Anda di halaman 1dari 31

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hepatitis adalah peradangan atau infeksi pada sel-sel hati. Penyebab hepatitis yang
paling sering virus, yang dapat menyebabkan pembengkakan dan pelunakan hati. Penyakit
Hepatitis B disebabkan oleh virus Hepatitis B yang bersifat akut atau kronik dan termasuk
penyakit hati yang paling berbahaya dibanding dengan penyakit hati yang lain karena penyakit
Hepatitis B ini tidak menunjukkan gejala yang jelas, hanya sedikit warna kuning pada mata
dan kulit disertai lesu. Penderita sering tidak sadar bahwa sudah terinfeksi virus Hepatitis B
dan tanpa sadar pula menularkan kepada orang lain (Misnadiarly, 2007).1
Penularan HBV dapat melalui cairan tubuh seseorang yang terinfeksi seperti cairan
semen, ludah, darah atau bahan yang berasal dari darah, lender kemaluan wanita, darah
menstruasi, dan cairan tubuh lainnya. Mereka yang beresiko adalah bayi yang baru lahir,
hubungan seksual tidak aman, penggunaan pisau, jarum suntik, tindik, tato, sikat gigi, juga
minum dari gelas yang sama secara bergantian dari gelas yang sama.1
Dalam menjalankan profesinya, dokter gigi tidak terlepas dari kemungkinan untuk
berkontak secara langsung ataupun tidak langsung dengan mikroorganisme dalam saliva dan
darah pasien. Kedokteran gigi merupakan salah satu bidang yang rawan untuk terjadinya
kontaminasi silang antara pasien-dokter gigi, pasien-pasien dan pasien-perawat, adanya
medical history pada rekam medis dapat mempermudah dokter gigi untuk mencurigai adanya
penyakit infeksi yang diderita pasien. Namun, tidak semua pasien dengan penyakit infeksi
dapat langsung diidentifikasi oleh medical history, pemeriksaan fisik, atau tes laboratorium.
Keterbatasan ini lah yang mengantar para pelaku medis untuk menerapkan konsep pencegahan
universal. Pencegahan universal mengacu pada metode kontrol infeksi pada semua darah
manusia dan cairan tubuh (pada bidang kedokteran gigi: saliva) dan proteksi diri yang
dilakukan dokter gigi. Pencegahan universal adalah prosedur kontrol infeksi dan proteksi
dokter gigi yang diterapkan pada semua pasien.3
Pada klinik gigi, saliva pasien, plak gigi, darah, pus, dan cairan krevikular dapat
teraerosol dan meninggalkan noda. Mikroorganisme dapat menyatu dengan material-material
tersebut dan menyebabkan infeksi hingga dapat menularkan penyakit. Beberapa penyakit yang
paling umum adalah influenza, penumonia, TBC, herpes, hepatitis dan AIDS.3 Salah satu
upaya pencegahan terhadap infeksi silang adalah dengan penerapan proteksi diri yang baik dan
benar oleh dokter gigi.
Peningkatan insiden infeksi virus hepatitis B (HBV) dan human immunodeficiency
virus (HIV) menyebabkan peningkatan kewaspadaan terhadap infeksi silang semakin
meningkat. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), antara 35 juta pekerja kesehatan di
seluruh dunia, sekitar tiga juta menerima eksposur perkutan patogen melalui darah setiap
tahun. Dua juta di antaranya tertular HBV( virus Hepatitis B), 900.000 tertular HCV(virus
Hepatitis C) dan 170,000 tertular HIV. Hepatitis B adalah salah satu penyakit yang paling
umum dan serius di dunia. Penyakit ini adalah 100 kali lebih menular dibandingkan HIV.
Menurut WHO, ada sekitar 350 juta pembawa hepatitis kronis B (HBV) di seluruh dunia.
Sampai dengan 2 juta orang meninggal setiap tahun dari infeksi virus hepatitis B, sehingga
menjadi urutan kesembilan penyebab utama kematian di seluruh dunia.4 Hal inilah yang
menyebabkan tenaga medis khususnya dokter gigi harus memperhatikan keselamatan dirinya
dengan cara menerapkan proteksi diri sebagai upaya untuk mencegah terjadinya infeksi silang
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk membuat makalah mengenai
penanganan tindakan kedokteran gigi pada pasien penderita hepatitis.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan penyakit Hepatitis ?
2. Bagamaina cara penyebaran atau penularan penyakit Hepatitis ?
3. Bagaimana penataksanaannya pada bidang kedokteran gigi ?
1.3 Tujuan penulisan
Untuk mengetahui tentang penanganan tindakan kedokteran gigi pada pasien penderita
hepatitis.
1.4 Manfaat Penulisan
Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak,
khususnya mahasiswa kedoktera gigi untuk menambah pengetahuan tentang penanganan
tindakan kedokteran gigi pada pasien penderita hepatitis. Manfaat lain dari penulisan ini
diharapkan dapat dijadikan acuan dalam pembuatan proposal, makalah, maupun skripsi dan
semacamnya dibangku perkuliahan.
BAB 2
TERJEMAHAN JURNAL

"Hepatitis" - Pencegahan dan manajemen dalam praktik kedokteran gigi2

ABSTRAK
Saat ini, virus hepatitis telah menjadi epidemi bisu di seluruh dunia. Ini adalah penyebab utama
sirosis hati dan karsinoma hati. Di klinik gigi, infeksi dapat dipercepat melalui beberapa rute,
termasuk kontak langsung atau tidak langsung dengan darah, cairan oral, percikan tetesan,
aerosol, dll. Tujuan dari tinjauan ini adalah untuk meningkatkan kesadaran di kalangan praktisi
gigi, sehingga dapat mengurangi beban hepatitis di komunitas mereka. Database elektronik
seperti PubMed, Medline, ProQuest, dll. Dicari menggunakan kata kunci hepatitis, dokter gigi,
penyakit hati, dan pengendalian infeksi. Pencarian manual berbagai jurnal dan buku juga
dilakukan. Hanya artikel yang sangat relevan dari literatur bahasa Inggris yang
dipertimbangkan untuk ulasan ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dokter gigi adalah di
antara kelompok risiko tinggi untuk hepatitis, dan mereka memiliki sedikit informasi tentang
faktor yang terkait dengan kepatuhan terhadap vaksinasi hepatitis B. Seorang dokter gigi dapat
memainkan peran utama dalam pencegahan hepatitis dengan mempertimbangkan setiap pasien
sebagai pembawa potensial hepatitis. Kontrol infeksi yang tepat, sterilisasi, dan vaksinasi
profilaksis harus diikuti untuk mengurangi risiko hepatitis.2

INTRODUCTION2
Meningkatnya peningkatan penyakit menular serius selama beberapa dekade terakhir telah
menciptakan keprihatinan global dan memengaruhi pendekatan pengobatan semua praktisi
perawatan kesehatan. Pasien dengan gangguan hati sangat menarik bagi dokter gigi karena hati
memainkan peran penting dalam fungsi metabolisme, termasuk sekresi empedu yang
diperlukan untuk penyerapan lemak, konversi gula menjadi glikogen, dan ekskresi bilirubin,
produk limbah metabolisme hemoglobin. Gangguan fungsi hati dapat menyebabkan kelainan
metabolisme asam amino, protein, karbohidrat, dan lipid. Banyak fungsi biokimiawi yang
dilakukan oleh hati, seperti sintesis faktor koagulasi dan metabolisme obat, dapat terpengaruh.
Profesional perawatan kesehatan gigi dikatakan berisiko terinfeksi oleh berbagai
mikroorganisme termasuk Mycobacterium tuberculosis, hepatitis B dan virus hepatitis C
(HBV dan HCV, masing-masing), streptokokus, stafilokokus, virus herpes simpleks tipe 1,
HIV, gondong, influenza , dan rubella. Infeksi HBV dan HCV adalah penyebab utama penyakit
hati di seluruh dunia dan pembuat kebijakan kesehatan dengan strategi mereka mencoba
mengendalikan infeksi ini di masyarakat.
Kebanyakan peneliti percaya bahwa dokter gigi mendapatkan virus melalui luka di jari
yang terkontaminasi oleh darah atau air liur pasien. Karena sekresi nasofaring membawa virus,
kemungkinan infeksi dapat diperoleh dengan aerosol, walaupun jauh, masih ada. Ahli bedah
gigi memiliki risiko besar terkena hepatitis karena banyaknya pertemuan mereka yang
melibatkan penggunaan dan pembuangan instrumen tajam. Setiap spesialisasi perawatan
kesehatan yang melibatkan kontak dengan mukosa, darah, atau darah yang terkontaminasi
dengan cairan tubuh harus memiliki tujuan untuk memastikan kepatuhan dengan tindakan
pencegahan standar dan metode lain untuk meminimalkan risiko infeksi.
Database elektronik seperti PubMed, Medline, ProQuest, dll. Dicari menggunakan kata
kunci hepatitis, dokter gigi, penyakit hati, dan pengendalian infeksi. Pencarian manual
berbagai jurnal dan buku juga dilakukan. Tidak semua artikel yang dicari dimasukkan, tetapi
hanya artikel yang sangat relevan dari literatur bahasa Inggris yang dipertimbangkan untuk
ulasan ini.
GAMBAR UMUM JENIS-JENIS VIRUS HEPATITIS2
Virus hepatitis hampir selalu disebabkan oleh salah satu virus hepatitis spesifik. Semua
virus ini memunculkan penyakit yang mirip dalam fitur klinis dan patologis dan sering
anicteric atau asimptomatik.
Istilah "virus hepatitis" biasanya diterapkan pada tahap akut penyakit yang ditandai dengan
demam, malaise, dan penyakit kuning, tetapi jarang menyebabkan kematian. Manifestasi
kronis dari penyakit ini diklasifikasikan sebagai hepatitis kronis atau nekrosis hati masif.
Dalam bentuk penyakit yang ringan, pasien memiliki gejala mual dan muntah seperti flu dan
seorang perokok mungkin tidak menyukai rokok. Pasien mungkin menderita artritis atau ruam
yang melibatkan sendi distal.
Hepatitis menular (hepatitis A) diperkirakan didapat secara oral, dengan masa inkubasi
pendek sekitar 50 hari dan cenderung terjadi terutama pada anak-anak dan dewasa muda,
secara sporadis dan epidemi, ini berlangsung dari 6 hingga 8 minggu dan penyakit ini biasanya
sembuh tanpa gejala sisa.
Serum hepatitis (hepatitis B) dianggap ditularkan secara parenteral, dengan masa inkubasi
50-100 hari. Ini terjadi secara sporadis pada semua kelompok umur, tetapi individu yang lebih
tua lebih terpengaruh.
HCV diidentifikasi sebagai agen penyebab dari 95% kasus hepatitis non-A non-B pada
tahun 1989. Mekanisme pasti yang menyebabkan HCV menyebabkan kerusakan hati tidak
sepenuhnya dipahami. Namun, tampaknya respons imunologis seseorang terhadap HCV
berkontribusi signifikan terhadap proses ini. Masa inkubasi bervariasi, mulai dari 3 hingga 20
minggu, dengan rata-rata 7 minggu. Kebanyakan orang yang terinfeksi memiliki tingkat
transient alanine aminotransferase (ALT) yang meningkat lebih dari sepuluh kali lipat sebelum
gejalanya berkembang.
Hepatitis kronis yang disebabkan oleh HBV dan HCV adalah masalah perawatan kesehatan
utama dengan prevalensi hepatitis B di seluruh dunia diperkirakan 2-8% dan hepatitis C sekitar
3%.
Virus Hepatitis D (HDV) adalah virus cacat RNA yang tidak memiliki keberadaan
independen. Ini membutuhkan HBV untuk replikasi dan memiliki sumber dan mode
penyebaran yang sama dengan HBV. Ia dapat menginfeksi secara bersamaan dengan HBV
atau dapat menginfeksi mereka yang sudah menjadi pembawa HBV kronis. Dengan demikian,
pencegahan infeksi HDV mirip dengan pencegahan HBV dan sangat bergantung pada
vaksinasi HBV.
Virus Hepatitis E (HEV) adalah virus RNA yang diekskresikan dalam tinja dan menyebar
melalui rute fecal-oral. Penyakit klinis menyerupai infeksi virus Hepatitis A akut (HAV) dan
pemulihan adalah aturannya. Infeksi kronis tidak terjadi.
Virus Hepatitis G (HGV) adalah virus RNA yang jarang terjadi sebagai infeksi soliter dan
biasanya muncul sebagai koinfeksi dengan hepatitis A, B, atau C. HGV diketahui ditularkan
melalui darah dan sering dikaitkan dengan transfusi.
HEPATITIS DAN PRAKTISI GIGI
Di klinik gigi, infeksi dapat dipercepat melalui beberapa rute, termasuk kontak langsung
dengan darah, cairan oral, atau sekresi lainnya; kontak tidak langsung dengan instrumen yang
terkontaminasi, peralatan operasi, atau lingkungan sekitar; atau kontak dengan kontaminan
yang ada di udara baik dalam percikan tetesan atau aerosol cairan oral dan pernapasan. HBV
adalah agen penyebab utama infeksi hati akut dan kronis, sirosis, dan karsinoma hepatoseluler
primer di seluruh dunia. Ada lebih dari 300 juta pembawa virus secara global, dan sekitar 90%
di antaranya hidup di negara-negara berkembang. Di antara pembawa global, 75% berasal dari
benua Asia, di mana antara 8% dan 15% dari populasi membawa virus.
Telah dilaporkan bahwa infeksi HBV adalah bahaya pekerjaan infeksi yang paling penting
dalam profesi gigi.
Sejumlah laporan menyarankan sebagai berikut:
• Kejadian infeksi HBV yang secara signifikan lebih tinggi di antara praktisi gigi
• Tingkat infeksi HBV yang lebih tinggi terutama di antara ahli bedah mulut, periodontis, dan
endodontis.
Vektor infeksi HBV dalam praktik periodontal adalah sekresi darah, saliva, dan nasofaring.
Intraoral, konsentrasi terbesar dari infeksi hepatitis B adalah di sulkus gingiva. Juga, penyakit
periodontal, keparahan perdarahan, dan kebersihan mulut yang buruk dikatakan terkait dengan
risiko HBV.
Darah sangat sering ditemukan dalam aerosol yang diproduksi oleh instrumen gigi seperti
scaler ultrasonik atau peralatan berkecepatan tinggi lainnya. Penskalaan ultrasonik jelas terkait
dengan peningkatan tingkat kontaminasi udara, mengkonfirmasikan hasil yang dilaporkan oleh
beberapa penelitian lain yang menunjukkan bahwa prosedur ini adalah pelaksana utama
kontaminan udara dalam kedokteran gigi.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa membilas dengan obat kumur antiseptik
menghasilkan penurunan 94,1% kontaminan di udara, dibandingkan dengan kontrol yang tidak
dibilas. Oleh karena itu, evakuator volume tinggi dan pembilasan oral pra-prosedural akan
mencegah kontaminasi udara.
Pasien dengan penyakit periodontal menunjukkan tingkat deteksi yang lebih tinggi dari
antigen permukaan HBV (HBsAg), anti-HBc, anti-HCV, atau keduanya anti-HCV dan anti-
HBc di saliva yang tidak distimulasi dibandingkan dengan kontrol. Tidak ada kasus yang tidak
perlu dari penularan saliva HCV yang telah dilaporkan. Namun, keberadaan jalur transmisi
lain dimungkinkan. HCV-RNA telah terdeteksi dalam saliva dan kelenjar ludah pasien dengan
sialadenitis. Sebagian besar pasien HCV (77%) memiliki kadar RNA HCV yang lebih tinggi
dalam sulkus gingiva daripada air liur mereka, dan HCV-RNA ditemukan dalam sikat gigi
pasien hepatitis C. Berbagi benda-benda ini oleh anggota rumah tangga mereka bisa menjadi
risiko infeksi.
Pembedahan umum, prosedur gigi, dan pelebaran dan kuretase adalah faktor yang lebih
terkait dengan seropositif HCV, menunjukkan prosedur medis yang tidak aman diikuti di
Pakistan.
PENCEGAHAN DAN MANAJEMEN HEPATITIS DI KLINIK GIGI
Untuk mengurangi penyebaran virus hepatitis pada praktisi gigi, direkomendasikan bahwa
praktisi gigi harus menerima imunisasi terhadap virus hepatitis dan harus menggunakan
peralatan pelindung individu seperti sarung tangan, topi kepala, masker, dll.
Terlepas dari ketersediaan dan rekomendasi vaksinasi hepatitis B, tingkat vaksinasi di
kalangan praktisi gigi tetap rendah secara konsisten di negara-negara berkembang. Sebuah
penelitian melaporkan bahwa hanya 20% dari ahli bedah gigi telah menerima tiga dosis vaksin
hepatitis B di kota Benin, Nigeria. Dalam penelitian lain di antara dokter gigi Brasil, 73,8%
dokter gigi dilaporkan memiliki tiga dosis vaksin hepatitis B. Telah ditemukan bahwa 5-10%
dari subyek normal tidak menghasilkan antibodi permukaan anti-hepatitis B (anti-HBs) setelah
menerima standar vaksin HBV. Dengan demikian, tes pasca-vaksinasi, 1-3 bulan setelah dosis
ketiga vaksin, direkomendasikan untuk petugas kesehatan yang memiliki kontak dengan darah.
Setiap fasilitas perawatan kesehatan gigi harus mengembangkan program tertulis yang
komprehensif untuk mencegah dan mengelola paparan kerja. Ini harus fokus pada hal berikut:
 Penyedia layanan kesehatan gigi harus menerima tiga dosis vaksinasi hepatitis B
 Menjelaskan jenis paparan darah yang dapat menyebabkan petugas kesehatan gigi (DHCP)
berisiko terinfeksi.
 Buat garis besar prosedur untuk segera melaporkan dan mengevaluasi paparan seperti itu
 Identifikasi profesional perawatan kesehatan yang memenuhi syarat untuk memberikan
konseling dan melakukan semua evaluasi dan prosedur medis sesuai dengan rekomendasi
US Public Health Care Service (CDC) terbaru
 Sumber daya harus tersedia yang memungkinkan akses cepat DHCP yang terpapar ke
perawatan klinis, pengujian, konseling, dan profilaksis pasca pajanan (PEP).
Paparan yang mungkin menempatkan dokter gigi pada risiko infeksi hepatitis termasuk yang
berikut ini :
 Cidera perkutan (ditusuk jarum atau dipotong dengan benda tajam)
 Kontak dengan darah, jaringan, atau cairan tubuh lain yang berpotensi menular
 Selaput lendir mata, hidung, atau mulut atau kulit yang tidak utuh (kulit yang terpapar
yang pecah-pecah, terkelupas, atau menderita dermatitis).
Cidera perkutan menimbulkan risiko penularan yang lebih besar. Mayoritas
pajanan dalam kedokteran gigi dapat dicegah, dan metode untuk mengurangi risiko kontak
darah termasuk penggunaan tindakan pencegahan standar dan kontrol rekayasa serta
modifikasi praktik kerja. Pendekatan ini mungkin telah berkontribusi pada penurunan
cedera perkutan di antara dokter gigi selama beberapa tahun terakhir. Namun, jarum suntik
dan kontak darah lainnya terus terjadi, yang menjadi perhatian karena cedera perkutan
merupakan risiko terbesar penularan.
Ketika seorang pasien memasuki klinik gigi, riwayat kesehatannya harus dicatat.
Semua pasien dengan riwayat hepatitis harus dikelola karena mereka berpotensi menular.
Apakah seseorang menjadi pembawa hepatitis B kronis tergantung pada faktor geografis,
sosial ekonomi, imunologi, dan genetik. Tingkat karier yang tinggi ditemukan di antara
pasien dengan yang berikut: [6]
 Kusta lepromatosa
 Limfoma
 Pasien dengan dialisis ginjal kronis
 Sindrom Down
 Pasien yang menerima obat imunosupresif
 Penyalahguna narkoba memiliki riwayat hepatitis.
Berikut ini adalah pedoman untuk merawat pasien hepatitis
 Tidak ada perawatan gigi selain perawatan darurat yang harus diberikan untuk
pasien dengan hepatitis virus akut
 Hepatitis B menjadi perhatian utama dokter gigi. Individu masih membawa virus
hingga 3 bulan setelah gejala menghilang, sehingga setiap pasien dengan riwayat
hepatitis B baru-baru ini harus dirawat hanya untuk masalah darurat gigi
 Untuk pasien dengan riwayat hepatitis sebelumnya, berkonsultasilah dengan
dokter untuk menentukan jenis hepatitis, perjalanan dan lama penyakit, cara
penularan, dan penyakit hati kronis atau keadaan pembawa virus.
 Untuk pemulihan HAV atau HEV, lakukan perawatan periodontal rutin
 Untuk HBV dan HDV yang pulih, berkonsultasilah dengan dokter dan lakukan tes
laboratorium HBsAg dan HBs.
 Jika tes HBsAg dan anti-HBs negatif tetapi diduga HBV, lakukan penentuan HBs
lainnya
 Pasien yang positif HBsAg mungkin infektif (karier kronis); tingkat infektivitas
diukur dengan penentuan HbsAg
 Pasien yang anti-HBs positif dapat dirawat secara rutin
 Pasien yang HBsAg negatif dapat diobati secara rutin.
Jika seorang pasien dengan hepatitis aktif, status HBsAg (pembawa HBV) positif, atau
status HCV positif memerlukan perawatan darurat, gunakan tindakan pencegahan berikut:
 Konsultasikan dengan dokter pasien mengenai status
 Jika perdarahan kemungkinan terjadi selama atau setelah perawatan, ukur waktu
protrombin (PT) dan waktu perdarahan. Hepatitis dapat mengubah koagulasi; ubah
pengobatan sesuai kebutuhan
 Semua personel dalam kontak klinis dengan pasien harus menggunakan teknik
pelindung penuh, termasuk masker, sarung tangan, kacamata atau pelindung mata, dan
baju sekali pakai
 Gunakan sebanyak mungkin tutup sekali pakai, yang mencakup pegangan lampu,
pegangan laci, dan baki braket. Penutup headrest juga harus digunakan
 Semua barang yang dapat dibuang (mis., Kain kasa, benang, ejector air liur, masker,
gaun, sarung tangan) harus ditempatkan di keranjang sampah berjajar. Setelah
pengolahan, barang-barang ini dan semua penutup yang sekali pakai harus dikantongi,
diberi label, dan dibuang, mengikuti pedoman yang tepat untuk limbah berbahaya
 Teknik aseptik harus diikuti setiap saat. Minimalkan produksi aerosol dengan tidak
menggunakan instrumentasi ultrasonik, jarum suntik udara, atau handpieces
berkecepatan tinggi. Ingat bahwa air liur mengandung distilat virus. Sangat disarankan
untuk membilas dengan chlorhexidine gluconate selama 30 detik
 Ketika prosedur selesai, semua peralatan harus digosok dan disterilkan. Jika suatu
barang tidak dapat disterilkan atau dibuang, itu tidak boleh digunakan
 Semua permukaan yang bekerja dan permukaan lingkungan harus dibersihkan dengan
glutaraldehyde (Cidex) 2% yang diaktifkan.
Kontrol praktik kerja merupakan tambahan penting untuk mencegah pajanan darah.
Mereka adalah sebagai berikut:
 Menggunakan teknik sendok satu tangan, perangkat mekanis yang dirancang untuk
memegang tutup jarum untuk memfasilitasi pengepresan satu tangan, atau
perangkat perlindungan cedera tajam yang direkayasa (mis., Jarum dengan
mekanisme selubung ulang) untuk memasang kembali jarum antara penggunaan
dan sebelum dibuang
 Jangan menekuk atau mematahkan jarum sebelum dibuang
 Hindari memasukkan jarum suntik dengan jarum yang tidak terhunus
 Melepaskan bur sebelum membongkar handpiece dari unit gigi
 Menggunakan instrumen daripada jari untuk memegang jarum, menarik kembali
jaringan, dan memuat / membongkar jarum dan pisau bedah
 Menempatkan jarum suntik dan jarum sekali pakai, bilah pisau bedah, dan benda
tajam lainnya dalam wadah tahan tusukan yang tepat dan sedekat mungkin dengan
tempat barang itu digunakan.
 Memberikan pengumuman verbal saat melewati benda tajam.
PROPHYLAXIS POST-EXPOSURE
PEP adalah pedoman yang diberikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia untuk
pencegahan infeksi jika ada risiko kontak dengan bahan yang berpotensi berbahaya. Untuk
menghindari risiko kemungkinan infeksi, Organisasi Kesehatan Dunia memperkenalkan
pedoman untuk pencegahan kemungkinan infeksi yang disebabkan oleh virus hepatotropik
dan HIV. PEP diimplementasikan dalam enam langkah yang dibahas di bawah ini.
Langkah satu: Perawatan Tempat Paparan
Tempat terkena cairan yang berpotensi menular harus dicuci sesegera mungkin
menggunakan sabun dan air saja, sedangkan selaput lendir yang terpapar harus dicuci
dengan air saja. Mata harus dibilas dengan air dan larutan garam (jika ada kontak dengan
cairan yang berpotensi menular). Jangan gunakan kaustik dan jangan membilas luka
dengan antiseptik dan desinfektan.
Langkah dua: Laporkan dan dokumentasi
Paparan kerja harus segera dilaporkan. Rincian mengenai keadaan di mana paparan terjadi
dan karyawan diberikan profilaksis harus dicatat dalam rekam medis karyawan.
Dokumentasi harus mencakup: Tanggal dan waktu paparan, detail kecelakaan (di mana dan
bagaimana paparan terjadi, apa situs atau situs paparan di tubuh, jika paparan dikaitkan
dengan benda tajam - jenis dan merek tajam) , rincian kecelakaan pajanan (jenis dan jumlah
cairan atau bahan yang terpapar pada seseorang), keparahan cedera (atau berbagai jenis
pajanan), dan detail tentang sumber bahan infeksi. Hal-hal berikut harus diperiksa:
 Apakah sumber bahan yang berpotensi menular memiliki infeksi HBV, HCV, atau
HIV?
 Jika seorang pasien, sumber bahan, adalah HIV positif, tahap penyakit atau tingkat
partikel menular dalam darah harus ditentukan
 Penting untuk mencatat riwayat memakai terapi antiretroviral, atau resistansi
antiretroviral (jika diketahui)
 Penting untuk mencatat rincian orang yang terpajan (vaksinasi HBV, respons
terhadap vaksinasi, kondisi medis lainnya dan obat-obatan yang digunakan, adanya
kehamilan atau menyusui).
Langkah tiga: Evaluasi paparan
Potensi penyebaran infeksi HBV, HCV, atau HIV harus dievaluasi berdasarkan
jenis bahan infektif, tempat pemasukan bahan ke dalam tubuh orang yang terpapar, dan
tingkat keparahan paparan. Paparan yang signifikan dapat menjadi risiko untuk penularan
patogen lebih lanjut dengan darah dan memerlukan evaluasi lebih lanjut dari cairan tubuh:
Darah, sperma, sekresi vagina, serebrospinal, sinovial, pleural, peritoneal, perikardial, dan
cairan ketuban. Cairan tubuh yang tidak berisiko menularkan agen infeksius jenis ini,
kecuali mereka jelas mengandung darah, adalah urin, dahak, air liur, tinja, muntah, ekskresi
hidung, air mata, dan keringat.
Langkah empat: Evaluasi sumber
Ketika sumber pasien dari bahan infeksi diketahui, perlu untuk mengikuti ini:
 Tes pasien untuk antibodi anti-HBsAg, HCV dan HIV
 Evaluasi “viral load” (tingkat partikel infeksius dalam darah) untuk kontrol rutin
sumber pasien TIDAK dianjurkan
 Tes pasien dengan tes HIV cepat.
Jika pasien TIDAK terinfeksi salah satu dari virus ini, setelah tes primer dari orang yang
terpajan, pemantauan kontrol lebih lanjut tidak diperlukan.
Ketika sumber pasien tidak diketahui, perlu untuk mengevaluasi kemungkinan dan
tingkat risiko pajanan. Untuk mempertimbangkan kemungkinan infeksi oleh virus-virus ini
pada pasien, yang terhubung dengan keadaan pajanan (mis. Berapa tingkat orang yang
terinfeksi dalam komunitas? Apakah klinik, tempat pajanan terjadi, mengobati sejumlah
besar orang yang terinfeksi atau pasien berisiko tinggi?). jangan menguji jarum yang
terbuang untuk patogen ini karena keandalan hasil yang diperoleh tidak diketahui.
Langkah lima: Profilaksis spesifik
Pengujian primer terhadap semua orang yang terpajan HBV, HCV, dan HIV harus
dilakukan setelah setiap paparan terhadap cairan yang berpotensi menular. Jika orang yang
terpapar memiliki infeksi sebelumnya yang disebabkan oleh virus-virus tersebut dan tidak
mengetahuinya, ia harus menerima pengobatan antivirus daripada profilaksis.
Langkah enam: Kontrol pemantauan
Jika ada staf medis yang terpapar hepatitis, perlu dilakukan tes kontrol untuk HBV,
termasuk konseling wajib. Ini mempertimbangkan hal-hal berikut:
 Pengujian untuk antibodi anti-HBs 1–2 bulan setelah dosis terakhir vaksin [antibodi
anti-HBs tidak dapat diuji 6-8 minggu setelah pemberian anti-HBs immunoglobulin
(HBIG) karena kemungkinan untuk hasil positif palsu]
 Memberi saran kepada orang yang terpapar untuk tidak menyumbangkan darah,
plasma, organ, jaringan, sperma, dan tidak melakukan perilaku berisiko.
 Menawarkan konseling psikologis jika diperlukan.
Kontrol pengujian dan memberi nasihat setelah paparan HCV termasuk yang
berikut ini
 Ulangi tes untuk antibodi anti-HCV dan ALT paling cepat 4-6 bulan setelah
paparan
 Lakukan tes untuk viral load HCV selama 4-6 minggu untuk diagnosis dini (hati-
hati karena kemungkinan mendapatkan hasil positif palsu)
 Selama periode pengujian, orang yang terpapar tidak boleh menyumbangkan darah,
plasma, organ, jaringan, atau sperma
 Orang yang terpapar harus menjauhkan diri dari perubahan dalam aktivitas seksual,
kehamilan, menyusui, atau kegiatan profesional
 Layanan konseling harus ditawarkan.
KESIMPULAN
Hanya merayakan Hari Hepatitis Sedunia pada 28 Juli tidak cukup untuk
meningkatkan kesadaran di masyarakat. Ini adalah kesempatan bagi masyarakat dan
pembuat kebijakan kesehatan secara global untuk berbagi pengetahuan lebih banyak dan
menemukan pendekatan yang lebih baik untuk mengendalikan infeksi HBV dan HCV di
komunitas mereka. Peran media dalam kolaborasi dengan gastroenterologis, hepatologis,
ahli bedah umum dan gigi, dan pusat infeksi untuk menghasilkan materi informasi dan
edukasi publik yang masif sangat penting.
Peran yang dapat dimainkan oleh seorang dokter gigi dalam pencegahan hepatitis
adalah dengan mempertimbangkan setiap pasien sebagai pembawa potensial hepatitis.
Protokol pengendalian infeksi dan sterilisasi yang tepat harus dipatuhi untuk mengurangi
risiko infeksi. Ahli bedah gigi memiliki risiko paparan yang lebih besar daripada spesialis
lain di bidang medis karena mereka terpapar aerosol selama penskalaan ultrasonik. Jadi,
mereka harus memberikan penekanan khusus pada pencegahan dan perlindungan terhadap
hepatitis.
BAB 3
PEMBAHASAN

3.1 Hepatitis
Hepatitis adalah peradangan atau infeksi pada sel-sel hati. Penyebab hepatitis yang paling
sering virus, yang dapat menyebabkan pembengkakan dan pelunakan hati.1
1. Hepatitis A
Virus hepatitis A (HAV) adalah penyakit keturunan dan merupakan virus RNA. Infeksi
HAV menyebabkan penyakit kuning dan jarang menyebabkan kematian. Pada orang
dewasa tingkat kematian adalah sekitar 1 dari 1000 orang dan pada orang lebih dari 50
tahun tingkat kematian sekitar 27 dari 1000. Masa inkubasi virus hepatitis A adalah
sekitar 4 sampai 6 minggu. Setelah seseorang sembuh dari infeksi virus hepatitis A,
orang tersebut akan terlindungi seumur hidup. Vaksin untuk virus Hepatitis A sekarang
sudah tersedia. Jika seseorang belum terkena HAV, vaksinasi satu kali dapat
memberikan kekebalan seumur hidup.5
2. Hepatitis B
Infeksi virus hepatitis B (HBV) disebabkan oleh virus DNA yang merupakan suatu
Hepadnavirus. Secara klinis kebanyakan pasien yang terinfeksi HBV tidak
teridentifikasi.5 Virus ini diperkirakan menginfeksi sepertiga dari total
populasi dunia dan sekitar sekitar 20% dari mereka terinfeksi kronis. Tidak hanya
menyebabkan infeksi kronis, virus ini juga dapat menyebabkan sirosis hati dan
karsinoma hepatoseluler. Sebagai tahap awal dalam mencegah infeksi HBV, small
hepatitis B surface antigen (sHBsAg) digunakan sebagai komponen utama dari vaksin
hepatitis B. 6
Ada sekitar 2-7% dari populasi di Asia Selatan, Timur Tengah, wilayah
Mediterania, Eropa Timur, Rusia, Bagian Tengah dan Selatan wilayah Amerika
terinfeksi dengan virus ini. Daerah Alaska dan Kanada (Tundra), Amerika Selatan,
Afrika, Asia Tenggara termasuk Cina dianggap memiliki prevalensi yang tinggi (> 8%
dari populasi). Sebagian besar Amerika Utara, Amerika Selatan, Australia, dan Eropa
Barat dianggap memiliki prevalensi yang rendah (<2% dari populasi). Masa inkubasi
berlangsung 45-160 hari oleh karena itu disebut juga infeksi hepatitis kronis. Transmisi
dapat secara perkutan dan non-perkutan, tetapi ditularkan terutama melalui darah.
Virus hepatitis ini sangat menular dan telah diakuisisi oleh dokter gigi occupationally
di masa lalu. Menurut Hasil infeksi HBV - sekitar 90% dari yang terinfeksi menjadi
sehat kembali, sekitar 9-10% menjadi pembawa asimtomatik atau menderita hepatitis
kronis persisten; sekitar 1% berkembang menjadi penyakit fulminan setelah terinfeksi
dan menyebabkan kematian. Vaksin terhadap infeksi HBV telah tersedia. Tingkat
infeksi di kalangan dokter gigi (termasuk dokter umum dan spesialis) berkisar dari
13,6% sampai 38,5%. Oleh karena itu penyakit ini tidak sedikit menyerang dokter gigi.
Ada beberapa kasus dokter gigi yang terinfeksi HBV dari pasien . Menurut Centers for
Disease Control & Prevention (CDC) dosis vaksin booster mungkin tidak dianggap
perlu karena respon anemnistic dan kurangnya bukti dari orang yang sebelumnya
diimunisasi menjadi terinfeksi kembali (tubuh akan menunjukkan respon imun
protektif).5
3. Hepatitis C
Hepatitis C Virus (HCV) di identifikasi pertama kali pada tahun l998 dan merupakan
penyebab utama dari hepatitis non-A, non-B. Hepatitis C merupakan penyakit yang
penting karena bertanggung jawab atas sekitar 90% hepatitis pasca transfusi dan diduga
3% populasi dunia telah terinfeksi virus hepatitis C yang mempunyai masa inkubasi
sekitar 7 minggu (2-26 minggu). Hepatitis C kronis menjadi penyebab utama dari
Sirosis hati dan Karsinoma hepatoseluler.7 Lebih dari 60% yang terinfeksi dapat
menjadi penyakit hati kronis. Dari yang terjangkit penyakit ini, 30-60% menjadi
penyakit hati aktif dan 5-20% menjadi sirosis hati.5
Virus hepatitis C biasanya menular melalui transfusi darah, kontak dengan darah
dan cairan tubuh lainnya. Penyakit ini juga biasa terlihat pada orang-orang yang
menggunakan berbagi jarum selama pemakaian narkoba, dan pada pasien dengan
penyakit menular seksual lainnya. Penyakit ini bisa sangat melemahkan dan bisa
berakibat fatal.5
Sebelum ditemukannya tes serologis untuk hepatitis C, diagnosis hepatitis non-A
non-B ditegakkan atas eksklusi hepati-tis A, hepatitis B dan kemungkinan penyebab
hepatitis lain. Virus hepatitis C merupakan virus RNA beruntai tunggal termasuk famili
Flaviviridae. Genom HCV ditemukan pada tahun 1989 oleh Choo dkk. Karena struktur
genom HCV yang sangat heterogen dan mudah mengadakan mutasi maka mudah
terjadi variasi perjalanan klinik infeksi HCV, respon terapi anti virus yang kurang baik
dan sulitnya pem buatan vaksin. Keberhasilan terapi anti virus terhadap infeksi HCV
lebih rendah dibandingkan dengan terapi hepatitis virus B dan angka relapsnya lebih
tinggi.7
4. Hepatitis D
Virus hepatitis D adalah suatu virus seperti partikel yang selalu tergantung pada
kehadiran infeksi virus Hepatitis B pada pasien (piggy-back virus). Penyakit ini
mungkin terjadi sebagai koinfeksi dengan HBV atau setelah terinfeksi oleh HBV. Cara
penularannya dapat melalui darah dan kontak cairan tubuh lainnya.5
Infeksi virus hepatitis D adalah infeksi paling berbahaya yang terjadi pada pasien.
Dokter gigi harus menghindari kontak dengan darah dan cairan tubuh lain dari pasien
dengan menggunakan teknik perlindungan yang baik dan benar serta memiliki
pembuangan limbah yang baik untuk menghindari infeksi silang antara pasien lainnya.5
3.2 PERJALANAN TRANSMISI PENYAKIT
Pada dunia kedokteran gigi, penyakit dapat ditularkan dari pasien ke pasien, dokter gigi ke
pasien, dan pasien ke dokter gigi, jika tindakan pencegahan yang memadai tidak
dilaksanakan. Beberapa cara penularan penyakit berdasarkan keparahannya antara lain: 5
3.2.1 Perkutaneus (resiko tinggi)
Inokulasi mikroba dari darah dan saliva yang ditularkan melalui jarum atau benda
tajam.

Gambar 1. Perkutaneus.
3.2.2 Kontak langsung (resiko tinggi)
Tersentuh atau terpaparnya kulit yang non-intact terhadap lesi oral yang menginfeksi,
permukaan jaringan yang terinfeksi, atau cairan yang terinfeksi, percikan cairan yang
terinfeksi.

Gambar 2. Kontak langsung.

3.2.3 Inhalasi aerosol atau droplet yang patogen (resiko sedang)


Menghirup bioaerosol yang mengandung material infektif saat menggunakan
handpiece dan scaler atau droplet nucleii yang berasal dari batuk.

Gambar 3. Inhalasi.

3.2.4 Kontak tidak langsung


Melalui menyentuh permukaan benda mati yang terkontaminasi pada ruangan
perawatan atau ruang operasi.

Gambar 4. Kontak tidak langsung.


Resiko transmisi penyakit bervariasi tergantung dari daya tahan tubuh host,
virulensi, infektivitas organisme, dosis atau jumlah mikroorganisme, waktu pemaparan,
dan cara transmisi.kontrol terhadap virulensi ortganisme pathogen atau mengurangi
kerentanan pasien hampir tidak mungkin. Petugas klinis harus mengerti tentang proses
penyakit, route transmisi, metode mengontrol transmisi, dan mengimplementasikan
proteksi diri selama praktek sebagai pencegahan terhadap infeksi silang. Imunisasi
terhadap penyakit, penggunaan peralatan pelindung, kontrol pada teknik dan tempat kerja,
disinfeksi permukaan/peralatan, sterilisasi instrumen yang kritis dan semi-kritis,
penggunaan protokol aspetik selama perawatan dan secara luas mencakup wilayah Dental
Control Infection & Keselamatan Kerja dokter gigi.5

Penyakit infeksi yang biasa dijumpai pada bidang kedokteran gigi dan cara transmisinya
dapat dilihat pada tabel dibawah ini.5
TABEL 1. Penyakit infeksi yang biasa dijumpai pada bidang kedokteran gigi dan cara
transmisinya
Kondisi Habitat Routes of Transmission
Sexually transmitted
diseases
1. Herpetic Oral, pharynx, ano- Contact-lesion exudate,
Infections genital, skin, viscera, eye saliva, sexual contact,
blood

2. Acute herpetic Oral, gingival, pharynx Contact-lesion exudate,


gingivostomatitis saliva, blood
3. Herpetic Whitlow Fingers, hands Contact-lesion exudate,
saliva, blood
4. Goncoccal Oral, pharynx, genitals Contact-lesion exudate,
Infections saliva, blood,
nasopharyngeal
secretions
Genitals, eye, oropharynx
5. Chlamydial Contact-lesion exudate,
Infection Genitals, oropharynx, genital secretions,
oral, gastrointestinal secretions from eye
6. Trichomonal Contact-lesion exudate,
Infections mucosa, saliva, blood,
body fluids

TABEL 2. Penyakit infeksi yang biasa dijumpai pada bidang kedokteran gigi dan cara
transmisinya
Kondisi Habitat Routes of Transmission
Sexually transmitted
diseases

7. Condyloma Ano-genital, skin, oral, Contact-lesion, mucosa,


Acuminatum mucosal areas blood
8. Syphilis Genitals, skin, oral Contact-lesion, mucosa,
mucosa, oropharynx blood, saliva, body fluids
9. Infectious Skin, oral mucosa, Contact-mucosa, saliva,
Mononucleosis genitals, parotids, saliva lesion exudate
10. Hepatitis B Virus Liver, blood, body fluids Contact-blood, saliva,
Infection body fluids
11. Hepatitis D Virus Liver, blood Contact-blood, saliva,
Infection body fluids
12. Hepatitis C Virus Liver, blood Contact-blood, saliva,
Infection body fluids
13. Human Blood, oral mucosa, skin Contact-blood, semen,
Immunodeficiency non-intact, skin
Virus Infection

Respiratory Diseases

1. Common Cold Upper Respiratory Tract Aerosol, contact

2. Sinusitis Upper Respiratory Tract Aerosol, droplet

3. Pharyngitis Upper Respiratory Tract Aerosol, droplet

4. Pneumonia Respiratory Tract Aerosol, droplet

5. Tuberculosis Respiratory Tract Aerosol, droplet

6. SARS Respiratory Tract Aerosol, droplet, intimate


contact
7. Avian Influenza Respiratory Tract, Aerosol, droplet, intimate

(H5N1 Flu) Gastrointestinal Tract contact

TABEL 3. Penyakit infeksi yang biasa dijumpai pada bidang kedokteran gigi dan cara
transmisinya
Kondisi Habitat Routes of Transmission
Childhood Diseases

1. Chickenpox Oral, skin Droplet, contact


2. Herpangina Oral, oropharynx Droplet, contact
3. Hand, foot and Oral, hands, feet Droplet, contact,
mouth disease ingestion
4. Rubella and Respiratory Tract, oral, Droplet, contact, saliva,
Rubeola skin blood, exudate
5. Mumps Parotids, panereas, testis, Droplet, contact, saliva
CNS
6. Cytomegalo virus Salivary glands Droplet, contact, saliva,
infection blood
Other Common
Conditions

1. Hepatitis A Virus Liver, gastrointestinal Ingestion, rarely blood


Infection tract
2. Hepatitis E Virus Liver, gastrointestinal Ingestion, rarely blood
Infection tract

3.3 PROTEKSI DIRI DALAM TEMPAT PRAKTEK DOKTER GIGI


3.3.1 Imunisasi
Pekerja pada bidang kedokteran gigi memiliki resiko pemaparan dan terinfeksi oleh
organism penginfeksi. Imunisasi bertujuan untuk mengurangi jumlah pekerja terinfeksi
penyakit infeksi dan mengurangi terjadinya transmisi penytakit terhadap pekerja lain
dan pasien. Imunisasi merupakan bagian penting dari program pencegahan dan
proteksi diri pekerja kesehatan, dan peraturan imunisasi menyeluruh harus
diberlakukan pada semua fasilitas yang menyediakan perawatan dental. 8
Imunisasi merupakan suatu cara yang efektif untuk memberikan kekebalan khusus
terhadap seseorang yang sehat, dengan tujuan utama untuk menurunkan angka
kesakitan dan kematian karena berbagai penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi.9
TABEL 4. Imunisasi yang Sangat Dianjurkan Untuk Para Pekerja Kesehatan
Vaksin Aturan Dosis Indikasi Pencegahan Pertimbangan
utama dan khusus
kontraindikasi
Hepatitis Jadwal Pekerja Riwayat reaksi Tidak ada efek
B pemberian bidang anafilaksis terapeutik atau
recombin tiga-dosis kesehatan terhadap ragi roti. efek samping
ant yang diberikan yang Kehamilan bukan pada orang yang
vaccine intramuscular memiliki suatu telah terinfeksi
(IM) dalam resiko kontraindikasi virus hepatitis B
deltoid: 0,1,6 pemaparan (HBV);
– dosis kedua terhadap efektivitas biaya
diberikan darah dan skrining pre-
setelah 1 cairan tubuh vaksinisasi untuk
bulan pertama orang yang
setelah dosis dicurigai HBV
pertama : tergantung pada
dosis ketiga biaya vaksinisasi
diberikan 4 dan tes antibody
bulan setelah dan prevalensi
pemberian imunitas
kedua. Dosis kelompok yang
tambahan berpotensi
tidak tervaksinisasi;
diperlukan pekerja bidang
oleh seseorang kesehatan yang
yang memiliki berkontak dengan
cukup pasien atau darah
antibody harus diperiksa 1-
terhadap 2 bulan setelah
antigen selesai menerima
permukaan rangkaian
hepatits B vaksinisasi untuk
(anti-HBs) menemukan
respon serologic.
Jika vaksinisasi
tidak
menginduksi anti-
HBS yang
memadai (>10
MIU/mL), maka
harus dilakukan
rangkaian
vaksinisasi kedua

TABEL 5. Imunisasi yang Sangat Dianjurkan Untuk Para Pekerja Kesehatan

Vaksin Aturan Dosis Indikasi Pencegahan Pertimbangan


utama dan khusus
kontraindikasi
Vaksin Vaksinisasi Pekerja Riwayat reaksi Dianjurkan untuk
Influenza dosis – tunggal bidang hipersensitivitas wanita yang
(inaktif) tahunan secara kesehatan anafilaksis hamil pada
IM dengan yang terhadap telur trisemester kedua
vaksin terbaru berkontak atau komponen atau ketiga
dengan vaksin lainnya selama musim
pasien yang influenza dan
memiliki wanita hamil pada
resiko tinggi semua stase yang
atau yang memiliki kondisi
bekerja pada medis kronis yang
fasilitas berhubungan
perawatan- dengan
kronis : peningkatan
pekerja resiko influenza
berumur >50
tahun atau
yang
memiliki
resiko
kondisi medis
yang tinggi
Mumps Dosis tunggal Pekerja Kehamilan; MMR adalah
live-virus SC bidang immunocomprom vaksin yang
vaccine kesehatan ised state; riwayat direkomendasikan
yang bisa reaksi anafilaksis
divaksinasi: setelah ingesti
orang dewasa gelatin atau
yang lahir menerima
sebelum 1957 neomycin
Rubella Dosis tunggal Pekerja Kehamilan; Wanita hamil
live-virus SC bidang immunocompromi ketika divaksinasi
vaccine kesehatan, sed state; riwayat atau yang hamil
baik wanita reaksi anafilaksis dalam 4 minggu
dan pria yang setelah ingesti setelah divaksinasi
tdk memiliki gelatin atau harus dikonsulkan
dokumentasi menerima berdasarkan teori
menerima live neomycin resiko terhadap
vaccine pada fetus
tahun pertama
kehidupannya
TABEL 6. Imunisasi yang Sangat Dianjurkan Untuk Para Pekerja Kesehatan

Vaksin Aturan Dosis Indikasi Pencegahan Pertimbangan


utama dan khusus
kontraindikasi
Varicella- Dua dosis 0,5 Pekerja Wanita hamil:
zoster ml SC dengan bidang fase
live-virus jarak 4-8 kesehatan immunocomprom
vaccine minggu jika tanpa riwayat ised (termasuk
berumur > 13 varicella orang yang
tahun yang trinfeksi HIV
terpercaya dengan
atau tes immunosupresi
laboratorium yang parah);
imunitas riwayat reaksi
varicella anafilaktik setelah
ingesti gelatin
atau menerima
neomycin; atau
setelah menerima
antibody yang
mengandung
produk darah;
salisilat harus
dihindari selama
6 minggu setelah
vaksinasi

Pekerja pada bidang kedokteran gigi memiliki resiko pemaparan, dan terinfeksi
oleh organisme penginfeksi. Imunisasi bertujuan untuk mengurangi jumlah pekerja yang
memiliki penyakit tersebut dan mengurangi terjadinya transmisi penyakit terhadap pekerja
lain dan pasien. Imunisasi merupakan bagian yang penting dari progrem pencegahan dan
kontrol infeksi, dan peraturan imunisasi menyeluruh harus diberlakukan pada semua
fasilitas yang menyediakan perawatan dental.8
Pada negara berkembang imunisasi sudah menjadi bagian hidup. Imunisasi
merupakan garis pertahanan terdepan terhadap penyakit infeksi. Beberapa imunisasi
yang umum diterima pada saat seseorang masih kanak-kanak tercantum pada tabel
dibawah ini.5
3.3.2 Hand Hygiene
Kebersihan tangan merupakan ukuran yang paling penting untuk mencegah
transmisi mikroorganisme.10 Higienitas tangan (misalnya: cuci tangan, antiseptik
tangan, atau surgical hand antisepsis ) mengurangi patogen potensial pada tangan dan
ini mengurangi resiko transmisi organisme ke pasien atau pekerja kesehatan lainnya.
Mikroba flora kulit, pertama kali dikemukakan pada tahun 1938, terdiri dari
mikroorganisme transient dan resident. Transient flora, yang berkoloni pada lapisan
superfisial kulit mudah untuk dihilangkan dengan rutin mencuci tangan.
Mikroorganisme tersebut sering didapatkan pekerja kesehatan selama kontak
langsung dengan pasien atau permukaan lingkungan yang terkontaminasi; organisme
ini sering berkaitan dengan health-care–associated infections. Resident flora melekat
pada lapisan lebih dalam pada kulit dan sulit dihilangkan dan tidak terlalu
berhubungan dengan infeksi.8,10
Urutan prosedur dalam routine handwash adalah 5,11
1. Lepaskan perhiasan dan jam tangan serta periksa tangan
2. Basahi tangan dengan air hangat
3. Tuangkan sabun secukupnya
4. Gosokkan permukaan tangan dengan keras, termasuk disekitar jempol dan jari-
jemari sekitar 30-60 detik
5. Cuci tangan dengan air hangat untuk menghilangkan sabun
6. Keringkan tangan dengan handuk kertas
7. Periksa tangan dari luka seperti goresan, luka, dan memar dan obati seperlunya.
8. Gunakan single-use-disposable gloves
Gambar 5. Handwashing and Handcare.

Mencuci tangan dengan prosedur yang benar dan tepat seharusnya dilakukan
oleh dokter gigi, karena dengan mencuci tangan efektif menurunkan dan mematikan
bakteri di tangan individu namun pengaruhnya tidak sama tergantung dengan cara dan
kebiasaan individu mencuci tangan dan bahan yang digunakan. Dalam mencuci tangan
atau menjaga kebersihan tangan dapat dilakukan menggunakan berbagai larutan
desinfektan, dengan sabun atau berbagai antiseptik lainnya. Dengan mencuci tangan
dan menjaga kebersihan tangan merupakan salah satu bentuk penerapan proteksi yang
dilakukan oleh dokter gigi sebagai upaya untuk mencegah terjadinya infeksi silang.
3.3.3 Peralatan Pelindung Personal ( Personal Protective Equipment/ PPE)
Personal Protective Equipment (PPE) yang biasa digunakan dalam perawatan
gigi adalah sarung tangan sekali pakai (steril atau non-steril), pelindung mata, perisai
wajah, masker, gaun dan yang digunakan untuk melindungi tubuh pribadi dari darah
dan cairan tubuh dan bahaya kimia. Fungsi utamanya adalah mengontrol kontaminasi
silang dan tidak mencegah penyebaran mikroba. Sebagai contoh, beberapa virus
adalah lebih kecil daripada pori-pori mikroskopis dalam uji sarung tangan lateks dan
karenanya memiliki probabilitas yang melewati bahan sarung tangan. Kesimpulannya
adalah sarung tangan dimaksudkan untuk mengurangi jumlah paparan partikel virus
dari cairan tubuh dan bukan untuk benar-benar mencegah kontak dengan virus.5

Gambar 6. Personal Protective Equipment (PPE).


1. Masker
Masker pada kedokteran gigi digunakan untuk mengendalikan paparan
terhadap rongga mulut dokter dan mukosa hidung terhadap material infeksius dan
darah serta cairan rongga mulut pasien.5 Sebuah masker bedah melindungi terhadap
mikroorganisme yang dihasilkan oleh para pemakainya, dengan > 95% efisiensi
filtrasi bakteri, dan juga melindungi penggunanya dari partikel besar yang mungkin
mengandung patogen dari darah atau mikroorganisme infeksius lainnya. Pada saat
diperlukan isolasi pencegahan infeksi udara (misalnya, untuk pasien TB), Institut
Nasional untuk Keselamatan dan Kesehatan Kerja (NIOSH) mengeluarkan sertifikat
untuk penggunaan particulate-filter respirator (misal: N95, N99, atau N100). N95
memiliki kemampuan untuk menyaring partikel 1-μm dengan filter efisiensi >95%
(penyaring kebocoran <5%), memberikan tingkat aliran <50 L / min (yaitu, perkiraan
laju aliran udara maksimum pekerja kesehatan saat bernafas). Data menunjukkan
ukuran infectious droplet adalah berinti 1-5 μm; oleh karena itu, respirator yang
digunakan dalam pengaturan layanan kesehatan harus dapat efisien menyaring
partikel terkecil dalam kisaran ini. Mayoritas masker bedah tidak bersertifikasi
NIOSH sebagai respirator, dan tidak melindungi penggunanya dari paparan TB.8,11
Masker yang menempel pada garis mata dapat dibuang setiap kali pakai.
Setiap kali menggunakan masker, pekerja kesehatan harus membuangnya setelah
merawat satu pasien. Jika prosedur melampaui 25-30 menit, mungkin perlu untuk
mengganti masker dengan yang baru. Ketika terlihat kontaminasi atau percikan yang
berulang-ulang, masker baru harus digunakan setelah mencuci muka dan mata (jika
diperlukan).5

Gambar 7. Masker .
2. Pelindung Mata
Pada dunia kedokteran gigi pelindung mata dapat berupa goggles, glass
polikarbonat dengan sisi-perisai, face-shield dan prescription glasses dengan side-
shields sekali pakai. Walaupun sudah memakai side-shields, masker harus tetap
dipakai untuk mengkontrol paparan percikan dari side. Kebanyakan kacamata
setidaknya harus dibersihkan dengan sabun dan air pada akhir setiap sesi atau ketika
tampak terkontaminasi. Pada saat t model, trimming model, gigi palsu, memotong
kabel dan melakukan pekerjaan laboratorium atau selama pengolahan ulang pada
instrumen, penggunaan pelindung mata adalah suatu keharusan untuk mengurangi
kemungkinan terpapar bahan berbahaya dan partikel keras yang dapat merusak mata.5

Gambar 8. Pelindung Mata.


3. Pakaian Pelindung
Pakaian pelindung dan peralatan (misalnya, gaun, jas laboratorium, sarung
tangan, masker, dan pelindung mata atau pelindung wajah) harus dipakai untuk
mencegah kontaminasi dari pakaian yang dikenakan dan melindungi kulit pekerja
kesehatan dari paparan darah dan zat tubuh lainnya. Lengan baju harus cukup panjang
untuk melindungi lengan saat baju dikenakan. Pekerja kesehatan harus mengganti
pakaian pelindung ketika terlihat kotor dan tertembus oleh darah atau cairan lain yang
berpotensi infeksius. Semua pakaian pelindung harus dibersihkan sebelum
meninggalkan daerah pekerjaan.8,11 Pakaian bedah harus terbuat dari bahan yang
dapat dicuci dengan mesin dengan deterjen yang pada suhu 65oC untuk membasmi
kontaminasi mikroba yang potensial.5
4. Sarung tangan
Sarung tangan dapat berupa single-use-disposable non-sterile exam gloves atau
single-use-disposable sterile surgical gloves dapat digunakan di dalam mulut pasien.5
Sarung tangan digunakan untuk mencegah kontaminasi tangan petugas kesehatan.
Fungi sarung tangan:
1. mengantisipasi kontak langsung dengan darah atau cairan tubuh, selaput lendir,
kulit nonintact dan bahan lainnya yang berpotensi menular ;
2. mencegah kontak langsung dengan pasien yang terpapar atau terinfeksi dengan
patogen ditularkan oleh rute kontak misalnya, VRE, MRSA, RSV
3. digunakan pada saat melakukan penanganan atau menyentuh peralatan
perawatan.12
Sarung tangan dapat melindungi baik pasien dan petugas kesehatan dari paparan
bahan infeksius yang mungkin ada di tangan. Seberapa jauh sarung tangan dapat
melindungi petugas kesehatan dari penularan patogen melalui darah (misalnya, HIV,
HBV, HCV) setelah jarum suntik atau pucture lain yang menembus sarung tangan
belum dapat ditentukan. Sarung tangan diproduksi untuk tujuan kesehatan tunduk
pada evaluasi FDA dan clearance. Sarung tangan Steril medis sekali pakai yang
terbuat dari berbagai bahan (misalnya, lateks, vinil, nitril) yang tersedia untuk
perawatan pasien rutin.12 Pemilihan jenis sarung tangan untuk non-bedah digunakan
didasarkan pada sejumlah faktor, termasuk tugas yang harus dilakukan, diantisipasi
dengan bahan kimia dan agen kemoterapi, sensitivitas lateks, ukuran, dan kebijakan
fasilitas untuk menciptakan lingkungan bebas lateks. Untuk kontak dengan darah dan
cairan tubuh selama non-bedah perawatan pasien, sepasang sarung tangan tunggal
umumnya memberikan perlindungan yang memadai. Namun, ada variabilitas yang
cukup besar antara sarung tangan, baik kualitas dari proses manufaktur dan jenis
bahan berpengaruh terhadap efektifitas penghalang.10

3.4 STERILISASI DAN LARUTAN DISINFEKTAN


Barang-barang yang bersentuhan dengan pasien (instrumen dan peralatan dental)
dikategorikan sebagai kritis, semikritis, atau nonkritis, tergantung pada potensi risiko
infeksi yang berhubungan dengan penggunaannya. Barang-barang kritis adalah yang
digunakan untuk menembus jaringan lunak atau tulang memiliki risiko terbesar penularan
infeksi dan harus disterilkan dengan panas. Barangbarang semikritis menyentuh kulit atau
membran mukosa yang tidak utuh dan memiliki risiko penularan lebih rendah; karena
mayoritas barang-barang semikritis dalam kedokteran gigi adalah toleran terhadap panas,
mereka juga harus disterilkan dengan menggunakan panas. Jika barang semikritis sensitif
terhadap panas, maka dapat menggunakan desinfeksi tingkat tinggi. Barang nonkritis
memiliki resiko penularan infeksi yang paling rendah, karena hanya berkontak dengan
kulit yang utuh, yang berfungsi sebagai barier yang efektif untuk mikroorganisme.8
DAFTAR PUSTAKA

1. Aini Resmi, Susiloningsih Jarwati. Faktor Resiko yang berhubungan dengan kejadian
Hepatitis B pada Pondok Pesantren Putri Ibnu Qoyyim Yogyakarta. Poltekkes Bhakti Setya
Indonesia Yogyakarta. 2013;5(10): 30-33
2. Dahiya Parveen, et al. “Hepatitis” Prevention and management in dental practice. Journal of
education and health promotion. 2015;4:1-6
3. American Dental Association. Infection control routine for dental office. [internet] Available
from URL:http://www.healthmantra.com/hctrust/art4.shtml.
4. Ansell Health Europe N.V. The Value of double gloving within the operating environment.
[internet] Available from URL:http://www.
anselleurope.com/medical/pdf/WP%20Double%20Gloving_EN.pdf.
5. Kohli A., Puttaiah R. Infections Control And Occupational Safety recommendations For Oral
Health Professional. Dental Council of India. pp. 2-3, 5-6, 9-12, 25-6, 27-8, 30-3, 40-8.
[internet] Available from URL:
http://www.osap.org/resource/resmgr/Docs/India_Infectioncontrolbook_2.pdf.
6. Jinata C, Arifin E, Rachman G, dkk. Molecular Analysis of immune-escape of hepatitis B
virus local clinical samples. Jurnal microbiologi Indonesia 2012; 6:1:p.9-14 [internet]
Available from URL: http://jurnal.permi.or.id/index.php/mionline/article/viewFile/109/pdf.
7. Brataatmadja D. Aspek laboratorium pada infeksi virus hepatitis C. JKM 2003; 3:1. [internet]
Available from URL: http://majour.maranatha.edu/index.php/jurnal-
kedokteran/article/view/43/pdf.
8. Kohn W., Collins A., Cleveland J., Harte J., Eklund K., Malvitz D. Guidelines for Infection
Control In Dental Health-Care Settings-2003; pp. 7-12, 14-8, 20-5. [internet] Available from
URL: http://www.cdc.gov/mmwr/pdf/rr/rr5217.pdf .
9. Harahap J. Evaluasi cakupan hepatitis B pada bayi usia 12-24 bulan di Kabupaten Asahan
Provinsi Sumatera Utara. Jurnal Penelitian rekayasa. 2008:1:2 p.52. Available from URL:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19675/1/kpr-des2008-1%20%284%29.pdf
10. Royal college of dental Surgeons of Ontario. Infection preventive and control in dental office.
pp. 7-8 [internet] Available from URL: http://www.rcdso.org/pdf/guidelines/2918-Infection-
ControlUpdateV2.pdf .
11. British Dental Association. Infection control in dentistry. pp. 12-3 [internet] Available from
URL: http://universitydental.co.uk/resources/bda-cross-infection.pdf .
12. Siegel,J.D., Rhinehart E., Jackson M., Chiarello L, and the Healthcare Infection control
Practises Advisory Committee, 2007 Guideline for Isolation precautions: Preventing
Transmission of infectious agents in healthcare settings. pp. 49, 50-3 [internet] Available from
URL:http://www.cdc.gov/ncidod/dhqp/pdf/isolation2007.pdf .

Anda mungkin juga menyukai