Oedem Paru
Disusun Oleh :
Linda Ayu Mustikasari H2A012028
BAGIAN
RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
2016
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
KASUS
Catatan Medik
Mahasiswa Kepaniteraan Umum
Ilmu Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang
PENYUSUN LAPORAN
Nama : Takul Usman
Zaky Prasetya Utama
PENGESAHAN
Nama Dosen : dr. Lilis Untari S, Sp.Rad (K)
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A
Umur : 32 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Sesak Nafas
3
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluh sesak nafas sejak dua hari SMRS. Keluhan sesak dirasakan
menetap saat istirahat. Keluhan ini membuat pasien sulit tidur. Pasien juga
mengeluhkan batuk sejak dua hari sebelum masuk rumah sakit. Batuk tidak berdahak
dan tidak berdarah. Pasien juga mengeluhkan kedua kaki bengkak dan BAK sedikit.
Riwayat sesak nafas : diakui, pasien pernah mengalami sesak nafas 3 bulan yang
lalu dan dirawat di RSUD tugurejo
Riwayat gagal ginjal : pasien sudah menjalani pengobatan hemodialisa sejak bulan
februari, seminggu dua kali.
Asma : disangkal
Pekerjaan pasien sebagai pegawai swasta bekerja di pabrik. Kesan sosial ekonomi
cukup. Merokok (-), alkohol (-).
4
III. PEMERIKSAAN FISIK
Vital sign :
TD : 160/80 mmHg
Suhu : 36,7oC
RR : 20x/menit
Status gizi :
BB : 61 kg
TB : 170 cm
BMI : BB/(TB)2 = 21
Kesan : normoweight
Status Generalis :
Kepala : Mesocepal
Mata : Pupil bulat isokhor (+), Konjungtiva anemis (+/+) , Sklera ikterik (-
/-)
Hidung : Septum deviasi (-), sekret (-/-), mukosa hiperemis (-/-), konka
hipertrofi (-/-)
5
Telinga : Normotia, deformitas (-), serumen (-/-), sekret (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (-), struma (-), deviasi trakhea (-), JVP 5 ± 2cm
Thorax
Pulmo depan:
Inspeksi : Simetris secara statis dan dimanis, sela iga melebar (-),
Pulmo belakang :
Cor :
6
Batas kanan bawah : ICS V linea sternalis kanan
Abdomen :
splenomegali (-)
Pemerikaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium
7
Darah rutin Hasil Satuan Nilai normal
Hb g/ dL 13.2 – 17.3
Ht % 40 – 52
MCV fL 80 – 100
MCH Pg 26 – 34
MCHC g/dL 32 – 36
Diff count
Eosinofil % 2–4
Basofil % 0–1
Neutrofil % 50 – 70
Limfosit % 25 – 40
Monosit % 2–8
8
Gambaran radiologi :
• Diafragma : Baik
9
• Cor : CTR< 50%, ukuran dan bentuk normal
• Trakea : normal
Cor : normal
Diagnosis Banding :
Pneumonia
Diagnosis Klinis :
TB Paru Aktif
Tata Laksana
Non farmakologi :
`Inf RL 20 tetes/menit
Inj cefotaxim 2x1 gram IV
Oral :
2HRZE/ 4H3R3
Resume
10
Pasien mengeluh batuk dan mengelurakan darah. Pasien tersedak karena ada
nyamuk yang secara tidak sengaja masuk melalui mulut pasien. Sebelum masuk ke
rumah sakit pasien telah memeriksaakan diri ke puskesmas terdekat. Batuk yang
dikelurkan bersama dengan darah segar dan bergumpal kecoklatan. Pasien mersakan
hal ini sejak 1 tahun yang lalu hilang timbul, terdapat dahak berwarna hijau, nafsu
makan tidak menurun, berat badan tidak menurun masih sama seperti sebelum sakit.
Batuk berlangsung terus menerus dan mengelurakan darah sebanyak ± 30 cc. Pasien
mengeluh demam (+), keringat dingin (-), BAB normal, miksi normal, sesak (-). Hal
ini bertambah berat jika digunakan untuk aktivitas.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan ronkhi basah dan wheezing dari paru kanan
pasien. Pada pemeriksaan sputum di dapatkan hasil Negatif dan foto thorax di
dapatkan gambaran TB Paru aktif.
BAB III
11
TINJAUAN PUSTAKA
12
- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan
Mikobakterium tuberkulosis.
a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan
OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak
BTA (+) atau biakan positif. Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi
gambaran radiologi dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala
klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
- Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan
dll).
-TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang
berkompeten menangani kasus tuberkulosis.
c. Kasus defaulted atau drop out (lalai)
Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan > 1 bulan dan
tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatannya selesai
d. Kasus gagal
Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir
pengobatan) atau akhir pengobatan.
13
e. Kasus kronik
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif
setelah selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan
pengawasan yang baik
f. Kasus Bekas TB
Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan
gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto
serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT
adekuat akan lebih mendukung. Pada kasus dengan gambaran radiologi
meragukan dan telah mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan serta
pada foto toraks ulang tidak ada perubahan gambaran radiologi.
14
4 mm. Kuman akan tumbuh optimal pada suhu sekitar 37° C dengan tingkat
pH optimal pada 6,4 sampai 7,0. Untuk membelah diri dari satu sampai dua
kuman membutuhkan waktu 14-20 jam.3
Dinding Mycobacterium tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari
lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding selnya ialah asam
mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut
cord factor, dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi.
Asam mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60 – C90) yang
dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan
peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada
dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan
arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan
bakteri Mycobacterium tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali
diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut
dengan larutan asam alkohol.
Karakteristik antigen Mycobacterium tuberculosis dapat diidentifikasi
dengan menggunakan antibodi monoklonal . Saat ini telah dikenal purified
antigens dengan berat molekul 14 kDa (kiloDalton), 19 kDa, 38 kDa, 65 kDa
yang memberikan sensitivitas dan spesifisitas yang bervariasi dalam
mendiagnosis TB. Ada juga yang menggolongkan antigen Mycobacterium
tuberculosis dalam kelompok antigen yang disekresi dan yang tidak disekresi
(somatik). Di lapisan luar dinding sel ditemukan suatu lipid yang terbentuk
dari asam mikolat berantai panjang. Asam mikolat ini mengalami esterifikasi
sehingga terdapat tiga elemen dinding basil TB, yaitu lipid yang berasal dari
asam mikolat, arabinogalaktan, serta muramil dipeptida (Djojodibroto,2009)
Genom Mycobacterium Tuberculosis mempunyai ukuran 4,4 Mb
(mega base) dengan kandungan guanin (G) dan sitosin (C) terbanyak. Dari
hasil pemetaan gen, telah diketahui lebih dari 165 gen dan penanda genetik
15
yang dibagi dalam 3 kelompok. Kelompok 1 gen yang merupakan sikuen
DNA mikobakteria yang selalu ada (conserved) sebagai DNA target,
kelompok II merupakan sikuen DNA yang menyandi antigen protein,
sedangkan kelompok III adalah sikuen DNA ulangan seperti elemen sisipan.
16
tubuh penderita akan memberikan reaksi inflamasi. Basil TB yang masuk tadi
akan mendapatkan perlawanan dari tubuh, jenis perlawanan tubuh tergantung
kepada pengalaman tubuh, yaitu pernah mengenal basil TB atau tidak pernah
sama sekali.3
a. Tuberkulosis Primer
Individu yang terinfeksi basil TB untuk pertama kalinya hanya
memberikan reaksi seperti jika terdapat benda asing di saluran
pernapasan. Selama tiga minggu, tubuh hanya membatasi fokus infeksi
primer melalui mekanisme peradangan, tetapi kemudian tubuh juga
mengupayakan pertahanan imunitas selular (delayed hypersensitivity).
Setelah 3 minggu terinfeksi basil TB, tubuh baru mengenal seluk-beluk
basil TB. Setelah 3-10 minggu, basil TB akan mendapat perlawanan yang
berarti dari mekanisme sistem pertahanan tubuh ditandai dnegan
timbulnya reaktivitas dan peradangan spesifik. Proses pembentukan
pertahanan imunitas selular akan lengkap setelah 10 minggu. Kuman
tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan
paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang
primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian
mana saja di dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang
primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar
getah bening di hilus (limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis
lokal bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai
kompleks primer.4 Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi
beberapa pilihan sebagai berikut :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad
integrum). Ini yang paling banyak terjadi.
17
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis – garis
fibrotik, kalsifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia
yang luasnya > 5 mm dan ± 10% di antaranya dapat terjadi reaktivasi
lagi karena kuman yang dormant.
3. Menyebar dengan cara :
a) Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya. Salah satu contoh
adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus,
biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar
sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas
bersangkutan, dengan akibat atelektasis.
b) Penyebaran secara bronkogen, penyebaran pada paru yang
bersangkutan maupun ke paru di sebelahnya. Kuman dapat juga
tertelan bersama dahak dan ludah sehingaa menyebar ke usus.
c) Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini
berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman
Penyebaran ini dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh
lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan
sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir
dengan :
- Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan
terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis,
tuberkuloma ) atau
- Meninggal. Sebagian besar orang yang terkena infeksi basil
tuberkulosis dapat berhasil mengatasinya, hanya beberapa orang
saja (3-4% dari yang terinfeksi) yang tidak berhasil
menanggulanginya keganasan basil TB.3
18
b. Tuberkulosis Post-Primer (Tuberkulosis Sekunder)
TB post-primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi
endogen setelah TB primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. TB
post-primer mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu TB bentuk
dewasa, localized tuberculosis, TB menahun, dan sebagainya. Bentuk TB
inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat karena dapat
menjadi sumber penularan. TB sekunder terjadi karena imunitas menurun
seperti malnutrisi, alkohol, penyakit malignan, diabetes, AIDS, gagal
ginjal. TB post-primer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya
terletak di segmen apikal pesterior lobus superior maupun lobus inferior.
Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler
paru.4
Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang
pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :
- Dihisap / reabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
- Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan
dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi
pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang
tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan
keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.
- Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan
kaseosa). Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju
keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan
menjadi tebal (kaviti sklerotik)
19
D. Manifestasi Klinis & Penegakan Diagnosis Tuberkulosis Paru
20
BTA (+) di bawah mikroskop diperlukan jumlah kuman yang tertentu, yaitu
sekitar 5.000 kuman/ml dahak.2
Pagi : dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot penampung dibawa sendiri kembali.
- Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang
ditemukan
21
- Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)
- Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan /
nodular. - Bayangan bercak milier.
22
Gambar 2.1. Alur Penegakan Diagnosis Tuberkulosis Paru (Gerdunas-TB,
2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Available from
http://www.tbindonesia.or.id/pdf/BPN_2007.pdf.).
E. Penatalaksanan Tuberkulosis
23
etambutol (E), pirazinamid (Z), rifampisin (R), sedangkan yang termasuk obat
lini kedua adalah etionamide, sikloserin, amikasin, kanamisin kapreomisin,
klofazimin dan lain-lain yang hanya dipakai pada pasien HIV yang terinfeksi
dan mengalami multidrug resistant (MDR).
24
25
Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan
rentang dosis yang telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif
atau masih termasuk dalam batas dosis terapi dan non toksik. Pada kasus yang
mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami efek samping
serius harus dirujuk ke rumah sakit atau dokter spesialis paru ataupun fasiliti
yang mampu menanganinya. Paduan obat anti TB menurut program
pemberantasan TB paru yang dipergunakan di Indonesia sesuai dengan
rekomendasi WHO ada tiga:
Pada pasien baru TB paru (+), pasien TB paru BTA(-) foto toraks (+)
Kategori 2 :2HRZES/HRZE/5H3R3E3
Kategori 3 :2HRZ/4H3R3
26
BAB IV
PEMBAHASAN
Tuberkulosis (TB) adalah infeksi nekrotik dengan gambaran patologi khas tuberkel
akibat infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis yang terutama menyerang pulmo,
meskipun dapat menyerang dan menyebar ke organ lain seperti ginjal, traktus
gastrointestinal, tulang, otak, bahkan organ genital.
Pada kasus ini ditemukan batuk terus menerus, dahak berwarna hijau, nafsu
makan tidak menurun, berat badan tidak menurun, demam. Hal ini sesuai dengan
teori pada buku Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis bahwa gejala
utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk
dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah,
sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,
berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.1
namun pada kasus ini hanya batuk berdahak berwarna hijau, demam.
Keluhan sesak nafas dan batuk berdahak disebabkan kuman Mycobacterium
Tuberculosis yang menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma
makrofag lalu akan membentuk sarang primer yang disebut ghon. Dari sarang primer
akan timbul peradangan saluran getah bening dan juga diikuti pembesaran kelanjar
getah bening hilus lalu terbentuklah komplek primer atau yang disebut ranke.2,3
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada Tn. AC
maka dapat diklasifikasikan bahwa tuberkulosis yang dideritanya merupakan infeksi
lama maka dapat diklasifikasikan menjadi Tuberkulosis baru. Klasifikasi berdasarkan
hasil pemeriksaan dahak mikroskopis termasuk dalam tuberkulosis paru BTA
negative namun dalam gambaran radiologi positif. Tuberkulosis paru dikatakan BTA
positif jika sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif,
satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto thorak dada menunjukkan
gambaran tuberkulosis, satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan
27
kuman TB positif, satu atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah tiga
spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak
ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. 1
Prinsip pengobatan pada tuberkulosis ada tiga yaitu :
OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap
(OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas
Menelan Obat (PMO).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2.2007.
2. Price, et al. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi
ke-6. Jakarta: EGC
3. Amin, et al. 2007. Tuberkulosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
FKUI. Jakarta.
29