Anda di halaman 1dari 6

KUIS BESAR FARMAKOTERAPI II

SEPSIS

Disusun oleh :

EFFI DORLIN ASMARA DEILU 611810071


CORNELIS K.T KONDA 611810085
INGRID EMILIA RANGGAJAWA 611810083
MARLENI RINA NGONGO 611810090
YOVITA ELLY SETYAWATI 611810114

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS MA CHUNG
MEI 2019
SEPSIS
1. Definisi
Sepsis merupakan respon sistemik pejamu terhadap infeksi dimana patogen atau
toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivasi proses inflamasi.
Berbagai definisi sepsis telah diajukan, namun definisi yang saat ini digunakan di klinik
adalah definisi yang ditetapkan dalam consensus American College of Chest Physician
dan Society of Critical Care Medicine pada tahun 1992 yang mendefinisikan sepsis,
sindroma respon inflamasi sistemik (systemic inflammatory response syndrome/ SIRS),
sepsis berat, dan syok/renjatan septik (Chen et.al,2009).
Terminologi dan definisi sepsis :
a. Sindroma respons inflamasi sistemik (SIRS: systemic inflammatory response
syndrome) Respon tubuh terhadap inflamasi sistemik mencakup 2 atau lebih keadaan
berikut:
- suhu >38°C atau <36°C
- frekuensi jantung >90 kali/menit
- frekuensi nafas >20 kali/menit atau PaCO2 <32 mmHg
- leukosit darah >12.000/mm3, <4.000/mm3 atau batang >10%
b. Sepsis : keadaan klinis berkaitan dengan infeksi dengan manifestasi SIRS.
c. Sepsis berat : sepsis yang disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi atau hipotensi
termasuk asidosis laktat, oliguria, dan penurunan kesadaran.
d. Ranjatan septik : sepsis dengan hipotensi meskipun telah diberikan resusitasi cairan
secara adekuat atau memerlukan vasopressor untuk mempertahaankan tekanan darah
dan perfusi organ.
2. Etiologi
Sepsis biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri (meskipun sepsis dapat disebabkan
olehvirus, atau semakin sering, disebabkan oleh jamur). Mikroorganisme kausal yang paling
sering ditemukan pada orang dewasa adalah Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan
Streptococcus pneumonia. Spesies Enterococcus, Klebsiella, dan Pseudomonasjuga sering

ditemukan.
3. Tanda dan Gejala
Manifestasi dari respon sepsis biasanya ditekankan pada gejala dan tanda-tanda penyakit yang
mendasarinya dan infeksi primer. Tingkat di mana tanda dan gejala berkembang mungkin
berbeda dari pasien dan pasien lainnya, dan gejala pada setiap pasien sangat bervariasi.
Sebagai contoh, beberapa pasien dengan sepsis adalah normo-atau hipotermia, tidak ada
demam paling sering terjadi pada neonatus, pada pasien lansia, dan pada orang dengan uremia
atau alkoholisme (Munford, 2008). Pasien dalam fase awal sepsis sering mengalami cemas,
demam, takikardi, dan takipnea (Dasenbrook & Merlo, 2008). Tanda-tanda dari sepsis sangat
bervariasi. Berdasarkan studi, demam (70%), syok (40%), hipotermia (4%), ruam
makulopapular, petekie, nodular, vesikular dengan nekrosis sentral (70% dengan
meningococcemia), dan artritis (8%). Demam terjadi pada <60% dari bayi dibawah 3 bulan
dan pada orang dewasa diatas 65 tahun (Gossman & Plantz, 2008). Pada sepsis berat muncul
dampak dari penurunan perfusi mempengaruhi setidaknya satu organ dengan gangguan
kesadaran, hipoksemia (PO2 <75 mmHg), peningkatan laktat plasma, atau oliguria (≤30 ml /
jam meskipun sudah diberikan cairan). Sekitar satu perempat dari pasien mengalami sindrom
gangguan pernapasan akut (ARDS) dengan infiltrat paru bilateral, hipoksemia (PO2 <70
mmHg, FiO2 >0,4), dan kapiler paru tekanan <18 mmHg .Pada syok septik terjadi hipoperfusi
organ (Weber & Fontana, 2007). Gejala ringan, takikardia dan takipnea menjadi satu-satunya
petunjuk, Sehingga masih diperlukan pemeriksaan lebih lanjut yang dapat dikaitkan dengan
hipotensi, penurunan output urin, peningkatan kreatinin plasma, intoleransi glukosa dan
lainnya (Hinds et.al,2012).
4. Patofisiologi sepsis
Normalnya, pada keadaan infeksi terdapat aktivitas lokalbersamaandari sistemimun
dan mekanisme down-regulasi untuk mengontrol reaksi.Efek yang menakutkan dari sindrom
sepsis tampaknya disebabkan oleh kombinasi dari generalisasi respons imun terhadap tempat
yang berjauhan dari tempat infeksi, kerusakan keseimbangan antara regulator pro-inflamasi
dan anti inflamasi selular, serta penyebarluasan mikroorganisme penyebab infeksi

5. Diagnosis
Tindakan tes diagnostik pada pasien dengan sindrom sepsis atau dicurigai sindrom
sepsis memiliki dua tujuan. Tes diagnostik digunakan untuk mengidentifikasi jenis dan lokasi
infeksi dan juga menentukan tingkat keparahan infeksi untuk membantu dalam memfokuskan
terapi (Shapiro et.al,2010). Bila pasien mengalami penurunan kesadaran, sebelum evaluasi
diagnostik dimulai lakukan penilaian awal dari pasien yang sakit perhatikan jalan nafas (perlu
untuk intubasi), pernapasan (laju pernafasan, gangguan pernapasan, denyut nadi), sirkulasi
(denyut jantung, tekanan darah, tekanan vena jugularis, perfusi kulit), dan inisiasi cepat
resusitasi (Russell, 2012). Kemudian dilakukan anamnesis riwayat penyakit dan juga
beberapa pemeriksaan fisik untuk mencari etiologi sepsis.
Sistem pernapasan adalah sumber yang paling umum infeksi pada pasien sepsis.
Riwayat batuk produktif, demam, menggigil, gejala pernapasan atas, masalah tenggorokan
dan nyeri telinga harus dicari. Kedua, adanya pneumonia dan temuan takipnea atau hipoksia
telah terbukti merupakan alat prediksi kematian pada pasien dengan sepsis. Pemeriksaan fisik
juga harus mencakup evaluasi rinci untuk infeksi fokal, misalnya tonsilitis eksudatif, nyeri
pada sinus, injeksi membran timpani, dan ronki atau dullness pada auskultasi paru.
Sistem pencernaan adalah yang kedua paling umum sumber sepsis. Sebuah riwayat
nyeri perut, termasuk deskripsi, lokasi, waktu, dan faktor pemberat harus dicari. Riwayat lebih
lanjut, termasuk adanya mual, muntah, dan diare harus dicatat. Pemeriksaan fisik yang cermat,
mencari tanda-tanda iritasi peritoneal, nyeri perut, dan bising usus, sangat penting dalam
mengidentifikasi sumber sepsis perut.
Riwayat urogenital termasuk pertanyaan mengenai adanya nyeri pinggang, disuria,
poliuria, discharge, pemasangan kateter, dan instrumentasi urogenital. Riwayat seksual untuk
menilai resiko penyakit menular seksual. Alat kelamin juga harus diperiksa untuk melihat
apakah ada bisul, discharge, dan lesi penis atau vulva. Pemeriksaan dubur harus dilakukan,
menentukan ada nyeri, pembesaran prostat, konsisten dengan prostatitis. Nyeri adneksa pada
wanita berpotensi abses tuba-ovarium.
Riwayat muskuloskeletal adanya gejala ke sendi tertentu. Kemerahan, pembengkakan,
dan sendi terasa hangat, terutama jika ada berbagai penurunan kemampuan gerak sendi,
mungkin tanda-tanda sepsis arthritis dan mungkin arthrocentesis. Pasien harus benar-benar
terbuka dan kulit diperiksa untuk melihat selulitis, abses, infeksi luka, atau trauma. Luka yang
mendalam, benda asing sulit untuk mengidentifikasi secara klinis. Petechiae dan purpura
merupakan infeksi Neisseria meningitidis atau DIC. Ruam seluruh tubuh merupakan
eksotoksin dari pathogen seperti Staphylococcus aureus atau Streptococcus pyogenes (Shapiro
et.al,2010).
6. Manifestasi klinik
Gambaran klinis infeksi adalah akibat langsung efek sitopatologik mikoorganisme serta reaksi
imunitas berupa produksi mediator humoral atau seluler diproduksi oleh tuan rumah/host sebagai
reaksi inflamasi. Reaksi inflamasi yang timbul akan mengakibatkan suatu sindroma yang terdiri
dari gangguan hemodinamik disertai dengan disfungsi system organ. infeksi yang ditanggulangi
akan berkembang menjadi systemic inflammatory respone syndrome (SIRS), sepis yang berat
dan syok septik.
Bila sepsis ini berlanjut dan menimbulkan disfungsi organ disebut sepsis berat dan bila ada
komplikasi hipotensi yang tidak membaik setelah resusitasi volume cairan intravascular maka
akan jatuh ke dalam septik syokyang berakibat fatal.
7. Penatalaksanaan
Menurut Opal (2012), penatalaksanaan pada pasien sepsis dapat dibagi menjadi:
a. Nonfarmakologi
Mempertahankan oksigenasi ke jaringan dengan saturasi >70% dengan melakukan ventilasi
mekanik dan drainase infeksi fokal.
b. Sepsis Akut
Menjaga tekanan darah dengan memberikan resusitasi cairan IV dan vasopressor yang
bertujuan pencapaian kembali tekanan darah >65 mmHg, menurunkan serum laktat dan
mengobati sumber infeksi.
1) Hidrasi IV, kristaloid sama efektifnya dengan koloid sebagai resusitasi cairan
2) Terapi dengan vasopresor (mis., dopamin, norepinefrin, vasopressin) bila rata-rata tekanan
darah 70 sampai 75 mm Hg tidak dapat dipertahankan oleh hidrasi saja. Penelitian baru-baru
ini membandingkan vasopresin dosis rendah dengan norepinefrin menunjukkan bahwa
vasopresin dosis rendah tidak mengurangi angka kematian dibandingkan dengan
norepinefrin antara pasien dengan syok sepsis
3) Memperbaiki keadaan asidosis dengan memperbaiki perfusi jaringan dilakukan ventilasi
mekanik, bukan dengan memberikan bikarbonat.
4) Antibiotik diberikan menurut sumber infeksi yang paling sering sebagai rekomendasi
antibotik awal pasien sepsis. Sebaiknya diberikan antibiotik spektrum luas dari bakteri
gram positif dan gram negative.cakupan yang luas bakteri gram positif dan gram negative
(atau jamur jika terindikasi secara klinis).
5) Pengobatan biologi Drotrecogin alfa (Xigris), suatu bentuk rekayasa genetika aktifasi
protein C, telah disetujui untuk digunakan di pasien dengan sepsis berat dengan multiorgan
disfungsi (atau APACHE II skor>24); bila dikombinasikan dengan terapi konvensional,
dapat menurunkan angka mortalitas
c. Sepsis kronis
Terapi antibiotik berdasarkan hasil kultur dan umumnya terapi dilanjutkan minimal selama 2
minggu.
Sumber :
1. Madal,dkk. 2018. Penyakit infeksi. Jakarta: erlangga
2. Guntur HA.2008. SIRS, SEPSIS dan SYOK SEPTIK (Imunologi, Diagnosis dan
Penatalaksanaan). Surakarta: Sebelas Maret University Press.
3. Wibowo, VE. 2006. Pola Kuman Pasien yang dirawat di Ruang Rawat Intensif RSUP Dr.
Kariadi Semarang1 januari-31 desember 2004. Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro Semarang.
4. Amir, I., Rundjan, L., 2005. Pemberian antibiotik secara rasional pada sepsis
neonatorum. Balai Penerbit FKUI, Pp.1-10.
5. Effendi, S.H., 2013. Sepsis Neonatal; Penatalaksanaan Terkini serta Berbagai Masalah
Dilematis. Simposium Ilmiah Workshop. Bandung 15-16 Juni 2013

Anda mungkin juga menyukai