Anda di halaman 1dari 6

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lansia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak

secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak,

dewasa dan akhirnya menjadi tua. Hal ini normal, dengan perubahan fisik

dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang

pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu.

Dimasa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial

secara bertahap. (Azizah, 2011).

Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua

merupakan masa hidup menua yang terakhir. Batasan untuk kategori lansia

berdasarkan tingkatan usia menurut WHO dalam Muhith, A dan Siyoto, S

(2016) yaitu : usia pertengahan (middleage) 45 – 59 tahun, usia lanjut

(elderly) 60 – 74 tahun, usia lanjut usia (old) 75 – 90 tahun dan sangat tua

(very old) lebih dari 90 tahun. (WHO)

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Penduduk lansia (≥65 tahun) di

Indonesia pada tahun 2014 sebanyak 13.729.992 jiwa (8,5%) dan pada

tahun 2020 diperkirakan akan meningkat menjadi 10,0%. Di Indonesia,

terdapat 11 provinsi dari seluruh provinsi di Indonesia dengan presentase


2

lansia lebih dari 7 persen. Kelompok umur yang beresiko tinggi untuk

mengalami gangguan tidur adalah lansia yang dipengaruhi oleh beberapa

faktor seperti proses patologis dan usia yang dapat mempengaruhi pola

tidur (Manurung & Adriani, 2017). Faktor yang memengaruhi gangguan

tidur juga variatif. Wolkove, dkk. (2007) dan Crowley (2011)

mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi gangguan tidur yaitu

respon terhadap penyakit, stress emosi, depresi, pengaruh lingkungan dan

penggunaan obat-obatan.

Penelitian Khasanah dan Hidayati (2012) mengidentifikasi tiga faktor

utama penyebab gangguan tidur, yaitu keadaan lingkungan yang berisik,

merasakan nyeri, dan terbangun karena mimpi. Hasil berbeda didapatkan

dalam penelitian Oliveira (2010) yang menyebutkan bahwa faktor

pencahayaan dan inkontinensia urin sebagai penyebab gangguan tidur pada

lansia. Berbagai dampak negatif dapat ditimbulkan oleh gangguan tidur;

antara lain menurunnya daya tahan tubuh, menurunnya prestasi kerja,

kelelahan, depresi, mudah tersinggung, dan menurunnya daya konsentrasi

yang dapat memengaruhi keselamatan diri sendiri dan juga orang lain.

Relaksasi otot progresif merupakan salah satu teknik untuk mengurangi

ketegangan otot dengan proses yang simpel dan sistematis dalam

menegangkan sekelompok otot kemudian merilekskannya kembali yang

dimulai dengan otot wajah dan berakhir pada otot kaki. Tindakan ini

biasanya memerlukan waktu 15-30 menit dan dapat disertai dengan

instruksi yang direkam yang mengarahkan individu untuk memperhatikan


3

urutan otot yang dirilekskan. Rendahnya aktivitas otot tersebut

menyebabkan kekauan pada otot. Otot yang kaku akan menyebabkan

tubuh tidak menjadi rileks sehingga memungkinkan lansia mengalami

insomnia (Marks, 2011).

Pada penelitian sebelumnya mengatakan perbedaan kualitas tidur saat

sebelum dilakukan relaksasi otot progresif dengan sebagian besar masuk

kategori buruk (100%) mengalami perubahan menjadi 80% (Arif Rahman,

2014). Lalu pada penelitian selanjutnya setelah dilakukan terapi relaksasi

otot progresif pada lansia yang memiliki insomnia dengan tingkat yang

ringan, berat hingga yang sangat berat selama 7 hari secara berturut-turut

mengalami perubahan yang cukup signifikan hingga lansia tersebut tidak

lagi mengalami insomnia (Yuliana R. Kanender, 2015).

Kemudian pada penelitian yang telah dilakukan oleh (Sulidah, 2016) di

Balai Pelindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay dengan di dapatkan hasil

bahwa terapi relaksasi otot progresif ini terbukti memiliki manfaat dalam

meningkatkan kualitas tidur lansia dengan bukti pada penilaian PSQI

dengan keterangan meningkatnya respon subjektif kepuasan tidur, latensi

tidur memendek, durasi tidur bertambah dan lainnya. Adapun pada

penelitian (Yusriana, 2017) dengan melakukan terapi relaksasi otot

progresif pada kualitas tidur lansia dengan rentang usia 60 tahun hingga 83

tahun dan 56 responden lansia, didapati 43 reponden (76,8%) perempuan

yang mengalami gangguan kebutuhan tidur namun didapatkan hasil bahwa

relaksasi otot progresif dapat meningkatkan kualitas tidur dengan bukti


4

rata-rata frekuensi kualitas tidur sebelum diberikan intervensi yaitu 11,82

dan setelah diberikan intevensi menjadi 5,61.

Pada studi pendahuluan yang telah dilakukan di Panti Sosial Tresna

Werdha Nirwana Puri pada Maret 2019, didapatkan jumlah penghuni

lansia secara keseluruhan adalah 91 jiwa. Selain itu pula juga dilakukan

wawancara mendalam tentang bagaimana pola dan kebiasaan tidur yang

dimiliki lansia yang berpenghuni di Panti Sosial Tresna Werdha Nirwana

Puri sebanyak 5 orang, hasil yang didapatkan adalah dari 5 orang yang

telah diwawancara 4 diantaranya mengalami gangguan tidur.

Hal ini dibuktikan dengan pengakuan dari 4 orang tersebut bahwa

mereka memiliki kebiasaan tidur pada pukul 20.00 Wita dan kemudian

terbangun pada pukul 23.00 Wita lalu kembali tidur pukul 01.00 Wita dan

terbangun kembali pukul 04.00 Wita. Mereka mengatakan penyebab

mereka terbangun berbagai macam antara lain seperti merasa kedinginan,

gatal pada tubuh dan karena sudah menjadi kebiasaan terbangun di malam

hari tanpa sebab. Serta mereka mengatakan cara agar mereka kembali dpat

tidur yaitu ada yang menyebutkan dengan berdoa atau hanya berbaring di

kasur sambil memejamkan mata hingga kembali tertidur Oleh karena itu

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini dengan harapan lansia

dapat memiliki kebutuhan tidur yang cukup.


5

B. Rumusan Masalah

Bagaimana latihan relaksasi otot progresif dalam peningkatan

kualitas tidur lansia di Panti Sosial Tresna Wherda Nirwana Puri

Samarinda ?

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui apakah kualitas

tidur pada lansia meningkat setelah diberikan latihan relaksasi otot

progresif.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini:

a) Mengetahui mampu atau tidaknya lansia dalam melakukan latihan

relaksasi otot progresif.

b) Mengetahui kualitas tidur pada lansia di Panti Sosial Tresna

Werdha Nirwana Puri sebelum dilakukan terapi relaksasi otot

progresif.

c) Mengetahui kualitas tidur pada lansia setelah di Panti Sosial Tresna

Werdha Nirwana Puri setelah dilakukan relaksasi otot progresif.


6

D. Manfaat Penulisan

1. Manfaat untuk pendidikan dan perkembangan ilmu keperawatan.

Terapi relaksasi otot progresif dapat digunakan sebagai bagian dari

intervensi mandiri keperawatan dan perkembangan ilmu praktis

keperawatan khususnya dalam menangani pasien dengan gangguan

tidur, sehingga meningkatkan pengakuan terhadap perawat sebagai

profesi mandiri.

2. Manfaat untuk Pasien.

Pasien dengan gangguan tidur dapat menjadikan terapi relaksasi

otot progresif sebagai tindakan alternatif untuk meningkatkan kualitas

tidurnya.

3. Manfaat untuk Institusi kesehatan.

Mengembangkan bentuk pelayanan non farmakologis sebagai salah

satu intervensi keperawatan dalam mengatasi masalah gangguan tidur

terutama mencegah komplikasi.

Anda mungkin juga menyukai