▪ Agen induksi bersifat sangat lipofilik, dan karena otak merupakan organ yang memiliki
perfusi jaringan yang tinggi, serta padat jaringan lemak, dosis induksi standar dapat
menginduksi ketidaksadaran dalam 30 detik.
▪ Dosis dari agen induksi pada orang dewasa non obesitas harus berdasarkan berat
badan ideal. Pada orang dewasa dengan obesitas, dosis agen induksi yang baik jika
dihitung berdasarkan lean body weight. Hal ini karena pemberian agen induksi secara
bolus dalam jumlah besar dapat menyebabkan depresi kardiovaskular.
▪ Pada pasien lansia, massa tubuh tanpa lemak dan total air dalam tubuh berkurang, dan
total lemak tubuh meningkat, sehingga terjadi peningkatan volume distribusi, waktu paruh
dan durasi dari efek obat. Oleh karena itu, lansia sangat sensitif terhadap perubahan
hemodinamik dan depresi sistem pernapasan sebagai efek dari agen induksi, sehingga
dosisnya perlu dikurangi hingga ½ atau ⅔ dosis normal.
Etomidate
Dosis induksi Onset (detik) Waktu paruh Durasi (menit) Waktu paruh (jam)
emergensi (mg/kg) (menit)
B. KETAMINE
▪ Mekanisme: Ketamin merupakan derifat phencyclidine yang memiliki efek analgesia,
anesthesia, amnesia dan efek minimal pada laju respirasi. Ketamine berinteraksi dengan
reseptor NMDA pada GABA reseptor kompleks sehingga menyebabkan neuroinhibisi,
dan anestesia melalui aksinya pada reseptor opioid. Ketamin juga menstimulasi
pelepasan katekolamin, sehingga mengaktifkan sistem saraf simpatis dan meningkatkan
denyut nadi serta tekanan darah. Selain itu ketamin juga menyebabkan relaksasi otot
polos bronkial sehingga terjadi bronkodilatasi.
▪ Indikasi: Ketamin merupakan agen pilihan utama pada pasien dengan penyakit saluran
nafas reaktif, yang memerlukan intubasi. Selain itu ketamin baik digunakan sebagai agen
induksi pada pasien hipovolemik, hipotensi, tidak stabil secara hemodinamik, dan sepsis.
Pada pasien normotensi atau hipertensi dengan penyakit jantuk iskemik, penggunaan
ketamin dapat meningkatkan kebutuhan oksigen miokard. Efeknya pada saluran nafas
atas membuat ketamin sebagai agen pilihan untuk intubasi pada pasien dengan penyulit
jalan nafas. Ketamin juga dapat meningkatkan MAP dan juga CPP, sehingga mulai
banyak digunakan pada pasien dengan cedera kepala.
Ketamine
Dosis induksi emergensi Onset (detik) Waktu paruh Durasi (menit) Waktu paruh (jam)
(mg/kg) (menit)
Propofol
Dosis induksi emergensi Onset (detik) Waktu paruh Durasi (menit) Waktu paruh (jam)
(mg/kg) (menit)
D. BENZODIAZEPINE
▪ Mekanisme: Benzodiazepin berikatan dengan reseptor GABA kompleks yang spesifik
yang menginhibisi terbukanya kanal ion klorida sehingga menyebabkan depresi sistem
saraf pusat. Depresi sistem saraf pusat tergambarkan dalam kondisi amnesia, kecemasan,
relaksasi otot, sedasi, efek antikonvulsan, hipnosis. Golongan benzodiazepin memiliki efek
amnesia yang kuat, sehingga sangat bermanfaat pada kondisi emergensi. Obat
golongan benzodiazepin yang biasanya digunakan adalah midazolam, diazepam, dan
lorazepam. Midazolam merupakan agen yang paling larut lemak dan satu-satunya
golongan benzodiazepin yang sesuai untuk digunakan sebagai agen induksi untuk
emergensi RSI.
▪ Indikasi: Indikasi utama benzodiazepin adalah untuk memberikan efek anmesia dan
sedasi. Midazolam merupakan agen induksi yang buruk untuk emergensi RSI karena
onsetnya yang lambat dan efek hemodinamik yang banyak.
▪ Dosis: Dosis induksi pada pasien yang stabil secara hemodinamik yaitu 0.2-0.3 mg/kg
secara intravena. Dosis induksi rutin midazolam dalam RSI adalah 0.2 mg/kg. Dalam
dosis ini, midazolam menyebabkan hipotensi sedang dengan penurunan rata-rata dari
mean arterial blood pressure sekitar 10 – 25%. Kecenderungan untuk menginduksi
hipotensi membatasipenggunaan midazolam pada pasien dengan hipovolemia dan syok.
Apabila tetap harus diberikan pada kondisi tersebut, dosis induksi midazolam diturunkan
menjadi 0.1 mg/kg dengan tujuan untuk menunda kecepatan onset dan
menurunkankedalaman sedasi. Untuk pasien dengan syok, penggunaan agen iduksi yang
lebih disarankan adalah etomidate atau ketamin karena profil hemodinamiknya yang
lebih baik.
▪ Efek samping: Efek samping dari penggunaan midazolam antara lain: muntah, apnea,
bradypnea, penurunan volume tidal, lainnya (aritmia, bigemini, bradikardia, hipotensi,
takikardia, pruritus, lesi kulit, urticaria)
Benzodiazepin
Dosis induksi emergensi Onset (detik) Waktu paruh Durasi (menit) Waktu paruh (jam)
(mg/kg) (menit)
RELAKSAN OTOT
SUCCINYLCHOLINE
a. Klinikal Farmakologi
Succinylcholine (SCh) memiliki struktur kimia menyerupai ACH. SCh menstimulasi reseptor
nikotinik dan muskarinik kolinergik dari sistem saraf simpatis dan parasimpatis. SCh juga
menyebabkan pelepasan histamin, namun efeknya kurang signifikan. Awalnya, depolarisasi
dari SCh mengakibatkan fasikulasi, namun hal ini diikuti dengan paralisis motorik. Onset,
aktifitas, dan durasi dari SCh bergantung pada hidrolisis cepat dari pesudocholinesterase
(PCHE), enzim dari hepar yang tidak terdapat di neuromuscular junction. Karena itu difusi
keluar dari neuromuscular junction motor endplate dan kembali ke kompartemen vaskular
adalah jalur dari metabolisme SCh. Hal ini sangat penting dalam memahami mengapa dosis
IV inisial SCh tidak pernah sampai pada motor endplate untuk menyebabkan paralisis. Oleh
karena itu pada RSI darurat digunakan dosis yang lebih besar.
Gambar: Succinylcholine
b. Indikasi dan Kontraindikasi
a. Indikasi
• Digunakan pada kasus RSI darurat karena onsetnya cepat dan durasinya relatif
singkat.
b. Kontraindikasi
• Keadaan seperti adanya fasikulasi, hiperkalemia, bradikardi, hipertermi maligna,
defisiensi PCHE, dan trismus merupakan kontraindikasi absolut penggunaan SCh.
Pada pasien ini digunakan rokuronium.
• Kontraindikasi relatif bergantung pada kemampuan intubator dan keadaan klinis
pasien.
c. Dosis dan kegunaan klinis
• Dosis pada dewasa dengan berat normal untuk RSI darurat: 1.5 mg/Kg IV
Pada crash intubation direkomendasikan untuk meningkatkan dosis hingga 2.0 mg/
Kg untuk kompensasi berkurangnya peredaran obat.
• Dosis SCh intramuscular (pada keadaan mengancam nyawa): 4 mg/ Kg IM
Administrasi intramuscular menyebabkan pasien lebih rentan untuk waktu yang lebih
lama dimana pernafasan terganggu namun relaksasi kurang untuk dapat dilakukan
intubasi. Pada keadaan ini digunakan ventilasi bag-mask aktif sebelum memasukan
laringoskop.
• Jika terdapat keraguan dalam menentukan berat badan pasien, maka gunakan dosis
yang lebih tinggi untuk memastikan paralisis pasien cukup. Half-life dari SCh kurang
dari 1 menit, maka dari itu menambahkan dua kali lipat dosis hanya akan
menambahkan durasi hingga 60 detik. SCh aman hingga dosis kumulasinya 6 mg/Kg
• Pada anak usia < 10 tahun, rekomendasi dosis sesuai berat badan adalah 2 mg/Kg
IV dan pada neonates (< 12 bulan) dosis yang digunakan 3 mg/ Kg IV.
d. Efek Samping
• Fasikulasi
Disebabkan oleh stimulasi dari reseptor nikotinik ACH. Terjadi bersamaan dengan
adanya peningkatan tekanan intracranial, peningkatan tekanan intraocular dan
tekanan intragastrik.
• Hiperkalemia
Dalam keadaan normal, serum kalium meningkat minimal saat SCh diberikan. Pada
kondisi tertentu kenaikan kalium ini bisa sangat drastis. Hal ini terjadi karena 2
mekanisme: peningkatan regulasi reseptor dan rhabdomyolysis.
Kondisi yang menyebabkan pasien beresiko mengalami SCh-Induced hyperkalemia
yaitu korban terbakar, mengalami denervasi, crush injury, infeksi berat, myopathy dan
kondisi hiperkalemia sebelumnya.
• Bradycardia
Setelah diberikan dosis ulangan SCh dapat terjadi bradycardia dan dibutuhkan
pemberian atropine untuk manajemennya.
• Blokade neuromuscular berkepanjangan
Hal ini dapat terjadi pada pasien dengan defisiensi PCHE, congenital absence of PCHE,
atau adanya bentuk atipikal dari PCHE.
• Malignant hyperthermia
Kondisi ini adalah sebuah myopati dengan abnormalitas genetic membrane otot
skeletal. Kondisi ini dapat di picu oleh anesthesia halogen, SCh, olah raga berat, dan
stress emosional.
• Trismus
SCh dapat menyebabkan trismus terutama pada anak-anak.
Competitive NMBA
a. Farmakalogi Klinis
• Competitive atau non depolarazing NMBA (Neuromuscular Blocking Agent) bekerja
dengan berkompetisi dan mengeblok ACH pada motor endplate’s postjunctional dari
reseptor kolinergik nikotinik. Obat akan mengeblok salah satu atau kedua subunit
alfa, sehingga mencegah akses ACH pada subunit alfa tersebut.
• Competitive NMBA kebanyakan diekskresi dengan degradasi Hoffman (atrakurium
dan cisatrakurium) atau dalam bentuk yang tidak diubah dalam empedu (Vekuronium
dan rokuronium).
• Competitive NMBA dikelompokkan menjadi golongan benzylisoquinoline (tubokurarin,
atrakurium, dan mivakurium) dan golongan aminosteroid (rokuronium dan
vekuronium). Golongan aminosteroid adalah yang paling sering digunakan dalam
kasus-kasus yang membutuhkan RSI darurat dan paralisis post-intubasi.
• Vekuronium dan rokuronium lebih lipofilik sehingga lebih mudah diabsorbsi dan
dieleminasi terutama melalui empedu. Sedangkan pankuronium dieksresi terutama
oleh ginjal. Durasi aksi pankuronium lebih panjang sehingga menjadi pilihan ketiga
untuk RSI.
Gambar: Rocuronium
Gambar: Vecuronium
d. Efek Samping
• Pankuronium dapat menimbulkan takikardi
Pasien juga dapat diberikan dosis dengan berat badan yang disesuaikan atau dosing weight
pada beberapa jenis obat tertentu dengan perhitungan sebagai berikut 8:
G REFERENSI
1. Mick, N., Brown, C. and Sakles, J., 2018. Walls Manual of Emergency Airway Management,
The. Lippincott, Williams & Wilkins.
2. King, A. and Bendetto, W., 2021. Induction of general anesthesia: Overview. [online]
Uptodate.com. Available at: <https://www.uptodate.com/contents/induction-of-
general-anesthesia-overview> [Accessed 30 December 2021].
3. Siddiqui, B. and Kim, P., 2021. Anesthesia Stages. [online] Ncbi.nlm.nih.gov. Available at:
<https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK557596/> [Accessed 30 December 2021].
4. Godoroja D, Rovsing M, Brodsky J. Chapter 24: Airway Management in Obesity. In: Cook
T, Kristensen MS, editors. Core Topics in Airway Management. 3rd ed. Singapore:
Cambridge University Press; 2021.
5. Tyler K, Bush S. The Geriatric Patient. In: Brown CA, Sakles JC, Mick NW, editors. The
Walls manual of emergency airway management. 5th ed. Philadelphia: Wolters Kluwer;
2018