Anda di halaman 1dari 8

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ansietas atau kecemasan adalah keadaan mood yang berorientasi dan berkenaan

akan persiapan untuk menghadapi kemungkinan peristiwa buruk yang akan terjadi di

masa depan (Craske, 2016). National Comorbidity Study (NSC) mengungkapkan 1 dari 4

orang memenuhi kriteria untuk sedikitnya satu gangguan kecemasan, sedangkan pencetus

terjadinya kecemasan antara lain adalah penyakit kronis, trauma fisik, dan pembedahan.

(Lubis & Afif, 2014).

Preoperasi merupakan masa sebelum dilakukannya tindakan pembedahan yang

dimulai sejak ditentukannya persiapan pembedahan dan berakhir sampai pasien berada di

meja bedah (Hidayat, 2016). Selanjutnya Taylor (1997) dalam Wiedemann (2015)

menyatakan bahwa operasi merupakan masa kritis dan menghasilkan kecemasan.

Tindakan operasi sering menyebabkan kecemasan pada pasien.

Di Indonesia prevalensi kecemasan diperkirakan berkisar 9%-21% populasi umum.

Sedangkan angka populasi yang lebih besar diantara pasien-pasien dalam dunia medis

bervariasi antara 17%-27% tergantung kriteria diagnostik yang digunakan (Jayadiputra

2008, dalam Yustin 2014). Kecemasan pada pasien operasi banyak terjadi, didukung

dengan penelitian yang dilakukan oleh Ferlina (2008, dalam Yustin 2014) bahwa sekitar

80% pasien pre operasi mengalami kecemasan dan 60% mengalami kecemasan sedang

dan berat. Hal itu sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Makmur (2007, dalam

Mardiani 2014) tentang tingkat kecemasan pre operasi, bahwa dari 40 orang responden
2

dengan tingkat kecemasan berat sebanyak 7 orang (17,5%), 16 orang (40%) tingkat

kecemasan sedang, 15 orang (37,5%) tingkat kecemasan ringan, dan 2 orang (5%) tidak

mengalami kecemasan.

Penelitian lain adalah yang dilakukan oleh Wijayanti (2009, dalam Nataliza 2014)

ditemukan 20 (64,5%) pasien mengalami kecemasan ringan dan 11 (35,5%) mengalami

kecemasan berat. Kecemasan merupakan gejala normal pada manusia dan disebut

patologis bila gejalanya menetap dalam jangka waktu tertentu dan mengganggu

ketentraman individu. Kecemasaan praoperatif kemungkinan merupakan suatu respon

antisipasi terhadap suatu pengalaman yang dapat dianggap pasien sebagai suatu ancaman

terhadap perannya dalam hidup, integritas tubuh, atau bahkan kehidupannya itu sendiri.

Kemudian kecemasan akan meningkatkan neurotransmitter seperti norepinefrin,

serotonin, dan gama aminobuyric acid (GABA) sehingga peningkatannya akan

mengakibatkan terjadinya gangguan: a) fisiologis, antara lain perubahan denyut jantung,

suhu tubuh, pernafasan, mual, muntah, diare, sakit kepala, kehilangan nafsu makan, berat

badan menurun ekstrim, kelelahan yang luar biasa; b) gejala gangguan tingkah laku,

antara lain aktivitas psikomotorik 3 bertambah atau berkurang, sikap menolak, berbicara

kasar, sukar tidur, gerakan yang aneh-aneh; c) gejala gangguan mental, antara lain kurang

konsentrasi, pikiran meloncat -loncat, kehilangan kemampuan persepsi, kehilangan

ingatan, phobia, ilusi dan halusinasi (Hawari, 2014). Kecemasan sangat mengganggu

homeostasis dan fungsi individu, karena itu perlu segera dihilangkan dengan berbagai

macam cara penyesuaian (Maramis, 2017).


3

Kemudian mioma uteri atau kanker jinak yang terdapat di uterus adalah tumor

jinak yang tumbuh pada rahim. Kejadiannya lebih tinggi antara 20-25% terjadi pada

wanita diatas umur 35 tahun tepatnya pada usia produktif seorang wanita yang

menunjukkan adanya hubungan mioma uteri dengan hormon estrogen, diperkirakan

setiap tahunnya tercatat ada 6,25 juta penderita di dunia dan rata-rata lebih dari 585.000

orang meninggal karena mioma uteri, dan tercatat dalam 20 tahun terakhir ini terdapat 9

juta manusia meninggal karena tumor dan 2/3 kejadian ini terjadi di negara yang sedang

berkembang. Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan

jaringan ikat yang menumpangnya (Utami, 2016).

Kemudian berdasarkan penelitian World Health Organization (WHO) tahun 2016

sebanyak 22 kasus (1,95%) dan tahun 2017 sebanyak 21 kasus (2,04%). Di Indonesia

kasus mioma uteri ditemukan sebanyak 2,39% - 11,7%. Sebagian besar kasus mioma

uteri adalah tanpa gejala, sehingga kebanyakan penderita tidak menyadari adanya

kelainan pada uterusnya. Diperkirakan hanya 20%-50% yang dapat menimbulkan gejala

klinik, terutama perdarahan menstruasi yang berlebihan, infertilitas, abortus berulang,

dan nyeri akibat penekanan massa tumor (WHO, 2016).

Berdasarkan penelitian menurut Smeltzer (2014) mioma uteri adalah tumor jinak

ginekologi yang paling sering dijumpai yang ditemukan satu dari empat wanita usia

reproduksi aktif. Biasa juga disebut fibromioma uteri, leiomioma uteri atau uterine

fibroid. Mioma uteri bukanlah suatu keganasan dan tidak juga berhubungan dengan

keganasan. Mioma bisa menyebabkan gejala yang luas termasuk perdarahan menstruasi

yang banyak dan penekanan pada pelvis. Kemudian penatalaksanaan mioma uteri dapat

dilakukan dengan pemberian obat-obatan (medisinalis) maupun secara operatif.


4

Pemberian GnRH analog merupakan terapi medisinalis yang bertujuan untuk mengurangi

gejala perdarahan yang terjadi dan mengurangi ukuran mioma. Penatalaksanaan operatif

terhadap gejala-gejala yang timbul atau adanya pembesaran massa mioma adalah

miomektomi atau histerektomy (Ester & Praptiani, 2014).

Melihat kejadian dan dampak dari mioma uteri, maka perlu dilakukan

penatalaksanaan pada penderita mioma uteri yang terdiri dari terapi farmakologi dan

terapi non farmakologi. Terapi farmakologi penderita harus minum obat secara rutin, hal

ini sering menyebabkan penderita bosan hingga akhirnya menjadi kurang patuh

meminum obat dan ini merupakan alasan tersering, serta kualitas hidup yang menurun

dikarenakan penyakitnya tersebut sehingga seringkali pasien tidak rutin menjalankan

pengobatan pada terapi farmakologi karena keputusasaan. Perawat diharapkan dapat

memberi asuhan keperawatan pada pasien mioma uteri secara non farmakologi. Terapi

non farmakologi dapat di lakukan secara mandiri dan tidak menimbulkan efek samping.

Langkah awal pengobatan mioma non farmakologi yaitu menjalani pola hidup sehat, dan

salah satunya dengan teknik relaksasi Benson (Padila, 2015).

Benson memperkenalkan tehnik respons relaksasi yaitu suatu tehnik relaksasi

untuk menghilangkan nyeri, insomnia (tidak bisa tidur) atau kecemasan. Pada tehnik ini

pengobatan sangat fleksibel dapat dilakukan dengan bimbingan mentor, bersama-sama

atau sendiri. Teknik relaksasi Benson merupakan upaya untuk memusatkan perhatian

pada suatu fokus dengan menyebut berulang ulang kalimat ritual dengan ritme yang

teratur disertai sikap pasrah kepada Tuhan yang maha Esa (Sunaryo dan Siti, 2014).

Fokus terapi benson adalah kesejahteraan yang berhubungan dengan tubuh, pikiran

dan spirit. Relaksasi Benson membantu orang menjadi rileks, membantu individu untuk
5

dapat mengontrol diri dan memfokuskan perhatian sehingga dapat mengambil respon

yang tepat saat berada dalam situasi yang menegangkan. Selanjutnya dalam keadaan

relaks mulai untuk memejamkan mata, saat tersebut frekuensi gelombang otak yang

muncul mulai melambat, dan menjadi lebih teratur. Tahap ini subjek mulai merasakan

relaks dan mengikuti secara pasif keadaan relaks tersebut sehingga menekan rasa tegang,

cemas dan nyeri (Wetsch, 2016) Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan

oleh Riska (2014) yang mengatakan bahwa tehnik relaksasi benson menunjukkan bahwa

ada perbedaan yang bermakna tingkat ansietas (p value=0,000) dengan menggunakan

teknik relaksasi Benson. Kemudian hasil penelitian Novitasari, dkk (2014) pengaruh yang

signifikan teknik relaksasi Benson terhadap penurunan stress dan didapatkan hasil pada

kelompok perlakuan p = 0,011 atau < 0,05. Diikuti penelitian menurut Mardiani, dkk

(2014) yaitu terdapat pengaruh yang signifikan pada tingkat kecemasan sebelum dan

sesudah diberikan terapi benson pada pasien pre operasi bedah abdomen dengan hasil

0,000 yaitu < 0,05.

Data yang penulis dapatkan dari RSUD KRMT Wongsonegoro dari bulan Januari

sampai Maret 2019 ini tercatat 57 kasus yang dilakukan tindakan histerektomy (Rekam

Medis RSWN, 2019). Berdasarkan data tersebut penulis tertarik untuk mengembangkan

terapi non farmakologi / terapi komplementer yaitu dengan pemberian teknik relaksasi

benson. Sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pada keperawatan

perioperatif yang berjudul “Pemberian Terapi Benson Untuk Menurunkan Tingkat

Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Histerektomy Instalasi Bedah Sentral di RSUD

KRMT Wongsonegoro Kota Semarang”.


6

B. Rumusan Masalah

Tumor jinak ginekologi yang paling sering dijumpai yang ditemukan satu dari

empat wanita usia reproduksi aktif yaitu mioma uteri. Salah satu tindakan untuk untuk

mengatasi mioma uteri yaitu dengan melalui tindakan operasi yang disebut histerektomy.

Banyak pasien dengan mioma uteri mengalami kecemasan sebelum dilakukan operasi

histerektomy. Ada beberapa cara untuk mengatasi masalah kecemasan tersebut

diantaranya melalui terapi non farmakologi / terapi komplementer. Sehingga penulis

berminat untuk mengangkat tentang “Pemberian Terapi Benson Untuk Menurunkan

Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Histerektomy di Instalasi Bedah Sentral

RSUD KRMT Wongsonegoro Kota Semarang”

C. Tujuan

1. Tujuan umum :

Memberikan gambaran asuhan keperawatan perioperatif dengan mioma uteri

yang dilakukan tindakan histerektomy dengan Pemberian Teknik Relaksasi Benson

Terhadap Tingkat Kecemasann Pada Pasien Pre Operasi Histerektomy di Instalasi

Bedah Sentral RSUD KRMT Wongsonegoro.

2. Tujuan Khusus :

a. Identifikasi data-data terkait masalah tingkat kecemasan pada pasien pre

operasi histerektomy.

b. Analisa masalah terkait tingkat kecemasan sebelum dan sesudah dilakukan

teknik relaksasi Benson pada pasien pre operasi histerektomy.

c. Perencanaan keperawatan dalam mengatasi tingkat kecemasan pasien pre

operasi histerektomy.
7

d. Intervensi Keperawatan pemberian terapi benson dalam mengatasi tingkat

kecemasan pasien pre operasi histerektomy.

e. Evaluasi keperawatan pemberian terapi benson dalam mengatasi tingkat

kecemasan pasien pre operasi histerektomy.

f. Mengkaji tingkat kecemasan sebelum dan sesudah diberikan intervensi terapi

benson pada pasien pre operasi histerektomy.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaatn teoritis dan praktis

dalam keperawatan yaitu :

a. Bagi Klien

Hasil penelitian dapat digunakan secara mandiri untuk menurunkan tingkat

kecemasan.

b. Bagi Peningkatan Pelayanan Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pengajaran

dan pengembangan ilmu keperawatan perioperatif. Penelitian ini juga diharapkan

dapat memberikan informasi tentang penanganan tingkat kecemasan pasien pre

operasi dan dapat dijadikan masukan berupa strategi modifikasi pengobatan non

farmakologi / komplementer bagi pasien pre operasi dengan melakukan teknik

relaksasi Benson.
8

c. Bagi Peningkatan Kesehatan Masyarakat

Hasil penelitian diharapkan mampu memberikan konstribusi dalam

menurunkan tingkat kecemasan dengan cara teknik relaksasi benson dan dapat

dijadikan dasar / acuan untuk penelitian selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai