Laporan Implementasi
Laporan Implementasi
Dosen Pengampu:
Dr. H. Asep Suryana Abdurrahmat, S.Pd., M.Kes.
Oleh,
IKE MARDIANA
164101016
Kelas A
Puji syukur kepada Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kita sekalian dalam menjalankan aktivitas keseharian. Shalawat
serta salam kita panjatkan kepada baginda Rasulullah SAW atas segala pencerahannya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan analisis ini, dengan judul
“Implementasi Pelayanan Antenatal Terpadu Puskesmas”.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 3
C. Tujuan .......................................................................................................... 3
D. Manfaat ........................................................................................................ 4
BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Aktor Pengelolaan dan Pelaksanaan Kebijakan Pelayanan ANC
Terpadu Puskesmas di Kota Blitar ............................................................... 5
B. Kontekstual yang Memengaruhi Kebijakan Pelayanan ANC
Terpadu Puskesmas di Kota Blitar ............................................................... 6
C. Isi Kebijakan yang Mengatur Pelaksanaan Pelayanan ANC Terpadu
Puskesmas di Kota Blitar ............................................................................. 7
D. Sosialisasi ..................................................................................................... 8
E. Intergrasi ANC dengan Pelayanan Lain ....................................................... 9
F. Paket Pelatihan ANC bagi Bidan dan Analis ............................................... 10
G. Proses Kebijakan Program ANC Terpadu ................................................... 11
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .................................................................................................. 17
B. Saran ............................................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 19
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Angka Kematian Ibu (AKI) Per 100.000 Kelahiran Hidup Provinsi
Jawa Timur Tahun 2010 – 2017 ........................................................ 13
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Antenatal terpadu merupakan pelayanan antenatal komprehensif dan
berkualitas yang diberikan kepada semua ibu hamil. Pelayanan tersebut diberikan
oleh dokter, bidan, dan perawat terlatih, sedangkan jenis pemeriksaan pelayanan
ANC terpadu adalah sebanyak 18 jenis pemeriksaan yaitu keadaan umum, suhu
tubuh, tekanan darah, berat badan, LILA, TFU, Presentasi Janin, DJJ, Hb,
Golongan darah, protein urin, gula darah/reduksi, darah malaria, BTA, darah sifilis,
Serologi HIV, dan USG (Kemenkes, 2012).
Kualitas Antenatal Care (ANC) yang dilaksanakan dengan baik dapat
meminimalisasi penyebab Angka Kematian Ibu (AKI) yang kemungkinan
disebabkan oleh kualitas pelayanan kesehatan ibu yang belum memadai, kondisi
ibu hamil yang tidak sehat dan faktor determinan lainnya. Penyebab utama
kematian ibu juga disebabkan karena hipertensi dalam kehamilan dan perdarahan
post partum (Kemenkes, 2016).
Kemenkes (2016) mengeluarkan kebijakan yang mengacu kepada intervensi
strategis dalam Safe Motherhood, salah satu intervensinya yaitu pelayanan
pemeriksaan kehamilan yang mutunya masih perlu ditingkatkan. Upaya
menerapkan Safe Motherhood memerlukan pelayanan ANC yang berkualitas
sesuai standar pelayanan antenatal. Berdasarkan investigasi mayoritas yang
berkontribusi tinggi terhadap kematian ibu yaitu penyebab langsung, salah satunya
eklampsia sebesar 34%. Eklampsia dapat dicegah melalui pemeriksaan-
pemeriksaan dini, seperti pemeriksaan laboratorium dan pengelolaan dini
hipertensi pada saat kehamilan. Permasalahan tersebut tercakup semua dalam
pelayanan antenatal dengan melakukan kunjungan ANC minimal empat kali
selama masa kehamilan. Kunjungan ANC minimal dilakukan satu kali pada
1
trimester pertama, satu kali pada trimester kedua, dan dua kali pada trimester
ketiga.
Target nasional untuk cakupan kunjungan ANC pada tahun 2010-2019 yang
harus dicapai adalah K1 95% dan K4 90% (Kemenkes, 2015). Hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2018 menunjukkan bahwa cakupan ANC
di Indonesia yaitu K1 sebesar 96,1% dan K4 sebesar 74,1%. Data tersebut
menunjukkan bahwa cakupan K4 di Indonesia belum mencapai target nasional
yang telah ditetapkan, terdapat kesenjangan sebesar 15,9% (Kemenkes, 2018).
Berdasarkan hasil Riskesdas pada tahun 2018 untuk cakupan ANC di Jawa
Timur pada tahun 2018 yaitu K1 sebanyak 90% dan K4 sebesar 82%. Cakupan
ANC tersebut belum sesuai dengan target Renstra (Rencana strategis) yaitu sebesar
95,5% (Kemenkes, 2018). Sementara itu, untuk cakupan ANC di Kota Blitar pada
tahun 2017 yaitu K1 sebesar 91 % dan K4 sebesar 95%. Data tersebut menunjukkan
bahwa jumlah cakupan K4 di Kota Blitar ini masih berada di bawah target Standar
Pelayanan Minimal (SPM) yaitu sebesar 100% dan terdapat kesenjangan sebesar
5%. Kesenjangan ini dikarenakan bumil yang kontak pada petugas kesehatan
banyak yang tidak memeriksakan kehamilannya, sehingga masih perlu kunjungan
rumah yang lebih intensif oleh bidan serta kemitraan dengan bidan dan dukun perlu
ditingkatkan (Dinkes Jatim, 2017).
Menurut Rachmawati et al. (2017) pentingnya ANC ini belum menjadi prioritas
utama bagi sebagian ibu hamil terhadap kehamilannya di Indonesia. Hal ini
cenderung menyulitkan tenaga kesehatan untuk melakukan pembinaan
pemeliharaan kesehatan ibu hamil secara teratur dan menyeluruh, termasuk juga
deteksi dini terhadap faktor risiko kehamilan. Kurangnya pemanfaatan ANC oleh
ibu hamil ini berhubungan dengan faktor predisposisi, faktor pemungkin dan faktor
penguat. Faktor predisposisi terdiri dari faktor usia, tingkat pendidikan, pekerjaan,
paritas, pengetahuan, dan sikap ibu hamil. Faktor pemungkin meliputi dari faktor
jarak tempat tinggal, penghasilan keluarga, serta sarana media informasi yang ada.
2
Sedangkan yang termasuk faktor penguat adalah dukungan suami, dukungan
keluarga, dan sikap serta dukungan dari petugas kesehatan.
Selanjutnya, implementasi pelayanan ANC terpadu telah diperkuat dengan
dikeluarkannya kebijakan Menteri Kesehatan yang tertuang dalam pasal 6 ayat 1
huruf b Permenkes No. 25 tahun 2014 tentang upaya kesehatan anak salah satunya
dinyatakan bahwa pelayanan kesehatan janin dalam kandungan dilaksanakan
melalui pemeriksaan antenatal pada ibu hamil dan pelayanan terhadap ibu hamil
tersebut dilakukan secara berkala sesuai standar yaitu paling sedikit 4 (empat) kali
selama masa kehamilan (K1-K4). Berdasarkan pentingnya ANC bagi ibu hamil,
membuat penulis tertarik untuk menganalisis “Implementasi Pelayanan Antenatal
Terpadu Puskesmas di Kota Blitar.”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalahnya yaitu bagaimana
implementasi pelayanan antenatal terpadu puskesmas di Kota Blitar?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan dari laporan ini adalah untuk menganalisis implementasi pelayanan
antenatal terpadu puskesmas di Kota Blitar.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui para aktor yang berperan dalam implementasi pelayanan
antenatal care terpadu puskesmas di Kota Blitar.
b. Mengetahui fasilitas pelayanan ANC terpadu yang diberikan terkait
pemeriksaan fisik dalam implementasi pelayanan antenatal care terpadu
puskesmas di Kota Blitar.
c. Mengetahui pelayanan laboratorium terkait untuk melakukan pemeriksaan
lab rutin atas indikasi medis dalam implementasi pelayanan antenatal care
terpadu puskesmas di Kota Blitar.
3
D. Manfaat
1. Bagi Puskesmas
Sebagai masukan untuk meningkatkan kualitas ANC di Puskesmas, sehingga
pemanfaatan pelayanan ANC oleh ibu hamil dapat meningkat.
2. Bagi Fakultas Ilmu Kesehatan
Menambah informasi mengenai implementasi pelayanan antenatal terpadu.
3. Bagi Pemerintah
Pemerintah dapat lebih memperhatikan hal-hal yang berkaitan pelayanan
antenatal terpadu.
4
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
5
kualitas maupun evaluasi terhadap pelayanan. Jadi keterlibatan walikota sangat
diperlukan dalam pengambilan keputusan yang tetap menganut pada peraturan,
dan jika perlu dibuatnya suatu struktur birokrasi terkait pengimplementasian
pelayanan antenatal terpadu, khususnya di puskesmas yang ada di Kota Blitar.
6
ibu hamil dapat dikurangi. Kendala tersebut dapat meningkatkan jangkauan
pelayanan lab ANC terpadi Puskesmas. Sehingga, jika tersedianya lab
pemeriksaan IMS ini dapat meningkatkan cakupan pelayanan dan deteksi dini
kasus komplikasi dan gangguan-gangguan selama kehamilan. Selain itu, jika
sarana tersebut ada dan dapat dijangkau, ibu hamil mampu melakuakn
pemeriksaan lab yang rutin.
Implementasi pelayanan ANC terpadu saling berkolaborasi antara bidan
dengan tenaga kesehatan lain seperti analis laboratorium/petugas lab dan tenaga
gizi. Paket pelayanan laboratorium ANC terpadu secara umum sudah
dilaksanakan tapi yang belum adalah paket pelayanan Foto Rontgen (Thoraks)
dan penggunaan USG untuk ibu hamil. Pada implementasi pelayanan ANC
terpadu Ini seharusnya perlu adanya USG karena dengan melakukan USG ibu
hamil dapat melihat kondisi dan tumbuh kembang janin dalam kandungannya.
Ketiadaan alat pemeriksaan USG tersebut maupun bagi ibu hamil merupakan
hambatan dalam menegakkan diagnosis dan sistem rujukan untuk deteksi dini
kasus kehamilan di Puskesmas. Maka dari itu, pemeriksaan USG ini wajib pada
ibu hamil, karena dihawatirkan ada masalah pada janinnya.
7
risiko tinggi dan komplikasi pada nifas. Pemeriksaan ini sangat penting untuk
mengoptimalkan kesehatan mental dan fisik ibu hamil, menghindari resiko
komplikasi pada kehamilan dan persalinan serta mempersiapkan ibu untuk
masa nifas dan pemberian ASI eksklusif. Selain itu, pemerikasan tersebut telah
disesuaikan dengan standar yang ditetapkan dalam buku pedoman petugas
puskesmas maupun rumah sakit. Selama ini pemerikasaan fisik (10T) dalam
pelayanan antenatal terpadu di Puskesmas Kota Blitar pada dasarnya tidak ada
masalah. Namun, ada beberapa puskesmas yang belum tersedianya pelayanan
lab, sehingga masih melakukan sistem rujukan. Akan ada hambatan pada sistem
rujukan ini terkait aksesibititas jika masih ada beberapa puskesmas yang belum
tersedianya pelayanan lab. Jika terus dibiarkan, maka akan menyebabkan
penurunan investasi di bidang kesehatan maternal.
Sedangkan pemeriksaan laboratorium berulang untuk K4 dilakukan bila
ada indikasi medis. Pemeriksaan laboratorium ini terdiri dari pemeriksaan
kadar hemoglobin, golongan darah dan rhesus, tes HIV juga penyakit menular
seksual lainnya, dan rapid test untuk malaria. Penanganan lebih baik tentu
sangat bermanfaat bagi proses kehamilan. Namun, dibeberapa Puskesmas di
Kota Blitar belum tersedianya laboratorium, sehingga masih dilakukan rujukan.
Sistem rujukan ini mungkin menyulitkan sebagian ibu hamil dalam segi
aksesibilitas. Maka diperlukannya dukungan dari pihak pemerintah daerah
untuk memfasilitasi lab disetiap puskesmas di Kota Blitar. Selain itu,
dilakukannya monitoring dan evaluasi dari Dinkes Kota Blitar terkait pelayanan
lab ANC terpadu yang masih belum tersedia. Evaluasi ini di tingkat puskesmas
dapat dilakukan dalam bentuk laporan bulanan.
D. Sosialisasi
Sosialisasi pelayanan ANC terpadu dilaksanakan dengan berbagai
tempat dan cara. Mulai dari tenaga pengelola dan pelaksana lapangan dilakukan
di Dinkes Kesehatan Provinsi Jatim dan Dinkes Kota Blitar. Cara penyampaian
8
sosialisasi melalui kelas ibu hamil, Posyandu, kader Posyandu. Selain itu,
sosialisasi dan penyuluhan yang dilakukan Dinas Kesehatan Kota Blitar kepada
Bidan Koordinator dan Bidan wilayah dengan mereview materi ANC terpadu.
Biasanya sosialisasi tentang pelayanan ANC terpadu ini dilakukan di posyandu
dengan memberitahukan agar ibu hamil memeriksakan kehamilannya dan juga
oleh Dinkes Kota Blitar kepada bidan dengan membahas materi ANC terpadu
bukan mengajarkan dari awal materi. Hal tersebut telah dilakukan di puskesmas
yang ada di Kota Blitar.
9
mengurangi risiko penularan penyakit pada bayi. Akan tetapi ada hambatan
bagi beberapa puskesmas di Kota Blitar, yaitu terkait pengisian formulir
informed consent ditolak pasien akibatnya ditak dapat dilakukan pemeriksaan
tes HIV. Akan tetapi hal ini dapat diatasi dengan adanya inisiatif dari petugas
kesehatan dan konseling, yaitu bila ibu menolak, ibu hamil harus menyatakan
ketidaksetujuannya secara tertulis, dan diinformasikan serta ditawarkan
kembali untuk menjalani tes pada kunjungan/kontrol berikutnya.
10
berkualitas untuk meningkatkan status kesehatan ibu yang pada akhirnya akan
memberikan kontribusi terhadap penurunan angka kematian ibu. Pedoman
ANC terpadu disusun yang kemudian diperkenalkan Kebijakan ANC terpadu
telah diperkenalkan pada tahun 2010. Kemudian diikuti dengan
diimplementasikannya kebijakan pusat tahun 2010 tersebut melalui fasilitasi
tenaga Puskesmas seperti Bidan memperoleh pelatihan terkait ANC di wilayah
Puskesmas di Indonesia dan evaluasi buku panduan ANC dari Kemenkes.
Untuk pelatihan ANC terpadu telah dilakukan di Dinkes Jawa Timur. Hal ini,
didukung dengan kebijakan ANC Pusat, Pemerintah Provinsi telah
mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) terkait implementasi pelayanan ANC
Terpadu di Puskesmas. Sedangkan untuk pelatihan lanjutan dalam menjalankan
pekerjaan atau praktek keprofesiannya khusus untuk tenaga bidan telah tertuang
dalam perda. Sementara itu, di Kota Blitar masih ada beberapa bidan yang
belum memperoleh pelatihan teknis lanjutan. Seharusnya dilakukan pelatihan
teknis lanjutan bagi sebagian bidan secara berkala di Dinas Kesehatan dalam
rangkat meningkatkan keterampilannya. Pelatihan teknis juga bekontribusi
dalam meningkatkan kompetensi obstetrik bagi tenaga bidan pada pelayanan.
Karena bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang memiliki peran
penting dalam penurunan AKI dan AKB, khususnya dalam meningkatkan
kesejahteraan ibu dan anak.
11
terpadu, oleh karena itu untuk meningkatkan kualitas pelayanan antenatal
terpadu juga perlu ditingkatlan lagi sumber daya lain yang terkait. Selain itu,
implementasi pelayanan antenatal terpadu keberhasilannya tergantung dari
implementator kebijakan/programnya. Karakter yang penting perlu dimiliki
oleh implementator yaitu kejujuran, komitmen dan demokratis. Karakter
tersebut akan senantiasa bertahan jika ditemui hambatan dalam suatu
program/kebijakan tersebut.
Berdasarkan laporan, bahwa AKI di Indonesia mengalami fluktuasi.
Berbagai kebijakan KIA secara nasional telah dikeluarkan oleh pemerintah
seperti strategi Making Pregnancy Safer (MPS) sebagai respons dari WHO
yang meluncurkan Safe Motherhood Initiative. Selama dua dekade Indonesia
berhasil menata program KIA, namun terjadi kemunduran dan tidak mencapai
target AKI dari tahun ke tahun. Beberapa program lain terkait dalam
mendukung upaya peningkatan KIA yaitu DTPS-KIBBLA (District Team
Problem Solving-Kesehatan lbu, Bayi Baru Lahir, dan Balita) program ini
terdapat enam program pendekatan DTPS-KIBBLA yaitu Perawatan Metode
Kangguru (PMK), Desa Siaga (Siap Antar dan Jaga), SBMR (Standard Based
Management Recognition), Kelas Ibu, dan AMP (Asuhan Maternal Perinatal).
Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K), Gerakan
Sayang lbu (GSI), Jaminan Persalinan (jampersal) dan Bantuan Operasional
Kesehatan (BOK) ternyata juga belum mampu menurunkan AKI.
Dasar hukum (legal standing) formulasi dan kebijakan ANC terpadu di
tingkat Pusat sesuai dengan amanat pasal 5 ayat 1, 2 dan 3 UU No. 36 tahun
2009 menyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam
memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan, yaitu setiap orang
mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu,
dan terjangkau, serta setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab
menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya.
12
Angka Kematian Ibu di Jawa Timur cenderung meningkat pada dua
tahun terakhir. Hal ini bukan berarti menunjukkan hasil kinerja yang menurun
tetapi adanya faktor dukungan baik dari segi manajemen program KIA maupun
sistem pencatatan dan pelaporan yang semakin membaik. Peningkatan
keterampilan klinis petugas di lapangan tetap dilakukan dengan melibatkan
multi pihak dari Forum Penakib Provinsi Jawa Timur dan Kabupaten/ Kota.
Menurut Supas tahun 2016, target untuk AKI sebesar 305 per 100.000 kelahiran
hidup. Pada tahun 2017, AKI Provinsi Jawa Timur mencapai 91,92 per 100.000
kelahiran hidup. Angka ini mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2016
yang mencapai 91 per 100.000 kelahiran hidup (Dinkes Jatim, 2017).
Sedangkan gambaran AKI per Kabupaten/Kota di Jawa Timur pada tahun 2017
adalah sebagai berikut.
Gambar 2.1 Angka Kematian Ibu (AKI) Per 100.000 Kelahiran Hidup
Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 – 2017
13
dan K4 (lengkap) dengan tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi
kebidanan. Secara nasional angka cakupan pelayanan antenatal seat ini sudah
tinggi, K1 mencapai 94,24% dan K4 84,36% Walaupun demikian, masih
terdapat disparitas antar propinsi dan antar kabupaten atau kota yang variasinya
cukup besar cakupan K4 di Jawa Timur yaitu 74,6% masih di bawah target
MDGS 2015 yaitu 90% dan belum ada satupun propinsi yang mencapai target
MDGs tersebut (Kemenkes, 2010). Apalagi pada tahun 2017 target untuk
indikator K4 sesuai dengan SPM (Standar Pelayanan Minimal), targetnya
adalah 100%. Sedangkan, untuk capaian ibu hamil K4 Provinsi Jawa Timur
pada tahun 2017 adalah 89,9 %. Angka ini memang mengalami peningkatan
dibandingkan tahun 2016 yaitu 89,5 %. Sehingga di Provinsi Jawa Timur untuk
indikator K4 belum mencapai target. Sementara itu, pada tahun 2017 bahwa 38
Kab./Kota di Jawa Timur belum mencapai target, dimana salah satunya adalah
Kota Blitar yang belum mencapai target cakupan K4 untuk tahun 2017
menyesuaikan target SPM yaitu sebesar 100%. Hal ini bisa dikarenakan bumil
yang kontak pada petugas kesehatan banyak yang tidak pada Trisemester
pertama (K1 Murni) sehingga masih perlu kunjungan rumah yang lebih intensif
oleh bidan serta kemitraan bidan dan dukun perlu untuk lebih ditingkatkan.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas pemerintah mencoba
membuat kebijakan terkait pelayanan KIA dalam bentuk program pelayanan
antenatal care terpadu di fasilitas kesehatan pemerintah maupun swasta dan
praktik perorangan/kelompok perlu dilaksanakan secara komprehensif dan
terpadu, mencakup upaya promotif, preventif, sekaligus kuratif dan
rehabilitatif, yang meliputi pelayanan KIA, gizi, pengendalian penyakit
menular (imunisasi, HIV/AIDS, TB, Malaria, penyakit menular seksual),
penanganan penyakit kronis serta beberapa program lokal dan spesifik lainnya
sesuai dengan kebutuhan program. Maka, dinkes kab/kota wajib
mengimplementasikan kebijakan antenatal terpadu kepada fasilitas kesehatan
khususnya puskesmas sebagai unit pelayanan teknis di wilayah kecamatan.
14
Kementerian Kesehatan RI telah menyusun Pedoman Pelayanan
Antenatal Terpadu. Pedoman ini diharapkan menjadi acuan bagi tenaga
kesehatan dalam memberikan pelayanan antenatal care terpadu yang
berkualitas untuk meningkatkan status kesehatan ibu yang pada akhirnya akan
memberikan kontribusi terhadap penurunan angka kematian ibu. Pedoman
ANC terpadu disusun oleh Ditjen Bina Kesmas berdasarkan masukan dari tim
pakar dan evidence based di lapangan yang kemudian diperkenalkan.
Kebijakan ANC terpadu telah diperkenalkan pada tahun 2010 melalui Ditjen
Bina Kesmas. Adapun tim penyusun buku pedoman melibatkan penentu
kebijakan yaitu di lingkungan Ditjen Bina Kesmas, Dinkes Provinsi DKI, DIY,
Bali, Jateng, Jabar, Jatim. Kemudian diikuti dengan diimplementasikannya
kebijakan pusat tahun 2010 tersebut melalui fasilitasi tenaga Puskesmas seperti
Bidan memperoleh pelatihan terkait ANC di wilayah Puskesmas di Indonesia
dan evaluasi buku panduan ANC dari Kemenkes sehingga dilakukan revisi I
buku panduan ANC menjadi ANC terpadu pada tahun 2010 dan revisi kedua
tahun 2012 dan diikuti implementasi kebijakan tersebut di tingkat Provinsi
yaitu Dinkes Provinsi Jawa Timur pada tahun 2012 melalui sosialisasi dan
kemudian diikuti oleh Dinkes Kab/Kota se Jawa timur pada tahun 2013 ditandai
dengan pelatihan ANC terpadu di Dinkes Jawa Timur. Untuk mendukung
kebijakan ANC Pusat, Pemerintah Provinsi telah mengeluarkan Peraturan
Daerah (Perda) terkait implementasi pelayanan ANC Terpadu di Puskesmas
seperti yang termasuk dalam pasal 5 ayat 2 Perda Jatim No 8 tahun 2011 tentang
Pelayanan Publik menyebutkan bahwa ruang lingkup pelayanan meliputi
pendidikan, pengajaran, pekerjaan dan usaha, tempat tinggal, komunikasi dan
informasi, lingkungan hidup, kesehatan, jaminan sosial, energi, perbankan,
perhubungan, sumber daya alam, pariwisata sektor strategis lainnya. Proses
tersebut telah sesuai dengan kententuan peraturan berundang-undangan yang
mewajibkan dinkes kab/kota untuk mengimplementasikan suatu
program/kebijakan kesehatan kepada suatu unit pelayana, khususnya
15
puskesmas. Keberhasilan akan implementasi tersebut tak luput dari pengaruh
struktur biokrasi yang baik, maka akan meningkatnya implementasi pelayanan
antenatal terpadu khususnya di puskesmas.
Selanjutnya, dari sisi ketenagaan kesehatan Pemerintah Provinsi Jatim
mengeluarkan kebijakan Perda seperti yang termasuk dalam pasal 11 ayat 1 dan
2 Perda Jatim No. 7 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan menyebutkan bahwa
Pengembangan tenaga kesehatan diarahkan untuk meningkatkan mutu dan karir
tenaga kesehatan, dilaksanakan melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan
dalam menjalankan pekerjaan dan/atau praktek keprofesiannya. Tenaga
kesehatan diarahkan bermutu supaya pengimpelementasian suatu
program/kebijakan khususnya pada implementasi pelayanan antenatal terpadu
di puskesmas berhasil dan dapat meningkatkan kesehatan ibu dan anak.
Selanjutnya, terbitnya Perda No. 8 tahun 2011 yang mengatur tarif retribusi
dengan komponen jasa sarana dan jasa pelayanan/jasa medis yaitu tindakan
pelayanan KIA dan pelayanan paket laboratorium ANC terpadu yang
dilaksanakan Puskesmas dan Jaringannya. Tarif tersebut disesuiakan dengan
jenis pelayanan yang diberikan, dan tarif diatur oleh perda sesuai dengan
kondisi perkonomian di sana.
Penguatan pelaksanaan UU dan Perda muncul inisiatif Pemerintah Kota
Blitar dengan terbitnya Perwali Kota Blitar No. 13/2013 yang mengatur tentang
cakupan pelayanan kesehatan dasar antara lain cakupan kunjungan ibu hamil
K4 95% serta terbitnya Perwali Kota Blitar No. 38/2011 mengatur besaran tarif,
pemanfaatan dana jaminan persalinan (jaminan persalinan) mulai dari masa
hamil sampai pada pelayanan KB. Untuk mendukung pelayanan ANC Terpadu
jauh sebelumnya telah diimplementasikan Citizen Charter (kontrak/maklumat
pelayanan) terkait pelayanan KIA yang mana Citizen Charter hanya
mengintervensi ke tingkatan kinerja pelayanan KIA saja termasuk ANC terpadu
Puskesmas.
16
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis di atas mengenai implementasi pelayanan
antenatal terpadu bahwa:
1. Belum tertatanya dengan baik aktor-aktor yang berperan dalam
implementasi kebijakan pelayanan antenatal terpadu terutama dukungan
walikota yang erat kaitannya dengan kesuksesan implementasi dalam
rangka perbaikan kebijakan, juga kurangnya kerja sama lintas sektoral para
aktor kebijakan.
2. Selain itu, ketersediaan pelayanan laboratorium khusus penyakit IMS dan
USG belum memadai dan perlu ditingkatkan. Selanjutnya untuk pelayanan
ANC terpadu terkait pemeriksaan 10T telah berjalan dengan baik, namun
belum adanya pelatihan teknis yang bersifat rutin untuk meningkatkan
kompetensi obstetrik bagi tenaga bidan dan juga dibutuhankan pelatihan
laboratorium bagi tenaga analis.
3. Implementasi ANC terpadu terkait pelayanan laboratorium diwajibkan
untuk setiap ibu hamil untuk melakukan pemeriksaan lab rutin. Selain itu
jika ada indikasi medis wajib ditawarkan kepada setiap ibu hamil sesuai
hasil pemeriksaan.
B. Saran
Diharapkan para aktor berperan aktif dalam implementasi kebijakan
pelayanan antenatal terpadu di Kota Blitar melalui kerja sama baik lintas
program maupun lintas sektoral meliputi berbagai kegiatan pelayanan ANC
terpadu Puskesmas secara berkesinambungan. Selain itu khusus puskesmas
yang belum memiliki fasilitas laboratorium perlu segera diatasi. Hal ini dapat
dilakukan dengan melakukan kajian mendalam dan koordinasi antara pihak
17
puskesmas, Dinkes Kota dan sektor terkait untuk menganggarkan fasilitas
pelayanan laboratorium dan ketersedian USG yang sesuai di puskesmas dalam
APBD maupun sumber lain. Selain itu perlunya penguatan pelayanan ANC
terpadu melalui pelatihan teknis yang bersifat rutin dan wajib untuk
meningkatkan kompetensi obstetrik khususnya bagi tenaga bidan dan pelatihan
pemeriksaan laboratoium lanjutan bagi tenaga analis.
18
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Kesehatan Jawa Timur. (2017). Profil Kesehatan Jawa Timur Tahun 2017. Jawa
Timur: Dinkes Jatim.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur. (2011). Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur
Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pelayanan Publik [Online]. Jatim: Pemprov
Jatim. Tersedia: https://www.slideshare.net/imyosua/peraturan-daerah-jawa-
timur-nomor-08-tahun-2011-tentang-pelayanan-publik. [18 Mei 2019].
19
Undang-undang. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 97
Tahun 2014 Tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil,
Persalinan, Dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan
Kontrasepsi, serta Pelayanan Kesehatan Seksual. Jakarta: Permenkes RI.
Undang-undang. (2011). Perda Jatim No. 8 Tahun 2011 tentang Pelayanan Publik
[Online]. Tersedia: http://kpp.jatimprov.go.id/perpem/6.pdf. [18 Mei 2019].
Undang-undang. (2011). Perda Jatim No. 7 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
[Online]. Tersedia: https://peraturan.bpk.go.id/Home/Download/14634/PERD
A.NOMOR_7_.TAHUN_2014_.TENTANG_TENAGA_KESEHATAN_.pdf.
[18 Mei 2019].
20