Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut,
lebih dari 24 jam, berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak sepintas, tumor otak, stroke
sekunder karena trauma maupun infeksi. Sroke merupakan salah satu
penyakit tidak menular utama menurut WHO, selain penyakit kardiovaskular,
kanker, pernafasan kronis, dan diabetes. Prevalensi stroke di Indonesia
berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7 per mil dan yang
terdiagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per mil. Prevalensi
Stroke berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Sulawesi Utara (10,8‰),
diikuti DI Yogyakarta (10,3‰), Bangka Belitung dan DKI Jakarta masing-
masing 9,7 per mil. Prevalensi Stroke berdasarkan terdiagnosis nakes dan
gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan (17,9‰), DI Yogyakarta
(16,9‰), Sulawesi Tengah (16,6‰), diikuti Jawa Timur sebesar 16 per mil
(Kementerian Kesehatan, 2013).
Masalah pada penderita stroke cukup kompleks akibat timbulnya
kerusakan pada bagian tertentu di otak. Penderita stroke dapat menderita
kelemahan anggota gerak, hambatan berbicara, bahkan penurunan kesadaran.
Dalam laporan pendahuluan ini, akan dijelaskan mengenai stroke, khususnya
stroke non hemoragik (SNH), mulai dari definisi hingga rencana asuhan
keperawatan pada pasien SNH.

B. Tujuan
1. Mengetahui pengertian stroke
2. Mengetahui etiologi stroke
3. Mengetahui patofisiologi stroke
4. Mengetahui manifestasi stroke
5. Mengetahui pathway stroke
6. Mengetahui pemeriksaan penunjang stroke
7. Mengetahui penatalaksanaan stroke

1
8. Mengetahui pengkajian stroke
9. Mengetahui diagnosa keperawatan stroke
10. Mengetahui fokus intervensi stroke

2
BAB II
ISI

A. Pengertian
Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang terjadi akibat berhentinya
suplai darah ke otak. Stroke merupakan sindrom klinis yang awal timbulnya
mendadak, progesi cepat, berupa deficit neurologis fokal dan /atau global,
yang berlangsung 24 jam atau lebih, atupun langsung menimbulkan kematian,
yang semata-mata disebabkan oleh gangguan pembuluh darah otak non
traumatik (Setyopranoto, 2011 dan Kementerian Kesehatan, 2013).
Stroke dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yakni stroke
hemoragik (SH) dan stroke non-hemoragik (SNH)/iskemik. Pada SH, stroke
disebabkan karena ruptur pembuluh darah yang biasanya disebabkan tekanan
darah yang terlalu tinggi pada dinding arteri yang sudah dulu rusak karena
artherosklerosis, anurisma, atau malformasi dari arteri. Sementara SNH atau
iskemik disebabkan disebabkan pembentukan trombus atau emboli yang
akhirnya memblokade aliran darah ke otak, sehingga otak kekurangan nutrisi
serta O2. Kurangnya nutrisi dan O2 ke otak membuat sel neuron di otak
mengalami cidera, respon inflamasi, dan kematian sel (Perna dan Temple,
2015).

B. Etiologi
Terdapat 4 penyebab dari stroke iskemik yang telah diketahui, yakni
trombosis, emboli, hipoperfusi sistemik, dan obliterasi luminal arteri.
1. Trombosis
Menurut Kanyal (2015), trombosis merupakan pembentukan
trombus atau gumpalan darah dalam arteri. Trombus ini terbentuk di
pembuluh darah otak, yakni dapat berada di arteri karotid, arteri vertebral
proksimal dan intrakranial, arteri kecil seperti ganglia basalis, thalamus,
kapsula interna, pons, dan serebelum.
2. Emboli
Emboli merupakan gumpalan darah yang terbentuk dari lokasi
lain dalam sistem sirkulasi. Biasanya emboli berasal dari jantung dan

3
arteri besar di dada serta leher. Emboli terjadi ketika gumpalan
mengalami ruptur dan terbawa mengikuti aliran darah, lalu menyangkut
di percabangan ateri otak (Kanyal, 2015).
3. Hipoperfusi Sistemik
Hipoperfusi sistemik adalah kehilangan tekanan darah pada
arteri secara umum. Hipoperfusi sistemik ini banyak disebabkan oleh
kegagalan jantung memompa darah ke seluruh aliran tubuh seperti pada
kasus cardiac arrest, infark miokard, dan aritmia. Selain itu, sindrom
hiperviskositas, syok hipovolemi, dan stenosis proksimal juga dapat
menyebabkan hipoperfusi sistemik (Atri et al, 2009).
4. Obliterasi Luminal Arteri
Obliterasi luminal arteri terjadi ketika lumen arteri mengalami
penyempitan. Penyempitan ini disebabkan oleh vaskulopati non-
inflamasi, vaskulitis, vasospasme, dan tekanan ekstrinsik pada arteri.
(Atri et al, 2009 dan Kanyal, 2015).

C. Patofisiologi
SNH terjadi akibat kurangnya aliran darah ke otak. Aliran darah ke
otak normalnya adalah 58 mL/100 gram jaringan otak per menit; jika turun
hingga 18 mL/100 gram jaringan otak per menit, aktivitas listrik neuron akan
terhenti meskipun struktur sel masih baik, sehingga gejala klinis masih
reversibel. Jika aliran darah ke otak turun sampai <10 mL/100 gram jaringan
otak per menit, akan terjadi rangkaian perubahan biokimiawi sel dan
membran yang ireversibel membentuk daerah infark (Setyopranoto, 2011).
Gejala yang ditimbulkan stroke dapat berbeda tiap pasien,
bergantung pada daerah mana yang mengalami iskemik atau infark. Jika
daerah otak yang mengalami infark dibagian hemisfer kiri, maka biasanya
pasien akan mengalami kelumpuhan (hemiparesis) di tubuh bagian kiri.
Kerusakan pada otak kiri juga biasanya berdampak kepada kemampuan
verbal pasien, dimana didaerah otak kiri terdapat korteks broca yang
mengatur kemampuan manusia untuk membaca dan berbicara. Kerusakan
pada otak bagian kiri juga dapat mengenai daerah sistem limbik yang

4
mengatur emosi, sehingga pasien menjadi lebih mudah depresi dan cemas.
Sementara jika stroke mengenai bagian hemisfer kanan, maka biasanya
pasien akan mengalami kelumpuhan di bagian kiri. Selain itu, pasien juga
dapat mengalami gangguan kognitif, persepsi, dan juga kesulitan mengenal
waktu (Deb, Sharma dan Hasan, 2010).
Kerusakan otak juga dapat mengenai beberapa saraf-saraf kranial.
Gangguan pada nervus VII dapat membuat pasien mengalami kelumpuhan
pada otot esofagus yang membuat pasien sulit menelan. Selain itu, wajah juga
menjadi asimetris dan terdapat gangguan ekspresi wajah. Gangguan pada
nervus VIII akan berdampak pada sensori persepi pendengaran serta
keseimbangan. Gangguan pada nervus XII juga berdampak pada otot-otot
esofagus yang membuat pasien menjadi lebih sulit menelan serta mengalami
keterbatasan motorik. Jika pembuluh darah yang tersumbat merupakan
pembuluh darah utama otak seperti arteri cerebri media, maka seluruh bagian
otak akan kekurangan darah. Akibatnya pasien akan mengalami penurunan
kesadaran dan depresi otot-otot pernafasan, yang apabila tidak tertangani
secara cepat akan menyebabkan kematian (Guo et al, 2013 dan Alromail et
al, 2017).

D. Manifestasi
Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi pendarahan
dan jumlah jaringan otak yang terkena. Gejala biasanya muncul tiba-tiba,
tanpa peringatan, dan sering selama aktivitas.
Manifestasi klinis stroke menurut Smeltzer & Bare (2002), antara lain:
defisit lapang pandang, defisit motorik, defisit sensorik, defisit verbal, defisit
kognitif dan defisit emosional.
1. Defisit Lapang Pandangan
a. Tidak menyadari orang atau objek di tempat kehilangan penglihatan
b. Kesulitan menilai jarak
c. Diplopia
2. Defisit Motorik

5
a. Hemiparesis (kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang
sama).
b. Hemiplegi (Paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama).
c. Ataksia (Berjalan tidak mantap, dan tidak mampu menyatukan kaki.
d. Disartria (Kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung
jawab untuk menghasilkan bicara.
e. Disfagia (Kesulitan dalam menelan)
3. Defisit Sensorik : kebas dan kesemutan pada bagian tubuh
4. Defisit Verbal
a. Afasia ekspresif (Tidak mampu membentuk kata yang dapat
dipahami)
b. Afasia reseptif (Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan)
c. Afasia global (kombinal baik afasia reseptif dan ekspresif)
5. Defisit Kognitif
a. Kehilangan memori jangka pendek dan panjang
b. Penurunan lapang perhatian
c. Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi
d. Perubahan penilaian
6. Defisit Emosional
a. Kehilangan kontrol diri
b. Labilitas emosional
c. Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stres
d. Depresi
e. Menarik diri
f. Rasa takut, bermusuhan dan marah
g. Perasaan isolasi

6
E. Pathway

7
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain (Institute for
Clinical System Improvement, 2016):
1. Pemeriksaan CT scan digunakan untuk membedakan infark dengan
perdarahan
2. Pemeriksaan MRI mendeteksi infark serebri dini dan infark batang otak
3. Pemeriksaan neurologik : gcs, peperiksaan sistem motorik, pemeriksaan
refleks fisiologis dan patologis, pemeriksaan sensorik
4. Angiografi serebral, untuk menyelidiki penyakit vaskuler, aneurisma,
malformasi arteri-vena
5. Pemeriksaan darah perifer lengkap dan jumlah trombosit, protrombin
time/INR,
APTT, glukosa darah, kimia darah (termasuk elektrolit); jika pasien
hipoksia, dilakukan analisis gas darah

G. Penatalaksanaan
Secara umum, penatalaksanaan pada pasien stroke adalah :
1. Posisikan kepala dan badan atas 20 – 30o, posisi miring jika muntah dan
boleh dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu
diberikan oksigen sesuai kebutuhan
3. Tanda-tanda vital usahakan stabil
4. Bedrest
5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
6. Kandung kemih yang penuh kosongkan, bila perlu lakukan katerisasi
7. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari
penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonik
8. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi atau suction berlebih yang dapat
meningkatkan TIK
9. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik, jika kesadaran
menurun atau gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT.
Penatalaksanaan medis secara spesifik berupa :
1. Mengobati penyebabnya,

8
2. Neuroprotektor
3. Tindakan pembedahan
4. Menurunkan TIK yang tinggi

H. Fokus Pengkajian Keperawatan


1. Keluhan utama pasien yang dapat disebabkan adanya gejala klinis seperti
kelumpuhan pada anggota tubuh.
2. Riwayat penyakit sekarang, seperti kapan pasien mulai merasakan gejala-
gejala tersebut hingga masuk ke fasilitas perawatan.
3. Riwayat penyakit dahulu yang mungkin dapat menyebabkan masalah
pada klien saat ini, seperti hipertensi, gagal ginjal kronis, diabetes
melitus, stress, dan lainnya.
4. Riwayat penyakit keluarga, yakni adakah anggota keluarga yang juga
mengalami gangguan yang saat ini klien alami atau tidak.
5. Pola kesehatan fungsional
a. Persepsi kesehatan dan pola manajemen kesehatan
Temukan apakah ada gaya hidup klien yang menyebabkan
gangguan yang dialami saat ini, seperti merokok, alkohol, pola hidup
yang kurang baik, dan lainnya.
b. Pola nutrisi metabolik
Temukan apakah ada perubahan pola nutrisi metabolik yang
akibat gangguan yang dialami klien seperti penurunan berat badan
akibat mual dan muntah atau kesulitan menelan.
c. Pola eliminasi
Temukan apakah ada perubahan pola eliminasi setelah timbul
adanya gangguan atau tidak, seperti adanya konstipasi atau tidak.
d. Pola aktivitas-latihan
Temukan apakah pasien cepat mengalami keterbatasan
rentang gerak saat melakukan aktivitas-latihan akibat kelumpuhan
yang dialami.
e. Pola istirahat-tidur

9
Temukan apakah ada gangguan istirahat dan tidur yang dapat
disebabkan gejala-gejala yang muncul.

f. Pola kognitif-persepsi
Temukan apakah ada gangguan kognitif-persepsi akibat
gangguan yang dialami, seperti keterbatasan daya ingat, gangguan
persepsi terhadap ruang dan waktu, dan lainnya.
g. Pola konsep diri-persepsi diri
Kaji tingkat penerimaan diri pasien terhadap gangguan yang
dialami saat ini.
h. Pola peran hubungan
Kaji peranan keluarga dan orang-orang terdekat terhadap
proses penyembuhan pada pasien.
i. Pola seksualitas
Kaji apakah ada gangguan terhadap fungsi seksualitas pasien
setelah mengalami gangguan sat ini.
j. Pola toleransi stress-koping
Temukan apakah klien merasa stress terhadap gangguan yang
dialami saat ini dan bagaimana strategi klien untuk mengatasi
masalah yang dihadapi.
k. Pola nilai-keyakinan
Temukan apakah klien menggunakan nilai atau keyakinan
tertentu untuk menerima status penyakitnya saat ini.
6. Pemeriksaan fisik
o Kaji keadaan umum pasien mulai dari tingkat kesadaran, postur
tubuh, dan kelelahan yang dialami akibat gejala yang timbul.
o Mata:
Kaji apakah terdapat perubahan pada kondisi mata pasien, seperti
kebutaan atau kelopak mata turun.
o Hidung
Kaji apakah ada perubahan pada kondisi hidung pasien.
o Telinga

10
Kaji apakah pasien mengalami gangguan pada telinga.

o Paru-paru
Temukan apakah ada perubahan pada saat observasi, auskultasi,
perkusi, palpasi.
o Jantung
Temukan apakah ada gangguan fungsi jantung seperti perubahan
frekuensi jantung, pembesaran jantung, dan lainnya.
o Abdomen
Temukan apakah abdomen mengalami penurunan bising usus atau
pergerakan peristaltik
o Ekstremitas
Temukan apakah ada kelemahan (hemiparesis) pada bagian
ekstremitas klien. Kaji juga kekuatan otot-otot ekstremitas serta
refleks fisiologis dan patologis pada ekstremitas.
o Genitalia
Temukan apakah ada gangguan didaerah genitalia.
7. Pemeriksaan Penunjang
Temukan hasil pemeriksaan penunjang pasien seperti hasil
pemeriksaan darah rutin, dan radiologi seperti CT-Scan dan MRI.

F. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d penurunan aliran darah
ke otak.
2. Hambatan mobilitas fisik b.d hemiparesis pada ekstremitas
3. Kerusakan komunikasi verbal b.d kerusakan daerah broca
4. Gangguan menelan b.d gangguan neurologis
5. Resiko jatuh
6. Resiko Aspirasi

11
DAFTAR PUSTAKA

Setyopranoto, I. 2011. Stroke: gejala dan penatalaksanaan. Continuing Medical


Education, Vol 38, no 4. 247-250.
Perna, R dan Temple, J. 2015. Rehabilitation Outcomes: Ischemic versus
Hemorrhagic Strokes. Behavioural Neurology.
(http://dx.doi.org/10.1155/2015/8 9165 1) : 1-6.
Atri, A; et al (2009) “Ischemic Stroke: Pathophysiology and Principles of
Localization” Peer-reviewed study. American Board of Psychiatry and
Neurology.
Kanyal, N (2015) “The Science of Ischemic Stroke: Pathophysiology &
Pharmacological Treatment” International Journal of Pharma Research
& Review. 4 (10): 65-84
Deb, P., Sharma, S., dan Hasan, K. 2010. Pathophysiologic mechanisms of acute
ischemic stroke: An overview with emphasis on therapeutic significance
beyond thrombolysis. Patophysiology. 17: 197-218.
Guo, L et al. 2013. Pathophysiology and Biomarkers in Acute Ischemic Stroke –
A Review. Tropical Journal of Pharmaceutical Research. 12 (6): 1097-
1105
Alromail, M., et al. 2017. Emergency Management of Stroke. The Egyptian
Journal of Hospital Medicine. 69 (6): 2736-2742.
De Freitas GR, Christoph DDH, Bogousslavsky J. 2009. Topographic
classification of ischemic stroke, in Fisher M. (ed). Handbook of Clinical
Neurology, Vol. 93 (3rd series). Elsevier BV.
Institute for Clinical System Improvement. 2016. Diagnosis and Initial Treatment
of Ischemic Stroke. Guideline. 11: 11.

12

Anda mungkin juga menyukai