Anda di halaman 1dari 57

Kelainan Kongenital

Pada Hidung
Presentator:
Nur Cholida Harissa

Moderator:
dr. Kartono Sudarman Sp. THTKL(K)

BAILEY’S. Bab 96. Congenital Anomalies of


the Nose (Hal: 1445-1454)
VISI Prodi Ilmu
Kesehatan T.H.T.K.L.
▣ Menjadi program studi

‘’ berstandar global yang


inovatif dan unggul, serta
mengabdi kepada
kepentingan bangsa dan
kemanusiaan dengan
dukungan sumber daya
manusia yang profesional
dan dijiwai nilai-nilai
Pancasila pada tahun 2020

2
MISI Prodi Ilmu
Kesehatan T.H.T.K.L.
1. Meningkatkan kegiatan

‘’
pendidikan, penelitian dan
pengabdian masyarakat
berlandaskan kearifan lokal
2. Mengembangkan sistem tata
kelola program studi Kesehatan
T.H.T.K.L. yang mandiri dan
berkualitas (Good Governance)
3. Membangun kemitraan dan
kerjasama dengan rumah sakit
yang berkepentingan dalam
rangka mendukung kegiatan
pendidikan, penelitian dan
pengabdian masyarakat

3
PENDAHULUAN

4
PENDAHULUAN

▣ Lesi kongenital midline  1 setiap 20.000


hingga 40.000 kelahiran.
▣ Bayi dengan massa nasal di midline 
dermoid nasal, glioma dan encephalocele.
▣ MRI/CT Scan
▣ Rencana tindakan lebih lanjut

5
EMBRIOLOGI

▣ Perkembangan normal neuropore anterior


(regio frontonasal primitif)
▣ Pembentukan tabung neural dari ektoderm
▣ Migrasi neural crest cell menuju mesenkim
untuk membentuk dasar tengkorak dan
wajah.

6
▣ Neural crest cell bermigrasi menuju posisinya,
mesenkim yang dibawahnya mulai menjadi :
 Fonticulus nasofrontalis
 Nasal capsule
 Prenasal space
 Foramen cecum

7
Gambar 1. Pembentukan tabung neural. Gambaran dorsal embrio
dengan perkembangan neural. A. Alur Neural . B. Alur makin dalam.
C. Tabung neural dipisahkan oleh permukaan ektoderm; neural crest
cell diselingi antara permukaan dan tabung neural.

8
Gambar 2. A. Neuropore posterior, B.
Neuropore anterior, C. Permukaan
ektoderm yang menutupi neural groove.

9
Gambar 3. Anatomi embrionik
normal hidung dan dasar
tengkorak anterior.
1, kartilago frontal;
2, fonticulus nasofrontalis;
3, tulang nasal;
4, kartilago nasal;
5, prenasal space;
6, nasal capsule;
7, dura.

10
Dermoid

▣ Permukaan ektoderm dan neuroektoderm


▣ Terbentuk di kulit
▣ Terbentuk dari epitel skuamous
▣ Kegagalan proses apoptosis saat
pembentukan neural tube
▣ Dura – kulit  foramen cecum  kista
dermoid
▣ Biasanya pada septum

11
Dermoid

▣ Dermoid mengandung komponen


mesodermal dan ektodermal.
▣ Kista dermoid nasal terjadi sekitar 8-10% dari
total dermoid kepala dan leher dan 1% dari
seluruh dermoid.
▣ Umumnya dermoid memiliki jalur sinus yang
keluar melalui minute skin opening
sepanjang garis nasal.

12
Dermoid

▣ Gejala-gejala : lesi massa terlokalisir pada


dorsum nasal, eritem dan nyeri, discharge
sebaseus atau purulen, atau keluhan orang
tua tentang kosmetik.
▣ Sekitar 50% pasien mengalami dorsum nasal
yang melebar dan hipertelorism.
▣ Kasus dengan koneksi intrakranial
meningkatkan resiko meningitis.

13
Gambar 4 . Perkembangan dermoid
nasal kongenital.
A. Penutupan normal fonticulus,
foramen cecum, dengan saluran sinus
meluas hingga permulaan prenasal
space.

14
Gambar 5. B: foramen cecum paten dengan fistula dari dorsum nasal ke
prenasal space. C: fonticulus paten dan saluran sinus ke kulit glabella.

15
Glioma

▣ Teori terbentuknya embriogenesis glioma:


▣ Glioma terbentuk dari sutura kranial jaringan
otak
▣ Terdiri dari jaringan ikat fibrosa
▣ Berkaitan dengan encephalocele
▣ Teori lain berhubungan dengan pertumbuhan
saraf olfaktori yang keluar dari lamina
kribiformis

16
Glioma

▣ Biasanya muncul pada awal kehidupan


dengan gejala obtruksi nasal.
▣ Rasio ekstranasal : intranasal : kombinasi
keduanya adalah 6 : 3 : 1.
▣ Massa biasanya tidak di garis tengah,
berhubungan dengan jalur sinus, bisa ditekan,
membesar saat menangis, atau
transiluminasi.

17
Glioma

▣ Sekitar 15% memiliki koneksi dengan dura 


sering terjadi pada intranasal glioma
▣ Koneksi dapat terjadi melalui foramen cecum
atau sutura nasofrontal dan menyebabkan
anak berisiko mengalami meningitis.

18
Gambar 6. Perkembangan glioma .
B: glioma intranasal dengan koneksi SSP.
C: tulang yang menutup membentuk glioma.

19
Encephalocele

▣ Seperti glioma
▣ Berasal dari kegagalan dari penutupan tulang
tengkorak  persisten
▣ Terdapat defek persisten intrakranial dan
ekstrakranial
▣ Teori lain juga diduga karena keterlambatan
migrasi dari kista neural  kegagalan
penutupan dasar tulang tengkorak

20
Encephalocele

▣ Mengandung jaringan meningeal dan


jaringan otak.
▣ Sering berkaitan dengan sindrom atau
komorbid lain seperti sindrom Beckwith-
Wiedemann.
▣ Encephalocele diklasifikasikan menjadi
ocipital, basal atau sincipital berdasarkan
lokasi defek tulang tengkorak.

21
Encephalocele

▣ Encephalocele sincipital disebut juga


encephalocele frontoethmoidal dapat dibagi
menjadi 3, yaitu:
1. Nasofrontal
2. Nasoethmoidal
3. Nasoorbital
▣ Lesi tersebut biasanya pulsatil dan membesar
saat menangis, mengejan atau tekanan papa
vena jugular  tanda Furstenberg.

22
Encephalocele

▣ Encephalocele basal dibagi menjadi 4, yaitu:


1. Transethmoidal
2. Sphenoethmoidal
3. Transsphenoidal
4. Sphenomaxillary

23
Gambar 7. Perkembangan encephalocele
A: herniasi dura dan jaringan glial
(encephalocele) melalui fonticulus

24
Gambar 8. saluran sinus yang terbuka pada dorsum nasal.

25
Gambar 9. Encephalocele sincipital
E, tulang ethmoid
M, Maksila
N, tulang nasal
NC, kartilago nasal
A: normal
B: encephaloce nasofrontal, dengan
defek tulang superior hingga tulang
nasal,
C: encephalocele nasoethmoidal,
dengan defek tulang inferior hingga
tulang nasal.

26
EVALUASI

▣ Diagnosis banding lesi midline kongenital


pada hidung adalah kista epidermoid,
hemangioma, teratoma, neurofibroma,
lipoma, dan limfangioma.
▣ Pada beberapa keadaan, lesi midline nasal
dapat dideteksi pada sonografi prenatal rutin.

27
▣ MRI merupakan modalitas pencitraan
terfavorit untuk kecurigaan anomali
neuropore anterior.
▣ CT scan memberikan detil tulang yang lebih
baik sedangkan MRI paling baik
mengambarkan jaringan lunak .

28
Gambar 10. potongan sagital MRI encephalocele nasofrontal.

29
Gambar 11. Potongan koronal (A) dan aksial (B) MRI menunjukkan kista dermoid lobus frontal.

30
TERAPI PEMBEDAHAN

▣ Terdapat kontroversi tentang waktu dan


metode pembedahan.
▣ Lesi dengan koneksi intrakranial sebaiknya
tidak ditunda untuk dilakukan pembedahan.
▣ Jika MRI menunjukkan tidak ada koneksi
intrakranial, pembedahan dapat ditunda 2
hingga 5 tahun, asalkan tidak terjadi infeksi.

31
▣ Beberapa variasi pendekatan bedah untuk
kista dermoid nasal termasuk incisi vertikal
atau horisontal midline, rinotomi lateral, incisi
transglabellar, atau pendekatan rinoplasti
eksternal.

32
Gambar 12 . Incisi vertikal midline

33
Gambar 13. A: incisi rinoplasti terbuka dengan retraktor memberikan lapang operasi yang luas.
B: specimen dapat dengan mudah diambil dengan rinoplasti terbuka.

34
Terima kasih
Mohon Asupan

35
▣ Which of the following most predisposes the
anterior neuropore to incomplete closure?
A. Reduced blood supply to anterior neural tube
B. Relatively late neural tube closure and low
concentration of neural crest cells
C. Lack of extracellular stromal support for
neural crest cell migration
D. Early apoptosis of anterior neuropore cells

36
41

▣ Which of the following would likely require


neurosurgical intervention via craniotomy
during resection of a nasal dermoid tract
approaching the skull base?
A. Presence of a fibrous stalk within 1 mm of the
skull base
B. Need for a transglabellar approach if
exposure via open rhinoplasty is insufficient
C. Inability to confirm the point of termination of
dermoid tract on physical examination
D. Histologic evidence of an open epithelial-
lined tract at the level of the skull base 37
48

▣ A mass that splays apart the nasal bones and


has an intranasal component in a child may
have all of the following characteristics except:
A. Be a dermoid cyst
B. Be a glioma
C. Be an encephalocele
D. It is safe to biopsy at the initial visit
E. May require surgery that results in significant
nasal deformity

38
49

▣ Which of the following is most suggestive of


intracranial involvement of congenital nasal
lesions?
A. Bifid crista galli and enlarged foramen cecum
B. Widened nasal dorsum and hypertelorism
C. Lateral displacement of the medial orbital
walls
D. Previous history of meningitis

39
84

▣ Which of the following best characterizes the


order of embryogenesis of the anterior
neuropore?
A. Neural crest migration, neural grove fo
rmation, neural tube closure
B. Neural crest migration, neural tube closure,
neural groove formation
C. Neural groove formation, neural tube closure,
neural crest migration
D. Neural groove formation, neural crest
migration, neural tube closure
40
Embriologi – perkembangan normal

41
Embriologi – perkembangan
abnormal

42
Dermoid Nasal

▣ Superonasal dermoid

43
Embriologi – perkembangan
abnormal dermoid nasal

44
Terapi pembedahan dermoid nasal

Langkah-langkah:
• Incisi eliptical di sekitar “pit”
• Gunakan lacrimal probe untuk
kanulasi jalur
• Gunakan small diamond burr
untuk mengebor di sekitar
jalur melalui tulang nasal
• Evaluasi dan bebaskan jalur
sari adherent dura dan/atau
crista galli

45
Dermoid nasal

Komplikasi:
▣ Inflamasi intermitten
▣ Abses
▣ Osteomielitis
▣ Broaden nasal root
▣ Meningitis
▣ Abses serebral

46
Abses dermoid nasal

▣ Pembentukan abses

47
Pembentukan kista dermoid

48
▣ Intranasal glioma

49
Pembentukan glioma

50
Glioma nasal

• Tumbuh bersama dengan anak


• Tangkai fibrous tersisa pada
15% kasus
• Jaringan neuroglial displastik dan
jaringan fibrovaskular

51
Glioma nasal

MRI glioma nasal


52
Glioma nasal

53
Encephalocele

▣ Large nasal encephalocele

54
Pembentukan encephalocele

55
Encephalocele nasal

Sincipital encephalocele Basal encephalocele

56
Encephalocele nasal

Gambaran MRI encephaloce nasal

57

Anda mungkin juga menyukai