
3) Menanyakan nama dan panggilan klien
b. Evaluasi/validasi
1) Menanyakan bagaimana perasaan klien saat ini terkait kejadian yang
dialami
c. Kontrak
1) Menyepakati pertemuan sesi 1
2) Menjelaskan tujuan pertemuan pertama yaitu:
a) Membantu klien mengungkapkan pikiran otomatis yang
negatif tentang diri sendiri, perasaan dan perilaku negatif yang
dialami klien terkait kejadian yang dialami.
b) Latihan cara untuk mengatasi satu pikiran negatif
b. Tindak lanjut
1) Mencatat pikiran, perasaan dan perilaku negatif lainnya yang
belum disebutkan selama sesi berlangsung pada buku kerja klien
2.2 SESI II. CBT: Evaluasi latihan melawan pikiran negatif satu dan
melawan pikiran negatif kedua
Terapi kognitif berusaha memfokuskan untuk menempatkan suatu pikiran,
keyakinan, atau bentuk pembicaraan diri (self talk) terhadap orang lain yang
lebih positif. Selain itu, terapi juga memfokuskan pada upaya membelajarkan
klien agar dapat memiliki cara berpikir yang lebih positif dalam berbagai
peristiwa kehidupan.
Dalam sesi ini klien akan mengevaluasi pikiran negatif yang masih ada dan
melanjutkan dengan melatih mengatasi pikiran negatif yang kedua
menggunakan pikiran positif.
B. Setting
1. Pertemuan dilakukan di satu ruang rawat yang nyaman
E. Langkah-Langkah Kegiatan
1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak dengan klien
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
Salam dari terapis kepada klien
b. Evaluasi/validasi
1) Menanyakan bagaimana perasaan klien saat ini
2) Menanyakan pikiran otomatis yang negatif yang belum
didiskusikan pada sesi 1
3) Menanyakan apakah pikiran otomatis negatif yang pertama
masih sering muncul dan mengevaluasi kemampuan klien terkait
latihan untuk mengatasi pikiran otomatis negatif yang pertama
4) Menanyakan apakah klien sudah memilih pikiran otomatis
negatif yang kedua untuk hari ini
c. Kontrak
1) Menyepakati terapi sesi 2.
2) Menjelaskan tujuan pertemuan sesi 2 yaitu mereview pikiran
otomatis yang negatif yang berkaitan dengan dirinya. Dan belajar
cara mengatasi yang pikiran otomatis negatif yang kedua
3) Menyepakati tempat dan waktu
2.3 SESI III. CBT: Evaluasi latihan melawan pikiran negatif satu dan
dua serta melawan satu perilaku negatif
Perilaku merupakan respon yg timbul secara eksternal, dipengaruhi oleh
stimulus lingkungan & dpt dikontrol secara primer oleh konsekuensi-
konsekuensinya. Perilaku dapat diamati, diukur, & dicatat oleh diri sendiri
maupun orang lain. Perilaku dapat ditingkatkan frekuensi terjadinya melalui
reinforcement. Modifikasi perilaku seperti itu menurut Murray dan Wilson
disebut operant conditioning. Dalam operant conditioning ini lingkungan
sosial digunakan untuk membantu klien dalam meningkatkan kontrol terhadap
perilaku yang berlebihan atau berkurang.
Kesiapan untuk berubah terkait dengan motivasi seseorang atau apa yang
disebut kesiapan sebagai motivasi. Elemen sentral dalam meningkatkan
motivasi dan perubahan perilaku akhirnya adalah untuk memperhitungkan
kesiapan orang untuk berubah. Perubahan perilaku terjadi secara bertahap dari
waktu ke waktu (Prochaska et al, 1992 dalam Stuart, 2009). Menyebutkan
tahapan perubahan, yaitu: Tahap pertama dari perubahan adalah
precontemplation. Pada tahap ini orang tidak berpikir bahwa mereka memiliki
masalah, sehingga mereka tidak mungkin untuk mencari bantuan atau
berpartisipasi dalam pengobatan. Dalam bekerja dengan klien ini tujuannya
adalah untuk mendengarkan klien dan menciptakan iklim dimana klien dapat
mempertimbangkan, menjelajahi, atau melihat nilai manfaat dari perubahan.
Tahap kedua perubahan adalah kontemplasi. Hal ini ditandai dengan
gagasan "ya, tapi." Seringkali klien menyadari bahwa perubahan diperlukan,
tetapi mereka tidak yakin dan ragu-ragu tentang apakah perlu usaha, waktu,
dan energi untuk mencapainya. Mereka ambivalen tentang apa yang mereka
mungkin harus menyerah jika mereka membuat perubahan. Dalam bekerja
dengan klien ini tujuannya adalah untuk menciptakan lingkungan yang
mendukung dimana klien dapat mempertimbangkan perubahan tanpa merasa
tertekan untuk melakukannya. Jika klien didorong untuk mengubah dalam fase
ini mereka cenderung aktif menolak. Tahap ketiga perubahan adalah
persiapan. Pada saat ini klien telah membuat keputusan untuk berubah dan
menilai bagaimana keputusan yang terasa. Klien dapat dibantu untuk memilih
tujuan pengobatan yang realistis dan cara yang berbeda untuk mencapai tujuan
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1) Salam dari terapis kepada klien
3. Fase Kerja
a. Terapis mendiskusikan dengan klien perilaku negatif yang muncul
dari pikiran otomatis negatif terhadap kejadian yang dialami dan
dituliskan pada buku harian klien pada sesi 1.
b. Terapis mendiskusikan dengan klien tentang perilaku negatif yang
mau dirubah.
c. Terapis bersama klien mengidentifikasi perilaku positif yang dimiliki
klien
4. Terminasi
a. Evaluasi
1) Terapis menanyakan pada klien perasaan setelah latihan perilaku
positif untuk mengatasi perilaku negatif
2) Terapis menanyakan perasaan klien setelah menentukan perilaku
baru yang dipelajari
3) Terapis menanyakan perilaku negatif lain yang timbul akibat
pikiran otomatis yang negatif
b. Tindak lanjut
1) Anjurkan klien untuk mempraktekkan perilaku baru yang
disepakati
2) Bantu klien memasukkan kegiatan mempraktekkan perilaku baru
dalam jadwal kegiatan harian klien yang diberikan.
c. Kontrak yang akan datang
1) Menyepakati topik percakapan pada sesi 4 yaitu kemampuan
klien merubah perilaku negatif yang kedua menjadi perilaku
positif dan menerapkan terapi secara konsisten.
2) Menyusun rencana perilaku yang ditampilkan dengan memberikan
konsekwensi positif dan konsekwensi negatif kepada klien
3) Menyepakati waktu dan tempat untuk pertemuan sesi 4
A. Petunjuk:
1. Beri nilai 1 jika : perilaku tersebut dilakukan
2. Beri nilai 0 jika : perilaku tersebut tidak dilakukan
B. Prasyarat mengikuti sesi berikutnya:
1. Bila nilai ≥ 4 : klien dapat melanjutkan ke Sesi berikutnya
2. Bila nilai ≤ 3 : klien harus mengulangi Sesi 3
2.4 SESI IV.CBT: Evaluasi latihan melawan pikiran negatif satu dan dua,
perilaku negatif satu dan melawan perilaku negatif kedua
Langkah berikut adalah untuk mengetahui lebih lanjut tentang
pengalaman klien dengan masalah dengan menggunakan analisis perilaku.
Analisis ini terdiri dari tiga bagian (ABC dari perilaku):
1. Antecedent: stimulus atau isyarat yang terjadi sebelum perilaku dan
mengarah ke manifestasinya.
2. Behaviour/Perilaku: apa yang orang katakan atau tidak katakan atau
lakukan.
3. Consequence/Konsekuensi: apa efeknya (positif, negatif, atau netral)
orang berpikir hasil dari perilaku
Terapi kognitif dan perilaku yang telah dilatih pada sesi sebelumnya
akan dievaluasi pelaksanaannya pada sesi ini. Klien akan diminta untuk
mendemonstrasikan cara merubah pikiran negatif yang mengganggu
menjadi pikiran positif dan perilaku negatif menjadi perilaku positif
yang dapat diterima oleh orang lain dan lingkungan.
3. Fase Kerja
a. Terapis menanyakan perilaku mana yang akan dipraktekkan sebagai
contoh.
Fase prodromal adalah waktu antara timbulnya gejala dan kebutuhan untuk
perawatan. Dengan mayoritas klien dan keluarga menunjukkan periode
prodromal yang berlangsung lebih dari 1 minggu, adalah penting bahwa
perawat berkolaborasi dengan klien, keluarga, dan anggota keluarga
mengenai terjadinya kambuh.
A. Tujuan
1. Klien mampu secara aktif membentuk pikiran positif dan perilaku positif
dalam setiap masalah yang dihadapi.
2. Klien mampu memahami pentingnya psikofarmaka dan terapi modalitas
lainnya disamping CBT untuk mencegah kekambuhan.
3. Klien mampu mempertahankan pikiran positif dan perilaku positif secara
mandiri dan berkesinambungan
B. Setting
1. Pertemuan dilakukan di salah satu ruang rawat yang nyaman
2. Suasana ruangan harus tenang
3. Klien duduk berhadapan dengan terapis
C. Alat
1. Format evaluasi proses
2. Format dokumentasi
3. Format jadwal kegiatan harian
4. Alat tulis
D. Metode
1. Diskusi dan tanya jawab
E. Langkah-Langkah Kegiatan
1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak dengan klien
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1) Salam dari terapis kepada klien
2) Panggil klien sesuai nama panggilan
3. Fase Kerja
a. Terapis menganjurkan klien untuk tetap meningkatkan kemampuan
untuk menggunakan pikiran positif tentang diri dan berperilaku
positif yang telah disepakati
b. Terapis memberikan konsekuensi positif terhadap pikiran positif dan
perilaku adaptif.
c. Terapis mendiskusikan apa yang akan dilakukan klien sendiri.
d. Terapis menganjurkan klien untuk mencatat kegiatan yang akan
dilakukan sendiri
4.Terminasi
a. Evaluasi
1) Terapis mengevaluasi kemampuan klien untuk secara aktif
membentuk pikiran positif dan perilaku positif dalam setiap
masalah yang dihadapi dan kemampuan klien memahami
pentingnya psikofarmaka dan terapi modalitas lainnya disamping
CBT untuk mencegah kekambuhan.
2) Terapi menanyakan perasaan klien setelah menyepakati untuk
mempertahankan pikiran positif dan perilaku positif secara
mandiri dan berkesinambungan
3) Berikan pujian atas keberhasilan klien
b. Tindak lanjut
1) Anjurkan klien untuk mempertahankan pikiran positif dan
perilaku positif secara mandiri dan berkesinambungan dan aktif
membentuk pikiran dan perasaan positif serta berperilaku positif.
2) Catat kegiatan yang dilakukan dalam jadwal kegiatan harian
klien.
A. Petunjuk penilaian:
1. Beri nilai 1 jika : perilaku tersebut dilakukan
2. Beri nilai 0 jika : perilaku tersebut tidak dilakukan
B. Prasyarat mengikuti sesi berikutnya:
1. Bila nilai ≥ 4 : klien dapat menyelesaikan sesi terakhir
2. Bila nilai ≤ 3 : klien harus mengulangi sesi
Gangguan yang dialami klien perilaku kekerasan, halusinasi dan harga diri
rendah bisa membawa dampak yang negatif pada aspek-aspek kehidupannya
karena akan mempengaruhi kemampuan kognitif, afektif dan psikomotornya.
Cara berpikir juga akan berubah, cenderung memiliki pola pikir yang negatif
sehingga pada akhirnya akan mengganggu fungsinya sebagai manusia, dan juga
akan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain.
Salah satu terapi lajut untuk meningkatkan kemampuan klien adalah dengan
dilakukan Cognitive Behaviour Therapy (CBT) . Menurut NACBT (2007) CBT
adalah suatu bentuk psikoterapi yang menekankan pada pentingnya proses
berpikir dalam bagaimana hal berpikir dan bertindak. CBT fokus pada perasaan
distress, pikiran, dan perilaku yang nantinya mengarah pada perubahan yang
positif (NICE, 2005).
Individu yang menerima CBT pada akhirnya diharapkan memiliki pikiran yang
positif sehingga akan memperlihatkan perilaku yang juga positif dalam menjalani
kehidupannya. Tujuan akhirnya adalah klien mampu kembali berfungsi dengan
normal seperti sebelumnya dan juga mampu menghadapi berbagai masalah yang
timbul di kemudian hari dengan keterampilan yang telah diajarkan pada CBT.