Anda di halaman 1dari 22

DEMONSTRASI CUCI TANGAN

RUANG MELATI RSUD UNGARAN SEMARANG

KELOMPOK BERMAIN

Disusun Oleh :

Aditiya Pratama P1337420918002


Agun Fauji P1337420918004
Dian Mayang PA P1337420918032
Ellen Dwi Astuti P1337420918046
Isni Martiyani Putri P1337420918073
Rizki Swastika Putri P1337420918122
Novikaningrum Wijayanti P1337420918122
Nurul Dwi Fatima P1337420918122
Vielga De Princess P1337420918122

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI NERS
2018

BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Mencuci tangan merupakan teknik dasar yang paling penting dalam
pencegahan dan pengontrolan infeksi (Potter & Perry, 2005). Mencuci tangan
merupakan proses pembuangan kotoran dan debu secara mekanis dari kedua
belah tangan dengan memakai sabun dan air. Tujuan cuci tangan adalah untuk
menghilangkan kotoran dan debu secara mekanis dari permukaan kulit dan
mengurangi jumlah mikroorganisme (Tietjen, 2003 dalam Moestika ). Diare
biasanya kuman ditransmisikan dari tangan yang tidak bersih ke makanan.
Kuman-kuman kemudian memapar ke person yang makanan tersebut. Hal ini
bisa dicegah dengan selalu mencuci tangan setelah menggunakan toilet dan
sebelum menyiapkan makanan (Darmiatun, 2013). Mencuci tangan juga dapat
menghilangkan sejumlah besar virus yang menjadi penyebab berbagai penyakit,
terutama penyakit yang menyerang saluran cerna, seperti diare dan saluran nafas
seperti influenza. Hampir semua orang mengerti pentingnya mencuci tangan
pakai sabun, namun masih banyak yang tidak membiasakan diri untuk
melakukan dengan benar pada saat yang penting (Umar, 2009 dalam Mirzal).
Sebagian masyarakat mengetahui akan pentingya mencuci tangan, namun dalam
kenyataanya masih sangat sedikit hanya 5% yang tahu bagaimana cara
melakukanya dengan benar. Hal ini sangat penting untuk di ajarkan pada
masyarakat agar bias mencegah terjadinya penyakit (Siswanto, 2009 dalam
Zuraidah ).
Mencuci tangan memakai sabun sangat penting sebagai salah satu mencegah
terjadinya diare, kebiasaan mencuci tangan diterapkan setelah buang air besar,
setelah menceboki bayi dan balita, sebelum makan serta sebelum menyiapkan
makanan. Masyarakat akan mampu meningkatkan pengetahuan hidup sehat
dimanapun mereka berada jika mereka sadar, termotivasi dan di dukungan
dengan adanya informasi serta sarana dan prasarana kesehatan. Masyarakat
hanya mengetahui penyakit menular pada penyakit tertentu saja sedangkan untuk
penyakit dalam atau penyakit infeksilainya masih kurang sehingga kesadaran
untuk masyarakat dalam menjaga hidup sehat, dan menjaga dirinya dari bahaya
penyakit menular terbatas pada apa yang mereka ketahui saja. Mencuci tangan
merupakan metode tertua, sederhana dan paling konsisten untuk pencegahan dan
pengontrolan penularan infeksi (Perry & Potter 2005). Maka dari sebagai ibu
diharus kan untuk mencuci tangan sebelum mengolah atau memasak suatu
makanan untuk keluarga tercintanya agar terhindar dari penyakit. Menurut
penelitian WHO, 100 ribu anak Indonesia meninggalsetiap tahunnya karena
diare. Data yang dirilis oleh Riskedas tahun 2007 menyebutkan diare termasuk
salah satu dari dua penyebab kematian terbanyak pada anak-anak, selain
pneumonia. Kematian pada pada anak umur 4-11 tahun yang disebabkan diare
sebanyak 25,5% dan pneumonia15,5%. Sebanyak 40 hingga 60 % diare pada
anak terjadi akibat rotavirus. Biasanya virus masuk mulut melalui tangan yang
terkontaminasi kotoran akibat tidak mencuci tangan.

Angka kejadian diare berkisar 200-400 diantara 1000 penduduk di Indonesia


setiap tahunnya, sebagian besar (70-80%) di antaranya berusia kurang dari 5
tahun (± 40 juta kejadian). Kelompok ini setiap tahunya mengalami lebih dari
satu kali kejadian diare. Sebagian dari penderita (1- 2%) akan masuk kedalam
dehidrasi dan tidak segera diatasi 50-60% di antaranya dapat meninggal
(Sudaryat , 2010 dalam Sari).

Ibu adalah penyedia makanan dalam keluarga bila ibu mencuci tangan kurang
adekuat akan menimbulkan bacteria seperti Staphylococcus, Streptococcus dan
Escheriacolli (Schaffer, 2000 dalam Coniko). Organisme-organisme tersebut
bersifat hidup kurang dari 24 jam pada kulit, dan dapat dengan mudah
disingkirkan dengan mencuci atau menggosok, biasanya organism tersebut
adalah anaerobik. Anaerobik berarti tidak dapat hidup pada jangka waktu yang
lama dalam keadaan adanya oksigen. Mereka menggunakan tangan sebagai cara
penularan yang singkat ketika mencari hospes yang rentan atau “reservoir”
dimana mereka dapat hidup. Organisme transien dengan cepat menyebabkan
infeksi bila masuk kedalam 4 tubuh hospes yang rentan (Shcaffer, 2000 dalam
Coniko). Sekitar 20 jenis penyakit yang bisa hinggap di tubuh akibat tidak
mencuci tangan dengan baik dan benar. Beberapa penyakit yang dapat
disebabkan karena kurang pedulinya terhadap kegiatan cuci tangan pakai sabun,
diantaranya: diare, infeksi saluran pernafasan, infeksi cacingan. Dalam sebuah
keluarga bila kurang adekuat dalam cuci tangan sebelum makan dan sebelum
penyajian makanan bisa terjadi diare dalam keluarga itu salah satunya yang
terserang anak-anak. Tangan merupakan bagian tubuh yang lembab yang paling
sering berkontak dengan kuman yang menyebabkan penyakit dan menyebarnya.
Cara terbaik untuk mencegahnya adalah dengan membiasakan mencuci tangan
dengan memakai sabun (Kamarudin, 2009 dalam Mirzal ). Mencuci tangan
adalah teknik yang sangat mendasar dalam mencegah dan mengendalikan
infeksi, dengan mencuci tangan dapat menghilangkan sebagian besar
mikroorganisme yang ada di kulit (Hidayat, 2005 dalam Mirzal).

Dengan memberikan penyuluhan tentang cuci tangan diharapkan penyakit


menular tersebut bisa mengurangi resiko terjadinya penularan penyakit melalui
tangan dengan mencuci bersih tangan-tangan anda. Makanan dan minuman yang
dimasak dengan tangan kotor itu dapat menularkan penyakit, cobalah mencuci
tangan anda dengan air menalir dan sabun pada saat anda akan mempersiapkan
dan memakan makanan serta sesudah berak.

B. TUJUAN
1. Tujuan umum
Untuk mengidentifikasi perbedaan pendidikan kesehatan metode demonstrasi
secara langsung dengan metode menggunakan media audio visual tentang
cuci tangan terhadap praktek dan perilaku cuci tangan pada anak usia pra
sekolah.

2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui karakteristik anak usia pra sekolah.
b. Untuk mengidentifikasi praktek dan perilaku cuci tangan pada anak usia
pra sekolah sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan metode
audiovisual.
c. Untuk mengidentifikasi praktek dan perilaku cuci tangan pada anak usia
pra sekolah sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan metode
demonstrasi secara langsung. d. Untuk mengidentifikasi perbedaan
pendidikan kesehatan metode demonstrasi secara langsung dengan
metode menggunakan media audio visual tentang cuci tangan terhadap
praktek dan perilaku cuci tangan pada anak usia pra sekolah.

C. SASARAN
1. Ibu
2. Balita umur 3 – 5 tahun
BAB II
DESKRIPSI KASUS

A. KARAKTERISTIK SASARAN
Anak usia pra sekolah berkembang dari perilaku sensorimotor sebagai alat
pembelajaran dan berinteraksi dengan lingkungan menjadi pembentuk pikiran
simbolik. Anak juga belajar untuk berpartisipasi dalam percakapan sosial.
Dalam aktifitas bermain, anak memiliki kehidupan fantasi aktif, menunjukkan
eksperimentasi dengan ketrampilan baru dan permainan, peningkatan aktifitas
bermain, anak dapat menggunakan dan mengendalikan dirinya sendiri. Menurut
Marjorie mengatakan bahwa anak pra sekolah merupakan masa antusiasme,
bertenaga, aktivitas, kreativitas, otonomi, sosial tinggi dan independen.
Karakteristik anak usia pra sekolah antara lain:
1. Perkembangan Motorik
Perkembangan motorik terbagi menjadi dua: yaitu motorik halus dan motorik
kasar. Motorik kasar merupakan gerakan yang terjadi dengan adanya
koordinasi otot-otot besar, seperti berjalan, melompat, berlari, melempar, dan
naik. Motorik halus berkaitan dengan gerakan yang menggunakan otot halus
seperti, menggambar, menggunting, melipat kertas, meronce, dan lain
sebagainya (Hurlock, 2005).

2. Perkembangan bahasa
Perkembangan bahasa anak usia prasekolah menurut Yusuf (2006), adalah
anak sudah dapat menggunakan kalimat majemuk beserta anak kalimatnya
dan tingkat berfikir anak sudak lebih maju, anak banyak menanyakan soal
waktu melalui pertanyaan-pertanyaan kemana, kapan, mengapa, dan
bagaimana.

3. Perkembangan Psikososial
Pada tahapan perkembangan psikososial Erik Erikson (Perry dan Potter,
2009) yang mengklasifikasikan masa anak usia pra sekolah kedalam tahap
inisiatif vs rasa bersalah, yang ciri-cirinya sebagai berikut:
a. Pada tahapan ini anak belajar mengendalikan diri dan manipulasi
lingkungan dan timbul rasa inisiatif. Anak mulai menuntut untuk
melakukan tugas tentang anak merasa diikut sertakan sebagai individu.
Anak juga memperluas lingkup pergaulannya dengan menjadi aktif diluar
rumah, kemampuan berbahasa semakin meningkat. Hubungan anak
dengan saudara dan teman sebaya cenderung untuk menang sendiri.
b. Pada fase ini hubungan segitiga antara ibu, ayah dan anak sangat penting
untuk membina kemantapan identitas diri dan orang tua dapat melatih
anak untuk mengidentifikasi peran-peran sosial dan tanggung jawab
sosial.
c. Pada fase ini kadang-kadang anak tidak dapat mencapai tujuannya atau
tidak dapat menyelesaikan kegiatannya karena keterbatasannya, tetapi
bila tuntutan lingkungan (orang tua atau orang lain) terlalu tinggi atau
berlebihan, anak merasa kegiatan atau aktifitasnya buruk, akhirnya timbul
rasa kecewa dan rasa bersalah.
d. Gangguan yang dapat timbul pada fase ini adalah kesulitan belajar,
kesulitan bergaul dengan teman, anak pasif dan takut, kurang berinisiatif.

Karakteristik sasaran kegiatan terapi bermain yaitu:


1. Anak yang kooperatif
2. Anak yang tidak menangis
3. Anak yang tidak ada kontraindikasi bermain

B. ANALISA KASUS
Berdasarkan pengamatan di Rumah Sakit RSUD Ungaran, didapatkan data
bahwa kebanyakan anak mengalami diare. Penyebab diare salah satunya
menurut agus (2009) adalah tidak mencuci tangan dengan bersih. Banyak faktor
yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menjadi faktor pendorong
terjadinya diare. Penyebab tidak langsung atau faktor-faktor yang mempermudah
atau mempercepat terjadinya diare seperti : status gizi, pemberian ASI eksklusif,
lingkungan, perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), kebiasaan mencuci tangan,
perilaku makan, imunisasi dan sosial ekonomi. Penyebab langsung antara lain
infeksi bakteri virus dan parasit, malabsorbsi, alergi, keracunan bahan kimia
maupun keracunan oleh racun yang diproduksi oleh jasad renik, ikan, buah dan
sayur-sayuran (Zaitun, 2011). Pencegahan yang paling mudah untuk dilakukan
adalah mengajarkan anak untuk menjaga kebersihan dengan mencuci tangan
yang baik dan benar. Terapi bermain merupakan kegiatan yang akan membuat
cuci tangan menjadi lebih menyenangkan dan mengurangi kecemasan anak
karena hospitalisasi bagi anak-anak usia pra sekolah.

C. PRINSIP BERMAIN MENURUT TEORI


Beberapa prinsip permainan pada anak dirumah sakit dalam Hery 2018 yaitu sebagai
berikut:
1. Permainan tidak boleh bertentangan dengan pengobatan yang sedang
dijalankan pada anak. Apabila anak harus tirah baring, harus dipilih
permainan yang dapat dilakukan di tempat tidur, dan anak tidak boleh diajak
bermain dengan kelompoknya di tempat bermain khusus yang ada di ruang
rawat.
2. Permainan yang tidak membutuhkan banyak energi, singkat dan sederhana.
Pilih jenis permainan yang tidak melelahkan anak, menggunakan alat
permainan yang ada pada anak atau yang tersedia di ruangan. Walaupun akan
membuat suatu alat permainan, pilih yang sederhana supaya tidak melelahkan
anak.
3. Permainan harus mempertimbangkan keamanan anak. Pilih alat permainan
yang aman untuk anak, tidak tajam, tidak merangsang anak untuk berlari-lari
dan bergerak secara berlebihan.
4. Melibatkan orang tua saat anak bermain merupakan satu hal yang harus
diingat. Orang tua mempunyai kewajiban untuk tetap melangsungkan upaya
stimulasi tumbuh-kembang pada anak walaupun sedang dirawat di rumah
sakit, termasuk dalam aktivitas bermain anaknya. Perawat hanya bertindak
sebagai fasilitator sehingga apabila permainan diinisiasi oleh perawat, orang
tua harus terlibat secara aktif dan mendampingi anak.
D. KARAKTERISTIK BERMAIN
1. Pengertian Mencuci Tangan
Mencuci tangan adalah proses yang secara mekanis melepaskan kotoran
dan debris dari kulit tangan dengan menggunakan sabun biasa dan air yang
mengalir (Depkes RI, 2007) dan menurut PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat)-UNPAD (Universitas Padjajaran) cuci tangan pakai sabun (CTPS)
merupakan suatu kebiasaan membersihkan tangan dari kotoran dan berfungsi
untuk membunuh kuman penyebab  penyakit yang merugikan kesehatan.
Mencuci tangan yang baik membutuhkan  peralatan seperti sabun, air
mengalir yang bersih, dan handuk yang bersih (Wati, 2011).
Menurut WHO (2005) terdapat 2 teknik mencuci tangan yaitu mencuci
tangan dengan sabun dan air mengalir dan mencuci tangan dengan larutan
yang berbahan dasar alkohol (Wati, 2011). Cuci tangan merupakan proses
membuang kotoran dan debu secara mekanis dari kedua belah tangan dengan
memakai sabun dan air yang  bertujuan untuk mencegah kontaminasi silang
(orang ke orang atau benda terkontaminasi ke orang) suatu penyakit atau
perpindahan kuman (Ananto, 2006). Perilaku mencuci tangan adalah salah
satu tindakan sanitasi dengan cara membersihkan tangan dan jari-jemari
dengan menggunakan air atau cairan lainnya yang bertujuan agar tangan
menjadi bersih. Mencuci tangan yang baik dan benar adalah dengan
menggunakan sabun karena dengan air saja terbukti tidak efektif
(Danuwirahadi, 2010).

2. Tujuan Mencuci Tangan


Tujuan mencuci tangan menurut Depkes RI tahun 2007 adalah salah satu
unsur pencegahan penularan infeksi. Menurut Ananto (2006) mencegah
kontaminasi silang (orang ke orang atau benda terkontaminasi ke orang)
suatu penyakit atau  perpindahan kuman.
3. Indikasi Cuci Tangan
Indikasi waktu untuk mencuci tangan menurut Kemenkes RI (2013)
adalah:
a. Setiap kali tangan kita kotor (setelah memegang uang, binatang, berkebun
dll)
b. Setelah BAB (buang air besar)
c. Sebelum memegang makanan
d. Setelah bersin, batuk, membuang ingus
e. Setelah pulang dari bepergian
f. Setelah bermain

4. Teknik Mencuci Tangan yang Efektif


Kegiatan mencuci tangan dengan sabun dan air yang mengalir dilakukan
40-60 detik. Langkah-langkah teknik mencuci tangan yang benar menurut
anjuran WHO (2008) yaitu sebagai berikut :
a. Pertama, basuh tangan dengan air bersih yang mengalir, ratakan sabun
dengan kedua telapak tangan .
b. Kedua, gosok punggung tangan dan sela - sela jari tangan kiri dan tangan
kanan, begitu pula sebaliknya.
c. Ketiga, gosok kedua telapak dan sela - sela jari tangan
d. Keempat, jari - jari sisi dalam kedua tangan saling mengunci.
e. Kelima, gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan
lakukan sebaliknya.
f. Keenam, gosokkan dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan di
telapak tangan kiri dan sebaliknya.
g. Ketujuh, bilas kedua tangan dengan air yang mengalir dan keringkan.

Kategori teknik mencuci tangan (Wibowo, 2013):


a. Sangat buruk : Bila tidak melakukan 7 langkah cuci tangan (skor 1)
b. Buruk : bila melakukan 1-2 dari 7 langkah cuci tangan (skor 2)
c. Cukup baik : bila melakukan 3-4 dari 7 langkah cuci tangan (skor 3)
d. Baik : bila melakukan 5-6 dari 7 langkah cuci tangan (skor 4)
e. Sangat baik : bila melakukan 7 langkah cuci tangan dengan baik dan
benar (skor 5).

5. Manfaat Cuci Tangan


Cuci tangan dapat berguna untuk pencegahan penyakit yaitu dengan cara
membunuh kuman penyakit yang ada ditangan. Dengan mencuci tangan,
maka tangan menjadi bersih dan bebas dari kuman. Apabila tangan dalam
keadaan bersih akan mencegah penularan penyakit seperti diare, cacingan,
penyakit kulit, Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) dan flu burung
(Proverawati dan Rahmawati, 2012).

6. Metode yang Dilakukan


Ismaniar (2010) mengatakan ada 9 metode pembelajaran yang dapat
digunakan pendidik dalam menumbuhkembangkan  perilaku hidup sehat
pada anak usia dini adalah sebagai berikut:
a. Metode bercakap-cakap/tanya jawab seorang pendidik dapat
mengarahkan berbagai pikiran dan perasaan yang sedang dialami anak
dengan mengajak mereka bercakap-cakap tentang  berbagai hal. Banyak
topik bisa dijadikan bahan percakapan. Contohnya  bercakap-cakap
tentang topik yang disukai oleh anak- anak seperti makanan kesukaan,
binatang kesayangan, cita-cita, dan termasuk percakapan tentang
kesehatan. Percakapan yang dilakukan pendidik dengan anak-anak juga
bisa diselingi dengan anjuran agama tentang perilaku hidup sehat. Dari
kegiatan  bercakap maka disamping pengetahuan perilaku hidup sehat
meningkat, juga dapat mengasah kemampuan berkomunikasi dan
berinteraksi dengan orang lain pada anak usia dini.

b. Metode demontrasi. Metode demontrasi merupakan kegiatan pendidik


untuk memberikan contoh kepada anak, dan selanjutnya anak bisa
menirukan apa yang dicontohkan  pendidik kepadanya. Metode
demontrasi memiliki makna yang penting bagi anak usia dini, karena
melalui metode ini maka dapat: a) membantu mengembangkan
kemampuan untuk melakukan segala pekerjaan secara teliti, cermat dan
tepat, dan b) membantu mengembangkan kemampuan peniruan dan
pengenalan secara tepat. Dalam pembelajaran perilaku hidup sehat
sebagai contoh, pendidik mencontohkan kepada anak tentang mencuci
tangan yang benar, mungkin saja dengan cara pendidik langsung
membawa anak ke kamar mandi.

c. Metode bermain peran. Bermain peran adalah permainan yang dilakukan


anak untuk memainkan  peran tertentu, dengan menirukan perilaku
seseorang dalam melakukan kegiatan sehari perkembangan anak dapat
dikembangkan melalui metode  bermain peran, baik perkembangan
kognitif, afektif maupun psikomotor. Menggunakan metode bermain
peran pendidik dapat mengembangkan imajinasi anak tentang pentingnya
perilaku hidup sehat. Misalnya saja melalui  permainan peran kegiatan
bangun tidur, maka diharapkan anak terbiasa berperilaku sehat, hidup
bersih, dan teratur.

d. Metode Pemberian tugas. Metode ini memberikan kesempatan yang luas


pada anak untuk melaksanakan tugas berdasarkan petunjuk yang telah
dipersiapkan pendidik, sehingga anak mendapat pengalaman secara nyata
dan melaksanakan tugas secara tuntas. Apabila metode ini digunakan
dalam proses pembelajaran hidup sehat, maka anak dapat memperoleh
pengalaman langsung dan nyata dalam  pengembangan perilaku hidup
sehat. Tugas yang diberikan kepada anak bisa dalam bentuk tugas pribadi
maupun tugas kelompok. Tugas yang dilakukan anak secara kelompok
sangat bermanfaat untuk mengembangkan perilaku sehat, anak belajar
bersosialisasi, bekerja sama, dan memahami karakter teman-temannya
serta belajar mematuhi aturan bersama. Sementara tugas  pribadi dapat
mengembangan kemampuan kemandirian anak dalam memecahkan
masalah dan memperkuat konsep diri mereka masing masing.
penggunaan metode pemberian tugas secara teratur akan dapat
menanamkan kebiasaan dan sikap belajar yang positif dan juga dapat
memotivasi anak untuk belajar mandiri.
e. Metode praktek langsung Metode praktek langsung digunakan dalam
menumbuh kembangkan perilaku hidup sehat pada anak usia dini karena
dapat memberikan pengalaman belajar yang praktis pada anak, dan ini
tentunya sangat baik bagi pengembangan pribadi yang sehat dan realistis.
Dalam implementasinya seorang pendidik yang menggunakan metode ini
dapat memberikan kesempatan yang seluas-luasnya pada anak misalnya
dalam mempraktekan cara menjaga kebersihan tangan, kaki, mulut dan
lainnya, juga dalam melakukan kegiatan yang terkait dengan upaya
menjaga kebugaran tubuh seperti senam dan kegiatan olah raga. Metode
praktek langsung ini disamping melibatkan aktivitas pikiran dan
penalaran dalam memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, juga dapat
mengembangkan sikap dan keterampilan motorik dalam area kesehatan.

f. Metode bercerita. Metode bercerita adalah menyampaikan suatu cerita,


dalam hal ini tentunya yang mengandung unsur pendidikan dan dilakukan
secara lisan. Bercerita dapat dilakukan dengan memanfaatkan berbagai
media seperti menggunakan  buku cerita bergambar, boneka, atau media
lainnya sehingga lebih menarik  bagi anak usia dini. Metode bercerita
dapat melatih anak untuk belajar mendengarkan. Melalui bercerita anak
dapat memperoleh berbagai informasi  baik tentang pengetahuan, nilai
dan sikap untuk dipahami dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidik bisa secara kreatif mengambil tokoh maupun tokoh spiritual
sebagai sumber inspirasi dalam menanamkan perilaku hidup sehat pada
anak. Penanaman dan pengembangan perilaku hidup sehat  pada anak
usia dini dengan menggunakan metode bercerita ini dapat dilakukan
dengan dua kemungkinan, pertama pendidik berperan sebagai  pencerita
atau kedua anak itu sendiri yang diminta untuk bercerita, dan akan lebih
baik lagi kalau selalu divariasikan sehingga tidak mengundang
kejenuhan.

g. Metode bermain Bermain adalah metode utama dalam membelajarkan


anak usia dini, karena sebagaimana sudah diketahui secara umum dunia
anak adalah bermain. Melalui kegiatan bermain akan mengembangkan
seluruh aspek kecerdasan anak, baik kecerdasan logika berfikir, bahasa,
keterampilan motorik, kemandirian, maupun kecerdasan sosial emosional
anak. Berbagai bentuk  permainan bisa dipilih dalam mengembangkan
perilaku hidup sehat pada anak, dan anak sebaiknya diberi kesempatan
untuk memilih permainan yang disukainya. Misalnya untuk
mengembangkan perilaku sehat dari aspek sosial emosional maka
kegiatan sosio drama atau bermain peran mungkin lebih tepat. Sementara,
jika kita ingin mengembangkan perilaku hidup sehat dari aspek fisik
maka kegiatan permainan berupa olah raga fisik dan senam sangat cocok.

h. Pembiasaan Salah satu upaya untuk mengembangkan perilaku hidup


sehat pada anak usia dini adalah dengan metode pembiasaan. Melalui
pembiasaan yang dilakukan dalam perilaku hidup sehat sejak usia dini
maka itu akan menjadi gaya hidupnya sampai dewasa kelak.
Menggunakan cara yang bertahap dengan menunjukkan caranya,
pemberian kesempatan dan waktu yang cukup untuk  berlatih secara
teratur maka perilaku sehat akan tertanam dalam kehidupan anak. Banyak
pembiasaan yang bisa kita ajarkan kepada anak sehubungan dengan
perilaku hidup sehat ini, misalnya kebiasaan menjaga kebersihan, tidur
dengan teratur, minum air putih, memakan makanan yang sehat, sabar,
suka  berteman , rajin berolah raga dan lain sebagainya. Dalam metode
pembiasaan  perilaku hidup sehat ini kita tidak bisa luput dari
“punishment” agar  pembiasaan yang kita terapkan menjadi kokoh
keberadaannya di mata anak anak, namun tentunya harus disesuaikan
dengan usia dan tahap perkembangan anak. Setiap anakyang mampu
melakukan kebiasaan hidup sehat diberi reward seperti senyuman,
anggukan kepala, pujian verbal dan sebagainya. Sebaliknya anak yang
tidak melakukan perilaku hidup sehat di beri  punishment seperti ekspresi
sedih dari wajah pendidik, gelengan kepala, teguran dan nasehat.

i. Metode bernyanyi, melalui kegiatan menyanyi banyak sekali pesan-pesan


pendidikan yang bisa kita sampaikan kepada anak. Dengan demikian
maka pengetahuan dan keterampilan perilaku hidup sehat bisa kita
sampaikan kepada anak melalui kegiatan bernyanyi. Bernyanyi adalah
bagian dari kegiatan mengembangkan kecerdasan musik anak (Ismaniar
2010). Musik bagi anak menyatu dalam  pertumbuhan anak dimana
musik memiliki nilai tersendiri dalam mengembangkan kreativitas,
perasaan kebersamaan dalam kelompok,  pertumbuhan fisik,
keterampilan intelektual dan pertumbuhan emosional. Banyak sekali
contoh nyanyian atau lagu yang berkembang di sekitar kita dan
mengandung pesan pengetahuan perilaku hidup sehat dan dapat kita
ajarkan kepada anak. Diantara lagu-lagu yang dimaksud misalnya; a) Aku
anak sehat,  b) Bangun pagi, c) Senam ceria, d) Cuci tangan, e) senam
kesegaran jasmani, f) minum susu dan lain sebagainya. Melalui kegiatan
bernyanyi apalagi kalau dilakukan bersama-sama antara pendidik dan
anak maka akan tercipta suasana yang menyenangkan, sehingga pesan
disampaikan pendidik mudah diserap oleh anak. Jadi metode bernyanyi
bisa kita gunakan dalam mengembangkan  perilaku hidup sehat pada anak
usia dini (Ismaniar, 2010).
Bernyanyi merupakan salah satu unsur yang menciptakan
kegembiraan dan suasana riang. Pelatihan, pembiasaan, pembelajaran dan
pedidikan pada usia dini akan lebih efektif jika digunakan juga media
bernyanyi. Selain tidak terkesan menggurui, memerintah atau melarang,
juga disampaikan dengan suasana riang gembira, mudah diingat dan tidak
menyakitkan hati anak. Misalnya lagu “ Mandi Pagi “ anak-anak tidak
hanya belajar bernyanyi tetapi  juga diajak untuk membiasakan diri bagun
pagi menjaga kebersihan badan dan gosok gigi. Lagu “Pelangi pelangi“
anak tidak hanya belajar mengekspresikan suasana sukaria tetapi belajar
mengenai warna, mengagumi alam, dan menghargai ciptaan Tuhan. Lagu
“Balonku“ mengajarkan anak untuk berhitung. Lagu-lagu yang
dinyanyikan pada usia ini perlu mencakup  pelatihan teknik berbicara,
pengembangan kosakata, dan penguatan kemampuan daya ingat. Dan
masih banyak lagi lagu-lagu yang tidak hanya secara psikologi tepat
untuk anak-anak yang berjiwa riang gembira, tetapi secara psikologi tepat
untuk anak-anak yang berjiwa riang gembira, tetapi  juga mengajarkan
sesuatu yang bernilai kepada anak-anak (Wiflihani, 2007).
BAB III
METODOLOGI BERMAIN

A. Judul Permainan
Demonstrasi cuci tangan dengan audio visual

B. Deskripsi Permainan
Mencuci tangan merupakan teknik dasar yang paling penting dalam pencegahan
dan pengontrolan infeksi (Potter & Perry, 2005).

C. Tujuan Permainan
Untuk mengidentifikasikan praktek dan perilaku cuci tangan pada anak dengan
pra sekolah sebagai upaya untuk mencegah terjadinya penyakit diare akibat dari
kurangnya hygine pada anak.

D. Ketrampilan Yang Diperlukan


1. Konsentrasi
2. Intelegensi
3. Pengendalian Emosi

E. Jenis Permainan
Jenis Permainan yang dipilih adalah permainan aktif berupa kegiatan mencuci
tangan dengan mendengarkan dan melihat gerakan di vidio.

F. Alat yang diperlukan


Cairan antiseptik

G. Waktu pelaksanaan
Kamis, 27 September 2018 jam 10.00 – selesai
H. Proses bermain
Mekanisme Pemberian Permainan
1. Peneliti menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan .yaitu bermain sambil
belajar cara mencuci tangan.
2. Peneliti membagi anak dalam beberapa kelompok.
3. Kemudian peneliti menjelaskan aturan permainannya, sebagai berikut :
a Semua peserta memperhatikan leader
b Peserta memperhatikan arahan dan gerakan leader dan vidio
c Pesera diberikan cairan antiseptik
d Leader dan peserta memulai untuk gerakan mencuci tangan dari step 1
sampai selesai.
e Uji keberanian salah satu peserta untuk melakukan cuci tangan di depan
peserta lain.
f Berikan reawerd bagi peserta yang melakukan cuci tangan didepan
peserta lainnya.

G. Hal – hal yang Perlu Diwaspadai


1. Hindari menghilangkan mood atau perasaan anak untuk bermain
2. Kondisikan lingkungan yang aman dan kondusif untuk bermain

H. Antisipasi Meminimalkan Hambatan


1. Libatkan orang tua dalam proses terapi bermain
2. Jika anak tidak kooperatif anak akan di ajak bermain secara perlahan-lahan

I. Pengorganisasian
1. Leader : Vielga De Princess
Tugas :
a. Membuka acara
b. Membacakan peraturan bermain
c. Memimpin jalannya permainan
d. Memberi semangat kepada peserta
e. Menciptakan suasana menjadi meriah
f. Mengambil keputusan
g. Memberikan reward
2. Fasilitator : Aditiya Pratama, Nurul Dwi, Isni Martiyani, Dian Mayang, Agun
Fauji, Novika Ningrum, Rizki Swastika
Tugas :
a. Memfasilitasi peserta selama permainan berlangsung
b. Mendampingi anak selama bermain
c. Memberikan semangat dan motivasi
3. Observer : Ellen Dwi Astuti
Tugas :
a. Mengamati dan mengevaluasi permainan
b. Mengamati tingkah laku anak
c. Memberikan kritik dan saran

J. KRITERIA EVALUASI
1. Evaluasi struktur :
Persiapan sudah tersedia 15 menit sebelum kegiatan dimulai, leader
memimpin jalannya bermain secara sistematis, fasilitator menggugah suasana
observer mengawasi jalannya kegiatan
2. Evaluasi proses :
a. Bermain anak berlangsung selama 30 menit
b. Anak aktif dan melakukan bermain dengan senang dan ceria
c. Tidak ada yang meninggalkan tempat bermain sebelum acara selesai
3. Evaluasi hasil yang diharapkan
a. Anak dapat melakukan terapi bermain
b. Anak tidak rewel dan enjoy mengikuti kegiatan permainan.
BAB IV

KEGIATAN BERMAIN

A. PELAKSANAAN
No Waktu Terapy Anak Ket
1 5 menit Pembukaan :
1. Membuka dan mengucapkan Menjawab salam
salam
2. Memperkenalkan diri Mendengarkan
3. Memperkenalkan anak satu Mendengarkan dan saling
persatu dan anak saling berkenalan
berkenalan dengan temannya
4. Kontrak waktu dengan anak     Mendengarkan
2 20 menit Kegiatan bermain :
1. Menjelaskan cara permainan Mendengarkan
2. Menanyakan pada anak, anak Menjawab pertanyaan
mau bermain atau tidak
3. Memulai permainan dengan Menerima permainan,
demonstrasi cuci tangan secara Bermain
bersama-sama
4. Fasilitator mengobservasi anak Mengungkapkan perasaan
5. Menanyakan perasaan anak
3 5 menit Penutup :
1. Menghentikan permainan Selesai bermain
2. Menanyakan perasaan anak Mengungkapkan perasaan
3. Menyampaikan hasil permainan Mendengarkan
4. Memberikan hadiah pada anak Senang
yang berani untuk mencoba
mendemonstrasikan cuci tangan
didepan
5. Membagikan souvenir/kenang- Senang
kenangan pada semua anak yang
bermain
6. Menanyakan perasaan anak Mengungkapkan perasaan
7. Menutup acara Mendengarkan
8. Mengucapkan salam Menjawab salam

B. EVALUASI KEGIATAN
1. Anak mau datang untuk bermain
2. Ada anak yang telat datang karena tidur, dan masih makan
3. Anak mau bermain dan mendemonstrasikan cuci tangan bersama-sama
4. Anak merasa senang dengan permainan
5. Anak dapat mendemonstrasikan meskipun dibantu orang tuanya
6. Anak merasa senang dengan hadiah yang didapat

C. KENDALA YANG DI HADAPI


1. Anak tidak mau bermain karena sakit yang dia rasakan
2. Anak kurang mau berinteraksi dengan orang lain selain orang tuanya
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Mencuci tangan merupakan teknik dasar yang paling penting dalam
pencegahan dan pengontrolan infeksi. Mencuci tangan merupakan proses
pembuangan kotoran dan debu secara mekanis dari kedua belah tangan dengan
memakai sabun dan air. Tujuan cuci tangan adalah untuk menghilangkan
kotoran dan debu secara mekanis dari permukaan kulit dan mengurangi jumlah
mikroorganisme. Diare biasanya kuman ditransmisikan dari tangan yang tidak
bersih ke makanan. Untuk mencegahnya, dapat dilakukan dengan menjaga
kebersihan diri salahsatunya yaitu dengan cara mencuci tangan ketika tangan
kita kotor. Untuk menarik kemauan anak-anak dalam mencuci tangan, disini
dilakukan demonstrasi sekaligus bermain secara bersama-sama untuk belajar
mencuci tangan dengan cara yang baik dan tepat.

B. SARAN
1. Orang tua
Sebaiknya orang tua lebih selektif dalam memilih kebutuhan makanan dan
mengawasi anak untuk menjaga kebersihan diri agar anak tidak terjangkit
penyakit secara berulang.

2. Rumah Sakit
Sebagai tempat pelayanan kesehatan, sebaiknya rumah sakit dapat
meminimalkan trauma yang akan anak dapatkan dari hospitalisasi dengan
menyediakan ruangan khusus untuk melakukan tindakan.

3. Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan dapat tetap membantu anak untuk mengurangi
dampak hospitalisasi dengan terapi bermain yang sesuai dengan tahap
tumbuh kembang anak. Karena dengan terapi bermain yang tepat, maka anak
dapat terus melanjutkan tumbuh kembang anak walaupun dirumah sakit.

Anda mungkin juga menyukai