Anda di halaman 1dari 14

TINJAUAN PUSTAKA

Pengaruh Tekanan Lingkungan terhadap Mekanisme Pernapasan


Grace Raveena Widelia Worumi
102018031
Kelompok C5
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510

Abstrak
Pernapasan merupakan satu proses pertukaran gas-gas respirasi yaitu oksigen dan karbon dioksida.
Fungsi utama pernapasan adalah untuk menyediakan oksigen untuk kelangsungan proses metabolisme
sel-sel tubuh dan mengeluarkan karbon dioksida hasil dari metabolisme tersebut. Sistem pernapasan
meliputi saluran pernapasan yang berfungsi dalam konduksi udara― bermula dari rongga hidung,
pharynx, larynx sehingga paru, organ pertukaran gas, dan sistem sirkulasi darah yang membawa oksigen
ke jaringan tubuh dan membawa karbon dioksida ke alveolus. Proses bernapas terjadi akibat dari
inspirasi dan ekspirasi, yang diakibatkan oleh kontraksi otot-otot interkostal dan diafragma. Ketika
kadar oksigen dalam tubuh berkurang, maka akan menimbulkan efek samping pada pernapasan
manusia.
Kata kunci: sistem pernapasan, oksigen, karbondioksida, cavum nasi, pharynx, larynx

Abstract
Breathing is a process of exchange of respiratory gases are oxygen and carbon dioxide. The main
function of breathing is to provide oxygen for the survival of the metabolic processes of the body's cells
and removing carbon dioxide results from metabolism. The respiratory system includes the respiratory
function in the conduction of air starting from the nasal cavity, pharynx, lung, an organ examination
so that gas exchange and circulation system of the blood that carries oxygen to body tissues and carries
carbon dioxide to the alveoli. The process breathing occur a result of inspiration and ekspirasi, caused
by the contraction of the muscles of the diaphragm and interkostal. When the oxygen level in the body
decreases, it will cause side effects on respiratoriy system.
Keyword: respiratoriy system, oxygen, carbon dioxide, cavum nasi, pharynx, larynx

PENDAHULUAN
Sistem pernafasan sangat penting untuk memastikan setiap manusia tetap hidup dengan menghirup
udara dari luar untuk melaksanakan fungsi metabolisme dalam tubuh. Sistem pernafasan atau respirasi
terjadi ketika O2 yang dihirup dari luar ditukarkan dengan CO2 dari dalam tubuh yang merupakan hasil
metabolisme tubuh. Tubuh perlu mempertahankan kesetimbangan (homeostatis) dalam tubuhnya,
seperti tekanan O2 dalam tubuh. Mempertahankan kadar oksigen dalam tubuh adalah upaya untuk
memastikan kecukupan oksigen bagi jaringan atau sel. Ketika kadar oksigen dalam tubuh berkurang,
maka akan menimbulkan efek samping seperti sesak nafas. Secara anatomi sistem pernapasan dibagi
menjadi traktus respiratiorius atas yang dimulai dari hidung hingga faring dan traktus respiratiorius
bawah yang dimulai dari laring hingga alveolus1.

1
PEMBAHASAN

A. Makroskopis Saluran Nafas Bawah

1. Epiglotis
Epiglotis adalah bagian superior laring, terjulur ke atas dari dinding anterior laring berupa
lembaran pipih. Tulang yang membentuk kerangka epiglotis adalah sepotong tulang rawan (elastis)
epiglotis sentral. Epiglotis memiliki 2 permukaan:3
- Permukaan lingual yang menghadap ke lidah ( epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk)
- Permukaan laryngeal yang menghadap ke laring (epitel berlapis gepeng yang tipis dari
permukaan lingual menjadi epitel bertingkat toraks bersilia bersel goblet)

2. Trakea
Trakea adalah tuba dengan panjang 10 cm-12 cm dan diameter 2,5 cm serta terletak di atas
permukaan anterior esophagus. Tuba ini merentang dari laring pada area vertebra serviks keenam
sampai area vertebra toraks kelima tempatnya membelah menjadi dua bronkus utama. Trakea dapat
tetap terbuka karena adanya 16-20 cincin kartilago berbentuk C. Ujung posterior mulut cincin
dihubungkan oleh jaringan ikat dan otot sehingga memungkinkan ekspansi esophagus. Trakea juga
dilapisi oleh epithelium respiratorik yang mengandung banyak sel goblet.1,2

3. Bronkus
Bronkus primer kanan berukuran lebih pendek, lebih tebal, dan lebih lurus dibandingkan
bronkus primer kiri karena arcus aorta membelokkan trachea bawah ke kanan. Objek asing yang
masuk ke dalam trachea kemungkinan ditempatkan dalam bronkus kanan. Setiap bronkus primer
bercabang 9-12 kali untuk membentuk bronki sekunder dan tertier dengan diameter yang semakin
kecil. Saat tuba semakin menyempit, batang atau lempeng kartilago mengganti cincin kartilago.
Bronki disebut juga ekstrapulmonar sampai memasuki paru-paru, setelah itu disebut intrapulmonar.
Struktur mendasar dari kedua paru-paru adalah percabangan bronchial yang selanjutnya bronchi,
bronchiolus, bronchiolus terminal, bronchiolus respiratorik, duktus alveolar, dan alveoli 2.

4. Paru-Paru
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi oleh otot dan
rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru-paru ada dua bagian
yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister)

2
yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput
bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura visceralis) dan
selaput yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura luar
(pleura parietalis). Antara selaput luar dan selaput dalam terdapat rongga berisi cairan pleura yang
berfungsi sebagai pelumas paru-paru. Cairan pleura berasal dari plasma darah yang masuk secara
eksudasi. Dinding rongga pleura bersifat permeabel terhadap air dan zat-zat lain2.

Saluran napas terdiri atas bagian konduksi dan bagian respirasi. Bagian konduksi adalah bagian
yang menyalurkan gas/ udara baik di luar maupun di dalam paru yang menghantar udara ke dalam
paru untuk respirasi. Bagian konduksi sistem pernapasan terdiri atas rongga hidung, farings, laring,
trakea, bronki ekstrapulmonal, dan sederetan bronki dan bronkioli intrapulmonal dengan diameter
yang makin kecil dan berakhir pada bronkioli terminalis. Untuk menjamin agar saluran napas yang
lebih besar selalu terbuka, maka saluran ini ditunjang oleh tulang rawan hialin.
Bagian respirasi adalah lanjutan distal bagian konduksi dan terdiri atas saluran-saluran napas tempat
berlangsung pertukaran gas atau respirasi yang sebenarnya. Bronkiolus terminalis bercabang
menjadi bronkiolus respiratorius yang ditandai dengan mulai adanya kantong-kantong udara
(alveoli) berdinding tipis. Bronkiolus respiratorius adalah zona peralihan antara bagian konduksi
dan bagian respirasi. Respirasi hanya dapat berlangsung di dalam alveoli karena sawar antara udara
yang masuk ke dalam alveoli dan darah vena dalam kapiler sangat tipis. Struktur intrapulmonal lain
tempat berlangsung respirasi adalah duktus alveolaris, sakus alveolaris, dan alveoli. Jadi unit
fungsional paru adalah alveoli.

3
5. Bronkus Primer
Bronkus primer terdiri dari dextra dan sinistra. Bronki ini dilapisi oleh epitel bertingkat semu
silindris bersilia, lamina propria tipis jarngan ikat halus dengan banyak serat elastin dan sedikit
limfosit. Duktus dari kelenjar bronchial submukosa melalui lamina propria untuk bermuara ke
dalam lumen bronkus. Selapis tipis otot polos mengelilingi lamina propria. Submukosa
mengandung kelenjar serosa, mukosa, atau asini mukoserosa. Lempeng tulang rawan tersebar rapat
mengelilingi perifer bronkus. Di antara lempeng tulang rawan, jaringan ikat submukosa menyatu
dengan adventsia yang tebal. Pembuluh bronchial yang tampak pada jaringan ikat bronkus
mencakup sebuah arteriol, sebuah venul, dam kapiler.

6. Bronkus Terminalis
Bronkiolus terminalis memiliki diameter kecil. Terdapat banyak lipatan mukosa yang
menyolok dan epitelnya bertingkat semu silindris rendah bersilia dan sedikit sel goblet. Pada
bronkiolus terminal, epitelnya silindris bersilia tanpa sel goblet. Lapisan otot polos yang
berkembang baik mengelilingi lamina propria tipis, yang pada gilirannya dikelilingi oleh
adventisia. Di dekat bronkiolus terdapat sebuah cabang kecil yaitu arteri pulmonaris. Bronkiolus ini
dikelilingi oleh alveoli paru.

7. Bronkiolus Respiratorius
Dinding bronkiolus respiratorius dilapisi oleh epitel selapis kuboid. Pada bagian proksimalnya
terdapat silia, namun hilang di bagian distal bronkiolus respiratorius. Sebuah duktus alveolaris
muncul dari bronkiolus respiratorius dan banyak alveoli bermuara ke dalam duktus alveolaris. Pada
setiap pintu masuk ke alveolus terdapat epitel selapis gepeng.

4
8. Duktus Alveolaris, Sakus Alveolis, Alveolis Paru
Dari ujung duktus alveolaris terbuka pintu lebar menuju beberapa sakus alveolaris. Saluran ini
terdiri atas beberapa alveolus yang bermuara bersama membentuk ruangan serupa rotunda yang
disebut atrium. Alveolus paru merupakan kantong yang dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang
sangat tipis, yang salah satu sisinya terbuka sehingga menyerupai busa atau mirip sarang tawon.
Oleh karena alveolus berselaput tipis dan disitu banyak bermuara kapiler darah maka
memungkinkan terjadinya difusi gas pernapasan. Selain itu terdapat juga sel epitel yang berbentuk
kuboid yaitu sel saptal, yang di dalam lumennya terdapat sel debu. Sel debu agak besar dan di dalam
sitoplasmanya biasanya terdapat partikel debu.
a. Diafragma, suatu septum berupa jaringan yang memisahkan rongga toraks dengan rongga
abdomen sehingga diafragma menjadi dasar dari rongga toraks.
Pleura, dibentuk oleh jaringan yang berasal dari mesodermal. Pembungkus ini dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu pleura viseralis yang melapisi paru dan pleura parietalis yang melapisi
dinding dalam hemitoraks. Di antara kedua pleura ini terdapat ruang potensial yang berisi cairan
yang dapat memisahkan lapisan pleura viseralis dan pleura parietalis agar tidak saling
bersinggungan1,2.

B. Makroskopis Saluran Nafas Bawah

Tabel 1. Struktur Mikro Saluran Pernapasan.3

Saluran Pernapasan Jenis sel epitel

Hidung
rongga hidung Sel epitel batang, bersilia, dan berlapis semu
sinus paranasal

Faring
Nasofaring Sel epitel batang berlapis semu
Orofaring Sel epitel pipih berlapis
Laringofaring Sel epitel pipih berlapis

Laring Sel epitel batang, bersilia, dan berlapis semu

Trakhea Sel epitel batang, bersilia, dan berlapis semu

5
Percabangan bronkhial Sel epitel batang, bersilia, dan berlapis semu

Bronkhiolus Sel epitel cuboidal, pipih dengan sedikit silia

C. Otot-otot pernapasan
Otot-otot pernapasan merupakan sumber kekuatan untuk menghembuskan udara. Diafragma
(dibantu oleh otot-otot yang dapat mengangkat tulang rusuk dan tulang dada) merupakan otot utama
yang ikut berperan meningkatkan volume paru. Pada saat istirahat, otot-otot pernapasan mengalami
relaksasi. Saat inspirasi, otot sternocleidomastoideus, otot scaleues, otot pectoralis minor, otot
serratus anterior, dan otot intercostalis sebelah luar mengalami kontraksi sehingga menekan
diafragma ke bawah dan mengangkat rongga dada untuk membantu udara masuk ke dalam paru.
Pada fase ekspirasi, otot-otot transversal dada, otot intercostalis sebelah dalam, dan otot abdominal
mengalami kontraksi, sehingga mengangkat diafragma dan menarik rongga dada untuk
mengeluarkan udara dari paru.1

D. Mekanisme pernapasan
Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis walau dalam keadaan tertidur
sekalipun karena sistem pernapasan dipengaruhi oleh susunan saraf otonom. Menurut tempat
terjadinya pertukaran gas maka pernapasan dapat dibedakan atas 2 jenis, yaitu pernapasan luar dan
pernapasan dalam. Pernapasan luar adalah pertukaran udara yang terjadi antara udara dalam
alveolus dengan darah dalam kapiler, sedangkan pernapasan dalam adalah pernapasan yang terjadi
antara darah dalam kapiler dengan sel-sel tubuh. Masuk keluarnya udara dalam paru-paru
dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara dalam rongga dada dengan tekanan udara di luar tubuh.
Jika tekanan di luar rongga dada lebih besar maka udara akan masuk. Sebaliknya, apabila tekanan
dalam rongga dada lebih besar maka udara akan keluar. Proses pernapasan terdiri dari tiga bagian
yaitu ventilasi, difusi gas, dan transportasi gas.
a) Ventilasi mekanis pulmonal
Udara mengalir dari bagian bertekanan tinggi ke bagian bertekanan rendah. Namun
demikian, bila tak ada aliran udara masuk atau keluar paru, itu berarti tekanan alveolar dan
atmosfer berada dalam keadaan seimbang. Untuk memulai pernapasan, aliran udara ke dalam
paru harus dicetuskan oleh turunnya tekanan dalam alveoli. Ini melibatkan proses yang rumit
dan berhubungan dengan banyak variabel. Ventilasi mekanis melibatkan adanya daya rekoil
elastibilitas, komplians, tekanan, dan gravitasi1,2.

6
b) Difusi gas
Untuk memenuhi kebutuhan oksigen di jaringan, proses difusi gas pada saat respirasi
haruslah optimal. Difusi gas adalah bergeraknya gas O2 dan CO2 atau partikel lain dari area
yang bertekanan tinggi ke arah yang bertekanan rendah. Di dalam alveoli, O2 melintasi
membran alveoli kapiler dari alveoli ke darah karena adanya perbedaan tekanan PO2 yang tinggi
di alveoli (100 mmHg) dan tekanan pada kapiler yang lebih rendah (PO2 40 mmHg), CO2
berdifusi dengan arah berlawanan akibat perbedaan tekanan PCO2 darah 45 mmHg dan di
alveoli 40 mmHg. Proses difusi dipengaruhi oleh faktor ketebalan, luas permukaan, dan
komposisi membran; koefisien difusi O2 dan CO2; serta perbedaan tekanan gas O2 dan CO2.
Dalam difusi gas ini, organ pernapasan yang berperan penting adalah alveoli dan darah. Adanya
perbedaan tekanan parsial dan difusi pada sistem kapiler dan cairan intertisial akan
menyebabkan pergerakan O2 dan CO2 yang kemudian akan masuk pada zona respirasi untuk
melakukan difusi respirasi1,2.
c) Transportasi Gas
Transportasi gas adalah perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari jaringan ke paru
dengan bantuan darah (aliran darah). Maksudnya O2 ke dalam sel darah yang bergabung dengan
hemoglobin yang kemudian membentuk oksihemoglobin sebanyak 97% dan sisanya 3%
ditransportasikan ke dalam cairan plasma dan sel. Agar oksigen dapat disuplai ke sel-sel tubuh
secara optimal maka diperlukan hemoglobin dalam jumlah dan fungsi yang optimal untuk
mengangkut dari sirkulasi yang efektif ke jaringan tubuh1,2.

 Inspirasi
Inspirasi terjadi bila tekanan intrapulmonal lebih rendah dari tekanan udara luar. Pada inspirasi
biasa tekanan ini berkisar antara -1 mmHg sampai -3 mmHg. Pada inspirasi dalam, tekanan intra alveoli
mencapai -30 mmHg1,4.

Kontraksi otot diafragma dan


interkostalis
Volume toraks membesar

Tekanan intrapleura menurun

Paru mengembang

Otot inspirasi relaksasi

Tekanan intra-alveoli menurun


7
 Ekspirasi
Ekspirasi berlangsung bila tekanan intrapulmonal lebih tinggi daripada tekanan udara luar,
sehingga udara bergerak ke luar paru. Meningkatnya tekanan dalam rongga paru terjadi apabila volume
rongga paru mengecil akibat proses penguncupan yang disebabkan daya elastisitas jaringan paru.
Penguncupan paru terjadi bila otot-otot inspirasi mulai berelaksasi. Pada proses ekspirasi biasa tekanan
intra alveoli sekitar +1 cmHg sampai +3 cmHg1,4.

Volume toraks mengecil

Udara masuk ke dalam paru

Tekanan intrapleura meningkat

Volume paru mengecil

Tekanan intra-alveoli meningkat

Udara bergerak ke luar paru

E. Kontrol Pusat Respirasi


1. Korteks Cerebri
Berperan dalam pengaturan pernapasan yang bersifat volunter sehingga memungkinkan kita
dapat mengatur napas dan menahan napas. Misalnya pada saat bicara atau makan.
2. Medulla oblongata
Pusat respirasi di medulla oblongata dibagi menjadi DRG (Dorsal Respiratory Group) dan
VRG (Ventral Respiratory Group). DRG merupakan kumpulan neuron yang mengatur kerja otot
eksternal interkostal dan otot diafragma. DRG ini berfungsi pada seluruh proses respirasi normal.
VRG merupakan kumpulan neuron yang mengatur kerja otot respirasi tambahan, yang berfungsi
saat bernapas dengan kuat, yaitu saat inspirasi maksimal dan ekspirasi aktif. Pada saat pernafasan
tenang atau normal kelompok ventral tidak aktif, tetapi jika kebutuhan ventilasi meningkat,
neuron inspirasi pada kelompok ventral diaktifkan melalui rangsangan kelompok dorsal.
Kelompol ventral (VRG) terdiri dari neuron inspirasi dan neuron ekspirasi. Impuls dari neuron

8
inspirasi kelompok ventral akan merangsang motor neuron yang mensyarafi otot inspirasi
tambahan melalui N IX dan N X. Impuls dari neuron ekspirasi kelompok ventral akan
menyebabkan kontraksi otot-otot ekspirasi untuk ekspirasi aktif.
3. Pons
Pada pons terdapat 2 pusat pernapasan yaitu pusat apneustik dan pusat pnumotaksis. Pusat
apneutik terletak di formasio retikularis pons bagian bawah. Fungsi pusat apneutik adalah untuk
mengkoordinasi transisi antara inspirasi dan ekspirasi dengan cara mengirimkan rangsangan
impuls pada area inspirasi dan menghambat ekspirasi. Sedangkan pusat pneumotaksis terletak di
pons bagian atas. Impuls dari pusat pneumotaksis adalah membatasi durasi inspirasi, tetapi
meningkatkan frekuensi respirasi sehingga irama respirasi menjadi halus dan teratur, dengan cara
menginhibisi apneustik neuron dan membantu proses ekshalasi normal atau kuat. Selama
pernapasan normal, stimulasi dari pusat apneustik membantu peningkatan intensitas inhalasi
sampai 2 sekon. Sedangkan pada pernapasan kuat, pusat apneustik dapat merespon input sensori
dari nervus vagus sehingga meningkatkan laju respirasi1,2,5.

F. Volume pernapasan
 Volume Paru
Pada bagian kiri gambar dituliskan empat volme paru. Bila semuanya dijumlahkan sama dengan
volume maksimal paru yang mengembang. Penjelasan dari masing masing volume ini ada sebagai
berikut1.
1. Volume tidal (VT) adalah volume udara yang diinspirasi atau di ekspirasi setiap kali bernapas
normal, besarnya kira kira 500mL.
2. Volume cadangan inspirasi (IRV) adalah volume udara ekstra yang dapat diinspirasi setelah
dan di atas volume tidal normal bila dilakukan inspirasi kuat dengan kontraksi maksimal dari
diafragma, m. Intercostalis externi, dan otot inspirasi aksesori, biasanya mencapat 3000mL.
3. Volume cadangan ekspirasi (ERV) adalah volume udara ekstra maksimal yang dapat
diekspirasi melalui ekspirasi kuat pada akhir ekspirasi kuat pada akhir ekspirasi tidak normal,
jumlah normalnya adalah sekitar 1100mL.
4. Volume Residu (RV) yaitu volume udara yang masih tetap berada di par setelah ekspirasi paling
kuat, volume ini besarnya kira kira 1200mL. Volume residu tidak dapat diukur dengan
spirometer karena volume udaranya tidak masuk maupun keluar dari paru.

9
Gambar 2. Volume Paru

 Kapasitas Paru
1. Kapasitas inspirasi (IC) sama dengan volume tidal ditambah volume cadangan inspirasi. Ini
adalah jumlah udara (kira-kira) 3500mL yang dapat dihirup oleh seseorang, dimulai pada
tingkat ekspirasi normal dan pengembangan paru sampai jumlah maksimum.
2. Kapasitas residu fungsional (FRC) sama dengan volume cadangan ekspirasi ditambah volume
residu. Ini adalah jumlah udara yang tersisa dalam paru pada akhir ekspirasi normal.
3. Kapasitas vital (VC) sama dengan volume cadangan inspirasi ditambah volume tidal dan
volume cadangan ekspirasi. Ini adalah udara maksimum yang dapat dikeluarka seorang dari
paru setelah terlebih dahulu mengisi paru secara maksimum dan kemudian mengeluarkan
sebanyak banyaknya. Nilai ini memberikan informasi yang berguna mengenai kekuatan otot
otot pernapasan dan aspek fungsi paru lainnya.
4. Kapasitas paru total (TLC) adalah volume maksimum yang dapat mengembangakan paru
sebesar mungkin dengan inspirasi sekuat mungkin; jumlah ini sama dengan kapasitas vital di
tambah volme residu1,4.

G. Transpor O2 dan CO2


Oksigen yang diserap oleh darah di paru harus diangkut ke jaringan untuk digunakan oleh sel.
Sebaliknya CO2yang diproduksi di tingkat sel harus diangkut ke paru-paru untuk dikeluarkan. Transpor
pertukaran antara gas oksigen dengan karbon dioksida dikenal dengan nama difusi. Faktor yang
terpenting dalam difusi yaitu perbedaan tekanan parsial gas antara alveoli dan darah. Sedangkan faktor
yang mempengaruhi kecepatan difusi adalah sebagai berikut :
- Perbedaan tekanan parsial gas dan tekanan gas
- Luas penampang lintang antar muka gas-cairan
- Panjang jarak yang harus ditembus molekul-molekul gas
- Daya larut gas
10
Perbedaan antara tekanan di O2 lebih besar sehingga difusi pada O2 berlangsung lebih cepat dari
difusi CO2. CO2 diangkut dalam dua bentuk yaitu dalam bentuk plasma dan dalam bentuk sel daram
merah. Bentuk pengangkutan CO2 yang terbesar adalah dalam bentuk ion bikarbonat plasma, kemudian
dalam bentuk karbamino, asam karbonat dan dalam bentuk plasma. Meskipun pengangkutan karbon
dioksida dalam bentuk karbamino tidak sebanyak dalam bentuk ion bikarbonat, namun jenis
pengangkutan ini adalah pengangkutan terpenting1,2.

H. Kelarutan gas dalam darah


Kelarutan gas dalam darah dipengaruhi oleh tiga faktor, yang pertama adalah faktor suhu atau
temperatur, temperatur dengan kelarutan berbanding terbalik, berarti bila temperatur naik maka
kelarutan gas dalam cairan (darah) menurun. Yang kedua adalah faktor tekanan, tekanan dengan
kelarutan berbanding lurus, yang berarti semakin tinggi tekanan semakin tinggi pula kelarutan gas
dalam darah,dan sebaliknya semakin rendah tekanan semakin rendah pula kelarutan gas dalam darah.
Hal ini dijelaskan dalam hukum Henry.
Semakin tinggi dari permukaan laut, tekanan atmosfer (normal 1 atm=760 mmHg) makin rendah,
sehingga O2 yang larut rendah dan yang sampai pada jaringan juga rendah. Semakin tinggi ketinggian
diatas permukaan laut tekanan O2 turun tetapi komposisi/kadar gas diudara tetap. Pada ketinggian 3.000
m diatas permukaan laut, PO2 alveol menjadi sekitar 60 mmHg sehingga PO2 dalam arteri sangat rendah.
Sehingga rangsang ventilasi meningkat dan tubuh kita bereaksi dengan melakukan hiperventilasi, hal
ini dilakukan untuk mengatasi kekurangan O2. Tetapi dengan hiperventilasi berarti O2 meningkat,
metabolisme dalam tubuh juga meningkat, sehingga pengeluaran CO2 juga meningkat, akibatnya CO2
dalam tubuh kurang (hipokapnia) dan ini dapat menyebabkan alkalosis respiratorik. Pada orang yang
belum beraklimatisasi atau beradaptasi maka akan menyebabkan gangguan mental seperti eforia dan
mudah marah (pada ketinggian 3.700 m). Jika sudah terjadi seperti ini maka orang tersebut harus turun
dari ketinggian tersebut. Pada ketinggian 5.500 m dapat terjadi hipoksia berat pada orang yang belum
terbiasa dan dapat menyebabkan Acute Mountain Sickness (AMS). Hipoksia berat yang terjadi
merupakan hipoksia hipoksi, dimana tubuh kekurangan O2 didarah yang ditandai dengan penurunan
PO2 dalam arteri dan disebabkan karena tubuh berada dalam lingkungan dengan PO2 yang rendah. Pada
keadaan AMS maka akan terjadi muscle twitch (sentakan-sentakan otot), lalu tekanan darah turun, dan
kesadaran juga menurun. Jika sudah terjadi seperti itu dan orang tersebut terus naik (ketinggian 6.100
m), maka akan terjadi gangguan SSP, terjadi kejang-kejang dan kehilangan kesadaran. Untuk
menghindari hal-hal tersebut maka pendaki harus menyiapkan tabung O2 untuk membantu kekurangan
O2 pada tubuh dan memungkinkan untuk mentoleransi ketinggian-ketinggian tertentu.
Pada tubuh orang yang tinggal diketinggian diatas 3.000 m seperti pada penduduk desa Andes(>
4.800 m) sudah terjadi aklimatisasi sehingga dapat hidup dengan normal. Proses aklimatisasi diawali

11
dengan hipoksia. Hipoksia merangsang ginjal sehingga ginjal mensekresi hormon eritropoietin dimana
hormon ini diperlukan dalam pembentukan eritrosit. Dengan meningkatnya jumlah eritrosit berarti Hb
juga meningkat, berarti pengikatan O2 oleh Hb juga meningkat, sehingga kebutuhan tubuh akan O2
tercukupi. Sebaliknya semakin rendah dibawah permukaan laut, tekanan atmosfer semakin tinggi.
Perbandingannya adalah jika kita menyelam setiap turun 10 m, maka tekanan pada tubuh bertambah 1
atm. Jadi ketika kita menyelam sampai dengan kedalaman 30 m, maka tekanan atmosfer pada tubuh
kita adalah 4 atm. Semakin tinggi tekanan, tidak hanya kelarutan gas O2 yang tinggi, tetapi kelarutan
gas yang lain juga, maka perlu alat bantu SCUBA (Self Contained Under Water Breathing Apparatus)
yang membantu mengatur tekanan tubuh agar tetap normal. Hal ini bisa berbahaya bagi penyelam yang
tidak berpengalaman dan tanpa alat bantu SCUBA. Ketika penyelam telah sampai pada kedalaman
tertentu, yang menyebabkan tekanan menjadi cukup tinggi, maka gas N2 yang tadinya tidak berbahaya
bagi tubuh karena tidak ikut bereaksi dalam metabolisme tubuh, akan menjadi berbahaya karena gas
tersebut akan larut dalam tubuh kita (hukum Henry) terutama dilemak tubuh.
Kemudian penyelam terus turun dan kelarutan gas semakin tinggi pula yang akhirnya
menyebabkan tubuh jenuh dengan N2 yang juga menyebabkan tubuh berasa tidak nyaman. Saat ini
penyelam yang tidak berpengalaman dan tanpa alat bantu apapun, akan langsung naik kepermukaan
yang menyebabkan perubahan tekanan berubah secara drastis, maka ini akan membuat N2 keluar dari
larutan dan membentuk gelembung-gelembung gas dijaringan dan cairan tubuh (semacam emboli
dalam darah) yang akan menyebabkan rasa nyeri yang luar biasa pada sendi dan gejala gangguan saraf.
Gelembung semakin banyak didarah dan menyatu yang kemudian menyebabkan penyumbatan arteri
dan bahkan bila tidak segera ditangani maka akan terjadi kematian, keadaan ini disebut dengan
dekompresi.
Ketiga adalah ada atau tidaknya zat terlarut lain dalam larutan. Dengan adanya zat terlarut lain
dalam pelarut dapat menaikkan maaupun menurunkan kelarutan gas, hal ini tergantung dari dapat
tidaknya zat tersebut bereaksi dengan gas terlarut. Jika zat terlarut dapat bereaksi dengan gas terlarut
maka kelarutan gas akan naik. Dan sebaliknya jika zat terlarut tidak dapat bereaksi dengan gas terlarut,
maka kelarutan gas akan berkurang/turun1.

I. Pengaruh Perubahan Tekanan Atmosfer Lingkungan


Hukum Dalton menyatakan bahwa pada campuran gas, tekanan yang diberikan oleh setiap gas
adalah sama dengan tekanan pada keadaan di mana hanya gas tersebut yang mengisi siatu ruang. P total
= P1 + P2 + P3 + Pn. Dimana Ptotal dalah tekanan total campuran gas dan P1, P2, P3.. ...Pn adalah tekanan
parsial setiap gas. Udara yang kita hirup adalah suatu campuran gas yang mengandung sekitar 79%
nitrogen, 21% oksigen, 0.5% uap air, 0.03% karbondioksida dan gas-gas inert. Sehingga dalam hal ini

12
tekanan totalnya merupakan hasil penjumlahan setiap tekanan parsial dari setiap molekul gas yang
terhirup saat inspirasi.
Tekanan parsial setiap gas dapat dihitung dengan mengakalikan persentase gas dengan tekanan
total. Terdapat perbedaan antara tekanan parsial gas yang kita hirup dan kita keluarkan. Dalam tubuh
terjadi perubahan gas karena karbondioksida dan oksigen bergerak ke arah yang berbeda akibat
perbedaan tekanan parsial. PO2 lebih tinggi pada alveolus sehingga oksigen dapat berdifusi menurut
gradien tekanannya menuju ke dalam darah yang memiliki PCO2 rendah. Karbondioksida berdifusi dari
darah yang memiliki PCO2 relatif tinggi ke alveoli dengan PCO2 rendah. Gas dapat berdifusi dengan
bebas tanpa tergantung pada gas lainnya.
Tekanan pada atmosfer pada permukaan laut adalah 1 atm. Jika semakin tinggi kita berada, dan semakin
jauh keatas dari permukaan laut maka tekanan akan semakin berkurang dan akan mengakibatkan kita
sulit untuk bernapas. Hal ini dikarenakan kita butuh asupan oksigen untuk bernapas. Sebaliknya, jika
kita berada di bawah permukaan laut, maka tekanan akan semakin besar, gas seperti nitrogen dapat larut
dalam darah dan jika kita kembali ke permukaan laut dengan cepat akan menimbulkan penyumbatan
pembuluh darah karena nitrogen memiliki kelarutan yang sama seperti O2 maupun CO21,2,6.

PENUTUP

Kesimpulan
Seseorang yang sedang mendaki gunung pada ketinggian sekitar 3.000 m mengalami sesak
napas akibat perbedaan tekanan atmosfer udara. Hal tersebut mengakibatkan menipisnya kadar oksigen
karena berkurangnya hemoglobin yang berfungsi untuk mengikat oksigen dalam tubuh manusia. Orang
yang naik secara cepat ke ketinggian 10000 kaki atau lebih mengalami gejala acute mountain sickness
yang berkaitan dengan hipoksia. Meningkatnya dorongan bernapas untuk memperoleh lebih banyak O2
menyebabkan alkolosis respiratorik, karena CO2 pembentuk asam dikeluarkanlebih cepat daripada
dihasilkan. Gejala mountain sickness berupa lesu, mual, hilangnya nafsu makan, bernapas terengah,
kecepatan jantung tinggi (dipicu oleh hipoksia sebagai tindakkan kompensasi untuk meningkatkan
penyaluran O2 yang ada melalui jaringan), dan disfungsi saraf yang ditandai oleh gangguan penilaian,
pusing bergoyang, dan inkoordinasi.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Lauralee S. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem. 8th ed. Jakarta: EGC; 2014. p. 488 - 535

2. Tu J, Inthavong K, Ahmadi G. The Human Respiratory System. Computational Fluid and Particle
Dynamics in the Human Respiratory System [Internet]. 2012 [cited 18 May 2019];:19-44.
Available from:
https://www.researchgate.net/publication/278719512_The_Human_Respiratory_System
3. Mescher A. Histologi dasar janqueira: teks & atlas. 14th ed. Jakarta: EGC; 2017. p. 397 - 420
4. Fernandez G. SISTEM PERNAFASAN. UNIVERSITAS UDAYANA; 2018.
5. keda K, Kawakami K, Onimaru H, Okada Y, Yokota S, Koshiya N et al. The respiratory control
mechanisms in the brainstem and spinal cord: integrative views of the neuroanatomy and
neurophysiology. The Journal of Physiological Sciences [Internet]. 2016 [cited 18 May
2019];67(1):45-62. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5368202/
6. Graha A. Efek tekanan udara terhadap fisiologi tubuh. Medikora [Internet]. 2009 [cited 18 May
2019];5(1):1 - 11. Available from:
https://journal.uny.ac.id/index.php/medikora/article/download/4689/4037

14

Anda mungkin juga menyukai