Anda di halaman 1dari 15

Diazepam (0,2 mg / kg)

 memiliki paruh yang sangat panjang


dandimetabolisme di hati
KI : pada pasien dengan gagal hati atau ginjal.
dapat menyebabkan rasa sakit dengan
pemberian IV dan menyebabkan asidosis
laktat.
Pemberian terbaik secara oral
D. Barbiturat
- Penggunaan barbiturat saat ini lebih sedikit
dibandingkan dulu
- Barbiturat berguna pada beberapa situasi klinis,
terutama dengan cedera kepala, peningkatan TIK dan
kejang
- Semua barbiturat adalah agonis GABA yang kuat
- Merangsang depresi SSP dan menurukan perfusi di
otak
- Semua barbiturat menyebabkan depresi jantung serta
vasodilatasi dan tidak boleh digunakan pada pasien
dengan penurunan cardiac output dan shock.
Phenobarbital
 Fenobarbital (dosis 20 mg / kg dapat diberikan dalam dosis
terbagi; dosis pemeliharaan, 5 mg / kg / hari dibagi setiap 12
jam)
 sering digunakan sebagai lini ketiga dalam pengendalian
kejang refrater.
 pada pasien dengan kejang refrakter yang berumur kurang
dari
6 bulan  lini ke dua , karena metabolisme hati mereka yang
belum matang . a
 Onset relatif lambat, tapi waktu paruh sangat panjang (24-96
jam).
 Penggunaannya klinis harus dibatasi untuk pengobatan kejang
refrakter, atau ketergantungan barbiturat.
Pentobarbital (1 mg / kg)
 agen lini keempat yang digunakan dalam
pengobatan kejang refrakter
 memiliki paruh hampir 20 jam
Dapat menyebabkan inaktivasi neutrofil dan
terkait peningkatan resiko infeksi serta depresi
miokard
pentobarbital sudah digantikan oleh midazolam,
namun masih dapat dipertimbangkan untuk
intubasi induksi pada pasien dengan TIK tinggi
atau untuk pemeliharaan kondisi koma
E. Propofol
(bolus dosis, 1-2 mg / kg; infus kontinu, 50-150 pg / kg / min)
 Propofol memiliki onset sangat cepat, dibersihkan dengan
cepat oleh hati, sehingga ideal untuk prosedur singkat atau
induksi anestesi
 Propofol mengandung produk telur dan soya
 Dapat menyebabkan vasodilatasi dan hipotensi yg
signifikan pada pasien dehidrasi
 Pada dosis rendah, bisa menyebabkan gerakan myoclonic,
namun menarikanya dapat sebagai terapi tambahan
kejang
 Tidak mempunyai alagesi intrinsik, untuk itu harus di
tambahkan golongan narkotil (fentanyl) untuk efek
analgesi
 Tetap menjadi pilihan utama pada berbagai kondisi, ideal
untuk prosedur singkat pada individu yang sehat
F. Ketamine
(1-2 mg / kg IV 3-4 mg / kg intramuskular)
 antagonis N-methyl-D-aspartate
 Sebagai sedatif dan analgesik, dapat menjaga tekanan
darah dan pernafasan
 dimetabolisme di hepar dan disekresikan lewat urin
 Onset cepat dan cepat dihilangkan
 Ketamine dapat menurunkan thresholds kejang dan harus
digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan diketahui
gangguan kejang
 Ketamine juga dapat meghasilkan katekolamin untuk
sementara yang berguna dalam pemeliharaan tekanan
darah, katekolamin juga dapat menyebabkan brokodilatasi,
sehingga pilihan sedatif yang baik bagi pasien asma
 Ketamine bisa dipertimbangkan sebagai agen sedasi lini
pertama untuk intubasi anak dengan asma dan baik sebagai
jangka pendek dan jangka panjang pada anak-anak
G. Dexmedetomidine
 Dexmedetomidine adalah IY selektif, agonis reseptor a2
adrenergik mirip clonidine dan sebagai simpatolitik di kedua
reseptor pusat dan perifer. Langsung menghambat norepinefrin
/ noradrenalin release dan memproduksi analgesia dan sedasi.
 Memiliki onset yang cepat dan dengan cepat dimetabolisme
oleh hati menjadi metabolit tidak aktif
 Dexmedetomidine harus diberikan dengan infus atau bolus
lambat karena dapat menyebabkan hipertensi transien akibat
antagonisme dari reseptor jika diberikan terlalu segera.
 Tidak boleh diberikan kepada pasien yang memakai
atrioventrikular blockers, pasien dengan bradikardia,
hipovolemia, atau cardiac output rendah
 dexmedetomidine lebih sering digunakan di pediatri sebagai
obat penenang lini pertama yang mempertahankan fungsi
pernapasan dengan baik
VI. SIDE EFFECTS AND CONTRAINDICATIONS OF
SPECIFIC NE0R0MUSC01AR BLOCKING AGENTS
NMB sangat diperlukan pada keadaan kritis
Relaksasi agent 100% dapat mematikan jika
provider tidak bisa melakukan manajemen
airway dengan benar
 Agen relaksasi diberikan hanya jika analgesik
dan sedatif sudah diberikan secara adekuat
A. Depolarizing Agents
 Membuka chane Na di post sinap dan menyebabkan
depolarisasi
 Succinylcholin (1 mg/kg IV, 3 mg/kg intramuscular)
 extremly rapid-acting agent (<1 menit) dimetabolisme oleh
kolinesterase dalam hitungan menit, hasil dari mekanisme
kerjanya adalah fasikulasi diikuti oleh flaccid paralysis.
Efek samping :
■ Malignant hyperthermia
■ Rhabdomyolysis
■ Bradycardia
■ Hyperkalemia
■Peningkatan TIO
■Peningkatan TIK
B. Non-depolarizing Agents
1. Rocuronium (1 mg / kg) memiliki onset tercepat dari semua agen
non depolarizing pada 1 sampai 2 menit. memiliki durasi
terpendek aksi di sekitar 30 menit. Karena durasi pendek,
rocuronium adalah pilihan yang buruk untuk kelumpuhan jangka
panjang, tapi pengganti terbaik untuk suksinilkolin ketika
kelumpuhan jangka pendek diperlukan (yaitu, selama intubasi).
2. Vecuronium (0,1 mg / kg) agen non-depolarisasi yang mung terbaik
untuk sedatif jangka panjang.
3. Pancuronium (0.1-0.15 mg/kg) adalah non depolarizing agent
longest acting yg masih digunakan. Satu dosis tunggal dapat
menyebabkan paralisis selama lebih dari 2 jam.
4. Atracurium (0,5 mg / kg) dan cisatracurium (0,1 mg / kg) dapat
digunakan secara aman pada pasien dengan gagal ginjal atau
hepar. Atracurium dapat menyebabkan pelepasan histamin yang
signifikan dan harus dihindari pada pasien dengan alergi atau asma
VII. REVERSAL AGENTS
1. Nalokson (0,1 mg / kg per dosis, sampai dengan 2 mg)
 Semua efek opioid berkurang secara bersamaan pada dosis tinggi, termasuk depresi
pernafasan dan analgesia.
 Pada dosis yang lebih rendah, nalokson hanya dapat membalikkan depresi pernafasan
 Waktu paruh nalokson lebih pendek dibanding kebanyakan golongan narkotik lainnya.
 Dapat digunakan untuk diagnostik di IGD pada pasien dengan status mental depresi

2. Flumazenil (flumazepil),
 antagonis spesifik benzodiazepin, memiliki paruh relatif panjang, sekitar 1 jam, tapi
gagal hati dapat meningkatkan ini
 Flumazenil memiliki beberapa efek samping yang membuat pilihan obat yang tidak
diinginkan di hampir setiap situasi. Pertama, dan yang paling penting, hal itu dapat
memicu kejang
 Kedua, flumazenil dapat menyebabkan aritmia, takikardia, dan hipertensi.
 Dapat mengetahui adanya overdosis antidepresan trisiklik terkait dengan polifarmasi
overdosis
 flumazenil tidak boleh digunakan diagnostik untuk overdosis benzodiazepin dalam
situasi apapun
VIII. TACHYPHYLAXIS dan IATROGENIC
WITHDRAWAL
 Tachyphylaxis menjelaskan fenomena pemurunan
efektivitas obatkarena digunakan untuk waktu yang cukup
lama.
 Biasanya merupakan hasil dari metabolisme obat
meningkat atau down regulation dari reseptor yang
menarik. Kebanyakan obat menunjukkan efek ini, dan
setiap pasien akan merespon secara berbeda.
 Dosis diperlukan untuk memperoleh tingkat sedasi dan
analgesi yang adekuat , diharapkan pasien semakin lama
terpapar obat .
 Tachyphylaxis bisa begitu signifikan, praktisi harus
menambahkan agen untuk regimen obat untuk mencapai
tujuan klinis yang diinginkan.
IX OPIOID dan BENZODIAZEPIN
WITHDRAWL
A. Pharmacologic Strategies
 Membutuhkan 5 hari terapi
 Long acting agent (lorazepam) dapat dimulai 1-2 hari
sebelum ekstubasi untuk mencegah benzodiazepin
withdrawl
 Metadon dapat dimulai dengan dosis yang mendekati
setara opioid, awalnya diberikan pada interval 6 jam untuk
sekitar 1 hari dan kemudian menurun menjadi interval
yang panjang
 Meskipun metadon diberikan dalam 3 sampai 4 dosis
terbagi di hari pertama, dosis interval meningkat secara
bertahap dan dosis harian total diturunkan untuk
menghindari akumulasi obat
Strategi non farmakologi untuk
mengontrol agitasi
Unit perawatan intensif anak, memberikan
privasi, akses terus menerus pada orang tua
yang mendukung dan keadaan sunyi akan
menurunkan kecemasan pasien muda, kondisi
gelap dimalam hari akan membuat tenang.
Memberikan hiburan pada anak juga dapat
membantu menguirangi dosis opioid dan
sedatif
Point
o Sedasi, analgesia, dan blokade neuromuskuler sangat
diperlukan dalam keadaan kritis, jika tidak digunakan dengan
benar , dapat menyebabkan morbiditas atau mortalitas
o Banyak risiko yang terkait dengan sedasi, analgesia, dan
blokade neuromuskular yang bisa dihilangkan dengan hati-
hati pra-perencanaan dan persiapan sedasi.
o Pilihan obat harus dibuat berdasarkan tujuan klinis
o Setiap obat memiliki efek samping sendiri dan kontraindikasi
o Selalu "Start low go slow" ketika memilih tingkat sedasi
o tachyphylaxis harus diantisipasi dengan semua agen, dan
dosis harus disesuaikan untuk setiap pasien setiap saat.

Anda mungkin juga menyukai