Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS

NECROTIC OF LEFT FOOT ET CAUSA DIABETIC


FOOT STAGE V
Diajukan sebagai salah satu syarat guna mengikuti ujian di SMF Bedah Rumah Sakit Umum
Daerah Jayapura

Oleh:

Anna Apsari Korwa, S.Ked

0100840111

Pembimbing:

dr. Johanes Daniel Amsamsium, Sp.OT

KEPANITERAAN KLINIK MADYA

SMF BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS CENDERAWASIH

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JAYAPURA

PAPUA

2018

1
2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...................................................................................................................... i

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1

BAB II LAPORAN KASUS ............................................................................................. 3

BAB III TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 12

BAB IV PEMBAHASAN .................................................................................................. 27

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 30

3
BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes melitus adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik, ditandai oleh adanya
hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja insulin atau keduanya.
Dari berbagai penelitian epidemiologis, seiring dengan perubahan pola hidup didapatkan
bahwa prevalensi DM meningkat, terutama di kota besar. Jika tidak ditangani dengan baik tentu
saja angka kejadian komplikasi kronik DM juga akan meningkat, termasuk komplikasi kaki
diabetes.1

Pada penyandang DM dapat terjadi komplikasi pada semua tingkat sel dan semua
tingkat anatomik. Manifestasi komplikasi kronik dapat terjadi pada tingkat pembuluh darah
kecil (mikrovaskular) berupa kelainan pada retina mata, glomelurus ginjal, saraf dan pada otot
jantung (kardiomiopati). Pada pembuluh darah besar, manifestasi komplikasi kronik DM dapat
terjadi pada pembuluh darah serebral, jantung (penyakit jantung koroner) dan pembuluh darah
perifer (tungkai bawah). Komplikasi lain DM dapat berupa kerentanan berlebih terhadap
infeksi dengan akibat mudahnya terjadi infeksi saluran kemih, tuberkulosis paru dan infeksi
kaki, yang kemudian dapat berkembang menjadi ulkus/gangren diabetes.1

Kaki diabetes merupakan salah satu komplikasi kronik DM yang paling ditakuti. Hasil
pengelolaan kaki diabetes sering mengecewakan baik bagi dokter pengelola maupun
penyandang DM dan keluarganya, tidak jarang berakhir dengan kecacatan dan kematian.
Sampai saat ini di Indonesia, kaki diabetes masih merupakan masalah yang rumit dan tidak
terkelola dengan maksimal, juga belum ada pendidikan khusus untuk mengelola kaki diabetes.
Di samping itu, ketidaktahuan masyarakat mengenai kaki diabetes masih mencolok, serta
adanya permasalahan biaya pengelolaan yang besar yang tidak terjangkau oleh masyarakat
pada umumnya menambah buruknya masalah kaki diabetes.1

Tingkat kejadian diabetes melitus adalah sekitar 382.000.000 penderita di seluruh


dunia, dan diperkirakan 80% merupakan pasien dengan kaki diabetes yang diamputasi.
Prevalensi penderita ulkus diabetika di Indonesia sebesar 15% dari penderita DM. Di RSUPN
dr. Cipto Mangunkusumo, masalah kaki diabetes masih merupakan masalah besar. Angka
kematian dan angka amputasi masih tinggi, masing-masing sebesar 16% dan 25%. Sebanyak

4
14,3% pasien meninggal dalam setahun pasca amputasi, dan sebanyak 37% meninggal setelah
3 tahun pasca amputasi.1

5
BAB II

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. SB
Umur : 63 Tahun
Jenis Kelamin : Laki – laki
Agama : Kristen Protestan
Suku : Flores
Alamat : Bhayangkara I
Pekerjaan : Swasta
MRS : 30 – 08 – 2018 (dikonsul ke Sp.OT tanggal 06 – 09 – 2018)

B. ANAMNESIS
Keluhan utama :
Nekrosis pada telapak kaki kiri
Riwayat perjalanan penyakit :
Pasien merupakan konsulan dari bagian penyakit dalam dengan diagnosa ulkus DM pedis
(S) + DM Tipe 2 tidak terkontrol. Pasien mengeluh terdapat luka pada kaki kiri dibawah
telapak kaki dan mulai menghitam dari jari kelingking, dengan adanya rasa nyeri, dan
semakin merambat hingga seluruh telapak kaki. Luka pertama kali muncul ± 4bulan
SMRS, setelah terkena kulit kenari saat kaki pasien sedang bengkak. Luka tersebut
menyebabkan kaki pasien kemudian bertambah bengkak dan menjadi sulit saat berjalan.
Tetangga pasien mencoba membantu dengan mengupas kulit pasien yang melepuh dengan
menggunakan pisau dapur dan luka tidak ditutup dengan kassa. Beberapa hari kemudian
luka pasien mengeluarkan nanah, berdarah dan berbau. Pasien juga menjadi demam dan
disertai pusing. Selama sakit pasien minum obat paracetamol dan 4 hari kemudian baru
dibawa ke RS. Setelah diperiksa laboratorium, hasil GDS sudah terbaca karena terlalu
tinggi. Setelah beberapa hari GDS menurun, pasien kemudian dibawa pulang. Pasien
kemudian melanjutkan pengobatan ramuan tradisional dirumah. Pada bulan Agustus,
pasien MRS karena luka di kaki pasien berdarah, direncanakan untuk operasi namun
pasien menolak. Hingga masuk kembali dan mnyetujui untuk dilakukan amputasi.

6
Riwayat Penyakit Dahulu :
DM sejak tahun 2000, hipertensi (-), TB (-)

Riwayat Kebiasaan :
Pasien mengaku suka mengonsumsi kopi dan merokok

C. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran : composmentis
Tekanan darah : 110/60 mmHg
Nadi : 70x/m
Pernapasan : 20x/m
Suhu : 36,9ºC

Status Generalis
Kepala : Dalam batas normal
Leher : Dalam batas normal
Thorax : Dalam batas normal
Abdomen : Dalam batas normal
Ekstremitas : superior : akral hangat, udem (-/-), CRT<2”
Inferior : dextra : akral hangat, udem (-), CRT <2”,
Sinistra : tampak terbalut kasa dengan rembesan pus

Status Lokalis
Regio pedis sinistra
 Look
Tampak ulkus diabetik terbalut kassa, rembesan pus (+)
 Feel
Nyeri (+)
 Move
- Aktif : terbatas karena nyeri

7
- Pasif : ROM tidak dilakukan

Gambar 1. Foto Klinis Regio Cruris Sinistra Pro Amputasi

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorum
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
10 – 09 – 2018
Hemoglobin 9,6 13,3gr/dL
Hematokrit 27,8 41,3 – 52,1 %
Leukosit 8,95 3,37 – 8,38 x10^3/uL
Basofil 0,6 0,3 – 1,4 x10^3/uL
Eosinofil 10,1 0,6 x 5,4 x10^3/uL
Neutrofil 57,1 39,8 – 70,5 x10^3/uL
Limfosit 22,9 23,1 – 49,9 x10^3/uL
Monosit 9,3 4,3 – 10,0 x10^3/uL
Trombosit 262 140 – 400 x10^3/uL
Eritrosit 3,35 3,69 – 5,46 x10^6/uL
SGOT 16,3  40 U/L
SGPT 13,9  41 U/L
CT 10’00” 5,0 – 15,0 menit
BT 3’00” 1,0 – 5,0 menit
GDS 195  140 mg/dL
BUN 21,7 7 – 18 mg/dL
Creatinin 1,18  0, 95 mg/dL
Elektrolit Reagen TAP

8
12 – 09 – 2018
HbA1c 6,0 4,5 – 6,5 %
14 – 09 – 2018
Albumin 3,2 3,5 – 5,2 gr/dL

Uji Sensitifitas Antibiotik ( 13/09/2018)

Selected Organism Proteus Mirabilis


Source PUS ( Ulcus gangreen)

Antibiotic Interpretation Antibiotic Interpretation


Ampicillin R Ertapenem S
Ampicillin/Sulbactam R Amikacin S
Cefazolin R Gentamicin R
Ceftazidime R Ciproflooxacin I
Ceftriaxone R Trimethropim/ S
Cefepime R Sulfamethoxazole

Pemeriksaan Radiologi

Gambar 2. Xray Thorax 07 – 09 – 2018

9
Gambar 3. Xray Cruris Sinistra 23 – 07 – 2018

Gambar 4. Xray Pedis Dextra et Sinistra Obliq 19 – 07 – 2018

10
Gambar 5. Xray Pedis Dextra et Sinistra AP 19 – 07 – 2018
Khas menunjukan gambaran radiopaque gas gangren pada pedis sinistra

E. RESUME
Seorang pasien 63 tahun, merupakan konsulan dari bagian penyakit dalam dengan
diagnosa ulkus DM pedis (S) + DM Tipe 2 tidak terkontrol. Pasien mengeluh terdapat luka
pada kaki kiri dibawah telapak kaki dan mulai menghitam dari jari kelingking, dengan
adanya rasa nyeri, dan semakin merambat hingga seluruh telapak kaki. Luka pertama kali
muncul ± 4bulan SMRS, setelah terkena kulit kenari saat kaki pasien sedang bengkak.
Luka tersebut menyebabkan kaki pasien kemudian bertambah bengkak dan menjadi sulit
saat berjalan. Tetangga pasien mencoba membantu dengan mengupas kulit pasien yang
melepuh dengan menggunakan pisau dapur dan luka tidak ditutup dengan kassa. Beberapa
hari kemudian luka pasien mengeluarkan nanah, berdarah dan berbau. Pasien juga menjadi
demam dan disertai pusing. Selama sakit pasien minum obat paracetamol dan 4 hari
kemudian baru dibawa ke RS. Setelah diperiksa laboratorium, hasil GDS sudah terbaca
karena terlalu tinggi. Setelah beberapa hari GDS menurun, pasien kemudian dibawa
pulang. Pasien kemudian melanjutkan pengobatan ramuan tradisional dirumah. Pada bulan
Agustus, pasien MRS karena luka di kaki pasien berdarah, direncanakan untuk operasi
namun pasien menolak. Hingga masuk kembali dan mnyetujui untuk dilakukan amputasi.
Kesadaran : composmentis, TD 110/60mmHg, N 70x/m, RR 20x/m, SB 36,9ºC. Status

11
generalis : dalam batas normal, status lokalis: regio pedis sinistra tampak terbalut kassa
dengan rembesan pus.

F. DIAGNOSIS KERJA
Necrotic left of foot ec. Diabetic foot stage V

G. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa :
- IVFD RL 500cc/ 8 jam
- Inj. Meropenem 1gr/8jam
- Metronidazole drip 500mg/8jam
- Inj. Ranitidin 50mg/ 12 jam
- Inj. Natrium metamizole 1gr/8jam
- Levemir 0 – 0 – 15IU

Tindakan operatif : (18 – 09 – 2018)

- Pasien terbaring supine dalam spinal anestesi


- Desinfeksi dan drapping
- Dilakukan amputasi below knee (dibawah tuberosity ±)
- Identifikasi AVN tibialis anterior dan AVN tibialis posterior, double ligasi arteri.
Potong tajam seproximal mungkin nervus.
- Cuci luka
- Jahit
- Open wound care
- Operasi selesai

Intruksi post operasi :

- Observasi tanda vital


- IVFD RL 20tpm
- Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam
- Inj. Netilmisin sulfat 300mg/ 12 jam
- Inj. Natrium metamizole 1gr/ 8jam
- Inj. Ranitidin 50mg/ 12jam

12
Gambar 6. Klinis Cruris Sinistra Post Amputasi

Gambar 7. Klinis Cruris Sinistra Post Amputasi

H. FOLLOW UP
Tanggal Follow Up Tindakan
19 / 09 / 2018 S: nyeri kaki amputasi (+), - IVFD RL 20tpm
O: KU: Tampak sakit - Inj. Ceftriaxone
sedang, Kesadaran : CM, 1gr/12jam
TD 110/70mmHg, N - Inj. Netilmisin sulfat
78x/m, R 20x/m, SB 300mg/ 12 jam
36,7C - Inj. Natrium metamizole
A: Necrotic left of foot ec. 1gr/ 8jam
Diabetic foot stage V ( S)

13
Post amputasi trans tibial - Inj. Ranitidin 50mg/
H–1 12jam
- Xray kontrol Cruris AP/L

Gambar 8. Xray Cruris Sinistra Post Operasi

I. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad functionam : bonam
Ad sanationam : bonam

14
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI KAKI
1. Dorsum Pedis2
a. Kulit
Kulit dorsum pedis tipis, berambut dan dapat bergerak bebas terhadap tendo dan tulang
yang ada dibawahnya. Dipersarafi oleh n. Peroneus superficialis, n. Peroneus
profundus, n. Saphenus dan n. Suralis.
b. Otot – otot
Otot pada dorsum pedis yaitu m. Extensor digitorum brevis yang berfungsi untuk
ekstensio jari pertama, kedua, ketiga serta keempat pada articulatio interphalangea dan
metatarsophalangea.
c. Arteri
Arteri di dorsum pedis yaitu arteri dorsalis pedis yang bercabang menjadi a. Tarsalis
lateralis, a. Arcuata dan a. Metatarsalis dorsalis I.
d. Saraf
Persarafan dorsum pedis dipersarafi oleh n. Peroneus profundus yang terbagi menjadi
dua cabang terminal yaitu ramus medialis dan ramus lateralis.
2. Plantar Pedis2
a. Kulit
Kulit telapak kaki teba dan tidak berambut, dan terikat kuat pada fascia profunda
dibawahnya oleh berkas fibrosa. Persarafan sensorik kulit berasal dari ramus calcaneus
medialis n. Tibialis, yang mempersarafi sisi medial tumit; cabang n. Plantaris medialis
yang mempersarafi 2/3 media kulit telapak kaki, dan cabang n. Plantaris lateralis yang
mempersarafi kulit 1/3 lateral plantar pedis.
b. Otot – Otot
Terdiri dari empat lapis dimulai dari lapisan paling inferior ke superior:
Lapisan pertama : m. Abductor hallucis, m. Flexor digitorum brevis, m. Abductor digiti
minimi.
Lapisan kedua : m. Quadratus plantae, Mm. Lumbricales, Tendo m. Flexor digitorum
longus, tendo m. Flexor hallucis longus.

15
Lapisan ketiga : m. Flexor hallucis brevis, m. Adductor hallucis, m. Flexor digiti minimi
brevis.
Lapisan keempat : mm. Interossei, tendo m. Peroneus longus, tendo m. Tibialis
posterior.
c. Tendo
Tendo – tendo panjang telapak kaki terdiri dari :
1) Tendo m. Flexor digitorum longus
2) Tendo m. Flexor hallucis longus
3) Tendo m. Peroneus longus
4) Tendo m. Tibialis posterior
d. Arteri
Arteri yang terdapat di plantar pedis antara lain:
1) A. Plantaris medialis
2) A. Plantaris lateralis
3) A. Dorsalis pedis
4) Cabang Aa. Metatarsales plantares I
e. Vena
V. plantaris medialis dan lateralis menyertai arteri yang senama yang semua bersatu di
belakang malleolus medialis untuk membentuk vena comintates tibialis anterior.
f. Saraf
Persarafan plantaris pedis terdiri dari :
1) Nervus plantaris medialis bercabang menjadi rami musculares, rami cutaneus
Nn. Digitales plantares
2) Nervus plantaris lateralis bercabang menjadi ramus superficialis dan ramus
medialis.

B. KAKI DIABETES
1. Definisi
Diabetes adalah sekelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia
akibat gangguan pada sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Hiperglikemia kronik
pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan
berbagai organ, terutama mata, ginjal, saraf, jantung pembuluh darah. Gejala
hiperglikemia ditandai oleh poliuria, polidipsia, penurunan berat badan, kadang-kadang
dengan polifagia dan penglihatan kabur.3

16
Ulkus diabetika adalah salah satu bentuk komplikasi kronik Diabetes mellitus berupa
luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan
setempat.4
Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya komplikasi
makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut
terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat berkembang menjadi
infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob.4-6
2. Patofisiologi
Kaki diabetes diawali dengan adanya hiperglikemia pada penyandang DM yang
menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah. Neuropati sensorik,
motorik dan autonomik akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot,
yang kemudian menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki
dan selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap
infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor aliran
darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan kaki
diabetes.1

Gambar 9. Patofisiologi terjadinya ulkus pada kaki diabetes.


(Sumber : Boulton AJM, Diabetic Med. 1996:3)

17
3. Klasifikasi
Ada berbagai macam klasifikasi kaki diabetes. Sebuah klasifikasi dari International
Working Group on Diabetic Foot, dikenal dengan klasifikasi PEDIS. Dengan klasifikasi
ini dapat ditentukan kelainan apa yang lebih dominan, vaskular, infeksi atau neuropatik,
sehingga pengelolaan dapat lebih baik.1

Gambar 10. Klasifikasi PEDIS


(Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V)
Klasifikasi lainnya yang cukup praktis berdasar pada perjalanan alamiah kaki diabetes
menurut Edmonds 2004-2005:1
 Stage 1 : Normal foot
 Stage 2 : High risk foot
 Stage 3 : Ulcerated foot
 Stage 4 : Infected foot
 Stage 5 : Necrotic foot
 Stage 6 : Unsalvable foot
Untuk stage 1 dan 2, peran pencegahan primer sangat penting, dan semuanya dapat
dikerjakan pada pelayanan kesehatan primer. Untuk stage 3 dan 4, kebanyakan sudah
memerlukan perawatan di tingkat pelayanan kesehatan yang lebih memadai umumnya
sudah memerlukan pelayanan spesialistik. Untuk stage 5, apalagi 6, jelas merupakan
kasus rawat inap dan memerlukan kerjasama tim dokter spesialis yang baik.

18
Klasifikasi lainnya yaitu menurut Wagner, yang lebih terkait pengelolaan kaki diabetes:
0. Kulit intak / utuh
1. Tukak superfisial
2. Tukak dalam (sampai tendo, tulang)
3. Tukak dalam dengan infeksi
4. Tukak dengan gangren pada 1 – 2 jari kaki
5. Tukak dengan gangren luas seluruh kaki.

Gambar 11. Klasifikasi kaki diabetes Wagner

(Sumber :
https://www.google.com/search?q=klasifikasi+wagner&safe=strict&client=firefox-
b&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwiC8LTa-
JbeAhUETn0KHZTRBb8Q_AUIDigB&biw=1366&bih=654#imgrc=vS6EOCsn8grhO
M:)

4. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala ulkus diabetika yaitu6,7 :
a. Sering kesemutan.
b. Nyeri kaki saat istirahat.
c. Sensasi rasa berkurang.
d. Kerusakan Jaringan (nekrosis).
e. Penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea.
f. Kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal.

19
g. Kulit kering
5. Faktor Resiko
Faktor risiko terjadi ulkus diabetika pada penderita Diabetes mellitus menurut Lipsky
dengan modifikasi dikutip oleh Riyanto dkk. terdiri atas: 5,8,9
a. Faktor-faktor risiko yang tidak dapat diubah :
1) Umur ≥ 60 tahun.
Umur, menurut penelitian di Swiss dikutip oleh Suwondo bahwa penderita ulkus
diabetika 6% pada usia < 55 tahun dan 74% pada usia ≥ 60 tahun42. Penelitian
kasus kontrol di Iowa oleh Robert menunjukkan bahwa umur penderita ulkus
diabetika pada usia tua ≥ 60 tahun 3 kali lebih banyak dari usia muda < 55 tahun.4
Umur ≥ 60 tahun berkaitan dengan terjadinya ulkus diabetika karena pada usia tua,
fungsi tubuh secara fisiologis menurun karena proses aging terjadi penurunan
sekresi atau resistensi insulin sehingga kemampuan fungsi tubuh terhadap
pengendalian glukosa darah yang tinggi kurang optimal. Penelitian di Amerika
Serikat dikutip oleh Rochmah W menunjukkan bahwa dari tahun 1996-1997 pada
lansia umur > 60 tahun, didapatkan hanya 12% saja pada usia tua dengan DM yang
kadar glukosa darah terkendali, 8% kadar kolesterol normal, hipertensi 40%, dan
50% mengalami gangguan pada aterosklerosis, makroangiopati, yang faktor-faktor
tersebut akan mempengaruhi penurunan sirkulasi darah salah satunya pembuluh
darah besar atau sedang di tungkai yang lebih mudah terjadi ulkus diabetika.10

2) Lama DM ≥ 10 tahun.
Penelitian di USA oleh Boyko pada 749 penderita Diabetes mellitus dengan hasil
bahwa lama menderita DM ≥ 10 tahun merupakan faktor risiko terjadinya ulkus
diabetika dengan RR-nya sebesar 3 (95 % CI : 1,2 – 6,9).11
Ulkus diabetika terutama terjadi pada penderita Diabetes mellitus yang telah
menderita 10 tahun atau lebih, apabila kadar glukosa darah tidak terkendali, karena
akan muncul komplikasi yang berhubungan dengan vaskuler sehingga mengalami
makroangiopati-mikroangiopati yang akan terjadi vaskulopati dan neuropati yang
mengakibatkan menurunnya sirkulasi darah dan adanya robekan/luka pada
kaki. Penderita diabetik yang sering tidak dirasakan. Perjalanan Ulkus diabetika
pada penderita DM dapat dilihat pada bagan berikut.5,12

20
b. Faktor-Faktor Risiko yang dapat diubah : (termasuk kebiasaan dan gaya hidup)
1) Neuropati (sensorik, motorik, perifer).
Kadar glukosa darah yang tinggi semakin lama akan terjadi gangguan
mikrosirkulasi, berkurangnya aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut saraf
yang mengakibatkan degenerasi pada serabut syaraf yang lebih lanjut akan terjadi
neuropati. Syaraf yang rusak tidak dapat mengirimkan sinyal ke otak dengan baik,
sehingga penderita dapat kehilangan indra perasa selain itu juga kelenjar keringat
menjadi berkurang, kulit kering dan mudah robek.9,13
Neuropati perifer berupa hilangnya sensasi rasa berisiko tinggi terjadi ulkus
diabetika. Keberadaan neuropati berkaitan dengan kejadian ulkus diabetika,
Penelitian terhadap populasi di Rochester, Minnesota, Amerika Serikat dikutip oleh
Levin menunjukkan bahwa 66% penderita Diabetes mengalami neuropati dengan
gangguan sensasi rasa/sensasi vibrasi pada kaki, 20% terjadi ulkus diabetika.13
Penelitian kohort prospektif yang dilakukan oleh Boyko pada penderita Diabetes
mellitus bahwa neuropati berhubungan dengan kejadian ulkus diabetika dengan
RR-nya sebesar 4 (95 % CI : 2,6 – 7,4) dan apabila sudah terjadi deformitas pada
kaki berhubungan dengan ulkus diabetika dengan RR-nya sebesar 12,1 (95 % CI :
4,2 – 17,6).11
Penelitian kasus kontrol di RSCM oleh Toton Suryatono, neuropati yang dinyatakan
dengan insensitivitas terhadap pemeriksaan monofilamen Semmes-Weinstein 10 g
mempunyai risiko 11 kali terjadi ulkus diabetika dibandingkan dengan penderita DM
tanpa neuropati.14

2) Obesitas.
Pada obesitas dengan IMT ≥ 23 kg/m2 (wanita) dan IMT ≥ 25 kg/m2 (pria) atau
BBR lebih dari 120 % akan lebih sering terjadi resistensi insulin. Apabila kadar
insulin melebihi 10 µU/ml, keadaan ini menunjukkan hiperinsulinmia yang dapat
menyebabkan aterosklerosis yang berdampak pada vaskulopati, sehingga terjadi
gangguan sirkulasi darah sedang/besar pada tungkai yang menyebabkan tungkai
akan mudah terjadi ulkus/ganggren diabetika.11
Penelitian kohort prospektif yang dilakukan di USA oleh Boyko, obesitas
berhubungan dengan komplikasi kronik ulkus diabetika dengan RR-nya sebesar 3
(95% CI : 2,3 – 4,6).11

21
3) Hipertensi.
Hipertensi (TD > 130/80 mm Hg) pada penderita Diabetes mellitus karena adanya
viskositas darah yang tinggi akan berakibat menurunnya aliran darah sehingga
terjadi defesiensi vaskuler, selain itu hipertensi yang tekanan darah lebih dari 130/80
mm Hg dapat merusak atau mengakibatkan lesi pada endotel. Kerusakan pada
endotel akan berpengaruh terhadap makroangiopati melalui proses adhesi dan
agregasi trombosit yang berakibat vaskuler defisiensi sehingga dapat terjadi hipoksia
pada jaringan yang akan mengakibatkan terjadinya ulkus. Penelitian studi kasus
kontrol oleh Robert di Iowa menghasilkan bahwa riwayat hipertensi akan lebih besar
4 X terjadi ulkus diabetika dengan tanpa hipertensi pada DM.4,6

4) Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) tidak terkontrol.


Glikosilasi Hemoglobin adalah terikatnya glukosa yang masuk dalam sirkulasi
sistemik dengan protein plasma termasuk hemoglobin dalam sel darah merah.
Apabila Glikosilasi Hemoglobin (HbA1c) ≥ 6,5 % akan menurunkan kemampuan
pengikatan oksigen oleh sel darah merah yang mengakibatkan hipoksia jaringan
yang selanjutnya terjadi proliferasi pada dinding sel otot polos subendotel. Kadar
glukosa darah tidak terkontrol ( GDP > 100 mg/dl dan GD2JPP > 144 mg/dl) akan
mengakibatkan komplikasi kronik jangka panjang, baik makrovaskuler maupun
mikrovaskuler salah satunya yaitu ulkus diabetika.6,13

5) Kolesterol total HDL, Trigliserida tidak terkendali


Pada penderita Diabetes mellitus sering dijumpai adanya peningkatan kadar
trigliserida dan kolesterol plasma, sedangkan konsentrasi HDL (high-density-
lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah (≤ 45 mg/dl). Kadar trigliserida
≥ 150 mg/dl , kolesterol total ≥ 200 mg/dl dan HDL ≤ 45 mg/dl akan mengakibatkan
buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan dan menyebabkan hipoksia serta
cedera jaringan, merangsang reaksi peradangan dan terjadinya aterosklerosis.
Konsekuensi adanya aterosklerosis adalah penyempitan lumen pembuluh darah yang
akan menyebabkan gangguan sirkulasi jaringan sehingga suplai darah ke pembuluh
darah menurun ditandai dengan hilang atau berkurangnya denyut nadi pada arteri
dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal.
Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya
dimulai dari ujung kaki atau tungkai.5,6,13

22
Pada penderita DM dengan kolesterol, HDL, trigliserida tidak terkontrol
mempunyai risiko ulkus diabetika 3 kali lebih tinggi dari pada kadar kolesterol,
trigliserida normal. Penelitian cross sectional di RS Dr. Kariadi oleh Yudha dkk.
menunjukkan bahwa penderita ulkus diabetika 84,62% pada penderita DM terdapat
dislipidemia, kejadian ulkus diabetika pada penderita DM tipe 2 dengan dislipidemia
lebih tinggi dibandingkan tanpa dislipidemia, dan kadar kolesterol (p=0,045) dan
trigliserida (p=0,002) lebih tinggi secara bermakna pada penderita ulkus diabetika
dengan dyslipidemia. Penelitian pada tahun 2002 oleh Waspadji menghasilkan
bahwa kadar trigliserida merupakan faktor risiko terjadi penyakit pembuluh darah
perifer yang dapat mengakibatkan terjadinya ulkus diabetika.5,13

6) Kebiasaan merokok.
Penelitian case control di California oleh Casanno dikutip oleh WHO pada
penderita Diabetes mellitus yang merokok ≥ 12 batang per hari mempunyai risiko
3 X untuk menjadi ulkus diabetika dibandingkan dengan penderita DM yang tidak
merokok. Kebiasaan merokok akibat dari nikotin yang terkandung di dalam rokok
akan dapat menyebabkan kerusakan endotel kemudian terjadi penempelan dan
agregasi trombosit yang selanjutnya terjadi kebocoran sehingga lipoprotein lipase
akan memperlambat clearance lemak darah dan mempermudah timbulnya
aterosklerosis. Aterosklerosis berakibat insufisiensi vaskuler sehingga aliran darah
ke arteri dorsalis pedis, poplitea, dan tibialis juga akan menurun.15

7) Ketidakpatuhan Diet DM.


Kepatuhan Diet DM merupakan upaya yang sangat penting dalam pengendalian
kadar glukosa darah, kolesterol, dan trigliserida mendekati normal sehingga dapat
mencegah komplikasi kronik, seperti ulkus diabetika.16
Kepatuhan Diet DM mempunyai fungsi yang sangat penting yaitu
mempertahankan berat badan normal, menurunkan tekanan darah sistolik dan
diastolik, menurunkan kadar glukosa darah, memperbaiki profil lipid,
meningkatkan sensitivitas reseptor insulin dan memperbaiki sistem koagulasi
darah.16

23
8) Kurangnya aktivitas Fisik.
Aktivitas fisik (olah raga) sangat bermanfaat untuk meningkatkan sirkulasi darah,
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas terhadap insulin, sehingga
akan memperbaiki kadar glukosa darah. Dengan kadar glukosa darah terkendali
maka akan mencegah komplikasi kronik Diabetes mellitus.11,17

9) Pengobatan tidak teratur.


Pengobatan rutin pada penderita Diabetes mellitus tipe I, menurut hasil penelitian
di Amerika Serikat dikutip oleh Minadiarly didapatkan bahwa pengobatan
intensif akan dapat mencegah dan menghambat timbulnya komplikasi khronik,
seperti ulkus diabetik.1,6

10) Perawatan kaki tidak teratur.

Perawatan kaki diabetisi yang teratur akan mencegah atau mengurangi terjadinya
komplikasi kronik pada kaki. Penelitian di Spain yang dilakukan oleh Calle dkk.
pada 318 diabetisi dengan neuropati dilakukan edukasi perawatan kaki kemudian
diikuti selama 3-6 tahun dihasilkan pada kelompok I (223 responden)
melaksanakan perawatan kaki teratur dan kelompok II (95 responden) tidak
melaksanakan perawatan kaki, pada kelompok I terjadi ulkus sejumlah 7
responden dan kelompok II terjadi ulkus sejumlah 30 responden. Kelompok I
dilakukan tindakan amputasi sejumlah 1 responden dan kelompok II sejumlah
19 responden. Hasil penelitian pada diabetisi dengan neuropati yaitu kelompok
yang tidak melakukan perawatan kaki 13 kali risiko terjadi ulkus diabetika
dibandingkan kelompok yang melakukan perawatan kaki secara teratur.16,17

11) Penggunaan alas kaki tidak tepat


Diabetisi tidak boleh berjalan tanpa alas kaki karena tanpa menggunakan alas
kaki yang tepat memudahkan terjadi trauma yang mengakibatkan ulkus
diabetika, terutama apabila terjadi neuropati yang mengakibatkan sensasi rasa
berkurang atau hilang.1,11
Penelitian eksperimental oleh Gayle tentang tekanan pada kaki karena
penggunaan alas kaki yang tidak tepat dengan kejadian ulkus diabetika,
menghasilkan bahwa penggunaan alas kaki tidak tepat menyebabkan tekanan

24
yang tinggi pada kaki sehingga risiko terjadi ulkus diabetika 3 kali dibandingkan
dengan penggunaan alas kaki yang tepat.11

6. Diagnosis
Diagnosis ulkus diabetika meliputi:5,6,13
a. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi kaki untuk mengamati terdapat luka/ulkus pada kulit atau jaringan tubuh
pada kaki, pemeriksaan sensasi vibrasi/rasa berkurang atau hilang, palpasi denyut nadi
arteri dorsalis pedis menurun atau hilang.
b. Pemeriksaan Penunjang :
X-ray, EMG dan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui apakah ulkus diabetika
menjadi infeksi dan menentukan kuman penyebabnya.
7. Tatalaksana
a. Tatalaksana Diabetes
Evaluasi medis lengkap harus dilakukan untuk mengklasifikasikan diabetes,
mendeteksi adanya komplikasi diabetes, meninjau pengobatan sebelumnya dan
pengendalian faktor risiko pada pasien dengan diabetes, membantu dalam
merumuskan rencana pengelolaan, dan memberikan dasar untuk perawatan yang
berkelanjutan. Tes laboratorium sesuai dengan evaluasi kondisi medis setiap pasien
harus dilakukan. Fokus pada komponen layanan kesehatan secara menyeluruh akan
membantu tim kesehatan untuk memastikan pengelolaan yang optimal pada pasien
dengan diabetes.3
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama
beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai
sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO)
dan atau suntikan insulin.
1. Obat Hipoglikemik Oral1
Berdasarkan cara kerjanya obat hipoglikemik oral (OHO) dibagi menjadi 5
golongan:
a. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonylurea dan glinid.
b.Peningkat sensitivitas terhadap insulin: tiazolidindion
c. Penghambat glukoneogenesis: metformin
d.Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidasealfa.

25
e. DPP-IV inhibitor
2. Insulin
Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita DM tipe 1. Pada DM
tipe 1, sel-sel β Langerhans kelenjar pankreas penderita rusak, sehingga tidak
lagi dapat memproduksi insulin. Sebagai penggantinya, maka penderita DM tipe
1 harus mendapat insulin eksogen untuk membantu agar metabolisme
karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan normal.1
Terapi insulin pada pasien DM tipe 2 dapat dimulai antara lain untuk pasien
dengan kegagalan terapi oral, kendali kadar glukosa darah yang buruk (HbA1C
> 7,5% atau kadar glukosa darah puasa > 250 mg/dL), riwayat pankreatektomi,
atau disfungsi pankreas, riwayat fluktuasi kadar glukosa darah yang lebar,
riwayat ketoasidosis, riwayat penggunaan insulin lebih dari 5 tahun, dan
penyandang DM lebih dari 10 tahun.1

b. Tatalaksana Kaki Diabetes


Dilakukan secara komprehensif melalui upaya; mengatasi penyakit komorbid,
menghilangkan/ mengurangi tekanan beban (offloading), menjaga luka agar selalu
lembab (moist), penanganan infeksi, debridemen, revaskularisasi dan tindakan
bedah elektif, profilaktik, kuratif atau emergensi. Penyakit DM melibatkan sistem
multi organ yang akan mempengaruhi penyembuhan luka. Hipertensi,
hiperglikemia, hiperkolesterolemia, gangguan kardiovaskular (stroke, penyakit
jantung koroner), gangguan fungsi ginjal, dan sebagainya harus dikendalikan.
Debridemen
Tindakan debridemen merupakan salah satu terapi penting pada kasus ulkus
diabetika. Debridemen dapat didefinisikan sebagai upaya pembersihkan benda asing
dan jaringan nekrotik padaluka. Luka tidak akan sembuh apabila masih didapatkan
jaringan nekrotik, debris, calus, fistula/rongga yang memungkinkan kuman
berkembang. Setelah dilakukan debridemen luka harus diirigasi dengan larutan
garam fisiologis atau pembersih lain dan dilakukan dressing (kompres) (Science of
wound management).
Ada beberapa pilihan dalam tindakan debridemen, yaitu debridemen mekanik,
enzimatik, autolitik, biologik, debridemen bedah.1,3,16
Mengurangi beban tekanan (off loading)

26
Pada saat seseorang berjalan maka kaki mendapatkan beban yang besar. Pada
penderita DM yang mengalami neuropati permukaan plantar kaki mudah
mengalami luka atau luka menjadi sulit sembuh akibat tekanan beban tubuh maupun
iritasi kronis sepatu yang digunakan. Salah satu hal yang sangat penting namun
sampai kini tidak mendapatkan perhatian dalam perawatan kaki diabetik adalah
mengurangi atau menghilangkan beban pada kaki (off loading). Upaya off loading
berdasarkan penelitian terbukti dapat mempercepat kesembuhan ulkus. Metode off
loading yang sering digunakan adalah: mengurangi kecepatan saat berjalan kaki,
istirahat (bed rest), kursi roda, alas kaki, removable cast walker, total contact cast,
walker, sepatu boot ambulatory.1,3
Perawatan luka
Perawatan luka modern menekankan metode moist wound healing atau menjaga
agar luka dalam keadaan lembab. Luka akan menjadi cepat sembuh apabila eksudat
dapat dikontrol, menjaga agar luka dalam keadaan lembab, luka tidak lengket dengan
bahan kompres, terhindar dari infeksi dan permeabel terhadap gas. Tindakan
dressing merupakan salah satu komponen penting dalam mempercepat
penyembuhan lesi. Prinsip dressing adalah bagaimana menciptakan suasana dalam
keadaan lembab sehingga dapat meminimalisasi trauma dan risiko operasi. Ada
beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih dressing yang akan
digunakan, yaitu tipe ulkus, ada atau tidaknya eksudat, ada tidaknya infeksi, kondisi
kulit sekitar dan biaya. Ada beberapa jenis dressing yang sering dipakai dalam
perawatan luka, seperti: hydrocolloid, hydrogel, calcium alginate, foam, kompres
anti mikroba, dan sebagainya, seperti dapat dilihat pada tabel berikut.4
Pengendalian Infeksi
Pemberian antibitoka didasarkan pada hasil kultur kuman. Namun sebelum hasil
kultur dan sensitifitas kuman tersedia antibiotika harus segera diberikan secara
empiris pada kaki diabetik yang terinfeksi. Pada tabel dibawah dapat dilihat
antibiotika yang disarankan pada kaki diabetik terinfeksi. Pada ulkus diabetika
ringan/ sedang antibiotika yang diberikan di fokuskan pada patogen gram positif.
Pada ulkus terinfeksi yang berat (limb or life threatening infection) kuman lebih
bersifat polimikrobial (mencakup bakteri gram positif berbentuk coccus, gram
negatif berbentuk batang, dan bakteri anaerob) antibiotika harus bersifat
broadspectrum, diberikan secara injeksi. Pada infeksi berat yang bersifat limb
threatening infection dapat diberikan beberapa alternatif antibiotika seperti:

27
ampicillin/sulbactam, ticarcillin/clavulanate, piperacillin/tazobactam, Cefotaxime
atau ceftazidime + clindamycin, fluoroquinolone + clindamycin. Sementara pada
infeksi berat yang bersifat life threatening infection dapat diberikan beberapa
alternatif antibiotika seperti berikut: ampicillin/sulbactam + aztreonam, piperacillin/
tazobactam + vancomycin, vancomycin + metronbidazole + ceftazidime,
imipenem/cilastatin atau fluoroquinolone + vancomycin + metronidazole.3
Pada infeksi berat pemberian antibitoika diberikan selama 2 minggu atau lebih. Bila
ulkus disertai osteomielitis penyembuhannya menjadi lebih lama dan sering
kambuh. Maka pengobatan osteomyelitis di samping pemberian antibiotika juga
harus dilakukan reseksi bedah. Antibiotika diberikan secara empiris, melalui
parenteral selama 6 minggu dan kemudain dievaluasi kembali melalui foto radiologi.
Apabila jaringan nekrotik tulang telah direseksi sampai bersih pemberian antibiotika
dapat dipersingkat, biasanya memerlukan waktu 2 minggu.3

Revaskularisasi
Ulkus atau gangren kaki tidak akan sembuh atau bahkan kemudian hari akan
menyerang tempat lain apabila penyempitan pembuluh darah kaki tidak dilakukan
revaskularisasi. Tindakan debridemen, mengurangi beban, perawatan luka, tidak
akan memberikan hasil optimal apabila sumbatan di pembuluh darah tidak
dihilangkan. Tindakan endovaskular (angioplasti transluminal perkutaneus (ATP)
dan atherectomy) atau tindakan bedah vaskular dipilih berdasarkan jumlah dan
panjang arteri femoralis yang tersumbat. Bila oklusi terjadi di arteri femoralis satu
sisi dengan panjangatherosklerosis <15 cm tanpa melibatkan arteri politea, maka
tindakan yang dipilih adalah ATP. Namun lesi oklusi bersifat multipel dan mengenai
arteri poplitea/arteri tibialis maka tindakan yang direkomendasikan adalah bedah
vaskular (by pass). Berdasarkan penelitian revaskularisasi agresif pada tungkai
yang mengalami iskemia dapat menghindakan amputasi dalam periode 3 tahun
sebesar 98%.1,3
Tindakan bedah
Jenis tindakan bedah pada kaki diabetika tergantung dari berat ringannya ulkus DM.
Tindakan bedah dapat berupa insisi dan drainage, debridemen, amputasi, bedah
revaskularisasi, bedah plastik atau bedah profilaktik. Intervensi bedah pada kaki
diabetika dapat digolongkan menjadi empat kelas I (elektif), kelas II (profilaktif),
kelas III (kuratif) dan kelas IV (emergensi).1,4

28
Tindakan elektif ditujukan untuk menghilangkan nyeri akibat deformitas, seperti
pada kelainan spur tulang, hammertoes atau bunions. Tindakan bedah profilaktif
diindikasikan untuk mencegah terjadinya ulkus atau ulkus berulang pada pasien
yang mengalami neuropati. Prosedur rekonsktuksi yang dilakukan adalah melakukan
koreksi deformitas sendi, tulang atau tendon. Tindakan bedah kuratif diindikasikan
bila ulkus tidak sembuh dengan perawatan konservatif. 1,4
Prosedur bedah ditujukan untuk menghilangkan penekanan kronis yang
mengganggu proses penyembuhan. Tindakan tersebut dapat berupa exostectomy,
artroplasti digital, sesamodectomy atau reseksi caput metatarsal. Tindakan bedah
emergensi paling sering dilakukan, yang diindikasikan untuk menghambat atau
menghentikan proses infeksi. Tindakan bedah emergensi dapat berupa amputasi atau
debridemen jaringan nekrotik. Dari sudut pandang seorang ahli bedah, tindakan
pembedahan ulkus terinfeksi dapat dibagi menjadi infeksi yang tidak mengancam
tungkai (grade 1 dan 2) dan infeksi yang mengancam tungkai (grade 3 dan 4).1,4
Pada ulkus terinfeksi superfisial tindakan debridemen dilakukan dengan tujuan
untuk: drainage pus, mengangkat jaringan nekrotik, membersihkan jaringan yang
menghambat pertumbuhan jaringan, menilai luasnya lesi dan untuk mengambil
sampel kultur kuman. Tindakan amputasi dilakukan bila dijumpai adanya gas
gangren, jaringan terinfeksi, untuk menghentikan perluasan infeksi, mengangkat
bagian kaki yang mengalami ulkus berulang. Komplikasi berat dari infeksi kaki pada
pasien DM adalah fasciitis nekrotika dan gas gangren. Pada keadaan demikian
diperlukan tindakan bedah emergensi berupa amputasi. Amputasi bertujuan untuk
menghilangkan kondisi patologis yang mengganggu fungsi, penyebab kecacatan
atau menghilangkan penyebab yang dapat mengancam jiwa sehingga rehabilitasi
kemudian dapat dilakukan. Indikasi amputasi pada kaki diabetika:3
1. Gangren terjadi akibat iskemia atau nekrosis yang meluas,
2. Infeksi yang tidak bisa dikendalikan,
3. Ulkus resisten,
4. Osteomielitis,
5. Amputasi jari kaki yang tidak berhasil,
6. Bedah revaskularisasi yang tidak berhasil,
7. Trauma pada kaki,
8. Luka terbuka yang terinfeksi pada ulkus diabetika akibat neuropati.

29
BAB IV

PEMBAHASAN

Kaki diabetes merupakan salah satu komplikasi kronik DM yang paling ditakuti. Dari kasus
didapatkan seorang pria 63 tahun dikonsulkan dari bagian penyakit dalam dengan diagnosa
Pasien merupakan konsulan dari bagian penyakit dalam dengan diagnosa ulkus DM pedis (S)
+ DM Tipe 2 tidak terkontrol.

Anamnesa

Teori Kasus
Tanda dan gejala : Pasien merupakan konsulan dari bagian
- Sering kesemutan penyakit dalam dengan diagnosa ulkus DM
- Nyeri kaki saat istirahat pedis (S) + DM Tipe 2 tidak terkontrol. Pasien
- Sensasi rasa berkurang mengeluh terdapat luka pada kaki kiri
- Kerusakan jaringan dibawah telapak kaki dan mulai menghitam
- Kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku dari jari kelingking, dengan adanya rasa nyeri,
menebal dan semakin merambat hingga seluruh
- Kulit kering telapak kaki. Luka pertama kali muncul ±
4bulan SMRS, setelah terkena kulit kenari
Faktor resiko : saat kaki pasien sedang bengkak. Luka
- Umur ≥ 60 tahun tersebut menyebabkan kaki pasien kemudian
- Lama DM ≥ 10 tahun bertambah bengkak dan menjadi sulit saat
- Neuropati berjalan. Tetangga pasien mencoba
- Obesitas membantu dengan mengupas kulit pasien
- Hipertensi yang melepuh dengan menggunakan pisau
- HbA1C tidak terkontrol dapur dan luka tidak ditutup dengan kassa.
- Kolesterol total, HDL, TGS tidak terkendali Beberapa hari kemudian luka pasien
- Kebiasaan merokok mengeluarkan nanah, berdarah dan berbau.
- Ketidakpatuhan diet DM Pasien juga menjadi demam dan disertai
- Kurangnya aktivitas fisik pusing. Selama sakit pasien minum obat
- Pengobatan tidak teratur paracetamol dan 4 hari kemudian baru dibawa
- Perawatan kaki tidak teratur ke RS. Setelah diperiksa laboratorium, hasil

30
- Penggunaan alas kaki tidak tepat GDS sudah terbaca karena terlalu tinggi.
Setelah beberapa hari GDS menurun, pasien
kemudian dibawa pulang. Pasien kemudian
melanjutkan pengobatan ramuan tradisional
dirumah. Pada bulan Agustus, pasien MRS
karena luka di kaki pasien berdarah,
direncanakan untuk operasi namun pasien
menolak. Hingga masuk kembali dan
mnyetujui untuk dilakukan amputasi.

Riwayat Penyakit Dahulu :


DM sejak tahun 2000, hipertensi (-), TB (-)

Riwayat Kebiasaan :
Pasien mengaku suka mengonsumsi kopi dan
merokok

Pemeriksaan Fisik

Teori Kasus
Inspeksi kaki untuk mengamati terdapat Regio pedis sinistra
luka/ulkus pada kulit atau jaringan tubuh  Look
pada kaki, pemeriksaan sensasi vibrasi/rasa Tampak ulkus diabetik terbalut kassa,
berkurang atau hilang, palpasi denyut nadi rembesan pus (+)
arteri dorsalis pedis menurun atau hilang  Feel
Nyeri (+)
 Move
Aktif : terbatas karena nyeri
Pasif : ROM tidak dilakukan

Tatalaksana

Teori Kasus

31
Tatalaksana diabetes: - IVFD RL 500cc/ 8 jam
- Obat hipoglikemik oral - Inj. Meropenem 1gr/8jam
- Insulin - Metronidazole drip 500mg/8jam
Tatalaksana kaki diabetes : - Inj. Ranitidin 50mg/ 12 jam
- mengatasi penyakit komorbid, - Inj. Natrium metamizole 1gr/8jam
- menghilangkan/ mengurangi tekanan - Levemir 0 – 0 – 15IU
beban (offloading), - Pembedahan : Amputasi transtibial
- menjaga luka agar selalu lembab
(moist),
- penanganan infeksi : debridemen,
revaskularisasi dan tindakan bedah
elektif, profilaktik, kuratif atau
emergensi

Tindakan bedah emergensi paling sering dilakukan, yang diindikasikan untuk menghambat
atau menghentikan proses infeksi. Tindakan bedah emergensi dapat berupa debridemen
jaringan nekrotik hingga amputasi.
Tindakan amputasi dilakukan bila dijumpai adanya gas gangren, jaringan terinfeksi, untuk
menghentikan perluasan infeksi, mengangkat bagian kaki yang mengalami ulkus berulang.
Pada keadaan demikian diperlukan tindakan bedah emergensi berupa amputasi. Amputasi
bertujuan untuk menghilangkan kondisi patologis yang mengganggu fungsi, penyebab
kecacatan atau menghilangkan penyebab yang dapat mengancam jiwa sehingga rehabilitasi
kemudian dapat dilakukan. Indikasi amputasi pada kaki diabetika yang terdapat pada kasus ini
antara lain :
1. Gangren terjadi akibat iskemia atau nekrosis yang meluas,
2. Ulkus resisten,
3. Trauma pada kaki,
4. Luka terbuka yang terinfeksi pada ulkus diabetika akibat neuropati.
5. Mengancam kelangsungan hidup penderita, pada gangren
6. Kematian jaringan baik akibat DM,
7. Anggota gerak tidak berfungsi sama sekali, adanya nyeri hebat.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo, Aru W., dkk., 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V, Penerbit
Interna Publishing, Jakarta.
2. Snell, Richard S., 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. EGC. Jakarta
3. ADA 2013. Standards of Medical Care in Diabetes-2013.
4. Frykberg et al.,2006. Diabetic Foot Disorders: A Clinical Practice Guideline.45
5. Djokomoeljanto. 1997. Tinjauan Umum tentang Kaki Diabetes. Dalam: Djokomoeljanto
dkk, editor, Kaki Diabetik Patogenesis dan Penatalaksanaannya. Semarang : Badan
Penerbit Universitas Diponegoro Semarang
6. Misnadiarly., 2006. Diabetes Mellitus : Ulcer, Infeksi, Ganggren. Jakarta: Populer Obor
7. Djoko W 1999, Diabetes melitus dan infeksi dalam Ilmu Penyakit Dalam‟, Jilid I, Edisi
ketiga, Penerbit FK UI, Jakarta.
8. Riyanto B. 2007. Infeksi pada Kaki Diabetik. Dalam : Darmono, dkk, editors. Naskah
Lengkap Diabetes Mellitus Ditinjau dari Berbagai Aspek Penyakit dalam dalam rangka
Purna Tugas Prof Dr.dr.RJ Djokomoeljanto. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro,. p.15-30.
9. Subekti I. 2006. Neuropati Diabetik Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi keempat.
Penerbit FK UI. Jakarta.
10. Rochmah W 2006, „Diabetes Melitus Pada Usia Lanjut dalam: Aru W, dkk,editors, Ilmu
Penyakit Dalam’, Jilid III, Edisi keempat, Penerbit FK UI,Jakarta.
11. Boyko et al., 1999. Risk factors for diabetic peripheral sensory neuropathy. Result of the
Seattle prospective diabetic foot study. Seattle, USA
12. Boulton, AJ., 2014. The diabetic foot. Elsevier Ltd. Miami, USA
13. Waspadji S., 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam:Komplikasi Kronik Diabestes,
Mekanisme Terjadinya, Diagnosis dan Strategi Pengelolaan, Jilid III, Edisi 4, Jakarta:
FK UI pp. 1923-24.
14. Suryatono T. Hubungan Neuropati Diabetik dengan Ulkus Diabetika pada Pasien Rawat
Inap di RSCM. Penyakit Dalam FK UI, Jakarta, 1997
15. WHO 2000, Pencegahan Diabetes Mellitus (Laporan Kelompok Studi WHO: alih
bahasa dr. Arisman), Cetakan I, Penerbit Hipokrates, Jakarta.
16. PERKENI 2011, Konsensus Diabetes Melitus Tipe 2 Indonesia 2011
17. Calle, Pascua, Duran A, et al 2001, Reduction in Foot Ulcer Incidence, Diabete Care,
Spain

33

Anda mungkin juga menyukai