PENDAHULUAN
Istilah sindroma Goodpasture pada awalnya digunakan untuk semua penderita dengan
perdarahan pada paru yang disertai keradangan ginjal, dan dikenal sebagai salah satu dari
sindroma pulmorenal yang ada.
Belakangan istilah ini secara lebih tepat digunakan untuk penderita yang pada darahnya
beredar autoantibodi terhadap membrana basalis (anti basement membrane antibody).
Autoantibodi ini bereaksi dengan antigen membrana basalis diginjal dan diparu dan
merupakan penyebab terjadinya perdarahan paru dan keradangan ginjal. Dilain pihak pada
Perdarahan Pulmoner Idiopatik (IPH-Idiopathic Pulmonary Hemmorrhage) yang mempunyai
manifestasi toraks yang identik dengan sindroma Goodpasture, tidak dijumpai autoantibodi
terhadap membrana basalis.
Sindroma ini terutama dijumpai pada laki laki dewasa muda (75td_persen), dengan usia
duapuluhan (80td_persen) (bervariasi antara umur 18-35 tahun) dan merupakan
5-10td_persen dari penyakit ginjal yang ada; adakalanya bersifat herediter. Perjalanan
penyakit cepat progre- sif, biasanya berakhir dengan kematian dalam beberapa bulan dari
awal penyakit apabila tanpa pengobatan yang cepat.
Dikenal dengan berbagai terminologi, antara lain "lung purpura and nephritis",
"hemorrhagic pneumonitis and nephritis" "pulmonary haemorrhage and glomerulonephritis"
berikut ini akan dibahas berturut turut etiologi, imunopatologi, gambaran klinis, diagnosa,
diagnosa banding, pengelolaan dan prognosa sindroma Goodpasture secara singkat.
BAB II
PEMBAHASAN
Sindrom Goodpasture pertama kali dijelaskan oleh Goodpasther pada tahun 1919.
Sindrom Goodpasture adalah kombinasi glomerulonefritis dan perdarahan alveolar dengan
adanya antibodi anti-GVM. Sindrom Goodpasture paling sering dimanifestasikan oleh
kombinasi perdarahan alveolar diffuse dan glomerulonefritis, namun kadang-kadang
menyebabkan glomerulonefritis terisolasi (10-20%) atau kerusakan paru-paru (10%). Pria
lebih sering sakit daripada wanita.
Ernest W Goodpasture (1918) pada masa pandemi influenza mengamati seorang kasus
influensa yang 2 bulan kemudian menampilkan keluhan batuk darah. Klinis tidak terdapat
gejala gangguan faal ginjal tapi pada waktu otopsi ginjalnya menunjukkan sejumlah
perdarahan kecil pada korteksnya disertai pembengkakan yang sedang. Keseluruhan penyakit
waktu itu dianggap sebagai suatu keradangan.
Perubahan tersebut kini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun sebagai cedera
imunologis yang timbul atas dasar mekanisme reaksi hipersensitive tipe II/sitotoksik
(Coombs dan Gel). Proses primer penyakit yang tidak diketahui penyebabnya secara pasti,
tetapi diduga berasal dari infeksi virus influensa A2, membangkitkan kerusakan ginjal yang
membuat penderita menjadi peka terhadap membrana basalis glomerulusnya sendiri. Keadaan
ini tampak dari respons imunologis yang diwarnai oleh pembentukan autoantibodi terhadap
membrana basalis glomerulus tersebut.
Selain faktor infeksi virus influenza A2, pendapat pendapat lain mengemukakan
peranan faktor imunologis dan faktor herediter khususnya berhubungan dengan penderita dari
golongan HLA-DRW2. Dengan demikian sebagai penyebab yang sebenarnya atau faktor
yang mendasari masih belum diketahui secara pasti, dikatakan terdiri tidak hanya dari satu
faktor melainkan banyak faktor (multifaktorial).
3. IMUNOPATOLOGI
Autoantibodi terhadap membrana basalis yang diperoleh dari ginjal yang sakit dapat
bereaksi dengan jaringan ginjal yang normal tetapi tidak dengan jaringan yang paru yang
normal. Sebaliknya autoantibodi terhadap membrana basalis yang didapatkan dari paru yang
sakit ternyata dapat bereaksi dengan kedua jaringan tersebut. Karenanya disimpulkan bahwa
paling sedikit terdapat reaksi silang dari antibodi tersebut dengan membrana basalis paru dan
membrana basalis ginjal, dan diperkirakan target organ primernya adalah membrana basalis
ginjal.
Pada pemeriksaan melalui mikroskop cahaya akan didapatkan perdarahan intra alveoler
pada paru (pneumonitis hemorhagik) selama episode akut. Terdapat makrofag yang
mengandung hemosiderin, sel sel alveoli dan endotel yang intak, sejumlah fibrosis interstisial
pada penderita yang kronis. Perubahan-perubahan yang dijumpai sama dengan perubahan
yang dijumpai pada Perdarahan Pulmoner Idiopatik (IPH). Vaskulitis biasanya tidak
dijumpai, berbeda dengan penyakit pembuluh darah paru.
Pemeriksaan melalui mikroskop elektron tampak adanya proliferasi sel endotel dan
pembengkakan serta penebalan membrana basalis glomerulus, disertai pengendapan fibrin
dibawah endotel pembuluh kapiler. Mikroskop imunofluoresens akan menunjukkan deposit
linier imunoglobulin (IgG, jarang IgA) dan ikatan komplemen (C3) yang rata pada membrana
basalis glomerulus.
Umumnya keluhan penderita berupa batuk darah ringan sampai berat sebagai gejala
yang dini dan timbul antara beberapa hari hingga beberapa bulan sebelum tampak manifestasi
klinis dari keradangan ginjal. Selanjutnya keluhan berupa sesak napas, perasaan lemah,
batuk, demam dan disusul oleh hematuria. Tanda tanda lain misalnya: pucat, hipertensi
ringan, perdarahan serta eksudasi pada retina, bengkak dan ronki /wheezing diparu dapat
melengkapi spektrum keluhan-keluhan penyakit yang dimaksud. Jarang dijumpai tanda-tanda
penyakit umum seperti kelainan kulit, artralgia, mialgia atau demam.
Glomerulonefritis yang timbul biasanya berat dan cenderung progresif menjadi gagal
ginjal dalam kurun waktu beberapa minggu-bulan. Dengan adanya infeksi yang menyertai,
gagal ginjal yang terjadi dapat lebih cepat yaitu dalam beberapa jam-hari. Hanya pada
penderita tertentu perjalanan penyakit bersifat indolen. Penderita yang dijumpai dengan
kelainan ginjal yang ringan belum tentu adalah penderita dengan kelainan ginjal yang betul
betul ringan (indolen), tapi dapat merupakan penderita dengan resiko terjadi eksaserbasi
mendadak.
Beratnya perdarahan paru dikatakan lebih bervariasi. Pada sepertiga hingga setengah
penderita tidak ditemukan kelainan paru, sisanya biasanya mendapat serangan yang episodik
dan bervariasi dari perdarahan paru yang ringan hingga gagal nafas. Perdarahan paru yang
timbul biasanya terbatas pada jaringan alveoler hingga dapat timbul perdarahan masif, tapi
tidak selalu diikuti oleh batuk darah. Pada umumnya dijumpai trakea & bronkus besar yang
bersih atau hanya sedikit mengandung darah. Sebagian penulis mengatakan bahwa faktor
terpenting perdarahan paru tidak ditentukan oleh autoantibodi terhadap membrana basalis,
melainkan oleh kebiasaan merokok pada penderita (terpapar dengan hidrokarbon). Asap
rokok dikatakan juga dapat mencetuskan timbulnya perdarahan paru akut pada penyakit
sindroma Goodpasture, demikian juga bilamana ada infeksi yang menyertai, adanya cairan
yang berlebihan dan oksigen konsentrasi tinggi.
Pemeriksaan penunjang:
Pemeriksaan darah (ditemukan antibodi, anemia)
Tes fungsi ginjal
Analisa air kemih (menunjukkan adanya darah dan protein)
Pemeriksaan antibodi serum pada selaput dasar glomerulus
Pemeriksaan dahak (bisa ditemukan adanya makrofag, yang merupakan sel
pada sistem kekebalan, hal ini merupakan respon terhadap adanya antibodi)
Rontgen dada (menunjukkan adanya cairan di dalam jaringan paru)
Biopsi paru
Biopsi ginjal (menunjukkan adanya penimbunan antibodi dengan pola yang
khas).
Pada pemeriksaan fisik pada stadium akut dijumpai ronki halus dan keredupan pada
perkusi didaerah yang terkena. Hati, limpa dan kelenjar limfe teraba membesar pada 20-
25td_persen kasus. Jari tabuh dan hepatosplenomegali biasanya menunjukkan penyakit yang
sudah berkelanjutan.
Pemeriksaan faal paru menunjukkan tanda tanda restriktif dengan atau tanpa disertai
hipoksemia arteriel pada waktu istirahat. Kapasitas difusi karbonmonoksida menurun, tapi
ratio perpindahan (transfer) gas dengan volume alveoler meningkat diatas 50 td_persen nilai
perkiraan. Hal ini menunjukkan terjadinya perdarahan paru.
Sindroma Goodpasture dapat ditegakkan dengan adanya hal hal sebagai berikut:
adanya perdarahan paru yang dapat berulang, adanya anemia kekurangan zat besi, adanya
glomerulonefritis, adanya autoantibodi terhadap membrana basalis pada serum, serta adanya
pengendapan imunoglobulin linier (linier IgG) pada membrana basalis
glomerulus/alveolus/keduanya.
Diagnosa pasti diperoleh melalui biopsi ginjal untuk memperoleh bahan antuk analisa
mengenai ultrastruktur ginjal terutama bila dijumpai tanda glomerulonefritis. Lebih baik
dilakukan pada kelainan ginjal dini untuk menentukan luas dan beratnya kerusakan sekaligus
untuk menegakkan diagnose dini. Pemeriksaan dengan mikroskop cahaya tak dapat
membedakan penyakit ini dari penyakit glomerulonefritis yang lain. Untuk itu diperlukan
pemeriksaan dengan mikroskop elektron dan mikroskop imunofloresens. Biopsi paru
transtorakal/transbronkial dan bilasan alveoli dari lokasi yang menunjukkan adanya kelainan
pada X foto toraks dapat membantu penegakkan diagnosa bilamana diperoleh sediaan alveoli
yang cukup banyak, tapi ini biasanya tidak semudah dan tidak dapat dikerjakan secara
berturut turut seperti yang dapat dilakukan pada biopsi ginjal.
6. DIAGNOSA BANDING
Beberapa kasus pulmorenal yang menyerupai sindroma Goodpasture tapi tanpa disertai
adanya autoantibodi terhadap membrana basalis glomerulus pernah dilaporkan, diperkirakan
penyakit ini melalui mekanisme imunopatologis yang lain.
8. PENGOBATAN KHUSUS
Penggantian plasma dikerjakan selama 14 hari atau sampai gejala klinik mereda.
Penggantian plasma diulangi bilamana terjadi kekambuhan atau pada keadaan yang jarang
bilamana titer autoantibodi terhadap membrana basalis meningkat secara cepat setelah
dihentikan penggantian plasma sebelumnya.
a. Penggantian plasma
c. Prednisolon
Diberikan untuk efek anti radangnya. Disarankan dosis intensif tapi pendek, yang
berguna untuk menekan keradangan ketika titer autoantibodi terhadap membrana basalis telah
terkendali.
9. PENGOBATAN PENUNJANG
a. Gagal Napas
Hipoksemia yang terjadi memerlukan koreksi dengan terapi oksigen. Hanya saja
dikatakan bahwa oksigen dosis tinggi pada tikus dan kelinci dapat menyebabkan kambuhnya
perdarahan paru. Karenanya lebih bijaksana untuk membatasi pemakaian oksigen seminimal
mungkin diperlukan untuk mempertahankan PaO2 pada batas yang aman. Kadang kadang
diperlukan ventilator untuk mengatasi gagal napas yang terjadi.
b. Gagal ginjal
c. Anemia
Fungsi ginjal yang dapat dipertahankan ditentukan oleh saat dimulai pengobatan
dengan cara penggantian plasma. Penderita penyakit ginjal yang progresif dengan
kecendrungan oliguria, dengan kadar kreatinin serumnya sudah > 8-10 mg/dl atau yang
memerlukan hemodialise, sering gagal membaik setelah pengobatan. Bilamana pengobatan
dimulai sebelum ginjal mengalami kerusakan yang parah maka pengobatan dengan regimen
ini dikatakan efektif. Dikatakan oleh Conn bilamana penyakit dijumpai sudah dalam keadaan
lanjut, dengan ditemukannya fibrosis interstitial yang luas pada biopsi ginjal, sering dijumpai
kegagalan bereaksi terhadap bentuk pengobatan ini dan untuk itu lebih baik diberikan
pengobatan konservatif dengan dialise sambil menunggu transplantasi ginjal pada saat yang
tepat.
Paru mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk pulih, sebagian besar malahan
dapat pulih tanpa fibrosis yang berarti. Bila perdarahan paru berulang, biasanya dihubungkan
dengan infeksi yang terjadi, dengan kelebihan cairan atau dengan kebiasaan merokok.
Pemantauan yang dianjurkan selama kurun waktu pengobatan adalah pengukuran berat
badan, pemeriksaan mikroskopis urine, kadar serum kreatinin, darah lengkap tiap hari; X foto
toraks, kapasitas difusi paru, kultur urine, sputum diperiksa tiga kali seminggu. Titer
autoantibodi terhadap membrana basalis diukur tiap hari selama 2 minggu pertama
selanjutnya tiga kali seminggu.
Pengobatan dengan cara penggantian plasma adalah pekerjaan yang sulit dan
membawa resiko infeksi, karenanya tidak dikerjakan untuk semua penderita tetapi hanya
dilakukan pada penderita yang dapat memperoleh keuntungan dengan pengobatan ini.
Pengobatan ini dikerjakan pada penderita dengan perdarahan paru yang menonjol disertai
nefritis dan kemunduran fungsi ginjal.
10. PROGNOSA
Semula dikatakan penyakit ini cepat menjadi fatal, 50% meninggal karena perdarahan
paru dan asfiksia sedangkan 50% sisanya karena uremia. Lama hidup rata rata dari
90td_persen penderita yang ditemukan dengan gejala dini adalah 4-6 bulan.
Sekarang prognosa dikatakan bisa lebih baik dengan penggantian plasma dini dan
sitotoksik dosis pemeliharaan, dan mortalitas dapat ditekan hingga menjadi 16%.
DAFTAR PUSTAKA
Caldwell JL, Kaltreider HB. Pulmonary and Cardiac Diseases. In: Fudenberg HH, Stites DP,
Caldwell JL, Wells JV. eds. Basic & Clinical Immunology. Los Altos, California: Lange
Medical Publication, 1978: 538-9.
deShazo R, Fink JN. Immunologic Aspects of Granulomatous and Interstitial Lung Diseases.
Jama 1987; 258: 2943.
Fraser RG, Pare JAP. Goodpasture's Syndrome and Idiopathic Pulmonary Hemosiderosis. In:
Synopsis of Disease of The Chest. Tokyo: Igaku Shoin/Saunder Int, 1985: 360-63.
Gong H. Immunologic Disease of the Lung. In: Lowlor GJ Jr, Fisher TJ. eds. Manual of
Allergy and Immunology. Boston/Toronto: Little Brown and Company, 1988: 176-9.
Gossain VV, Gerstein AR, Janes AW. Goodpasture's Syndrome: A Familial Occurance. Am
Rev of Resp Dis 1972; 105: 621
SINDROM GOODPASTURE
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
KELOMPOK 8
NAMA : IHDA RAHMI
NADIA THAHIRAH
RIZKA ISFAQIAH
UMMAIRAH PUTRI UTAMI
PRODI : D-IV GIZI REG B TK II
MATA KULIAH : IMUNOLOGI