Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Apendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat
pada sekum tepat dibawah katup ileosekal. Karena apendiks mengosongkan diri
dengan tidak efisien, dan lumennya kecil, maka apendiks mudah mengalami
obstruksi dan rentan terjadi infeksi (appendicitis). Appendicitis merupakan
penyebab yang paling umum dari inflamasi akut, kuadran kanan rongga abdomen
dan penyebab yang paling umum dari pembedahan abdomen darurat. Pria lebih
banyak terkena daripada wanita, remaja lebih banyak dari orang dewasa,
kejadian kasus Appendicitis tertinggi adalah yang berusia 10 sampai 30 tahun
(Brunner & Suddarth, 2000).
Dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di Indonesia,
appendicitis akut merupakan salah satu penyebab dari akut abdomen dan
beberapa indikasi untuk dilakukan operasi kegawatdaruratan abdomen. Insiden
appendicitis di Indonesia menempati urutan tertinggi dari beberapa kasus
kegawatan abdomen lainnya (Depkes, 2008). Dinkes jateng menyebutkan pada
tahun 2009 jumlah kasus apendicitis sebanyak 5.980 penderita, dan 177 penderita
diantaranya menyebabkan kematian.

B. Tujuan
1. Mengetahui pengertian apendiksitis
2. Mengetahui etiologi apendiksitis
3. Mengetahui patofisiologi apendiksitis
4. Mengetahui manifestasi apendiksitis
5. Mengetahui pathway apendiksitis
6. Mengetahui pemeriksaan penunjang apendiksitis
7. Mengetahui penatalaksanaan apendiksitis
8. Mengetahui pengkajian apendiksitis
9. Mengetahui diagnosa keperawatan apendiksitis
10. Mengetahui fokus intervensi apendiksitis
BAB II
ISI

A. Pengertian
Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10
cm (94 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks
berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena
pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi
tersumbat dan rentan terhadap infeksi. (Smeltzer, 2002).
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat
mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering
menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, Arief,dkk,
2007).
Apendisitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen
oleh fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi
lumen merupakan penyebab utama Apendisitis. Erosi membran mukosa
appendiks dapat terjadi karena parasit seperti Entamoeba histolytica, Trichuris
trichiura, danEnterobius vermikularis (Ovedolf, 2006).

B. Etiologi
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor
prediposisi yaitu:
a. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini
terjadi karena:
1) Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
2) Adanya faekolit dalam lumen appendiks
3) Adanya benda asing seperti biji-bijian
4) Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
b. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus
c. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun
(remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid
pada masa tersebut.
d. Tergantung pada bentuk apendiks:
1) Appendik yang terlalu panjang
2) Massa appendiks yang pendek
3) Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
4) Kelainan katup di pangkal appendiks
(Nuzulul, 2009)

C. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan
menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan
ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang
ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum
setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini
disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa.
Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang
disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses
atau menghilang. Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apediks
lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan
daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi.
Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan
pembuluh darah (Mansjoer, 2007) .

D. Manifestasi
1) Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan,
mual, muntah dan hilangnya nafsu makan.
2) Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.
3) Nyeri tekan lepas dijumpai.
4) Terdapat konstipasi atau diare.
5) Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum.
6) Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal.
7) Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau
ureter.
8) Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis.
9) Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.
10) Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen
terjadi akibat ileus paralitik.
11) Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien
mungkin tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks
E. Pathway
F. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP).
Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-
18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP
ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen
protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses
inflamasi, dapat dilihat melalui proses elektroforesis serum protein. Angka
sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan 90%.
b. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed
Tomography Scanning(CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian
memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan
pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan
fekalith dan perluasan dari appendiks yang mengalami inflamasi serta
adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG 90-94% dengan angka
sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-Scan
mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan spesifisitas
yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%.
c. Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan
infeksi saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
d. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa
peradangan hati, kandung empedu, dan pankreas.
e. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa
adanya kemungkinan kehamilan.
f. Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan
Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk
kemungkinan karsinoma colon.
g. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti Apendisitis,
tetapi mempunyai arti penting dalam membedakan Apendisitis dengan
obstruksi usus halus atau batu ureter kanan.

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis
meliputi penanggulangan konservatif dan operasi.
a. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang
tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik.
Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita
Apendisitis perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan
elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik
b. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka
tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks
(appendektomi). Penundaan appendektomi dengan pemberian antibiotik
dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses appendiks
dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
c. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya
komplikasi yang lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi
utama adalah infeksi luka dan abses intraperitonium. Bila diperkirakan
terjadi perforasi maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis atau
antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan perawatan intensif dan pemberian
antibiotik dengan lama terapi disesuaikan dengan besar infeksi intra-
abdomen.
H. Pengkajian
Wawancara untuk mendapatkan riwayat kesehatan dengan cermat
khususnya mengenai:
a. Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium
menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah
mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium
dirasakan dalam beberapa waktu lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-
menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan
yang menyertai biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
b. Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah.
kesehatan klien sekarang.
c. Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.
d. Kebiasaan eliminasi.
e. Pemeriksaan Fisik
i. Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit
ringan/sedang/berat.
ii. Sirkulasi : Takikardia.
iii. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
f. Aktivitas/istirahat : Malaise.Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare
kadang-kadang.
g. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak
ada bising usus.
h. Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang
meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena
berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah
karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
i. Demam lebih dari 38oC.
j. Data psikologis klien nampak gelisah.
k. Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
l. Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa
nyeri pada daerah prolitotomi.
m. Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.

I. Diagnosa Keperawatan
1. Pre operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi (distensi jaringan
intestinal oleh inflamasi)
2) Perubahan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan penurunan
peritaltik.
3) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah.
4) Cemas berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi.
2. Post operasi
1) Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post operasi
appenditomi).
2) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post
pembedahan).
3) Defisit self care berhubungan dengan nyeri.
4) Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan
pengobatan b.d kurang informasi.
J. Rencana Keperawatan
DIAGNOSA
NO NOC NIC RASIONAL
KEPERAWATAN
PRE OPERASI
1. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan, - Kaji tingkat nyeri, lokasi dan - Untuk mengetahui sejauh mana tingkat
dengan agen injuri diharapkan nyeri klien berkurang dengan karasteristik nyeri. nyeri dan merupakan indiaktor secara dini
biologi (distensi jaringan kriteria hasil : untuk dapat memberikan tindakan
intestinal oleh inflamasi) - Klien mampu mengontrol nyeri (tahu selanjutnya
penyebab nyeri, mampu - Jelaskan pada pasien tentang - Informasi yang tepat dapat menurunkan
menggunakan tehnik nonfarmakologi penyebab nyeri tingkat kecemasan pasien dan menambah
untuk mengurangi nyeri, mencari pengetahuan pasien tentang nyeri.
bantuan) - Ajarkan tehnik untuk - Napas dalam dapat menghirup O2 secara
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang pernafasan diafragmatik lambat adequate sehingga otot-otot menjadi
dengan menggunakan manajemen / napas dalam relaksasi sehingga dapat mengurangi rasa
nyeri nyeri.
- Tanda vital dalam rentang normal : - Berikan aktivitas hiburan - Meningkatkan relaksasi dan dapat
TD (systole 110-130mmHg, diastole (ngobrol dengan anggota meningkatkan kemampuan kooping.
70-90mmHg), HR(60-100x/menit), keluarga)
RR (16-24x/menit), suhu (36,5- - Observasi tanda-tanda vital - Deteksi dini terhadap perkembangan
37,50C) kesehatan pasien.
- Klien tampak rileks mampu - Kolaborasi dengan tim medis - Sebagai profilaksis untuk dapat
tidur/istirahat dalam pemberian analgetik menghilangkan rasa nyeri.

2. Perubahan pola eliminasi Setelah dilakukan asuhan keperawatan, - Pastikan kebiasaan - Membantu dalam pembentukan jadwal
(konstipasi) berhubungan diharapkan konstipasi klien teratasi defekasi klien dan gaya hidup irigasi efektif
dengan penurunan dengan kriteria hasil: sebelumnya. - Kembalinya fungsi gastriintestinal
peritaltik. - BAB 1-2 kali/hari - Auskultasi bising usus mungkin terlambat oleh inflamasi intra
- Feses lunak peritonial
- Bising usus 5-30 kali/menit - Masukan adekuat dan serat, makanan
- Tinjau ulang pola diet dan kasar memberikan bentuk dan cairan
jumlah / tipe masukan cairan. adalah faktor penting dalam menentukan
konsistensi feses.
- Makanan yang tinggi serat dapat
- Berikan makanan tinggi serat. memperlancar pencernaan sehingga tidak
terjadi konstipasi.
- Obat pelunak feses dapat melunakkan
- Berikan obat sesuai indikasi, feses sehingga tidak terjadi konstipasi.
contoh : pelunak feses
3. Kekurangan volume Setelah dilakukan asuhan keperawatan - Monitor tanda-tanda vital - Tanda yang membantu
cairan berhubungan diharapkan keseimbangan cairan dapat mengidentifikasikan fluktuasi volume
dengan mual muntah. dipertahankan dengan kriteria hasil: intravaskuler.
- kelembaban membrane mukosa - Kaji membrane mukosa, kaji - Indicator keadekuatan sirkulasi perifer
turgor kulit baik tugor kulit dan pengisian dan hidrasi seluler.
- Haluaran urin adekuat: 1 cc/kg kapiler.
BB/jam - Awasi masukan dan haluaran, - Penurunan haluaran urin pekat dengan
- Tanda-tanda vital dalam batas normal catat warna urine/konsentrasi, peningkatan berat jenis diduga
: TD (systole 110-130mmHg, diastole berat jenis. dehidrasi/kebutuhan peningkatan cairan.
70-90mmHg), HR(60-100x/menit), - Auskultasi bising usus, catat
RR (16-24x/menit), suhu (36,5- kelancaran flatus, gerakan
37,50C) usus. - Indicator kembalinya peristaltic,
- Berikan perawatan mulut kesiapan untuk pemasukan per oral.
sering dengan perhatian khusus
pada perlindungan bibir. - Dehidrasi mengakibatkan bibir dan
- Pertahankan penghisapan mulut kering dan pecah-pecah
gaster/usus.
- Selang NG biasanya dimasukkan pada
praoperasi dan dipertahankan pada fase
segera pascaoperasi untuk dekompresi
- Kolaborasi pemberian cairan usus, meningkatkan istirahat usus,
IV dan elektrolit mencegah mentah.
- Peritoneum bereaksi terhadap
iritasi/infeksi dengan menghasilkan
sejumlah besar cairan yang dapat
menurunkan volume sirkulasi darah,
mengakibatkan hipovolemia. Dehidrasi
dapat terjadi ketidakseimbangan
elektrolit
4. Cemas berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan, - Evaluasi tingkat ansietas, catat - Ketakutan dapat terjadi karena nyeri
dengan akan diharapkan kecemasan klien berkurang verbal dan non verbal pasien. hebat, penting pada prosedur diagnostik
dilaksanakan operasi. dengan kriteria hasil : dan pembedahan.
- Melaporkan ansietas menurun sampai - Jelaskan dan persiapkan untuk - Dapat meringankan ansietas terutama
tingkat teratasi tindakan prosedur sebelum ketika pemeriksaan tersebut melibatkan
- Tampak rileks dilakukan pembedahan.
- Jadwalkan istirahat adekuat
dan periode menghentikan - Membatasi kelemahan, menghemat energi
tidur. dan meningkatkan kemampuan koping.
- Anjurkan keluarga untuk
menemani disamping klien - Mengurangi kecemasan klien
POST OPERASI
1. Nyeri berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan, - Kaji skala nyeri lokasi, - Berguna dalam pengawasan dan keefesien
dengan agen injuri fisik diharapkan nyeri berkurang dengan karakteristik dan laporkan obat, kemajuan penyembuhan,perubahan
(luka insisi post operasi kriteria hasil : perubahan nyeri dengan tepat. dan karakteristik nyeri.
appenditomi). - Melaporkan nyeri berkurang - Monitor tanda-tanda vital - Deteksi dini terhadap perkembangan
- Klien tampak rileks kesehatan pasien.
- Dapat tidur dengan tepat - Pertahankan istirahat dengan - Menghilangkan tegangan abdomen yang
- Tanda-tanda vital dalam batas normal posisi semi powler. bertambah dengan posisi terlentang.
: TD (systole 110-130mmHg, diastole - Dorong ambulasi dini. - Meningkatkan kormolisasi fungsi organ.
70-90mmHg), HR(60-100x/menit), - Berikan aktivitas hiburan. - Meningkatkan relaksasi.
RR (16-24x/menit), suhu (36,5- - Kolaborasi tim dokter dalam - Menghilangkan nyeri.
37,50C) pemberian analgetika.

2. Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan keperawatan - Kaji adanya tanda-tanda infeksi - Dugaan adanya infeksi
berhubungan dengan diharapkan infeksi dapat diatasi dengan pada area insisi
tindakan invasif (insisi kriteria hasil : - Monitor tanda-tanda vital.
post pembedahan). - Klien bebas dari tanda-tanda infeksi Perhatikan demam, menggigil, - Dugaan adanya infeksi/terjadinya sepsis,
- Menunjukkan kemampuan untuk berkeringat, perubahan mental abses, peritonitis
mencegah timbulnya infeksi - Lakukan teknik isolasi untuk
- Nilai leukosit (4,5-11ribu/ul) infeksi enterik, termasuk cuci - Mencegah transmisi penyakit virus ke
tangan efektif. orang lain.
- Pertahankan teknik aseptik
ketat pada perawatan luka - Mencegah meluas dan membatasi
insisi / terbuka, bersihkan penyebaran organisme infektif /
dengan betadine. kontaminasi silang.
- Awasi / batasi pengunjung dan
siap kebutuhan. - Menurunkan resiko terpajan.
- Kolaborasi tim medis dalam
pemberian antibiotik - Terapi ditunjukkan pada bakteri anaerob
dan hasil aerob gra negatif.

3. Defisit self care Setelah dilakukan asuhan keperawatan - Mandikan pasien setiap hari - Agar badan menjadi segar, melancarkan
berhubungan dengan diharapkan kebersihan klien dapat sampai klien mampu peredaran darah dan meningkatkan
nyeri. dipertahankan dengan kriteria hasil : melaksanakan sendiri serta cuci kesehatan.
- klien bebas dari bau badan rambut dan potong kuku klien.
- klien tampak bersih - Ganti pakaian yang kotor - Untuk melindungi klien dari kuman dan
- ADLs klien dapat mandiri atau dengan yang bersih. meningkatkan rasa nyaman
dengan bantuan - Berikan Hynege Edukasipada - Agar klien dan keluarga dapat termotivasi
klien dan keluarganya tentang untuk menjaga personal hygiene.
pentingnya kebersihan diri.
- Berikan pujian pada klien - Agar klien merasa tersanjung dan lebih
tentang kebersihannya. kooperatif dalam kebersihan
- Bimbing keluarga klien
memandikan / menyeka pasien - Agar keterampilan dapat diterapkan
- Bersihkan dan atur posisi serta
tempat tidur klien. - Klien merasa nyaman dengan tenun yang
bersih serta mencegah terjadinya infeksi.

4. Kurang pengetahuan Setelah dilakukan asuhan keperawatan - Kaji ulang pembatasan - Memberikan informasi pada pasien untuk
tentang kondisi prognosis diharapkan pengetahuan bertambah aktivitas pascaoperasi merencanakan kembali rutinitas biasa
dan kebutuhan dengan kriteria hasil : tanpa menimbulkan masalah.
pengobatan b.d kurang - menyatakan pemahaman proses - Anjuran menggunakan - Membantu kembali ke fungsi usus semula
informasi. penyakit dan pengobatan laksatif/pelembek feses ringan mencegah ngejan saat defekasi
- berpartisipasi dalam program bila perlu dan hindari enema
pengobatan - Diskusikan perawatan insisi, - Pemahaman meningkatkan kerja sama
termasuk mengamati balutan, dengan terapi, meningkatkan
pembatasan mandi, dan penyembuhan
kembali ke dokter untuk
mengangkat jahitan/pengikat
- Identifikasi gejala yang - Upaya intervensi menurunkan resiko
memerlukan evaluasi medic, komplikasi lambatnya penyembuhan
contoh peningkatan nyeri peritonitis.
edema/eritema luka, adanya
drainase, demam
DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth, J, Corwin. (2009). Biku saku Fatofisiologi, EGC, Jakarta.


Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
FKUI
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second
Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Smeltzer, Bare (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner &
Suddart. Edisi 8. Volume 2. Jakarta, EGC

Anda mungkin juga menyukai