Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

Istilah sindroma Goodpasture pada awalnya digunakan untuk semua penderita dengan
perdarahan pada paru yang disertai keradangan ginjal, dan dikenal sebagai salah satu dari
sindroma pulmorenal yang ada.

Belakangan istilah ini secara lebih tepat digunakan untuk penderita yang pada darahnya
beredar autoantibodi terhadap membrana basalis (anti basement membrane antibody).
Autoantibodi ini bereaksi dengan antigen membrana basalis diginjal dan diparu dan
merupakan penyebab terjadinya perdarahan paru dan keradangan ginjal. Dilain pihak pada
Perdarahan Pulmoner Idiopatik (IPH-Idiopathic Pulmonary Hemmorrhage) yang mempunyai
manifestasi toraks yang identik dengan sindroma Goodpasture, tidak dijumpai autoantibodi
terhadap membrana basalis.

Sindroma ini terutama dijumpai pada laki laki dewasa muda (75td_persen), dengan usia
duapuluhan (80td_persen) (bervariasi antara umur 18-35 tahun) dan merupakan
5-10td_persen dari penyakit ginjal yang ada; adakalanya bersifat herediter. Perjalanan
penyakit cepat progre- sif, biasanya berakhir dengan kematian dalam beberapa bulan dari
awal penyakit apabila tanpa pengobatan yang cepat.

Dikenal dengan berbagai terminologi, antara lain "lung purpura and nephritis",
"hemorrhagic pneumonitis and nephritis" "pulmonary haemorrhage and glomerulonephritis"
berikut ini akan dibahas berturut turut etiologi, imunopatologi, gambaran klinis, diagnosa,
diagnosa banding, pengelolaan dan prognosa sindroma Goodpasture secara singkat.
BAB II

PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN SINDROM GOODPASTURE

Goodpasture Syndrome adalah sindrom autoimun yang mencakup pendarahan


paru alveolar dan glomerulonefritis yang disebabkan oleh antibodi anti-GBM yang beredar.
Sindrom Goodpasture paling sering berkembang pada orang dengan predisposisi turun-
temurun, yang menghisap rokok, namun kemungkinan faktor tambahan adalah penghirupan
infeksi hidrokarbon dan virus pada saluran pernafasan. Gejala sindrom Goodpasture meliputi
sesak napas, batuk, kelelahan, hemoptisis dan / atau hematuria. Sindrom Goodpasture
dicurigai pada pasien hemoptisis atau hematuria dan dikonfirmasi dengan adanya antibodi
anti-GVM dalam darah. Sindrom Goodpacers Pengobatan meliputi plasmaferesis,
glukokortikoid dan imunosupresan seperti siklofosfamid. Prognosisnya menguntungkan jika
pengobatan dimulai sebelum pengembangan insufisiensi pernapasan atau ginjal.

Sindrom Goodpasture pertama kali dijelaskan oleh Goodpasther pada tahun 1919.
Sindrom Goodpasture adalah kombinasi glomerulonefritis dan perdarahan alveolar dengan
adanya antibodi anti-GVM. Sindrom Goodpasture paling sering dimanifestasikan oleh
kombinasi perdarahan alveolar diffuse dan glomerulonefritis, namun kadang-kadang
menyebabkan glomerulonefritis terisolasi (10-20%) atau kerusakan paru-paru (10%). Pria
lebih sering sakit daripada wanita.

Sindroma Goodpasture (Sindroma Ginjal Paru) adalah suatu bentuk glomerulonefritis


(peradangan glomerulus ginjal) yang menyebabkan penurunan fungsi ginjal yang progresif,
disertai batuk darah

2. PENYEBAB SINDROM GOODPASURE

Ernest W Goodpasture (1918) pada masa pandemi influenza mengamati seorang kasus
influensa yang 2 bulan kemudian menampilkan keluhan batuk darah. Klinis tidak terdapat
gejala gangguan faal ginjal tapi pada waktu otopsi ginjalnya menunjukkan sejumlah
perdarahan kecil pada korteksnya disertai pembengkakan yang sedang. Keseluruhan penyakit
waktu itu dianggap sebagai suatu keradangan.
Perubahan tersebut kini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun sebagai cedera
imunologis yang timbul atas dasar mekanisme reaksi hipersensitive tipe II/sitotoksik
(Coombs dan Gel). Proses primer penyakit yang tidak diketahui penyebabnya secara pasti,
tetapi diduga berasal dari infeksi virus influensa A2, membangkitkan kerusakan ginjal yang
membuat penderita menjadi peka terhadap membrana basalis glomerulusnya sendiri. Keadaan
ini tampak dari respons imunologis yang diwarnai oleh pembentukan autoantibodi terhadap
membrana basalis glomerulus tersebut.

Selain faktor infeksi virus influenza A2, pendapat pendapat lain mengemukakan
peranan faktor imunologis dan faktor herediter khususnya berhubungan dengan penderita dari
golongan HLA-DRW2. Dengan demikian sebagai penyebab yang sebenarnya atau faktor
yang mendasari masih belum diketahui secara pasti, dikatakan terdiri tidak hanya dari satu
faktor melainkan banyak faktor (multifaktorial).

3. IMUNOPATOLOGI

Autoantibodi terhadap antigen intrinsik pada membrana basalis (anti-BM antibody)


beredar dalam darah dan dapat ditemukan dengan pemeriksaan RIA (Radioimmunoassay).
Keberadaan autoantibodi ini dikatakan mempunyai hubungan penyebab dengan adanya
perdarahan paru/batuk darah yang timbul. Autoantibodi ini bereaksi dan merusak membran
basalis baik dari alveoli paru (timbul alveolitis-pneumoni hemorhagik) maupun dari
glomeruli ginjal (timbul glomerulonefritis cepat progresif), dengan akibat rusaknya integritas
pembuluh darah dan berkelanjutan sebagai kerusakan organ yang bersangkutan yang
ditampilkan sebagai perdarahan dialveoli yang difus dan sebagai kegagalan faal gagal ginjal
yang progresif.

Autoantibodi terhadap membrana basalis yang diperoleh dari ginjal yang sakit dapat
bereaksi dengan jaringan ginjal yang normal tetapi tidak dengan jaringan yang paru yang
normal. Sebaliknya autoantibodi terhadap membrana basalis yang didapatkan dari paru yang
sakit ternyata dapat bereaksi dengan kedua jaringan tersebut. Karenanya disimpulkan bahwa
paling sedikit terdapat reaksi silang dari antibodi tersebut dengan membrana basalis paru dan
membrana basalis ginjal, dan diperkirakan target organ primernya adalah membrana basalis
ginjal.
Pada pemeriksaan melalui mikroskop cahaya akan didapatkan perdarahan intra alveoler
pada paru (pneumonitis hemorhagik) selama episode akut. Terdapat makrofag yang
mengandung hemosiderin, sel sel alveoli dan endotel yang intak, sejumlah fibrosis interstisial
pada penderita yang kronis. Perubahan-perubahan yang dijumpai sama dengan perubahan
yang dijumpai pada Perdarahan Pulmoner Idiopatik (IPH). Vaskulitis biasanya tidak
dijumpai, berbeda dengan penyakit pembuluh darah paru.

Pemeriksaan melalui mikroskop elektron menunjukkan terputusnya endotel pembuluh


darah kapiler, jarak antara sel sel endotel yang lebar, terputusnya sel sel epitel alveoli dan
kadang kadang fragmentasi membrana basalis alveoli yang bersangkutan. Pada pemeriksaan
melalui mikroskop imunofluoresens tampak pengendapan linier dari imunoglobulin (terutama
IgG, jarang IgA) pada membrana basalis, pada mana sering dijumpai adanya komponen
komplemen (C3), tapi kadang kadang juga tidak. Pengendapan linier dari imunoglobulin ini
bersifat rata dan tak terputus-putus. Bilamana pemeriksaan melalui mikroskop
imunofloresens terdapat positif, diagnosa penyakit ini dapat ditegakkan pada stadium awal
dimana hanya terdapat gejala perdarahan alveoler.

Pada pemeriksaan melalui mikroskop cahaya, ginjal menunjukkan glomerulonefritis


nekrotis progresif yang cepat diikuti oleh keradangan interstisiel dan fibrosis dari glomerulus
tanpa adanya vaskulitis.

Pemeriksaan melalui mikroskop elektron tampak adanya proliferasi sel endotel dan
pembengkakan serta penebalan membrana basalis glomerulus, disertai pengendapan fibrin
dibawah endotel pembuluh kapiler. Mikroskop imunofluoresens akan menunjukkan deposit
linier imunoglobulin (IgG, jarang IgA) dan ikatan komplemen (C3) yang rata pada membrana
basalis glomerulus.

4. GEJALA SINDROM GOODPASTURE

Umumnya keluhan penderita berupa batuk darah ringan sampai berat sebagai gejala
yang dini dan timbul antara beberapa hari hingga beberapa bulan sebelum tampak manifestasi
klinis dari keradangan ginjal. Selanjutnya keluhan berupa sesak napas, perasaan lemah,
batuk, demam dan disusul oleh hematuria. Tanda tanda lain misalnya: pucat, hipertensi
ringan, perdarahan serta eksudasi pada retina, bengkak dan ronki /wheezing diparu dapat
melengkapi spektrum keluhan-keluhan penyakit yang dimaksud. Jarang dijumpai tanda-tanda
penyakit umum seperti kelainan kulit, artralgia, mialgia atau demam.

Glomerulonefritis yang timbul biasanya berat dan cenderung progresif menjadi gagal
ginjal dalam kurun waktu beberapa minggu-bulan. Dengan adanya infeksi yang menyertai,
gagal ginjal yang terjadi dapat lebih cepat yaitu dalam beberapa jam-hari. Hanya pada
penderita tertentu perjalanan penyakit bersifat indolen. Penderita yang dijumpai dengan
kelainan ginjal yang ringan belum tentu adalah penderita dengan kelainan ginjal yang betul
betul ringan (indolen), tapi dapat merupakan penderita dengan resiko terjadi eksaserbasi
mendadak.

Beratnya perdarahan paru dikatakan lebih bervariasi. Pada sepertiga hingga setengah
penderita tidak ditemukan kelainan paru, sisanya biasanya mendapat serangan yang episodik
dan bervariasi dari perdarahan paru yang ringan hingga gagal nafas. Perdarahan paru yang
timbul biasanya terbatas pada jaringan alveoler hingga dapat timbul perdarahan masif, tapi
tidak selalu diikuti oleh batuk darah. Pada umumnya dijumpai trakea & bronkus besar yang
bersih atau hanya sedikit mengandung darah. Sebagian penulis mengatakan bahwa faktor
terpenting perdarahan paru tidak ditentukan oleh autoantibodi terhadap membrana basalis,
melainkan oleh kebiasaan merokok pada penderita (terpapar dengan hidrokarbon). Asap
rokok dikatakan juga dapat mencetuskan timbulnya perdarahan paru akut pada penyakit
sindroma Goodpasture, demikian juga bilamana ada infeksi yang menyertai, adanya cairan
yang berlebihan dan oksigen konsentrasi tinggi.

 Pemeriksaan penunjang:
 Pemeriksaan darah (ditemukan antibodi, anemia)
 Tes fungsi ginjal
 Analisa air kemih (menunjukkan adanya darah dan protein)
 Pemeriksaan antibodi serum pada selaput dasar glomerulus
 Pemeriksaan dahak (bisa ditemukan adanya makrofag, yang merupakan sel
pada sistem kekebalan, hal ini merupakan respon terhadap adanya antibodi)
 Rontgen dada (menunjukkan adanya cairan di dalam jaringan paru)
 Biopsi paru
 Biopsi ginjal (menunjukkan adanya penimbunan antibodi dengan pola yang
khas).
Pada pemeriksaan fisik pada stadium akut dijumpai ronki halus dan keredupan pada
perkusi didaerah yang terkena. Hati, limpa dan kelenjar limfe teraba membesar pada 20-
25td_persen kasus. Jari tabuh dan hepatosplenomegali biasanya menunjukkan penyakit yang
sudah berkelanjutan.

Pemeriksaan laboratorium pada darah menampilkan anemia defisiensi besi, lekositosis,


dan azotemia ; pada urine didapat- kan proteinuri, adanya silinder yang mengandung sel
darah merah dan sel darah putih serta silinder granuler pada kebanyakan kasus. Kadang-
kadang dijumpai bilirubinemia terutama yang indirek disertai adanya urobilinogen pada
urine. Pada keadaan yang jarang dimana sedimen urine dijumpai normal, keterlibatan ginjal
dapat diketahui melalui pelaksanaan biopsi ginjal.

Pemeriksaan radiografis paru menunjukkan adanya proses konsolidasi bilateral


terutama didaerah sekitar hilus yang menyerupai oedema paru. Proses konsolidasi ini menjadi
progresif bilamana perdarahan paru berlanjut, dan menampilkan gambaran retikuler bilamana
perdarahan berhenti. X foto toraks biasanya kembali normal beberapa hari setelah episode
akut. Dikatakan bahwa proses konsolidasi paru menunjukkan fluktuasi yang jelas. Bila
perdarahan berulang cenderung terjadi fibrosis interstisiel dan peningkatan timbunan
hemosiderin. Pembesaran kelenjar limfe hilus dapat dijumpai pada episode akut, tetapi efusi
pleura jarang ditemukan. Pada keadaan yang jarang dapat timbul hipertensi pulmonal disusul
timbulnya corpulmonale akibat fibrosis paru yang difus.

Pemeriksaan faal paru menunjukkan tanda tanda restriktif dengan atau tanpa disertai
hipoksemia arteriel pada waktu istirahat. Kapasitas difusi karbonmonoksida menurun, tapi
ratio perpindahan (transfer) gas dengan volume alveoler meningkat diatas 50 td_persen nilai
perkiraan. Hal ini menunjukkan terjadinya perdarahan paru.

Antibodi yang tertimbun di paru menyebabkan perdarahan di dalam jaringan paru,


sehingga penderita mengalami batuk darah. Sesak nafas timbul setelah penderita melakukan
aktivitas. Bisa terjadi anemia karena kekurangan zat besi maupun anemia karena gagal ginja
5. DIAGNOSA

Sindroma Goodpasture dapat ditegakkan dengan adanya hal hal sebagai berikut:
adanya perdarahan paru yang dapat berulang, adanya anemia kekurangan zat besi, adanya
glomerulonefritis, adanya autoantibodi terhadap membrana basalis pada serum, serta adanya
pengendapan imunoglobulin linier (linier IgG) pada membrana basalis
glomerulus/alveolus/keduanya.

Diagnosa sindroma Goodpasture perlu dipertimbangkan, bila mana dijumpai adanya


suatu penyakit ginjal dan perdarahan paru. Perselubungan fokal atau alveoler yang difus dari
paru dapat merupakan satusatunya manifestasi dari perdarahan paru. Adanya perdarahan
dapat diperkirakan bilamana terdapat penurunan hematokrit mendadak yang mengikuti
terbentuknya perselubungan paru. Perdarahan alveoler yang terjadi dapat dipastikan dengan
pemeriksaan bilasan bronkoalveoler pada daerah yang menunjukkan kelainan pada X foto
toraks, pada mana dijumpai adanya makrofag yang mengandung fragmen sel darah
merah/hemoglobin pada sediaan dengan pengecatan besi. Antibodi yang beredar dan
pengendapan antibodi pada membrana basalis alveolokapiler paru dapat ditemukan sebelum
adanya kelainan pada glomerulus ginjal. Jadi diagnosa penyakit ini, yang sering kali hanya
ditandai dengan adanya perdarahan paru, dapat dibuat sedini mungkin.

Pemeriksaan melalui RIA (Radioimmunoassay) untuk mendeteksi autoantibodi


terhadap membrana basalis merupakan sarana pelengkap yang baik untuk menegakkan
diagnosa. Hasil pemeriksaan ini cukup terandal, mempunyai derajat kepekaan dan derajat
kespesifikan yang tinggi. Titer antistreptolisin O, tes koagulasi darah dan tes serologis
terhadap jaringan kolagen pembuluh darah adalah normal atau negatif.

Diagnosa pasti diperoleh melalui biopsi ginjal untuk memperoleh bahan antuk analisa
mengenai ultrastruktur ginjal terutama bila dijumpai tanda glomerulonefritis. Lebih baik
dilakukan pada kelainan ginjal dini untuk menentukan luas dan beratnya kerusakan sekaligus
untuk menegakkan diagnose dini. Pemeriksaan dengan mikroskop cahaya tak dapat
membedakan penyakit ini dari penyakit glomerulonefritis yang lain. Untuk itu diperlukan
pemeriksaan dengan mikroskop elektron dan mikroskop imunofloresens. Biopsi paru
transtorakal/transbronkial dan bilasan alveoli dari lokasi yang menunjukkan adanya kelainan
pada X foto toraks dapat membantu penegakkan diagnosa bilamana diperoleh sediaan alveoli
yang cukup banyak, tapi ini biasanya tidak semudah dan tidak dapat dikerjakan secara
berturut turut seperti yang dapat dilakukan pada biopsi ginjal.

6. DIAGNOSA BANDING

Perdarahan Pulmoner Idiopatik(IPH), pneumonitis oleh karena uremia,


glomerulonefritis akut post infeksi streptokokus, pneumoni karena virus atau pneumokokus,
poliarteritis nodusa, granulomatosis Wegener dan SLE adalah penyakit penyakit yang perlu
dibedakan dari sindroma Goodpasture. Kebanyakan penyakit penyakit ini lebih baik
prognosisnya dari pada sindroma Goodpasture, dan evaluasi yang sistematik diperlukan
untuk membedakan gambaran klinik, patologi, maupun imunologinya.

Beberapa kasus pulmorenal yang menyerupai sindroma Goodpasture tapi tanpa disertai
adanya autoantibodi terhadap membrana basalis glomerulus pernah dilaporkan, diperkirakan
penyakit ini melalui mekanisme imunopatologis yang lain.

7. PENCEGAHAN SINDROM GOODPSTURE

Pengobatan segera penderita sindroma Goodpasture bertujuan untuk dapatnya


dikendalikan perdarahan paru dan keradangan glomerulus secepat mungkin dan dengan
demikian memberi kesempatan maksimal untuk penyembuhan maupun menormalkan fungsi
organ organ tersebut. Karenanya walaupun diagnosa dini bisa ditegakkan lebih awal untuk
kelompok penderita yang termasuk ringan dan tersedianya secara luas sarana dialisis, tak
dapat dipungkiri bahwa sindroma Goodpasture adalah penyakit yang sifatnya darurat dan
perlu segera ditangani. Tujuan jangka panjang adalah untuk menekan pembentukan
autoantibodi terhadap membrana basalis secara permanen, bila mungkin. Walaupun ada
penderita dengan kelainan ginjal dan perdarahan paru yang minimal mengalami remisi
spontan tapi kejadian itu amat jarang dan sukar diramalkan.

Kortikosteroid sebagai obat tunggal kadang kadang dapat memperbaiki perdarahan


paru tapi tidak demikian terhadap glomerulonefritisnya. Nefrektomi bilateral dahulu
disarankan pada kasus dengan perdarahan paru, dengan tujuan untuk mengurangi rangsangan
pembentukan autoantibodi terhadap membrana basalis, tapi ternyata tidak mempengaruhi titer
autoantibodi terhadap membrana basalis yang telah terbentuk dan dikatakan tak ada gunanya
untuk melakukannya lagi.
Berdasarkan hal hal diatas dikatakan bahwa terapi yang efektif haruslah dapat
mengurangi titer autoantibodi terhadap membrana basalis yang beredar, dapat mengurangi
pembentukannya dan dapat menekan keradangan. Untuk itu diajukan regimen terapi yang
meliputi penggantian plasma (plasmafresis) untuk menghilangkan antibodi yang beredar, obat
obatan sitotoksik untuk menekan pembentukan autoantibodi, dan steroid untuk menekan
keradangan yang ada. Efektifitas pengobatan dapat dinilai dari kemampuannya menekan
aktifitas penyakit, mengendalikan titer autoantibodi terhadap membrana basalis dan
mencegah komplikasi yang mungkin terjadi.

8. PENGOBATAN KHUSUS

Regimen standard yang digunakan untuk mengobati sindroma Goodpasture terdiri


dari penggantian plasma seluruhnya (4L/hari untuk dewasa) dengan albumin; dikombinasikan
dengan prednisolon 60 mg/hari, siklofosfamide
3 mg/kgBB menurun bertahap hingga 50 mg dan azathioprine 1 mg/kgBB menurun bertahap
hingga 50 mg.

Penggantian plasma dikerjakan selama 14 hari atau sampai gejala klinik mereda.
Penggantian plasma diulangi bilamana terjadi kekambuhan atau pada keadaan yang jarang
bilamana titer autoantibodi terhadap membrana basalis meningkat secara cepat setelah
dihentikan penggantian plasma sebelumnya.

Siklofosfamide dan azathioprine dihentikan setelah 8 minggu pada saat autoantibodi


terhadap membrana basalis tidak lagi dapat ditemukan. Dosis prednisolon juga segera
dikurangi, setelah 1 minggu diberikan 60 mg/hari selanjutnya tiap minggu diturunkan
menjadi 45 mg,30 mg,20 mg perhari kemudian tiap 5 mg perminggu dan berhenti setelah 8
minggu.

a. Penggantian plasma

Pengembangan tehnik pemisahan plasma, baik dengan jalan sentrifugasi maupun


filtrasi memungkinkan untuk melakukan tindakan penggantian plasma. Aliran darah yang
diperlukan adalah 30-100 ml permenit, dan lebih sempurna bila memakai kateter vena
sentralis. Antikoagulan diperlukan untuk mencegah pembekuan pada sirkuit ekstrakorporeal,
tapi sebagian besar antikoagulan ini dikumpulkan bersama plasma dan tidak dimasukkan
kembali bersama dengan sel darah. Sebagai cairan pengganti digunakan larutan albumin 5
persen dalam salin, ditambah plasma segar yang dibekukan (FFP-fresh frozen plasma) pada
saat akan diakhiri penggantian. Kalium dan kalsium juga ditambahkan untuk mencapai kadar
fisiologis.

Penggantian plasma dapat memberikan semua komplikasi yang dapat ditimbulkan


dengan adanya sirkuit ekstrakorporeal. Tambahan pula disini ada kecenderungan untuk
terjadi kelebihan cairan pada penderita dengan gagal ginjal, untuk itu pengukuran berat badan
tiap hari diperlukan untuk deteksi dini. Penggantian plasma berulang kali juga menyebabkan
timbulnya trombositopeni yang disebabkan karena kerusakan, pengeluaran trombosit dan
juga perdarahan.

b. Obat obatan sitotoksik

Obat sitotoksik digunakan bersama dengan penggantian plasma untuk menekan


pembentukan autoantibodi. Obat yang digunakan adalah siklofosfamide yang bekerja aktif
dalam bentuk metabolitnya. Siklofosfamide pada dosis lebih besar dari pada 2 mg/kgBB
bekerja menekan pembentukan antibodi. Komplikasi yang ditimbulkan adalah penekanan
sumsum tulang, radang kandung kemih yang berdarah, sterilitas dan resiko timbulnya
keganasan. Pada dosis yang dianjurkan, resiko penekanan sumsum tulang adalah kecil tapi
bagaimanapun penghitungan lekosit dan trombosit tiap hari masih diperlukan.

Azathioprine dalam dosis 1 mg/kgBB yang diturunkan bertahap hingga 50 mg,


digunakan sebagai obat penunjang. Pada dosis ini dan bilamana digunakan sebagai obat
tunggal tidak mempunyai efek menekan terhadap pembentukan antibodi, melainkan
mempunyai efek anti radang. Efek samping yang utama adalah penekanan sumsum tulang
dan reaksi idiosinkrasi berupa diare dan febris.

c. Prednisolon

Diberikan untuk efek anti radangnya. Disarankan dosis intensif tapi pendek, yang
berguna untuk menekan keradangan ketika titer autoantibodi terhadap membrana basalis telah
terkendali.
9. PENGOBATAN PENUNJANG

Penderita dengan sindroma Goodpasture dapat memerlukan pengobatan penunjang


untuk kegagalan pernapasan, kegagalan ginjal dan anemia. Sedangkan antibiotika hanya
diberikan bilamana secara klinis diperlukan.

a. Gagal Napas

Hipoksemia yang terjadi memerlukan koreksi dengan terapi oksigen. Hanya saja
dikatakan bahwa oksigen dosis tinggi pada tikus dan kelinci dapat menyebabkan kambuhnya
perdarahan paru. Karenanya lebih bijaksana untuk membatasi pemakaian oksigen seminimal
mungkin diperlukan untuk mempertahankan PaO2 pada batas yang aman. Kadang kadang
diperlukan ventilator untuk mengatasi gagal napas yang terjadi.

b. Gagal ginjal

Aspek terpenting dalam pengobatan gagal ginjal penderita dengan sindroma


Goodpasture adalah mencegah terjadinya kelebihan cairan. Pilihan antara hemodialise dan
dialisis peri- toneal sebagai pengobatan gagal ginjal masih kontroversial. <13>

c. Anemia

Penderita dengan sindroma Goodpasture dapat menderita anemia dengan Hb kurang


daripada 5 g/dl. Dapat diberikan tranfusi dengan perhatian penuh terhadap kemungkinan
kelebihan cairan.

Tampaknya siklofosfamide dan penggantian plasma mempunyai efek sinergistik untuk


mengendalikan pembentukan autoantibodi terhadap membrana basalis dalam jangka panjang.
Dikatakan pengobatan dengan cara penggantian plasma secara lengkap (8 minggu) dapat
melenyapkan autoantibodi terhadap membrana basalis selama kurun waktu yang panjang,
bahkan permanen.

Fungsi ginjal yang dapat dipertahankan ditentukan oleh saat dimulai pengobatan
dengan cara penggantian plasma. Penderita penyakit ginjal yang progresif dengan
kecendrungan oliguria, dengan kadar kreatinin serumnya sudah > 8-10 mg/dl atau yang
memerlukan hemodialise, sering gagal membaik setelah pengobatan. Bilamana pengobatan
dimulai sebelum ginjal mengalami kerusakan yang parah maka pengobatan dengan regimen
ini dikatakan efektif. Dikatakan oleh Conn bilamana penyakit dijumpai sudah dalam keadaan
lanjut, dengan ditemukannya fibrosis interstitial yang luas pada biopsi ginjal, sering dijumpai
kegagalan bereaksi terhadap bentuk pengobatan ini dan untuk itu lebih baik diberikan
pengobatan konservatif dengan dialise sambil menunggu transplantasi ginjal pada saat yang
tepat.

Paru mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk pulih, sebagian besar malahan
dapat pulih tanpa fibrosis yang berarti. Bila perdarahan paru berulang, biasanya dihubungkan
dengan infeksi yang terjadi, dengan kelebihan cairan atau dengan kebiasaan merokok.

Pemantauan yang dianjurkan selama kurun waktu pengobatan adalah pengukuran berat
badan, pemeriksaan mikroskopis urine, kadar serum kreatinin, darah lengkap tiap hari; X foto
toraks, kapasitas difusi paru, kultur urine, sputum diperiksa tiga kali seminggu. Titer
autoantibodi terhadap membrana basalis diukur tiap hari selama 2 minggu pertama
selanjutnya tiga kali seminggu.

Pengobatan dengan cara penggantian plasma adalah pekerjaan yang sulit dan
membawa resiko infeksi, karenanya tidak dikerjakan untuk semua penderita tetapi hanya
dilakukan pada penderita yang dapat memperoleh keuntungan dengan pengobatan ini.
Pengobatan ini dikerjakan pada penderita dengan perdarahan paru yang menonjol disertai
nefritis dan kemunduran fungsi ginjal.

10. PROGNOSA

Semula dikatakan penyakit ini cepat menjadi fatal, 50% meninggal karena perdarahan
paru dan asfiksia sedangkan 50% sisanya karena uremia. Lama hidup rata rata dari
90td_persen penderita yang ditemukan dengan gejala dini adalah 4-6 bulan.

Sekarang prognosa dikatakan bisa lebih baik dengan penggantian plasma dini dan
sitotoksik dosis pemeliharaan, dan mortalitas dapat ditekan hingga menjadi 16%.
DAFTAR PUSTAKA

Caldwell JL, Kaltreider HB. Pulmonary and Cardiac Diseases. In: Fudenberg HH, Stites DP,
Caldwell JL, Wells JV. eds. Basic & Clinical Immunology. Los Altos, California: Lange
Medical Publication, 1978: 538-9.

Crofton J, Douglas A. HMD, IPH, Goodpasture's Syndrome. In: Respiratory Diseases.


Oxford: Black Well Scientific Publications, 1984: 717-8.

deShazo R, Fink JN. Immunologic Aspects of Granulomatous and Interstitial Lung Diseases.
Jama 1987; 258: 2943.

Fraser RG, Pare JAP. Goodpasture's Syndrome and Idiopathic Pulmonary Hemosiderosis. In:
Synopsis of Disease of The Chest. Tokyo: Igaku Shoin/Saunder Int, 1985: 360-63.

Gong H. Immunologic Disease of the Lung. In: Lowlor GJ Jr, Fisher TJ. eds. Manual of
Allergy and Immunology. Boston/Toronto: Little Brown and Company, 1988: 176-9.

Gossain VV, Gerstein AR, Janes AW. Goodpasture's Syndrome: A Familial Occurance. Am
Rev of Resp Dis 1972; 105: 621
SINDROM GOODPASTURE

D
I
S
U
S
U
N
OLEH :

KELOMPOK 8
NAMA : IHDA RAHMI
NADIA THAHIRAH
RIZKA ISFAQIAH
UMMAIRAH PUTRI UTAMI
PRODI : D-IV GIZI REG B TK II
MATA KULIAH : IMUNOLOGI

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES ACEH
JURUSAN GIZI D IV
2018

Anda mungkin juga menyukai