Anda di halaman 1dari 27

HEPATITIS A

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Senior

Pembimbing :
dr. Parhusip. Sp. PD-FINASIM, M.Kes

Oleh :
S Adisty Ulyanka 218220076
Yohan Elentra Ferdinando 218220093
Kanisius Rarih P 217220185

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
RUMKIT TK. II PUTRI HIJAU KESDAM I/BB

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
T.A. 2018 / 2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya hingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus ini untuk memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di
Bagian Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Putri Hijau TK II Medan dengan
judul “Hepatitis A”.

Makalah ini bertujuan agar penulis dapat lebih memahami mengenai teori-
teori yang diberikan selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu
Penyakit Dalam Rumah Sakit Putri Hijau TK II Medan dan mengaplikasikannya
untuk kepentingan klinis kepada pasien. Penulis sangat berterimakasih kepada dr.
D. H. Parhusip D. Sp.PD-FINASIM, M.Kes yang telah bersedia meluangkan
waktunya serta membimbing penulis dalam laporan kasus ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan kasus ini masih memiliki


kekurangan, oleh karena itu kiranya penulis mengharapkan saran dan motivasi
yang membangun dari semua pihak yang membaca laporan kasus ini. Penulis
berharap agar kiranya laporan kasus ini dapat memberikan manfaat bagi semua
pihak yang membacanya.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

1.1.Latar Belakang ............................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 2

2.1.Hepatitis A..................................................................................... 2

2.1.1. Definisi .............................................................................. 2

2.1.2. Epidemiologi dan Faktor Resiko ....................................... 3

2.1.3. Etiologi .............................................................................. 4

2.1.4. Patogenesis & Patofisiologi............................................... 4

2.1.5. Tanda dan Gejala Klinis .................................................... 5

2.1.6. Diagnosis ........................................................................... 6

2.1.7. Pemeriksaan Penunjang ..................................................... 7

2.1.8. Penatalaksanaan................................................................. 8

2.1.9. Prognosis dan Pencegahan ................................................ 9

BAB III STATUS ORANG SAKIT .............................................................. 10

BAB IV DISKUSI KASUS ............................................................................ 20

BAB V KESIMPULAN ................................................................................. 22

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 23

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Secara global dan di Indonesia, Hepatitis A merupakan penyakit hati paling

banyak dilaporkan. Umumnya seroprevalensi anti-VHA ditemukan tinggi pada

daerah dengan standar kesehatan, terutama higienitas yang masih rendah (Tanto,

2014).

Virus ini ditularkan selalu melalui rute feses-oral baik secara kontak langsung

maupun dari makanan atau minuman yang terkontaminasi. Penyebaran HAV dari

orang ke orang ditingkatkan oleh rendahnya higiene perorangan dan pemukiman

padat penduduk. Bepergian ke daerah endemik sering menjadi sumber infeksi bagi

orang dewasa dari daerah non endemik (Dienstag, 2014).

Lebih dari 75 % anak dari berbagai benua Asia, Afrika, India menunjukkan

sudah memiliki antibodi anti-HAV pada usia 5 tahun. Di Indonesia berdasarkan

data yang berasal dari rumah sakit, hepatitis A merupakan bagian terbesar dari

kasus – kasus hepatitis akut yang dirawat yaitu berkisar dari 39,8%-68,3% (Sudoyo,

2009).

Secara epidemiologis, HVA dapat timbul secara epidemis, tetapi dapat pula

secara sporadis. Di Indonesia, HVA terjadi sepanjang tahun dan umumnya bersifat

endemis. Hal ini kemungkinan disebabkan karena sanitasi dan kesehatan

lingkungan yang kurang baik (Hadi, 2013)

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hepatitis A

2.1.1. Definisi

Hepatitis A merupakan infeksi virus hepatitis A (VHA) pada hati yang

bersifat akut. VAH merupakan virus untai tunggal (single-strand-ed), tidak

terselubung, yang tergolong dalam genus hepatovirus dari picornaviridae. Virus

tersebut mati dengan perebusan air suhu 70˚C selama 1 menit, dengan formaldehid

atau klorin, atau radiasi sinar ultraviolet (Tanto, 2014).

Virus hepatitis A merupakan virus RNA kecil berdiameter 27 nm yang dapat

dideteksi di dalam feses pada akhir masa inkubasi dan fase praikterik. Sewaktu

timbul ikterik, antibodi terhadap HAV (anti-HAV) telah dapat diukur di dalam

serum.

Awalnya kadar antibodi IgM anti-HAV meningkat tajam, sehingga

memudahkan untuk mendiagnosis secara tepat adanya suatu infeksi HAV. Setelah

masa akut, antibodi IgG anti-HAV menjadi dominan dan bertahan seterusnya

sehingga keadaan ini menunjukkan bahwa penderita pernah mengalami infeksi

HAV di masa lampau dan memiliki imunitas (Price, 2014).

Hepatitis A memiliki masa tunas sekitar 4 minggu. Replikasinya terbatas di

hati, tetapi virus terdapat di hati, empedu, tinja, dan darah selama masa tunas lanjut

dan fase praikterik akut penyakit. Meskipun virus menetap di hati, pengeluaran

2
virus melalui tinja, veremia, dan daya tular cepat menurun jika ikterus mulai

terlihat, HAV dapat dikembang biakkan secara in vitro.(Longo dan Fauci, 2014).

Pada manusia terdiri atas satu serotipe, tiga atau lebih genotipe, mengandung lokasi

netralisasi imunodominan tunggal dan mengandung tiga atau empat polipeptida

virion di kapsomer (Sudoyo, 2009).

2.1.2. Epidemiologi dan Faktor Resiko

Secara global dan di Indonesia, Hepatitis A merupakan penyakit hati paling

banyak dilaporkan. Umumnya seroprevalensi anti-VHA ditemukan tinggi pada

daerah dengan standar kesehatan, terutama higienitas yang masih rendah (Tanto,

2014).

Lebih dari 75 % anak dari berbagai benua Asia, Afrika, India menunjukkan

sudah memiliki antibodi anti-HAV pada usia 5 tahun. Di Indonesia berdasarkan

data yang berasal dari rumah sakit, hepatitis A merupakan bagian terbesar dari

kasus – kasus hepatitis akut yang dirawat yaitu berkisar dari 39,8%-68,3%.

Peningkatan prevalensi anti HAV yang berhubungan dengan umur mulai terjadi dan

lebih nyata didaerah dengan kondisi kesehatan di bawah standar. HAV merupakan

virus dengan masa inkubasi 15 - 50 hari (rata-rata 30 hari) dan tidak terbukti adanya

penularan maternal – neonatal (Sudoyo, 2009).

Virus ini ditularkan selalu melalui rute feses-oral baik secara kontak langsung

maupun dari makanan atau minuman yang terkontaminasi. Penyebaran HAV dari

orang ke orang ditingkatkan oleh rendahnya higiene perorangan dan pemukiman

3
padat penduduk. Bepergian ke daerah endemik sering menjadi sumber infeksi bagi

orang dewasa dari daerah non endemik (Dienstag, 2014).

Secara epidemiologis, HVA dapat timbul secara epidemis, tetapi dapat pula

secara sporadis. Untuk di negara kita HVA terjadi sepanjang tahun dan umumnya

bersifat endemis. Hal ini kemungkinan disebabkan karena sanitasi dan kesehatan

lingkungan yang kurang baik (Hadi, 2013).

Faktor risiko lain yang juga meliputi paparan pada ; (1) Pusat perawatan

sehari untuk bayi dan anak balita, (2) Bepergian ke negara berkembang, (3) Perilaku

seks oral-anal, (4) Perilaku bersama pada IVDU (intra vena drug user). Tak terbukti

adanya penularan maternal – neonatal (Sudoyo, 2009).

2.1.3. Etiologi

Penularan virus terjadi secara fekal-oral, dengan perantaraan makanan dan

minuman yang telah terkontaminasi oleh virus hepatitis A. Masa tunas 2-6 minggu.

Virus mengadakan replikasi dalam sel – sel hati dan di ekresi bersama empedu ke

dalam usus dan dikeluarkan bersama tinja mulai sekitar 2 minggu sebelum dan

seminggu saat fase ikterik. Jadi virus hepatitis A ditemukan di dalam tinja pada

akhir masa tunas sampai fase permulaan dari fase ikterik (Hadi, 2013).

2.1.4. Patogenesa dan Patofisiologi

VHA memiliki masa inkubasi ±4 minggu. Replikasi virus dominasi terjadi

pada hepatosit meski VHA juga ditemukan pada empedu, feses dan darah. Anti-gen

VHA dapat ditemukan pada feses 1-2 minggu sebelum dan 1 minggu setelah awitan

penyakit. Fase akut penyakit ditandai dengan peningkatan kadar aminotransferase

4
serum, ditemukan antibodi terhadap VHA (IgM anti-VAH), dan munculnya gejala

klnis (jaundice).

Selama fase akut, hepatosit yang terinfeksi umumnya hanya mengalami

perubahan morfologi yang minimal; hanya <1% yang menjadi fulminan. Kadar IgM

anti VAH umumnya bertahan kurang dari 6 bulan, yang kemudian digantikan oleh

IgG anti-VAH yang akan bertahan seumur hidup. Infeksi VHA akan sembuh secara

spontan, dan tidak pernah menjadi kronis atau karier (Tanto, 2014).

2.1.5. Tanda dan Gejala Klinis

Infeksi virus hepatitis dapat menimbulkan berbagai efek yang telah berkisar

dari gagal hati fulminan sampai hepatitis anikterik subklinis. Hepatitis anikterik

subklinis lebih sering terjadi pada infeksi HAV. Untuk tanda dan gejala klinis,

dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu

A. Fase pre-ikterik (1-2 minggu sebelum fase ikterik) : ditemukan

gejala konstitusional seperti anoreksi, mual dan muntah, malaise,

mudah lelah, atralgia, mialgia, nyeri kepala, fotofobia, faringitis atau

batuk. Perasaan mual, muntah dan anoreksia seringkali terkait dengan

perubahan pada penghidu dan pengecapan. Dapat pula timbul demam

yang tidak terlalu tinggi. Perubahan warna urin menjadi lebih gelap

dan feses menjadi lebih pucat dapat ditemukan 1-5 hari sebelum fase

ikterik.

B. Fase ikterik : gejala konstitusional umumnya membaik, namun

muncul gambaran klinis jaundice, nyeri perut kuadran kanan atas

5
(akibat hepatomegali), serta penurunan berat badan ringan. Pada 10-

20 % kasus, dapat ditemukan splenomegali dan adenopati servikal.

Fase ini berlangsung antara 2-12 minggu.

C. Fase perbaikan (konvalesens): gejala konstitusional menghilang,

tetapi hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati masih ditemukan.

Nafsu makan kembali dan secara umum pasien akan merasa lebih

sehat. Perbaikan klinis dan parameter laboratorium akan komplit

dalam 1-2 bulan sejak awitan ikterik. Namun, sebanyak <1% kasus

menjadi hepatitis fulminan, yakni munculnya ensefalopati dan

koagulopati dalam 8 minggu setelah gejala pertama penyakit hati

(Tanto, 2014).

Pada hepatitis dengan kolestasis, menimbulkan gejala seperti : kuning sangat

menonjol dan menetap selama beberapa bulan sebelum terjadinya perbaikan yang

komplit, pruritus menonjol, pada beberapa pasien terjadi anoreksia dan diare yang

persisten, prognosis baik pada pasien dengan resolusi yang komplit dan paling

sering terjadi pada infeksi HAV (Sudoyo, 2009).

2.1.6. Diagnosis

A. Differensial Diagnosis

a. Penyakit hati oleh karena obat atau toksin

b. Hepatitis iskemik

c. Hepatitis Alkoholik

d. Obstruksi akut traktus billiaris

6
B. Diagnosis secara serologis

Transmisi infeksi secara enterik pada hepatitis virus A :

a. IgM anti HAV dapat dideteksi selama fase akut dan 3-6 bulan

setelahnya

b. Anti HAV yang positif tanpa IgM anti HAV mengindikasikan

infeksi lampau.

Diagnosis hepatitis A akut ditegakkan dengan ditemukannya IgM anti-VHA.

Anti-HAV positif tanpa keberadaan IgM menunjukkan infeksi lampau (Tanto,

2014).

2.1.7. Pemeriksaan Penunjang

A. Serologi hepatitis A

a. IgM anti VHA positif menandakan infeksi hepatitis A akut

b. IgG anti-VHA positif menandakan infeksi lampau (riwayat hepatitis A)

B. Biokimia hati

a. Kadar ALT umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan kadar AST pada fase

ikterik

b. Kadar billirubin umumnya > 2,5 mg/dL apabila ditemukan klinis ikterik

pada sklera atau kulit. Kadar billirubin jarang > 10 mg/dL, kecuali bila ada

penyerta kolestatis.

c. Alkalin fosfatase umumnya normal atau meningkat sedikit.

d. Waktu protrombin (PT) umumnya normal atau memanjang 1-3 detik.

Peningkatan PT yang signifikan menunjukkan nekrosis hepatoselular yang

ekstensif dan prognosis yang lebih buruk.

7
e. Penurunan albumin serum jarang ditemukan pada hepatitis virus akut tanpa

komplikasi.

C. USG Abdomen. Bertujuan untuk menilai adanya penyerta batu empedu (Tanto,

2014).

2.1.8. Penatalaksanaan

Sebagian besar kasus hepatitis A mengalami resolusi spontan tanpa antiviral

dan terapi umumnya bersifat suportif.

A. Terapi Farmakologi

Berupa pemberian analgesik, antiemetik, antipruritus. Pemberian

antiemetik berupa metoklopramid, atau domperidon tidak merupakan

kontraindikasi, tetapi dianjurkan dosisnya tidak melebihi 3-4 g/hari

B. Terapi Non-Farmakologis

a. Dukungan asupan kalori dari cairan secara adekuat. Tidak

dibutuhkan larangan diet spesifik.

b. Hindari konsumsi alkohol dan obat-obatan yang terakumulasi

di hati.

c. Pada fase akut, sebaliknya pasien istirahat total ditempat tidur

(tirah baring) dan kembali beraktivitas setidaknya setelah 10

hari awitan ikterik. Hindari aktivitas fisis yang berlebihan dan

berkepanjangan, tergantung derajat kelelahan dan malaise

(Tanto, 2014).

8
2.1.9. Prognosis dan Pencegahan

Umumnya pasien akan membaik secara sempurna tanpa ada sekuel klinis.

Sekitar 10-15 % kasus dapat mengalami relaps dalam 6 bulan setelah fase akut

selesai, namun tidak ada potensi untuk menjadi kronis. Dapat dilakukan dengan

menghindari kontak dengan pasien, meningkatkan higienitas individu (cuci tangan,

makan – makanan bersih dan sebagainya), maupun vaksinasi hepatitis A.Vaksinasi

hepatitis A berupa injeksi imunoglobulin 1 mL I.M yang diulang setiap 6-18 bulan

tergantung vaksin, dengan efektifitas yang mencapai 80-100%. Vaksinasi tersebut

di indikasikan bagi individu berikut (Tanto, 2014) :

A. Individu yang akan pergi ke tempat endemis. Vaksinasi diberikan 2

minggu sebelum keberangkatan

B. Pasien dengan penyakit hati kronis yang dianggap masih memerlukan

vaksinasi hepatitis A. Namun efektivitas vaksinasi pada kelompok

dengan penyakit hati lanjut atau imunokompromi lebih rendah.

C. Pasien dengan potensi infeksi hepatitis A tinggi yaitu sosioekonomi

rendah, kebersihan air dan sanitasi yang buruk.

Vaksin hepatitis A belum direkomendasikan pada pasien berusia < 2 tahun. Saat

ini vaksin yang tersedia yaitu berupa Havrix dan Vaqta (Tanto, 2014).

Dosis dan jadwal yang vaksin HAV adalah :

A. > 19 tahun. 2 dosis Havrix (1440 Unit Elisa) dengan interval 6-12

bulan

B. Anak > 2 tahun. 3 dosis Havrix (360 Unit Elisa), 0, 1, dan 6-12 bulan

atau 2 dosis (720 Unit Elisa), 0, 6, 12 bulan (Sudoyo, 2009).

9
BAB III

STATUS ORANG SAKIT

Nomor Rekam Medis : 048618

Tanggal masuk : 01 Oktober 2018

Jam : 07:47

Ruang : Ruang 1 RS Putri Hijau

Dokter Chief of Ward : Dr. D.H. Parhusip Sp.PD,FINASIM,M.Kes

10
I. Anamnesis Pribadi

No. Rekam Medik 048618

Nama Dian Satriya

Jenis Kelamin Laki-Laki

Usia 26 tahun

Suku Bangsa Jawa

Agama Islam

Alamat Jln. Kecapi C3 Komplek Hankam

Status Belum Menikah

Pendidikan SMA

Pekerjaan TNI AD

Tanggal Masuk 01 Oktober 2018

II. Anamnesis Penyakit

Keluhan Utama Mual muntah

Telaah Seorang laki-laki berusia 26 th datang ke


IGD Rumah sakit TK II putri hijau dengan
keluhan mual (+) muntah (+) dengan
frekuensi 10x/hari, demam (+) yang
dirasakan os selama 3 hari SMRS.

11
Keluhan Tambahan Pasien juga mengeluhkan lemas, dan
berkurangnya nafsu makan.

Riwayat Penyakit (-)


Terdahulu

Riwayat Penyakit Keluarga (-)

Riwayat Penggunaan Obat (-)

Riwayat Alergi Obat (-)

Riwayat Kebiasaan (-)

IV Anamnesis Organ

Jantung

Sesak Nafas (-)

Angina Pectoris (-)

Edema (-)

Palpitasi (-)

Saluran Nafas

Batuk (-)

Batuk Berdarah (-)

12
Asma (-)

PPOK (-)

Saluran Pencernaan

Nafsu Makan (+)

Keluhan menelan (-)

Keluhan perut (-)

Penurunan BB (+)

Mual (+)

Muntah (+)

Saluran Urogenital

Nyeri buang air (-)

Mengandung batu (-)

Buang air kecil tersendat (-)

Keadaan urine Normal

Tulang sendi

Sakit pinggang (-)

Keluhan persendian (-)

Keterbatasan gerak (-)

Lain lain (-)

13
Endokrin

Polidipsi (-)

Poliuria (-)

Polipagia (-)

Gugup (-)

Syaraf

Oyong (-)

Kejang (-)

Sakit kepala (-)

Lain lain (-)

Darah dan pembuluh darah (-)

Pucat (-)

Petekie (-)

Perdarahan (-)

IV. Pemeriksaan Fisik Diagnostik

Status Present
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Vital sign :

Tekanan Darah : 100/70 mmHg

Nadi : 80 x/i

14
Pernafasan : 22 x/i

Temperature : 37,5 ºc

Keadaan Penyakit

a. Pancaran Wajah : Baik


b. Sikap Badan : Normal
c. Refleks Fisiologis : (+)
d. Refleks Patologis : (-)
e. Anemia : (-)
f. Ikterus : (+)
g. Dipsnoe : (-)
h. Sianosis : (-)
i. Edema : (-)

Keadaan Gizi

Tinggi Badan : 175cm

Berat Badan : 65 kg

IMT : 18,57 (normoweight)

Status Generalisata

Kepala : Normochepali

Mata : Refleks cahaya (+/+), sklera ikterik (+/+)

Hidung : deviasi septum (-)

Telinga : DBN

Mulut : lidah kotor (-) , tonsil hiperemis (-)


15
Leher : Pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-)

Paru

Thorax depan

Inspeksi : a. Simetris fusiformis

b. Edema (-)

Palpasi : Stemfremitus (+/+)

1. Lapangan paru atas kanan = kiri


2. Lapangan paru tengah kanan = kiri
3. Lapangan paru bawah kanan = kiri

Perkusi : Beda pada kedua lapangan paru

1. Batas jantung atas : ICR 3


2. Batas jantung kanan : 1 jari parasternalis
kanan
3. Batas jantung kiri : 1 jari medial linea
klavikula

Auskultasi : vesikuler memendek kedua lapangan paru

Thorax belakang

Inspeksi : a. Simetris fusiformis

b. Edema (-)

Palpasi : Stemfremitus kanan=kiri

Perkusi : Sonor kedua lapangan paru

Auskultasi : vesikuler kedua lapangan paru

16
Jantung

inspeksi : Dalam batas normal

palpasi : Ictus kordis tidak teraba

perkusi : Dalam batas normal

auskultasi : Bunyi jantung 1 dan 2 normal. Murmur (-), gallop


(-)

Abdomen

Inspeksi : Simetris, vena kolateral (-)

Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (+), soepel

Perkusi : Timpani seluruh region abdomen, shifting dullness


(-)

Auskultasi : Peristaltik normal, double sound (-)

Pinggang : 1. Nyeri tekan (-), kiri/kanan (-)

2. Inguinal : Dalam batas normal

Genitalia : TDP

Ekstremitas atas dan bawah: Oedem (-)

17
V. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Darah Rutin
L : 13-16 g/dl
1. Hemoglobin 13.90 P : 12-14 g/dl

L : 40-48 %
2. Hematokrit 43.3 P : 37-43 %

3. Leukosit 6.250 5-10 . 103/ µL

4. Hitung Jenis :

Limfosit 28.69 15.20 – 43.30 %

Monosit 10.02 5.50 – 13.70 %

Neutrofil 58.11 43.50 – 73.50 %

Eosinofil 2.74 0.80 – 8.10 %

Basofil 0.44 0.20 – 1.50 %

5. Trombosit 165.300 150 – 400 .103/µL

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


Kimia Klinik
o Bilirubin Total 4.08 < 1 mg/dL
o Bilirubin Direk 2.58 < 0.3 mg/dL
L : < 35 U/L
o SGOT 1260
P : < 31 U/L
o SGPT 2422 L : < 45 U/L
P : < 34 U/L

18
o Ureum 26 < 50 mg/dL
L : 0.8 – 1.3 mg/dL
o Kreatinin 1.0
P : 0.6 – 1.2 mg/dL
L : < 7 mg/dL
o Asam Urat 5.5
P : < 5.7 mg/dL
o Glukosa Sewaktu 116 < 200 mg/dL
Elektrolit
o Natrium 138 135 -145 mmol/L
o Kalium 4.5 3.5 – 5.5 mmol/L
o Klorida 105 96 – 106 mmol/L

19
BAB IV
DISKUSI KASUS

TEORI DATA PASIEN

Definisi Seorang laki-laki berusia 26 th datang


Hepatitis A adalah infeksi virus ke IGD Rumah sakit TK II putri hijau
hepatitis A (VHA) pada hati yang dengan keluhan mual (+) muntah (+)
bersifat akut dengan frekuensi 10x/hari, demam (+)
yang dirasakan os selama 3 hari
SMRS. Pasien tidak pernah merasakan
keluhan seperti ini sebelumnya. Pasien
juga mengeluhkan lemas dan
berkurangnya nafsu makan.

Diagnosis Pemeriksaan fisik:


Keluhan pada hepatitis A biasanya: Icterus (+)
Anoreksi, mual, muntah dan malaise Sklera ikterik (+)
Stemfremitus (+/+)
Perasaan mual, muntah dan anoreksia Nyeri tekan epigastrium (+)
seringkali terkait dengan perubahan
pada penghidu dan pengecapan. Dapat
pula timbul demam yang tidak terlalu
tinggi. Perubahan warna urin menjadi
lebih gelap dan feses menjadi lebih
pucat dapat ditemukan 1-5 hari
sebelum fase ikterik.
Tatalaksana - Tirah Baring + Diet
Berupa pemberian analgesik, - IVFD RL 20 gtt/i
antiemetik, antipruritus. Pemberian
- Inj. Ranitidine I amp / 12jam
antiemetik berupa metoklopramid,
- Inj. Ondensentron I amp/ 8jam
atau domperidon tidak merupakan

20
kontraindikasi, tetapi dianjurkan - Inj. Ceftriaxone 1 gr
dosisnya tidak melebihi 3-4 g/hari - Aminofusine Hepar 1 fls/H

21
BAB V

KESIMPULAN

Hepatitis A merupakan infeksi virus hepatitis A (VHA) pada hati yang

bersifat akut. Infeksi virus hepatitis dapat menimbulkan berbagai efek yang telah

berkisar dari gagal hati fulminan sampai hepatitis anikterik subklinis. Hepatitis

anikterik subklinis lebih sering terjadi pada infeksi HAV.

Virus ini ditularkan selalu melalui rute feses-oral baik secara kontak

langsung maupun dari makanan atau minuman yang terkontaminasi. Penyebaran

HAV dari orang ke orang ditingkatkan oleh rendahnya higiene perorangan dan

pemukiman padat penduduk.

Pada umumnya, Hepatitis A dapat membaik secara sempurna, sekitar 10-15

% kasus dapat mengalami relaps 6 bulan setelah fase akut selesai dan sangat jarang

berisiko hepatitis fulminan. Untuk terapi farmakologi pada Hepatitis dapat berupa

penanganan simptomatik yang dikeluhkan pasien dan pencegahannya

menggunakan Vaksin Hepatitis A yaitu berupa injeksi imunoglobulin 1 mL I.M

yang diulang 6-18 bulan.

22
DAFTAR PUSTAKA

Price, Sylvia., et al. 2012. Patofisiologi (Konsep Klinis dan Proses – Proses

Penyakit). Jakarta : EGC.hal : 486-492.

Dienstag, J.L. 2014.Acute Viral Hepatitis. In Fauci, A.S., et al. HARRISON’S

Gastroenterologi & Hepatologi. USA : McGraw-Hill. p : 314-336.

Hadi, Sujono, Prof, DR,dr.2013. Gastroenterologi. Bandung : PT. ALUMNI.

hal : 497- 500.

Sudoyo, A.W et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:

InternaPublishing. hal: 429-434.

Tanto, C., Liwang, F., Hanifati., et al. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV.

Jakarta : Media Aesculapius. hal: 681-683.

23

Anda mungkin juga menyukai