Anda di halaman 1dari 10

PEDOMAN PENANGANAN

ENSEFALOKEL FRONTOETHMOIDAL

SMF Bedah Saraf / Lab. Ilmu Bedah


RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo / FK Unhas
Makassar

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN
II. TUJUAN
III. PATOFISOLOGI
IV. GEJALA KLINIS
V. DIAGNOSIS
VI. DIAGNOSIS BANDING
VII. PEDOMAN PENANGANAN
I. PENDAHULUAN

Meningoensefalokel dan meningokel adalah herniasi selaput otak dengan atau


tanpa jaringan otak melalui defek tulang cranium. Pada umumnya meningokel
adalah lunak, berpulsasi dan isi kantungnya dapat ditekan ke dalam ruang
intrakranial, sedangkan menigoensefalokel adalah sebaliknya. Herniasi ini bisa
melalui tulang wajah, cranium ataupun tulang dasar tengkorak.
Ensefalokel frontoethmoidal adalah ensefalokel yang mengalami herniasi
melalui defek tulang pada garis tengah basis fossa cranii anterior dan keluar pada
tulang wajah.
Dalam pedomen ini secara ringkas diketengahkan hal-hal yang mendasar yang
harus diketahui dalam penanganan penderita meningoensefalokel dan
meningokel.

II. TUJUAN
Melakukan penanganan penderita menigoensefalokel dan meningokel
frontoethmoidal seoptimal mungkin untuk mengurangi kerusakan jaringan otak
lebih lanjut dan deformitas wajah serta mencegah terjadinya infeksi otak ataupun
selaput otak akibat pecahnya kantung ensefalokel.

III. PATOFISOLOGI
Etiologi kelainan ini masih belum diketahui dengan pasti. Terdapat faktor
multifaktorial yang mirip dengan petogenesa terjadinya spina bifida dan
anencephaly.
Hipotesa-hipotesa yang ada meliputi mutasi autosomal dominan, faktor
lingkungan, diit, infeksi jamur, virus dan parasit serta usia ibu pada saat terjadinya
konsepsi. Kadang-kadang ditemukan keterkaitannya dengan sindroma genetik
yang telah dikenali, seperti Robert syndrome, Amniotic band syndrome dan Apert
syndrome. Sebagian besar penulis tidak menemukan faktor familial pada
kelaianan ini.
Tampaknya factor populasi ikut berperan dalam patogenesa EFE. Suwanwela
menduga bentuk kepala yang khas Asia Tenggara dengan hidung yang datar pada
basis yang lebar merupakan predisposisi kelainan ini.
Defek cranium pada lesi EFE terletak pada pertemuan antara os.Frontale dan
os.ethmoidale atau foramen cecum. Kadang-kadang dijumpai cartilage crista galli
pada tepi posterior defek, lateralnya atau bahkan cartilage tersebut terbelah
menjadi dua bagian pada tepi lateral defek. Crista galli seringkali mengalami
distorsi, tepi anteriornya halus dan berbentuk konkav dan lamina cribrosa
biasanya terdorong ke inferior dibawah planum sphenoidalis dan membentuk
sudut 45o – 50o dengan bidang orbito-meatal.
Lokasi, bentuk dan ukuran defek tulang umumnya konstan. Lokasinya adalah
pada garis tengah pada foramen cecum, 56% tunggal pada garis tengah, 27%
bilateral paramedian, 17% sisanya unilateral paramedian. Ukurannya cukup
barvariasi dari beberapa milimeter hingga beberapa cm, diameter umumnya
berkisar 8-20 mm (mean 12 mm, SD 5 mm).
Kantong meningeal terdiri dari duramater normal yang melekat pada tepi
defek tulang. Pada kebanyakan kasus, kantong meningeal mengandung jaringan
otak, biasanya bagian medial dari kedua lobus frontalis dan jarang ditemukan isi
kantong meningeal yang hipervaskular. Pemeriksaan histologis isi kantong
menunjukkan jaringan otak, jaringan glia dan jaringan ikat.
Kelemahan struktur pada pertemuan os.frontale (membranous) yang
berbatasan dengan pembentukan endokondral os.ethmoidale memungkinkan
herniasi elemen saraf. Selama penutupan sulcus neuralis, ujung anterior dan
posterior menutup seminggu lebih lambat daripada bagian tabung saraf lainnya.
Neuropor anterior yang menutup pada awal minggu ke empat terletak pada lokasi
foramen cecum, yang pada embrio matur terlepak pada level akar hidung diantara
kedua mata. Neuropor anterior dipisahkan dari kulit dengan lipatan pertumbuhan
pada setiap sisi mesoderm yang nantinya membentuk cranium.
Tetapi jika hubungan ini menetap, maka invasi mesoderm primitive antara
neuropor anterior-endoderm neuralis dan ectoderm primitive akan terhalang dan
terjadilah defek tulang pada lokasi tersebut, yang menyebabkan herniasi kantong
meningeal.
Tulang cranium dan wajah merupakan hasil osifikasi membrane dan tulang
basis cranii adalah osifikasi cartilage. Kebanyakan tulang cranium dan wajah
telah mengalami osifikasi pada saat lahir. Pada awal bulan kedua intrauterine,
mesoderm yang mengelilingi vesikel otak yang sedang tumbuh meningkatkan
ketebalannya dan membentuk massa terlokalisir.
Massa ini menggambarkan stadium perkembangan cranium yang paling dini.
Pada awal bulan kedua kondensasi mesoderm yang mengelilingi hipofise dan lalu
meluas ke depan membentuk dasar ossis sphenoidalis dan ethmoidale serta
septum nasale. Kondrifikasi basis cranii dumulai pada bulan kedua intrauterine.
Planum occipital, sphenoidal, capsula auditoria, ethmoidal dan radix alae majoris
dan minoris ossis sphenoidalis dan terakhir septum nasale mengalami
kondrifikasi. Ossis ethmoidale mengalami osifikasi dari tiga pusat ossifikasi, satu
dari lamina perpendikularis dan crista galli yang tampak pada usia satu tahun dan
satu untuk setiap labirinth.
Lamina cribrosa mengalami osifikasi dari tiga pusat ossifikasi endokhondral.
Bagian membran cranium mengalami osifikasi dari empat pusat osifikasi pada
setiap sisi. Pusat osifikasi os.frontale terletak pada sisi eminentia frontalis dan
nampak pada kira-kira usia fetus delapan minggu.
Pada akhir bulan ketiga intrauterin, os.frontale dan os.ethmoidale masih
terpisah, meskipun pada saat lahir telah menjadi satu. Pada masa intrauterin yang
sangat dini, os.frontale nampak sebagai lamina mesoderm yang meluas ke inferior
bertemu dengan mesoder basis cranii yang akan membentuk os.ethmoidale.
Jaringan tabung saraf yang ada lebih dulu pada regio ini, mencegah mesoder
cranium datang bersama pada regio ini, yang lalu mengakibatkan defek mesoderm
pada pertemuan os.frontale dan ethmoidale.
Defek tulang ini bersifat menetap dan mesoderm sekitarnya mengalami
kondrifikasi dan osifikasi. Tampaknya, protrusi meningeal dan jaringan saraf
terjadi lebih dulu dan defek tulang terbentuk disekitarnya. Bila tabung meningeal
dan jaringan saraf dipisahkan pada lehernya dan tidak lagi ada ganjalan pada
defek tulang, maka dengan cepat akan terjadi pengurangan diameter defek tulang
dan akhirnya menutup.
Ini berarti bahwa, tabung meningeal dan sarag yang menghalangi defek tulang
bertanggung jawab atas menetapnya dan juga terbentuknya defek tulang ini.
Adalah sulit dibayangkan bahwa pada jaringan festus yang sedang sangat aktif
tumbuh, gagal mengalami proses penutupan (fusi) normalnya tanpa adanya
obstruksi, terutama jika jaringan saraf yang sama demikian cepat tumbuhnya dan
menutup lubang pada saat elemen penghalang telah dihilangkan.
Dari beberapa seri EFE yang pernah dilaporkan, dikatakan bahwa 50-78%
EFE disertai dengan kelainan intrakranial seperti aganesis corpus callosum,
kelainan pola ventrikel, atrofi otak, midline shift, arachnoid cyst, hydrocephalus,
konfigurasi otak yang tidak teratur, porencephalic cyst, stenosis aquaductus.

IV. GEJALA KLINIS


- Benjolan pada pangkal hidung yang ada sejak lahir dan cenderung membesar
- Pada umumnya terletak di garis tengah wajah
- Kistik, lunak.
Berhubungan dengan ruang intrakranial, ditekan mengempis, dilepas
menonjol lagi. Bila mengejan atau menangis benjolan menjadi lebih
tegang serta berpulsasi.
- Bila sudah mengalami gliosis, maka konsistensinya menjadi lebih padat.

V. DIAGNOSIS
- Atas dasar klinis
- Pemeriksaan penunjang :
- X foto kepala, untuk melihat deformitas
- USG kepala : untuk melihat kelainan-kelainan lain seperti hidrosefalus, dll
- CT Scan : untuk melihat kelainan keongenital lain yang menyertai seperti
porensefali, hidrosefalus dan melihat lokasi serta besarnya defek tulang
VI. DIAGNOSIS BANDING
- Kista dermoid
- Mucocele
- Hemangioma
- Fibroma

VII. PEDOMAN PENANGANAN


Indikasi terapi definitif EFE meliputi alasan kosmetik, pencegahan
kerusakan otak lebih lanjut, pencegahan ulserasi, ruptur dan kebocoran cairan
serebrospinal serta indikasi perawatan penderita. Indikasi operasi segera
adalah EFE tanpa epitel kulit, dengan perdarahan, terdapat obstruksi jaringan
nafas dan gangguan visus, sedang indikasi efektif adalah melindungi jaringan
otak, memudahkan perewatan, mencegah infeksi, perbaikan fungsi jalan nafas,
bicara dan visus, dan adanya anomaly lain seperti hidrosefalus, telechantus,
dan kealinan kosmetik lainnya dan masalah psikologis.
Kontraindikasi operasi adalah keadaan umum penderita yang jelek dan
kerusakan otak hebat dengan hanya sedikit harapan perkembangan mental.
Penyebab utama kerusakan otak adalah herniasi massif jaringan otak yang
disertai anomali otak dan hidrosefalus. Pada keadaan infeksi akut dari kantung
EFE yang pecah, maka operasi sebaiknya ditunda.
Terapi yang dikerjakan adalah pembedahan, yaitu dengan cara eksisi
jaringan ensefalokel dan menutup defek durameter dan tulang serta tindakan
kosmetik yang diperlukan.
Waktu opetimal untuk tindakan pembedahan elektif berbeda-beda menurut
beberapa penulis. Tetapi patokan yang dipakai ialah bila kondisi penderita
telah memungkinkan. Makin dini operasi dikerjakan, makin kecil
kemungkinan deformitas wajah dan kerusakan otak yang terjadi dan prosedur
EFE pada periode neonatus lebih sederhana bila dibandingkan dengan usia
yang lebih tua, karena cukup melakukan eksisi dan penutupan defek tulang
saja tanpa perlu melakukan rekonstruksi tulang.
Charoonsmith dan Suwanwela menganjurkan operasi dua tahap pada
neotatus dan anak usia kurang dari tiga tahun, dimana tahap pertama adalah
reseksi massa herniasi dan eksisi kulit pada teknik ekstrakranial dan reseksi
massa herniasi serta penutupan defek tulang tanpa eksisi kulit pada teknik
intrakranial. Tahap kedua adalah rekonstruksi kraniofasial. Pada usia ini tidak
dianjurkan koreksi telecanthus. Hayasi menganjurkan operasi pada umur dua
tahun.
Sedang untuk anak usia lebih dari tiga tahun, Charoonsmith
menganjurakan operasi satu tahap yaitu reseksi massa herniasi, eksisi kulit
yang berlebihan dan koreksi telecanthus.
Mulliken menganjurkan rekonstruksi tulang pada tahap kedua, dengan
alasan reseksi septum nasal superior turbinate dapat mengganggu
pertumbuhan wajah, tetapi Tulasne ternyata tidak menemukan komplikasi itu
pada anak usia 4 – 11 tahun.
Menurut Collohan, piliha satu atau dua tahap tergantung usia, derajad
deformitas wajah dan ukuran massa. Pada anak usia lebih dari 4 tahun dan
terdapat telecanthus, maka dikerjakan operasi satu tahap, sedang anak usia
ukuran dari 4 tahun dikerjakan operasi dua tahap dengan alasan dinding orbita
rapuh, canthus medial tidak stabil dan orbita masih bisa tereposisi spontan
setelah massa direseksi. Alasan lain adalah bahwa pada EFE, deformitas
tulang yang ada tersebut berhubungan dengan rongga yang terjadi akibak efek
herniasi otak dan bukan intrinsik akibat jaringan itu sendiri, sehingga makin
dini tindakan bedah satu tahap, akan memberi kesenpatan otak dan mata yang
sedang tumbuh untuk membentuk tulang orbita dan proses mengunyah,
berbicara dan bernafas akan membantu proses pembentukan kembali wajah
yang mengalami deformitas. Dan sejak adanya perbaikan teknik kraniofasial
modern maka mulai dilakukan rekonstruksi deformitas defitif satu tahap
transkranial. David menganjurkan rekosntruksi definitif pada usia kurang dari
tiga bulan jika kondisi memungkinkan.
Sejumlah komplikasi telah tercatat pada teknik eksisi sederhana ekstra
kranial, seperti kebocoran cairan otak dan terjadinya massa residif. Terjadi
meningitis juga meningkatkan terjadinya hidrosefalus.
Salah satu penyebab tesering kebocoran CSS pada eksisi ekstra kranial
adalah lapisan durameter yang terletak tepat dibawah defek tulang sifatnya
tipis dan melekat erat sehingga mudah robek dan penjahitan kedap air sulit
dikerjakan, selain itu robekan ini sulit terlihat selama eksplorasi.
Sedangkan salah satu penyebab terjadi residif EFE adalah adanya titik
lemah pada defek duramater itu berhubungan langsung dengan tulang
diatanya. Sehingga untuk mencegah terjadinya residif EFE, perlu dilakukan
penutupan tulang atau transposisi tulang untuk menutup titik lemah pada
defek durameter tersebut.
Untuk mencapai hasil maksimal adalah dengan penutupan duramater
kedap air dengan diperkuat musculofascial atau periosteum, menutup titik
lemah pada defek duramater dengan transposisi tulang dan memperkuat defek
tulang dengan fasia, tandur tulang atau protesa lainnya. Ada tiga macam
teknik eksisi EFE yaitu :
1. Eksisi ekstra kranial sederhana
2. eksisi transkranial
3. Osteotomi subfrontale

Teknik Ekstrakranial
Dibuat insisi elips berbentuk huruf S, melengkung atau Y disekitar basis
massa EFR, preparasi kantong duramater dan periosteum dan reseksi massa
herniasi pada level defek tulang. Duramater dijahit kedap air dengan jahitan
jelujur vicryl atau dexon 4,0 dengan jarum bulat, kalau perlu diperkuat dengan
musculofacia atau periosteum.
Defek tulang diperkuat dengan suatu tandur tulang yang diletakkan
diantara durameter dan cranium. Kulit dijahit lapis demi lapis, dimulai dari
galea dan jaringan subcutan. Kulit dijahit jelujur subcutan dengan benan
vicryl atau dexon 4,0. teknik ini lebih cocok untuk EFE type nasofrontale
karena kanalnya pendek dan defek internalnya tidak dicapai lewak defek
eksternal. Teknik ini cukup emmadai untuk neonatus dan bayi.

Teknik intrakranial
Teknik ini pertama kali diajukan oleh Dodge pada tahu 1959. melalui
insisi kulit bikoronal dan kraniotomi frontal bilateral, dikerjakan eksplorasi pada fossa
cranii anterior didalam dan diluar duramater. Otak yang herniasi direseksi pada defek
internal dan dibuang. Duramater dipisahkan dari sekitar defek tulang, tetapi jangan
melepas duramater melewati crista galli kecuali bila defek tulangnya terletak dibagian
posterior crista galli, suatu hal yang jarang terjadi. Lalu duramater dututp kedap air, kalau
perlu dengan tandur fascia atau periosteum. Defek tulang bisa diperkuat dengan tandur
tabula interna atau protesa lainnya. Teknik ini cocok untuk EFE type nasoethmoidal dan
nasoorbitah dimana kanal tulangnya panjang dan sulit tercapai dengan pendekatan
ekstrakranial.

Teknik Osteotomi subfrontal


Teknik ini ditekankan pada pendekatan langsung pada defek tulang dengan cara
yang lebih sederhana daripada teknik intrakranial, yaitu dengan melakukan osteotomi
subfroto-naso-orbital, melepaskan duramater dari tepi defek tulang, reseksi jaringan otak
yang herniasi dan penutupan duramater kedap air, diperkuat dengan facia atau periosteum
kalau perlu. Bila diameternya lebih dari 1 cm, defek tulang ditutup dengan tandur tulang
tabula interna, costa atau akrilik. Akrilik dapat digunakan pada penderita dengan umur
diatas enam tahum. Bila diameternya kuran dari 1 cm maka defek tulang tidak perlu
ditutup tetapi titik lemah pada defek duramater harus dittutup, karena diharapkan akant
erjadi penutupan spontan setelah massa herniasi dibuang.
Tindakan selanjutnya adalah koreksi telecanthus dengan esksisi sebagian os.nasale samai
tercapai ukuran JIO yang normal, kantopeksi transnasal dan rekonstruksi jembatan
hidung. Insisi kulit yang dianjurkan adalah :
1. Insisi bikoroner
2. Insisi transfasial
Insisi kulit bikorene dikerjakan bila kulit kantong EFE dianggpa tidak perlu di eksisi,
sedangkan bila kulit kantong EFE berlebihan dan perlu dieksisi atau terdapat jaringan
parut dari operasi terdahulu, maka insisi dikerjakan langsung diatas kantong EFE (insisi
tansfacial). Tekni ini dapat digunakan untuk semua tipe EFE. Penderita diletakkan dapam
posisi supinasi dengan kepala sedikit defleksi dan lebih tinggi dari jantung. Rambut
dicukur pada bagian kulit yang akan di insisi saja (penderita dewasa) sedang pada bayi
sebaiknya dicukur semua pada insisi bikoroner dan pada insisi tranfacial rambut tidak
perlu dicukur.
Luasnya bedah rekonstruksi harus ditinjau dari konteks pertumbuhan dan
perkembangan struktur wajah. Pada anak-anak, tindakan pembedahan sebaiknya hanya
terbatas pada eksisi jaringan yang berlebihan saja karena deformitas wajah akan membaik
spontan setelah eksisi jaringan herniasi. Koreksi struktur wajah yang sedang tumbuh
seperti os.nasale dan kartilagonya diusahan seminimal mungkin untuk menjaga pola
pertumbuhan yang normal. Tetapi sebaliknya untuk memdapat hasil dengan
kemungkinan terbaik pada usia yang lebih tua dan dewasa, rekonstruksi tulang dan
jaringan lunak sebaiknya lebih radikal, dengan melakukan koreksi telecanthus,
posisicanthus medialis, deformitas nasalis dan retrusi os.maksilla.
Medial orbitotomi dikerjakan bila terdapat telecanthus. Osteotomi dinding medial
orbita dikerjakan dengan bor kipas. Hati-hati dengan kelenjar dan duktus nasola crimalis
akibat posisi os.lacrimale dan pars orbitalis maksilae yang terdorong ke arah caudal.
Jembatan tulang dapat dipatahkan dan dipindahkan ke medial. Ligamen canthus medial
diikat transnasal kea rah craniomedial dan sejajar kiri kanan. Garis canthus medial
(GCM) dibuat lebih rendah daripada garis canthus lateral (GCL).

Anda mungkin juga menyukai