Anda di halaman 1dari 8

Pemetaan Mikrozonasi Data Mikrotremor dengan Metode HVSR

(Horizontal to Vertical Spectral Ratio) pada Wilayah Sumenep, Madura

Adjeng Yalastri 03411640000038, Reyhan Dzaky 03411640000039 , Raditya Yudha


03411640000042 , Yusril Muzakki 03411640000043 , Almarsa Iman T. 03411640000044,
Refsi Pratiwi 03411640000045, Moh. Iqbal Helmi 034116400000 , Diki Setiawan
034116400000
Departemen Teknik Geofisika, Fakultas Teknik Sipil, Lingkungan, dan Kebumian
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111

Abstrak
Struktur tanah yang ada di Kabupaten Sumenep sebagian besar terdiri dari jenis tanah
alluvial, mediteran, grumosol dan regosol. Penyebaran satuan batuan umumnya berarah barat-
timur dan berfasies lempungan, pasiran, dan gampingan. Perlu untuk mengidentifikasi area
dengan tingkat resiko tinggi terhadap gempa bumi, karena gelombang gempa bumi yang
merambat bawah tanah akan teramplifikasi apabila melewati sedimen yang cukup tebal. Untuk
mengetahui hal tersebut, dibutuhkan pengukuran mikrotremor untuk mengetahui karakteristik
kondisi geologi lokal. Penelitian ini bertujuan untuk melakukaan pemetaan mikrozonasi di
wilayah Sumenep, Madura menggunakan metode mikrotremor. Dimana metode ini merekam
nilai frekuensi natural dan amplifikasi. Hasil pengukuran kemudain dianalisis menggunakan
metode HVSR sehingga didapat nilai frekuensi natural sebesar 2-11,5 Hz. semakin ke timur
harga amplifikasinya semakin naik dari 0,8 hingga 6,2. Semakin ke arah timur ketebalan
sedimennya semakin tebal hingga 31 m. Sedangkan semakin ke arah barat, yang mana
frekuensi naturalnya semakin besar, ketebalan sedimennya semakin tipis. Indeks kerentanan
seismik, yang mana indeks tertinggi yakni 12 juga berada pada daerah yang memiliki
amplifikasi yang tinggi. Daerah pantai yang merupakan endapan aluvium yang memiliki
indeks kerentanan seismik tinggi, ternyata mengalami kerusakan parah saat terjadi gempabumi.
Nilai indeks kerentanan seismik berubah mengecil setelah memasuki daerah perbukitan
berbatuan lebih keras yang tidak mengalami kerusakan saat gempabumi.

Kata Kunci: Frekuensi Dominan, HSVR, Mikrotremor.

I. Pendahuluan mikrotremor merupakan metode yang


Berdasarkan stratigrafi Waru-Sumenep murah dan mudah dalam pelaksanaannya.
terdiri dari batuan sedimen Tersier dan Penelitian ini bertujuan untuk melakukaan
Kuarter yang termasuk ke dalam Lajur pemetaan mikrozonasi di wilayah
Rembang. Penyebaran satuan batuan Sumenep, Madura. Peta mikrozonasi ini
umumnya berarah barat-timur dan berfasies nantinya digunakan untuk menganalisa
lempungan, pasiran, dan gampingan. Perlu karakteristik tanah, yaitu frekuensi natural,
untuk mengidentifikasi area dengan tingkat faktor amplifikasi, ketebalan sedimen, dan
resiko tinggi terhadap gempa bumi, karena indeks kerentanan seismik.
gelombang gempa bumi yang merambat
bawah tanah akan teramplifikasi apabila II. Landasan Teori
melewati sedimen yang cukup tebal. Untuk A. Morfologi Daerah Penelitian
mengetahui hal tersebut, dibutuhkan Struktur tanah yang ada di Kabupaten
pengukuran mikrometer untuk mengetahui Sumenep sebagian besar terdiri dari jenis
karakteristik kondisi geologi lokal. Metode
tanah alluvial, mediteran, grumosol dan
regosol.
Sebagian besar wilayah Madura
termasuk dalam lajur rembang, merupakan
punggungan yang terlipat dan membentuk
anticlinorium yang memanjang padamarah
barat-timur, mulai dari Purwodadi (Jawa
Tengah) menerus ke daerah Tuban-
Surabaya (Jawa Timur). Daerah ini pada
umumnya termasuk pebukitan landau
hingga pegunungan berlereng terjal. Secara
geologi pulau Madura merupakan bagian
dari unsur daratan utara pulau Jawa dan
kelanjutan dari alur pegunungan kapur
yang terletak di bagian utara-selatan
lembah Solo yang sebagian beasar terdiri
dari perbukitan cadas dan pegunungan-
pegunungan kapur yang lebar.
Berdasarkan bentang alamnya daerah
Madura dikelompokkan menjadi tiga Gambar 2.1. Stratigrafi daerah penelitian
satuan morfologi, yakni: dataran rendah, (Sitomorang, dkk.1992)
perbukitan dan kras. Morfologi Berdasarkan peta geologi Lembar
bergelombang dengan ketinggian 0-200 m Waru-Sumenep (Situmorang drr., 1992),
dpl menempati bagian utara tengah dan daerah penelitian termasuk dari bagian
selatan memanjang dengan arah barat- Cekungan Jawa Timur utara. Tataan
timur, umumnya dibentuk oleh batuan stratigrafinya dari tua ke muda adalah
sedimen yang terdiri dari batu lempung Formasi Tawun, Formasi Ngrayong,
Formasi Tawun, batu pasir anggota Formasi Bulu, Formasi Pasean, Formasi
Formasi Ngrayong dan batu gamping. Pola Madura, Formasi Pamekasan, dan
aliran sungai pada umumnya mendaun dan Alluvium. Formasi Tawun secara litologis
sebagian kecil sejajar, searah dengan arah terdiri atas batulempug, napal,
jurus lapisan, sebagian memotong arah batugamping lempungan dengan sisipan
jurus lapisan, lembahnya termasuk orbitoid. Formasi ini berumur Miosen
menjelang dewasa (Sitomorang, dkk. Awal-Tengah dan sedimennya diendapkan
1992). pada lingkungan laut agak dangkal
(sublitoral).
B. Stratigrafi Daerah Penelitian Formasi Ngrayong yang menindih
secara selaras atas Formasi Tawun
merupakan perulangan batupasir kuarsa
dengan batugamping orbitoid dan
batulempung. Formasi ini berumur Miosen
tengah dan diendapkan pada lingkungan
laut dangkal (litoral).
Formasi Bulu menjemari dengan
Formasi Ngrayong terdiri atas batugamping
pelat dengan sisipan napal pasiran. Formasi
ini berumur Miosen Tengah bagian akhir,
diendapkan dalam lingkungan laut dangkal
(zona neritic tengah).
Formasi Pasean, yang menindih selaras window yang dapat digunakan yaitu
Formasi Bulu, merupakan perselingan Butterworth dan Cosine Taper.
napal dengan batugamping lempungan, D. HVSR (Horizontal to Vertical
batugamping pasiran dan batugamping Spectrum Ratio)
oolit, napal pasiran, berbutir halus sampai Metode HVSR merupakan metode
sedang, berlapis baik dan mengandung membandingkan spektrum komponen
sedikit kuarsa. Formasi ini berumur Miosen horizontal terhadap komponen vertikal dari
Akhir dan diendapkan dalam laut dangkal gelombang mikrotremor. Periode puncak
(inner sublittoral). perbandingan H/V mikrotremor
Formasi Madura sebagian menindih memberikan dasar dari periode gelombang
selaras dan sebagian lagi tidak selaras S. Perbandingan H/V pada mikrotremor
Formasi Pasean, Formasi Bulu, Formasi merupakan perbandingan dua komponen
Ngrayong dan diduga berumur Pliosen, yang secara teoritis menghasilkan suatu
sedangkan di Lembar Tanjung Bumi- nilai. Metode ini digunakan untuk
Pamekasan dan Lembar SurabayaSapulu menentukan nilai amplifikasi dan nilai
berumur Miosen Akhir-Pliosen. Formasi periode dominan suatu lokasi yang dapat
Madura terdiri dari batugamping terumbu diperkirakan dari periode puncak
dan batugamping dolomitan. Batugamping perbandingan H/V mikrotremor
terumbu berbentuk padat dan (Nakamura, 2000).
permukaannya umumnya berongga, Berdasarkan penelitian Sungkono dan
setempat dolomitan. Santoso (2011), untuk mendapatkan
Formasi Pamekasan menindih tidak karakter geologi yang dapat merusak
selaras Formasi Madura terdiri atas bangunan akibat gempa bumi, maka perlu
konglomerat, batupasir, batu lempung dan dilakukan kajian literatur dan karakterisasi
batugamping. Konglomerat bersifat HVSR. Hasilnya ialah, kerusakan
kompak, padat, terpilah buruk dengan bangunan akibat gempa bumi terjadi pada
komponen dasar terdiri atas batugamping paramter HVSR amplifikasi tinggi dan
foraminifera dan batugamping hablur dan frekuensi rendah. Amplifikasi berbanding
ketebalannya sekitar 4 m. Formasi lurus dengan kontras impedansi (kecepatan
Pamekasan diperkirakan berumur gelombang geser (Vs) dikalikan densitas)
Pleistosen. Sejak kala Holosen telah terjadi antara sedimen dan bedrock, kecepatan
pegerosian dan terendaan alluvium yang gelombang primer (Vp) dan faktor quasi
terdiri atas fraksi lepas berukuran lempung- gelombang geser (Qs). Sedangkan
krakal dan pertumbuhan terumbu koral. frekuensi natural berbanding lurus dengan
Vs rata-rata dan berbanding terbalim
C. Filtering dengan ketebalan sedimen permukaan.
Filter adalah alat pengolah sinyal dasar Frekuensi dominan (natural) adalah nilai
dalam menu Waveform dan sebuah tab di frekuensi yang kerpa muncul sehingga
beberapa alat pengolah sinyal tingkat diakui sebagai nilai frekuensi dari lapisan
lanjut. Dalam kasus pertama, ini batuan di wilayah tersebut sehingga nilai
menerapkan filter ke sinyal di penampil frekuensi dapat menunjukkan jenis dan
sinyal aktif. Dalam kasus kedua, ini karakteristik batuan tersebut.
menerapkan filter ke sinyal aktif untuk
berbagai keperluan sebagaimana dirinci Tabel 1. Klasifikasi tanah oleh Kanai
untuk setiap alat tertentu. berdasarkan nilai frekuensi dominan
Dalam pengolahan mikrotremor mikrotremor (Kanai, 1983).
terdapat beberapa filter yaitu Lowpass,
Bandpass, dan Highpass. Agar hasil filter
lebih smooth perlu dilakukan windowing,
dimana pada pengolahan mikrotremor
smoothing salah satunya, yaitu Konno and
Ohmachi. Pada smoothing ini
menggunakan bandwidth konstan dalam
skala logaritmik. Fungsi smoothing ini
mempertahankan jumlah titik yang berbeda
pada frekuensi rendah dan tinggi.
Smoothing ini dikontrol oleh konstanta
smoothing yang bervariasi di antara 0 dan
100. Sebuah konstanta 0 memberikan
smoothing yang sangat kuat, ketika
konstanta 100 smoothing sangat baik.

Amplifikasi berbanding lurus


dengan nilai perbandingan spektral
horizontal dan vertikalnya (H/V). Nilai
amplifikasi bisa bertambah, jika batuan
telah mengalami deformasi (pelapukan,
pelipatan atau pesesaran) yang mengubah
sifat fisik batuan. Pada batuan yang sama,
nilai amplifikasi dapat bervariasi sesuai
dengan tingkat deformasi dan pelapukan
pada tubuh batuan tersebut (Marjiyono, 30 Gambar 2.2 Perbedaan antara smoothing
2010). Konno-Ohmachi dan triangular window
Terdapat dua sebab terjadinya
amplifikasi gelombang gempa yang dapat III. Metodologi
mengakibatkan kerusakan bangunan.
Pertama, adanya gelombang yang terjebak
di lapisan lunak, sehingga gelombang
tersebut terjadi superposisi antar
gelombang, jika gelombang tersebut
mempunyai frekuensi yang relatif sama,
maka terjadi proses resonansi gelombang
gempa. Akibat proses resonansi ini,
gelombang tersebut saling menguatkan.
Kedua, adanya kesamaan frekuensi natural
antara geologi setempat dengan bangunan. Gambar 3.1 Titik Pengukuran pada
Ini akan mengakibatkan resonansi antara Sumenep
bangunan dan tanah setempat. Akibatnya,
getaran tanah pada bangunan lebih kuat
(Nakamura, 2000).
Untuk perhitungan Spectrum,
spektrum Fourier dari setiap jendela waktu
yang dipilih dihaluskan dan kemudian
kurva rata-rata dihitung. Untuk perhitungan
H / V, spektrum Fourier horizontal (NS dan
EW) pertama kali digabungkan dan
kemudian penghalusan diterapkan pada
spektrum Fourier horizontal yang digabung
dan pada spektrum Fourier vertikal. Gambar 3.2 Titik Pengukuran pada Wilayah
Terdapat beberapa metode untuk Sumenep yang ditumpuk dengan Peta Geologi
(warna abu menunjukkan penyusun lapisannya Gambar 3.2 Flowchart pengolahan data
adalah aluvium) mikrotremor single station menggunakan
metode HSVR dengan software Geopsy
Filter yang digunakan pada
pengolahan kali ini yaitu Low pass dengan
frekuensi cut off 10 Hz. Hal ini dikarenakan
pada frekuensi lebih dari 10 Hz merupakan
traffic noise sedangkan noise (ambient
noise) yang digunakan yaitu kurang dari 10
Hz. (Andri, 2009).
Parameter smoothing H/V yang
digunakan yaitu Konno-Ohmachi dengan
bandwith 40 Hz. Semakin kecil nilai
bandwith maka semakin smooth hasil H/V
tetapi nilai amplitudo kurang sesuai dengan
data pengukuran. Maka, digunakan
bandwith 40 Hz agar hasil amplitudo sesuai
dengan data pengukuran dan grafik H/V
lebih smooth.
Setelah didapatkan hasil smoothing
H/V selanjutnya dilakukan picking window
secara manual. Parameter data yang tidak
diinginkan yaitu jika tiba-tiba sinyal
terdapat peak amplitudo yang signifikan
Gambar 3.1 Flowchart pengolahan data dibandingkan dengan amplitudo rata-
mikrotremor ratanya. Maka, sinyal yang tidak diinginkan
tersebut merupakan traffic noise.
IV. Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan kondisi geologinya,
lokasi ppenelitian, tempat penelitian
tersusun atas alluvium. Data topografi
menjadi dasar untuk melihat ketebalan
sedimen dari permukaan. Prinsip dasar dari
hubungan antara respon lokasi (frekuensi
resonansi) dan ketebalan sedimen dapat
dijelaskan melalui sebuah model dua-
lapisan yang sederhana. Prinsipnya dapat
dilihat pada Gambar 4.1
Gambar 4.2. Peta Indeks Kerentanan
Seismik

Gambar 4.1 prinsip dasar respon lokasi


mikrotremor

Pada Gambar 4.1, terdapat sebuah Gambar 4.3 Peta Sebaran Amplifikasi
basement hardrock yang ditutupi oleh
sedimen dengan ketebalan m dan kecepatan
gelombang geser Vs. Frekuensi resonansi
dari sistem terdapat pada lapisan yang
ketebalannya adalah λ/4 atau biasa disebut
lapisan halfspace. Hal tersebut disebabkan
karena pada ketebalan λ/4 terjadi amplitudo
maksimum.
Tingkat kerentanan tanah
menunjukkan tingkat kerusakan pada suatu
wilayah jika mengalami adanya pergerakan
tanah atau gempa bumi.
Berdasarkan literasi tabel klasifikasi Gambar 4.4 Peta Sebaran Ketebalan
tanah menurut Kanai, frekuensi dominan Sedimen
dari pengolahan data ini dapat
diklasifikasikan menurut jenisnya yang
tertera pada Tabel 2. Maka, hasil dari
pengolahan 14 titik didapatkan peta sebaran
frekuensi natural, amplifikasi, ketebalan
sedimen, dan indeks kerentanan seismik.

Gambar 4.5 Peta Sebaran Frekuensi


Natural
Pada peta persebaran frekuensi bekas rawa. Mitigasi yang dapat dilakukan
natural, didapatkannilai sebaran nilai f0 adalah dengan membangun bangunan yang
antara 2 – 11,5 Hz. Berdasarkan literasi, memenuhi syarat sebagai bangunan tahan
nilai f0 yang rendah yaitu 2 Hz gempa pada daerah yang memiliki nilai
menunjukkan daerahnya merupakan indeks kerentanan seismik dan amplifikasi
dataran yang disusun oleh batuan lunak yang tinggi.
yang didominasi oleh aluvium, yang mana
pada daerah tersebut . Sedangkan semakin V. Kesimpulan
berbatasan langsung dengan laut. ke arah Pada peta persebaran frekuensi
barat, nilai persebaran frekuensi naturalnya natural, didapatkan nilai sebaran nilai f0
semakin tinggi hingga mencapai 11,5 Hz. antara 2 – 11,5 Hz merupakan dataran yang
Maka, pada daerah tersebut penyusun disusun oleh batuan lunak yang didominasi
lapisan tanahnya merupakan batuan tersier oleh aluvium, ke arah barat, nilai
yakni hard sandy atau gravel. Nilai f0 juga persebaran frekuensi naturalnya semakin
berkaitan dengan tebalnya aluvium yang tinggi hingga mencapai 11,5 Hz, semakin
membentuk dataran tersebut, yang mana ke timur harga amplifikasinya semakin naik
sesuai yang ditunjukkan oleh gambar 4.4, dari 0,8 hingga 6,2. Semakin ke arah timur
semakin ke arah timur ketebalan ketebalan sedimennya semakin tebal
sedimennya semakin tebal hingga 31 m. hingga 31 m. Sedangkan semakin ke arah
Sedangkan semakin ke arah barat, yang barat, yang mana frekuensi naturalnya
mana frekuensi naturalnya semakin besar, semakin besar, ketebalan sedimennya
ketebalan sedimennya semakin tipis. semakin tipis. Indeks kerentanan seismik,
Untuk sebaran amplifikasi yang yang mana indeks tertinggi yakni 12 juga
ditunjukkan oleh gambar 4.3, semakin ke berada pada daerah yang memiliki
timur harga amplifikasinya semakin naik amplifikasi yang tinggi. Daerah pantai
dari 0,8 hingga 6,2. Hal ini berkaitan yang merupakan endapan aluvium yang
dengan indeks kerentana seismik pada memiliki indeks kerentanan seismik tinggi,
gambar 4.2, yang mana indeks tertinggi ternyata mengalami kerusakan parah saat
yakni 12 juga berada pada daerah yang terjadi gempabumi. Nilai indeks kerentanan
memiliki amplifikasi yang tinggi. seismik berubah mengecil setelah
Amplifikasi memiliki kaitan yang erat memasuki daerah perbukitan berbatuan
dengan nilai rasio keruskan, oleh karena itu lebih keras yang tidak mengalami
daerah penelitian bagian timur yang kerusakan saat gempabumi.
memiliki amplifikasi yang tinggi akan
mengalami kerusakan maksimum
dibandingkan dengan daerah barat yang Daftar Pustaka
nilai amplifikasinya rendah apabila terjadi Konno, K., Ohmachi, T. 1998. Ground-
gempa bumi. Motion Characteristics Estimated from
Daerah pantai yang merupakan Spectral Ratio between Horizontal and
endapan aluvium yang memiliki indeks Vertical Components of Microtremor.
kerentanan seismik tinggi, ternyata Bulletin of the Seismological Society of
mengalami kerusakan parah saat terjadi America. 88(01): 228-241
gempabumi. Nilai indeks kerentanan Nakamura, Y. 2000. Clear identification of
seismik berubah mengecil setelah fundamental idea of Nakamura’s
memasuki daerah perbukitan berbatuan technique and its applications, Proc. of
lebih keras yang tidak mengalami the 12th World Congresss on
kerusakan saat gempabumi. Hal serupa Earthquake Engineering, Aucklland,
juga dinyatakan Gurler drr.(2000) bahwa New Zealand.
indeks kerentanan tinggi terdapat dekat Setiaji, A. 2009. Analisis Kualitas Data
jalur aliran sungai, kawasan reklamasi, dan Seismik 6 Stasiun Indonesia
Menggunakan PQLX [skripsi].
Indonesia : UIN Jakarta
Situmorang, R.L, Agustianto, Suparman,
M. 1992. Geologi Lembar Waru-
Sumenep, Jawa. Bandung. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi

Anda mungkin juga menyukai