LIMFADENITIS TB
Disusun oleh :
Dr. Caesario Fajar F
Pembimbing :
Dr. Sri Hartati
Keluhan Utama :
Os datang dengan keluhan benjolan di ketiak Sejak 1 bulan yang lalu,
Riwayat Pengobatan
Pasien belum berobat untuk mengatasi benjolan di ketiak nya selama ini. Pasien sedang
menjalani pengobatan Tbc kategori 1 saat ini dan sedang mengalami pengobatan jalan bulan ke
tiga.
Pemeriksaan fisik
Keadaaan umum : Tampak ssakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Status gizi
Berat badan : 61kg
Tinggi badan : 179 cm
IMT : 19,06
Tanda vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Laju pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36oC
Status Generalis
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Hidung : Normonasi, darah (-/-), sekret (-/-)
Telinga : Normotia, darah (-/-), sekret (-/-)
Mulut : Sianosis (-)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), JVP 5-3cm H2O diatas angulus
sternalis.
Thorax “Pulmo”
Inspeksi : Simetris, tidak ada retraksi sela iga
Palpasi : Nyeri tekan (-), Vocal fremitus (+/+)
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Wheezing (-/-), Ronkhi (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak pada ICS V linea midsternalis sinistra
Palpasi : Ictus cordis teraba dengan pulsasi lemah pada ICS V linea midsternalis sinistra
Perkusi
Batas atas : ICS II linea parasternal sinistra
Batas kanan : ICS IV linea parasternal dextra
Batas kiri : ICS V linea mid clavicularis sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Perut terlihat datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen
Palpasi : Perut supel, nyeri tekan (-) Epigastrium, hepatosplenomegali (-)
RESUME :
Os datang ke Poli pkpr dengan keluhan terdapat benjolan di ketiak nya sejak sebulan
yang lalu, os mengira hanya benjolan biasa saja, tetapi semakin lama semakin membesar
semenjak 1 bulan ini, os mengakui sedang menjalani pengobatan tb kategori 1 sudah 3 bulan
berjalan. Os bercerita benjolan tersebut nyeri bila di tekan. Os terkadang mengeluhkan mudah
lelah dan nafsu makan menurun. Keluhan di sertai dengan demam, dan penurunan berat badan
dalam beberapa minggu ini.
Benjolan teraba hangat, berwana kemerahan, nyeri bila di tekan, terfixir dengan
konsistensi lunak. Dilingkungan rumahnya orang tua laki lakinya mempunyai riwayat tb dan
didikung pula fakor predisposisi nya dengan kakak pasien merokok di lingkungan rumah.
DIAGNOSIS KERJA
Limfadenitis Tb
DIAGNOSIS BANDING
Sarchoidosis
Limfadenopati
PENATALAKSANAAN
1. UMUM
a. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit
b. Menjelaskan bahwa Limfadenitis TB adalah penyakit kelnjar getah bening di
karenakan infeksi oleh kuman bacteri micobacterium tuberculosis.
c. Menerangkan pentingnya menjaga kebersihan perseorangan dan lingkungan tempat
tinggal
d. Menjelaskan pentingnya mengobati anggota keluarga yang menderita tbc atau yang
mempunyai riwayat sebelumnya.
e. Menjelaskan pola diet
2. KHUSUS
a. Lanjut pengobatan OAT kategori 1
b. Simtomatik
Nyeri : Asam mefenamat 3 x 500mg
Demam : Parasetamol 3 x 500mg
NSAID : Prednison 2 x 5mg
PLANING
Rujuk ke Sp.P : Rs. Setia mitra
o Konsul ke Sp.B : Untuk dilakukan Biopsi dan kirim Ke PA.
TINJAUAN PUSTAKA
Limfadenitis TB
Limfadenitis merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening, sedangkan
limfadenitis tuberculosis (TB) merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening
yang disebabkan oleh basil tuberculosis. Apabila peradangan terjadi pada kelenjar limfe di
leher disebut dengan scrofula. Limfadenitis pada kelenjar limfe di leher inilah yang biasanya
paling sering terjadi. Istilah scrofula diambil dari bahasa latin yang berarti pembengkakan
kelenjar. Infeksi M. tuberculosis pada kulit disebabkan oleh perluasan langsung tuberculosis ke
kulit dari struktur dasarnya atau terpajan langsung melalui kontak dengan M. tuberculosis yang
disebut dengan scrofuloderma.
Etiologi Limfadenitis TB
Limfadenitis tuberkulosis disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis.
Mycobacterium tergolong dalam family Mycobactericeae dan ordo Actinomyceales. Spesies
patogen yang termasuk dalam Mycobacterium kompleks, yang merupakan agen penyebab
penyakit yang tersering dan terpenting adalah Mycobacterium tuberculosis. Yang tergolong
dalam Mycobacterium tuberculosis complex adalah M.tuberculosae, M. bovis, M. caprae, M.
africanum, M. microti,M.pinnipedii,M.canettii.Pembagian tersebut berdasarkan perbedaan
epidemiologi.
Basil TB adalah bakteri aerobic obligat berbentuk batang tipis lurus berukuran 0,4 x 3 µm dan
tidak berspora. Pada media buatan berbentuk kokoid dan filamentous tampak bervariasi dari
satu spesies ke spesies lain. Mycobacteria
termasuk M.tuberculosis tidak dapat diwarnai dengan pewarnaan gram dan hanya dapat
diwarnai dengan pewarnaan khusus yang sangat kuat mengikat zat warna tersebut sehingga
tidak dapat dilunturkan walaupun menggunakan asam alkohol, sehingga dijuluki bakteri tahan
asam. M. tuberculosis mudah mengikat pewarna Ziehl-Neelsen atau karbol fuchsin.
Dinding bakteri Mycobacteria kaya akan lipid yang terdiri dari asam mikolat, lilin, dan fosfat.
Muramil dipeptida yang membuat kompleks dengan asam mikolat dapat menyebabkan
pembentukan granuloma. Lipid inilah yang bertanggung jawab pada sifat tahan asam bakteri
Mycobacteria.
Patogenesis
Secara umum penyakit tuberkulosis dapat diklasifikasikan menjadi TB pulmoner dan Tb
ekstrapulmoner. TB pulmoner dapat diklasifikasikan menjadi TB pulmoner primer dan TB
pulmoner post-primer (sekunder). Basil tuberkulosis juga dapat menginfeksi organ lain selain
paru, yang disebut sebagai TB ekstrapulmoner. Organ ekstrapulmoner yang sering diinfeksi
oleh basil tuberkulosis adalah kelanjar getah bening, pleura, saluran kemih, tulang, menigens,
peritoneum, dan pericardium.
TB primer terjadi pada saat seseorang pertama kali terpapar terhadap basil tuberkulosis. Basil
TB ini masuk ke paru dengan cara inhalasi droplet. Sampai di paru, basil TB ini akan difagosit
oleh makrofag dan akan mengalami dua kemungkinan. Pertama, basil TB akan mati difagosit
oleh makrofag. Kedua, basil TB akan dapat bertahan hidup dan bermultiplikasi dalam
makrofag sehingga basil TB akan dapat menyebar secara limfogen, perkontinuitatum,
bronkogen, bahkan hematogen. Penyebaran basil TB ini pertama sekali secara limfogen menuju
kelenjar limfe regional di hilus, di mana penyebaran basil TB tersebut akan menimbulkan
reaksi inflamasi di sepanjang saluran limfe (limfangitis) dan kelenjar limfe regional
(limfadenitis). Pada orang yang mempunyai imunitas baik, dalam waktu 3-4 minggu setelah
ineksi akan terbentuk imunitas seluler. Imunitas seluler ini akan membatasi penyebaran basil
TB dengan cara menginaktivasi basil TB dalam makrofag membentuk suatu focus primer yang
disebut focus Ghon. Fokus Ghon bersama-sama dengan limfnagitis dan limfadenitis regional
disebut dengan komplek Ghon. Terbentuknya focus Ghon mengimplikasikan dua hal penting.
Pertama, focus Ghon berarti dalam tubuh seseorang sudah terdapat imunitas seluler yang
spesifik terhadap basil TB. Kedua, focus Ghon merupakan suatu lesi penyembuhan yang
didalamnya berisi basil TB dalam keadaan laten yang dapat bertahan hidup dalam beberapa
tahun dan bisa tereaktivasi kembali menimbulkan penyakit.
Jika terjadi reaktivasi atau reinfeksi basil TB pada orang yang sudah memiliki imunitas seluler,
hal ini disebut dengan TB-post primer. Adanya imunitas seluler akan mebatasi peneybaran
basil TB lebih cepat daripada TB primer disertai dengan pembentukan jaringan keju (kaseosa).
Sama seperti pada Tb primer, basic TB pada TB post-primer dapat menyebar terutama melalui
aliran limfe menuju kelenjar limfe lalu ke semua organ. Kelenjar limfe hilus, mediastinal, dan
paratrakeal merupakan tempat penyebaran pertama dari infeksi TB pada parenkim paru.
Basil TB juga dapat menginfeksi kelenjar limfe tanpa terlebih dahulu menginfeksi paru. Basil
TB ini akan berdiam di mukosa orofaring setelah basil
TB masuk melalui inhalasi droplet. Di mukosa orofaring basil TB akan difagosit oleh makrofag
dan di bawa ke tonsil, selanjutnya akan di bawa ke kelenjar limfe di leher.
Manifestasi Klinis
Limfadenitis adalah presentasi klinis paling sering dari TB ekstrapulmoner. Limfadenitis TB
juga dapat merupakan manifestasi lokal dari penyakit sistemik. Pasien biasanya datang dengan
keluhan pembesaran kelenjar getah bening yang lambat. Pada pasien limfadenitis TB dengan
HIV-negatif, limfadenopati leher terisolasi adalah manifestasi yang paling sering dijumpai
yaitu sekitar 2/3 pasien. Oleh karena itu, infeksi mikobakterium harus menjadi salah satu
diagnosis banding dari pembengkakan kelenjar getah bening, terutama pada daerah yang
endemis. Durasi gejala sebelum diagnosis berkisar dari beberapa minggu sampai beberapa
bulan.
Limfadenitis TB paling sering melibatkan kelenjar getah bening servikalis, kemudian diikuti
berdasarkan frekuensinya oleh kelenjar mediastinal, aksilaris, mesenterikus, portal hepatikus,
perihepatik dan kelenjar inguinalis.
Lokasi limfadenitis meliputi:
Limfadenitis daerah kepala dan leher
Kelenjar getah bening servikal teraba pada sebagian besar anak, tetapi ditemukan juga pada
56% orang dewasa. Penyebab utama limfadenopati servikal adalah infeksi; pada anak,
umumnya berupa infeksi virus akut yang swasirna.
Pada infeksi mikobakterium atipikal, cat-scratch disease, toksoplasmosis, limfadenitis Kikuchi,
sarkoidosis, dan penyakit Kawasaki, limfadenitis dapat berlangsung selama beberapa bulan.
Limfadenitis supraklavikula kemungkinan besar (54%-85%) disebabkan oleh keganasan.3
Kelenjar getah bening servikal yang mengalami inflamasi dalam beberapa hari, kemudian
berfluktuasi (terutama pada anak-anak) khas untuk limfadenitis akibat infeksi stafilokokus dan
streptokokus. Kelenjar getah bening servikal yang berfluktuasi dalam beberapa minggu sampai
beberapa bulan tanpa tanda-tanda inflamasi atau nyeri yang signifikan merupakan petunjuk
infeksi mikobakterium, mikobakterium atipikal atau Bartonella henselae (penyebab cat scratch
disease). Kelenjar getah bening servikal yang keras, terutama pada orang usia lanjut dan
perokok menunjukkan metastasis keganasan kepala dan leher (orofaring, nasofaring, laring,
tiroid, dan esofagus). Limfadenitis servikal merupakan manifestasi limfadenitis tuberkulosa
yang paling sering (63-77% kasus), disebut skrofula. Kelainan ini dapat juga disebabkan oleh
mikobakterium nontuberkulosa.
Limfadenitis epitroklear
Terabanya kelenjar getah bening epitroklear selalu patologis. Penyebabnya meliputi infeksi di
lengan bawah atau tangan, limfoma, sarkoidosis, tularemia, dan sifilis sekunder.
Limfadenitis aksila
Sebagian besar limfadenitis aksila disebabkan oleh infeksi atau jejas pada ekstremitas atas.
Adenokarsinoma payudara sering bermetastasis ke kelenjar getah bening aksila anterior dan
sentral yang dapat teraba sebelum ditemukannya tumor primer. Limfoma jarang bermanifestasi
sejak awal atau, kalaupun bermanifestasi, hanya di kelenjar getah bening aksila. Limfadenitis
antekubital atau epitroklear dapat disebabkan oleh limfoma atau melanoma di ekstremitas, yang
bermetastasis ke kelenjar getah bening ipsilateral.
Limfadenitis supraklavikula
Limfadenitis supraklavikula mempunyai keterkaitan erat dengan keganasan. Pada penelitian,
keganasan ditemukan pada 34% dan 50% penderita. Risiko paling tinggi ditemukan pada
penderita di atas usia 40 tahun. Limfadenitis supraklavikula kanan berhubungan dengan
keganasan di mediastinum, paru, atau
esofagus. Limfadenitis supraklavikula kiri (nodus Virchow) berhubungan dengan keganasan
abdominal (lambung, kandung empedu, pankreas, testis, ovarium, prostat).
Limfadenitis inguinal
Limfadenitis inguinal sering ditemukan dengan ukuran 1-2 cm pada orang normal, terutama
yang bekerja tanpa alas kaki. Limfadenitis reaktif yang jinak dan infeksi merupakan penyebab
tersering limfadenitis inguinal. Limfadenitis inguinal jarang disebabkan oleh keganasan.
Karsinoma sel skuamosa pada penis dan vulva, limfoma, serta melanoma dapat disertai
limfadenitis inguinal. Limfadenitis inguinal ditemukan pada 58% penderita karsinoma penis
atau uretra.
Limfadenitis generalisata
Limfadenitis generalisata lebih sering disebabkan oleh infeksi serius, penyakit autoimun, dan
keganasan, dibandingkan dengan limfadenitis lokalisata. Penyebab jinak pada anak adalah
infeksi adenovirus. Limfadenitis generalisata dapat disebabkan oleh leukemia, limfoma, atau
penyebaran kanker padat stadium lanjut. Limfadenitis generalisata pada penderita AIDS dapat
terjadi karena tahap awal infeksi HIV, tuberkulosis, kriptokokosis, sitomegalovirus,
toksoplasmosis, dan sarkoma Kaposi. Lokasi kelenjar getah bening daerah leher dapat dibagi
menjadi 6 level. Pembagian ini berguna untuk memperkirakan sumber keganasan primer yang
mungkin bermetastasis ke kelenjar getah bening tersebut dan tindakan diseksi leher.
Menurut Sharma (2009), pada pasien dengan HIV-negatif maupun HIV- positif, kelenjar limfe
servikalis adalah yang paling sering terkena, diikuti oleh kelenjar limfe aksilaris dan inguinalis.
Pembekakan kelenjar limfe dapat terjadi secara unilateral atau bilateral, tunggal maupun
multiple, di mana benjolan ini biasanya tidak nyeri dan berkembang secara lambat dalam
hitungan minggu sampai bulan, dan paling sering berlokasi di region servikalis posterior dan
yang lebih jarang di region supraklavikular.
Gambar 2.11 Level kelenjar getah bening leher Tabel 2.1 Kelompok kelenjar getah bening daerah leher
berdasarkan level
Keterlibatan multifokal ditemukan pada 39% pasien HIV-negatif dan pada 90% HIV-positif.
Pada pasien HIV-positif, keterlibatan multifokal, limfadenopati intratorakalis dan
intraabdominal serta TB paru adalah sering ditemukan.
Beberapa pasien dengan limfadenitis TB dapat menunjukkan gejala sistemik yaitu seperti
demam, penurunan berat badan, fatigue dan keringat malam. Lebih dari 57% pasien tidak
menunjukkan gejala sistemik.
Menurut Jones dan Campbell dalam Mohapatra (2009) limfadenopati tuberkulosis perifer dapat
diklasifikasikan ke dalam lima stadium yaitu:
Stadium 1, pembesaran kelenjar berbatas tegas, mobile dan diskret
Stadium 2, pembesaran kelenjar yang kenyal serta terfiksir ke jaringan sekitar oleh karena
adanya periadenitis
Stdium 3, perlunakan di bagian tengah kelenjar (central softening) akibat pembentukan abses
Stadium 4, pembentukan collar-stud abscess
Stadium 5, pembentukan traktus sinus
Gambaran klinis limfadenitis TB bergantung pada stadium penyakit. Kelenjar limfe yang
terkena biasanya tidak nyeri kecuali, terjadi infeksi sekunder bakteri, pembesaran kelenjar yang
cepat atau koinsidensi dengan infeksi HIV. Abses kelenjar limfe dapat pecah, dan kemudian
kadang-kadang dapat terjadi sinus yang tidak menyembuh secara kronis dan pembentukan
ulkus. Pembentukan fistula terjadi pada 10% dari limfadentis TB servikalis.
Skrofuloderma adalah infeksi mikobakterial pada kulit yang disebabkan oleh perluasan
langsung infeksi TB ke kulit dari struktur dibawahnya atau oleh paparan langsung terhadap
basil TB.
Limfadenitis mediastinal lebih sering terjadi pada anak-anak. Pada dewasa limfadenitis
mediastinal jarang menunjukkan gejala. Manifestasi yang jarang terjadi pada pasien dengan
keterlibatan kelenjar limfe mediastinal termasuk disfagia, fistula oesophagomediastinal, dan
fistula tracheooesophageal. Pembengkakan kelenjar limfe mediastinal dan abdomen atas juga
dapat menyebabkan obstruksi duktus torasikus dan chylothorax, chylous ascites ataupun
chyluria. Pada keadaan tertentu, obstruksi biliaris akibat pembesaran kelenjar limfe dapat
menyebabkan obstructive jaundice. Tamponade jantung juga pernah dilaporkan terjadi akibat
limfadenitis mediastinal.
Pembengkakan kelenjar getah bening yang berukuran > 2 cm biasanya disebabkan oleh M.
tuberculosis. Pembengkakan yang berukuran < 2 cm biasanya
disebabkan oleh mikobakterium atipik, tetapi tidak menutup kemungkinan pembengkakan
tersebut disebabkan oleh M. tuberculosis.
Diagnosis
Untuk mendiagnosa limfadenitis TB dilakukan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang lengkap. Selain itu ditunjang oleh pemeriksaan penunjang seperti
pemeriksaan mikrobiologi, tes tuberculin, pemeriksaan sitologi, dan pemeriksaan
radiologis. Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut penting untuk membantu dalam membuat
diagnosis awal yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam memberikan pengobatan
sebelum diagnosis akhir dapat dibuat berdasarkan biopsi dan kultur. Selain itu, juga penting
untuk membedakan jenis penyebab infeksi apakah karena mikobakterium tuberkulosis atau
non-tuberkulosis. Beberapa pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa
limfadenitis TB :
Pemeriksaan Mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi yang meliputi pemeriksaan mikroskopis dan kultur. Pemeriksaan
mikroskopis dilakukan dengan pewarnaan Ziehl- Neelsen. Spesimen untuk pewarnaan dapat
diperoleh dari sinus atau biopsiaspirasi. Dengan pemeriksaan ini kita dapat memastikan adanya
basilmikobakterium pada spesimen, diperlukan minimal 10.000 basil TB agar perwarnaan
dapat positif. Kultur juga dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis limfadenitis
TB. Adanya 10-100 basil/mm3 cukup untuk membuat hasil kultur positif. Hasil kultur positif
hanya pada 10-69% kasus. Berbagai media dapat digunakan seperti Petregnani, Trudeau,
Middle-brook, danBactec TB. Diperlukan waktu beberapa minggu untuk mendapatkan
hasilkultur. Pada adenitis tuberkulosa, M.tuberculosis adalah penyebab tersering,diikuti oleh
M.bovis.
Tes Tuberkulin
Tuberkulin adalah komponen protein kuman TB yang mempunyai sifat antigenik yang kuat.
Jika disuntikkan secara intrakutan kepada seseorang yang telah terinfeksi TB (telah ada
kompleks primer dalam tubuhnya dan telah terbentuk imunitas selular terhadap TB), maka akan
terjadi reaksi berupa indurasi di lokasi suntikan. Indurasi ini terjadi karena vasodilatasi lokal,
edema, endapan fibrin dan terakumulasinya sel-sel inflamasi di daerah suntikan.
Prinsip dasar uji tuberkulin adalah sebagai berikut:
Infeksi M.tuberculosis sel limfosit T berproliferasi, tersensitisasi masuk ke aliran darah,
bersirkulasi berbulan-bulan/ bertahun-tahun.
Proses sensitisasi terjadi dalam kelenjar getah bening regional (2-12 jam setelah infeksi).
Injeksi tuberkulin pada kulit menstimulasi sel limfosit respons hipersensitivitas tipe
lambat (delayed-type hypersensitivity/ DTH) yang memerlukan waktu berjam-jam.
Reaktivitas kulit: vasodilatasi, edema, infiltrasi sel-sel limfosit, basofil, monosit dan netrofil ke
lokasi suntikan.
Antigen-spesific limfosit T akan berproliferasi dan melepaskan limfokin, yg akan mengundang
akumulasi sel-sel lain ke lokasi suntikan terjadi indurasi yg mencerminkan aktivitas DTH.
Uji tuberkulin memiliki sensitivitas dan spesifisitas > 90%. Tuberkulin yang tersedia di
Indonesia saat ini adalah PPD RT-23 2TU (tuberculin unit) buatan Statens Serum Institute
Denmark, dan PPD (purified protein derivative) dari Biofarma.
Uji tuberkulin cara Mantoux dilakukan dengan menyuntikkan 0,1 ml PPD RT 23 2TU atau
PPD S 5TU, secara intrakutan di bagian volar lengan bawah. Pembacaan dilakukan 48-72 jam
setelah penyuntikan. Pengukuran dilakukan terhadap indurasi yang timbul, bukan hiperemi atau
eritemanya. Indurasi diperiksa dengan cara palpasi untuk menentukan tepi indurasi, transversal
indurasi diukur dengan alat pengukur transparan, dan hasilnya dinyatakan dalam milimeter.
Jika tidak timbul indurasi sama sekali, hasilnya dilaporkan sebagai 0 mm, jangan hanya
dilaporkan sebagai negatif. Selain ukuran indurasi, perlu dinilai tebal tipisnya indurasi dan
perlu dicatat jika ditemukan vesikel hingga bula.
Negatif palsu
Masa inkubasi
Penyimpanan tidak baik dan penyuntikan salah
Interpretasi tidak benar
Menderita tuberkulosis luas dan berat
Disertai infeksi virus (campak, rubella, cacar air, influenza, HIV)
Imunokompetensi selular, termasuk pemakaian kortikosteroid
Kekurangan komplemen
Demam
Leukositosis
Malnutrisi
Sarkoidosis
Psoriasis
Jejunoileal by pass
Terkena sinar ultraviolet (matahari, solaria)
Defisiensi pernisiosa
Uremia
Untuk mempermudah pemahaman mengenai konsep infeksi TB dan sakit TB, maka dibuat
klasifikasi TB oleh American Thoracic Society (ATS) dan Centers for Disease Control and
Prevention (CDC) Amerika sesuai tabel berikut.
Tabel 2.3 Klasifikasi individu berdasarkan status tuberkulosisnya4
Kelas Pajanan (kontak Infeksi (uji (sakit (uji tuberkulin,
dengan pasien TB tuberkulin klinis, dan pemeriksaan
aktif) positif) penunjang positif)
0 - - -
1 + - -
2 + + -
3 + + +
Uji Interferon
Pemeriksaan IGRA (interferon gamma release assay) didasarkan pada adanya pelepasan
sitokin inflamasi yang dihasilkan oleh sel T limfosit yang sebelumnya telah tersensitisasi oleh
antigen M. tuberculosis. Pada uji IFN-γ, limfosit darah tepi distimulasi secara in-vitro dan
kadar IFN-γ yang dihasilkan oleh sel limfosit T yang telah tersensitisasi oleh antigen protein
spesifik M. tuberculosis yaitu early secretory antigenic target-6 (ESAT-6) dan culture filtrate
protein-10 (CFP-10). Hasil pemeriksaan ini belum dapat membedakan infeksi saja atau ada
penyakit TB.
Pemeriksaan IGRA ini memiliki spesifitas lebih tinggi daripada uji tuberkulin karena tidak ada
reaksi silang dengan vaksinasi BCG dan infeksi mikobakterium atipik. Ada 2 macam
pemeriksaan IGRA, yaitu quantiferon TB gold dan T-spot-TB. Quantiferon TB-gold mengukur
jumlah IFN-γ dengan ELISA yang dinyatakan dalam pg/ml atau IU/ml. T-spot-TB menghitung
jumlah IFN-γ secreting T-cell berupa titik-titik (spot foaming cells). Pemeriksaan IGRA belum
dibuktikan hasilnya pada anak-anak.
Serologi
Berbagai penelitian dan pengembangan pemeriksaan imunologi antigen- antibodi spesifik
untuk M. tuberculosis ELISA dengan menggunakan PPD, A60, 38kDa, lipoarabinomanan
(LAM) dengan bahan pemeriksaan dari darah, sputum, cairan bronkus (bronkus dan
bronchoalveolar lavage; BAL), cairan pleura, dan CSS terus dilakukan. Beberapa pemeriksaan
serologis yang ada: PAP TB, mycodot, immunochromatographic test (ICT), dan lain-lain masih
belum bisa membedakan antara infeksi TB dan sakit TB. Tes serologis ini memiliki sensitivitas
19-68% dan spesifitas 40-98%.
Patologi Anatomi
Pemeriksaan PA dapat menunjukkan gambaran granuloma yang ukurannya kecil, terbentuk
dari agregasi sel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Granuloma tersebut mempunyai
karakteristik perkijuan atau area nekrosis kaseosa di tengah granuloma. Gambaran khas lainnya
adalah ditemukannya multinucleated giant cell (sel datia Langhans). Diagnosis histopatologi
dapat ditegakkan dengan menemukan perkijuan (kaseosa), sel epiteloid, limfosit, dan sel datia
Langhans. Kadang dapat ditemukan juga BTA.
Kendala pemeriksaan PA adalah sulitnya didapatkan spesimen yang representatif. Spesimen
yang paling mudah dan paling sering diperiksa adalah limfadenopati kolli. Idealnya kelenjar
diambil secara utuh agar gambaran histopatologi yang khas dapat terlihat. Pemeriksaan PA
kelenjar limfe ini mempunyai perancu, yaitu infeksi M. atipik dan limfadenitis BCG yang
secara histopatologi sulit dibedakan dengan TB.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan limfadenitis TB secara umum dibagi menjadi dua bagian, yakni secara
farmakologis dan non farmakologis. Terapi non farmakologis adalah dengan pembedahan,
sedangkan terapi farmakologis memiliki prinsip dan regimen obatnya yang sama dengan
tuberkulosis paru.
Terapi Farmakologis
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) (2011) mengklasifikasikan limfadenitis TB ke
dalam TB ekstra paru dan mendapat terapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) Kategori I. Regimen
obat yang digunakan adalah 2HRZE/4H3R3. Obat yang digunakan adalah Rifampisin,
Isoniazid, Pirazinamid, dan Etambutol.
Tabel 2.4 Golongan Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Kategori 1 (2HRZE/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, dancEtambutol diberikan setiap
hari selama 2 bulan. Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari Rifampisin
dan Isoniazid diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan.