Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan membrane
mukosa yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat
konsentrasinya dalam sirkulasi darah.1 Ikterus obstruktif merujuk pada sumbatan dari
saluran-saluran yang menyalurkan empedu dari hepar ke kandung empedu maupun
dari kandung empedu ke usus halus. Hal ini dapat terjadi pada berbagai tingkatan
dalam sistem bilier. Batu pada CBD (Common Bile Duct) atau duktus koledokus
merupakan salah satu penyebab ikterus obstruktif.2
Batu pada CBD dapat dialami sebagai suatu proses primer pemadatan pada
duktus koledokus, namun batu tersebut bisa saja merupakan batu sekunder yang
berasal dari kandung empedu yang melewati duktus sistikus dan menjadi batu saluran
empedu ekstrahepatik.3
Berdasarkan studi epidemiologi, di Amerika diperkirakan sekitar 6 sampai 12
persen pasien dengan penyakit kandung empedu memiliki batu pada CBD, temuan ini
meningkat sesuai usia. 4 Sekitar 20 sampai 25 persen dari pasien diatas usia 60 tahun
dengan gejala batu empedu memiliki batu pada CBD sama seperti pada kandung
empedu. 5
Pasien dengan ikterus obstruksi karena batu pada CBD datang dengan keluhan
kuning yang muncul tiba-tiba dan disertai dengan nyeri pada kuadran kanan atas
perut.2 Kolesistostomi merupakan penanganan awal pada ikterus obstruksi,bertujuan
sebagai penanganan awal terhadap pasien yang belum dapat dilakukan kolesistektomi.
Setelah gejala teratasi dan kondisi pasien stabil, terapi definitive berupa pengangkatan
gallbladder dapat dilakukan.6 Berikut ini dilaporkan seorang pasien yang dirawat di
RSUD Dok II Jayapura, Papua dengan diagnosa ikterus obstruktif et causa batu CBD.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI
Ikterus berasal dari bahasa Yunani “ikteros”atau Prancis “jaunisse” yang
berarti sebuah sindrom yang ditandai dengan hiperbilirubinemia dan
penumpukanpigmen empedu di kulit, membran mukosa dan sklera dengan akibat
7,1
pasien tampak kuning. Ikterus sendiri merupakan tanda dari penyakit yang
8
mendasarinya. Secara umum ikterus yang disebabkan oleh obstruksi dapat
dibedakan menjadi ikterus intrahepatik serta ekstrahepatik. Ikterus ekstrahepatik dapat
disebabkan oleh penyumbatan pada berbagai tingkatan saluran bilier. Sumbatan oleh
batu pada saluran CBD merupakan salah satu penyebabnya.2 Batu CBD atau
choledocolithiasis adalah didapatkannya batu empedu pada saluran empedu yaitu
pada duktus koledokus.9

2.2. ANATOMI
Saluran bilier ekstrahepatik terdiri atas percabangan dari duktus hepatikus
kiridan duktus hepatikus kanan, duktus hepatikus komunis, duktus koledokus(
CBD),duktus sistikus serta gallbladder. Duktus hepatikus komunis terletak
ekstrahepatik dan anterior dari percabangan vena porta hepatika. Duktus hepatikus
komunis menggantung didepan dari ligamentum hepatoduodenal dan menyatu dengan
duktus sistikus untuk membentuk duktus koledokus (CBD). CBD memanjang dari
pertemuan antara duktus sistikus dan duktus hepatikus komunis ke arah inferior
menuju papilla Vater yang berhubungan dengan duodenum. Panjang CBD bervariasi
mulai 5 cm sampai 9 cm tergantung pada penyatuannya dengan duktus sistikus dan
pembagiannya ke tiga segmen; supraduodenal, retroduodenal, danintrahepatika.
Bagian distal duktus koledokus berhubungan dengan duktuspankreatikus diluar dari
duodenum.10

2
Kandung empedu/gallbladder merupakan sebuah penampung yang berbentuk
seperti buah pir yang berhubungan dengan duktus koledokus melalui duktus
hepatikus. Kandung empedu menggantung pada permukaan inferior dan sebagian
ditutupi oleh lapisan peritoneum. Kandung empedu secara umum dibagi atas fundus,
corpus, infundibulum serta leher. Kandung empedu serta duktus sistikus memiliki
mukosa dengan orientasi melingkar yang dikenal sebagai valve of Heister. Panjang
duktus sistikus bervariasi mulai dari 1 cm sampai 4 cm. 10

2.3. FISIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI SISTEM BILIAR


Salah satu dari berbagai fungsi hati adalah untuk mengeluarkan empedu.
Empedu disekresikan dalam dua tahap oleh hati: (1) bagian awal disekresikan oleh
sel-sel fungsional utama hati, yaitu sel hepatosit; sekresi awal ini mengandung
sejumlah besar asam empedu, kolesterol dan zat-zat organik lainnya. Kemudian
empedu disekresikan kedalam kanalikuli biliaris kecil yang terletak diantara sel-sel
hati (2) kemudian empedu mengalir didalam kanalikuli menuju septa interlobularis,
tempat kanalikuli mengeluarkan empedu kedalam kanalis biliaristerminal kemudian
secara progresif ke dalam duktus yang lebih besar, akhirnya mencapai duktus
hepatikus dan duktus hepatika komunis. Dari sini empedu langsung dikeluarkan

3
kedalam duodenum atau dialihkan dalam hitungan menit sampai beberapa jam
melalui duktus sistikus ke dalam kandung empedu. 11

Empedu disekresikan secara terus menerus oleh sel-sel hati, namun sebagian
besar normalnya disimpan dalam kandung empedu sampai diperlukan di dalam
duodenum.Volume maksimal yang dapat ditampung kandung empedu hanya 30
sampai 60 mililiter. Meskipun demikian, sekresi empedu selama 12 jam (sekitar 450
mililiter) dapat disimpan dalam kandung empedu karena air, natrium, klorida dan
kebanyakan elektrolit kecil lainnya secara terus-menerus di absorbsi melalui mukosa
kandung empedu, memekatkan sisa zat-zat empedu yang mengandung garam empedu,
kolesterol, dan bilirubin. 11

4
Bilirubin merupakan zat yang menyebabkan ikterus pada pasien dengan
obstruksi karena batu pada CBD, jika bilirubin darah melebihi 1 mg/dl maka akan
12
terjadi hiperbilirubinemia. Bilirubin merupakan hasil dari katabolisme heme.
Kebanyakan bilirubin (70%-90%) merupakan turunan dari derivate hemoglobin,
sebagian kecil berasal dari hemoprotein lainnya. Dalam serum, bilirubin yang biasa
diukur adalah bilirubin direk dan total bilirubin. Bilirubin direk berhubungan dengan
bilirubin terkonjugasi. Rujukan untuk nilai normal bilirubindirek adalah 0,1-0,4
mg/dL, sementara untuk bilirubin total adalah 0,2-1,2 mg/dL.13
Obstruksi menyebabkan meningkatnya bilirubin terkonjugasi, akibat
obstruksibilirubin diglukoronida tidak dapat diekskresikan sehingga bilirubin ini
kemudian mengalami regurgitasi ke vena hepatika dan saluran limfe hati, dan
bilirubin terkonjugasi muncul di darah dan urine. Istilah ikteus kolestatik digunakan
untuk mencakup semua kasusa ikterus obstruktif ekstrahepatik.12

5
2.4. EPIDEMIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
Berdasarkan studi epidemiologi, di Amerika diperkirakan sekitar 6 sampai 12
persen pasien dengan penyakit kandung empedu memiliki batu pada CBD, temuan ini
meningkat sesuai usia. 4 Sekitar 20 sampai 25 persen dari pasien diatas usia 60 tahun
dengan gejala batu empedu memiliki batu pada CBD sama seperti pada kandung
5
empedu. Pada penelitian lainnya disebutkan bahwa 8 sampai 18 persen pasien
dengan batu kandung empedu yang bergejala memiliki batu padaCBD, koeksistensi
antara batu kandung empedu serta batu pada CBD berhubungan dengan peningkatan
usia, faktor ras (keturunan asia), kondisi inflamasi kronis dan kemungkinan
hipotiroid. Dalam perkembangannya terdapat beberapa faktor yang menyebabkan
terbentuknya batu dalam CBD, beberapa diantaranya adalah :
 Ras dan faktor genetic
 Jenis kelamin wanita dan kehamilan
 Usia
 Obesitas, kehilangan berat badan serta aktifitas fisik
 Tingkat serum lipid
 Obat serta infeksi bakteri3

2.5. ETIOLOGI
Terdapat dua mekanisme pembentukan batu pada CBD yaitu primer dan sekunder :
1. Batu CBD primer merupakan batu yang terbentuk secara de novo padaduktus
hepatikus ataupun duktus koledokus, kejadian ini terjadi lebihsering pada
keturunan Asia dibandingkan keturunan Barat, batu ini biasanya berwarna cokelat
kekuningan dengan konsistensi seperti lumpur; secara biokimia batu ini tersusun
atas kalsium bilirubinat yang tercampur dengan sejumlah kolesterol dan garam
kalsium. Penyebabnya masih belum dapat diduga secara pasti namun infeksi
bakteri serta statis bilier diperkirakan merupakan dua faktor penyebab yang
utama. 13
2. Batu CBD sekunder merupakan batu yang berasal dari kandung empedu
komposisinya identik dengan batu pada kandung empedu, dimana kebanyakan
berwarna kuning kolesterol, atau pigmen kalkuli hitam dengan konsistensi keras.
Masih belum jelas kenapa batu kandung empedu bisa bermigrasi ke CBD. Sebuah
penelitian menyatakan bahwa ukuran dari duktus sistikus menjadi determinan
tunggal yang penting. 13
6
2.6. GEJALA KLINIS
Manifestasi klinis yang khas dari batu CBD terjadi pada 70% pasien : nyeri
perut, ikterus dan urin berwarna pekat, feses dempul. 1
 Ikterus terjadi pada 80 persen kasus, obstruksi menyebabkan meningkatnya
bilirubin terkonjugasi, akibat obstruksi bilirubin diglukoronida tidak dapat
diekskresikan sehingga bilirubin ini kemudian mengalami regurgitasi ke vena
hepatika dan saluran limfe hati, dan bilirubin terkonjugasi muncul di darah dan
urin yang nantinya juga menyebabkan pekatnya warna urin.
 Nyeri perut biasanya memiliki ciri kolik bilier, melibatkan kuadran atas abdomen,
terjadi pada 90 persen pasien. Serangan kolik bilier ini disebabkan oleh kontraksi
kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat
tersumbatnya saluran oleh batu, menyebabkan tekanan di duktus biliaris
meningkat dan terjadi peningkatan kontraksi ditempat penyumbatan yang
mengakibatkan timbulnya nyeri visera padadaerah epigastrium dan kuadran kanan
atas abdomen.
 Feses dempul biasa terjadi pada ikterus obstruksi yang sistem biliernya mengalami
obstruksi total, hal ini dikarenakan empedu yang tidak dapat dialirkan ke sistem
pencernaan sehingga tidak adanya sterkobilinogen pada feses. 1,2

2.7. DIAGNOSA
Pasien dengan keluhan kuning pada seluruh tubuh dapat didiagnosa dengan
berbagai penyakit, anamnesa dan pemeriksaan fisik yang cermat serta pemeriksaan
penunjang yang tepat dapat membantu mendiagnosa keadaan klinis ini.

1. Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik


Pasien dengan ikterus obstruktif karena batu pada CBD umumnya datang
dengan keluhan utama kuning pada seluruh tubuh, keadaan ini biasanya muncul
secara tiba-tiba, awalnya kuning akan mulai terlihat pada daerah sklera dan lama-
kelamaan akan muncul pada seluruh tubuh. Saat dilakukan pemeriksaan warna kuning
juga dapat ditemukan didaerah mukosa lidah.2,10
Pasien juga mengeluhkan nyeri pada perut, terutama pada kuadran kanan atas,
nyeri ini bersifat hilang timbul. Feses berwarna dempul dapat juga dikeluhkan oleh
pasien, umumnya pasien juga mengeluhkan warna urine yang pekat.2,10

7
2. Pemeriksaan Penunjang
 Tes Fungsi Hati
Uji fungsi hati yang dapat dilakukan antara lain adalah alanin
transferase(ALT/SGPT), alkaline phospatase dan ᵞ-glutamyl transferase.Abnormalitas
pada enzim hati dapat memberikan informasi tentang hati. Peningkatan dari ALT
dapat menunjukan adanya sebuah proses dalam hati.
Aktifitas serum transaminase umumnya tidak meningkat pada pasiendengan
ikterus obstruktif, namun pasien dengan batu CBD dan kolangitis dapat menunjukan
peningkatan tetapi tidak memiliki nilai spesifisitas serta sensitifitas, dalam hal ini
serum bilirubin memiliki nilai yang lebih bermakna dalam diagnose, peningkatan
bilirubin direk maupun total bilirubin dapat menjadi penunjang untuk diagnosa dari
ikterus obstruksi.1
 Radiologi
Terdapat banyak pilihan pemeriksaan radiologi untuk mendiagnosa batupada
CBD beberapa diantaranya adalah USG abdominal, endoscopicultrasonograpgy, CT-
scan abdomen, Magnetic Resonance CholangioPancreatography (MRCP) serta
kolangiografi.Kolangiografi masihmenjadi pemeriksaan yang paling dipercaya untuk
mendiagnosa batu CBD,namun pemeriksaan ini bersifat invasif serta memiliki biaya
yang tinggi menyebabkan pemeriksaan ini tidak dijadikan pilihan pemeriksaan untuk
skrining.13

8
2.8.PENATALAKSANAAN
Tujuan dari penatalaksanaan ialah untuk melakukan koreksi terhadap
gangguan bilier yang mendasari dan membersihkan semua batu yang ada pada saluran
bilier.Tujuan akhir seringkali membutuhkan beberapa prosedur.1
 Drainase Empedu Perkutan ( Percutaneous Biliar Drainage) 1,2
Drainase empedu dilakukan sebagai penanganan temporer untuk pasien kritis yang
belum bisa mendapatkan terapi definitif. Salah satu cara melakukan drainase adalah
dengan menggunakan saluran buatan yangmengalirkan empedu melalui gallbladder
dengan cara kolesistostomi.
 Eksplorasi CBD 1
Eksplorasi CBD memberikan pasien penanganan lengkap dan tepatterhadap penyakit
batu saluran bilier melalui satu prosedur invasif, terdapat dua metode dalam
melakukan eksplorasi CBD; secara laparatomi maupun terbuka. Eksplorasi CBD
laparaskopik, ketika keberadaan batu telah dikonfirmasi, kateter Fogarty dengan
ujung balon dimasukan melalui lubang pada duktus sistikus ke arah duodenum dan
dengan mantap menarik balin yangtelah di besarkan, jika manufer ini gagal untuk
mengeluarkan batu, sebuah keranjang berjaring dapat dimasukan dengan tuntunan
floroskopik kedalam CBD untuk mengambil batu. Pembersihan dari semua jenis
batumencapai 75 persen sampai 95 persen pada eksplorasi CBD secara laparaskopi.
Eksplorasi CBD terbuka, tindakan ini semakin kurang dilakukansemenjak 15 tahun
yang lalu dengan meningkatnya tindakan eksplorasi perkutaneus, endoskopik maupun
laparaskopik. Tindakan ini biasanya dilakukan jika metode lain gagal, tidak
memungkinkan ataupun jika eksplorasi terbuka memang mutlak harus dilakukan.
Setelah memobilisasi duodenum, dibuat suatu koledokotomi sedcara longitudinal.
Kombinasidari teknik irigasi via kateter karet, memasukan ataupun menarik balon
kateter dan penggunaan kantong batu dilakukan untuk mengeluarkan batu dari saluran
empedu.
 Tindakan lain yang dapat dilakukan sebagai penatalaksanaan pada batu CBD antara
lain; ERCP (Endoscopic Retrograde Cholagiopancreography, ERCP merupakan
sebuah teknik yang menggunakan kombinasi dari endoskopi luminal dan gambaran
floroskopi untuk mendiagnosa sekaligus menangani kondisi yang berhubungan
dengan sistem pankreatobilier termasuk batu pada CBD. 2

9
2.9.KOMPLIKASI
Komplikasi biasa terjadi pada batu CBD, beberapa diantaranya adalah
kolangitis.Kolangitis merupakan infeksi pada duktus koledokus dan hal ini bersifat
serius. Jika antibiotic diberikan dengan cepat maka pada 75% kasus infeksi tidak akan
terjadi. Jika infeksi ini tidak tertangani maka infeksi dapat menyebar dan dapat
mengancam jiwa. Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah pancreatitis. Batu CBD
merupakan salah satu penyebab pancreatitis. Kondisi inidapat mengancam jiwa.
Duktus pankreatikus yang menyalurkan enzim-enzim pencernaan menyatu dengan
duktus koledokus sebelum masuk ke dalam usus,walaupun sangat jarang terjadi, batu
empedu dapat berpindah dari bagian bawah CBD menuju duktus pankreatikus.2

10
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. IDENTITAS PASIEN


Nama : Tn. A.Y
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 33 tahun
Pekerjaan : Polisi
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Hamadi
Tanggal MRS : 12 September 2018

3.2. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Nyeri pada perut kanan atas.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri pada perut kanan atas yang sudah
dirasakan 1 tahun ini, dan dimulai dari perut kanan atas sampai ke ulu hati dan
dada, nyeri dirasakan hilang timbul dan bersifat tumpul. Pada awalnya pasien
menduga hanya asam lambung biasa sehingga dibiarkan begitu saja. Nyeri akan
bertambah hebat saat pasien mengkonsumsi makanan yang berlemak atau
berminyak. Keluhan disertai dengan kuning pada mata maupun pada seluruh tubuh
yang dirasakan sejak 1 minggu sebelum masuk Rumah Sakit dan mendadak.Buang
air besar berwarna dempul/pucat, buang air kecil seperti teh tua pekat.Penurunan
berat badan dan nafsu makan berkurang disangkal pasien, riwayat demam tidak
ditemukan.Pasien mengaku sebelumnya pernah USG tahun lalu sebanyak 2 kali
dan dikatakan bahwa terdapat batu pada empedu pasien.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi, asam urat, kolesterol, diabetes mellitus disangkal oleh
pasien.Riwayat pernah menderita malaria setahun yang lalu.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Hanya penderita yang mengeluhkan sakit ini.

11
5. Riwayat Sosial
Penderita tinggal di asrama polisi beratap seng, lantai semen, dinding beton.
Asrama dihuni oleh 50 orang, yang berisi 15 kamar dan 1 kamarnya masing-
masing dihuni oleh 2-3 orang dewasa. WC dan kamar mandi umum dan di dalam
rumah, dapur umum digunakan bersama.Sumber air minum gallon atau aqua botol,
sumber penerangan listrik PLN, penanganan sampah dibuang pada tempat
pembuangan sampah.

3.3. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Vital sign
Tekanan darah : 120/ 80 mmHg
Nadi : 88 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu badan : 36,9° C
Status Generalis
Kepala : Normocephali, jejas (-), oedema (-)
Mata : Sekret (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (+/+)
Hidung : Deformitas (-), sekret (-), perdarahan (-)
Telinga : Deformitas (-), darah (-)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), JVP dalam batas
normal, trakea ditengah.
Thoraks
Paru-paru
Inspeksi : Simetris, jejas (-)
Palpasi : Vokal fremitus paru kiri sama dengan paru kanan
Perkusi : Sonor pada paru kiri dan paru kanan
Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+),Ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga ke V, 1 cm dari mediana mid
clavicularis sinistra, tidak kuat angkat, tidak melebar.
Perkusi : Batas jantung kanan dan kiri dalam batas normal
12
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Tampak datar, ikterik, jejas (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Lemas, Nyeri tekan (+) pada kuadran kanan atas.
Perkusi : Timpani
Ekstremitas
Superior : Akral teraba hangat, ikterik (+)
Inferior : Akral hangat, ikterikn(+)

3.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Hasil Pemeriksaan Darah (12/09/2018)
Hemoglobin : 15,5 g/dL Bilirubin Total : 13,66 mg/dL
Hematokrit : 43% Bilirubin Direk : 8,50 mg/dL
Leukosit : 6.680 Bilirubin Indirek : 5,16 mg/dL
Eritrosit : 5,15x106 SGOT : 61,3 U/L
Trombosit : 307.000 SGPT : 132,3 U/L
CT/BT : 11’00”/3’00” Ureum : 7,7 mg/dL
GDS : 108 mg/dL Kreatinin : 0,77 mg/dL

Foto USG

13
3.5. RESUME
Pasien datang ke RSUD Jayapura dengan keluhan nyeri pada perut atas kanan
yang sudah dirasakan 1 tahun ini, dan dimulai dari perut kanan atas sampai ke ulu hati
dan dada, nyeri dirasakan hilang timbul dan bersifat tumpul. Nyeri akan bertambah
hebat saat pasien mengkonsumsi makanan yang berlemak atau berminyak. Keluhan
disertai dengan kuning pada mata maupun pada seluruh tubuh yang dirasakan sejak 1
minggu sebelum masuk Rumah Sakit dan mendadak, buang air besar berwarna
dempul/pucat, buang air kecil seperti teh tua pekat.Penurunan berat badan dan nafsu
makan menurun disangkal oleh pasien, riwayat demam tidak ditemukan.Pasien
mengaku sebelumnya pernah di USG tahun lalu sebanyak 2 kali dan dikatakan bahwa
terdapat batu pada empedu pasien.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan sclera ikterik (+/+), nyeri tekan pada
kuadran kanan atas. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan bilirubin total 13,66
mg/dL, bilirubin direk 8,50 mg/dL, bilirubin indirek 5,16 mg/dL, SGOT 61,3 U/L,
SGPT 132,3 U/L. USG didapatkan gambaran cholelitiasis multiple.

3.6. DIAGNOSA KERJA


Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien
di diagnosis dengan Ikterus obstruktif e.c. susp. batu CBD (Common Bile Duct) +
Cholelitiasis.

3.7. PENATALAKSANAAN
Tindakan
 IVFD RL 20 tpm

14
 Inj. Ceftriaxone 2x1 gram
 Inj. Ketorolac 3x30 mg
 Inj. Ranitidine 3x1 amp
 Inj. Vit K 3x1 amp
 Pro explorasi CBD by PASS
Edukasi
Edukasi ke pasien dan keluarga untuk menjauhi faktor yang memperberat
keadaan pasien seperti mengkonsumsi makanan yang berlemak atau berminyak.

Laporan Operasi
 Penderita berbaring terlentang di atas meja operasi.
 Asepsis dan antisepsis di daerah tindakan dan sekitarnya.
 Dilakukan insisi 1 cm dibawah arcus costae kanan.
 Diperdalam lapis demi lapis hingga peritoneum. Peritoneum dibuka,tampak vesica
velea melekat dengan omentum.
 Didapatkan dilatasi CBD, edema gallbladder.
 Dilakukan kolisistectomy.
 Dilakukan kolidokotomy dan didapatkan batu pada distal CBD.
 Dilakukan eksplorasi batu + sundase.
 Spooling NaCl lancar masuk duodenum.
 Kontrol perdarahan.
 Luka koledokotomy ditutup dan dijahit lapis demi lapis.
 Operasi selesai

15
Instruksi Pasca Operasi
IVFD RL : D5% = 2 : 1
Ceftriaxone 2x1 gr (IV)
Omeprazole 2x1 amp
Tramadol 3x1 amp
Panmol 3x500 mg

3.8. FOLLOW UP
 13 September 2018
S : Nyeri di daerah perut (+)
O : KU = tss, Kes = CM
TTV : TD= 120/80 mmHg, N= 72 x/m, RR=20 x/m, SB=36,7 C, SpO2=99%
Status Lokalis Regio Abdomen :
I: Tampak datar
16
A: BU (+) N
P :NT (+) pada kuadran kanan atas dan epigastrium
P : Tymphani
A : Ikterus Obstruksi e.c susp. batu CBD + Cholelitiasis
P:
 IVFD RL 20 tpm
 Ceftriaxone 2x1 gr
 Ketorolac 3x30 mg
 Ranitidin 3x1 amp
 Vit K 3x1 amp
 14 September 2018
S : Nyeri di daerah perut (+)
O : KU = tss, Kes = CM
TTV : TD= 130/80 mmHg, N= 88 x/m, RR=22 x/m, SB=36,8 C, SpO2=98%
Status Lokalis Regio Abdomen :
I: Tampak datar
A: BU (+) N
P :NT (+) pada kuadran kanan atas dan epigastrium
P : Tymphani
A : Ikterus Obstruktif e.c susp. batu CBD + Cholelitiasis
P:
 IVFD RL 20 tpm
 Ceftriaxone 2x1 gr
 Ketorolac 3x30 mg
 Ranitidin 3x1 amp
 Vit K 3x1 amp
 Pro eksplorasi CBD
 15 September 2018
S : Nyeri luka operasi (+), Flatus (+), demam (-)
O : KU = tss, Kes = CM
TTV : TD= 120/80 mmHg, N= 78 x/m, RR=24 x/m, SB=36,9 C, SpO2=97%
Status Lokalis Regio Abdomen :
I: datar, terpasang drain pada perut kanan atas, vol ± 50 cc/24 jam
A: BU (+) N
17
P :NT (+)
P : Tymphani
A : Ikterus Obstruksi e.c, susp. batu CBD + Cholelitiasis, Post Cholesistomy +
eksplorasi CBD
P:
 Diet TKTP
 IVFD RL : D5% = 2 : 1
 Ceftriaxone 2x1 gr
 Omeprazole 2x1 amp
 Tramadol 3x1 amp
 Panmol 3x500 mg
 16 September 2018
S : Nyeri luka operasi menurun, demam (-)
O : KU = tss, Kes = CM
TTV : TD= 120/70 mmHg, N= 80 x/m, RR=22 x/m, SB=37,1 C, SpO2=98%
Status Lokalis Regio Abdomen :
I: datar, terpasang drain pada perut kanan atas, vol ± 30 cc/24 jam
A: BU (+) N
P :NT (-)
P : Tymphani
A : Ikterus Obstruksi e.c susp. batu CBD + Cholelitiasis, Post Cholesistomy +
eksplorasi CBD
P:
 Diet TKTP
 IVFD RL : D5% = 2 : 1
 Ceftriaxone 2x1 gr
 Omeprazole 2x1 amp
 Tramadol 3x1 amp
 Panmol 3x500 mg
 Aff kateter
 Rawat luka
 17 September 2018
S : Nyeri luka operasi menurun, demam (-)
O : KU = tss, Kes = CM
18
TTV : TD= 120/80 mmHg, N= 84 x/m, RR=22 x/m, SB=37 C, SpO2=98%
Status Lokalis Regio Abdomen :
I: datar, terpasang drain pada perut kanan atas, vol ± 40 cc/24 jam
A: BU (+) N
P :NT (-)
P : Tymphani
A : Ikterus Obstruksi e.c susp. batu CBD + Cholelitiasis, Post Cholesistomy +
eksplorasi CBD
P:
 Diet TKTP
 IVFD RL : D5% = 2 : 1
 Ceftriaxone 2x1 gr
 Omeprazole 2x1 amp
 Tramadol 3x1 amp
 Panmol 3x500 mg
 Rawat luka
 18 September 2018
S : Nyeri luka operasi menurun, demam (-)
O : KU = tss, Kes = CM
TTV : TD= 120/80 mmHg, N= 76 x/m, RR=24 x/m, SB=36,9 C, SpO2=98%
Status Lokalis Regio Abdomen :
I: datar, terpasang drain pada perut kanan atas, vol ± 30 cc/24 jam
A: BU (+) N
P :NT (-)
P : Tymphani
A : Ikterus Obstruksi e.c susp. batu CBD + Cholelitiasis, Post Cholesistomy +
eksplorasi CBD
P:
 Diet TKTP
 IVFD RL : D5% = 2 : 1
 Ceftriaxone 2x1 gr
 Omeprazole 2x1 amp
 Tramadol 3x1 amp
 Panmol 3x500 mg
19
 Rawat luka
 19 September 2018
S : Nyeri luka operasi menurun, demam (-)
O : KU = tss, Kes = CM
TTV : TD= 110/80 mmHg, N= 90 x/m, RR=24 x/m, SB=36,9 C, SpO2=97%
Status Lokalis Regio Abdomen :
I: datar, terpasang drain pada perut kanan atas, vol ± 20 cc/24 jam
A: BU (+) N
P :NT (-)
P : Tymphani
A : Ikterus Obstruksi e.c susp. batu CBD + Cholelitiasis, Post Cholesistomy +
eksplorasi CBD
P:
 Diet TKTP
 IVFD RL : D5% = 2 : 1
 Ceftriaxone 2x1 gr
 Omeprazole 2x1 amp
 Tramadol 3x1 amp
 Rawat luka
 20 September 2018
S : Nyeri luka operasi (-), demam (-)
O : KU = tss, Kes = CM
TTV : TD= 120/80 mmHg, N= 74 x/m, RR=22 x/m, SB=36,9 C, SpO2=98%
Status Lokalis Regio Abdomen :
I: datar, terpasang drain pada perut kanan atas, produksi drain (-)
A: BU (+) N
P :NT (-)
P : Tymphani
A : Ikterus Obstruksi e.c susp. batu CBD + Cholelitiasis, Post Cholesistomy +
eksplorasi CBD
P:
 Diet TKTP
 IVFD RL : D5% = 2 : 1
 Ceftriaxone 2x1 gr
20
 Omeprazole 2x1 amp
 Rawat luka
 21 September 2018
S : Nyeri luka operasi (-), demam (-)
O : KU = tss, Kes = CM
TTV : TD= 120/80 mmHg, N= 68 x/m, RR=22 x/m, SB=36,9 C, SpO2=98%
Status Lokalis Regio Abdomen :
I: datar, terpasang drain pada perut kanan atas, produksi drain (-)
A: BU (+) N
P :NT (-)
P : Tymphani
A : Ikterus Obstruksi e.c susp. batu CBD + Cholelitiasis, Post Cholesistomy +
eksplorasi CBD
P:
 Diet TKTP
 IVFD RL : D5% = 2 : 1
 Ceftriaxone 2x1 gr
 Omeprazole 2x1 amp
 Rawat luka
 Aff drain
 22 September 2018
S : Nyeri luka operasi (-), demam (-)
O : KU = tss, Kes = CM
TTV : TD= 120/80 mmHg, N= 72 x/m, RR=20 x/m, SB=36,9 C, SpO2=98%
Status Lokalis Regio Abdomen :
I: Tampak datar
A: BU (+) N
P :NT (-)
P : Tymphani
A : Ikterus Obstruksi e.c susp. batu CBD + Cholelitiasis, Post Cholesistomy +
eksplorasi CBD
P:
 Diet TKTP
 IVFD RL : D5% = 2 : 1
21
 Ceftriaxone 2x1 gr
 Omeprazole 2x1 amp
 Rawat luka
 Aff infus
 BPL

Hasil Pemeriksaan Darah post op (22/09/2018)


Hemoglobin : 13,8 g/dL Bilirubin Total : 0,89 mg/dL
Hematokrit : 45% Bilirubin Direk : 0,16 mg/dL
Leukosit : 5.650 Bilirubin Indirek : 0,4 mg/dL
Eritrosit : 4,80x106 SGOT : 61,3 U/L
Trombosit : 320.000 SGPT : 132,3 U/L
GDS : 98 mg/dL Kreatinin : 0,65 mg/dL
Ureum : 8,9 mg/dL

22
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini penderita didiagnosa dengan ikterus obstruksi e.c. batu CBD.Diagnosa
ini ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penununjang yang
dilakukan.
Dari anamnesa pada penderita ditemukan keluhan utama yaitu nyeri pada perut
kuadran kanan atas sejak 1 minggu SMRS, nyeri hilang timbul dan terasa tumpul.Nyeri ini
dapat diinterpretasikan sebagai sebuah kolik bilier.Serangan kolik bilier ini disebabkan oleh
kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya
saluran oleh batu, menyebabkan tekanan di duktus biliaris meningkat dan terjadi peningkatan
kontraksi di tempat penyumbatan yang mengakibatkan timbulnya nyeri visceral pada daerah
epigastrium dan kuadran kanan atas abdomen.
Keluhan lainnya adalah kuning pada mata dan seluruh tubuh, yang dialami pasien
sejak 7 hari SMRS. Berdasarkan kepustakaan pasien yang menderita obstruksi pada sistem
bilier akan datang dengan keluhan utama kuning pada seluruh tubuh. Kuning pada seluruh
tubuh dapat dialami secara tiba-tiba ataupun secara perlahan.Hal ini disebabkan oleh karena
obstruksi pada sistem bilier yang menyebabkan terjadinya aliran balik dari empedu yang
mengandung bilirubin, sehingga penderita akan mengalami hiperbilirubinemia dengan
manifestasi kuning pada seluruh tubuh.
Feses berwarna dempul juga dialami oleh pasien.Feses berwarna dempul biasa terjadi
pada ikterus obstruksi yang sistem biliernya mengalami obstruksi total, hal ini dikarenakan
empedu yang tidak dapat dialirkan ke sistem pencernaan sehingga tidak adanya
sterkobilinogen pada feses.
Pasien sebelumnya pernah melakukan pemeriksaan USG abdomen pada 05
September 2018 di RS Bhayangkara. Pada pemeriksaan tersebut ditemukan adanya batu
pada kandung empedu dengan tanda-tanda kolesistitis kronik. Hal ini dapat menjelaskan asal
dari batu yang menyebabkan sumbatan pada duktus koledokus. Pada sejumlah kepustakaan
disebutkan bahwa sumbatan pada duktus koledokus memiliki dua tipe, yaitu primer; dimana
batu pada duktus merupakan batu yang terbentuk pada duktus tersebut serta penyebab
sekunder; batu merupakan batu yang berasal dari kandung empedu yang karena beberapa
penyebab bermigrasi menuju duktus koledokus.

23
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan peningkatan nilai bilirubin total serta
bilirubin direk dan indirek saat pasien masuk ke rumah sakit. Pemeriksaan nilai bilirubin
memiliki tingkat spesifitas serta sensitifitas lebih tinggi dibanding pemerikasan enzim hati
terhadap diagnose ikterus obstruktif.
Penanganan awal yang dilakukan pada penderita adalah kolesistostomi. Hal ini
ditujukan untuk membuat drainase empedu. Drainase empedu dilakukan sebagai penanganan
temporer untuk pasien kritis yang belum bisa mendapatkan terapi definitif. Salah satu cara
melakukan drainase adalah dengan menggunakan saluran buatan yang mengalirkan empedu
melalui gallbladder.
Penanganan definitif dari batu pada saluran empedu adalah mengeluarkan batu
tersebut. Pengeluaran batu tersebut dapat dilakukan dengan berbagai teknik salah satunya
adalah dengan eksplorasi pada CBD. Pada penderita dilakukan eksplorasi CBD untuk
mengeluarkan batu pada duktus. Operasi juga dilanjutkan dengan melakukan kolesistektomi,
hal ini bertujuan untuk menurunkan kemungkinan rekurensi dari sumbatan pada CBD.

24
BAB V
KESIMPULAN

Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan membrane mukosa
yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat konsentrasinya dalam
sirkulasi darah. Ikterus obstruktif merujuk pada sumbatan dari saluran-saluran yang
menyalurkan empedu dari hepar ke kandung empedu maupun dari kandung empedu ke usus
halus. Hal ini dapat terjadi pada berbagai tingkatan dalam sistem bilier. Batu pada CBD
(Common Bile Duct) atau duktus koledokus merupakan salah satu penyebab ikterus
obstruktif.
Pasien dengan ikterus obstruksi karena batu pada CBD datang dengan keluhan kuning
yang muncul tiba-tiba dan disertai dengan nyeri pada kuadran kanan atas perut. Penanganan
awal yang dilakukan pada penderita adalah kolesistostomi. Hal ini ditujukan untuk membuat
drainase empedu. Drainase empedu dilakukan sebagai penanganan temporer untuk pasien
kritis yang belum bisa mendapatkan terapi definitif. Salah satu cara melakukan drainase
adalah dengan menggunakan saluran buatan yang mengalirkan empedu melalui gallbladder.
Penanganan definitif dari batu pada saluran empedu adalah mengeluarkan batu
tersebut. Pengeluaran batu tersebut dapat dilakukan dengan berbagai teknik salah satunya
adalah dengan eksplorasi pada CBD. Pada penderita dilakukan eksplorasi CBD untuk
mengeluarkan batu pada duktus. Operasi juga dilanjutkan dengan melakukan kolesistektomi,
hal ini bertujuan untuk menurunkan kemungkinan rekurensi dari sumbatan pada CBD.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Sulaiman &Ali, 2014. Pendekatan Klinis Pada Pasien Ikterus. Persatuan AhliPenyakit
Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta : Interna Publishing.
2. Jennifer, Bonheur Lynn. Biliary Obstruction. Medscape. Web MD LLC, Maret11, 2015.
http://emedicine.medscape.com/article/187001.
3. Epidemology and natural history of Comon ble duct stones and prediction of
disease.Ko, Chyntia. 6, Seattle : Elsevier Inc, 2002, Vol. 56.
4. A Prospective study of common bile duct calculi in patients undergoing
laparascopiccholesystectomy. C, Collins. Seattle : Ann Surg, 2004.
5. Hunter, John G. Gallbladder And Extrahepatic Billiary System. [book auth.] F
CharlesBrunicardi. Schwartz's Principles of Surgery.Maryland : McGraw-Hill's Access
Medicine,2007.
6. Percutaneous cholecystostomy for high-risk surgical patients with acute
calculouscholecystitis. Gurusamy KS. 8, London : Cochcrane Database Systematic
Review, 2013,Vol. 12.
7. Newman, Dorland W A. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC, 2002. ISBN 979-
448-582-9.
8. Doerr &Stepehen. Jaundice. E medicinehealth experts for everyday emergencies.
WebMD, 4 Juni 2014.
http://www.emedicinehealth.com/jaundice/article_em.htm/jaundice.
9. Holland, Kimberly. Choledocolithiasis.Healthline. [Online] Healthline Networks,
2015.http://www.healthline.com/health/choledocholithiasis.
10. Townsend, Courtney. Sabiston Textbook of Surgery.Galvestone : Elsevier, 2012.
11. Arthur Guyton, John Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Jakarta : EGC, 2007.
12. Murray, Robert. Porfirin dan P igmen Empedu. Robert Murray, GrannerDaryl and
Rodwell Victor. Biokimia Harper. Jakarta : EGC, 2009.
13. Bilirubin. Medscape. WebMD, Januari 14, 2015.
http://emedicine.medscape.com/article/2074068.

26

Anda mungkin juga menyukai