Anda di halaman 1dari 13

Manajemen Pengendalian Pemberantasan Penyakit Strategis

AVIAN INFLUENZA (FLU BURUNG)

Pendahuluan
Matinya ribuan unggas ayam ras petelur dan buras di beberapa daerah sentra peternakan
seperti di Jawa Tengah dan Jawa Timu, Jawa Barat, DKI dan Sumatera Utara beberapa waktu lalu,
menjadi berita hangat di sejumlah media massa tentang mulai merebak kasus kematian unggas
diseluruh indonesia. Pasalnya, hanya dalam waktu sekejap, penyakit yang oleh pemerintah
dinyatakan sebagai Newcastle Disease (ND) atau Tetelo itu, mampu membinasakan ratusan ribu ayam
ras ternak, hanya dalam waktu tak lebih dari 2 hari. Para peternak pun merugi hingga ratusan juta
rupiah, bahkan tak sedikit yang terancam gulung tikar. Mungkin saja oleh virulen yang lebih ganas dari
ND. Bisa saja disebabkan oleh serangan virus avian influenza, atau lebih dikenal dengan flu burung.
Karena penyebarannya sangat cepat, begitu pula kecepatan membunuh unggas. Ada yang baru
makan, tiba-tiba mati,"
HERNOMO (dalam POULTRY INDONESIA, edisi Mei 2006), menyatakan bahwa kepanikan yang
terjadi di masyarakat bukan karena kurangnya sosialisasi yang dilakukan media, akan tetapi karena
materi dan pelaksanaan sosialisasi keliru. Sebagai contoh, sebelum merebaknya AI, jika ada kasus
pneumonia diarahkan ke Tuberkolosis, tetapi sekarang hal tersebut diarahkan menuju kasus penyakit
AI. Pemberitaan yang berlebihan tentang flu burung ternyata memiliki ekses bagi perunggasan
nasional. Kerugian yang dialami oleh masyarakat perunggasan bukan disebabkan dampak langsung
dari wabah flu burung, melainkan akibat pemberitaan yang berlebihan, tidak proporsional, dan
informasi yang parsial. Merebaknya kasus penyakit
AI di berbagai wilayah Indonesia diduga mempunyai dampak yang cukup serius secara lintas sektoral,
mengingat dampak sosial ekonomi yang ditimbulkannya. Hal ini meliputi: (a) Keterpurukan industri
perunggasan dan sarana pendukungnya; (b) Meningkatnya impor produk peternakan; (c) Kepanikan
masyarakat, yang berakibat sebagian menghindari konsumsi telur dan daging ayam..

Tinjauan Pustaka
Penyakit Avian Influenza (AI) atau lebih populer dengan flu burung yang mewabah di
Indonesia sejak bulan September tahun 2003 telah menimbulkan kerugian bagi banyak pihak.
Penyakit ini menjadi perhatian dunia karena telah menular ke manusia pada tahun 1997 di Hongkong.
Setelah itu flu burung ditemukan di sejumlah negara Asia, yaitu Korea Selatan, China, Jepang,
Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Penularan dari hewan ke manusia yang menyebabkan kematian
menimbulkan kekhawatiran terjadinya pandemi (wabah penyakit infeksi yang menyebar ke seluruh
dunia atau dalam wilayah yang luas) seperti pandemi yang terjadi pada tahun 1918-1919 di kenal
sebagai Spanish Flu (Influenza Spanyol), dan dianggap sebagai wabah terbesar (SOEHADJI et al., 2006)

Penyebab wabah peyakit AI yang terjadi di Indonesia pada tahun 2003 telah dapat diisolasi,
dan selanjutnya dikarakterisasi sebagai virus AI dengan subtipe H5N1 yang sangat patogen
(DAMAYANTI et al., 2004; DHARMAYANTI et al., 2004; WIYONO et al., 2004).
Beberapa strain virus LPAI mampu bermutasi pada kondisi lapang menjadi virus HPAI. Virus
HPAI bersifat sangat infeksius dan dapat menyebabkan kematian hingga 100% dalam waktu yang
cepat pada unggas dengan atau tanpa gejala klinis, dan dapat menyebar dengan cepat antar flock.
Penularan ke unggas lain terjadi melalui kontak langsung dengan sumber penularan sekresi hidung,
mata dan feses dari unggas terinfeksi, udara didaerah tercemar, peralatan kandang tercemar atau
secara tidak langsung melalui pekerja kandang, kendaraan pengangkut, pakan, dan lain-lain yang

1
berasal dari daerah tercemar. Feses yang terkontaminasi virus AI dapat tahan sampai waktu yang
sangat lama terutama dalam keadaan sejuk dan lembab (CIDRAP, 2004).

Pengertian
Flu Burung adalah penyakit yang disebabkan oleh virus influenza yang menyerang
burung/unggas/ayam dan Manusia. Penyebab flu burung adalah virus influenza tipe A . Virus
influenza termasuk famili Orthomyxoviridae.

PATOGENOSIS
Berdasarkan patogenitasnya dibedakan menjadi dua bentuk yaitu Low Pathogenic Avian
Influenza (LPAI) dan High Pathogenic Avian Influenza (HPAI). Selain menyerang ayam ras, penyakit AI
juga menyerang berbagai jenis unggas termasuk unggas eksotik yang dipelihara di kebun binatang.
Banyak pakar melaporkan bahwa unggas air seperti entog, angsa dan itik bertindak sebagai carrier
virus AI, sehingga dapat berperan sebagai ’inkubator’ virus, sementara ternak babi dapat bertindak
sebagai intermediate host dan diduga burung-burung liar dapat menyebarkan virus. Influenza Tipe A,
Realitas ini memungkinkan terjadinya penyebaran penyakit lebih luas termasuk penularan pada
manusia, karena AI merupakan salah satu penyakit zoonosis (RONOHARDJO, 1983)
Sejauh ini belum dilaporkan terjadinya penularan langsung dari manusia ke manusia. Namun
bagi para ahli influenza di organisasi kesehatan dunia – WHO, kondisi di Asia cukup mengkhawatirkan,
karena kultur kehidupan di Asia, dimana manusia, ayam dan babi dapat hidup bersama-sama dalam
satu habitat. Hal ini merupakan lahan ideal untuk terjadinya mutasi silang. Di Indonesia, virus LPAI
sudah diisolasi dari itik dan burung Pelikan pada tahun 1983 dan diidentifikasi sebagai H4N6 dan
H4N2 (RONOHARDJO et al., 1985 dan 1986).

ETIOLOGI
Flu burung menular dari unggas ke unggas, dan dari unggas kemanusia, melalui air liur, lendir
dari hidung dan feces. Penyakit ini juga dapat menular melalui udara yang tercemar virus H5N1 yang
berasal dari kotoran atau sekreta burung/unggas yang menderita flu burung. Penularan dari unggas
ke manusia juga dapat terjadi jika bersinggungan langsung dengan unggas yang terinfeksi flu burung.
Contohnya: pekerja di peternakan ayam , pemotong ayam dan penjamah produk unggas lainnya.
Unggas yang sakit oleh Influenza A atau virus H5N1 dapat mengeluarkan virus dengan jumlah besar
dalam kotorannya. Virus itu dapat bertahan hidup di air sampai empat hari pada suhu 22 derajad
celcius dan lebih dari 30 hari pada nol derajad celcius. Di dalam kotoran dan tubuh unggas yang sakit,
virus dapat bertahan lebih lama. Virus ini mati pada pemanasan 56 derajat Celcius dalam 3 jam atau
60 derajad celcius selama 30 menit. Bahan disinfektan fomalin dan iodine dapat membunuh virus
menakutrkan ini.
Virus flu burung hidup di dalam saluran pencernaan unggas. Burung yang terinfeksi virus akan
mengeluarkan virus ini melalui saliva (air liur), cairan hidung, dan kotoran. Avian Virus influenza avian
dapat ditularkan terhadap manusia dengan 2 jalan. Pertam kontaminasi langsung dari lingkungan
burung terinfeksi yang mengandung virus kepada manusia. Cara lain adalah lewat perantara binatang
babi. Penularan diduga terjadi dari kotoran secara oral atau melalui saluran pernapasan. Virus
influenza tipe A dapat berubah-ubah bentuk (Drift, Shift), dan dapat menyebabkan epidemi dan
pandemi. Berdasarkan sub tipenya terdiri dari Hemaglutinin (H) dan Neuramidase (N) . Kedua huruf
ini digunakan sebagai identifikasi kode subtipe flu burung yang banyak jenisnya, salah satu tipe yang
perlu diwaspadai adalah yang disebabkan oleh virus influenza dengan kode genetik H5N1
(H=Haemagglutinin, N=Neuramidase) yang selain dapat menular dari burung ke burung ternyata
dapat pula menular dari burung ke manusia. Strain yang sangat virulen /ganas dan menyebabkan
flu burung adalah dari subtipe A H5N1. Virus tersebut dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada
suhu 22 °C dan lebih dari 30 hari pada 0 °C. Virus akan mati pada pemanasan 60 °C selama 30 menit
atau 56 °C selama 3 jam dan dengan detergent, desinfektan misalnya formalin, serta cairan yang
mengandung iodin. Tipe Virus Avian yang Menyerang Manusia dan Unggas
2
1. Pada manusia: hanya terdapat jenis H1N1, H2N2, H3N3, H5N1, H9N2, H1N2, H7N7.

2. Binatang/Hewan: H1-H5 dan N1-N98.

EPIDEMIOLOGI
Penyebaran flu burung di berbagai belahan dunia antara lain: Ayam dan manusia di
Hongkong. Selama wabah tersebut Pada tahun 1997 Avian Influenza A(H5N1) telah menginfeksi
berlangsung 18 orang telah dirawat di rumah sakit dan 6 diantaranya meninggal dunia. Untuk
mencegah penyebaran tersebut pemerintah setempat memusnahkan 1,5 juta ayam yang terinfeksi flu
burung. Pada tahun 1999, di Hongkong dilaporkan adanya kasus Avian Influenza A (H9N2) pada 2
orang anak tanpa menimbulkan kematian. Pada tahun 2003, di Hongkong ditemukan lagi dua kasus
Avian Influenza A (H5N1) dan satu orang meninggal. Pada tahun 2003, di Belanda ditemukan 80 kasus
Avian Influenza A (H7N7) dan satu diantaranya meninggal. Pada tahun 2004 terjadi lagi 25 kasus
Avian Influenza A (H5N1) di Vietnam (19) dan Thailand (6) yang menyebabkan 19 orang meninggal (5
di Thailand, 14 di Vietnam. Dan Wilayah
Indonesia sendiri yang terjangkit AI pada tahun 2003 adalah 9 propinsi, meliputi 51 kabupaten. Pada
akhir tahun 2004 tercatat 16 propinsi yang mencakup 100 kabupaten/kota dan pada Desember 2005
HPAI telah endemis di 25 dari 33 propinsi di Indonesia (ANONIMUS, 2005). Sampai bulan Juli 2006
penyakit AI telah menyebar di 27 propinsi, dan sekitar 20 juta unggas mati atau dimusnahkan, belum
termasuk kematian di peternakan rakyat (sektor 4) karena tidak ada data dukung yang akurat
(NAIPOSPOS, 2006). Kekhawatiran akan terjadinya pandemi flu burung tidak hanya berlaku di
Indonesia dan Asia, namun telah menjadi kekhawatiran global, karena kasus yang sama juga telah
dilaporkan terjadi di Afrika dan beberapa negara di Eropa (HADIYANTO, 2006)

GEJALA
Gejala flu burung dapat dibedakan pada unggas dan manusia.

1. Gejala pada unggas :


Jengger berwarna biru
Borok di kaki
Kematian mendadak

2. Gejala pada manusia :


Demam (suhu badan diatas 38 °C)
lemas
Pendarahan hidung dan gusi
3
sesak nafas
muntah dan nyeri perut serta diare
Batuk dan nyeri tenggorokan
Radang saluran pernapasan atas
Pneumonia
Infeksi mata
Nyeri otot
Masa Inkubasi
Pada Unggas : 1 minggu
Pada Manusia : 1-3 hari , Masa infeksi 1 hari sebelum sampai 3-5 hari

PENCEGAHAN
A. Pada Unggas

1. Pemusnahan unggas/burung yang terinfeksi flu burung

2. Vaksinasi pada unggas yang sehat

B. Pada Manusia:
1. Kelompok berisiko tinggi (pekerja peternakan dan pedagang):
2. Hindari kontak langsung dengan ayam atau unggas yang terinfeksi flu burun
3. Menggunakan alat pelindung diri. (contoh : masker dan pakaian kerja).
4. Meninggalkan pakaian kerja ditempat kerja.
5. Membersihkan kotoran unggas setiap hari `
6. Menjaga daya tahan tubuh dengan memakan makanan bergizi & istirahat cukup.
7. Perhatikan keluhan-keluhan seperti Flu, radang mata, keluhan pernafasan.

PENGOBATAN
Pengobatan bagi penderita flu burung adalah:
1. Oksigenasi bila terdapat sesak napas.
2. Hidrasi dengan pemberian cairan parenteral (infus).

4
3. Pemberian obat anti virus oseltamivir 75 mg dosis tunggal selama 7 hari.
4. Amantadin diberikan pada awal infeksi, sedapat mungkin dalam waktu 48 jam pertama
selama 3-5 hari dengan dosis 5 mg/kg BB perhari dibagi dalam 2 dosis. Bila berat badan lebih
dari 45 kg diberikan 100 mg 2 kali sehari.

STRATEGI PENCEGAHAN, PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT AI :

KEBIJAKAN PEMERINTAH
Perhatian pemerintah dalam menangani flu burung ditunjukkan dengan dibentuknya :

1. Kebijakan tersebut ditetapkan melalui Surat Keputusan Dirjen Peternakan No.


17/Kpts/PD.640/F/02/04 tentang Pedoman Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan
Penyakit Hewan Menular Avian Influenza (AI) pada unggas.
Inti dari program tersebut adalah pelaksanaan sembilan tindakan strategis yang mencakup
(1) Peningkatan biosekuriti;
(2) Vaksinasi;
(3) Depopulasi (pemusnahan terbatas) di daerah tertular;
(4) Pengendalian lalu lintas unggas, produk unggas dan limbah peternakan unggas;
(5) Surveilans dan Penelusuran;
(6) Pengisian kandang kembali (restocking);
(7) Stamping out (pemusnahan menyeluruh) di daerah tertular baru;
(8) Peningkatan kesadaran masyarakat (public awareness); dan
(9) Monitoring dan evaluasi.
2. Komite Nasional Pengendalian Flu Burung melalui Peraturan Presiden (PP) No. 7/2006,
3. Membentuk kelembagaan di tingkat Menko Kesra ”Task Force Flu Burung”, serta menyiapkan
perangkat hukum dan meningkatkan sistem deteksi dini. Rapat koordinasi di Bappenas awal
Desember 2005, telah menghasilkan ”Rencana strategis pengendalian flu burung dan
kesiapsiagaan menghadapi pandemi influenza”. Strategi nasional ini terbagi 2 (dua) yaitu 10
strategi di hulu dan 5 strategi di hilir (Tabel 1). Sepuluh strategi pengendalian AI di hulu
menjadi tanggung jawab Departemen Pertanian, dan lima strategi kesiapsiagaan menghadapi
pandemi influenza di hilir di tangani Departemen Kesehatan.
4. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1371/Menkes/SK/IX/2005 tentang Penetapan Flu
Burung (Avian Influenza) sebagai Penyakit yang dapat Menimbulkan Wabah serta Pedoman
Penanggulangannya;
5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1372/Menkes/SK/IX/2005 tentang Penetapan Kondisi
Kejadian Luar Biasa (KLB) Flu Burung (Avian Influenza);
6. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2006 tentang Komite Nasional Pengendalian Flu Burung
dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza;
7. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Penanganan dan Pengendalian Virus Flu
Burung (Avian Influenza);
8. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 28/Permentan/OT.140/5/2008 Pedoman Penataan
Kompartemen Dan Penataan Zona Usaha Perunggasan, yang dalam aturan
a) mengendalikan dan memberantas penyakit AI;
b) menjamin agar unggas dan produk unggas yang dihasilkan aman
berkualitas/bermutu, dan terbebas dari virus penyakit AI;
c) mencegah masuk dan menyebarnya penyakit AI melalui lalulintas
perdagangan unggas dan produk unggas antar daerah dan antar negara;

Perencanaan Pengendalian

5
Tabel 1. Rencana strategi nasional pengendalian flu burung dan kesiapsiagaan menghadapi pendemi
influenza
No Departemen pertanian (hulu) Departemen kesehatan (hilir)
1. Pengendalian penyakit pada hewan Penguatan manajemen
berkelanjutan
2. Penatalaksanaan kasus pada hewan Penguatan surveilans pada manusia
3. Perlindungan kelompok resiko tinggi Pencegahan dan pengendalian
4. Surveilans epidemiologi pada hewan Penguatan kapasitas respon
pelayanan kesehatan
5. Restrukturisasi sistem industri perunggasan Komunikasi, informasi dan edukasi
6. Komunikasi, informasi dan edukasi
7. Penguatan dukungan peraturan
8. Peningkatan kapasitas
9. Penelitian kaji tindak
10. Monitoring dan evaluasi
Sumber: Trobos, edisi Januari 2006

Sejak awal tahun 2004, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan yang bersifat strategis
dalam rangka pencegahan penyebaran virus, terdiri dari 9 (sembilan) tindakan yang harus dilakukan
secara simultan.
Pengertian dari program tersebut adalah :
1. Peningkatan biosekuriti : suatu kegiatan yang dilakukan untuk melindungi ternak dari
penyakit infeksi dengan menerapkan sanitasi dan usaha pencegahan lainnya,
2. Vaksinasi; proses memasukkan bibit penyakit baik yang sudah dimatikan maupun yang sudah
dilemahkan ke dalam tubuh hewan agar tubuh hewan mampu membentuk kekebalan
terhadap penyakit tersebut
3. Depopulasi (pemusnahan terbatas) di daerah tertular;
4. Pengendalian lalu lintas unggas, produk unggas dan limbah peternakan unggas;
5. Surveilans dan Penelusuran; Suatu kegiatan pengamatan yang dilaksanakan secara
berkesinambungan dalam periode waktu tertentu terkait tujuan tertentu, untuk
memperoleh pengetahuan tentang status penyakit hewan dalam suatu populasi di zona
tertentu
6. Pengisian kandang kembali (restocking);
7. Stamping out (pemusnahan menyeluruh) di daerah tertular baru;
8. Peningkatan kesadaran masyarakat (public awareness); dan
9. Monitoring dan evaluasi.

PENATAAN ZONA USAHA PERUNGGASAN


Perlu penataan zona perungasan untuk menghindari kasus penyakit yaitu ruang lingkup yang
diatur dalam Pedoman ini meliputi penataan kompartemen; penataan zona; pengawasan dan
pelaporan serta pemberdayaan masyarakat. Dimana suatu peternakan dan lingkungannya yang
terdiri-dari satu kelompok unggas atau lebih yang memiliki status kesehatan hewan.

Tujuan Zona Usaha adalah untuk Mengendalikan dan memberantas penyakit AI yaitu

1. Menjamin agar unggas dan produk unggas yang dihasilkan aman berkualitas/bermutu, dan
terbebas dari virus penyakit AI;

2. Mencegah masuk dan menyebarnya penyakit AI melalui lalu lintas perdagangan unggas dan
produk unggas antar daerah dan antar Negara;

6
3. Membuka peluang perdagangan baik dalam negeri maupun luar negeri.

4. Untuk menekan tingginya penyebaran AI dilingkungan peternakan

5. Menghindari tingkat resiko tertularnya kasus AI pada manusia

Dimana Zona adalah suatu kawasan peternakan dalam satu kabupaten/kota atau meliputi
beberapa kabupaten/kota yang memiliki status kesehatan hewan. Dimana Penataan Zona ini adalah
serangkaian kegiatan untuk mengkondisikan suatu zona agar memiliki status kesehatan hewan
dengan persyaratan penataan kompartemen dan penataan zona usaha perunggasan.yang mempunyai
serangkaian kegiatan usaha yang dijalankan secara teratur dan terus menerus pada satu tempat dan
dalam jangka waktu tertentu untuk tujuan komersial yang meliputi kegiatan menghasilkan benih dan
bibit unggas, ternak unggas, daging dan telur berkualitas dan tidak tercemar kasus penyakit yang bisa
menular pada lingkungan masyarakat

A. Tahap Persiapan terdiri dari:

1. Persyaratan Penetapan Zona Syarat-syarat


penetapan zona sebagai berikut: a) Zona
berdasarkan unit epidemiologik yang mempunyai batas alam; b) Zona
diprioritaskan pada sekitar kompartemen; c) Didalam
zona terdapat peternakan unggas mandiri, plasma ayam ras, kelompok unggas lokal,
pemeliharaan unggas backyard dan/atau unggas kesayangan; d) Zona yang akan
ditetapkan memiliki data dan informasi yang lengkap mengenai profil
perunggasan.

B. Pelaksanaan
Apabila seluruh persyaratan telah dipenuhi, maka tahap selanjutnya dilakukan
sosialisasi, penataan, surveilans, biosekuriti, vaksinasi, dan pengawasan lalu lintas.

1. Sosialisasi
Sosialisasi dilakukan oleh Dinas setempat dengan melibatkan seluruh masyarakat serta instansi
terkait. Materi sosialisasi meliputi pelaksanaan pedoman Cara Budidaya Unggas yang Baik
(Good Farming Practices). Pengendalian dan pemberantasan AI, serta peraturan perundangan-
undangan terkait

2. Penataan
a) Pada daerah penyangga tidak terdapat peternakan skala kecil/menengah atau
pemeliharaan unggas di pekarangan permukiman penduduk atau tempat penampungan
limbah;
b) Dinas melakukan koordinasi dengan perusahaan peternakan unggas untuk melakukan
pemberdayaan masyarakat di daerah penyangga melalui program Corporate Social
Responsibility (CSR) atau program-program perusahaan lainnya
c) Zona diluar daerah penyangga dilakukan pengandangan unggas;
d) Dalam hal zona yang tidak terdapat kompartemen dapat dilakukan sebagai berikut :
1) Pemerintah daerah menyediakan kawasan khusus budidaya unggas yang
terpisah dari permukiman
2) pengadaan unggas melalui program penataan perunggasan di permukimann
e) Dinas melakukan pembinaan teknis kepada peternak unggas melalui kelompok
peternak mengenai Cara Budidaya Ternak yang Baik (Good Farming Practices/GFP).

7
3. Surveilans
Surveilans dilakukan mulai pada saat penataan zona dan setelah penataan zona
secara berkala. Surveilans dilakukan berdasarkan sero surveilans. Unit epidemiologis terkecil
di dalam zona harus tetap di monitor secara terus menerus dan berkesinambungan
terhadap kemungkinan adanya virus AI untuk menghindari terjadinya penyebaran penyakit
AI. Surveilans dapat dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:

a. Pra-surveilans Sebelum melaksanakan surveilans beberapa hal yang harus


diperhatikan, yaitu:
1) Dilakukan pendataan populasi dan distribusi unggas dan hewan rentan lain,
yang dilaksanakan oleh dinas;
2) Penentuan prevalensi AI dalam rangka penetapan status wilayah;
3) Pendekatan pulau untuk wilayah admnistratif kepulauan atau pulau yang
merupakan bagian dari satu wilayah administratif kepulauan atau pulau yang
merupakan bagian dari satu wilayah administrative di daratan.

b. Pelaksanaan surveilans
Surveilans dilakukan secara aktif dan pasif pada seluruh populasi unggas dan
hewan rentan lainnya paling lambat 6 bulan, dengan metode klinis, serologis,
virologist, sesuai criteria yang ditetapkan oleh OIE.

4) Biosekuriti
Biosekuriti merupakan upaya untuk melindungi unggas dari penyakit infeksi dengan
menerapkan sanitasi dan usaha pencegahan lainnya. Tindakan biosekuriti dilakukan untuk
mengurangi risiko terjadinya penyakit AI.
Pelaksanaan biosekuriti dilakukan sebagai berikut:

a) Pada Peternakan Skala Kecil/Menengah

1) Tata laksana
a. Lokasi peternakan berpagar dengan satu pintu masuk dan dipintu masuk
tersebut dilakukan penyemprotan desinfektan
b. Tata letak bangunan/kandang sesuai dengan GFP;
c. Rumah tempat tinggal, kandang unggas serta kandang hewan lain ditata pada
lokasi yang terpisah.

2) Tindakan desinfeksi dan sanitasi


a. Desinfeksi dilakukan pada setiap kendaraan yang keluar masuk lokasi
peternakan pada zona yang dilakukan penataan;
b. Tempat/bak untuk cairan desinfektan dan tempat cuci tangan disediakan dan
diganti setiap hari dan ditempatkan di dekat pintu
masuk lokasi kandang/peternakan.
c. Pembatasan secara ketat terhadap keluar masuk material (hewan/unggas, produk
unggas, pakan, kotoran unggas, alas kandang, liter, rak telur) yang dapat membawa
virus AI dari dan kelokasi penataan zona;
d. Setiap orang yang menderita sakit yang dapat dicurigai sebagai pembawa penyakit
influenza agar tidak memasuki kandang; e. Setiap
orang yang akan masuk ke lokasi ataupun keluar lokasi kandang, harus mencuci
tangan dengan sabun/disinfektan dan mencelupkan
alas kaki ke dalam tempat/bak cairan desinfektan; f. Setiap
orang yang berada di lokasi kandang pada zona yang ditata, harus menggunakan
8
pelindung diri seperti pakaian kandang, sarung tangan, masker (penutup
hidung/mulut),sepatu boot dan penutup kepala

b) Pemeliharaan unggas di permukiman


1) Tata Laksana Pemeliharaan a.
unggas dikandangkan secara terpisah berdasarkan spesiesnya; b.
apabila tidak memungkinkan membuat kandang di pekarangan maka hanya
diperbolehkan melakukan pemeliharaan unggas secara kolektif dalam satu wilayah
perkandangan yang terpisah dengan jarak yang aman, jauh dari permukiman.

2) Tindakan desinfeksi dan sanitasi


a. Unggas dikandangkan secara terpisah berdasarkan spesiesnya;`
b. Hindarkan anak-anak dan orang tua agar tidak terjadi kontak
langsung dengan ternak.

3) Vaksinasi
a) Ketentuan Vaksin dan Vaksinasi
1) Vaksin AI yang digunakan yaitu vaksin inaktif (killed vaccine) atau jenis
vaksin lain yang sudah disetujui oleh Menteri Pertanian dan strain virusnya
homolog dengan sub tipe virus isolate local (strain H5);
2) Vaksin yang digunakan harus sudah mendapatkan nomor registrasi
dari Menteri Pertanian;
3) Vaksinasi dilaksanakan berdasarkan target yang telah ditentukan
(targeted vaccination).

b) Pelaksanaan Vaksinasi
1) Vaksinasi pada zona yang dilakukan penataan, dilaksanakan secara masal
dan serempak dengan cakupan sampai dengan 100% dari populasi unggas
terhadap seluruh populasi unggas yaitu pada ayam buras, itik, entok, kalkun,
angsa, burung, merpati, burung puyuh, ayam ras petelur dan ayam ras
pedaging;
2) Vaksinasi yang dilakukan terhadap unggas yang sehat mengikuti
program vaksinasi

c) Monitoring Pasca Vaksinasi


1) Monitoring pasca vaksinasi dilakukan untuk mengetahui tingkat
kekebalan unggas yang divaksin dengan metoda pemeriksaan serologis HI
test menggunakan antigen yang homolog dengan strain vaksin; 2)
pelaksanaan monitoring dilakukan oelh BBV/BPPV Regional atau
Laboratorium Kesehatan Hewan Dinas yang sudah diakreditasi; 3)
pelaksanaan monitoring pasca vaksinasi dilakukan sesuai dengan surveilans
serologis dan virologist.

4) Pengawasan Lalu Lintas Unggas Hidup, Produk Unggas, Pakan, Peralatan dan
Limbah Peternakan Unggas
a) Antar daerah dalam satu pulau
1) Pengawasan lalu lintas unggas hidup, produk unggas, pakan, peralatan
dan limbah peternakan unggas antar provinsi dan/atau antar
kabupaten/kota dalam satu pulau dilakukan oleh petugas Dinas di pos-pos
9
pemeriksaan (check point);
2) petugas dinas di pos pemeriksaan melakukan pemeriksaan terhadap
kelengkapan dokumen antara lain Surat Keterangan Kesehatan Hewan, yang
dikeluarkan oleh Dinas asal, dan surat keterangan bebas penyakit AI yang
dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Peternakan;
3) Setiap kendaraan pengangkut ternak unggas yang keluar masuk pos- pos
pemeriksaan untuk tujuan ke zona yang dilakukan penataan
dilaksanakan inspeksi dan desinfeksi terhadap kesehatan unggasnya
termasuk tempat/wadah/kemasan yang dipergunakan dalam
pengangkutan;
4) Apabila ditemukan kecurigaan terhadap penyakit AI, petugas pos
pemeriksaan selanjutnya mengambil sampel unggas secara acak dari unggas
yang diangkut dan diuji di laboratorium terdekat;
5) Untuk memudahkan pelacakan apabila ternyata hasil pemeriksaa n
laboratorium dari sampel unggas yang diambil positif, petugas pos
pemeriksaan dalam waktu sekurang-kurangnya 1 kali 24 jam sejak
diketahuinya hasil pemeriksaan laboratorium tersebut melaporkan kepada
Dinas asal dan Dinas tujuan pengiriman unggas.

PENGAWASAN
Pengawasan lalu lintas unggas hidup, produk unggas, pakan, peralatan dan limbah
peternakan unggas yang dilakukan melalui darat, laut maupun udara, di tempat pengeluaran dan
pemasukannya dilakukan oleh petugas karantina sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan dibidang karantina.

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Untuk meningkatkan peranserta dan partisipasi masyarakat dalam memperlancar
pelaksanaan, menjamin keberlanjutan dan mengawasi pelaksanaan penataan kasus penyakit pada
hewan dan penataan zona usaha perunggasan, maka upayakan pemberdayaan masyarakat dilakukan
baik terhadap perorangan, kelompok maupun kelembagaan masyarakat dan masyarakat umum yang
berada di sekitar lokasi peternakan maupun terhadap mereka yang sering berinteraksi dengan unggas
secara langsung. Pemberdayaan masyarakat dilakukan oleh Pemerintah bersama-sama dengan
daerah dan masyarakat setempat, dalam bentuk peningkatan pemahaman dan keterampilan melalui
pelatihan untuk mendeteksi penyakit hewan menular :

1. cara beternak atau pembibitan unggas yang baik;

2. manajemen kesehatan unggas;

3. manajemen pengelolaan kelompok ternak

4. pengamatan dan pelaporan penyakit

Pelayanan peternakan, pelayanan kesehatan hewan dan bimbingan teknis pada masyarakat
Kompartementalisasi dan zonifikasi merupakan salah satu solusi penting yang telah
mendapatkan rekomendasi dari Office Internationale des Epizooticae (OIE)untuk
mengendalikan dan membebaskan suatu kawasan dari penyakit unggas terutama Avian
Influenza, tetapi itu harus di barengi oleh kerjasama yang akurat antara pemerintah dengan
masyarakat kalau kasus AI bisa hilang dari peredaran atau linkungan. Untuk tahap awal dalam
rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh flu burung,pemerintah Indonesia telah
mengambil beberapa kebijakan untuk ternak disposisidi antaranya adalah sebagai berikut :
10
1. Memberikan konpensasi bagi peternakan rakyat selama 6 bulan dari 29 Januari – 30
Juli 2004 berupa DOC dan Pakan.
2. Memusnahkan semua unggas yang terserang flu burung dengan cara dibakar.
3. Mengadakan vaksinasi bagi ayam atau ternak unggas yang masih sehat.
4. Melakukan tindakan biosekuriti (pengawasan secara ketat terhadap lalu-lintas
unggas, produk unggas dan limbah peternakan unggas) untuk daerah yang bebas flu
burung.

Langkah Strategi Nasional Indonesia Dalam Pengendalian Avian Influenza Sebagai


Persiapan Menghadapi Pandemik Influenza Pada Manusia
Sejak awal tahun 2004, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan yang bersifat strategis
dalam rangka pencegahan penyebaran virus, terdiri dari 9 (sembilan) tindakan yang harus dilakukan
secara simultan. Wabah penyakit H5N1 Avian Influenza yang terjadi akhir-akhir ini di Indonesia
mempunyai dampak yang signifikan terhadap penduduk dan perekonomian Indonesia. Sejak bulan
Augustus 2003, lebih dari 10 juta ternak unggas milik masyarakat kena akibatnya. Hal ini
mengakibatkan konsekuensi terhadap ekonomi serta keamanan pangan. Tampaknya virus avian
influenza H5N1, mempunyai kemampuan untuk berubah sifat hingga mampu menular ke manusia.
Virus H5N1 juga mempunyai kemampuan memicu berkembangnya situasi pandemik influenza pada
manusia. Data menunjukkan lebih dari 10 kasus H5N1 manusia yang sudah dikonfirmasi di Indonesia.
Pendekatan yang efektif telah dilakukan terhadap permasalahan ini, dimana Indonesia telah
merumuskan rencana strategi nasional untuk mengendalikan avian influenza sekaligus
mempersiapkan kemungkinan terjadinya situasi pandemik influenza. Rencana ini sesuai dengan
saran-saran dari Badan Kesehatan Dunia WHO, Badan Pertanian dan Pangan FAO serta Badan Dunia
Kesehatan Hewan OIE. Tujuan utama dari Rencana strategi nasional Indonesia terdiri atas:
1. Pencegahan wabah avian influenza H5N1 dalam memicu munculnya situasi pendemik
influenza pada manusia.
2. Menangani sebaik mungkin pasien dan hewan tertular.
3. Memperkecil kerugian yang diakibatkan oleh wabah avian influenza H5N1.
4. Penatalaksanaan pengendalian flu burung secara berkesinambungan.
5. Merancang persiapan yang efektif mencegah terjadinya situasi pandemik influenza pada
manusia.

Kebijaksanaan Pemerintah terhadap kehidupan Manusia yang terkena dampak flu burung,
dengan keputusan Menteri Kesehatan
1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1643/Menkes/SK/XII/2005 tentang Tim Nasional
Penanggulangan Penyakit Flu Burung;
2. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 756/Menkes/SK/IX/2006 tentang Pembebasan Biaya
Pasien Penderita Flu Burung. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 485/Menkes/SK/IV/2007
3. Menteri Kesehatan Nomor 1103/Menkes/SK/IX/2007; tentang Penyelenggaraan Pilot Proyek
Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza Di Kota
Tangerang sebagaimana telah diubah dengan Keputusan

KESIMPULAN

Hasil kajian dan evaluasi menunjukkan bahwa kendala utama dalam penerapan 9 (sembilan)
strategi pengendalian AI di lapang adalah keterbatasan peternak dan petugas kesehatan hewan
melakukan 3E: Early Detection (ED), Early Reporting (ERp) dan Early Respons (ERs). Kelemahan dalam
melakukan 3E ini sangat berpengaruh pada penyebaran kasus AI ke daerah lain. Untuk itu beberapa
hal penting yang harus dilakukan adalah: segera melaporkan kasus diduga AI, segera melakukan
deteksi dini (ED): Klinis, PA, laboratoris, melaporkan segera hasil diagnosis positif (ERp), segera
11
melakukan tindakan/gerak cepat (ERs), dan penyakit AI wajib dilaporkan. Sehubungan dengan adanya
gejala klinis dan perubahan patologik yang bervariasi, maka diagnosis definitif AI hanya didasarkan
atas isolasi dan identifikasi virus. Diagnosis sangkaan dapat didasarkan atas riwayat kasus, gejala
klinik, perubahan patologik, dan tidak adanya penyakit pernafasan lain, khususnya Newcastle disease
(ND) dan kolera unggas.
Dari 9 strategi pengendalian, hanya 6 (enam) strategi yang dapat dilaksanakan oleh Dinas
Peternakan atau Dinas terkait yang membidangi fungsi kesehatan hewan. Aksi yang telah dilakukan
untuk pengendalian dan pencegahan penyakit AI antara lain
1. vaksinasi,
2. biosekuriti dengan penyemprotan di kandang kandang peternak,
3. sosialisasi (public awareness) kepada masyarakat melalui penyuluhan, brosur, maupun
membentuk posko pengendalian penyakit AI,
4. pengendalian lalulintas ternak termasuk unggas,
5. surveilans, monitoring dan pelaporan.
Sementara depopulasi, restocking dan stamping out hanya dilakukan pada kasus tertentu,
misalnya di Kota Tangerang pada tahun 2004, dan Kota Dumai yang melakukan stamping out pada
bulan Desember 2005. Pada kenyataannya pelaksanaan depopulasi (pemusnahan selektif) di daerah
endemis tidak mudah dilakukan karena terkait dengan kompensasi yang belum jelas. Kalau dicermati,
terdapat kelemahan mendasar dari penerapan kebijakan pemerintah dalam penanggulangan AI,
sehingga kebijakan tersebut berjalan kurang optimal. Menurut para ahli hal ini disebabkan lemahnya
koordinasi dari pusat hingga ke daerah, serta prioritas penanganan yang tidak tepat, yaitu penekanan
pada kesehatan manusia daripada hewan sumber penyakit.
Dalam kesempatan diskusi yang diprakarsai oleh Harian Kompas bekerjasama dengan Food
and Agribusinessm Center (FAC) 12 Juni 2006 di Jakarta, Komnas penanggulangan flu burung
mengakui bahwa meskipun Indonesia sudah memiliki strategi nasional yang disesuaikan dengan
standar WHO, FAO dan Organisasi Kesehatan Hewan Internasional (OIE), namun persoalan terbesar
adalah pada implementasi strategi tersebut.

Dalam beberapa diskusi terungkap:


1. Tidak ada riset terpadu dan terarah mengenai dinamika virus AI di Indonesia, padahal
virus AI termasuk labil secara genetik dan mudah beradaptasi untuk menghindari
pertahanan tubuh inang,
2. tingkat pengetahuan masyarakat peternak sektor 3 dan 4 mengenai AI masih rendah,
3. titik kritis lain adalah keterbatasan pengetahuan tenaga kesehatan hewan yang menjadi
ujung tombak penanggulangan AI.
Secara umum masyarakat belum memperoleh informasi yang utuh tentang upaya
penanganan dan pencegahan penyakit AI dari petugas maupun dari media baik elektronik atau cetak.
Meskipun sebenarnya dari pihak pemerintah daerah setempat (Petugas Dinas Peternakan) telah
melaksanakan upaya penanganan penyakit AI (vaksinasi dan penyemprotan), namun upaya tersebut
kadang tidak disertai penjelasan tentang maksud dan tujuannya, akibatnya pada saat ada kasus AI
pada ternak unggas, masyarakat belum dapat melakukan pelaporan secara dini kepada petugas yang
berwenang.
Kegiatan sweeping dari rumah ke rumah sebaiknya dilakukan secara bijaksana dengan
didahului kegiatan komunikasi, informasi, edukasi (KIE) tidak dilakukan secara gegabah agar tidak
menimbulkan kecemasan/ kekhawatiran yang semakin memuncak. Seharusnya kegiatan komunikasi,
informasi, edukasi (KIE) tentang flu burung direncanakan

DAFTAR PUSTAKA

12
ANONIMMUS. 2005. National Strategic Work Plan for the Progressive Control of Highly
Pathogenic Avian Influenza in Animals. Avian Influenza Control Campaign 2006-2008.
An Indicative Outline. Ministry of Agriculture, Jakarta, Indonesia. December 2005.
CAPUA, I. and S. MARANGON. 2004. Vaccination for Avian Influenza in Asia. Vaccine. 22:4137-
4138.
CIDRAP (Center for Infectious Disease Reseacrh & Policy). 2004. Highly Patthogenic Avian
Influenza (Fowl Plaque). Academic Health Center, University of Minnesota. pp 14.
DAMAYANTI, R., A. WIYONO, R. INDRIANI, N.L.P.I.DHARMAYANTI dan DARMINTO. 2004.
Gambaran Klinis dan Patologis pada Ayam Terserang Flu Burung sangat Pathogenic
(HPAI) di Beberapa Peternakan di Jawa Timur dan Jawa Barat. JITV 9 (1): 128-135.
DHARMAYANTI, N.L.P.I., R. DAMAYANTI, A. WIYONO, R. INDRIANI dan DARMINTO. 2004.
Identifikasi Virus Avian Influenza Isolat Indonesia dengan Reverse Transcriptase
Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). JITV 9 (1): 136-143.
ENY MARTINDAH, ATIEN PRIYANTI dan IMAS SRI NURHAYATI, 2009. KAJIAN PELAKSANAAN
KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA DI LAPANG Pusat Penelitian
dan Pengembangan Peternakan Jl. Raya Pajajaran Kav. E-59, Bogor
HADIYANTO. 2006. Komnas Flu Burung dan Urgensi KIE. Poultry Indonesia, Edisi Mei 2006.
NAIPOSPOS, T.S.P. 2006. Poultry Vaccination: A Key Tool in the Control of Avian Influenza. Paper
Presented at International Symposium on the Challenge and Implication of Avian
Influenza on Human Security: Sharing Problems, Sharing Solutions. Jakarta, 13 14 July
2006.
PARTOATMOJO and M. PARTADIREDJA, 1985. The Identification and Distribution of Influenza a
Virus in Indonesia. Penyakit Hewan XVII (29), Semester I : 249-257.
SOEHADJI, A. JAELANI, G.M.S. NOOR dan R.P.A. LELANA. 2006. Analisis Opini Publik:
Perkembangan Wabah Flu Burung di Indonesia. Hemera Zoa 83(1): 1-6.
RONOHARDJO, P., S. HARDJOSWORO, S.
Konsisten Peduli Unggas. Poultry Indonesia, Edisi Mei 2006. POULTRY INDONESIA.
2006. FPUI
TIM KAJIAN AVIAN INFLUENZA FKH-IPB. 2005. Kajian Seroepidemiologi Penyakit Avian
Influenza serta Strategi Penanggulangan dan Pencegahannya di Sumatera dan
Kalimantan. Laporan akhir. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
bekerja sama dengan Departemen Pertanian 2005.
WIBAWAN, I.W.T. dan G.N. MAHARDIKA. 2005. Mekanisme Kekebalan terhadap Avian Influenza.
Hemera Zoa 83(1):7-17.

13

Anda mungkin juga menyukai