Anda di halaman 1dari 13

ABSTRAK

Selama 3 dekade terakhir, jumlah pembedahan yang dilakukan pada pasien rawat
jalan meningkat secara dramatis, sekitar 16% dari semua pembedahan pada tahun 1980 dan
meningkat secara stabil lebih dari 50% pada tahun 1990an dan lebih dari 60% pada tahun
2007. Secara klinis barbiturat adalah salah satu obat yang banyak diberikan untuk induksi
anestesi umum secara intravena baik pada dewasa maupun anak-anak. Thiopental dan
methohexital dapat diberikan per rectal pada anak-anak.
Keuntungan dari bedah rawat jalan adalah perawatan pasien yang berkualitas tinggi
dapat mengurangi trauma jaringan, pemulihan dengan efek samping yang minimal,
penggunaan analgetik postoperasi yang efektif, informasi yang tepat dan dukungan post
operatif. Tidak ada obat anestesi atau teknik yang ideal untuk bedah rawat jalan, dan
pemilihan tergantung faktor pembedahan dan pasien. Thiopental kurang populer
dibandingkan dengan propofol sebagai agen induksi pada pasien bedah rawat jalan berkaitan
dengan waktu-paruhnya dan efek perubahan hemodinamik setelah pemberian cepat.

ABSTRAC

Over the last 3 decades , the amount of surgery performed on an outpatient basis
increased dramatically , about 16 % of all surgery in 1980 and increased steadily over 50 %
in the 1990s and more than 60 % in 2007. In clinical, barbiturate is one that is widely
prescribed drug for the induction of general anesthesia intravenously either in adults or
children . Thiopental and methohexital can be administered per rectum in children .
Advantages of outpatient surgery is a high-quality patient care that can reduce tissue
trauma , recovery with minimal side effects , the use of postoperative analgesics are effective
, the right information and support post operatively. No anesthetic or surgical techniques are
ideal for outpatient care, and the selection depends on the surgery and patient factors .
Thiopental is less popular than propofol as an induction agent in patients with outpatient
surgery associated with its half-life and the effect of hemodynamic changes after rapid
administration .

1
PENDAHULUAN
Selama 3 dekade terakhir, jumlah pembedahan yang dilakukan pada pasien rawat
jalan meningkat secara dramatis, sekitar 16% dari semua pembedahan pada tahun 1980 dan
meningkat secara stabil lebih dari 50% pada tahun 1990an dan lebih dari 60% pada tahun
2007. Perkembangan yang terjadi pada pembedahan pasien rawat jalan ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Perkembangan pelayanan anestesi, termasuk obat anestesi kerja-singkat dan
perkembangan monitoring kardiopulmonal, telah membuat efek samping anestesi berkurang.
Inovasi pada teknik bedah minimal invasif telah menurunkan kebutuhan pasien akan rawat
inap. Tenakan ekonomi juga mempengaruhi peningkatan pasien yang menjalani bedah sehari.
(1)

BARBITURAT

Klasifikasi barbiturat menjadi obat dengan aksi lama, menengah, singkat dan sangat
singkat tidak direkomendasikan, karena tidak secara tepat menggambarkan aksi masing-
masing obat tersebut setelah interval waktu spesifiknya. Barbiturat memiliki sediaan
komersial dalam bentuk garam sodium yang siap dilarutkan dalam aquades atau cairan salin
membentuk larutan yang sangat alkali (pH dari 2,5% larutan thiopental adalah 10,5). Larutan
yang sangat alkali tersebut tidak kompatibel bila dicampur dengan obat-obatan seperti opioid,
katekolamin, dan obat blokade neuromuskular, yang merupakan larutan asam. (2)

Mekanisme Aksi

Barbirurat menghasilkan efek sedatif-hipnotik melalui interaksi dengan


neurotransmitter inhibitor -aminobutyric acid (GABA) di sistem saraf pusat. Ketika reseptor
GABA diaktivasi, konduksi transmembran klorida meningkat, menghasilkan hiperpolarisasi
membran sel postsinaps dan inhibisi fungsional saraf post sinaps. Kemampuan unik barbiturat
untuk mendepresi sistem aktivasi retikuler, yang dianggap penting untuk memelihara
kesadaran, dapat merefleksikan kemampuan barbiturat untuk menurunkan laju disosiasi
GABA dari reseptornya. (2)

Farmakokinetik

Waktu pulih yang cepat setelah pemberian dosis intravena tunggal thiopental,
thiamylal, atau methohexital merefleksikan redistribusi obat ini dari otak ke jaringan inaktif.
Namun, eliminasi dari tubuh hampir sepenuhnya tergantung pada metabolisme, karena <1%
obat ini terdapat di dalam urin. Waktu yang diperlukan oleh otak untuk keseimbangan antara

2
konsentrasi di otak dan di dalam darah (effect-site equilibration time) sangat cepat.
Sebaliknya, waktu yang diperlukan untuk penurunan 50% konsentrasi plasma thiopental
setelah penghentian pemberian infus (context-sensitif half time) lebih lama karena obat yang
berada di jaringan lemak dan otot skeletal masuk kembali ke sirkulasi untuk menjaga
konsentrasi plasma. (2)

Absorbsi

Secara klinis barbiturat adalah salah satu obat yang banyak diberikan untuk induksi
anestesi umum secara intravena baik pada dewasa maupun anak-anak. Thiopental dan
methohexital dapat diberikan per rectal pada anak-anak. Sebagai premedikasi dapat pula
diberikan secobarbital atau pentobarbital.

Distribusi
Lama kerja obat-obat yang mudah larut dalam lemak (thiopental, thiamylal, dan
methohexital) ditentukan oleh redistribusi yang dialami bukan dengan metabolisme atau
eliminasi. Sebagai contoh, meskipun thiopental memiliki ikatan protein yang tinggi (80%),
kelarutan lemak dan fraksi nonion yang tinggi (60%) membuat ambilan otak cepat (sekitar 30
detik). Bila terjadi syok hipovolemik, albumin serum rendah (penyakit hati berat), atau bila
fraksi non ionik meningkat (asidosis) konsentrasi pada otak dan hati akan dicapai lebih tinggi.

Redistribusi akan terjadi ke bagian-bagian dengan perfiusi yang lebih rendah seperti
otot sehingga menurunkan konsentrasi plasma dan otak hingga 10 % dalam 20 30 menit.
Hal ini sesuai dengan profil klinis yang diperlihatkan di mana pasien pada umumnya hilang
kesadaran dalam 20 detik (karena kelarutan lemak thiopental yang tinggi) dan kembali sadar
dalam 20 menit. Dosis induksi minimal dari thiopental tergantung dari berat badan dan usia.
Pada orang tua dosis induksi dikurangi karena konsentrasi plasma yang tinggi akibat
redistribusi yang lebih lambat. Berlawanan dengan waktu-paruh distribusi yang cepat selama
beberapa menit, eliminasi dari thiopental lebih lama (waktu-paruh eliminasi berkisar 10-12
jam). Kelompok barbiturat lain yang kurang larut lemak mempunyai waktu paruh distribusi
dan lama kerja yang lebih lama. Pemberian barbiturat secara berulang akan menjadikan
organ-organ perifer jenuh sehingga redistribusi tidak terjadi dan lama kerja akan bergantung
kepada eliminasi.

3
Biotransformasi
Biotransformasi terjadi terutama dengan oksidasi di hati untuk menginaktifkan
metabolit yang larut dalam air. Thiopental lebih cepat mengalami biotransformasi hingga 4
kali disebabkan laju ekstraksi oleh heparnya yang tinggi, hal ini menyebabkan pemulihan
kondisi psikomotor methohexital lebih cepat dari barbiturat lainnya.

Ekskresi
Barbiturat berikatan kuat dengan protein sehingga GFR dari barbiturat rendah,
sedangkan kelarutan yang tinggi dari lemak akan mengakibatkan barbiturat banyak
mengalami reabsorbsi.

Barbiturat yang mempunyai kelarutan lemak yang rendah dan ikatan yang lemah
seperti Phenobarbital akan mudah diekskresikan melalui urin. Methohexital diekskresikan
juga melalui faeces.

TABEL 1. Dosis dan penggunaan barbiturat. (3)

Agen Penggunaan Rute Konsentrasi (%) Dosis (mg/kg)


Thiopental, Induksi IV 2,5 3-6
thiamylal
Methoxihetal Induksi IV 1 1-2
Sedasi IV 1 0,2-0,4
Induksi Rektal (anak) 10 25
Secobarbital, Premedikasi Oral 5 2-4
pentobarbital IM 2-4
Rektal Suppositoy 3

Efek pada Organ


Kardiovaskular
Induksi secara intravena akan menyebabkan turunnya tekanan darah dan takhikardia.
Depresi dari pusat vasomotor menyebabkan vasodilatasi perifer sehingga venous return
menurun. Takhikardia mungkin disebabkan oleh efek vagus. Sistim simpatis akan bereaksi
dengan melakukan vasokontriksi perifer.

Curah jantung dipertahankan oleh peningkatan denyut jantung dan kontraktilitas


miokard yang dipicu oleh refleks baroreseptor, namun pada kondisi refleks baroreseptor yang
terganggu (mis. Hipovolemia, penyakit jantung kongestif, dan blok -adrenergik) curah

4
jantung dan tekanan darah arterial dapat turun secara dramatis akibat tidak terkompensasinya
pooling darah perifer dan depresi langsung miokardial.

Penderita hipertensi lama cenderung akan mengalami tekanan darah yang naik turun
dengan rentang lebar saat induksi. Terlihat bahwa efek barbiturat pada kardiovaskuler
tergantung pada volume darah, tonus otonom dan penyakit kardiovaskuler. Pengaruh-
pengaruh ini dapat dikurangi dengan injeksi secara perlahan dan hidrasi preoperative yang
adekuat.

Respirasi
Depresi barbiturat pada pada pusat pernapasan mengurangi respons terhadap
hiperkapnia dan hipoksia. Sedasi dengan barbiturat dapat diikuti dengan obstruksi jalan napas
atas, pada dosis induksi dapat menyebabkan apnea. Saat sadar volume tidal dan respirasi
berkurang.

Barbiturat tidak menghambat refleks-refleks pada jalan napas sehingga bronkospasme


dapat timbul pada penderita asma ataupun laringospasme pada pasien dengan light anesthesia
dengan manipulasi jalan napas. Kejadian ini sering terjadi pada pemberian methoheksital.
Bronkospasme pada pemberian thiopental dapat disebabkan oleh stimulasi kolinergik (dapat
diatasi dengan pemberian atropin), pelepassan histamin atau stimulasi otot polos bronchial.

Otak
Barbiturat menurunkan CBF dan tekanan intrakranial. Penurunan tekanan intrakranial
melebihi penurunan tekanan darah arterial sehingga cerebral perfusion pressure (CPP)
meningkat. Berkurangnya CBF tidak begitu membebani otak karena terdapat penurunan yang
lebih besar lagi dari cerebral oxygen consumption (hingga 50 % dari normal). Dapat
dikatakan bahwa barbiturat mempunyai fungsi proteksi otak.

Spektrum depresi SSP barbiturat bervariasi mulai dari sedasi ringan hingga tidak
sadar tergantung dosis yang diberikan. Tidak seperti opioid, barbiturat tidak sepenuhnya
mengurangi sensasi nyeri, bahkan seakan-akan mempunyai efek antianalgesik dengan cara
menurunkan ambang nyeri Dosis yang kecil dapat menimbulkan keadaan gelisah dan
disorientasi yang dapat mengganggu efek yang diharapkan.

Barbiturat tidak mempunyai efek relaksasi otot bahkan beberapa obat (mis.
Methoheksital) menimbulkan kontraksi involunter otot skelet. 50-100 mg thiopental secara

5
intravena dapat mengendalikan kejang grand mal. Toleransi dan ketergantungan fisiologis
terhadap efek sedatif barbiturat cepat terjadi.

Renal
Barbiturat menurunkan aliran darah ginjal dan GFR sesuai dengan turunnya tekanan darah.

Hepatik
Aliran darah hati berkurang. Penggunaan hepatic enzim meningkatkan metabolisme
beberapa obat (mis. Digitoxin). Penggunaan aminoluvulanat sintetase menignkatkan
pembentukan porphyrin (produk antara pembentukan heme) yang dapat mempresipitasi acute
intermittent porphyria atau variegate porphyria pada individu yang rentan.

Imunologis
Reaksi anafilaktik dan anafilaktoid jarang terjadi. Sulfur pada thiobarbital merangsang
sel mast mengeluarkan histamin sedangkan oksibarbiturat tidak. Sehingga thiopental dan
thiamylal jarang diberikan pada pasien asmatis atau atopis.

Interaksi Obat
Kontras media, sulfonamida dan obat lain yang menempati tempat ikatan protein yang
sama dengan thiopental akan meningkatkan jumlah obat bebas yang beredar dan
meningkatkan efek pada organ.

Etanol, narkotik, antihistamin dan depresan SSP lainnya memperkuat efek sedatif
barbiturat. Belum ada bukti lebih jelas bahwa penggunaan alcohol kronis meningkatkan
kebutuhan thiopental. (3)

BEDAH RAWAT JALAN

Meskipun bedah rawat jalan telah dilakukan secara luas, definisi yang ada bervariasi
antar masing-masing negara dan penyedia layanan kesehatan. Untuk konsistensi, kami
menggunakan definisi yang diusulkan oleh IAAS (International Assosiation for Ambulatory
Surgery) : Kasus bedah sehari adalah pasien yang dirawat untuk investigasi atau operasi
yang direncanakan tanpa rawat inap dan tanpa atau membutuhkan sedikit fasilitas untuk
pemulihan. Keseluruhan proses tidak memerlukan rawat inap satu malam di rumah sakit.
Definisi tersebut memerlukan pasien untuk mendapatkan manajemen keseluruhan yang
dilakukan pada hari yang sama, yaitu kegiatan admisi, operasi dan pulang pada hari kalender
yang sama. (4)

6
Keuntungan bedah rawat jalan

Keuntungan dari bedah rawat jalan adalah perawatan pasien yang berkualitas tinggi
dapat mengurangi trauma jaringan, pemulihan dengan efek samping yang minimal,
penggunaan analgetik postoperasi yang efektif, informasi yang tepat dan dukungan post
operatif. Pasien menghargai akan efisiensi penjadwalan operasi, tidak tergantung akan
ketersediaan tempat tidur rumah sakit, dan kenyamanan untuk pemulihan di dalam
lingkungan keluarga. Keuntungan finansial yang berhubungan dengan bedah rawat jalan
adalah hilangnya biaya yang berkaitan dengan admisi rawat inap. Di Amerika Serikat dan
Inggris Raya, prosedur yang kompatibel dengan bedah rawat jalan mendapatkan bayaran
yang sama (dari perusahaan asuransi atau pengelola keuangan setempat), tanpa
memperhatikan waktu rawat inap. Oleh karena itu, jika pasien tidak dirawat inap, kelebihan
anggaran akan diberikan kepada pengelola fasilitas.

Kriteria Pemilihan Pasien

Faktor Pembedahan

Perkembangan pembedahan minimal invasif, peningkatan teknik pembedahan dan


kontrol nyeri, serta ketersediaan obat anestesi dengan aksi singkat secara dramatis
meningkatkan cakupan prosedur pembedahan yang kompatibel dengan bedah rawat jalan.
Durasi pembedahan saat ini relatif tidak penting, luas luka pembedahan yang lebih
menentukan secara signifikan. Tidak boleh ada kehilangan darah yang diprediksi akan terus
menerus, pergeseran cairan perioperatif yang besar, atau kebutuhan akan perawatan
postoperatif yang kompleks atau spesifik. Komplikasi pembedahan masih menjadi penyebab
utama rawat inap yang tidak terencana, tapi kejadian tersebut jarang dan bisa dideteksi
sebelum pasien dipulangkan, sehingga bedah rawat jalan masih menjadi rencana awal. Ketika
pulang pada hari yang sama dengan pembedahan tidak memungkinkan, banyak pasien
memerlukan rawat inap satu malam di rumah sakit, membuat prosedur pembedahan sesuai
untuk pembedahan dengan rawat singkat. Di Amerika Serikat dan Inggris Raya, perawatan
satu malam pada bedah rawat jalan tidak memerlukan pembayaran tambahan, jadi biaya
tambahan ditanggung oleh pengelola fasilitas. (5)

7
Tabel 2. Prosedur pembedahan yang dapat dilakukan pada bedah rawat jalan. (5)

Spesialisasi Contoh Prosedur Pembedahan


Bedah payudara Eksisi atau biopsi, termasuk eksisi luas lokal, biopsi nodus
sentinel, mastekktomi simpel, mikrodoktomi, dan operasi
lainnya di puting
Bedah umum Fistula perianal, sinus pilonidal, hemoroidektomi, open or
laparoscopic hernia repair, laparoskopi cholesistektomi,
adrenalektomy, splenektomi, fundoplication, dan gastric
banding
Ginekologi Pembedahan serviks, laparoskopi ligasi tuba, ooforektomi,
histerektomi, pembedahan inkontinesia perempuan, dan
anterior and posterior repair
Kepala dan leher Prosedur dental, eksisi kelenjar saliva, tiroidektomi, dan
paratiroidektomi
Oftamologi Pembedahan katarak, pembedahan strabismus, pembedahan
nasolakrimal dan semua kelopak mata
Ortopedi Bedah atroskopi diagnostik da, pielon terapi, anterior cruciate
ligament repair, pembebasan carpal tunnel, bunion surgery,
fraktur reduksi dan removal of metalworks, mikrodisektomi
lumbar, bedah panggul invasif minimal, dan bedah lutut
unikompartemen
Otolaringologi Miringotomi dam timpanoplasti, rhinoplasti, prosedur pada
septum nasal dan turbinates, polipektomi, adenotonsilektomi,
laringoskop, dan bedah sinus endoskopi
Urologi Bedah endoskopi ureter dan kandung kemih, transurethral laser
postatektomi, sirkumsisi, orchidektomi, nefrektomi
laparoskopi, pieloplasti, dan prostatektomi
Bedah vaskular Pembedahan vena varikosa, pembuatan fistula dialisis, dan
bedah arterial transluminal

8
Faktor Medis

Di masa lalu, bedah rawat jalan tergantung dari kriteria seleksi pasien yang ketat
dalam upaya mengurangi komplikasi postoperasi. Pada prakteknya, kebanyakan kriteria
tersebut dapat memprediksi efek samping perioperatif yang dapat ditangani, tapi tidak dapat
memprediksi kebutuhan rawat inap yang tidak diantisipasi atau readmisi. Bedah rawat jalan
sangat aman, dengan angka mortalitas perioperatif kurang dari 1 per 11.000, lebih baik
dibanding populasi umum.

Kontraindikasi absolut relatif sedikit untuk bedah rawat jalan saat ini. Kesesuaian
pasien harus dinilai berdasarkan kesehatan secara keseluruhan, menghitung risiko dan
keuntungan dari kepulangan awal, dan tidak hanya berdasarkan batas arbitrary, seperti usia,
indeks massa tubuh (IMT), atau status fisik ASA. Kondisi kronik sebaiknya relatif stabil dan
diterapi secara optimal sebelum prosedur elektif, terutama manajemen postoperatif. Banyak
penyakit kronik yang stabil seperti diabetes, asma, atau epilepsi, sering ditangani dengan oleh
pasien, dan bedah rawat jalan memfasilitasi ini dengan tidak mengganggu konsumsi obat
harian mereka. Perbedaan harus dibuat antara penyakit sebelumnya yang dapat membuat
kesulitan manajemen pasien pada hari pembedahan dengan peningkatan kemungkinan
terjadinya masalah paska operasi, yang merupakan kontraindikasi relatif bedah rawat jalan.

Faktor sosial

Secara umum, jika kehidupan pasien teratur sebelum pembedahan, mereka akan dapat
menyesuaikan paska operasi. Beberapa penyesuaian dibutuhkan jika mobilitas pasien sangat
dipengaruhi oleh prosedur pembedahan, misalnya pemakaian bidai. Akses telpon untuk dapat
menghubungi asisten merupakan kebutuhan minimum, tapi jarang menjadi masalah karena
saat ini banyak tersedia telepon selular. Pasien biasanya tinggal dengan jarak yang tidak jauh
dari tempat pembedahan, tapi ini kadang tidak praktis di pedesaan atau tempat dengan
populasi yang jarang. Perjalanan dari ratusan atau ribuan mil tidak pernah terdengar dari
bagian Skandinavia setelah pembedahan rawat jalan. Untuk pasien yang tinggal jauh,
pertimbangan harus diberikan untuk penyediaan perawatan darurat dekat dengan rumah dan
untuk kenyamanan pasien selama perjalanan. Pasien yang memilih untuk perjalanan jarak
jauh setelah operasi rawat jalan biasanya sangat puas dengan pelayanannya. Rumah Sakit
model hotel, yang menawarkan akomodasi dekat tapi sedikit atau tidak ada perawatan,
merupakan alternatif dengan biaya yang lebih tinggi untuk pasien dan sebagian besar telah
ditinggalkal karena pilihan yang tidak praktis.

9
Sebuah fitur keselamatan yang universal adalah dengan mewajibkan semua pasien
menjalani operasi dengan anestesi umum atau sedasi untuk dipulangkan dengan pengawalan
orang dewasa yang bertanggung jawab dan memiliki seseorang yang tinggal bersama mereka
selama 24 jam ke depan. Jika pendamping 24 jam dimandatkan, pasien sering mengabaikan
instruksi pasca operasi dan mengirim penjaga mereka pergi jika mereka merasa baik di
rumah. Di Amerika Serikat, itu adalah praktik standar untuk mengharuskan pasien yang
menerima selain dari unsuplementasi obat anestesi lokal dipulangkan dengan pengawasan
orang dewasa.; jika tidak, operasi akan ditunda. Sebuah studi tunggal-lembaga Kanada
dilaporkan pemulangan pasien sendirian ketika penjaga mereka tidak tiba, namun praktek ini
meningkatkan kunjungan ruang gawat darurat atau frekuensi readmisi dalam waktu 30 hari.
Asosiasi Dokter-dokter anestesi dari Britania Raya dan Irlandia telah menyarankan bahwa
pendamping mungkin diperlukan dalam sebagian besar (tetapi tidak semua) kasus, dengan
pengecualian ketika operasi yang relatif kecil dan anestesi singkat sehingga pasien tidak
terganggu oleh efek sedatif anestesi atau analgesia pada saat pemulangan. Jika pasien
dipulangkan saja, mereka harus tidak mengendarai kendaraan mereka sendiri menuju rumah;
beberapa kecelakaan serius telah terjadi, terutama setelah penggunaan dosis obat penenang
benzodiazepin. (5)

TEKNIK ANESTESI PADA BEDAH RAWAT JALAN

Bedah rawat jalan memerlukan standar fasilitas dasar yang sama seperti pembedahan
rawat inap, staf, dan alat untuk mengantarkan obat-obat anestesi, monitoring, dan resusitasi.
Kualitas, keamanan, efisiensi, dan biaya obat dan alat merupakan pertimbangan yang penting
dalam pemilihan teknik anestesi untuk bedah rawat jalan. Pemilihan obat anestesi yang
spesifik atau teknik harus tepat dan dapat dikontrol intraoperatif diikuti dengan pemulihan
yang cepat dan efek samping yang minimal serta dapat kembali ke aktivitas psikomotor yang
normal. Untuk mencapai tujuan tersebut termasuk perhatian yang baik pada analgesia,
antiemesis, dan terapi cairan serta memerlukan staf yang berpengalaman untuk memberikan
pelayanan yang berkualitas tinggi dan efektif biayanya. (4)

Tidak ada obat anestesi atau teknik yang ideal untuk bedah rawat jalan, dan pemilihan
tergantung faktor pembedahan dan pasien. Anestesi umum masih merupakan teknik yang
popular pada pasien dan dokter bedah, pada beberapa kasus dibandingkan dengan anestesi
lokal atau anestesi regional. Anestesi spinal dapat digunakan pada pembedahan ekstremitas
bawah dan perineum, tapi harus dimodifikasi untuk penggunaan bedah rawat jalan dengan

10
menggunakan teknik dosis rendah atau obat dengan aksi singkat untuk mencegah
keterlambatan pemulangan akibat blokade simpatis atau motorik residual. Infiltrasi obat
anestesi lokal, blokade saraf perifer, atau keduanya memfasilitasi proses pemulihan dengan
cara mengurangi nyeri paska operasi dan meminimalkan kebutuhan analgesik opioid setelah
anestesi umum dan sebaiknya digunakan kapanpun bila memungkinkan. Banyak tindakan
bedah rawat jalan dilakukan dengan anestesi lokal, ditambah bila perlu, dengan sedatif, atau
obat analgesik, atau keduanya. (4) Beberapa prosedur mungkin hanya bisa dilakukan dengan
anestesi umum. Bagi yang lain , preferensi pasien , dokter bedah , atau ahli anestesi dapat
menentukan pilihan anestesinya. Biaya sedasi biasanya kurang dari biaya anestesi umum
atau regional. Waktu untuk pemulihan juga dapat mempengaruhi pilihan teknik anestesi.
Dalam sebuah studi dari pasien yang menjalani biopsi prostat , pemulangan setelah anestesi
umum lebih cepat daripada setelah anestesi spinal. Sebaliknya , dalam sebuah studi dari
pasien yang menjalani bedah trauma ekstremitas atas, nyeri di PACU dan waktu untuk
memenuhi kriteria untuk keluar rumah sakit lebih sedikit dari pasien yang menjalani
pembedahan dengan anestesi umum. (5)

THIOPENTAL PADA ANESTESI UMUM BEDAH RAWAT JALAN

Obat anestesi umum yang digunakan menentukan berapa lama pasien tinggal di
PACU setelah operasi ,dan untuk beberapa pasien , apakah mereka dapat dipulangkan ke
rumahnya. Anestesi umum masih merupakan pilihan yang populer pada pasien, dokter bedah,
dan penyedia layanan anestesi. Induksi anestesi umum umumnya dilakukan dengan obat
anestesi intravena dengan cepat dan durasi singkat, meskipun induksi anestesi inhalasi sering
dilakukan pada anak-anak dan orang dewasa yang fobia jarum. Obat intravena juga populer
untuk memelihara anestesi, khususnya bila terdapat alat target controlled infusion (TCI), tapi
penggunaan obat anestesi inhalasi dengan durasi singkat, dengan atau tanpa nitr ogen oksida,
lebih umum. Tidak ada teknik anestesi yang lebih baik dari lainnya pada anestesi bedah rawat
jalan. Faktor lain seperti pengalaman ahli anestesi, penggunaan obat ajuvan, dan seni
anestesi, merupakan faktor yang penting dalam memberikan anestesi yang berkualitas. (5)

Variasi hemodinamik, terutama hipotensi, terjadi setelah pemberian agen anestesi


intravena ( IV ) seperti thiopental dan Propofol. Thiopental telah menjadi agen anestesi IV
populer selama bertahun-tahun. Namun , Propofol , sebuah agen hipnotik diisopropilfenol IV,
mendapatkan popularitas karena pemulihan pasien yang cepat dan efek antiemetiknya.
Penelitian yang dilakukan oleh Safaee dkk menunjukkan bahwa insidensi perubahan

11
hemodinamik pada sistolik, diastolik, MAP dan frekuensi denyut jantung secara signifikan
lebih tinggi pada thiopental dibandingkan propofol. (6)

Thiopental kurang populer dibandingkan dengan propofol sebagai agen induksi pada
pasien bedah rawat jalan berkaitan dengan waktu-paruhnya. Waktu paruh eliminasi thiopental
(10 sampai 12 jam) lebih lama dari propofol (1 sampai 3 jam) dan methohexital (6 sampai 8
jam) . Meskipun efek dari obat yang diberikan untuk induksi tampaknya bersifat sementara ,
obat ini dapat menekan kinerja psikomotor selama beberapa jam . Setelah dosis induksi
propofol atau thiopental, penurunan setelah thiopental bisa jelas sampai 5 jam , tapi hanya
untuk 1 jam setelah propofol. (5) Thiopental dimetabolisme perlahan dan berhubungan dengan
efek mabuk , yang merupakan kerugian jika agen digunakan untuk anestesi bedah rawat
jalan. Penelitian yang dilakukan oleh Heath dkk menunjukkan pasien yang menerima
thiopental secara signifikan lebih lelah dan mengantuk, dan kurang waspada, daripada
mereka yang dibius dengan propofol 1 jam dan 24 jam setelah operasi. (7)

Thiopental lebih dipilih dibandingkan dengan methohexitone yang memberikan


anestesi kurang halus , terutama pada pasien tanpa premedikasi. (8) Meskipun kesadaran dan
pemulihan klinis lebih cepat dengan methohexitone dibandingkan dengan thiopental,
pemulihan lengkap (misalnya normalisasi keterampilan mengemudi) membutuhkan waktu
yang sama setelah pemberian cepat dari kedua barbiturat. Jika suntikan berulang atau infus
barbiturat digunakan untuk mempertahankan anestesi, waktu-paruh eliminasi methohexitone
dibandingkan dengan thiopental mungkin terkait dengan pemulihan yang lebih cepat secara
keseluruhan dan lebih lengkap . Karena methohexitone menyebabkan rasa sakit pada injeksi
,dan lebih cegukan dan gerakan , kebanyakan ahli anestesi lebih memilih thiopental untuk
induksi anestesi bedah rawat jalan. (6)

KESIMPULAN

Thiopental lebih dipilih dibandingkan dengan methohexitone sebagai obat anestesi


intravena pembedahan rawat jalan, tetapi kurang populer dibandingkan dengan propofol yang
lebih cepat waktu pulihnya, dan sedikit menyebabkan perubahan hemodinamik setelah
pemberian cepat obat tersebut.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Michael R. Mathis NNNAMSREFCJPJCea. Patient Selection for Day Case-eligible


Surgery. Anesthesiology. 2013 December; 119(6).

2. Stoelting RK, Hillier SC. Barbiturates. In Stoelting RK, Hillier SC. Handbook of
Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice, 2nd Edition. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins; 2006. p. 121-131.

3. IV JFB, Mackey DC, Wasnick JD. Intravenous Anesthetics. In Morgan & Mikhail's
Clinical Anesthesiology Fifth Edition. New York: McGraw- Hill Education; 2013. p. 175-
179.

4. Smith I, Skues M, Philip BK. Ambulatory (Outpatient) Anesthesia. In Miller's Anesthesia,


Eight Edition. Philadelphia: Saunders; 2015. p. 2612-2642.

5. Lichtor JL. Ambulatory Anesthesia. In Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK, Cahalan MK,
Stock MC, Ortega R, editors. Clinical Anesthsia. Seventh Edition. Philadelphia:
LIPPINCOTT WILLIAMS & WILKINS, a WOLTERS KLUWER BUSINESS; 2013. p.
844-858.

6. Mohammad-Hadi Safaee ASHRE. Hemodinamic Variation Following Induction and


Tracheal Intubation, Thiopental vs Propofol. M.E.J. ANESTH. 2007; 19(3).

7. P. J. Heath TWOAWRG. Recovery after day-case anaesthesia, A 24-hour comparison of


recovery after thiopentone or propofol anaesthesia. Anaesthesia. 1990 February; 14.

8. Millar JM, Jewkes CF. Recovery and Morbidity After Daycase Anaesthesia. Anaesthesia.
1988; 83.

9. Korttila K. Recovery from outpatient anaesthesia. Anaesthesia. 1995; 50.

13

Anda mungkin juga menyukai