Anda di halaman 1dari 42

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Cacat bawaan adalah suatu kelainan/ cacat yang dibawa sejak lahir baik fisik maupun
mental. Cacat bawaan dapat disebabkan akibat kejadian sebelum kehamilan, selama
kehamilan dan saat melahirkan atau masa perinatal. Cacat ini dapat akibat penyakit genetic,
pengaruh lingkungan baik sebelum pembuahan (bahan mutagenic) maupun setelah terjadi
pembuahan (bahan teratogenik). paling sering terjadi dibulan awal kandungan. Kasus yang
paling sering terjadi ketika seorang ibu bahkan belum sadar dirinya hamil, penyebab
utamanya belum diketahui secara pasti, namun ada factor-faktor yang dicurigai dapat
menyebabkan meningoensefalokel seperti ibu hamil yang mengalami diabetes,kekurangan
asam folat, pola makan yang buruk, dan meminum obat secara tidak terkontrol.

Kelainan bawaan pada neonatus dapat terjadi pada berbagai organ tubuh, diantaranya
meningoensefalokel yang merupakan defek pada cranium yang biasanya terjadi pada
daerah oksipital,dimana daerah meningen dan korteks serebri atau batang otak/sereblum
menonjol keluar dan ditutupi oleh kulit.Meningoensefalokel akan berkaitan dengan
kelainan mental yang berat meskipun sudah dilakukan operasi.

Di Indonesia, fakta mengatakan dari 3 kasus yang sering terjadi pada bayi baru lahir
yaitu ensefalus, anensefali dan meningo ensefalokel, sebanyak 6,5% bayi baru lahir terkena
meningo ensefalokel. Sementara itu fakta lain mengatakan 4,5% dari 10.000 bayi yang lahir
di Belanda menderita kelainan yang sama atau sekitar 100 bayi setiap tahunnya.

Gejala klinis sangat bervariasi tergantung malformasi serebral yang terjadi, termasuk
hidrosephalus dan banyaknya jaringan otak yang mengalami dysplasia dan masuk ke dalam

1
kantung meningo ensefalokele. Jika hanya mengandung meningens saja, prognosisnya
lebih baik dan dapat berkembang normal. Meningo ensefalokele sering disertai dengan
kelainan kranium farsial atau kelainan otak lainnya, seperti hidrosefalus atau kelainan otak
lainnya (Syndrome Meckel, Syndrome Dandy Walker).

Hampir semua meningo ensefalokele memerlukan intervensi bedah saraf, kecuali


massanya yang terlalu besar dan dijumpai mikrosefali yang jelas. Bila mungkin, tindakan
bedah sedini mungkin untuk menghindari infeksi, apalagi bila ditemui kulit yang tidak utuh
dan perlukaan di kepala. Maka dalam hal ini perawat dituntut untuk dapat profesional
dalam menangani yang terkait dengan meningoencefalokelkel misalnya saja dalam
memberikan asuhan keperawatan harus tepat dan cermat agar dapat meminimalkan
komplikasi yang terjadi akibat meningokel.

1.2 TUJUAN

1.2.1 Tujuan Umum


Diharapkan mampu melakukan asuhan keperawatan pada bayi dengan
kelainan bawaan meningoencefalokel.

1.2.2 Tujuan Khusus


a. Mengetahui pengertian Meningo encephalocele
b. Mengetahui etiologi/penyebab bayi Meningo encephalocele
c. Mengetahui patofisiologi bayi Meningo encephalocele
d. Dapat melakukan pengkajian dan pengumpulan data pada bayi
Meningoensefalokel
e. Dapat mengidentifikasi dan merumuskan diagnosa keperawatan bayi dengan
Meningo encephalocele berdasarkan prioritas masalah
f. Dapat menentukan intervensi, melakukan tindakan dan evaluasi pada bayi
dengan Meningo encephalocele

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

MENINGOENCEFALOKEL

2.1 Tinjauan pustaka penyakit


2.1.1 Pengertian

Meningoensefalokel adalah kelainan congenital akibat defek tuba neuralis. Defek


tuba neuralis ini didaerah kaudal akan menyebabkan spina bifida dan didaerah cranial
akan menyebabkan defek tulang cranium disebut cranium bifidum. Hal ini dimulai
pada masa embrio pada minggu ke III sampai dengan minggu ke IV;tidak
menutupnya tuba neuralis pada ujung cranial dapat menimbulkan herniasi jaringan
saraf pusat. Meningoensefalokel dapat terjadi diseluruh bagian tengkorak, tetapi yang
paling sering terjadi diregio occipital, kecuali pada orang asia, yang lebih sering
terjadi pada region frontal (Tsementzis,2000;Ropper, et al,2005, Sjamsuhidayat,
2005).

Herniasi atau benjolan ini dapat berisi meningen dan cairan cerebrospinal saja
disebut meningokel cranial, dapat juga berisi meningen, Cairan serebrospinal dan
jaringan /parenkim otak disebut meningoensefalokel. Secara umum herniasi melalui
defek cranium disebut meningoensefalokel, Walaupun sebenarnya berbeda patologi,
pengobatan dan prognosisnya. Kira-kira 75% meningoencefalokel didapatkan di
region oksipital, dapat terlihat sebagai kantong kecil bertangkai atau berstruktur
seperti kista besar, Dapat lebih besar daripada cranium,tertutup oleh kulit seluruhnya,
Kadang-kadang ditempat-tempat tertentu hanya dilapisi oleh membran tipis seperti
kertas perkamen, Sebanyak 15% dari ensefalokel terletak difrontal. (Cristopher, 2007;
lubis, 2009).

Isi meningoensefalokel dapat diketahui dengan transiluminasi dan USG. Pada


pemeriksaan mikroskopis, biasanya akan didapatkan jaringan otak

3
abnormal/displasia. Insiden meningo ensefalokel 1-5 per 10.000 bayi lahir hidup;
paling kecil dari seluruh penyakit defek tuba neuralis (8% - 19%). Di Eropa dan
Amerika hampir 80% - 90% meningo ensefalokel terdapat di regio oksipital, meningo
ensefalokel di daerah anterior (frontal, nasofrontal, nasofaringeal) lebih sering di Asia
Tenggara.

2.1.2 Etiologi

Meningoensefalokel disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung syaraf selama


perkembangan janin. Kegagalan penutupan tabung syaraf ini disebabkan oleh
gangguan pembentukan tulang cranium saat dalam uterus seperti kurangnya asupan
asam folat selama kehamilan, Adanya infeksi pada saat kehamilan terutama infeksi
TORCH, Mutasi gen (terpapar bahan radiologi), obat-obatan yang mengandung
bahan yang teratogenik. Meningoensefalokel juga disebabkan oleh defek tulang
kepala, Biasanya terjadi dibagian occipitalis, kadang-kadang juga dibagian nasal,
frontal, Pariental (Ropper, et al, 2005; Christoper, 2007). Tuba neural umumnya
lengkat empat minggu setelah konsepsi. Diperkirakan hampir 50% defek tuba neural
dapat dicegah jika wanita bersangkutan meminum vitamin-vitamin prakonsepsi,
Termasuk asam folat (Betz & Sowden, 2002).

2.1.3 Patofisiologi

Meningoensefalokel adalah suatu kelainan tabung syaraf yang ditandai dengan


adanya penonjolan meningens (selaput otak) dan otak yang berbentuk seperti kantung
melalui suatu lubang pada tulang tengkorak. Meningoencefalokel disebabkan oleh
kegagalan penutupan tabung syaraf selama perkembangan janin (Nelson & Arfin,
2000). Mielo meningokel cranium terdiri dari kantong meningens yang terisi hanya
cairan serebrospinal dan meningoensefalokel mengandung kandung dan korteks
cerebri, Serebelum atau bagian otak. Defek cranium paling lazim adalah pada daerah
oksipital pada atau dibawah sambungan, Dan sebagian terjadi frontal atau nasofrontal
kelainan ini adalah sepersepuluh dari defek penutupan tuba neuralis yang melibatkan

4
spina. Etiologi ini dianggap sama dengan etiologi anesefali dan mielomeningokel
(Fenichel, 2001).

Bayi dengan meningoensefalokel kranium beresiko untuk terjadinya hodrosefalus


karena stenosis akuaduktus, Malformasi Chiari, atau sindrom Dandy- Walker.
Pemeriksaan dapat menunjukkan kantung kecil dengan batang bertangkai atau
struktur seperti kista besar yang dapat melebihi ukuran cranium. Lesi ini dapat
tertutup total dengan kulit, Namun daerah yang tidak berkulit denoded skin) dapat
terjadi dan memerlukan manajemen bedah segera. Transiluminasi kantung dapat
menampakkan adanya jaringan syaraf (Nelson & Arvin, 2000).

2.1.4 Klasifikasi
Berikut adalah klasifikasi meningo ensefalokel menurut Suwanwel :
1. Ensefalomeningokel oksipital
2. Ensefalomeningokel lengkung tengkorak :
a. Interfrontal
b. Fontanel anterior
c. Interparietal
d. Fontanel posterior
e. Temporal
3. Ensefalomeningokel fronto-ethmoidal :
a. Nasofrontal
b. Naso-ethmoidal
c. Naso-orbital
4. Ensefalomeningokel basal :
a. Transethmoidal
b. Sfeno-ethmoidal
c. Transsfenoidal
d. Frontosfenoidal atau sfeno-orbital

5
5. Kranioskhisis :
a. Kranial, fasial atas bercelah
b. Basal, fasial bawah bercelah
c. Oksipitoservikal bercelah
d. Akrania dan anensefali.

Mningoensefalokel oksipital merupakan 70% sefalokel (pada geografis) dibagi


kedalam sub kelompok sesuai hubungannya dengan protuberansia oksipital eksterna (EOP)
yaitu sefalokel oksipitalis superior (terletak diatas EOP) dan sefalokel oksipitalis inferior
(terletak dibawah EOP). Penonjolan lobus oksipital tampak di sefalokel superior dimana
serebelum menonjol dalam sefalokel inferior. Jika defek tulang meluas turun ke foramen
magnum, Keadaan ini disebut sefalokel oksipitalis magna. Hubungan sefalokel ini dengan
spina bifida servikalis disebut sefalokel oksipisitoservikalis. Sambungan tulang frontal dan
kartilago nasal adalah tempat tersering dari sefalokel, hubungan ini menjadi titik lemah
karena pertumbuhan yang berbeda tulang frontal dan kartilago nasal.

a. Nasofrontal menonjol pada sambungan tulang frontal dan tulang nasal.


b. Nasoethmoid menonjol pada tulang nasal atau kartilago nasal.
c. Naso-orbital menonjol dari bagian anterior tulang ethmoid dari bagian anterior orbit.

Meningo ensefalokel anterior lebih jarang terjadi dibandingkan meningo ensefalokel posterior.
Yangpertamabiasanya dibagike dalam dua kelompok : meningo ensefalokelsinsipital (tampak) dan
meningo ensefalokel basal (tak tampak). Mungkin juga dibagi kedalam empat kelompok :

1. Meningo ensefalokel frontal,


2. Meningo ensefalokel frontonasal,
3. Meningo ensefalokel fronto-ethmoid, dan
4. Meningo ensefalokel nasofaringeal.

6
Meningoensefalokel basal dapat dibagi kedalam lima kelompok :

a. Meningoensefalokel transhetmoidal (intranasal) yaitu herniasi kedalam kavum nasal


melalui lamina kribrosa.
b. Meningoensefalokel sfeno-ethmoid (intranasal posterior)yaitu herniasi ke bagian
posterior kavum nasal melalui tulang sphenoid.
c. Meningoensefalokel transsfenoid (sfenofaringeal) yaitu herniasi nasofaring melalui
tulang sphenoid.
d. Meningoensefalokel sfeno-orbital yaitu herniasi keruang orbit melalui fisura orbital
superior.
e. Meningoensefalokel sfenomaksilaris: Herniasi kerongga orbit melalui fissure
pterygoid, kemudian ke fossa pterygoid melalui fissure intra orbital.

2.1.5 Manifestasi klinik


Gejala klinis sangat bervariasi tergantung malformasi serebral yang
terjadi, termasuk hidrocefalus dan banyaknya jaringan otak yang mengalami
dysplasia dan masuk kedalam kantung meningoensefaokel.Ukuran dari
meningo ensefalokel mempengaruhi ukuran dari tengkorak dan otak
tergantung dari besarnya protrusi pada tengkorak. Bila protrusi besar, maka
tengkorak akan tampak seperti mikrosefali, karena banyak jaringan otak yang
sudah keluar.
Menigo ensefalokel jarang berhubungan dengan malformasi serebri saja
dan biasanya berhubungan dengan abnormalitas dari hemisper serebri,
serebelli dan otak tengah.beberapa bayi memiliki gejala ringan atau tanpa
gejala, sedangkan lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang
dipersyarafi oleh korda spinalis atau akar syaraf yang terkena. Gejala pada
umumnya berupa penonjolan seperti kantung dipunggung tengah sampai
bawah pada bayi baru lahir. Gejala lainnya seperti: gangguan penglihatan,

7
keterbelakangan mental dan pertumbuhan, Ataksia (gangguan gerakan tubuh
yang disebabkan masalah pada otak dan kejang.
Pada pemeriksaan neurologis umumnya didapatkan hasil normal, tetapi
beberapa kelainan dapat terjadi meliputi deficit fungsi saraf cranial, gangguan
penglihatan, dan kelemahan motorik fokal.
Meningo ensefalokelanterior sering bersamaandengan anomali muka,
seperti bibir dan langit-langit bercelah.Empat anomali yaitu
meningoensefalokel oksipital, hidrosefalus,deformitas Klippel-Feil, dan
langit-langit bercelahsering terjadi sebagai tetrad. Kelainan jantungkongenital
dan ekstremitas yang displastik adalah anomali yang berhubungan yang
terletak dibagian lain dari badan.
Hidrosefalus mungkin terjadi sebelum diperbaikinya sefalokel, atau
mungkin terbentuk setelah operasi. Insidens hidrosefalus yang menyertai pada
meningo ensefalokel oksipital adalah 25 persen pada meningokel dan 66
persen pada meningo ensefalokel. Hidrosefalus yang bersamaan pada
meningo ensefalokelanterior jarang. Seperti pada spinabifida, insidens
hidrosefalus lebih tinggi pada sefalokelyang mengandungjaringan otak.
Insidens hidrosefalus yang menyertai pada meningo ensefalokel oksipital
adalah hampir sama dengan pada mielomeningokel.

2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan radiologis dilakukan untuk menilai struktur patologis
meningoencepalokel: daerah defek tulang, ukuran serta isi sefalokel, ada atau
tidaknya anomali system syaraf pusat, dan dinamika cairan serebrospinal.
Ventrikulografi dan angiografi serebral untuk mengetahui otak yang
vital dikantung serebri.
CT scan untuk memperlihatkan dysplasia serebral sebagai tambahan atas
kantung dorsal pada holoprosensefali. Untuk memeriksa lubang dari defek
tulang pada meningoensefalokel anterior, tomografi fossa anterior dan CT

8
scan diperlukan. Meningoensefalokel anterior harus didiferensiasi dari polip
nasal, teratoma orbitofronal, gliomaektopik (nasal), dan keadaan serupa.
Teratoma orbitofrontal mungkinmenampakkan kalsifikasi pada foto polos dan
meluas kedalam ruang intrakranial.Tumor ini menjadi maligna dengan
pertambahan usia. Glioma nasal adalah tumor neurogenik kongenital yang
jarang yaitu massa heterotopik non neoplastik dari jaringan neuroglial. Tapi
mungkin tumbuh seperti neoplasma sejati, menginfiltrasi jaringan sekitarnya,
serta metastasis ke nodus limfe regional.
MRI cranial dapat memberikan gambaran pasti dalam kandungan
meningiensefalokel. Meskipun terletak pada garis tengah, isi dari protrusi
biasanya dari salah satu hemisfer yang lebih kecil.
USG/ Ultasonografi yang paling bermanfaat dalam penegaan diagnosis
prenatal.
2.1.7 Komplikasi
Meningo ensefalokel sering disertai dengan kelainan kranium fasial atau
kelainan otak lainnya, seperti hidrochephalus atau kelainan kongenital lainnya
(Syndrome Meckel, Syndrome Dandy-Walker). Kelainan kepala lainnya yang
dapat dideteksi dengan USG adalah kista otak, miensefalus (fusi tulang
occiput vertebrata sehingga janin dalam sikap hiperekstensi),
huloprokensefalus (hanya berbentuk sebuah rongga ventrikel yang
berdilatasi), hindranensefalus (destruksi total jaringan otak sehingga kepala
hanya berisi cairan), kelainan bentuk kepala (dulikochephaluskh, branchi
chpalusk) dan sebagainya.
Berikut adalah beberapa komplikasi dari meningo ensefalokel, yaitu :
a) Kelumpuhan keempat anggota gerak (kuadri plegia spastik)
b) Gangguan perkembangan
c) Mikrosefalus
d) Hidrosefalus
e) Gangguan penglihatan

9
f) Keterbelakangan mental dan pertumbuhan
g) Ataksia
h) Kejang

2.1.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan meningo ensefalokel tergantung dari isi dan luas dari anomali.
Pada meningokel oksipital, di mana kantung tidak mengandung jaringan saraf,hasil
dari pembedahan hampir selalu baik. Tetapi pada meningo ensefalokel yang berisi
jaringan otak biasanya diakhiri dengan kematian dari anak.
Hampir semua meningo ensefalokel memerlukan intervensi bedah saraf, kecuali
massanya terlalu besar dan dijumpai mikrosefali yang jelas. Bila mungkin tindakan
bedah sedini mungkin untuk menghindari infeksi, apalagi bila ditemui kulit yang
tidak utuh dan perlukaan di kepala.
Pada neonatus apabila dijumpai ulkus pada meningo ensefalokele /tidak terjadi
kebocoran cairan serebrospinal, operasi segera dilakukan. Pada meningo ensefalokel
yang ditutupi kulit kepala yang baik, operasi dapat ditunda sampai keadaan anak
stabil. Tujuan operasi adalah menutup defek (watertight dural closure), eksisi masa
otak yang herniasi serta memelihara fungsi otak.
1. Penanganan Pra Bedah
Segera setelah lahir daerah yang terpakai harus dikenakan kasa steril yang direndam salin
yang ditutupi plastik, atau lesi yang terpapar harus ditutupi kasa steril yang tidak melekat untuk
mencegah jaringan saraf yang terpapar menjadi kering.
Perawatan pra bedah neonatus rutin dengan penekanan khusus pada saat mempertahankan
suhu tubuh yang dapat menurun dengan cepat. Pada beberapa pusat tubuh bayi ditempatkan
dalam kantong plastik untuk mencegah kehilangan panas yang dapat terjadi akibat permukaan
lesi yang basah. Lingkaran occipito frontalis kepala diukur dan dibuat grafiknya. Diperlukan
pemeriksaan X-Ray kepala AP/LAT dan diambil photografi dari lesi.
2. Perawatan pasca bedah
Pemberian makan per oral dapat diberikan 4 jam setelah pembedahan. Jika ada drain
penyedotan luka maka harus diperiksa setiap jam untuk menjamin tidak adanya belitan atau
tekukan pada saluran dan terjaganya tekanan negatif dan wadah. Lingkar kepala diukur dan

10
dibuat grafik sekali atau dua kali seminggu. Sering kali terdapat peningkatan awal dalam
pengukuran setelah penutupan cacat spinal dan jika peningkatan ini berlanjut dan terjadi
perkembangan hidrochephalus maka harus diberikan terapi yang sesuai.

Tindakan penanganan

Biasanya dilakukan pembedahan untuk mengembalikan jaringan otak yang menonjol


kedalam tulang tengkorak, membuang kantung dan memperbaiki kelainan kraniofasial yang
terjadi, pengobatan lainnya bersifat simtomatis dan suportif.

Penanganan Meningoensefalokel :

a. Cegah infeksi perlukaan ensefalokel waktu lahir, menutup luka dengan kasa steril
setelah lahir.
b. Persiapan operasi dilakukan sedini mungkin untuk mencegh infeksi otak yang sangat
berbahaya.
c. Pasca operasi perhatikan luka agar tidak basah,perhatikan kemungkinan terjadi
hidrosefalus:ukur lingkar kepala, pemberian antibiotic (kolaborasi)

3.1.9 Pencegahan meningoensefalokel


Bagi ibu yang program hamil, ada baiknya mempersiapkan secara dini,
misalnya mengkonsumsi makanan bergizi serta menambah suplemen yang
mengandung asam folat, semisal yang didapat dari : sayuran (bayam, asparagus,
brokoli, lobak hijau, selada romaine, kecambah), kacang segar/kering (kacang
polong, gandum, biji bunga matahari), produk biji-bijian yang diperkaya (sereal,
roti, pasta), buah-buahan (jeruk, tomat, nanas, melon, jeruk bali, pisang,
strawberry, alpukat), Susu dan produk susu (keju dan yoghurt), hati dan putih
telur.

11
2.1 TINJAUAN PUSTAKA ASUHAN KEPERAWATAN
2.2.1 PENGKAJIAN
1. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan umum
Pada keadaan meningoencefalokel umumnya tidak mengalami penurunan
kesadaran.
b. TTV :
Suhu :< 36,5 C atau > 37,5 C
Nadi :< 50x / menit atau > 220x/menit.

Nadi bradikardi merupakan tanda dari perubahan perfusi jaringan otak.


Kulit kelihatan pucat menandakan adanya penurunan kadar hemoglobin dalam
darah. Hipotensi menunjukan adanya perubahan perfusi jaringan dan tanda-
tanda awal dari suatu syok.

RR:> 60x / menit atau apnea, pernapasan dangkal, penurunan bunyi


napas, nafas pendek. Perubahan pada system pernafasan berhubungan dengan
inaktivitas yang berat. Pada beberapa keadaan, hasil dari pemeriksaan fisik ini
didapatkan tidak ada kelainan

c. Berat badan : normalnya 2.500 - 3.000 gram.


Akan terjadi penurunan berat badan secara fisiologis antara 5% - 10%
karena bayi mengalami empat penyesuaian utama yang dilakukan sebelum
dapat memperoleh kemajuan dalam perkembangan.
d. Panjang badan : normal panjang badan waktu lahir sekitar 48 - 50 cm.
e. Lingkar kepala, terjadi peningkatan lingkar kepala
SOB : normalnya 32 cm
FO : normalnya 34 cm
MO : normalnya 35 cm
f. Diameter kepala
Diameter biparietalis : ± 9 cm
Diameter bitemporalis : ± 8 cm

12
2. Pemeriksaan Fisik ( Head to toe)
1) Kulit
a. Warna kulit : pink / ikterus
b. Cyanosis : ada / tidak ada
c. Kemerahan (RASH) : ada / tidak ada
d. Tanda lahir : ada / tidak ada
e. Turgor kulit : elastic / tidak
f. Akral : hangat /dingin
g. Suhu : 36,5 - 37,5°C
2) Kepala / Leher
Terdapat benjolandi frontal / oksipital
3. Dada / Paru
1) Bentuk : simetris
2) Suara nafas : kanan kiri sama, ada / tidak suara nafas tambahan
3) Respirasi : spontan dengan alat bantu O2
4. Jantung
1) CRT : < 3 detik
2) Denyut jantung : normal, kuat / lemah, teratur,
3) Suara jantung : S1 / S2 tunggal, terdengar murmur / tidak
4) Nadi : normal 120 - 160 x / menit
5. Abdomen
1) Lingkar abdomen : tegang / kembung / distensi / supel
2) Peristaltik Usus : ada / tidak
3) Tali Pusat : kering / basah
6. Genetalia
Laki-laki
1) Testis sudah / belum turun, rugae jelas / tidak
2) Alat genetalia bersih / kotor
3) Frekuensi, warna, dan produksi urine
7. Ekstremitas
1) Gerakan : Bebas / terbatas

13
2) Ekstremitas atas : ada / tidak ada kelainan
3) Ekstremitas bawah : ada / tidak ada kelainan
4) Spina / Tulang belakang : ada / tidak ada kelainan
8. Refkel
1) Rooting reflek : positif / negative
2) Menggenggam : positif / negative
3) Menghisap : positif / negative
4) Babinski : positif / negative
9. Tonus / Aktifitas
1) Aktifitas : kuat / lemah
2) Menangis : kuat / lemah / keras
2.2.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

POST OP

1. Resiko Infeksi dibuktikan dengan adanya tindakan prosedur invasive


2. Menyusu tidak efektif berhubungan denganreflek hisap menurun
3. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi haemoglobin
4. Gangguan itegritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi
5. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
6. Nyeri akut berhubungan dengan Agen pencedera fisik /Prosedur Operasi, (PPNI,SDKI
2016:172)

2.2.3 INTERVENSI
Intervensi adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang
didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran
(outcome) yang diharapkan.
1. Resiko Infeksi dibuktikan dengan adanya tindakan prosedur invasive( PPNI,SDKI
2016:304).
Tujuan: Tingkat infeksi menurun dalam 3hari

14
Kriteria hasil :
- Kebersihan tangan Meningkat
- Demam menurun
- Bengkak menurun
- Letargi menurun
- Kultur darah membaik
- Kadar sel darah putih membaik

Intervensi :

Observasi

- Monitor tanda dan gejala infeksi

Teraupetik

- Batasi jumlah pengunjung


- Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien
- Pertahankan tekhnik aseptic

Edukasi

Ajarkan cara mencuci tangan yang benar kepada pengunjung

-Anjurkan cara meningkatkan asupan nutrisi

Kolaborasi:

pemberian imunisasi

2. Menyusu tidak efektif berhubungan dengan Ketidakadekuatan reflex


menghisap bayi. (PPNI,SDKI 2016:75)
Tujuan: Status menyusui terpenuhi 2x 24 jam
Kriteria hasil:
- Berat badan bayi membaik

15
- Dukungan keluarga dan social meningkat
- Bayi tidur setelah menyusu meningkat
- Perlekatan bayi pada payudara ibu membaik
- Payudara ibu kosong setelah menyusui meningkat
- Hisapan bayi meningkat

Intervensi
- Intervensi Utama: Konseling laktasi
Edukasi menyusui
- Intervensi Pendukung
- Dukungan emosionalDukungan kelompok
- Dukungan tidur
- Edukasi nutrisi bayi
- Edukasi orang tua
- Konseling dan manajemen nutrisi
- Manajemen nyeri
- Pemberian kesempatan menghisap pada bayi
- Pemeriksaan payudara
- Perawatan kanguru

3. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi


haemoglobin(PPNI,SDKI 2016:37)
Tujuan: perfusi perifer meningkat dalam 2x 24jam

Kriteria hasil:

- Denyut perifer meningkat


- Penyembuhan luka meningkat
- Kelemahan otot membaik

16
- Pengisian kapiler membaik
- Akral membaik
- Turgor kulit membaik

Intervensi:
Perawatan sirkulasi:
- Observasi
- Periksa sirkulasi perifer ( mis,nadi perifer, edema, pengisian kapiler, warna, suhu,
ankle brachial index)
- Monitor panas, kemerahan, nyeri atau bengkak pada ekstremitas.
- Teraupetik
- Hindari pemasangan infuse atau pengambilan darah diarea keterbatasan perfusi
- Lakukan pencegahan infeksi
- Lakukan hidrasi
- Edukasi
- Anjurkan menghindari penggunaan obat penyekat beta
- Anjurkan melakukan perawatan luka yang tepat

4.Gangguan itegritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi (PPNI,SDKI


2016:282).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari maka intregitas kulit
meningkat.

kriteria hasil:

- Elastisitas meningkat
- Hidrasi meningkat
- Perfusi jaringan meningkat
- Kerusakan jaringan dan lapisan kulit menurun,

17
- Hematoma menurun.
- Nekrosis, kemerahan menurun
- Suhu kulit, tekstur membaik
Intervensi :

Perawatan integritas kulit

Observasi:

- Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (misal perubahan sirkulasi,


perubahan status nutrisi, penurunan kelembaban, suhu lingkungan ekstrem,
penurunan mobilitas)
Terapeutik

- Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring


- Gunakan produk berbahan petroleum atau minyak pada kulit kering
- Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik pada kulit sensitive
- Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
 Edukasi
- Anjurkan menggunakan pelembab (misal lotion, serum)
- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
- Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem

5.Ansietas berhubungan dengan krisis situasional (PPNI, SDKI:180)


Tujuan: Tingkat ansietas keluarga menurun.
Kriteria Hasil :
- Verbalisasi kebingungan menurun
- Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun
- Perilaku gelisah menurun
- Perilaku tegang menurun
Intervensi:

18
Reduksi Ansietas:
Observasi
- Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (missal kondisi,waktu,stressor)
- Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
- Monitor tanda- tanda ansietas ( verbal dan non verbal)
Teraupetik
- Ciptakan suasana teraupetik untuk menumbuhkan kepercayaan
- Temani pasien untuk mengurangi kecemasan jika memungkinkan
- Pahami situasi yang membuat ansietas
- Dengarkan dengan penuh perhatian
- Gunakan pendekatan dengn tenang dan meyakinkan
- Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
- Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan dating
Edukasi
- Informasikan secara factual mengenai diagnosis , pengobatan dan prognosis
- Anjurkan keluarga untuk bersama dengan bayinya jika perlu
- Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
- Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
- Latih tekhnik relaksasi
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu.
6.Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisik / Prosedur Operasi,
(PPNI,SDKI:172).
Tujuan: Tingkat nyeri dapat menurun selama 3 hari
Kriteria hasil:
- Meringis menurun
- Ketegangan otot menurun
- Pupil dilatasi menurun
- Frekuensi nadi membaik

19
- Pola nafas membaik
- Heart reat membaik
- Fungsi berkemih membaik
- Pola tidur membaik
Intervensi:
Manajemen nyeri:
Observasi
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respon nyeri non verbal
- Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri
- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
Teraupetik
- Berikan tekhnik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri missal penggunaan
bantal air.
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri missal suhu incubator
- Fasilitas istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
Kepada ibu dan keluarga:
- jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- jelaskan strategi meredakan nyeri
- anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- ajarkan tekhnik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- pemberian analgetik jika perlu.

20
BAB 3
TINJAUAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN

a. PENGKAJIAN
Tanggal :18 Oktober 2019
Pukul :10.00 WIB
No.Register :1278-XX
MRS :08 Oktober 2019
Diagnosa : NA BBLR SMK + Meningoensefalokel post eksisi/Debridement

21
Nama :By. Ny.*E*
Tanggal lahir : 08 oktober 2019
Jenis kelamin : Perempuan
Anak ke :2
Usia : 10 hari

Nama Ibu : Ny.”E” Nama Ayah : Tn.”D”


Usia : 33 tahun Usia : 36 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta
Penghasilan : - Penghasilan :  Rp. 1500.000/bln
Alamat : Jl.Anggrek probolinggo Alamat : Jl.Aggrek Probolinggo

Biodata Orang tua

22
23

1. Riwayat kesehatan sekarang


Saat ini By “E” ada di ruang RKL dgn indikasi Post Debridement+ Eksisi (Cele Occipital
pecah). Tgl 15/10/19 dari unit NICU IRD alih rawat ke ruang RKL non Infeksi untuk perawatan
post op Care. Status lokalis regio occipital: tampak massa tertutup kulit dan rambut, kolaps
disertai luka terbuka dan berongga dibawahnya dengan dasar tulang dan durameter perembesan
cairan bercampur darah positif, Luka post op tertutup kasa, tampak luka kering dan bersih.

2. Riwayat Antenatal
Sebelum dan pada saat hamil ibu bayi mengatakan tidak pernah melakukan pemeriksaan
TORCH (pemeriksaan yang dilakukan untuk mendeteksi adanya toksoplasmosis, rubella,
cytomegalovirus, dan herpes simplex virus)yaitu untuk mencegah komplikasi pada janin, Tetapi
Ibu bayi mengatakan rajin memeriksakan kandungannya ke dokter spog pemeriksaan 9x, di
bidan 1x.
Saat hamil ibu jarang atau tidak mengkonsumsi makanan yang mengandung asam folat misalnya
sayuran, buah-buahan (jeruk, alpukat), susu, daging dan hati. ibu mengatakan tidak mempunyai
riwayat penyakit menurun seperti penyakit kuning, penyakit jantung, dan penyakit sesak napas,
selama hamil ibu bayi mengatakan waktu periksa di dokter SpOg pada usia kehamilan 4 bulan
dari hasil USG sdh keliatan kalau bayinya mengalami cacat/ kepala bayi bermasalah.setelah
mengetahui hasil tersebut,waktu lahiran langsung dirujuk ke Rs.dr.Soetomo Surabaya.

3. Riwayat Natal
Rujukan dari Rs. Probolinggo dengan GIIIP1011 atas indikasi KPP> 24Jam .Ibu
mengatakan bayinya lahir sectio di OK GBPT tgl 8 Oktober 2019 pukul 10.40 WIB, AS 7-8 ,
bb 2350 gr, PB 49 cm,LK 30 cm, terdapat kelainan meningo encephalokel. Dengan indikasi ketuban
pecah dini>24Jam+janin kelainan congenital dengan diagnose ibu , GIIIP1011 dengan usia
gestasi 37-38 minggu tidak mengalami perdarahan Bayi lahir dengan apgar scor 7-8, ,.Bayi tidak
dilakukan IMD.

4. Riwayat Postnatal
bayi tidak mendapat resusitasi saat lahir.Bayi lahir langsung menangis, tonus otot baik,
terdapat kelainan bawaan Meningoencepalokel..
24

5. Pola Kebiasaan Sehari - hari.


Nutrisi : Bayi mendapatkan minum sufor 12 x 30ml , Ibu belajar menyendoki karena bila
perspeen dan bayi meneteki masih malas.
Istirahat : Waktu lebih banyak dihabiskan untuk tidur.
Eliminasi :BAB warna kuning BAK: Warna kuning jernih ± 30 cc
Personal hygiene : Bayi di ganti popok setiap selesai diseka dan basah.

PEMERIKSAAN FISIK
Di periksa tanggal : 18-10-2019 jam 10.00 Wib.

Berat badan : 2350 Gram

Panjang badan : 49 Cm

Lingkar Kepala : 30 Cm

KULIT

a. Warna Kulit : Pink

b .Sianosis :periver saturasi 98%

c. Kemerahan (RASH) : Tidak

d. Tanda lahir : Tidak ada

e.Turgor Kulit : 2 detik

f. Suhu Kulit : 36,8 C

KEPALA/ LEHER

a) Frontanela anterior :Lunak

b) Sutura sagitalis :Tepat, belum menutup, ubun-ubun data


25

c) Gambaran wajah :Simetris

d) Caput succedanum : tidak ada => Meningocele pecah (Terdapat luka post operasi
meningoencephalokel terbungkus kasa dengan luka bersih dan
kering)

e) Cepal hematom :tidak ada

f) Telinga :Normal

g) Hidung :simetris, tidak ada napas cuping hidung, tidak ada secret, frekuensi
nafas 40 x/menit

h) Mata :tidak ada secret, sclera mata tidak ikterik

i) Mulut :bibir kering, mukosa mulut lembab, tidak ada stomatitis, terpasang
OGT

DADA DAN PARU-PARU

a) Bentuk :Simetris

b) Suara nafas :vesikuler kanan kiri sama, bersih, tidak ada suara nafas tambahan

c) Respirasi :frekuensi nafas 40 x/menit

JANTUNG

a. CRT :Kembali > 3 Detik


b. Denyut Jantung :Frekuensi 140 X/Menit Teratur

ABDOMEN
a. Lingkar abdomen : 28 Cm Supel
b. Bising Usus : Ada
c. Peristaltik usus : 6…X/Menit
d. Tali Pusat :Segar
26

RIWAYAT PSIKOSOSIAL ORANG TUA

Perkembangan Interpersonal

Pengasuh : Ibu

Dukungan keluarga lain : Ada

Keterlibatan Orang Tua : Ada

Berkunjung : : Ada

Kontak mata : Ya

Menyentuh : Ya

PMK : Tidak

GENITALIA

Perempuan

Labia mayora menutup labia minor

Sex ambigu : tidak

EXTREMITAS

Gerakan : Bebas

Extremitas atas : Bebas

Extremitas bawah : Normal

Kelainan tulang : Tidak ada


Spinal/ Tulang belakang : Tidak ada

REFLEK
27

Rooting : Lemah
Menggenggam : Lemah
Menghisap : Lemah

TONUS/ AKTIVITAS
Aktifitas : Lemah
Menangis : Keras

SKRINING NYERI
NIPS Skala nyeri :2

PROGRAM THERAPI

1. Nutrisi : Cairan dan nutrisi, 150 ml/kgBB/hr=345 ml/hr.


ASI / Pasi 12 x 30 ml .

2. Program therapy : Pakai bantal air

3.4 ANALISA DATA

No DATA ETIOLOGI MASALAH

1 Ds: ibu mengatakan takut Meningokel Menyusu tidak


meneteki karena penyakit efektif

bayinya.
Ibu takut meneteki
DO:

1. Reflek hisap
bayi lemah Bayi tidak pernah belajar menetek
28


2. Bayi rewel
Reflek hisap lemah

3. BAK 5x / 24 ↓
jam
Menyusu tidak efektif

4. Bayi
terpasang OGT

5. Bayi meneteki
msih malas

6. Ibu
memberikan susu memakai
sendok.

7. Bayi lebih
banyak tidur

-
29

3.5 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1 Resiko Infeksi dibuktikan dengan adanya tindakan prosedur invasive

2. Menyusu tidak efektif berhubungan denganreflek hisap menurun

3. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi haemoglobin

4. Gangguan itegritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi

5. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional

6. Nyeri akut berhubungan dengan Agen pencedera fisik /Prosedur Operasi

3.6 INTERVENSI

N TANGGAL DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI


0 KRITERIA HASIL
30

1 Resiko Infeksi Tujuan: Tingkat Observasi


dibuktikan dengan infeksi - Monitor tanda dan
adanya tindakan menurun dalam 3hari gejala infeksi
prosedur invasive Kriteria hasil: Teraupetik
Kebersihan tangan - Batasi jumlah
Meningkat pengunjung
Demam menurun - Cuci tangan sebelum
Bengkak menurun dan sesudah kontak

Letargi menurun dengan pasien dan

Kultur darah membaik lingkungan pasien

Kadar sel darah putih - Pertahankan tekhnik


aseptic
membaik
- Edukasi
- Ajarkan cara mencuci
tangan yang benar
kepada pengunjung
- Anjurkan cara
meningkatkan asupan
nutrisi
Kolaborasi pemberian imunisasi

Menyusu tidak
- Konseling laktasi
2 18-10-2019 efektif
berhubungan
- Edukasi menyusui
Tujuan:Status - Intervensi Pendukung
denganreflek hisap
menurun
menyusui terpenuhi - Dukungan
2x 24 jam emosionalDukungan
Kriteria hasil: kelompok
Berat badan bayi - Dukungan tidur
membaik - Edukasi nutrisi bayi
Dukungan keluarga - Edukasi orang tua
dan social meningkat - Konseling dan
31

Bayi tidur setelah manajemen nutrisi


menyusu meningkat - Manajemen nyeri
Perlekatan bayi pada - Pemberian
payudara ibu kesempatan
membaik menghisap pada bayi
Payudara ibu kosong - Pemeriksaan
setelah menyusui payudara
meningkat - Perawatan kanguru

Hisapan bayi
meningkat
Observasi
- Periksa sirkulasi
perifer ( mis,nadi
3 perifer, edema,
Perfusi perifer tidak pengisian kapiler,
efektif warna, suhu, ankle
berhubungan
brachial index)
dengan penurunan
- Monitor panas,
konsentrasi
kemerahan, nyeri atau
haemoglobin - Tujuan: perfusi
bengkak pada
perifer meningkat
ekstremitas.
dalam 2x 24jam
Teraupetik
- Kriteria hasil:
- Hindari pemasangan
- Denyut
infuse atau
perifer
pengambilan darah
meningkat
diarea keterbatasan
- Penyembuha
perfusi
n luka
- Lakukan pencegahan
meningkat
infeksi
- Kelemahan
- Lakukan hidrasi
otot membaik
Edukasi
- Pengisian
32

kapiler - Anjurkan
membaik menghindari
- Akral penggunaan obat
membaik penyekat beta
- Turgor kulit - Anjurkan melakukan
membaik perawatan luka yang
tepat

Observasi:
-Identifikasi penyebab
gangguan integritas
kulit (misal perubahan
sirkulasi, perubahan
status nutrisi,
Gangguan itegritas penurunan
4 kulit berhubungan kelembaban, suhu
dengan perubahan lingkungan ekstrem,
sirkulasi penurunan mobilitas)
Terapeutik
-Ubah posisi tiap 2 jam
Tujuan: jika tirah baring
Setelah -Gunakan produk
dilakukan berbahan petroleum
tindakan atau minyak pada kulit
keperawatan kering
selama 3 hari -Gunakan produk
maka berbahan ringan/alami
intregitas kulit dan hipoalergik pada
meningkat. kulit sensitive
33

kriteria hasil: -Hindari produk


-Elastisitas berbahan dasar alkohol
meningkat pada kulit kering
-Hidrasi Edukasi
meningkat -Anjurkan
-Perfusi menggunakan
jaringan pelembab (misal lotion,
meningkat serum)
-Kerusakan -Anjurkan
jaringan dan meningkatkan asupan
lapisan kulit nutrisi
menurun, - Anjurkan
- Hematoma menghindari
menurun. terpapar suhu
- Nekrosis, ekstrem
kemerahan
menurun Observasi
- Suhu kulit, -Identifikasi saat tingkat
tekstur ansietas berubah
membaik (missal
kondisi,waktu,stressor)
-Identifikasi
kemampuan
mengambil keputusan
-Monitor tanda- tanda
ansietas ( verbal dan
non verbal)
Teraupetik
-Ciptakan suasana
teraupetik untuk
menumbuhkan
Tujuan: kepercayaan
34

Tingkat -Temani pasien untuk


ansietas mengurangi kecemasan
keluarga jika memungkinkan
menurun. -Pahami situasi yang
Kriteria Hasil : membuat ansietas
-Verbalisasi -Dengarkan dengan
kebingungan penuh perhatian
Ansietas
menurun -Gunakan pendekatan
5 berhubungan
-Verbalisasi dengn tenang dan
dengan krisis
khawatir meyakinkan
situasional
akibat kondisi -Motivasi
yang dihadapi mengidentifikasi situasi
menurun yang memicu
-Perilaku kecemasan
gelisah -Diskusikan
menurun perencanaan realistis
-Perilaku tentang peristiwa yang
tegang akan dating
menurun Edukasi
-Informasikan secara
factual mengenai
diagnosis , pengobatan
dan prognosis
-Anjurkan keluarga
untuk bersama dengan
bayinya jika perlu
-Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan persepsi
-Latih kegiatan
pengalihan untuk
mengurangi
35

ketegangan
-Latih tekhnik relaksasi
Kolaborasi
-Pemberian obat
antiansietas, jika perlu.

Observasi
-Identifikasi lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
-Identifikasi skala nyeri
Tujuan: -Identifikasi respon
Tingkat nyeri nyeri non verbal
dapat -Identifikasi factor yang
menurun memperberat dan
selama 3 hari memperingan nyeri
Kriteria hasil: -Monitor keberhasilan
-Meringis terapi komplementer
menurun yang sudah diberikan
-Ketegangan -Monitor efek samping
otot menurun penggunaan analgetik
-Pupil dilatasi Teraupetik
menurun -Berikan tekhnik non
-Frekuensi farmakologis untuk
nadi membaik mengurangi rasa nyeri
-Pola nafas missal penggunaan
membaik bantal air.
-Heart reat -Kontrol lingkungan
membaik yang memperberat rasa
-Fungsi nyeri missal suhu
36

berkemih incubator
membaik -Fasilitas istirahat dan
-Pola tidur tidur
membaik -Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri
Edukasi
Kepada ibu dan
keluarga:
-jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
-jelaskan strategi
meredakan nyeri
-anjurkan memonitor
Nyeri akut nyeri secara mandiri
berhubungan -anjurkan
dengan Agen menggunakan analgetik
6 pencedera fisik secara tepat
/Prosedur Operasi
-ajarkan tekhnik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
-pemberian analgetik
jika perlu.
37

3.6 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI


Tgl/jam No.
Implementasi Evaluasi
Dx.
38

18-10-19
14.00
S:-
16.15
1 Melakukan cuci tangan 6 langkah. O : - Keadaan umum bayi
18.30
lemah
2 Memonitor reflek hisap dan - Tangis lemah
menelan. - Reflek hisap
20.00
lemah,reflek menelan
kurang
3 Melakukan Oral hygiene - Terpasang OGT no 6
4 Mengobservasi adanya residu dan - Diet asi/pasi 12 x 30
muntahan. cc/sonde
-Tidak ada residu,tidak
1
5 Memberikan ASI/PASI tiap 2 jam ada muntah
@30ml/per OGT - Mulut bersih
- BBL 2350gr
- BBS 2460gr
6 Memonitor berat badan.
A : status menelan cukup
membaik
7 Memberikan medikasi. P : Lanjutkan intervensi
1,2,3,4,5,6,7
39

19-10- 1 Melakukan cuci tangan 6 langkah. S:-


2019 O : - Keadaan umum bayi
08.00 2 Memonitor reflek hisap dan menelan. lemah
- Tangis keras
3 Melakukan oral hygiene - Reflek hisap kurang,
reflek menelan
4 Memberikan ASI/PASI tiap 2 jam kurang
@30ml/per OGT - Terpasang OGT no 6
10.10 - Diet asi/pasi 12 x
5 Mengobservasi adanya residu dan 30cc/sonde
2 muntahan. -Tidak ada residu,tidak
ada muntah
6 Memonitor berat badan. - Mulut bersih
- BBL 2350gr
BS 2460gr
7 Memberikan medikasi. A : status menelan
membaik
12.00 P : Lanjutkan intervensi
1,2,3,4,5,6,7

20-10-19 3 1 Melakukan cuci tangan 6 S:-


08.00 langkah. O : - Keadaan umum bayi
lemah
2 Memonitor reflek hisap dan - Tangis keras
menelan. - Reflek hisap
ada,reflek menelan
3 Melakukan oral hygiene ada
10.00 - Terpasang OGT no 6
4 Memberikan ASI/PASI tiap 2 - Diet asi/pasi 12 x
jam @30ml/per OGT 30cc/sonde
40

-Tidak ada residu,tidak


ada muntah
- Mulut bersih
12.00 5 Mengobservasi adanya residu - BBL 2350gr
dan muntahan. - BBS 2460gr
A : status menghisap dan
6 Memonitor berat badan. menelan membaik
P : Lanjutkan intervensi
1,2,3,4,5,6,7
7 Memberikan medikasi. Tgl 21/10/2019
Px Acc krs (Masalah
Teratasi).

BAB IV

PEMBAHASAN

1. Pengkajian

Data subyektif adalah data yang didapatkan dari klien sebagai sebagai suatu pendapat
terhadap situasi dan kejadian (Nursalam,2007). Pada kasus yang diambil penulis yaitu bayi dengan
Meningoensefalokel dilakukan dengan pengumpulan anamnesa, data subyektif, data obyektif dan
data penunjang.

Penulis tidak dapat menganamnesa orangtua pasien dikarenakan pada saat berkunjung penulis
tidak pernah bertemu dengan orang tua bayi. Data yang penulis dapatkan hanya dari status rekam
medis bayi.

2. Interpretasi Data
41

Kemungkinan bayi terkena meningoensefalokel sangat tinggi jika terdapat factor resiko yang
mendukung, diantaranya adalah berat lahir rendah, kelahiran preterm, demam inpartu d

Upaya yang penting dalam penyembuhan dengan perawatan yang tepat merupakan tindakan
utama dalam menghadapi pasien m

Dan yang muncul pada asuhan keperawatan By. E, di ruang RKL adalah

1. Menyusu tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan reflek menghisap bayi.

4. Intervensi Keperawatan

Kasus meningoensefalokel pada teori dilakukan pembedahan. Tujuan operasi adalah menutup
defek (watertight dural closure), eksisi masa otak yang herniasi serta memelihara fungsi otak. Pada
kasus By “E” telah dilakukan pembedahan eksisi cele/ Debridement.

Untuk perawatan pasca bedah intervensi yang dapat dilakukan yaitu pemberian ASI atau PASI
per oral/OGT 2 jam setelah pembedahan serta mengukur lingkar kepala sekali atau dua kali
seminggu. Pada kasus bayi E telah dilakukan pemberian PASI per OGT 30 cc dan telah dilakukan
pengukuran lingkar kepala yaitu 30 cm.

5. Implementasi

Pelaksanaan sudah sesuai dengan perencanaan yang benar.

6. Evaluasi

Evaluasi dilaksanakan pada diagnosa keperawatan Menyusu tidak efektif dan menjadi masalah
actual, Setelah dilakukan tindakan sesuai intervensi keperawatan maka diharapkan kemampuan
peran ibu dapat memberikan Asi secara langsung dari payudara ibu kepada bayi dan anak untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi bayinya. Evaluasi terakhir yaitu pada masalah menyusi tidak efektif.
Setelah dilakukan tindakan reflek hisap bayi baik.
42

DAFTAR PUSTAKA

AroraP,ModyS,KalraVK,AltaanyD, Bajaj M. Occipital meningoencephalocele in a preterm


neonate.BMJCaseReports 2012:2.

Lubis, N.U. 2009. Encephalocele; in CKD-Cermin Dunia Kedokteran Magazine; Kalbe Farma; PT. Temprint;
Jakarta.

Mayasari, N.;Encephalocele; available at:http://upeeknouvelz.blogspot.com/ 2010/02/kelainan-pada-


bayi-dengan.html; (Diakses pada tanggal 5 Maret 2019)

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia. Definisi dan Tindakan
Keperawatan. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Jakarta.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia. Definisi dan Tindakan
Keperawatan. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai