Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.X


DENGAN HIPOSPADIA POST
URETHROPLASTY
Di susun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Perioperatif
Dosen Mata Ajar : Rudi Haryono, Ns.,M.Kep

AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO


YOGYAKARTA
2016

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................ i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang...................................................................................... 2
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2
C. Tujuan ................................................................................................... 2
BAB II. KONSEP DASAR ................................................................................... 3
A. Hipospadia ............................................................................................ 3
1. Pengertian ...................................................................................... 3
2. Anatomi Sistem Perkemihan ......................................................... 3
3. Etiologi .......................................................................................... 4
4. Manifestasi Klinis .......................................................................... 5
5. Klasifikasi ...................................................................................... 6
6. Patofisiologi ................................................................................... 6
7. Pathway ......................................................................................... 8
8. Komplikasi .................................................................................... 9
9. Pemeriksaan Penunjang ................................................................. 9
10. Penatalakasanaan ........................................................................... 10
B. Urethroplasty ........................................................................................ 11
1. Pengertian ...................................................................................... 11
2. Macam-macam tehnik urethroplasty ............................................. 11
3. Macam-macam prosedur operasi ................................................... 12
BAB III. KONSEP KEPERAWATAN................................................................. 17
A. Data Fokus ............................................................................................ 18
B. Diagnosa Keperawatan ......................................................................... 20
C. Perencanaan .......................................................................................... 22
BAB IV. Pembahasan ........................................................................................... 26
BAB V. PENUTUP ............................................................................................... 38
A. Kesimpulan ........................................................................................... 38
B. Saran ..................................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 39
LAMPIRAN
Gambar 1.0 ................................................................................................ 6
Gambar 1.1 ................................................................................................ 12
Gambar 1.2 ................................................................................................ 12
Gambar 1.3 ................................................................................................ 13

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipospadia merupakan kelainan abnormal dari perkembangan uretra
anterior dimana muara dari uretra terletak ektopik pada bagian ventral dari penis
proksimal hingga glands penis. Muara dari uretra dapat pula terletak pada skrotum
atau perineum. Semakin ke proksimal defek uretra maka penis akan semakin
mengalami pemendekan dan membentuk kurvatur yang disebut “chordee”. Pada
abad pertama, ahli bedah dari Yunani Heliodorus dan Antilius, pertama-tama yang
melakukan penanggulangan untuk hipospadia. Dilakukan amputasi dari bagian
penis distal dari meatus. Selanjutnya cara ini diikuti oleh Galen dan Paulus dari
Argentia pada tahun 200 dan tahun 400 (Duckett, 1986, Mc Aninch, 1992 (dalam
Solekha, 2014).
Insiden malformasi ini cenderung meningkat tiap tahunnya dan bervariasi
antar negara. Insiden hipospadia diperkirakan sekitar 1:250 sampai 1:125 di
Amerika Serikat. Sedangkan di Cina prevalensinya 5,8/10.000 kelahiran bayi laki-
laki dan memiliki kecenderungan yang meningkat. Banyak penulis melaporkan
angka kejadian hipospadia yang bervariasi berkisar antara 1 : 350 per kelahiran
laki-laki. Bila ini kita asumsikan ke negara Indonesia karena Indonesia belum
mempunyai data pasti berapa jumlah penderita hipospadia dan berapa angka
kejadian hipospadia. Maka berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik tahun 2000
menurut kelompok umur dan jenis kelamin usia 0 – 4 tahun yaitu 10.295.701 anak
yang menderita hipospadia sekitar 29 ribu anak yang memerlukan penanganan
repair hipospadia (Vikawati, 2015).
Duplay memulai era modern pada bidang ini pada tahun 1874 dengan
memperkenalkan secara detail rekonstruksi uretra. Sekarang, lebih dari 200 teknik
telah dibuat dan sebagian besar merupakan multi-stage reconstruction yang terdiri
dari first emergency stage untuk mengoreksi stenotic meatus jika diperlukan dan
second stage untuk menghilangkan chordee dan recurvatum, kemudian pada third
stage yaitu uretroplasti. Beberapa masalah yang berhubungan dengan teknik
multi-stage yaitu membutuhkan operasi yang multiple, sering terjadi meatus tidak

3
mencapai ujung glans penis, sering terjadi striktur atau fistel uretra, dan dari segi
estetika dianggap kurang baik. Pada tahun 1960, Hinderer memperkenalkan
teknik one-stage repair untuk mengurangi komplikasi dari teknik multi-stage
repair. Cara ini dianggap sebagai rekonstruksi uretra yang ideal dari segi anatomi
dan fungsionalnya, dari segi estetik dianggap lebih baik, komplikasi minimal, dan
mengurangi social cost (Vikawati, 2015).
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari hipospadia?
2. Bagaimana Anatomi Sistem Perkemihan Manusia?
3. Apa etiologi dari hipospadia?
4. Apa saja manifestasi klinis dari hipospadia post operasi?
5. Apa saja klasifikasi dari hipospadia?
6. Bagaimana patofisiologi dari hipospadia?
7. Bagaimana pathway hipospadia?
8. Apa saja komplikasi pada hipospadia?
9. Apa saja pemeriksaan penunjang pada hipospadia?
10. Apa Diagnosa keperawatan yang muncul pos operasi pada hipospadia?
11. Bagaimana intervensi dari diagnosa hipospadia post operasi?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari hipospadia.
2. Untuk mengetahui anatomi Sistem Perkemihan Manusia.
3. Untuk mengetahui etiologi dari hipospadia.
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari hipospadia post operasi.
5. Untuk mengetahui klasifikasi dari hipospadia.
6. Untuk mengetahui patofisiologi dari hipospadia.
7. Untuk mengetahui pathway dari hipospadia.
8. Untuk mengetahui komplikasi hipospadia.
9. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada hipospadia.
10. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan yang muncul post operasi
pada hipospadia.
11. Untuk mengetahui intervensi dari diagnosa hipospadia post operasi.

4
BAB II
KONSEP DASAR
A. Hipospadia
1. Pengertian
Hipospadia adalah kelainan kongenital berupa muara uretra yang
terletak di sebelah ventral penis dan sebelah proksimal ujung penis.
Hipospadia terjadi pada anak laki-laki sampai 3 per 1.000 kelahiran
dan merupakan anomali penis yang paling sering (Mutaqqin, 2012).
Hipospadia merupakan kongenital anomali yang mana urera
bermuara pada sisi bawah atau perineum (Suriadi, 2006).
Jadi, hipospadia adalah suatu penyakit kongenital dimana terjadi
abnormal letak lubang uretra, melainkan berada diposisi bawah penis.

2. Anatomi Sistem Perkemihan


Sistem perkemihan pada manusia terdiri atas:
a. Ginjal
Ginjal terletak di bagian belakang abdomen atas, di sebelah
posterior dilindungi oleh kosta dan otot-otot yang meliputi kosta
sedangkan, pada bagian anterior dilidungi oleh bantalan usus yang
tebal. Pada orang dewasa panjang ginjal 12-13 cm, lebarny 6 cm
dan beratnya antara 120-150 gram. Sebanyak 95% orang dewasa
memiliki jarak antara katup ginjal 11-15 cm. Perbedaa kedua ginjal
lebih dari 1,5 c atau perubahan struktur merupakan tand ayang
penting karena penyakit ginjal dimanifestasikan dengan adaya
perubahan struktur. Fungsi dari ginjal yaitu: mengatur volume air
dalam tubuh, mengatur keseimbangan asam basa, mengekskresikan
sisa hasil metabolisme.
b. Ureter
Ureter adalah saluran yang menghubungkan ginjal dengan
kandung kemih. Ureter merupakan lanjutan pelvis ginjal, menuju
distal dan bermuara pada vesica urinaria. Terdiri dari 2 saluran

5
pipa yang masing-masing langsung terhubung dengan kandung
kemih, panjang ureter sekitar 25-30 cm, penampang 0,5 cm. Ureter
terdiri dari 2 bagian yaitu pars abdominalis (ureter sebagian
terletak dalam rongga abdomen) dan pars pelvina (sebagian
terletak dalam rongga pelvis). Dinding ureter terdiri 3 lapisan;
dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa), lapisan tengah ototo
polos dan sebelah dalam lapisan mukosa.
c. Kandung kemih/Bladder
Kandung kemih merupakan kantung berongga yang dapat
direnggangkan dan volumenya dapat disesuaikan dengan
mengubah status kontraktil otot polos didindingnya. Organ ini
berbentuk seperti buah pir (kendi). Letaknya di belakang simpisis
pubis di dalam rongga panggul. Vesika urinaria dapat
mengembang dan mengempis seperti balon karet. Fungsi dari
vesica urinaria adalah sebagai tempat penyimpanan urine dan
mendorong urine keluar dari tubuh.
d. Uretra
Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika urinaria
yang berfungsi menyalurkan air kemih ke luar. Pada laki-laki
panjangnya kira-kira 20 cm, terdiri dari :
1) Urethra pars Prostaria
2) Urethra membranosa
3) Urethra kavernosa
Uretra pada wnaita terletak di belakang simpisis pubis berjalan
miring sedikit ke arah atas, kira-kira 3-4 cm. Muara uretra pada
wanita terletak di atas vagina (antara klitoris dan vagina) dan
urethra disini hanya sebagai saluran ekskresi (Haryono, 2012).

3. Etiologi
a. Presipitasi
Penyebab hipospadia belum diketahui secara pasti (Suriadi, 2006).

6
b. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi meliputi faktor genentik, endokrin dan
lingkungan (Mutaqqin, 2015).
1) Faktor genetik
Sebuah kecenderungan genetik telah disarankan oleh
peningkatan 8 klai lipat dalam kejadian hipospadia antara kembar
monozigot dibandingkan dnegan tnggal. Kecenderungan kluarga
telat dicatat dengan hipospadia. Prevalensi hipospadia pada anak
laki-laki nenek moyang dengan hipopadia telah dilaporkan sebesar
8% dan 14% dari anak saudara debgan hpospadia juga
berpengaruh.
2) Faktor endokrin
Penurunan androgen atau ketidakmampuan utuk
menggunakan dapat menagkibatkan hipospadia. Dalam sebuah
laporan tahun 1997 oleh Aaronson dkk., 66% dari anak laki-laki
dengan hipospadia ringan dan 40% dengan hipopadia berat
ditemukan memiliki cacat dalam biosintetis testoteron testis.
3) Faktor lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah
polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat
mengakibatkan mutasi.

4. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala hipospadia post urethroplasty menurut (Speer, 2007)
yaitu :
a. Pembengkakan pada testis
b. Perdarahan pada sisi pembedahan
c. Adanya luka operasi
d. Iritabilitas
e. Terpasang kateter
f. Disuria

7
5. Klasifikasi
Berdasarkan letak muara uretra, hipospladia dibagi dalam tiga bagian
besar, yaitu:
a. Hipospadi anterior terdiri atas tipe granular, subkoronal, dan penis
distal
b. Hipospadi medius terdiri atas: midshaft, dan penis proksimal
c. Hipospadi posterior terdiri atas : penoskrotal, skrotal, dan perineal
(Purnomo, 2011).

Gambar 1.0Tipe-tipe Hipospadia


6. Patofisiologi
Penyebab dari Hypospadia belum diketahui secara jelas dan dapat
dihubungankan dengan faktor genetik dan pengaruh Hormonal. Pada
usia gestasi Minggu ke VI kehamilan terjadi pembentukan genital,
pada Minggu ke VII terjadi agnesis pada msoderm sehingga genital
tubercel tidak terbukti, bila genital fold gagal bersatu diatas sinus
urogenital maka akan timbul Hypospadia (Suriadi, 2006).

8
Perkembangan uretra dalam utero dimulai sekitar usia 8 minggu
dan selesai dalam 15 minggu, uretra terbentuk dari penyatuan lipatan
uretra sepanjang permukaan ventral penis. Glandula Uretra terbentuk
dari kanalisasi furikulus ektoderm yang tumbuh melalui glands untuk
menyatu dengan lipatan uretra yang menyatu. Hypospadia terjadi bila
penyatuan digaris tengah lipatan uretra tidak lengkap sehingga meatus
uretra terbuka pada sisi ventral penis. Derajat kelainan letak ini antara
lain seperti pada glandular (letak meatus yang salah pada glans),
Korona (pada sulkus korona), penis (disepanjang batang penis),
penuskrotal (pada pertemuan ventral penis penis dan skotrum) dan
perineal (pada perinium) prepusium tidak ada pada sisi ventral dan
menyerupai topi yang menutupi sisi darsal gland. Pita jaringan fibrosa
yang dikenal sebagai chordee, pada sisi ventral menyebabkan
kuruatura (lingkungan) ventral dari penis. Pada orang dewasa, chordee
tersebut akan menghalangi hubungan seksual, infertilisasi (Hypospadia
penoskrotal) atau (perincal) menyebabkan stenosis meatus sehingga
mengalami kesulitan dalam mengatur aliran urine dan sering terjadi
kriotorkidisme (Suriadi, 2006).
Hipospadia merupakan suatu cacat bawaan yang diperkirakan
terjadi pada masa embrio selama pengembangan uretra, dari kehamilan
8-20 minggu. Perkembangan terjadi fusi dan garis tengah dari lipatan
uretra tidak lengkap terjadi senhingga meatus uretra terbuka pada sisi
ventral dari penis. Ada berbagai derajat kelainan letak meatus ini, dari
yang ringan yaitu sedikit pergeseran pada glans, kemudian di
sepanjang batang penis ingga akirnya di perineum (Muttaqin, 2012).
Preputium tidak ada pada sisi vental dan menyerupai topi yang
menutup sisi dorsal dari glans. Pita jaringan fibrosa yang dikenal
sebagai chordee, pada sisi ventral menyebabkan kuravatura
(lengkungan) ventral dari penis (Muttaqin, 2012).

9
7. Pathway
Berikut adalah pathway dari hipospadia (Suriadi dan Rita, 2016)
Malformasi kongenital

Hipospadia

Glandula Distal penil Penile Scrotal Perineal

Pengelolaan

Pembedahan Radiodiagnosis
Eksisi chordee
Uretroplasy

Proses pembedahan Efek anestesi Pemasangan Kateter

Gangguan aktivitas
Kecemasan Nyeri Hipersalivasi
Kecemasan Resiko Infeksi
Penumpukan secret
Gangguan rasa nyaman
Obstruksi jalan nafas

Inefektif bersihan jalan nafas

10
8. Komplikasi
Komplikasi pascaoperasi yang terjadi adalah sebagai berikut:
a. Edema/pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan
besarnya dapat bervariasi, juga terbentuknya hematom/ kumpulan
darah di bawah kulit, yang biasanya dicegah dengan balutan
ditekan selama 2 sampai 3 hari pascaoperasi.
b. Striktur, pada proksimal anastomis yang kemungkinan
disebabkan oleh angulasi dari anastomis.
c. Rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran
kencing berulang atau pembentukan batu saat pubertas.
d. Fitula uretrokutan, merupakan komplikasi yang sering dan
digunakan sebagai parameter untuk menilai keberhasilan operasi.
Pada prosedur satu tahap saat ini angka kejadian yang dapat
diterima adalah 5-10%.
e. Residual chordee /rekuren chrodee, akibat dari chordee yang tidak
sempurna, dimana tidak melakukan ereksi artifisial saat operasi
atau pembentukan scar yang berlebihan di ventral penis walaupun
sangat jarang.
f. Divertikulum (kantung abnormal yang menonjol ke luar dari
saluran atau alat berongga), terjadi pada pembentukan neouretra
yang terlalu lebar atau adanya stenosis meatal yang
mengakibatkan dilatasi yang dilanjut (Vikawati, 2015).

9. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik berupa pemeriksaan fisik. Jarang
dilakukan pemeriksaan tambahan untuk mendukung diagnosis
hipospadia. Tetapi dapat dilakukan pemeriksaan ginjal seperti USG
mengingat hipopadia sering disertai dengan kelainan ginjal (Suriadi
dan Rita, 2006).

11
10. Penatalaksaan medis
Penatalakasanaan medis pada hipospadia yaitu dengan tindakan
pembedahan atau operasi. Tujuan prosedur pembedahan pada
hipospadia adalah membuat penis lurus dengan memperbaiki chordee,
membentuk uretra dan meatusnya yang bermuara pada ujung penis
(uretroplasti), untuk mengembalikan aspek normal dari genitalia
eksterna (kosmetik) dengan merekonstruksi jaringan yang membentuk
radius ventral penis (glans, corpus spongiosum dan kulit). Operasi
tersebut terdiri dari bebebrapa tahap:
a. Operasi pelepasan chordee atau tunneling
Dilakukan pada usia 1,5-2 tahun. Pada tahap ini dilakukan operasi
eksisi chordee dari muara uretra sampai ke gland penis. Setelah
eksisi chordee maka penis akan menjadi lurus tetapi meatus uretra
masih terletak abnormal. Untuk melihatkeberhasilan setelah eksisi
dilakukan tes ereksi buatan intraoperatif dengan menyuntikkan
NaCl 0,9% ke dalam korpus kavernosum.Pada saat bersamaan
dilakukan operasi tunneling yaitu pembuatan uretra pada gland
penis dan muaranya. Bahan untuk menutup luka eksisi chordee dan
pembuatan tunneling diambil dari preputium penis bagian dorsal.
Oleh karena itu hipospadia merupakan kontraindikasi untuk
dilakukan sirkumsisi.
b. Operasi uretroplasty
Biasanya dilakukan 6 bulan setelah operasi pertama. Uretra
dibuat dari kulit penis bagian ventral yang diinsisi secara
longitudinal paralel dikedua sisi. Beberapa tahun terakhir, sudah
mulai diterapkan operasi yang dilakukan hanya satu tahap akan
tetapi operasi hanya dapat dilakukan pada hipospadia tipe distal
dengan ukuran penis yang cukup besar. Operasi hipospadia
sebaiknya sudah selesai dilakukan seluruhnya sebelum si anak
masuk sekolah, karena dikhawatirkan akan timbul rasa malu pada
anak akibat merasa berbeda dengan teman-temannya.Bayi yang

12
menderita hipospadia sebaiknya tidak disunat. Kulit depan penis
dibiarkan unuk digunakan pada saat pembedahan. Rangkaian
pembedahan biasanya telah selelsai dilakuka sebelum anak mulai
sekolah. Pada saat ini, perbaikan hipospadia dianjurkan sebelum
anak berumur 18 bulan.

B. Urethroplasty
1. Pengertian
Urethroplasty adalah salah satu tindakan dari operasi hipospadia
untuk membuat saluran uretra baru dengan ukuran yang adekuat.
Tindakan ini adalah satu tahap dari beberapa tahap penanganan
hipospadia. Penanganan hipospadia pada umumnya terdiri atas
orthoplasty, cordectomy, dan urethroplasty. Setiap tahap mungkin
dilakaukan lebih dari sekali, atau bahkan semua tahap dapat dilakukan
dalam satu waktu bersamaan. Hal ini ditentukan kondisi klinis pasien
yang ditentukan oleh dokter (Solekha, 2014).
Terapi untuk hipospadia adalah pembedahan, untuk
mengembalikan penampilan dan fungsi normal penis. Pembedhan
biasanya tidak dijadwalkan sampai bayi berumur 1-2 tahun, ketika
ukuran penis menyatakan sebagai ukuran yang layak untuk dioperasi
(Speer, 2007)
2. Macam-macam teknik urethroplasty:
Terdapat banyak teknik yang dapat di gunakan untuk urethroplasty,
berikut ini adalah salah satu teknik yang umum di gunakan :
a. MAGPI (Meatal Advancement and Glanuloplasty Incorporated)
1) Teknik MAGPI ini dapat digunakan untuk pasien dengan
hipospadia glanular distal. Setelah penis terlihat lurus pada
tes ereksi artifisial, insisi sirkumsis dilakukan. Skin hook
diletakkan pada tepi ujung dari saluran uretra glanular lalu
kemudian ditarik ke arah lateral. Gerakan ini dapat

13
meningkatkan transverse band dari mukosa yang nantinya
akan diinsisi longitudinal pada garis tengah.
2) Insisi pada dinding dorsal glanural uretra ini nantinya akan
ditutup dengan jahitan transversal dengan chromic catgut 6-0.
Skin hook ditempatkan pada tepi kulit dari korona pada garis
tengah ventral.
3) Dengan traksi distal, ujung glans ditarik ke depan dan
dijahitkan pada garis tengah dengan jahitan subkutikuler.
Epitel glans ditutup dengan jahitan interrupted. Kelebihan kulit
dari prepusium dorsal dapat dijahit untuk penutupan kulit.
Koreksi dengan pembedahan dilakukan usia 2 tahun sehingga meatus
uretra berada pada ujung penis, ereksi dapat lurus, dan penis terlihat
normal.
3. Macam-macam Prosedur Operasi
1) Prosedur Thiersch-Duplay

Gambar 1.1Prosedur Thiersch-Duplay A: Garis insisi. B dan C:


Insisi dilakukan sepanjang garis tepi urethral plate dan tubularisasi plate
dengan memasukkan kateter ukuran 8F (2.64mm) hingga 10F (3.30mm)
D: Melakukan glansplasti, sirkumsisi (penjahitan kulit pada korona).

14
2) Prosedur Onlay

Gambar 1.2 Posedur Onlay. A: Garis insisi B: Diseksi preputium


berbentuk segi empat C dan D: Mukosa preputium yang sudah didiseksi
dipindahkan ke urethral plate supaya bisa menjadi dasar dan menutup
urethral plate. E dan F: Pedicle dimobilisasi untuk menutup garis suture,
dilanjutkan dengan glansplasti, dan sirkumsisi.
3) Prosedur Mathieu

15
Gambar 1.3 Prosedur Mathieu. A: Garis insisi. B: Diseksi
Mathieu flap dan insisi sepanjang tepi urethral plate. C: Menjahit
Mathieu flap di sepanjang tepi urethral plate yang telah dimasukkan
kateter ukuran 8F (2.64-mm) hingga 10F (3.30-mm). D: glansplasti,
dan sirkumsisi.

C. Diangnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut (NANDA, 2015) yaitu :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (post prosedur
operasi).
b. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan trauma operasi
c. Resiko infeksi dengan faktorresiko prosedur invasiv.

D. Intervensi
Intervensi menurut (NOC-NIC, 2013)
a. Nyeri yang berhubungan dengan post prosedur operasi
Tujuan : nyeri apat berkurang, skala nyeri 0-1
Kritria hasil :
Klien melaporkan nyeri berkurang dan ekspresi wajah rileks
Intervensi :
1) Kaji secara komprehensif mengenai lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, dan faktor pencetus nyeri.
Rasional : membantu mengobservasi tingkat nyeri yang
dirasakan oleh pasien dan menentukan intervensi selanjutnya.
2) Berikan lingkungan yang tenang
Rasional : meningkatkan relaksasi, mampu istirahat secara
adekuat
3) Ajarkan teknik nonfarmakologi (relaksasi)
Rasional: meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot
4) Kolaborasi dalam pemberian analgetik

16
Rasional: analgetik merupakan cara farmakologi untuk
mengurangi nyeri
b. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif.
Tujuan : meminimalkan penyebaran infeksi
Kriteria hasil : klien tidak terjadi infeksi
Intervensi :
1) Monitor adanya tanda-tanda infeksi
Rasional: menentkan intervensi yang tepat serta memantau
keberhasilan intervensi
2) Monitor keadaan balutan luka post operasi, daerah tusukan ifus
dan pemasangan katetetr.
Rasional: kebersihan daerah luka meminimalkan resiko
terjadiya infeksi
3) Monitor peningkatan granulosit, sel darah putih
Rasional: pada poses infeksi biasanya LED (Laju Edndap
Darah), angka leukosit akan meningkat
4) Bersihkan luka dan ganti balutan dengan tehnik steril
Rasional : meminimalkan kesempatan untuk kontaminasi
5) Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan gejala infeksi
Rasional: pasien dan keluarga mengetahui tand dan gejaa
infeksi.
6) Kelola pemberian terapi antibiotik
Rasional: mencegah penyebaran infeksi
c. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan trauma operasi
Tujuan: eliminsi urin dalam batas normal (800-1400 cc/hari)
Kriteria hasil: menunjukkan aliran urine terus menerus dengan
keluaran urin adekuat.
Tidak menagalami gejala retensi urin
Intervensi :
1) Kaji keluaran urine dan sistem kateterisasi

17
Rasional: kepatenan urin input output indikasi tidak terjadi
keabnormlaan organ perkemihan
2) Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake cairan sesuai
dengan indikasi
Rasional: peningkatan hidrasi membilas bakteri, darah, dan
dapat membantu lewatnya batu
3) Periksa keadaan urin, catat adanaya batu atau bekuan darah
Rasional: penemuan batu memungkinkn identifikasi tipe dan
jenis pilihan terapi
4) Sediakan perlak di tempat tidur pasien
Rasional: mengantisispasi bila terjaid ketidakmampuan dalam
menahan BAK di toilet
5) Monitor intake dan output
Rasional: mempertahankan hidrasi yang adkuat
6) Jaga privasi pasien untuk berkemih
Rasional: memberi kenyamanan saat berkemih
7) Kolaborasi untuk pemeriksaan laboraturium
Rasional: hal ini mengidentifikasikan fungsi ginjal

18
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

Kasus
An. X usia 5 tahun laki-laki masuk Rumah Sakit Sejahtera sejak 1 hari
yang lalu tanggal 18 September 2016 diantar oleh ibunya dengan keluhan pada
saat kencing merembes. Kemudian Perawat B melakukan pemeriksaan kepada
An. X. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan adanya kemerahan pada daerah
skrotum, lubang penis tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada di dasar penis,
penis melengkung ke bawah, penis tampak seperti berkerudung, pada saat
berkemih anak harus duduk. Setelah dilakukan USG ternyata An.X mengalami
Hipospadia dan harus dilakukan operasi. Pada tanggal 19 Maret 2016, An.X sudah
dilakukan dilakukan operasi pelepasan chordee(tunelling). Pada tanggal 18
September 2016, An.X sudah menjalankan operasi urethroplasty. Setelah
dilakukan pembedahan An.X mengeluhkan nyeri pada area penis, skala 4, nyeri
seperti ditusuk-tusuk, nyeri hilang timbul setiap 1-2 menit. Pasien terpasang infus
di tangan sebelah kiri. Pasien terpasang kateter, adanya luka bekas operasi,
meringis menahan nyeri, terdapat darah pada kasa di area
penis.Rambutpasientampakkotor, kusut, berminyakdan aktifitas dibantu oleh
ibunya. Hasil vital sign: suhu 36,5oC, nadi 80x/menit, RR 22x/menit. Dari hasil
pemeriksaan laboraturium didapatkan: tanggal 18 september 2016
Angka leukosit : 10,1x103/UL
Hemoglobin : 11,2 g/dl
Hasil pemeriksaan lab tanggal 17 september 2016
Albumin : 4,74 g/dl
Pasien mendapatkan terapi medis
Injeksi cefotaxime : 500mg/12 jam
Injeksi novalgin : 250 mg/8jam
Injeksi asam traneksamat : 250mg/8 jam
Injeksi vitamin C : 40mg/24 jam

19
E. Pengelompokkan data
Data subyektif Data objektif
1. Pasien mengeluh nyeri pada luka 1. Pasien tampak meringis menahan
bekas operasi sakit
P : post operasi urethroplasti 2. Rambut pasien tampak kotor
Q : seperti di tusuk-tusuk 3. Terpasang IV Plug pada
R : penis ekstremitas atas sinistra sejak
S : skala 4 tanggal 16 September 2016
T : hilang timbul setiap 1-2 menit 4. Terpasang kateter ukuran 8 sejak
2. Ibu pasien mengatakan pasien tanggal 18 September 2016
sudah 2 hari tidak keramas, mandi 5. Genetalia tampak diperban, perban
dan berpakaian harus dibantu, BAB kotor dan terdapat rembesan darah
dibantu dan BAK melalui selang 6. Hasil vital sign S : 36,5oC ; N:
kateter, saat makan harus disuapi. 80x/menit ; R: 22x/menit
7. Hasil pemeriksaan laboraturium
tanggal 18 September 2016
Angka leukosit : 10,1x103/UL
Hemoglobin : 11,2 g/dl

Hasil pemeriksaan lab tanggal 17


September 2016
Albumin : 4,74 g/dl

20
F. Analisa data
No. Data senjang Etiologi Problem
1. DS: Agen injuri fisik: Nyeri akut
Pasien mengeluh nyeri pada luka post operasi
bekas operasi urethroplasty
P : post operasi urethroplasti
Q : seperti di tusuk-tusuk
R : penis
S : skala 4
T : hilang timbul setiap 1-2 menit
DO:
Pasien tampak meringis menahan
sakit.
TTV:
Suhu : 36,5oc,
Nadi : 80x/menit
RR : 22x/menit
2. DS: - Prosedur invasif: Resiko infeksi
DO:  Operasi
Terpasang iv plug pada urethroplasty
ekstremitas atas sinistra sejak 16  Pemasangan IV
september 2016 plug
Terpasang dower kateter ukuran  Pemasangan
8 pada tanggal 18 september dower kateter
2016
Genetalia tampak diperban,
perban kotor dan terdapat
rembesan darah
Angka leukosit: 10,1x103/UL;
Hemoglobin: 11,2 g/dl; Albumin:

21
4,74 g/dl
Suhu: 36,5oC
3. DS: Penurunanmotivasi Defisit perawatan
Ibu pasien mengatakan pasien diri: mandi,
sudah 2 hari tidak keramas, berpakaian,
mandi dan berpakaian harus toiletting, makan
dibantu, BAB dibantu dan BAK
melalui selang kateter, saat
makan harus disuapi.
DO:
Rambut pasien tampak kotor,
pasien saat mandi dan berpakaian
tampak dibantu.

Diagnosa prioritas:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik: post operasi urethroplasty
ditandai dengan
DS:
Pasien mengeluh nyeri pada luka bekas operasi
P : post operasi urethroplasti
Q : seperti di tusuk-tusuk
R : penis
S : skala 4
T : hilang timbul setiap 1-2 menit
DO:
Pasien tampak meringis menahan sakit.
TTV:Suhu : 36,5oc, Nadi : 80x/menit, RR : 22x/menit
2. Defisit perawatan diri: mandi, berpakaian, toiletting, makan berhubungan
dengan penurunan motivasi ditandai dengan:

22
DS:
Ibu pasien mengatakan pasien sudah 2 hari tidak keramas, mandi dan
berpakaian harus dibantu, BAB dibantu dan BAK melalui selang kateter,
saat makan harus disuapi.
DO:
Rambut pasien tampak kotor, pasien saat mandi dan berpakaian tampak
dibantu.
3. Resiko infeksi dengan factor resiko prosedur invasif:Operasi urethroplasty,
pemasangan IV plug, pemasangan dower kateter ditandai dengan
Terpasang IV plug pada ekstremitas atas sinistra sejak 16 September 2016
Terpasang dower kateter ukuran 8 pada tanggal 18 september 2016
Genetalia tampak diperban, perban kotor dan terdapat rembesan darah
Angka leukosit: 10,1x103/UL; Hemoglobin: 11,2 g/dl; Albumin: 4,74 g/dl;
Suhu: 36,5oC

23
G. Diagnosa dan intervensi
No. Diagnosa keperawatan Perencenaan
Tujuan Intervensi
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik : Post Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian nyeri
operasi uretroplasty ditandai dengan keperawatan selama ...x24 secara komprehensif
DS: jam pasien akan menunjukan termasuk lokasi,
Pasien mengeluh nyeri pada luka bekas operasi tingkat nyeri berkurang atau karakteristik, durasi,
P : post operasi urethroplasti hilang dengan kriteria hasil : frekuensi, kualitas dan
Q : seperti di tusuk-tusuk 1. Pasien tidak mengeluh faktor presipitasi
R : penis nyeri 2. Observasi reaksi
S : skala 4 2. Skala nyeri berkurang nonverbal dari
T : hilang timbul setiap 1-2 menit dari 2 menjadi 0 ketidaknyamanan
DO: 3. Ekspresi wajah tampak 3. Kurangi faktor presipitasi
Pasien tampak meringis menahan sakit tenang nyeri
TTV:Suhu : 36,5oc, Nadi : 80x/menit, RR : 22x/menit 4. Tanda tanda vital tampak 4. Anjurkan pasien untuk
normal istirahat (tidur)
Nadi : 60-100x/menit 5. Ajarkan pasien teknik non
Pernafasan : 18-30x/menit farmakologi (relaksasi
Suhu : 36,5-37,5oC nafas dalam)

24
6. Berikan novalgin
250mg/8jam
2. Resiko infeksi dengan faktor resiko prosedur invasif : Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda dan gejala
operasi urethroplasty ditandai dengan keperawatan selama ...x24 infeksi sistemik dan
DS: - jam pasien tidak mengalami lokal
DO: infeksi dengan kriteria hasil: 2. Pertahankan teknik
Terpasang iv plug pada ekstremitas atas sinistra sejak 1. Pasien bebas dari tanda aseptif
16 september 2016 dan gejala infeksi (kalor, 3. Cuci tangan sebelum dan
Terpasang dower kateter ukuran 8 pada tanggal 18 dolor, rubor, tumor, sesudah tindakan
september 2016 fungsiolesa) keperawatan
Genetalia tampak diperban, perban kotor dan terdapat 2. Menunjukkan 4. Ganti letak iv perifer dan
rembesan darah kemampuan untuk dressing sesuai dengan
Angka leukosit: 10,1x103/UL; Hemoglobin: 11,2 g/dl; mencegah timbulnya petunjuk umum
Albumin: 4,74 g/dl; Suhu: 36,5oC infeksi 5. Ajarkan pasien dan
3. Jumlah leukosit dalam keluarga tanda dan
batas normal (5000- gejala infeksi
10000 u/l) 6. Berikan cefotaxime
4. HGB dalam batas 500mg/12 jam
normal (13,5-16 g/dl)

25
5. Albumin dalam batas
normal (3,8-5,0 gr%)
3. Defisit perawatan diri, mandi, berpakaian, toileting, Setelah dilakukan tindakan 1. Memonitor kondisi pasien
makan berhubungan denganpenurunanmotivasi ditandai keperawatan selama ...x24 2. Memandikan pasien
dengan jam defisit perawatan diri setiap hari atau sesuai
DS : teratasi dengan kriteria hasil: indikasi
Ibu pasien mengatakan pasien sudah 2 hari tidak 1. Pasien terbebas dari bau 3. Bantu pasien mengenakan
keramas, mandi dan berpakaian harus dibantu, BAB badan pakaian
dibantu dan BAK melalui selang kateter, saat makan 2. Rambut pasien tampak 4. Jaga agar rambut tetap
harus disuapi. rapi dan bersih bersih dan rapi
3. Kebutuhan makan pasien 5. Bersihkan kulit setelah
DO : terpenuhi BAB/BAK
Rambut pasien tampak kotor, pasien saat mandi dan 4. Keluarga pasien 6. Ajarkanpasien
berpakaian tampak dibantu. memahami bagaimana dankeluargatentang
cara membantu kebutuhan pentingnya perawatan diri
ADL pasien : mandi, : mandi, berpakaian,
berpakaian, toileting, toileting, makan
makan 7. Dorong untuk melakukan
secara mandiri, tetapi beri

26
bantuan ketika pasien
tidak mampu
melakukannya.

27
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengkajian
Pengkajianmerupakantahapawaldandasarutamadari proses keperawatan.
Kegiatanperawatdalammelakukanpengkaiankeperawataniniadalahmengkajidaridat
a kliendankeluargatentangtandadangejalaserta factor penyebab, memvalidasi data
darikliendankeluarga, mengelompokkan data, sertamenempatkanmasalahklien
(Kusumawati& Hartono, 2010 dalamKristiyono, 2015).
Tahappengkajiandari proses keperawatanmerupakan proses dinamis yang
terorganisasimeliputitigaaktivitasyaitu:
1. Pertama, mengumpulkan data secarasistematis
2. Kedua, memilahdanmengatur data yang dikumpulkan
3. Ketiga, mendokumentasikan data dalam format yang dapatdibukakembali
(Kristiyono, 2015).
Dari hasilpengkajianpada An. X, didapatkanadanyakesenjangandenganteori
yang ditemukanpadakasusadadalamteori.
1. Data yang adadalamteori dan ada dalamkasus
a. Adanyalukaoperasi
Luka adalahsuatukeadaanterputusnyakontinuitasjaringantubuh,
yang
dapatmenyebabkanterganggunyafungsitubuhsehinggadapatmenggangg
uaktivitassehari-hari(Aziz, 2009).
Operasi atau pembedahan merupakan semua tindak pengobatan
yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan
bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini
umumnya dilakukan dengan membuat sayatan, setelah bagian yang
akan ditangani ditampilkan, dilakukan tindak perbaikan yang diakhiri
dengan penutupan dan penjahitan luka. Perawatan selanjutnya akan
termasuk dalam perawatan pasca bedah. Tindakan pembedahan atau
operasi dapat menimbulkan berbagai keluhan dan gejala. Keluhan dan

28
gejala yang sering adalah nyeri (SjamsuhidajatdalamFirmanitasari,
2013).
Jadilukaoperasiadalahluka yang
timbulakibatdariprosedurpembedahandenganmembuat sayatan, setelah
bagian yang akan ditangani ditampilkan, dilakukan tindak perbaikan
yang diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka.
Padapasienterdapatlukaoperasisetelahdilakukantindakanurethroplas
ty.
b. Perdarahanpadasisipembedahan
Perdarahanadalahkeluarnyadarahdaripembuluhdarah yang
cedera(DorlanddalamKristiyono, 2015).
Padakasusterdapatadanyaperdarahan post operasidengandidukung
data padadaerahgenetaliatampakdiperban,
perbantampakrembesandarah. Selainitu,
pasienmendapatkaninjeksiasamtraneksamat 250mg/8 jam IV yang
bergunauntuk anti perdarahan.
c. Terpasangkateter
Katerisasiadalahpemasukankateterkedalamkandungkemihmelaluiur
etrauntukmembantumemenuhikebutuhaneliminasidanmengambilbaha
npemeriksaan(Saputra, 2013).
Padakasuspasienterpasangkateterukuran 8 sejaktanggal 18
September 2016
d. Iritabilitas
Iritabilitasadalahmampubereaksiterhadaprangsangan (Dorland,
2010).
Padakasusterdapatiritabilitasdidukungdengan data
pasienmerasakannyeripadabagiantubuhyang dilakukanoperasi penis).
2. Data yang adaditeoritetapitidakmunculdikasus
a. Pembengkakanpada testis
Pembengkakanterjadikarenaadanyapengirimansel-
seldarisirkulasidarahkejaringan-jaringaninterstisial (Saputra, 2013).

29
Padakasustidakditemukan data adanyapembengkakanpada testis,
dikarenakangenetalia yang diperbandansemuasudah dilakukan
operasi.
b. Disuria
Disuriaadalahmiksi yang terasanyeri (Dorland, 2010).
Padakasuspasientidakmengalamidisuria
karenatelahdilakukankateterisasiyaitupemasukankateterkedalamkandu
ngkemihmelaluiuretrauntukmembantumemenuhikebutuhaneliminasida
nmengambilbahanpemeriksaan.Pasiendipasang dower
katetersejaktanggal18 September 2016.
3. Data yang adapadakasustetapitidakadaditeori
a. Rambutpasientampakkotor
Rambut yang kotor, kusut, berminyakmencirikanrambut yang
tidakterawat.Klienyang
memilikikelemahanfisikmengalamiketidakmampuanuntukmelakukan
personal hygiene (WidiantdalamKristiyono 2015).
Padakasusditemukanrambutpasienkotor, pasiensudah 2
haritidakkeramaskarenapasienmengalamikelemahanfisikpascaoperasis
ehinggapasientidakmampumelakukan personal hygiene
rambutmandiri.
B. Diagnosa
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas mengenai status
kesehatan atau masalah aktual atau resiko dalam rangka mengidentifikasi dan
menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan atau
mencegah masalah kesehatan klien yang ada pada tanggung jawabnya (Tarwoto &
Sartonah, 2010). Setelah semua data terkumpul, kemudian dilakukan analisa data
untuk menentukan masalah klien dan selanjutnya merumuskan diagnosa
keperawatan.
Diagnosa keperawatan menurut (NANDA, 2015) yaitu :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (post prosedur
operasi).

30
2. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan trauma operasi.
3. Resiko infeksi dengan31 factorresiko prosedur invasiv.
Adapunkesenjangan diagnose
antaraditeoridengandikasusadalahsebagaiberikut:

1. Diagnosa yang ada dalam teori dan ada dalam kasus


a. Nyeri berhubungan dengan post prosedur operasi
Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan
muncul akibat kerusakan jaringan actual atau potensial digambarkan
dalam hal kerusakan sedemikian rupa (International Association for
the Study of Pain); awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas
ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau
diprediksi dan berlangsung <6 bulan (NANDA, 2015).
Diagnosa ini muncul pada pasien, ditandai dengan:
DS :
Pasien mengeluh nyeri pada luka bekas operasi
P : pasien mengatakan nyeri muncul apabila selang kateter
digerakkan dan digunakkan untuk berjalan
Q : pasien mengatakan nyeri senut-senut
R : pasien mengatakan nyeri pada daerah bekas luka operasi
pada genetalia
S : skala nyeri 2
T : pasien mengatakan nyeri hilang timbul, timbul hanya pada
saat selang kateter digerakkan dan digunakkan untuk
berjalan
DO :
Pasien tampak meringis menahansakit
Nadi : 84x/menit
Suhu : 36,1oC
Pernapasan: 22x/menit

31
b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tindakan invasif
Mengalami peningkatan resiko terserang organisme
patogenik(NANDA,2015).
Diagnosa ini muncul pada pasien ditandai dengan :
DS:-
DO:
Terpasang IV plug pada ekstremitas atas sinistra sejak 18 September
2016
Terpasang dower kateter sejak 18 September 2016
Genetalia tampak diperban, perban kotor dan rembesan darah
WBC :10,1 x 103U/L
HGB : 11,2 g/dl
Albumin : 4,74 g/dl
Suhu : 36,1oC
2. Diagnosa yang ada dalam teori tetapi tidak muncul pada kasus
a. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan trauma operasi
Disfungsi pada eliminasi urinarius (NANDA, 2015)
Pada kasus tidak muncul data dengan balasan karakteristik disuria,
sering berkemih, anyang-anyangan, nokturia dan retensi.
Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya data yang ditemukan pada
pasien dengan dangguan tersebut, karena pasien telah dilakukan
kateterisasi. Yang dimaksud kateterisasi adalah pemasukan kateter ke
dalam kandung kemih melalui uretra untuk membantu memenuhi
kebutuhan eliminasi dan mengambil bahan pemeriksaan (Saputra,
2013).
Oleh sebab itu, pada kasus kebutuhan eliminasi urin pasien
terpenuhi dengan pemasangan kateter yang sudah dilakukan sejak 18
September 2016 untuk membantu pasien berkemih pasca operasi.
3. Diagnosa yang muncul pada kasus tidak ada dalam teori
a. Defisit perawatan diri: mandi, berpakaian, toileting, makan
berhubunganpenurunan motivasi.

32
Salahsatu faktor yang mempegaruhi personal hygiene adalah status
kesehatan serta kondisi fisik dan mental. Orang yang sedang sakit atau
yang mengalami cacat fisik dan gangguan mental akan terhambat
kemampuannya untuk merawat diri secara mandiri (Saputra,2013).
Diagnosa ini muncul pada pasien ditandai dengan :
DS:
Ibu pasien mengatakan pasien sudah 2 hari tidak keramas
Ibu pasien mengatakan pasien mandi harus dimandikan
Ibu pasien mengatakan pasien berpakaian harus dibantu
Ibu pasien mengatakan pasien BAB dibantu dan BAK melalui selang
kateter
Ibu pasien mengatakan pasien makan harus disuapi

DO:
Rambut pasien tampak kotor
Pasien tampak dibantu saat berpakaian
C. Intervensi
Rencana keperawatan merupakan pedoman tertulis untuk melaksanakan
tindakan keperawatan dalam membantu klien untuk memecahkan masalah dan
memenuhi kebutuhan kesehatannya serta mengkoordinir staf perawatan dalam
melakukan asuhan keperawatan.perencanaan keperawatan disusun berdasarkan
diagnosa keperawatan yang muncul, penentuan masalah disesuaikan dengan
prioritas masalah yang harus diatasi terlebih dahulu, paling mendesak, paling
mengancam, serta disesuaikan dengan kebutuhan dasar menurut Abraham
Maslow atau lebih yang ditekankan pada keadaan yang mengancam jiwa.
(Tarwoto & Wartonah, 2010).
Prioritas diagnosa keperawatan berdasarkan yang mengancam jiwa sesuai
kondisi pasien adalahsebagaiberikut :
1. Resiko infeksi berhubungan dengan Prosedur invasif:Operasi
urethroplasty, pemasangan iv plug, pemasangan dower kateter

33
2. Defisit prerawatan diri: mandi, berpakaian, toiletting, makan
berhubungan dengan penurunan motivasi
3. Resiko infeksi dengan factor resikoprosedur invasif:Operasi
urethroplasty, pemasangan IV plug, pemasangan dower kateter
Dalam penyusunan rencana tindakan keperawatan untuk masing-masing
diagnosa keperawatan yang muncul disesuakain dengan teori dan kasus yang ada
pada klien.
Perencanaan diagnosa keperawatan yang telah di sesuaikan dengan teori
(Nanda, 2015) adalah :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik: post operasi
urethroplasty ditandai dengan
DS:
Pasien mengeluh nyeri pada luka bekas operasi
P : post operasi urethroplasti
Q : seperti di tusuk-tusuk
R : penis
S : skala 4
T : hilang timbul setiap 1-2 menit
DO:
Pasien tampak meringis menahan sakit bila selang kateter digerakkan.
TTV: Suhu : 36,5oc, Nadi : 80x/menit, RR : 22x/menit
Penulis menetapkan waktu ...x... jam karena disesuaikan dengan
kondisi pasien. Dengan intervensi yang tepat infeksi tidak terjadi
dengan kriteria hasil :
a. Pasien tidak mengeluh nyeri
b. Skala nyeri berkurang dari 2 menjadi 0
c. Ekspresi wajah tampak tenang
d. Tanda tanda vital tampak normal
Nadi : 60-100x/menit
Pernafasan : 18-30x/menit
Suhu : 36,5-37,5oc

34
Dari tujuan tersebut di atas maka perencanaan
keperawatannya adalah sebagai berikut :
a. Rencana yang ada dalam teori dan ada dalam kasus
1) Kaji nyeri secara komperhensif mengenai lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, dan faktor
pencetus nyeri. Rencana ini dilakukan oleh penulis untuk
mengetahui kondisi klien, tingkat keparahan dan untuk
menentukan tindakan selanjutnya
(DoengoesdalamKristoyono, 2015)
2) Observasi keluhan nonverbal dari ketidaknyamanan, rencana
ini dilakukan oleh penulis untuk mengetahui reaksi non
verbal dari ketidaknyamanan yang dirasakan klien.
(doengoes, 2000)
3) Ajarkan teknik non-farmakologi (relaksasi nafas dalam)
rencana ini dilakukan oleh penulis karena nafas dalam akan
meningkatkan kadar O2 dalam tubuh sehingga akan
meningkatkan kebutuhan O2 dalam tubuh dan otot-otot
menjadi rileks.
4) Kolaborasi dalam pemberian analgetik
Rencana ini penulis lakukan untuk menghilangkan atau
mengurangi rasa nyeri yang dirasakan oleh klien.
b. Rencana yang ada dalam teori tetapi tidak ada dalam kasus
1) Berikan lingkungan yang tenang
Penulis kesulitan untuk memberikan lingkungan yang tenang,
karena pasien menempati ruangan kelas 3 yang berisi 6
pasien, sehingga banyak keluarga pasien ruangan tersebut
apalagi waktu jam besuk.
c. Rencana yang ada dalam kasus tetapi tidak ada dalam teori
Tidak ada

35
2. Defisit perawatan diri: mandi, berpakaian, toiletting, makan
berhubungan denganpenurunan motivasi ditandai dengan
DS:
Ibu pasien mengatakan pasien sudah 2 hari tidak keramas, mandi dan
berpakaian harus dibantu, BAB dibantu dan BAK melalui selang
kateter, saat makan harus disuapi.
DO:
Rambut pasien tampak kotor, pasien saat mandi dan berpakaian
tampak dibantu.
Penulis menetapkan waktu ...x... jam karena disesuaikan dengan
kondisi klien. Dengan intervensi yang teapt defisit perawatan diri
teratasi dengan kriteria hasil :
a. Pasien terbebas dari bau badan
b. Rambut pasien tampak rapi dan bersih
c. Kebutuhan makan pasien terpenuhi
d. Keluarga pasien memahami bagaimana cara membantu kebutuhan
ADL pasien : mandi, berpakaian, toileting, makan.
Dari tujuan tersebut di atas perencanaan keperawatannya adalah :
a. Rencana yang ada dalam teori dan ada dalam kasus
Tidak ada
b. Rencana yang ada dalam teori tetapi tidak ada dalam kasus
Tidak ada
c. Rencana yang ada dalam kasus tetapi tidak ada dalam teori
1) Monitor kondisi pasien
Rencana ini penulis rencanakan untuk menilai kemampuan
klien dalam beraktivitas dan menentukan rencana
selanjutnya(DoengoesdalamKristiyono, 2015).
2) Mandikan pasien setiap hari atau sesuai indikasi
Rencana ini penulis rencanakan untuk memenuhi kebutuhan
mandi pasien, agar pasien menjadi lebih bersih dan segar

36
3) Bantu pasien mengenakan pakaian
Rencana ini penulis rencanakan untuk memenuhi pasien
dalam berpakaian.
4) Jaga agar rambut tetap bersih dan rapi
Rencana ini penulis rencanakan untuk menjaga rambut pasien
agar selalu bersih dan rapi
5) Bersihkan kulit setelah BAB/BAK
Rencana ini penulis rencanakan agar kulit pasien tetap bersih
setelah BAB/BAK
6) Ajarkan pasien dan keluarga tentang pentingnya perawatan
diri : mandi, berpakaian, toiletting, makan
Rencana ini penulis rencanakan agar pasien dan keluarga
mengetahui tentang pentingnya perawatan diri : mandi,
berpakaian, toiletting, makan
7) Dorong untuk melakukan secara mandiri, tetapi beri bantuan
ketika pasien tidak mampu melakukannya
Rencana ini penulis rencanakan agar pasien dapat mandiri
dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
3. Resiko infeksi dengan faktor resiko prosedur invasif:Operasi
urethroplasty, pemasangan IV plug, pemasangan dower kateter
ditandai dengan
DS : -
DO : Terpasang IV plug pada ekstremitas atas sinistra sejak 16
September 2016
Terpasang dower kateter ukuran 8 pada tanggal 18 september 2016
Genetalia tampak diperban, perban kotor dan terdapat rembesan darah
Angka leukosit: 10,1x103/UL; Hemoglobin: 11,2 g/dl; Albumin: 4,74
g/dl; Suhu: 36,5oC
Penulis menetapkan waktu ...x... jam karena disesuaikan dengan
kondisi pasien. Dengan intervensi yang tepat infeksi tidak terjadi
dengan kriteria hasil :

37
a. Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi (kalor, dolor, rubor,
tumor, fungsiolesa)
b. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
c. Jumlah leukosit dalam batas normal (5000-10000 u/l)
d. HGB dalam batas normal (13,5-16 g/dl)
e. Albumin dalam batas normal (3,8-5,0 gr%)
Dari tujuan tersebut diatas maka perencanaannya adalah sebagai
berikut :
a. Rencana yang ada dalam teori dan ada dalam kasus
1) Monitor adanya tanda-tanda infeksi
Rencana ini dilakukan oleh penulis untuk mengetahui adanya
infeksi berulang atau tidak serta menentukan rencana tindakan
selanjutnya.
2) Cuci tangan dengan benar sebelum dan sesudah tindakan
Rencana ini penulis rencanakan guna sebagai proteksi diri dan
mencegah infeksi berulang dan infeksi nosokomial.
3) Kelola pemberian antibiotik
Rencana ini penulis lakukan karena klien mendapatkan terapi
antibiotic dari dokter dan upaya proteksi serta pengobatan
untuk pembunuhan mikroorganisme dalam tubuh.
4) Pertahankan teknik aseptif
Rencana ini penulis rencanakan untuk meminimalkan
terpaparnya bakteri atau kuman yang ada pada lingkungan
sekitar
5) Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan petunjuk
umum
Rencana ini penulis rencanakan guna meminimalkan terjadinya
infeksi.
6) Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi

38
Rencana ini penulis rencanakan untuk menambah pengetahuan
klien dan tanda-tanda infeksi yang diketahui lebih dini akan
meminimalkan infeksi yang berlanjut.
b. Rencana yang ada dalam teori tetapi tidak ada dalam kasus
1) Monitor keadaan balutan luka post operasi, daerah tusukan
infuse dan pemasangan kateter.
Penulis tidak merencanakan hal ini secara terpisah, karena
penulis sudah merencanakan untuk memonitor tanda dan
gejala infeksi sistemik dan lokal termasuk keadaan balutan
luka post operasi, daerah tusukan IV Plug dan pemasangan
kateter.
2) Bersihkan luka dan ganti balutan dengan tehnik steril
Penulis merencanakan hal ini untuk mencegah kontaminasi
(terpaparnya bakteri atau kuman yang ada pada lingkungan
sekitar) dan meminimalkan resiko infeksi.
3) Monitor peningkatan granulosi, sel darah putih
Penulis merencanakan hal ini untuk mengetahui ada atau
tidaknya peningkatan jumlah sel darah putih. Karena salah satu
tanda gejala terjadi infeksi adalah ditandai dengan adanya
peningkatan jumlah sel darah putih.
c. Rencana yang ada dalam kasus tetapi tidak ada dalam teori
Tidak ada

39
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hipospadia adalah suatu penyakit kongenital dimana terjadi
abnormal letak lubang uretra, melainkan berada diposisi bawah penis.
Hipospadia merupakan penyakit bawaan dari lahir. Terapi untuk
hipospadia adalah pembedahan, untuk mengembalikan penampilan
dan fungsi normal penis. Pembedahan biasanya tidak dijadwalkan
sampai bayi berumur 1-2 tahun, ketika ukuran penis menyatakan
sebagai ukuran yang layak untuk dioperasi. Salah satu pembedahan
untuk penyembuhan hipospadia adalah urethroplasty.
Urethroplasty adalah salah satu tindakan untuk membuat saluran
uretra baru dengan ukuran yang adekuat. Tindakan ini adalah satu
tahap dari beberapa tahap penanganan hipospadia. Penanganan
hipospadia pada umumnya terdiri atas orthoplasty, cordectomy, dan
urethroplasty. Setiap tahap mungkin dilakukan lebih dari sekali, atau
bahkan semua tahap dapat dilakukan dalam satu waktu bersamaan.
Hal ini ditentukan kondisi klinis pasien yang ditentukan oleh dokter

B. Saran
1. Mahasiswa : menjadikan acuan ilmu asuhan keperawatan untuk
bekal dunia kerja kelak.
2. Perawat : hendaknya lebih memahami dan mengimplementasikan
asuhan keperawatan yang komprehensif mengenai Post OP
Urethroplasty.
3. Pembaca : menambah ilmu pengetahuan mengenai hal yang
berhubungan dengan hipospadia dan pembedahan urethroplasty.

40
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M dkk. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC).


Elsevier Global Right: United Kingdom

Firmanitasari, Evalia. 2013. Tindakan Operasi Oleh DokterTerhadap Pasien


YangTidak Mampu Melakukan Perbuatan Hukum( Surgery By Doctors To
Patients Who Are UnableTo Perform Any Legal Act
).repository.unej.ac.id/.../EVALIA%20FIRMANITASARI%20-
%20070710191104.pdf...oleh E FIRMANITASARI -
2013diaksespadatanggal 29 September 2016

Haryono, Rudi. 2012. Keperawatan Medikal Bedah: Sistem Perkemihan.


Yogyakarta: Rapha Publishing

Herdman, T. Heather. 2015. Nanda Internasional Diangnosis


Keperawatan:Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10. Jakarta: EGC

Kristiyono, Awanti Dian. 2015. Laporan Kasus Asuhan Keperawatan PadaAn.


“R” DenganHipospadiaTipePenoscrotal Post Urethroplasty Di
RuangCendana 4 IrnaRsupDr.Sardjito Yogyakarta. Yogyakarta:
AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO

Moorhead, Sue dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC): Pengukuran


Oucomes Kesehatan. Elsevier Global Right: United Kingdom

Mutaqqin, Arif dan sari kumala. 2012. Asuhan Keperawatan Ganguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika

Purnomo, Basuki B. 2011. Dasar-Dasar Urologi.Jakarta: Sagung Seto

41
Saputra, L.2013. PengantarKebutuhanDasarManusia. Tangerang Selatan:
BinaputraAksara Publisher

Solekha, Tilawati. 2014. Makalah Asuhan Keperawatan Hipospadia & Epispadia.


www.academia.edu/12536929/makalah-asuhan-keperawatan-hipospadia-
dan-epispadia diakses pada tanggal 19 September 2016

Speer, Kathleen Morgan. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatric Dengan


Clinical Pathways. Jakarta : EGC

Suriadi dan Rita yuliani. 2006. Asuhan Keperawatan Anak Edisi2. Jakarta:
Sagung Seto

Vikawati, NE. 2015. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Hipospadia.


.eprints.undip.ac.id/46674/2/BAB_I_PENDAHULUAN.pdf diakses pada
tanggal 19 September 2016

42

Anda mungkin juga menyukai