Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS KEPANITERAAN KLINIK

RSUD ADHIYATMA,MPH SEMARANG

Oedem Paru

Disusun Oleh :
Linda Ayu Mustikasari H2A012028

Dyah Dwi Putri Anggraini H2A012064

Pembimbing : dr. Zakiyah , Sp. Rad

BAGIAN

RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2016

1
BAB I

PENDAHULUAN

Masuknya cairan ekstravaskular ke dalam paru merupakan masalah klinis


yang penting. Ini merupakan manifestasi klinis dari penyakit penyerta yang
serius. Edema paru dapat di terapi, tetapi terapi yang efektif adalah untuk
menyelamatkan pasien dari gangguan yang mendasari keseimbangan cairan paru.
Penyebab gangguan sering dapat diketahui, dan dikoreksi. Karena terapi yang
efektif dan rasional bergantung pada prinsip dasar dari normal dan tidaknya
distribusi cairan di paru (1).

Edema paru dibedakan oleh karena sebab Kardiogenik dan Non-


kardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya juga berbeda.
Edema paru kardiogenik disebabkan oleh gagal jantung kiri apapun sebabnya.
Edema paru kardiogenik yang akut disebabkan oleh gagal jantung kiri akut.
Sedangkan untuk edema paru non-kardiogenik disebabkan oleh penyakit dasar di
luar Jantung (2).

2
BAB II

KASUS

Catatan Medik
Mahasiswa Kepaniteraan Umum
Ilmu Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang

PENYUSUN LAPORAN
Nama : Takul Usman
Zaky Prasetya Utama
PENGESAHAN
Nama Dosen : dr. Lilis Untari S, Sp.Rad (K)

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. A

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Umur : 32 tahun

Alamat : Ngaliyan Semarang

Pekerjaan : Wiraswasta

Status perkawinan : Sudah menikah

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama :

Sesak Nafas

3
Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien mengeluh sesak nafas sejak dua hari SMRS. Keluhan sesak dirasakan
menetap saat istirahat. Keluhan ini membuat pasien sulit tidur. Pasien juga
mengeluhkan batuk sejak dua hari sebelum masuk rumah sakit. Batuk tidak berdahak
dan tidak berdarah. Pasien juga mengeluhkan kedua kaki bengkak dan BAK sedikit.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat sesak nafas : diakui, pasien pernah mengalami sesak nafas 3 bulan yang
lalu dan dirawat di RSUD tugurejo

Riwayat gagal ginjal : pasien sudah menjalani pengobatan hemodialisa sejak bulan
februari, seminggu dua kali.

Hipertensi : diakui, tidak terkontrol.

Penyakit Jantung : disangkal

Diabetes melitus : disangkal

Asma : disangkal

Alergi obat : disangkal

Alergi makanan : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :

Keluarga tidak ada yang sakit seperti ini.

Riwayat Sosial Ekonomi

Pekerjaan pasien sebagai pegawai swasta bekerja di pabrik. Kesan sosial ekonomi
cukup. Merokok (-), alkohol (-).

4
III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : baik

Kesadaran : Compos mentis

Vital sign :

TD : 160/80 mmHg

Suhu : 36,7oC

RR : 20x/menit

Nadi : 82x/menit reguler, isi dan tegangan cukup

Status gizi :

BB : 61 kg

TB : 170 cm

BMI : BB/(TB)2 = 21

Kesan : normoweight

Status Generalis :

Kepala : Mesocepal

Mata : Pupil bulat isokhor (+), Konjungtiva anemis (+/+) , Sklera ikterik (-
/-)

Hidung : Septum deviasi (-), sekret (-/-), mukosa hiperemis (-/-), konka

hipertrofi (-/-)

Mulut : Sianosis (-), lidah kotor (-), gigi karies (-),

5
Telinga : Normotia, deformitas (-), serumen (-/-), sekret (-/-)

Leher : Pembesaran KGB (-), struma (-), deviasi trakhea (-), JVP 5 ± 2cm

Thorax

Pulmo depan:

Inspeksi : Simetris secara statis dan dimanis, sela iga melebar (-),

sudut arcus costa 90o (+).

Palpasi : Taktil fremitus normal, nyeri tekan (-)

Perkusi : sonor seluruh lapang paru (+/+)

Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronchi basah halus (+), Wheezing (-)

Pulmo belakang :

Inspeksi : Bentuk simetris statis dan dinamis

Palpasi : Taktil fremitus normal

Perkusi : sonor seluruh lapang paru (+/+)

Auskultasi : Suara dasar vesikuler, ronchi basah halus (+/+)

Cor :

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

Perkusi : Batas atas : ICS II linea parasternal kiri

6
Batas kanan bawah : ICS V linea sternalis kanan

Batas pinggang jantung : ICS III linea parasternal kiri

Batas kiri bawah : ICS V linea axilaris sinistra

Konfigurasi jantung : batas kiri jantung membesar

Auskultasi : BJ I-II normal, gallop (-) murmur (-)

Abdomen :

Inspeksi : Perut katak (-), defans muscular (-)

Auskultasi : Peristaltik 5-11x/menit, metalic sound (-)

Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatomegali (-), turgor kulit (-),

splenomegali (-)

Perkusi : Pekak sisi (-), pekak alih (-), tympani (+)

Ekstrimitas superior inferior

Oedema -/- +/+

Sianosis -/- -/-

Akral dingin -/- -/-

Clubbing finger -/- -/-

Pemerikaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium

7
Darah rutin Hasil Satuan Nilai normal

Lekosit 10^3/ ul 3.8 – 10.6

Eritrosit 10^6/ uL 4.4 – 5.9

Hb g/ dL 13.2 – 17.3

Ht % 40 – 52

MCV fL 80 – 100

MCH Pg 26 – 34

MCHC g/dL 32 – 36

Trombosit 10^3/ ul 150 – 440

RDW % 11.5 – 14.5

Diff count

Eosinofil Absolute 10^3/ ul 0.045 – 0.44

Basofil Absolute 10^3/ ul 0 – 0.2

Netrofil Absolute 10^3/ ul 1.8 - 8

Limfosit Absolute 10^3/ ul 0.9 – 5.2

Monosit Absolute 10^3/ ul 0.16 – 1

Eosinofil % 2–4

Basofil % 0–1

Neutrofil % 50 – 70

Limfosit % 25 – 40

Monosit % 2–8

Pemeriksaan Foto Thorak

8
Gambaran radiologi :

• Soft tissue : Baik, emfisema subkutis (-)

• Sinus costophrenicus : Baik

• Diafragma : Baik

• Costa : Tidak ada kelainan

• Pulmo : Corakan bronkovaskuler kasar

Bercak berawan pada apex paru kanan

Tampak lesi fibrotik

9
• Cor : CTR< 50%, ukuran dan bentuk normal

• Trakea : normal

Kesan : Pulmo : TB Paru Aktif

Cor : normal

Diagnosis Banding :

Pneumonia

Diagnosis Klinis :

TB Paru Aktif

Tata Laksana

Non farmakologi :

 Jangan membuang dahak sembarang tempat


 Kebersihan lingkungan
 Memamakai masker
 Pengaturan rumah agar memperoleh cahaya matahari
Farmakologi :

 `Inf RL 20 tetes/menit
 Inj cefotaxim 2x1 gram IV
 Oral :

2HRZE/ 4H3R3

Resume

10
Pasien mengeluh batuk dan mengelurakan darah. Pasien tersedak karena ada
nyamuk yang secara tidak sengaja masuk melalui mulut pasien. Sebelum masuk ke
rumah sakit pasien telah memeriksaakan diri ke puskesmas terdekat. Batuk yang
dikelurkan bersama dengan darah segar dan bergumpal kecoklatan. Pasien mersakan
hal ini sejak 1 tahun yang lalu hilang timbul, terdapat dahak berwarna hijau, nafsu
makan tidak menurun, berat badan tidak menurun masih sama seperti sebelum sakit.
Batuk berlangsung terus menerus dan mengelurakan darah sebanyak ± 30 cc. Pasien
mengeluh demam (+), keringat dingin (-), BAB normal, miksi normal, sesak (-). Hal
ini bertambah berat jika digunakan untuk aktivitas.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan ronkhi basah dan wheezing dari paru kanan
pasien. Pada pemeriksaan sputum di dapatkan hasil Negatif dan foto thorax di
dapatkan gambaran TB Paru aktif.

BAB III

11
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi dan Klasifikasi Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh


basil Mycobacterium tuberculosis dengan gejala klinik yang sangat bervariasi dan
menyerang pada bagian atau organ tubuh tertentu misalnya paru-paru, kelenjar
getah bening, selaput otak, tulang, ginjal, kulit dan lain-lain. Tuberkulosis paru
merupakan salah satu penyakit saluran pernapasan bagian bawah dan termasuk
penyakit infeksi terpenting setelah penyakit malaria.1 Tuberkulosis paru
mencakup 80% dari keseluruhan kejadian penyakit tuberkulosis, sedangkan 20%
selebihnya merupakan tuberkulosis ektrapulmonar.2

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) (2006), mengklasifikasikan


tuberkulosis paru berdasarkan 2 hal yaitu Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak
atau basil tahan asam (BTA) dan berdasarkan golongan pasien. Klasifikasinya
yaitu :

Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA) TB paru dibagi atas:

a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:


- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA
positif.
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
biakan juga positif.
b. Tuberkulosis paru BTA (-)
- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis
dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif.

12
- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan
Mikobakterium tuberkulosis.

Berdasarkankan golongan pasien Tipe pasien ditentukan berdasarkan


riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu :

a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan
OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak
BTA (+) atau biakan positif. Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi
gambaran radiologi dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala
klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
- Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan
dll).
-TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang
berkompeten menangani kasus tuberkulosis.
c. Kasus defaulted atau drop out (lalai)
Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan > 1 bulan dan
tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatannya selesai
d. Kasus gagal
Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir
pengobatan) atau akhir pengobatan.

13
e. Kasus kronik
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif
setelah selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan
pengawasan yang baik
f. Kasus Bekas TB
Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan
gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto
serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT
adekuat akan lebih mendukung. Pada kasus dengan gambaran radiologi
meragukan dan telah mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan serta
pada foto toraks ulang tidak ada perubahan gambaran radiologi.

Pembagian Tuberkulosis menurut WHO didasarkan pada terapi


yang terbagi menjadi 4 kategori yaitu :
Kategori I, ditujukan terhadap :
• Kasus baru dengan dahak positif
• Kasus baru dengan bentuk TB berat
Kategori II, ditujukan terhadap :
• Kasus kambuh
• Kasus gagal dengan dahak BTA positif
Kategori III, ditujukan terhadap :
• Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas
• Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I
Kategori IV, ditujukan terhadap : TB kronik
B. Morfologi dan Biomolekuler Mycobacterium tuberculosis
Mycobacterium tuberculosis ditemukan oleh Robert Koch (1882) yaitu
kuman yang berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora
dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 mm dan panjang 1 –

14
4 mm. Kuman akan tumbuh optimal pada suhu sekitar 37° C dengan tingkat
pH optimal pada 6,4 sampai 7,0. Untuk membelah diri dari satu sampai dua
kuman membutuhkan waktu 14-20 jam.3
Dinding Mycobacterium tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari
lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding selnya ialah asam
mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut
cord factor, dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi.
Asam mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60 – C90) yang
dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan
peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada
dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan
arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan
bakteri Mycobacterium tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali
diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut
dengan larutan asam alkohol.
Karakteristik antigen Mycobacterium tuberculosis dapat diidentifikasi
dengan menggunakan antibodi monoklonal . Saat ini telah dikenal purified
antigens dengan berat molekul 14 kDa (kiloDalton), 19 kDa, 38 kDa, 65 kDa
yang memberikan sensitivitas dan spesifisitas yang bervariasi dalam
mendiagnosis TB. Ada juga yang menggolongkan antigen Mycobacterium
tuberculosis dalam kelompok antigen yang disekresi dan yang tidak disekresi
(somatik). Di lapisan luar dinding sel ditemukan suatu lipid yang terbentuk
dari asam mikolat berantai panjang. Asam mikolat ini mengalami esterifikasi
sehingga terdapat tiga elemen dinding basil TB, yaitu lipid yang berasal dari
asam mikolat, arabinogalaktan, serta muramil dipeptida (Djojodibroto,2009)
Genom Mycobacterium Tuberculosis mempunyai ukuran 4,4 Mb
(mega base) dengan kandungan guanin (G) dan sitosin (C) terbanyak. Dari
hasil pemetaan gen, telah diketahui lebih dari 165 gen dan penanda genetik

15
yang dibagi dalam 3 kelompok. Kelompok 1 gen yang merupakan sikuen
DNA mikobakteria yang selalu ada (conserved) sebagai DNA target,
kelompok II merupakan sikuen DNA yang menyandi antigen protein,
sedangkan kelompok III adalah sikuen DNA ulangan seperti elemen sisipan.

C. Patogenesis Tuberkulosis Paru


Penyakit tuberkulosis ditularkan melalui udara secara langsung dari
penderita TB kepada orang lain. Dengan demikian, penularan penyakit TB
terjadi melalui hubungan dekat antara penderita dan orang yang tertular
(terinfeksi), misalnya berada di dalam ruangan tidur atau ruang kerja yang
sama. Penderita penyakit TB sering tidak tahu bahwa ia menderita sakit
tuberkulosis (Djojodibraoto, 2009). Sumber penularan adalah pasien dengan
TB BTA (+) yang pada saat batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke
udara dalam bentuk dahak (droplet nuclei). Sekali batuk pasien tersebut dapat
menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi
dalam ruangan dimana percikan / partikel dahak berada dalam waktu yang
lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari
dapat langsung membunuh kuman. Daya penularan seorang pasien ditentukan
oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat
kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor
yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.4
Jika droplet tadi terhirup oleh orang lain yang sehat, droplet akan
terdampar pada dinding saluran pernapasan. Droplet besar akan terdampar
pada saluran pernapasan bagian atas, droplet kecil akan masuk ke dalam
alveoli di lobus mana pun; tidak ada prediksi lokasi terdamparnya droplet
kecil. Pada tempat terdamparnya, basil tuberkulosis akan membentuk suatu
focus infeksi primer berupa tempat pembiakan basil tuberkulosis tersebut dan

16
tubuh penderita akan memberikan reaksi inflamasi. Basil TB yang masuk tadi
akan mendapatkan perlawanan dari tubuh, jenis perlawanan tubuh tergantung
kepada pengalaman tubuh, yaitu pernah mengenal basil TB atau tidak pernah
sama sekali.3
a. Tuberkulosis Primer
Individu yang terinfeksi basil TB untuk pertama kalinya hanya
memberikan reaksi seperti jika terdapat benda asing di saluran
pernapasan. Selama tiga minggu, tubuh hanya membatasi fokus infeksi
primer melalui mekanisme peradangan, tetapi kemudian tubuh juga
mengupayakan pertahanan imunitas selular (delayed hypersensitivity).
Setelah 3 minggu terinfeksi basil TB, tubuh baru mengenal seluk-beluk
basil TB. Setelah 3-10 minggu, basil TB akan mendapat perlawanan yang
berarti dari mekanisme sistem pertahanan tubuh ditandai dnegan
timbulnya reaktivitas dan peradangan spesifik. Proses pembentukan
pertahanan imunitas selular akan lengkap setelah 10 minggu. Kuman
tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan
paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang
primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian
mana saja di dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang
primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar
getah bening di hilus (limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis
lokal bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai
kompleks primer.4 Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi
beberapa pilihan sebagai berikut :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad
integrum). Ini yang paling banyak terjadi.

17
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis – garis
fibrotik, kalsifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia
yang luasnya > 5 mm dan ± 10% di antaranya dapat terjadi reaktivasi
lagi karena kuman yang dormant.
3. Menyebar dengan cara :
a) Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya. Salah satu contoh
adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus,
biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar
sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas
bersangkutan, dengan akibat atelektasis.
b) Penyebaran secara bronkogen, penyebaran pada paru yang
bersangkutan maupun ke paru di sebelahnya. Kuman dapat juga
tertelan bersama dahak dan ludah sehingaa menyebar ke usus.
c) Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini
berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman
Penyebaran ini dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh
lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan
sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir
dengan :
- Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan
terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis,
tuberkuloma ) atau
- Meninggal. Sebagian besar orang yang terkena infeksi basil
tuberkulosis dapat berhasil mengatasinya, hanya beberapa orang
saja (3-4% dari yang terinfeksi) yang tidak berhasil
menanggulanginya keganasan basil TB.3

18
b. Tuberkulosis Post-Primer (Tuberkulosis Sekunder)
TB post-primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi
endogen setelah TB primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. TB
post-primer mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu TB bentuk
dewasa, localized tuberculosis, TB menahun, dan sebagainya. Bentuk TB
inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat karena dapat
menjadi sumber penularan. TB sekunder terjadi karena imunitas menurun
seperti malnutrisi, alkohol, penyakit malignan, diabetes, AIDS, gagal
ginjal. TB post-primer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya
terletak di segmen apikal pesterior lobus superior maupun lobus inferior.
Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler
paru.4

Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang
pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :
- Dihisap / reabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
- Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan
dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi
pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang
tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan
keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.
- Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan
kaseosa). Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju
keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan
menjadi tebal (kaviti sklerotik)

19
D. Manifestasi Klinis & Penegakan Diagnosis Tuberkulosis Paru

Keluhan yang dirasakan pasien TB dapat bermacam-macam atau


malah banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam
pemeriksaan kesehatan. Gejala respiratorik berupa batuk kering ataupun batuk
produktif merupakan gejala yang paling sering terjadi dan merupakan
indikator yang sensitif untuk penyakit ini. Bila bronkus belum terlibat dalam
proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang
pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk
membuang dahak ke luar. Gejala sesak napas timbul jika terjadi pembesaran
nodus limfa pada hilus yang menekan bronkus, atau terjadi efusi pleura,
ekstensi radang parenkim atau miliar. Nyeri dada biasanya bersifat nyeri
pleuritik karena terlibatnya pleura dalam proses penyakit. Demam dapat
terjadi menetap dan naik turun sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas
dari serangan demam ini. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan
tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman TB yang masuk. Gejala
malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak nafsu makan, badan makin
kurus (berat badan turun), sakit kepala, ,meriang, nyeri otot, keringat malam
dan lain-lain. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang
timbul secara tidak teratur4.

Proses penegakan diagnosis diawali dengan anamnesis tentang gejala –


gejala yang ada kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik. Setelah itu
akan dilakukan pemeriksaan dahak untuk mencari ada tidaknya kuman TB
dalam bentuk basil tahan asam (BTA) (CDC, 2010). Untuk mendapatkan hasil
yang akurat diperlukan rangkaian kegiatan yang baik, mulai dari cara batuk
untuk mengumpulkan dahak, pemilihan bahan dahak yang akan diperiksa,
teknik pewarnaan dan pengolahan sediaan serta kemampuan membaca
sediaan di bawah mikroskop. Harus diketahui bahwa untuk mendapatkan

20
BTA (+) di bawah mikroskop diperlukan jumlah kuman yang tertentu, yaitu
sekitar 5.000 kuman/ml dahak.2

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai


keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan
dahak untuk menegakkan diagnosis dengan mengumpulkan 3 bahan dahak
yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan yang dikenal
dengan konsep Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).

Sewaktu : dahak dikumpulkan pada saat pasien yang diduga TB dating


berkunjung pertama kali. Saat pulang suspek membawa pot penampung
dahak..

Pagi : dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot penampung dibawa sendiri kembali.

Sewaktu : dahak dikumpulkan pada hari kedia, saat pasien menyerahkan


dahak pagi hari.

Pemeriksaan dahak BTA lazimnya dilakukan 3 X berturut-turut untuk


menghundari faktor kebetulan. Bila hasil pemeriksaan dahak minimal 2 X
positif, maka pasien sudah dapat dipastikan sakit TB paru (Hudoyo, 2008).

Untuk interpretasi pemeriksaan mikroskopis dahak pasien dapat


dibaca dengan skala IUATLD (rekomendasi WHO). Skala IUATLD
(International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) yaitu :

- Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif

- Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang
ditemukan

- Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)

21
- Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)

- Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)

Pada pemeriksaan foto toraks, TB dapat memberi gambaran


bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologi yang dicurigai
sebagai lesi TB aktif: - Bayangan berawan di segmen apikal dan posterior
lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah.

- Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan /
nodular. - Bayangan bercak milier.

- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).

Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan


pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks
karena pemeriksaan mikroskopis sangat spesifik (98%) untuk TB paru .
Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks sangat perlu dilakukan
sesuai dengan indikasi sebagai berikut:

• Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Harus


dilakukan pemeriksaan foto toraks dada untuk mendukung diagnosis TB
paru BTA (+)

• Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak


SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah diberi pengobatan dengan antibiotik non-OAT.

•Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang


memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis
eksudativa, efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang
mengalami hemoptisis berat.

22
Gambar 2.1. Alur Penegakan Diagnosis Tuberkulosis Paru (Gerdunas-TB,
2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Available from
http://www.tbindonesia.or.id/pdf/BPN_2007.pdf.).

E. Penatalaksanan Tuberkulosis

Pengobatan TB menggunakan obat anti tuberkulosis (OAT) harus


adekuat dan minimal 6 bulan. Setiap Negara harus mempunyai pedoman
dalam pengobatan TB yang disebut National Tuberculosis Programme
(Program Pemberantasan TB). Prinsip pengobatan TB adalah menggunakan
multidrugs regimen. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya resistensi
basil TB terhadap obat. OAT dibagi dalam dua golongan besar, yaitu obat lini
pertama dan obat lini kedua. Obat lini pertama (utama) adalah isonoazid (H),

23
etambutol (E), pirazinamid (Z), rifampisin (R), sedangkan yang termasuk obat
lini kedua adalah etionamide, sikloserin, amikasin, kanamisin kapreomisin,
klofazimin dan lain-lain yang hanya dipakai pada pasien HIV yang terinfeksi
dan mengalami multidrug resistant (MDR).

Dosis yang dianjurkan oleh International Union Against Tuberculosis


(IUAT) adalah dosis pemberian setiap hari dan dosis pemeberian intermitten.
Perlu diingat bahwa dosis pemberian setiap hari berbeda dengan dosis
intermitten yang lebih lama berkisar 3 hari 1 X [Tabel 2.1]. Setiap obat
memiliki efek samping tertentu begitu juga dengan OAT, maka harus
diperhatiakn cara penanganannya [Tabel 2.2].

24
25
Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan
rentang dosis yang telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif
atau masih termasuk dalam batas dosis terapi dan non toksik. Pada kasus yang
mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami efek samping
serius harus dirujuk ke rumah sakit atau dokter spesialis paru ataupun fasiliti
yang mampu menanganinya. Paduan obat anti TB menurut program
pemberantasan TB paru yang dipergunakan di Indonesia sesuai dengan
rekomendasi WHO ada tiga:

Kategori 1 : 2HRZE/ 4H3R3

Pada pasien baru TB paru (+), pasien TB paru BTA(-) foto toraks (+)

Kategori 2 :2HRZES/HRZE/5H3R3E3

Pada pasien kambuh, gagal dan pada pasien dengan pengobatan


terputus.

Kategori 3 :2HRZ/4H3R3

26
BAB IV

PEMBAHASAN

Tuberkulosis (TB) adalah infeksi nekrotik dengan gambaran patologi khas tuberkel
akibat infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis yang terutama menyerang pulmo,
meskipun dapat menyerang dan menyebar ke organ lain seperti ginjal, traktus
gastrointestinal, tulang, otak, bahkan organ genital.
Pada kasus ini ditemukan batuk terus menerus, dahak berwarna hijau, nafsu
makan tidak menurun, berat badan tidak menurun, demam. Hal ini sesuai dengan
teori pada buku Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis bahwa gejala
utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk
dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah,
sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,
berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.1
namun pada kasus ini hanya batuk berdahak berwarna hijau, demam.
Keluhan sesak nafas dan batuk berdahak disebabkan kuman Mycobacterium
Tuberculosis yang menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma
makrofag lalu akan membentuk sarang primer yang disebut ghon. Dari sarang primer
akan timbul peradangan saluran getah bening dan juga diikuti pembesaran kelanjar
getah bening hilus lalu terbentuklah komplek primer atau yang disebut ranke.2,3
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada Tn. AC
maka dapat diklasifikasikan bahwa tuberkulosis yang dideritanya merupakan infeksi
lama maka dapat diklasifikasikan menjadi Tuberkulosis baru. Klasifikasi berdasarkan
hasil pemeriksaan dahak mikroskopis termasuk dalam tuberkulosis paru BTA
negative namun dalam gambaran radiologi positif. Tuberkulosis paru dikatakan BTA
positif jika sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif,
satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto thorak dada menunjukkan
gambaran tuberkulosis, satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan

27
kuman TB positif, satu atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah tiga
spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak
ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. 1
Prinsip pengobatan pada tuberkulosis ada tiga yaitu :
 OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap
(OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
 Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas
Menelan Obat (PMO).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

28
DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2.2007.
2. Price, et al. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi
ke-6. Jakarta: EGC
3. Amin, et al. 2007. Tuberkulosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
FKUI. Jakarta.

4. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit


Menular dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman Pengobatan Antiretroviral

(ART) di Indonesia. 2004.

29

Anda mungkin juga menyukai