Anda di halaman 1dari 13

INSIDENSI KULTUR APUSAN KULIT POSITIF SETELAH DISINFEKSI DENGAN

ISOPROPIL ALKOHOL 70% DIIKUTI POVIDON IODIN 10% DIBANDINGKAN


DENGAN POVIDON IODIN 10% SEBELUM ANESTESIA SPINAL

Naskah Publikasi
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
mencapai derajat PPDS I

Program Studi Ilmu Kedokteran Klinik


Minat Utama Anestesiologi dan Terapi Intensif

Diajukan oleh:

RIZQI ADHELIA
09/308760/PKU/11917

BAGIAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
RSUP DR SARDJITO YOGYAKARTA
2014
ii
INSIDENSI KULTUR APUSAN KULIT POSITIF SETELAH DISINFEKSI DENGAN
ISOPROPIL ALKOHOL 70% DIIKUTI POVIDON IODIN 10% DIBANDINGKAN
DENGAN POVIDON IODIN 10% SEBELUM ANESTESIA SPINAL

Rizqi Adhelia1, Yusmein Uyun2, Djayanti Sari2

Bagian Anestesia dan Terapi Intensif


Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/RSUP Dr Sardjito
Yogyakarta

ABSTRAK

Latar Belakang : Komplikasi infeksi terkait anestesia spinal merupakan komplikasi


serius yang mengakibatkan meningitis, paralisis hingga kematian. Banyak studi yang
menunjukkan bahwa kulit di sekitar tempat penusukan jarum adalah asal sumber kolonisasi
mikroorganisme. Sehingga disinfeksi kulit yang efektif sebelum anestesia spinal harus
dilakukan. Povidon iodin adalah cairan antiseptik untuk preparasi kulit sebelum anestesia
spinal yang paling umum digunakan dan merupakan antiseptik yang digunakan dalam
panduan pelayanan medis anestesiologi di RSUP DR Sardjito Yogyakarta. Mikroorganisme
masih muncul dan tertinggal di folikel rambut meskipun telah dilakukan disinfeksi dengan
povidon iodin. Isopropil alkohol merupakan alkohol yang poten dan paling umum digunakan
untuk disinfeksi. Isopropil alkohol memiliki permeabilitas lebih tinggi ke lapisan lipid folikel
rambut dan stratum korneum. Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan insidensi
kultur apusan kulit positif pada penggunaan povidon iodin dengan penggunaan berurutan
isopropil alkohol dan povidon iodin untuk disinfeksi kulit sebelum prosedur anestesia spinal.
Metode : Desain penelitian yang dilakukan adalah uji klinis acak terkontrol. Lima
puluh empat pasien yang menjalani anestesia spinal dibagi menjadi 3 kelompok yaitu
kelompok povidon iodin (PI) dengan waktu pengeringan 30 detik (PI 30 detik), PI dengan
waktu pengeringan 2 menit (PI 2 menit) dan isopropil alkohol (IA) dan povidon iodin waktu
pengeringan 2 menit (IA+PI) . Kulit yang telah didisinfeksi dilakukan pemeriksaan kultur
apusan kulit. Insidensi kultur apusan kulit positif kemudian dicatat.
Hasil : Insidensi kultur apusan kulit positif pada kelompok PI 30, PI 2 menit dan
IA+PI adalah 22,2%, 22,2% dan 16,7%, berurutan (p>0,05). Waktu pengeringan PI 30 detik
dan 2 menit tidak bermakna secara statistik dalam insidensi kultur apusan kulit setelah
disinfeksi. Tidak didapatkan efek samping penggunaan antiseptik isopropil alkohol dan
povidon iodin dalam penelitian ini.
Kesimpulan : Insidensi kultur apusan kulit positif setelah disinfeksi dengan povidon
iodin diikuti isopropil alkohol lebih sedikit dibandingkan povidon iodin saja (16,7%
dibandingkan 22,2%, p> 0,05).

Kata kunci : disinfeksi kulit, povidon iodin, isopropil alkohol, anestesia spinal

iii
COMPARISON OF POSITIVE SKIN SWAB CULTURE INCIDENCE AFTER
DISINFECTION WITH ISOPROPIL ALCOHOL 70%-POVIDONE IODINE 10% AND
POVIDONE IODINE 10% BEFORE SPINAL ANESTHESIA

Rizqi Adhelia1, Yusmein Uyun2, Djayanti Sari2

Anesthesia and Intensive Therapy


Medical Faculty of Gadjah Mada University/Dr Sardjito Hospital
Yogyakarta

ABSTRACT

Background : Infection that related to spinal anesthesia is a serious complication which may
cause meningitis, paralysis and even death. Many studies showed that the skin puncture site
was a potential pathogen source during spinal anesthesia procedure. Therefore, effective skin
disinfection before the procedure must be performed. Povidone iodine is the most common
antiseptic for skin disinfection before spinal anesthesia and has been already stated in
Guidelines of Anesthesiology Practice in Sardjito Hospital, Yogyakarta. Despite it had been
disinfected with povidone iodine, microorganisms could still exist and retained on the hair
follicles. Isopropyl alcohol is a potent and common alcohol for disinfection procedure.
Isopropyl alcohol has better permeability to lipid layer both hair follicles and corneum
stratum. The aim of this study is to compare positive skin swab culture incidence among
patients who are performed with povidone iodine and isopropyl alcohol-povidone iodine
sequentially for skin disinfection in spinal anesthesia procedure.

Methods : Design of this study is randomized controlled clinical trial. Fifty four patients who
had spinal anesthesia were enrolled and divided into 3 groups, povidone iodine (PI) group
with 30 second (PI 30 second) and 2 minutes drying time (PI 2 minutes) and isopropyl
alcohol-povidone iodine (IA+PI) group. The skin cultures were obtained after disinfection
procedure. Incidence of positive skin culture were recorded then.

Results : The insidence of positive skin swab culture in PI 30 second group, PI 2 minutes
group and IA+PI group were 22,2%, 22,2% dan 16,7% (p>0,05), respectively. Povidone
iodine drying time 30 seconds and 2 minutes statistically were not significant related to
incidences positif skin swab cultures after disinfection. There was no side effect of isopropyl
alcohol and povidone iodine usage in this research.

Conclusion : Incidence of positive skin swab culture after disinfection with isopropil alcohol-
povidone iodine group were the least compared with povidone iodine groups (16.7% vs
22.2%, p >0.05).

Keywords : skin disinfection, povidone iodin, isopropil alcohol, spinal anesthesia

iv
PENDAHULUAN
Infeksi sistem syaraf pusat merupakan salah satu dari komplikasi anestesia regional.
Insidensi meningitis setelah anestesia spinal sesungguhnya tidak diketahui, data yang
mendukung memperkirakan risiko 1:53.000-1:10.000.1 Anestesia apinal merupakan prosedur
invasif yang memerlukan disinfeksi kulit sebelumnya. Kulit manusia merupakan tempat
tinggal bermacam bakteri komensal. Disinfeksi kulit efektif harus dilakukan sebelum
prosedur untuk menghindari kontaminasi bakteri ke dalam ruang subarachnoid.2
Povidon iodin (PI) adalah cairan antiseptik untuk preparasi kulit sebelum anestesia
spinal yang paling umum digunakan sampai dengan saat ini. Povidon iodin merupakan
komponen germisidal yang mempunyai aktivitas baik terhadap sebagian besar bakteri gram
positif dan negatif. Efek bakterisidal bergantung pada pelepasan iodin terus menerus, yaitu
yang menembus dinding sel dan merubah atau memutus sintesis protein.3 Povidon iodin
membutuhkan waktu minimal 2 menit agar efek antiseptik bekerja.4
Kerugian dari PI adalah durasi efek yang terbatas, yang sering memerlukan
pemakaian ulang setiap 24 jam untuk mempertahankan aktivitas antimikroba. Lebih lanjut
efek PI dihambat atau dinetralisir oleh material organik seperti darah atau material berprotein
lainnya, selain itu, reaksi kulit akut pernah dilaporkan terjadi terjadi setelah pemakaian,
seperti eritema fokal, urtikaria, atau lesi vesikuler. Resistensi PI juga mungkin terjadi,
terutama pada berbagai strain Staphyloccus aureus.3 Uji hipersensitivitas epicutaneus
terhadap PI dilaporkan terjadi kurang dari 1% sementara pada penelitian lain mencatat tidak
pernah ada kejadian alergi terhadap PI selama beberapa tahun pemakaian.5
Penelitian menyatakan 3,5% tumbuh kolonisasi pada kultur hasil apusan kulit yang
telah dilakukan disinfeksi dengan PI sehingga masih mungkin terjadi kontaminasi jarum dan
kateter pada kulit yang telah didisinfeksi.6 Pertumbuhan kultur bakteri dari apusan kulit
terdapat sebanyak 56%, walaupun kulit telah dilakukan preparasi dengan PI.2
Alkohol menunjukkan aktivitas antimikroba spektrum luas melawan bakteria vegetatif
(mycobacteria), virus dan jamur namun tidak dapat membunuh spora. Alkohol yang terbukti
efektif dan paling umum digunakan adalah etil alkohol (etanol, alkohol), isopropil alkohol
(isopropanolol, propan-2-ol) dan n-propanol. Isopropil alkohol (IA) dilaporkan lebih efektif
daripada etil alkohol.7
Mikroorganisme masih tertinggal dan terlindungi di folikel rambut setelah dilakukan
antiseptik dengan cairan disinfektan aqueous. Studi biopsi kulit yang diambil 10 menit
setelah preparasi kulit pada laminektomi menunjukkan larutan alkohol lebih efektif dalam
menembus lapisan lipid pada folikel rambut dan stratum korneum. Alkohol memiliki waktu

1
penguapan yang cepat sehingga tidak persisten.8 Alkohol sering digunakan bersama dengan
golongan antiseptik lainnya, sebagai campuran atau digunakan terpisah berurutan.
Penambahan alkohol pada antiseptik konvensional memiliki efek bakterisidal lebih
poten, diakibatkan permeabilitas lebih tinggi ke folikel rambut dan stratum korneum.
Aplikasi etil alkohol 70% (EA) sebelum PI menunjukkan persentasi kultur flora kulit positif
lebih kecil dibandingkan hanya aplikasi PI saja yaitu 0% dibandingkan 22,6% pada preparasi
kulit anestesia epidural.9
Penelitian lain menyatakan tidak ada perbedaan kontaminasi bermakna antara IA
dibandingkan IA diikuti dengan PI untuk preparasi kulit pengambilan sampel kultur darah.10
Povidon iodin, IA, tinktur iodin dan PI dengan 70% etil alkohol tidak menunjukkan
perbedaan sebagai antiseptik preparasi kulit untuk mencegah kontaminasi pengambilan
perkutaneus sampel kultur darah.11
Dalam Panduan Pelayanan Medis Anestesiologi SMF Anestesiologi dan Terapi
Intensif RSUP DR Sardjito Yogyakarta (2012) prosedur anestesia spinal menggunakan
antiseptik PI. Namun belum ada penelitian yang membandingkan insidensi kultur apusan
flora kulit yang tumbuh menggunakan PI dengan PI diikuti IA sebagai antiseptik pada
preparasi kulit sebelum anestesia spinal. Walaupun insidensi infeksi paska anestesia
neuroaksial tidak tinggi namun kecacatan yang dapat ditimbulkan memberikan dampak yang
sangat serius, oleh karena itu diperlukan studi yang dapat menilai antiseptik yang paling baik
untuk preparasi kulit neuroaksial yaitu dengan membandingkan PI diikuti IA dengan PI
sebagai antiseptik pada preparasi kulit sebelum anestesia spinal.

CARA PENELITIAN
Setelah mendapat persetujuan dari Komite Etik Fakultas Kedokteran UGM dilakukan
penelitian di gedung bedah sentral RSUP Dr Sardjito selama bulan Oktober-November 2013
terhadap 54 pasien yang menjalani operasi elektif dan mendapat anestesia spinal. Kriteria
inklusi yaitu usia 18-65 tahun, status fisik ASA 1-2, bersedia dan menyetujui menjadi peserta
penelitian. Kriteria eksklusi yaitu demam, diabetes melitus, gagal ginjal kronik, menerima
terapi steroid, immunokompromise (menderita penyakit Herpes, keganasan metastase),
menderita HIV/AIDS, infeksi pada kulit di tempat pungsi spinal anestesia, menerima
antibiotik sebelum operasi kecuali antibiotik profilaksi pre-operatif, riwayat alergi terhadap
PI (munculnya urtikaria, eritema atau papula di kulit tempat pemakaian). Kriteria drop out
yaitu tidak sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan atau terjadi kontaminasi di luar
prosedur.

2
Pasien dibagi menjadi 3 kelompok yaitu kelompok yang mendapat perlakuan PI
dengan waktu pengeringan 30 detik (PI 30 detik), kelompok PI dengan waktu pengeringan 2
menit (PI 2 menit) dan kelompok dengan aplikasi IA diikuti dengan PI waktu pengeringan 2
menit (IA+PI).
Prosedur penelitian pada penelitian ini adalah :
1. Di ruang persiapan jika belum terpasang pasien dipasang jalur intravena diberikan
koloading cairan RL 10cc/kg.
2. Di kamar operasi dilakukan monitoring standar meliputi EKG, denyut jantung, pulse
oksimetri dan tekanan darah non invasif.
3. Pasien diposisikan duduk untuk dilakukan teknik anestesia spinal.
4. Pembantu penelitian menggunakan masker dan topi operasi, melepaskan cincin dan jam
tangan, menentukan titik pungsi identifikasi anestesia spinal di ruang intervertebral
lumbal 3-4, atau lumbal 2-3, kemudian melakukan cuci tangan aseptik sesuai standar,
menggunakan sarung tangan steril.
5. Apusan kulit diambil di lokasi intervertebral lumbal 3-4 atau lumbal 2-3 seluas 2 cm2
sebelum dilakukan disinfeksi dengan menggunakan kapas apusan steril. Kapas apusan
diperlakukan secara aseptik untuk kemudian dikirim untuk dilakukan pemeriksaan
mikrobiologi
6. Area target (10 cm2) didisinfeksi dengan antiseptik IA dan PI atau PI saja.
7. Untuk kelompok IA+PI, dengan menggunakan kasa steril yang tersedia dari set spinal
steril, kasa dibasahi keseluruhan dengan IA dan PI kemudian diperas sampai tidak ada
yang menetes. Kasa IA diaplikasikan pada kulit dari tengah melingkar keluar dan
dibiarkan selama 30 detik sampai dengan mengering. Di area dan cara yang sama, kasa PI
diaplikasikan pada kulit dan dibiarkan selama 2 menit sampai mengering. Area ditutup
duk steril. Selama proses pengeringan, area yang telah dilakukan disinfeksi tidak boleh
tersentuh kembali.
8. Untuk kelompok PI area target (10 cm2) didisinfeksi dengan antiseptik PI menggunakan
kasa steril yang dibasahi keseluruhan dengan PI kemudian diperas sampai tidak ada yang
menetes, diaplikasikan pada kulit dan dibiarkan sampai 30 detik pada kelompok PI 30
detik atau 2 menit pada kelompok PI 2 menit, kemudian ditutup dengan duk steril. Setelah
mengering area apusan kulit diusap dengan kasa seril kemudian diambil apusan kulit.
9. Kapas steril apusan yang telah dibasahi dengan salin steril digunakan untuk swab kulit.
Dengan hati-hati, kulit yang telah didisinfeksi di area pungsi dengan diameter 2 cm2 di
intervertebral lumbal 3-4 atau lumbal 2-3 diusap dengan kapas steril kemudian diapus
3
dengan kapas apusan dan dimasukkan ke media transpor steril. Kapas apusan tidak boleh
bersentuhan dengan apapun. Teknik aseptik ketat diperlakukan selama pengumpulan
apusan.
10. Kapas apusan dalam media transport dikirim ke laboratorium mikrobiologi dalam kondisi
aseptik.
11. Kemudian diinkubasi aerob ditanam di media agar pada suhu 370 C selama 72 jam dan
diperiksa pertumbuhannya setiap hari selama 7 hari.
12. Setelah operasi pasien dikunjungi 24 jam setelah operasi untuk dilakukan penilaian efek
samping pemakaian antiseptik di area pemakaian antiseptik yang terjadi sesuai dengan
skala penilaian penilaian iritasi menggunakan skala terstandar (FDA 1999): 0= tidak ada
bukti iritasi, 1= eritema minimal, sulit terlihat, 2= eritema jelas dapat dilihat, minimal
edema, papula, 3= eritema dan papula, 4= edema jelas
13. Bila terjadi efek iritasi kulit dilakukan tindakan pembersihan area kontak dengan
antiseptik dengan air bersih, jika diperlukan pemberian antiinflamasi paracetamol oral
500mg setiap 8 jam, dan steroid topikal hidrokortison salep 2 kali sehari. Untuk reaksi
alergi urtikaria pemberian antihistamin oral loratadine 10mg dan injeksi deksametason 5
mg/12 jam.

HASIL
1. Data demografi pasien
Variabel PI 30 detik PI 2 menit IA + PI Nilai
(18 orang ) (18 orang ) (18 orang ) p
Jenis kelamin
Laki-laki 8 9 8 0,326
Perempuan 10 9 10
Umur (rerata tahun ±SD) 52,88±10,68 53,7±11,23 53,7±11,65 0,94
Kelas ruangan
1 3 4 3
2 5 4 4 0,833
3 10 10 11

Uji statistik independent dilakukan terhadap variabel umur, jenis kelamin dan kelas
ruangan didapatkan pada ketiga kelompok tidak ada perbedaan bermakna secara statistik
(p > 0,05). Dengan demikian data demografi subyek penelitian dapat dikatakan homogen
dan layak untuk dibandingkan.

4
2. Data kultur apusan kulit positif
PI 30 detik PI 2 menit IA+PI Nilai p
n 18 orang (%) n 18 orang (%) n 18 orang (%)
Sebelum 14(77,7) 13(72,2) 15 (83,3) 0,695
disinfeksi
Sesudah 4(22,2) 4 (22,2) 3 (16,7) 0,99
disinfeksi

Ketiga kelompok tidak berbeda secara bermakna dalam insidensi kultur apusan kulit

positif sebelum dan sesudah disinfeksi. Namun masing-masing kelompok secara bermakna

menurunkan insidensi kultur apusan kulit positif setelah disinfeksi dibandingkan insidensi

sebelum disinfeksi (p <0,05). Kelompok yang mendapat perlakuan antiseptik dengan IA+PI

memiliki insidensi kultur apusan kulit positif setelah disinfeksi lebih sedikit dibandingkan

kelompok lainnya 16,7% dibandingkan 22,2% dan 22,2%, p>0,05).

3. Deskripsi jenis kuman hasil apusan kultur kulit

Nama bakteri PI 30 detik PI 2 menit IA + PI


Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
disinfeksi Disinfeksi Disinfeksi Disinfeksi Disinfeksi disinfeksi
n 18 (%) n 18 (%) n 18 (%) n 18 (%) n 18 (%) n 18 (%)
S epidermidis 6 (33) 3 (16,7) 7 ( 38,9) 3 (16,7) 6 (33) 1 (5,5)
P aeruginosa 0 0 1 (5,5) 1 (5,5) 1 (5,5) 1 (5,5)
P malthophia 1 (5,5) 0 1 (5,5) 0 1 (5,5) 0
S hominis 1 (5,5) 0 1 (5,5) 0 1 (5,5) 0
S hemolyticus 1 (5,5) 0 1 (5,5) 0 1 (5,5) 0
B Subtilis 5 (27,7) 2 (11,1) 2(11,1) 0 4 (22,2) 1 (5,5)

Data efek samping pemakaian antiseptik dilakukan penilaian berdasarkan skala


penilaian iritasi kulit FDA tahun 1999. Dalam penelitian ini tidak didapatkan efek samping
berupa munculnya eritema, edema, papula, urtikaria maupun nyeri lokal pada pemakaian PI
maupun IA diikuti PI.

PEMBAHASAN

Kulit manusia merupakan tempat tinggal bermacam bakteri komensal. Standar


antiseptik untuk preparasi kulit menurut FDA yaitu bekerja cepat membunuh
mikroorganisme, spektrum luas, persisten untuk mencegah pertumbuhan kembali
5
mikroorganisme yang masih tertinggal, kurang diaktivasi oleh material organik seperti darah,
pus, dan cairan tubuh, dan efek toksik minimal pada kulit. Povidon iodin merupakan
antiseptik yang umum digunakan sebagai preparasi kulit untuk anestesia regional dan telah
mendapat persetujuan dari FDA sebagai “persiapan kulit sebelum pembedahan untuk
menolong mengurangi bakteria yang mungkin berpotensi menyebabkan infeksi kulit”.
Povidon iodin secara dengan waktu pengeringan 30 detik dan 2 menit bermakna
menurunkan insidensi kultur apusan kulit positif antara sebelum dan sesudah disinfeksi
(77,7% menjadi 22,2% dan 72,2% menjadi 22,2%, p< 0,05).). Namun dalam penelitian ini
juga menunjukkan flora kulit masih tertinggal walaupun telah dilakukan disinfeksi dengan PI
yaitu 22,2% kultur apusan kulit positif. Hasil ini juga didapatkan pada penelitian yang
menyatakan kolonisasi tumbuh pada 3,5% kultur hasil apusan kulit yang telah dilakukan
disinfeksi dengan PI.6 Dengan demikian diperlukan prosedur disinfeksi yang lebih baik untuk
mengurangi kontaminasi flora kulit ke dalam ruang subarachnoid.
Insidensi kultur apusan kulit positif terdapat paling sedikit pada kelompok preparasi
aplikasi IA diikuti dengan PI dibandingkan dengan kelompok yang hanya mendapatkan PI
saja, meskipun tidak bermakna secara statistik. Dalam penelitian mikroskopis, banyak bakteri
yang tinggal di lapisan dalam folikel rambut kulit. Bakteri tersebut terlindungi dari antiseptik
oleh lapisan lipid pada orificium folikel dan stratum korneum. Alkohol disamping memiliki
aktivitas bakterisidal, juga memiliki permeabilitas yang tinggi terhadap folikel rambut dan
stratum korneum dikarenakan kelarutannya dalam lipid.
Hasil penelitian yang sama menunjukkan perbedaaan signifikan hasil kultur apusan
kulit positif setelah disinfeksi menggunakan alkohol jenis etil alkohol 70% (EA) diikuti PI
kemudian dibandingkan dengan disinfeksi menggunakan PI. Persentasi kultur apusan kulit
positif sebelum disinfeksi berkurang setelah dilakukan disinfeksi dengan EA+PI
dibandingkan dengan kelompok yang hanya mendapatkan disinfeksi dengan PI saja (16%
menjadi 0% dibandingkan 31,4% menjadi 22,6%, p < 0,05). Dalam penelitian tersebut, EA
diaplikasikan selama minimal 10 detik dan dibiarkan mengering kemudian diikuti dengan
aplikasi PI selama minimal 10 detik dan dibiarkan mengering selama 30 detik dan diulang
9
sampai sebanyak 3 kali. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah jenis
alkohol yang digunakan dan jumlah aplikasi alkohol dan PI yang diulang sebanyak 3 kali.
Isopropil alkohol dilaporkan lebih efektif dibandingkan etil alkohol. Pengulangan aplikasi
mungkin mempengaruhi kebermaknaan penurunan hasil kultur apusan kulit positif setelah
disinfeksi.

6
Flora kulit manusia meliputi Staphylococcus koagulase negatif yaitu S epidermidis
(90%) dan koagulase positif yaitu S aureus, micrococcus, diphteroid yaitu Propionibacterium
acne, dan golongan Streptococcus hemolyticus B dan A. Bakteri gram negatif yaitu
Enterobacter, Klebsiella, Eschericia colli, Proteus Sp yang utama berada di traktus
gastrointestinal ditemukan dengan jarang pada kulit yang lembab. Flora kulit yang sering
menjadi sumber infeksi tempat pembedahan meliputi S aureus, S epidermidis, P acne, bacilli
gram negatif, micrococcus dan difteroids. Sedangkan patogen paling umum untuk meningitis
bakterial terkait anestesia regional adalah Streptococcus viridans sebagai komensal mulut,
bakteri lainnya adalah S aureus, P aeruginosa dan Enterococcus faecalis. Penelitian yang
dilakukan terhadap jarum spinal dan epidural menunjukkan kontaminasi terutama adalah
Staphylococcus koagulase negatif (15,7%) yang merupakan flora kulit dan juga merupakan
organisme paling umum penyebab infeksi terkait kanulasi, kontaminasi jarum spinal dan
epidural lainnya adalah jamur, enterococcus, pneumococcus, micrococcus.
Pada penelitian ini ditemukan kuman S epidermidis, Bacilus subtilis, Staphylococcus
hominis, Pseudomonas malthophia, P aeruginosa dan Staphylococcus hemolyticus pada
apusan kulit sebelum dilakukan disinfeksi kulit. S epidermidis dan S hominis merupakan flora
kulit dominan. S epidermidis terutama berkoloni pada tubuh bagian atas, S homonis
cenderung berkoloni di area dengan glandula apokrin yang banyak seperti daerah aksila dan
pubis. B subtilis, P aeruginosa merupakan flora kulit yang jarang. P maltophylia sering
ditemukan sebagai flora transien pada pasien di rumah sakit. Penelitian lainnya menemukan
flora kulit pada kultur apusan kulit dominan adalah Staphylococcus koagulase negatif
(82,5%) dan bakteri lainnya adalah S epidermidis, Enterobacter app, Staphylococcus aureus
dan P eruginosa.9
Povidon iodin 10% merupakan cairan aqueus yang membutuhkan waktu pengeringan
agar terjadi pelepasan iodin bebas sebagai agen bakterisidal. Beberapa penelitian
merekomendasikan waktu pengeringan 90 detik dan 2 menit. Dalam penelitian ini, tidak
terdapat perbedaan insidensi kultur apusan kulit positif setelah disinfeksi dengan PI 10%
dengan waktu pengeringan 30 detik dan 2 menit (22,2% dan 22,2%, p>0,05).
Hasil penelitian sebelumnya juga menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna hitung
jumlah flora kulit CFUs ≥ 15 pada kulit yang dilakukan disinfeksi dengan PI setelah 30 detik
dan 2 menit (p>0,28). Waktu pengeringan PI 30 detik efektif secara penelitian in vitro.12
Protokol pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan kultur juga menyebutkan waktu
pengeringan PI selama paling sedikit 30 detik.10 Namun, pada penelitian lainnya terdapat
perbedaan bermakna faktor reduksi logaritmik jumlah koloni dengan lama kontak PI 30 detik
7
dibandingkan 3 menit sehingga direkomendasikan waktu pengeringan PI tersingkat dengan
efektifitas sama dengan waktu kontak standar (3 menit) adalah 1 menit.13 Waktu pengeringan
yang lama memperlama waktu prosedur dan meningkatkan risiko kontaminasi bersamaan
selama prosedur. Waktu pengeringan PI 30 detik dapat dilakukan dalam kondisi diperlukan
prosedur anestesia spinal dilakukan secara cepat seperti dalam kasus-kasus kegawat
daruratan.
Efek samping pemakaian aplikasi PI pada kulit dilaporkan sangat jarang yaitu 1-3%.
Efek samping pada pemakaian PI pada kulit dapat berupa munculnya ruam eritem, dermatitis,
pruritus, urtikaria, sampai dengan syok anafilaksis. Pada penelitian ini tidak didapatkan efek
samping pemakaian PI maupun IA diikuti PI. Hasil yang yang sama juga menunjukkan tidak
pernah ada kejadian alergi terhadap PI selama beberapa tahun pemakaian PI.5

KESIMPULAN
• Insidensi kultur apusan kulit positif setelah disinfeksi menggunakan isopropil alkohol
70% diikuti povidon iodin 10% lebih sedikit dibandingkan dengan disinfeksi dengan
povidon iodin saja (16,7% dibandingkan 22,2%, p>0,05). 

SARAN
Berdasarkan hasil penelitian ini, penggunaan isopropil alkohol 70% diikuti povidon iodin

10% dapat digunakan sebagai standar disinfeksi dalam operasional prosedur anestesia spinal.

Perlu dilakukan penelitian selanjutnya dengan metode aplikasi isopropil alkohol 70% diikuti

povidon iodin 10% diulang lebih dari satu kali, sehingga dapat menghilangkan flora kulit

lebih banyak sebelum anestesia spinal.

DAFTAR PUSTAKA
1. Baer, ET, Post Dural Puncture Bacterial Meningitis, Anesthesiology, Aug 2006; 105(2):
381-393
2. Kudavidanage BP, Gunasekara TDCP, Fernando SSN, Medin DFD, Abayadeera A,
Comparison of Three Skin Disinfectant Solution Used for Skin Preparation Prior to
Spinal And Epidural Anaesthetic Prosedures in Parturients at De Soyza Maternity
Hospital and Castle Street Hospital for Women, Sri Lankan Journal of Anaesthesiology
2009; 17(1): 5-10
3. Hebl, JR., The Importance and Implication of Aseptic Techniques During Regional
Anesthesia. Regional Anesthesia and Pain Medicine 2006; 31(4): 311-323
4. Hurst DS, Infection Control: Preventing Infection is Easy as 1, 2, 3, OR Nurse 2008;
2(10): 15-16

8
5. Selvaggi G, Monstrey S, Van Landuyt K, Hamdi M, Blondeel Ph, The Role of Iodine in
Antisepsis and Wound Management: A Reappraisal, Acta chir belg 2003; 103: 241-247
6. Yentur EA., Luleci N, Topcu I, Degerli K., Surucuoglu, S, Is Skin Disinfection with 10%
Povidone Iodine Sufficient to Prevent Epidural Needle and Catheter Contamination? Reg
Anesth Pain Med 2003;28(5):389-393
7. McDonnell G, Russell AD, Antiseptics and Disinfectants: Activity, Action, and
Resistance, Clin Microbiol Rev, January 1999; 12(1): 147–179
8. Sato S, Sakuragi T, Dan K, Human skin flora as Potential Source of Epidural Abcess,
Anesthesiology 1996; 85: 988-998
9. Yentur EA, Topcu I, Isik R, Degerli K, Surucuoglu S, Underestimated Role of Alcohol at
Skin Disinfection: Lipid Dissolving Property when Used in Association with
Conventional Antiseptic Agent, Turk J Med Sci 2010; 40(4): 593-598
10. Kiyoyama T, Tokuda Y, Shiki S, Hachiman T, Shimasaki T, Endo K, Isopropyl Alcohol
Compared with Isopropyl Alcohol plus Povidone Iodine as Skin Preparation for
Prevention of Blood Culture Contamination, J Clin Microbiol 2009; 47(1): 54-58
11. Calfee, DP, Farr, BM, Comparison of Four Antiseptic Preparation for Skin in the
Prevention of Contamination of Percutaneous Drawn Blood Cultures: a Randomized
Trial, J Clin Microbiol 2002; 40:1660-1665
12. Palese A, Cescon F, Effectiveness of 10% Povidone-Iodine Drying Time Before
Peripheral Intravascular Catheter Insertion: Prelimary Result from an Explorative Quasi-
Experimental Study, Rev. Latino-Am. Enermagem 2013; 21 (Spec): 47-51
13. Dewi, NLK, Perbandingan Kolonisasi Kuman Pasca Prosedur Antisepsis di Punggung
Pasien Menggunakan Povidone Iodine 10% Diikuti Alkohol 70% pada Beberapa Interval
Waktu Kontak di RSCM, Anestesia&Critical Care 2010; 28(3):16-24

Anda mungkin juga menyukai