Anda di halaman 1dari 32

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gagal ginjal kronik (GGK) juga dikenal sebagai penyakit gagal ginjal tahap
akhir, merupakan sindroma yang ditandai dengan kehilangan fungsi ginjal secara
progresif dan ireversibel, saat ini angka kejadian gagal ginjal kronik meningkat
secara pesat (Kizilcik et al. 2012). Meningkatnya jumlah pasien dengan gagal
ginjal kronik menyebabkan kenaikan jumlah pasien yang menjalani hemodialisis.
Berdasarkan Data Laporan Tahunan United States Renal Data System (2013)
disebutkan bahwa lebih dari 615.000 orang Amerika sedang dirawat karena gagal
ginjal. Dari jumlah tersebut, lebih dari 430.000 adalah pasien dialisis dan lebih
dari 185.000 melakukan transplantasi ginjal.

Di Indonesia, prevalensi penyakit ginjal terus meningkat setiap tahunnya


dari hasil survei Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI), ada sekitar
12,5% atau 18 juta orang dewasa di Indonesia yang menderita penyakit ginjal
kronik dan pasien yang mengalami atau menderita penyakit ginjal tahap akhir
(PGTA) mencapai 100 ribu pasien dan diperkirakan akan terus bertambah.
Sehingga penyait ginjal kronik (PGK) saat ini telah diakui oleh badan PBB
bidang kesehatan WHO, sebagai masalah kesehatan serius dunia. Baru kira-kira
30/1.000.000 penduduk masuk dalam penyakit ginjal tahap akhir. Di Indonesia,
menurut data Asuransi Kesehatan (ASKES) sebanyak 80.000-90.000 orang
memerlukan terapi pengganti ginjal (Tjempakasari, A., 2012 dalam Panjaitan,
2014).

Pasien dengan gagal ginjal kronik yang telah terdiagnosa dalam kondisi
terminal pada umumnya akan merasakan distress emosional yang sangat berat
antara lain merasakan syok, cemas, distress dan depresi. Pasien yang mengalami
distress yaitu pengalaman emosional, psikologis, sosial ataupun spiritual yang
tidak menyenangkan akan mempengaruhi kemampuan adaptasi atau koping
pasien terhadap pengobatan. Pada kondisi yang berat, distres dapat menyebabkan

1
masalah seperti gangguan ansietas, depresi, panik, dan perasaan terisolasi atau
krisis spiritual, masalah finansial beserta masalah pekerjaan. (Grimsbø, 2012).

Menurut WHO pada tahun 2007 bahwa dampak emosional, spiritual, sosial,
dan ekonomi yang dialami klien, dengan pemberian konseling dan perawatan
paliatif berdasarkan kebutuhan pasien sejak diagnosis itu sangat penting untuk
dapat meningkatkan kualitas hidup pasien dan kemampuan kopingnya (Widianti,
2012).

Berdasarkan tingkat insidensi beberapa kasus diatas dibutuhkan upaya


untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi pasien dengan penyakit
yang belum dapat disembuhkan selain dengan perawatan kuratif dan rehabilitatif
bagi pasien dengan stadium terminal. (Fitria C.N, 2010).

Upaya tersebut dapat diwujudkan dengan dilakukannya pengembangan dan


peningkatan mutu perawatan paliatif yang tidak hanya diperlukan pemenuhan
sarana, prasarana dan peralatan kesehatan dan non kesehatan, tetapi kualitas 3
kemampuan perawat dalam memberikan perawatan yang sesuai dengan keadaan
pasien berdasarkan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dimiliki dan
diperoleh dari pendidikan dalam menjalankan program pelayanan tersebut. karena
kualitas sumber daya manusia atau karyawan tersebut diukur dari kinerja
karyawan itu sendiri (Notoatmodjo, 2007 dalam Kurniawati 2012).

Pada makalah ini akan dibahas secara mendalam bagaimana asuhan


keperawatan paliatif yang dapat diterapkan pada penderita Gagal Ginjal Kronis
(GGK) dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan yang diberikan kepada
pasien.

B. Rumusan Masalah

1. Bagamaiana konsep dari gagal ginjal kronik?

2. Bagaimana permasalahan paliatif care pada penderita GGK?

3. Bagaiman jenis-jenis tindakan terapeutik untuk perawatan paliatif pada GGK?

4. Bagaimana Asuhan Keperawtan pada penderita GGK yang mengalami


permasalahan paliatif?

2
C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum
a) Melaksanakan asuhan keperawatan paliatif care terhadap individu atau
keluarga yang mengalami penyakit gagal ginjal kronik (GGK) dan
untuk menambah pengetahuan dalam membuat asuhan keperawatan.
2. Tujuan Khusus
Setelah melaksanakan asuhan keperawatan paliatif care terhadap pasien yang
mengalami penyakit gagal ginjal kronik, diharapkan:
a) Mahasiswa mampu memahami tentang perawatan paliatif care
b) Mahasiswa dapat melakukan asuhan keperawatan paliatif care kepada
pasien gagal ginjal kronik

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi Mahasiswa
Menambah pengetahuan secara langsung mengenai asuhan keperawatan
paliatif care kepada pasien dengan gagal ginjal kronik.
2. Bagi Institusi
Memberikan gambaran serta menambah pengetahuan mengenai asuhan
keperawatan paliatif care kepada pasien dengan gagal ginjal kronik.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Gagal Ginjal Kronik

1. Definisi Gagal Ginjal Kronis


Ginjal kronik adalah suatu kerusakan kekurangan fungsi ginjal yang
hampir selalu tidak reversibel dan sebabnya bermacam-macam. Uremia adalah
istilah yang sudah lama dipakai yang menggambarkan suatu gambaran klinik
sebagai akibat gagal ginjal. Sebenarnya pada dewasa ini sudah dipahami
bahwa retensi urea di dalam darah bukanlah penyebab utama gejala gagal
ginjal bahkan binatang percobaan yang diberi banyak urea secara intravena,
tidak menunjukkan gejala-gejala uremia.

Meskipun ukurannya kecil, organ ginjal bersifat sangat vital. Ginjal


berfungsi untuk menjaga keseimbangan serta mengatur konsentrasi dan
komposisi cairan di dalam tubuh. Ginjal juga berfungsi untuk membersihkan
darah dan berbagai zat hasil metabolisme serta racun di dalam tubuh. Sampah
dari dalam tubuh tersebut akan diubah menjadi air seni (urin). Air seni
diproduksi terus menerus di ginjal, lalu dialirkan melalui saluran kemih ke
kandung kemih. Bila cukup banyak urin di dalam kandung kemih, maka akan
timbul rangsangan untuk buang air kecil. Jumlah urin yang dikeluarkan setiap
hari sekitar 1-2 liter. Selain itu, ginjal juga berperan untuk mempertahankan
volume dan tekanan darah, mengatur kalsium pada tulang, mengatur produksi
sel darah merah, dan menghasilkan hormon seperti erythropoetin, renin, dan
vitamin D.

Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan


penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan
cukup lanjut, hal ini terjadi bila laju filtrasi glomerular kurang dari 50 mL/min.
(Suyono, et al, 2001).

Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif


dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan

4
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia.
(Smeltzer & Bare, 2001).

2. Etiologi
Penyebab dari gagal ginjal kronis antara lain :

1. Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis).


2. Penyakit peradangan (glomerulonefritis).
3. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis).
4. Gangguan jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodusa, sklerosis
sitemik).
5. Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubulus ginjal).
6. Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme).
7. Nefropati toksik.
8. Nefropati obstruktif (batu saluran kemih).
9. BAK sedikit , warna urine lebih tua , bercampur darah.
10. Peningkatan ureum atau kreatinin.
(Price & Wilson, 1994)

3. Patofisiologi

Gagal ginjal kronis selalu berkaitan dengan penurunan progresif


GFR. Stadium gagal ginjal kronis didasarkan pada tingkat GFR
(Glomerular Filtration Rate) yang tersisa dan mencakup :

1) Penurunan cadangan ginjal;


Yang terjadi bila GFR turun 50% dari normal (penurunan fungsi
ginjal), tetapi tidak ada akumulasi sisa metabolic. Nefron yang sehat
mengkompensasi nefron yang sudah rusak, dan penurunan kemampuan
mengkonsentrasi urin, menyebabkan nocturia dan poliuri. Pemeriksaan
CCT 24 jam diperlukan untuk mendeteksi penurunan fungsi.

2) Insufisiensi ginjal;
Terjadi apabila GFR turun menjadi 20 – 35% dari normal. Nefron-
nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena
beratnya beban yang diterima. Mulai terjadi akumulai sisa metabolic

5
dalam darah karena nefron yang sehat tidak mampu lagi
mengkompensasi. Penurunan respon terhadap diuretic, menyebabkan
oliguri, edema. Derajat insufisiensi dibagi menjadi ringan, sedang dan
berat, tergantung dari GFR, sehingga perlu pengobatan medis.

3) Gagal ginjal; yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal.
4) Penyakit gagal ginjal stadium akhir;
Terjadi bila GFR menjadi kurang dari 5% dari normal. Hanya
sedikit nefron fungsional yang tersisa. Di seluruh ginjal ditemukan
jaringan parut dan atrofi tubulus. Akumulasi sisa metabolic dalam
jumlah banyak seperti ureum dan kreatinin dalam darah. Ginjal sudah
tidak mampu mempertahankan homeostatis dan pengobatannya dengan
dialisa atau penggantian ginjal. (Corwin, 1994).

6
4. Stadium Pada Gagal Ginjal Kronis
a) Stadium 1
Kerusakan ginjal dengan GFR normal (90 atau lebih). Kerusakan
pada ginjal dapat dideteksi sebelum GFR mulai menurun. Pada stadium
pertama penyakit ginjal ini, tujuan pengobatan adalah untuk
memperlambat perkembangan CKD dan mengurangi resiko penyakit
jantung dan pembuluh darah.
b) Stadium 2
Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan pada GFR (60-89). Saat
fungsi ginjal kita mulai menurun, dokter akan memperkirakan
perkembangan CKD kita dan meneruskan pengobatan untuk mengurangi
resiko masalah kesehatan lain.

c) Stadium 3
Penurunan lanjut pada GFR (30-59). Saat CKD sudah berlanjut pada
stadium ini, anemia dan masalah tulang menjadi semakin umum. Kita
sebaiknya bekerja dengan dokter untuk mencegah atau mengobati
masalah ini.

d) Stadium 4
Penurunan berat pada GFR (15-29). Teruskan pengobatan untuk
komplikasi CKD dan belajar semaksimal mungkin mengenai pengobatan
untuk kegagalan ginjal. Masing-masing pengobatan membutuhkan
persiapan. Bila kita memilih hemodialisis, kita akan membutuhkan
tindakan untuk memperbesar dan memperkuat pembuluh darah dalam
lengan agar siap menerima pemasukan jarum secara sering. Untuk dialisis
peritonea, sebuah kateter harus ditanam dalam perut kita. Atau mungkin
kita ingin minta anggota keluarga atau teman menyumbang satu ginjal
untuk dicangkok.

e) Stadium 5
Kegagalan ginjal (GFR di bawah 15). Saat ginjal kita tidak bekerja
cukup untuk menahan kehidupan kita, kita akan membutuhkan dialisis
atau pencangkokan ginjal.

5. Manifestasi Klinis (Smeltzer & Bare, 2001)

7
a) Kardiovaskuler
1. Hipertensi, gagal jantung kongestif, udema pulmoner, perikarditis.
2. Pitting edema (kaki, tangan, sacrum).
3. Edema periorbital.
4. Friction rub pericardial.
5. Pembesaran vena leher.
b) Dermatologi
1. Warna kulit abu-abu mengkilat.
2. Kulit kering bersisik.
3. Pruritus.
4. Ekimosis.
5. Kuku tipis dan rapuh.
6. Rambut tipis dan kasar.
c) Pulmoner
1. Krekels
2. Sputum kental dan liat
3. Nafas dangkal
4. Pernafasan kussmaul
d) Gastrointestinal
1. Anoreksia, mual, muntah, cegukan
2. Nafas berbau ammonia
3. Ulserasi dan perdarahan mulut
4. Konstipasi dan diare
5. Perdarahan saluran cerna
e) Neurologi
1. Tidak mampu konsentrasi
2. Kelemahan dan keletihan
3. Konfusi/ perubahan tingkat kesadaran
4. Disorientasi
5. Kejang
6. Rasa panas pada telapak kaki
7. Perubahan perilaku
f) Muskuloskeletal
1. Kram otot

8
2. Kekuatan otot hilang
3. Kelemahan pada tungkai
4. Fraktur tulang
5. Foot drop
6. Penatalaksanaan
Transplantasi ginjal merupakan upaya terakhir dalam
perawatan penderita gangguan ginjal. Hal ini terutama dilakukan
apabila fungsi ginjal yang tersisa sangat sedikit bahkan tidak ada.
Prinsip utama nya adalah mengganti ginjal yang rusak dengan ginjal
yang sehat lewat proses operasi.Tujuan penatalaksanaan pada gagal
ginjal kronis adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan
homeostasis selama mungkin. Semua factor yang berperan dalam
terjadinya gagal ginjal kronis dicari dan diatasi.
Adapun penatalaksanaannya yaitu : Penatalaksanaan
konservatif, Meliputi pengaturan diet, cairan dan garam,
memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa,
mengendalikan hiperensi, penanggulangan asidosis, pengobatan
neuropati, deteksi dan mengatasi komplikasi. Dan penatalaksanaan
pengganti diantaranya dialysis (hemodialisis, peritoneal dialysis)
transplantasi ginjal.
Selain itu tujuan penatalaksanaan adalah menjaga
keseimbangan cairan dan elektrolit dan mencegah komplikasi yaitu
sebagai berikut :
a) Restriksi konsumsi cairan, protein, dan fosfat.
b) Obat-obatan: diuretik untuk meningkatkan urinasi;
alumunium hidroksida untuk terapi hiperfosfatemia; anti
hipertensi untuk terapi hipertensi serta diberi obat yang
dapat menstimulasi produksi RBC seperti epoetin alfa bila
terjadi anemia.
c) Dialisis: dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal
ginjal akut yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis
dan kejang. Perikarditis memperbaiki abnormalitas
biokimia; menyebabkan caiarn, protein dan natrium dapat

9
dikonsumsi secara bebas; menghilangkan kecendurungan
perdarahan; dan membantu penyembuhan luka.
d) Transplantasi ginjal (Reeves, Roux, Lockhart, 2001).
e) Penanganan hiperkalemia; Keseimbangan cairan dan
elektrolit merupakan masalah utama pada gagal ginjal
akut; hiperkalemia merupakan kondisi yang paling
mengancam jiwa pada gangguan ini. Oleh karena itu
pasien dipantau akan adanya hiperkalemia melalui
serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit serum (nilai
kalium > 5.5 mEq/L ; SI : 5.5 mmol/L), perubahan EKG
(tinggi puncak gelombang T rendah atau sangat tinggi),
dan perubahan status klinis. Pningkatan kadar kalium dapat
dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin (Natrium
polistriren sulfonat [kayexalatel]), secara oral atau melalui
retensi enema.
f) Mempertahankan keseimbangan cairan; Penatalaksanaan
keseimbanagan cairan didasarkan pada berat badan harian,
pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan
serum, cairan yang hilang, tekanan darah dan status klinis
pasien. Masukkan dan haluaran oral dan parentral dari
urine, drainase lambung, feses, drainase luka dan perspirasi
dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk terapi
penggantian cairan.
g) Koreksi anemia
Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat
meninggikan Hb. Transfusi darah hanya dapat diberikan
bila ada indikasi yang kuat, missal pada adanya insufisiensi
koroner.
h) Koreksi asidosis.
Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus
dihindari. Natrium bikarbonat dapat diberikan peroral atau
parenteral. Hemodialisis dan dialysis peritoneal dapat juga
mengatasi asidosis
7. Pengertian gagal ginjal kronik terminal

10
Disebut gagal ginjal kronik stadium 'terminal' (akhir) bila
fungsi ginjal sudah dibawah 10-15% dan tidak dapat lagi diatasi
dengan pemberian obat-obatan atau diet. Pada stadium ini ginjal
sudah tidak mampu lagi beradaptasi/mengkompensasi fungsi-fungsi
yang seharusnya diemban oleh ginjal yang sangat dibutuhkan tubuh
sehingga memerlukan suatu terapi atau penanganan untuk
menggantikan fungsinya yang disebut terapi pengganti ginjal atau
Renal Replacement therapy. Terapi Pengganti Ginjal bisa dengan
metode dialysis atau metode transpantasi (cangkok) ginjal. Metode
dialysis ada 2 jenis yaitu: metode cuci darah (haemodialysis atau
disingkat HD) dan cuci perut (peritoneal dialysis, disingkat PD).
Keduanya akan diuraikan kemudian.

8. Perawatan Pada Klien Gagal Ginjal Kronik Terminal

Perawatan yang biasa di gunakan dalam penanganan gangguan


ginjal kronik terminal adalah manajemen diet, dialisis dan
transplantasi ginjal. Manejemen diet di berikan kepada penderita
sejak dari tahap awal sampai tahap akhir.

a) Manajemen diet bertujuan untuk membantu mempertahankan


status gizi yang optimal mencegah faktor- faktor pemberat,
mencoba untuk memperlambat penurunan fungsi ginjal,
mengurangi dan menghilangkan gejala yang mengganggu dan
mengatur keseimbangan elektrolit.
b) Dialisis merupakan tindakan terapi keperawatan yang harus di
lakukan oleh penderita gagal ginjal baik akut atau kronis. Dialisis
saat ini hanya mengeluarkan 48 sampai 52% dari toksin urenik,
oleh karena itu penderita tetap memerlukan pembatasan
pemasukan makanan dan minuman yang ketat serta intervensi
obat-obatan untuk mengatur aspek-aspek dari kegagalan fungsi
ginjal yang lain serta untuk mencegah terjadinya akumulasi sisa-
sisa metabolisme diantaranya waktu dialisa.

B. Permasalahan Paliatif Care pada Penderita GGK

11
Perawatan paliatif pada penderita gagal ginjal kronik tidak hanya sebatas dari
aspek fisik saja, tetapi juga meliputi aspek lain seperi psikologis, sosial, dan
spiritual. Titik sentral dari perawatan paliatif adalah pasien sebagai manusia
seutuhnya, bukan hanya penyakit yang dideritanya. Perhatian ini tidak dibatasi
pada pasien secara individu, namun diperluas sampai mencakup keluarganya.

Permasalahan paliative care pada penderita gagal ginjal kronik mengacu pada
data dasar pengakajian menurut ( Doengoes, 2000:293) adalah sebagai berikut :

1. Gangguan sistem pernapasan


2. Gangguan sirkulasi; Perubahan kerja miokardial dan tahanan vaskular
sistemik
3. Pitting oedema
4. Anoreksia, mual, muntah
5. Kelemahan umum, penurunan energi cadangan
6. Ketidaknyaman; pusing
7. Gangguan metabolisme
8. Gangguan pola eliminasi
9. Kecemasan
10. Perubahan proses pikir
11. Penekanan produksi atau sekresi eritropoetin, gangguan faktor pembekuan
12. kelemahan fisik. (Carpenito, 2000:336).
Secara umum, bentuk-bentuk perawatan paliatif yang dapat diterapkan kepada
pasien antara lain sebagai berikut :

1. Mengurangi rasa sakit/nyeri dan gejala tidak nyaman lainnya. Hal ini
dilakukan dengan berkonsultasi dengan dokter terkait.

2. Memberikan psikoedukasi mengenai arti kehidupan dan memandang


kematian sebagai suatu proses yang normal.

3. Melakukan terapi kelompok dengan sesama penderita gagal ginjal. Tujuannya


antara lain agar peserta terapi termasuk pasien, dapat saling memberi

12
dukungan, berbagi pengalaman, dan mendapat informasi seputar penyakit
gagal ginjal dari sesama anggota kelompok.

4. Meningkatkan kualitas hidup dan memberikan pengaruh positif selama sakit,


antara lain dengan mendorong pasien agar tetap aktif dalam berkegiatan
(seperti olahraga dan bekerja) dan membuat perencanaan terperinci mengenai
rencana masa depan, termasuk bidang pekerjaan yang akan dialam.

5. Memberikan psikoedukasi kepada keluarga pasein mengenai pentingnya


dukungan keluarga bagi pasien dalam menghadapi penyakitnya.

Palliative Performance Scale (PPS)

C. Jenis-Jenis Tindakan Terapeutik untuk Perawatan Paliatif pada GGK

Pengobatan ginjal kronik dapat dibagi menjadi 2 tahap, yaitu tindakan konservatif
dan dialysis atau transplantasi ginjal.

1. Tindakan konservatif

Tujuan pengobatan pada tahap ini adalah untuk meredakan atau memperlambat
gangguan fungsi ginjal progresif, pengobatan antara lain:

a) Pengaturan diet protein, kalium, natrium dan cairan

13
b) Pencegahan dan pengobatan komplikasi: hipertensi, hyperkalemia, anemia,
asidosis
c) Diet rendah fosfat
2. Pengobatan hiperurisemia
Adapun jenis obat pilihan yang dapat mengobati hiperurisemia pada penyakit
gagal ginjal lanjut adalah allopurinol. Efek kerja obat ini mengurangi kadar asam
urat dengan menghambat biosintesis sebagai asam urat total yang dihasilkan oleh
tubuh (Guyton, 2007).
3. Dialisis
a) Hemodialisa
Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien
dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialysis jangka pendek
(beberapa hari sampai beberapa minggu) atau pada pasien dengan gagal
ginjal kronik stadium akhir atau end stage renal desease (ESRD) yang
memerlukan terapi jangan panjang atau permanen. Sehelai membrane
sintetik yang semipermeable menggantikan glomerulus serta tubulus
renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang terganggu fungsinya
itu.
Pada penderita gagal ginjal kronik, hemodialisa akan mencegah
kematian. Namun demikian, hemodialisa tidak menyembuhkan atau
memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi hilangnya
aktivitas metabolic atau endokrin yang dilaksanakan ginjal dan dampak
dari gejala ginjal serta terapinya terhadpa kualitas hidup pasien. Pasien
dengan gagal ginjal kronik yang mendapatkan replacement therapy
harus menjalani terapi dialysis sepanjang hidupnya atau biasanya 3x
seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam per kali terapi atau sampai
mendapat ginjal pengganti atau baru melalui operasi pengcangkokan
yang berhasil. Pasien memerlukan terapi dialysis yang kronik kalau
terapi ini diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya
dan mengendalikan gejala uremia (Price and Wilson, 2006).
Tujuan dilakukan hemodialisa adalah untuk mengeluarkan zat-zat
nitrogen yang bersifat toksik atau racun dari dalam darah dna
mengeluarkan air yang berlebihan. Terdapat 3 prinsip yang mendasari
kerja hemodialisa yaitu, difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi. Toksik dan zat

14
limbah di dalam darah dikeluarkan melalui proses difusi dengan cara
bergerak dari darah yang memiliki konsentrasi tinggi, ke cairan dialisat
dengan konsentrasi yang lebih rendah. Cairan dialisat tersusun dari
semua elektolit yang penting dengan konsentrasi ekstrasel yang ideal
(Hidan & Gallo, 2010).
Adapun komplikasi dialysis secara umum dapat mencakup hal-hal
sebagai berikut (Price & Wilson, 2006):
1. Hipotesis, dapat terjadi selama terapi dialysis ketika cairan
dikeluarkan
2. Emboli udara, merupakan komplikasi yang jarang terjadi tetapi
dapat terjadi jika udara memasuki sistem vascular pasien
3. Nyeri dada dapat terjadi karena PCO2 menurun bersamaan
terjadinya sirkulasi darah diluar tubuh
4. Pruritus, dapat terjadi selama terapi dialysis ketika produk akhir
metabolisme meninggalkan kulit
5. Gangguan keseimbangan dialysis, terjadi karena perpindahan cairan
serebral dan muncul sebagai serangan kejang
6. Kram otot, terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat
menginggalkan ruang ekstrasel
7. Mual, muntah, merupakan peristiwa yang paling sering terjadi

b) CAPD
Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) merupakan salah satu cara
dialysis lainnya, CAPD dilakukan dengan menggunakan permukaan
peritoneum yang luasnya sekitar 22.000 cm 2 . Permukaan peritoneum
berfungsi sebagai permukaan difusi (Price & Wilson, 2006).

c) Transplantasi ginjal (TPG)


Tranplantasi ginjal telah menjadi terapi pilihan bagi mayoritas pasien dengan
penyakit renal tahap akhir hampir di seluruh dunia. 26 Manfaat transplantasi
ginjal sudah jelas terbukti lebih baik dibandingkan dengan dialisis terutama
dalam hal perbaikan kualitas hidup. Salah satu diantaranya adalah tercapainya
tingkat kesegaran jasmani yang lebih baik.

15
BAB III

Asuhan Keperawatan pada Penderita GGK yang Mengalami Permasalahan


Paliatif

A. Kasus
Seorang Pria Bernama Tn D, Suku Sunda, Umur 35 Tahun Masuk Rumah Sakit
Pada Tanggal 12 Agustus 2014,
Pemeriksaan Fisik :
a. Keadaan Umum Klien : Gelisah, Sesak Nafas
b. Tingkat Kesadaran : Compos Mentis
c. Tanda-Tanda Vital
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Nadi : 100 X/Menit
Pernafasan : 35x/Menit
Suhu : 37,6 0c
SPO2 : 80%.
d. BB : 80 Kg
e. TB : 165 cm

Pemeriksaan Penunjang Tanggal : 12 Agustus 2014 :


a. Ureum : 202,32
b. Kreatinin : 18,5 mg/dl
c. SGOT : 19
d. SGPT : 30
e. WBC : 5,5 X 103
f. RBC : 3,90
g. HGB : 10,7
h. HCT : 32,5%
i. GDS : 161
j. Pemeriksaan Radiologi :
a) Hasil Rontgen Thorax
Cor : Apeks Jantung Bergeser Ke Laterokauadal

16
Ctr Tidak Dapat Dinilai
Pulmo:
Tampak Bercak Keturunan Pada Pulmo
Diafragma Kanan Setingi Kosta Ix Posterior
Sinus Kostofrenikus Kanan Kiri Lancip
Adanya Cairan Dirongga Alveolus
Kesan:
Suspek Kardiomegali (Cv). Adanya Dalam Pulmo.
k. Pemeriksaan USG :
Ginjal Kanan : Bentuk Normal, Batas Kortiko Meduler Tampak Tidak
Jelas, Ekogenitas Parenkim Hiperecoic, Tak Tampak
Batu.
Ginjal Kiri : Bentuk Dan Ukura Normal,Tak Tampak Batu.

Diet Yang Diperoleh :


a) Uremia 170 Kkal
b) Protein 0,6 Hd/Kg Bb
c) Rendah Garam

Terapi :
a) Oksigen 3 Liter (Nasal Kanul)
b) Injeksi Lasix Kurang Lebih 3x2 Ampu
c) Hemobion 2x1 (250 Mg) Per Oral

Dengan diagnosa Gagal Ginjal Kronik Stadium Akhir (V) (Ckd Stadium V), dan
menjalani hemodialisa rutin sejak tahun 2008 sampai dengan sekarang, sekarang
klien mengeluh, sesak nafas sudah dua hari, bengkak dikedua tangan dan kaki,
BAK tidak lancar, air kencing sedikit dan berwarna keruh, mual-mual, nafsu
makan menurun, lemah, letih, lesu. Klien makan dan minum sedikit, aktivitas
berkurang, tidur terganggu karena sesak nafas, tidak ada keluhan Nneri, hubungan
klien dengan orang lain baik hubungan seksual dengan istri terganggu akibat
penyakit yang diderita oleh klien, dan keluarga telah mengetahui mengenai
penyakitnya dan telah menerimanya dengan lapang dada, pasien dan keluarga rajin
berdoa, baca Al-quran, dan sering dikunjungi oleh ustadz.

17
B. Pembahasan Kasus
a. PENGKAJIAN
1. Biodata
a. Identitas Klien
Nama Klien : Tn. D
Umur / Tanggal Lahir : 35 Tahun / 09 September 1977
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Sunda/ Indonesia
Status Pernikahan : Menikah
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jl. Nyengseret Selatan RW 03
No.RM : 1040274/12012702
Tanggal Masuk RS : 12 Agustus 2014
Tanggal Pengkajian : 12 Agustus 2014
Diagnosa Medis : CKD Stadium V

b. Penanggung Jawab
Nama : Ny. M
Umur : 30 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Hubungan dengan klien : Istri

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama : Sesak Nafas
Klien mengatakan sesak nafas akan bertambah apabila klien
melakukan aktivitas berlebihan, seperti : menaiki tangga, jalan-jalan
disekitar rumah, dll dan sesak nafas akan berkurang apabila klien
berada didepan kipas angin (menghirup angin dari kipas angin), klien

18
merasa sesak nafas terus-menerus selama sehari penuh, klien
merasakan sesak sedang, dimana klien masih mampu melakukan
aktifitas sendiri seperti mengambil minum sendiri, mandi, walaupun
separuh aktivitas dibantu oleh keluarga seperti mengantar ke kamar
madi dam toilet,klien merasa sesak nafas pada saat pagi, siang, dan
malam hari atau terus menerus merasakan sesak nafas.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengatakan sesak nafas sudah dua hari, bengkak dikedua tangan
dan kaki, BAK tidak lancar, air kencing sedikit dan berwarna keruh,
mual-mual, nafsu makan menurun, lemah, letih, lesu, pusing.
c. Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Pasien mengatakan sering kerumah sakit untuk melakukan
hemodialisa, dan mengontrolkan diri kedokter.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga dan pasien mengatakan tidak ada yang mengalami penyakit
penyakit ginjal, jantung, dan hipertensi, diabetes mellitus, dll.
3. Pola Persepsi
Pasien mengatakan dirinya mengalami gagal ginjal dan mengetahui
tentang gagal ginjal yang dideritanya. Pasien tahu apa yang menyebabkan
terjadinya gagal ginjal, akibat lanjut gagal ginjal dan tahu tentang cara
perawatannya. Selama ini pasien mengatakan sering minum minuman
keras (alkohol) dan jarang minum air putih.pasien tidak menghiraukan
tentang kesehatannya. Setelah sakit, baru menyadari dan menyesali
perbuatan buruknya serta berobat ke sarana kesehatan.
4. Pola nutrisi metabolik
a. Sebelum sakit : pasien makan 3 kali sehari, makan habis satu porsi,
mengkonsumsi nasi, lauk, buah, nafsu makan baik, minum air putih
6-8 gelas sehari.
b. Setelah sakit : pasien makan 3 kali sehari, porsi sedikit, tidak habis 1
porsi, habis 2-3 sendok makan. Minu, Pasien merasa mual-mual,
sehingga nafsu makan menurun.
5. Pola eliminasi
a. Sebelum sakit : BAB 1 kali sehari, warna kuning, konsistensi
lunak, BAK warna kuning jernih, tidak sakit.

19
b. Selama sakit : BAB 1 kali / 3 hari, konsistensi sedikit keras, BAK
lewat selang kateter, warna keruh.
6. Pola latihan dan aktivitas
a. Sebelum sakit : melakukan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan
orang lain.
b. Selama sakit : aktivitas dibantu oleh keluarga, karena sesak nafas,
klien kesulitan untuk melakukan aktivitas sehari-hari dan menegeluh
lemah, letih dan lesu.
7. Pola istirahat dan tidur
a. Sebelum sakit : pasien tidur 7 jam pada malam hari dan kadang-
kadang tidur siang, 30 menit – 1 jam perhari.
b. Selama sakit : pasiensusah tidur dan kadang tidak tidur karena sesak
nafas yang dialaminya.
8. Pola persepsi sensori dan kognitif
Sebelum sakit dan selama sakit daya ingat klien bagus, tidak ada keluhan
nyeri maupun yang berkaitan dengan kemampuan sensasi.
9. Pola hubungan dengan orang lain
Sebelum dan selama sakit, hubungan pasien dengan orang lain baik.
10. Pola reproduksi dan seksual
Hubungan seksual dengan istri terganggu, terkait penyakit yang dialami
oleh klien, sehingga menghambat hubungan suami istri.Namun pasien
mengatakan mampu mengontrol nafsu seksualnya.
11. Riwayat psikososial
a. Pola konsep diri
Keluarga pasien dan pasien menerima penyakit yang diderita pasien
serta berusaha untuk melakukan perawatan yang terbaik demi
kesembuhan pasien.
b. Pola kognitif
Keluarga pasien dan pasienmengetahui tentang penyakit yang diderita
pasien.
c. Pola koping
Keluarga pasien dan pasien sempat khawatir dalam menghadapi
penyakit yang diderita pasien terlebih lagi tentang pembiayaan (obat
serta cuci darah).

20
12. Riwayat Spiritual
a. Ketaatan Pasien Beribadah
Pasien beragama Islam, pasien rajin solat dan berdoa ditempat tidur
serta setiap malam pasien membaca Al-quran (pasien mengatakan
bahwa Tuhan adalah kekuatannya dan tempatnya mengadu).
b. Dukungan Keluarga Pasien
Keluarga sering berdoa dan membacakan ayat Al-quran ketika
mengunjungi pasien serta mengundang ustadz atau kyai untuk datang
mendoakan pasien.
c. Ritual Yang Biasa Dijalankan Pasien
Solat, berdoa, dan membaca Al-quran.
13. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum Klien : Gelisah, Sesak Nafas
b. Tingkat kesadaran : Compos Mentis
c. Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Nadi : 100 x/menit
Pernafasan : 35x/menit
Suhu : 37,6 0C
SPO2 : 80%.
BB : 80 kg
TB : 165 cm
d. Sistem Kardivaskuler
Jantung berada dibagian depan rongga mediastinum, iktus cordis tak
tampak, iktus cordis teraba di IC VI linea mid clavicula, bunyi redup
dan bunyi tambahan.
e. Sistem Pencernaan
Bentuk perut buncit, tidak ada massa, nteri tekan, bising usus
11x/menit.

f. Sistem Muskuloskeletal
Kekuatan otot menurun, tidak ada kelainan tulang, adanya edema
pada kaki dan tangan, kekuatan otot masing – masing tangan dan

21
kaki, pada skala 4 (kekuatan cukup kuat tapi bukan kekuatan penuh).
(kekuatan otot skala menggunakan lovette’s, dengan nilai 0 - 5).
g. Sistem Endokrin
Warna kulit putih kebiruan (kusam dan kering), bersisik pada tangan
dan kaki, Wajah sedikit bengkak.
h. Sistem Integumen
Warna kulit putih kebiruan (kusam dan kering), bersisik pada tangan
dan kaki, CRT > 3 Detik, kulit diraba hangat.
i. Sistem Neurologi
Tingkat kesadaran pasien apatis.
j. Sistem Reproduksi
Tidak Ada Masalah.
k. Sistem Perkemihan
BAK tidak lancar, air kencing sedikit dan berwarna keruh.Pasien
menggunakan foley cateter.

l. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Tgl : 12 Agustus 2014
Ureum : 202,32
Kreatinin : 18,5 mg/dl
SGOT : 19
SGPT : 30
WBC : 5,5 x 103 / ?l
RBC : 3,90
HGB : 10,7
HCT : 32,5%
GDS : 161
2. Pemeriksaan Radiologi :
Hasil rontgen thorax
COR: Apeks jantung bergeser ke laterokauadal
CTR tidak dapat dinilai
Pulmo:
Tampak bercak keturunan pada pulmo

22
Diafragma kanan setingi kosta IX posterior
Sinus kostofrenikus kanan kiri lancip
Adanya cairan dirongga alveolus
Kesan:
Suspek kardiomegali (CV).Adanya dalam pulmo.
3. Pemeriksaan USG :
Ginjal kanan : Bentuk normal, batas kortiko meduler tampak
tidak jelas, ekogenitas parenkim hiperecoic, tak tampak batu.
Ginjal kiri : Bentuk dan ukura normal,tak tampak batu.

m. Diet yang diperoleh :


Uremia 170 kkal
Protein 0,6 hd/kg BB
Rendah garam
n. Terapi :
Oksigen 3 liter (nasal kanul)
Injeksi Lasix kurang lebih 3x2 ampul
Hemobion 2x1 (250 mg) per oral.

b. Analisa Data

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


1 DS : Edema Pola nafas tidak
Klien mengatakan sesak nafas efektif
Cairan masuk
DO : ke paru
Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah: 140/90 mmHg Edema paru
Nadi : 100 x/menit
Pernafasan : 35x/menit Difusi 0ksigen
Suhu : 36,6.0c dan CO2 paru

23
SPO2 :80% . terganggu
Hasil pemeriksaan fisik paru :
simetris statis dinamis Pola nafas
taktil fremitus teraba kanan dan tidak efektif
kiri lemah, redup, ronkhi basah
hasil rontgen : adanya cairan di
rongga alveolus.

2 DS : kerusakan fungsi Gangguan perfusi


Klien mengeluh lemah, letih, ginjal jaringan
lesu.
sekresi eritropoetin
DO : menurun
Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah: 140/90 mmHg produksi eritrosit
Nadi : 100 x/menit menurun
Pernafasan : 35x/menit
Suhu : 37,6 0c oksi hemoglobin
Konjungtiva palpebral anemis menurun
CRT pada ekstremitas atas dan
bawah lebih dari 3 detik suplay oksigen ke
Hemoglobin 8.4 g/dl (low) jaringan menurun
Hematokrit 26.4 % (low)
Eritrosit3.5 juta/mmk (low) gangguan perfusi
SPO2 :80% . jaringan

3 DS : GGK dan gagal Kelebihan


Klien mengatakan BAK tidak jantung volume cairan
lancar, air kencing sedikit dan
warna keruh. Tanggan dan kaki Peningkatan cairan
membengkak. intravaskuler

24
Terjadi
DO : perpindahan cairan
Edema pada tangan dan kaki Dari intravaskuler
Turgor kulit tidak elastis ke interstitial di
CRT lebih dari 3 detik. perifer
BB : 80 kg
Ureum 202,32 mg/dl Cairan interstitial
meningkat

Edema perifer dan


paru

kelebihan volume
cairan
4 DS : Kerusakan fungsi Gangguan
Klien mengatakan mual-mualn ginjal nutrisi kurang dari
nafsu makan berkurang. kebutuhan tubuh
BUN, kreatinin
DO : meningkat
Klien makan porsi sedikit, tidak
habis 1 porsi, habis 2-3 sendok Produksi sampah
makan. dialiran darah
Ureum : 202,32
Kreatinin : 0,10 Masuk dalam
SGOT : 19 saluran
SGPT : 30 gastrointestinal
WBC : 5,5 x 103 /
RBC : 3,90 Nausea
HGB : 10,7 Vomitus
HCT : 32,5%
GDS : 161 Gangguan nutrisi
Diet : kurang dari
Uremia 170 kkal kebutuhan tubuh

25
Protein 0,6 hd/kg BB
Rendah garam

5 DS : Klien dan Kesiapan


Klien mengatakan menyerahkan keluarga peningkatan
semua masalah kesehatnnya konsep diri
kepada Tuhan. Kekuatan iman

DO : Berdoa dan
Klien dan keluarga tampak membaca Al-quran
berdoa, solat dan membaca al-
quran dan sering dikunjungi Kedekatan
oleh ustadz/ kiyai dengan Tuhan

Memiliki
hubungan yang
baik dengan Tuhan
6 DS : Klien dan Kesiapan
Klien dan keluarga mengatakan keluarga peningkatan
tetap menjalani perawatan untuk menejement
kesembuhan pasien dan terus memiliki kesehatan
hidup dengan penuh semangat Semangat Hidup
dengan menjaga pola makan,
dan pola hidup Menghadapi
penyakit dengan
DO : sabar
Klien dan keluarga tampak
tenang menghadapi perawatan Pasrah kepada
yang melelahkan Tuhan

Kualitas hidup
meningkat

26
3. 1 DiagnosaKeperawatan
1. Pola Nafas Tidak Efektif Berhubungan Dengan Edema Paru.
2. Gangguan Perfusi Jaringan Berhubungan Dengan Suplai Oksigen Ke
Jaringan Menurun.
3. Kelebihan Volume Cairan Berhubungan Dengan Input Cairan Lebih Besar
Dari Pada Output.
4. Gangguan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh Berhubungan Dengan
Intake Tidak Adekuat.
5. Kesiapan peningkatan konsep diri Berhubungan Dengan menerima
kelebihan dan keterbatasan dengan sabar Dalam Menghadapi Tingkat
Penyakit Yang Dialami Oleh Pasien (Gagal Ginjal Kronik Tahap
Akhir/Stadium V).
6. Kesiapan peningkatan menejement kesehatan Berhubungan Dengan
Kemampuan Pasien Dan Keluarga Dalam Menghadapi Sulitnya Menjalani
Hidup Dengan Penyakit Yang Berat.

3. 2 Intervensi Keperawatan

NO TUJUAN DAN
RENCANA RASIONAL
DX KRITERIA HASIL
1. Tujuan : a. a. a
pola nafas kembali auskultasi bunyi nafas, menyatakan adanya
normal/stabil catat adanya crakles pengumpulan sekret
Kriteria hasil : b. b. A
Klien tidak mengalami ajarkan klien batuk membersihkan jalan
dyspnea efektif dan nafas dalam nafas dan
c. memudahkan
A alirfan
atur posisi senyaman oksigen
mungkin c.
d. mencegah
B terjadimya
batasi untuk sesak nafas
beraktivitas d.
e. mencegah
A sesak atau

27
anjurkan diet hipertonis hipoksia
f. e. K
kolaborasi pemberian mengurangi edema
oksigen paru
f.
perfusi jaringan
adekuat.
2. Tujuan : a. a. S
Perfusi jaringan menyelidiki adanya mengetahui penyebab
adekuat tanda anemia b.
Kriteria hasil : b. edema
O merupakan
CRT kurang dari 2 observasi adanya penyebab
detik. edema ekstremitas c.
c. meningkatkan
D
dorongan latihan aktif sirkulasi perifer
dengan rentang gerak d.
sesuai toleransi meningkatkan suplai
d. oksigen
K
kolaborasi pemberian
oksigen
3. a. a. K
kaji status cairan mengetahui status
Tujuan : dengan menimbang BB cairan, meliputi input
Volume cairan dalam perhari, keseimbangan dan output.
keadaan seimbang masukan dan keluaran, b.
turgor kulit Tanda- pembatasan cairan
tanda vital akan menentukan BB
Kriteria hasil : b. ideal,
B keluaran urine,
Tidak ada edema, batasi masukan cairan dan respon terhadap
keseimbangan antara c. terapi.
J
input dan output cairan jelaskan pada pasien c.
dan keluarga tentang pemahaman
pembatasan cairan. meningkatkan

28
d. kerjasama
A klien dan
anjurkan pasien / ajari keluarga dalam
klien untuk mencatat pembatasan cairan.
penggunaan cairan d.
terutama pemasukan mengetahui
dan keluaran. keseimbangan input
dan output.
4. Tujuan : a. a. A
Mempertahankan awasi konsumsi mengidentifikasi
masukan nutrisi yang makanan / minuman kekurangan nutrisi
adekuat dengan b. b. P
Kriteria hasil : perhatikan adanya mual menurunkan
Menunjukan protein muntah pemasukan dan
albumin stabil. c. memerlukan
B
berikan makanan intervensi
sedikit tapi sering c.
d. porsiB lebih kecil dapat
berikan diet protein 0.6 meningkatkan
hd/kg BB masukan makanan
e. d. B
berikan perawatan meningkatkan protein
mulut sering albumin
e.
menurunkan
ketidaknyamanan dan
mempengaruhi
masukan makanan.
5 Tujuan : a. a. R
Kesiapan peningkatan rajin melakukan doa mendekatkan diri
konsep diri b. padaRTuhan
rajin membaca al-quran (membina hubungan
c. yangRbaik dengan
rajin melakukan hal-hal Tuhan melalui doa).

29
yang berkaitan dengan b.
kerohaniaan. menenangkan diri
dengan melihat dan
merengungkan
ajaran-ajaran Tuhan.
c.
meningkatkan
keimanan dengan
melibatkan diri
dengan hal-hal yang
berkaitan dengan
B
kerohaniaan.
6 Tujuan : a. a. M
Kesiapan peningkatan mampu menghadapi segala
menejement kesehatan. mengendalikan sesuatu dengan
masalah tenang
b. b. M
menghadapi mampu
A perawatan dengan mengendalikan stress
tabah dan sabar dengan baik.

30
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ginjal kronik adalah suatu kerusakan kekurangan fungsi ginjal yang hampir
selalu tidak reversibel dan sebabnya bermacam-macam. Uremia adalah istilah
yang sudah lama dipakai yang menggambarkan suatu gambaran klinik sebagai
akibat gagal ginjal. Sebenarnya pada dewasa ini sudah dipahami bahwa retensi
urea di dalam darah bukanlah penyebab utama gejala gagal ginjal bahkan
binatang percobaan yang diberi banyak urea secara intravena, tidak menunjukkan
gejala-gejala uremia.

Pengobatan ginjal kronik dapat dibagi menjadi 2 tahap, yaitu tindakan konservatif

1. Tindakan konservatif
2. Pengobatan hiperurisemia
3. Dialisis
4. Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD)
5. Transplantasi ginjal (TPG)

B. Saran

Sebagai seorang perawat, hendaknya memberikan asuhan keperawatan secara


komprehensif. Tidak hanya menangani keluhan pasien dari aspek fisik saja namun juga
psikologi, sosial, dan spiritual pasien secara utuh. Melibatkan keluarga juga penting
halnya untuk meningkatkan kualitas intervensi asuhan keperawatan dalam upaya
meningkatkan kualitas hidup pasien.

31
DAFTAR PUSTAKA

Anonym. (2010). http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2010/12/04/jurnal-ckd-


chronic-disease-kidney/

Carpenito, Lynda Juall. (2001). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta:
EGC.

Chang, dkk,. (2010). Patofisiologi Aplikasi pada Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC.

Hinchliff, Sue. (1999). Kamus Keperawatan Edisi 17. Jakarta: EGC.

Pearce, Evelyn G. (2004). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.

Price & Wilson. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Volume
2. Jakarta: EGC.

Purnomo, B. (2003). Dasar–Dasar Urologi. Jakarta: Sagung Seto.

Smeltzer & Bare. (2002). Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8.
Jakarta: EGC.

Sudoyo, dkk,. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi 5. Jakarta:
InternaPublishing.

Syaifuddin. (2011). Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 2.


Jakarta: Salemba Medika.

http://eprints.ums.ac.id/16791/4/BAB_I.pdf

https://id.scribd.com/doc/290956458/keperawatan-paliatif-Gagal-Ginjal-Kronik

32

Anda mungkin juga menyukai