Anda di halaman 1dari 6

Nama Kelompok 11 :

 Lila Anggelina (16.20.69)


 Nadya Tri Octaviani (16.20.83)
 Noprianto Kaharap (16.20.89)
 Seplia Anugrahni (16.21.15)
 Wista (16.21.29)
 Yudika Herlidawa (16.21.38)
Mata Kuliah : Teologi Feminis
Kelas :A
Dosen Pengampu : Pdt. Enta Malashinta Lantigimo, D.Th
LAPORAN BACAAN BUKU
Identitas Buku:
Judul : Memperkenalkan Teologi Feminis
Penulis : Anne M. Clifford
Penerjemah : Maumere
Penerbit : Ledalero
Cetakan : Ke-1 Desember 2002
Bagian : Bab 5 (sub bab 1, 2, 3)
Tebal : 14 Halaman
SPIRITUALITAS FEMINIS1
1.1. Pengatar dalam Bahasan
Orang-orang kudus dalam pandangan banyak orang seringkali dipertalikan
dengan spiritualitas, walaupun pada dasarnya spiritualitas tidak melulu berkaitan
dengan yang namanya orang-orang kudus. Spiritualitas memiliki arti yang sangat luas
dimana ia ada kaitannya dengan agama, dikaitkan pula dengan kesehatan yang bagus
dan pribadi yang matang oleh pihak Alcoholics Anonymous, dikaitkan pula dengan
kehidupan para atlet mengenai minat para atlit dan pekerja seni dan eksekutif niaga.
Akan tetapi tetaplah spiritualitas pada umumnya dipertalikan dengan dunia agama-
agama termasuk agama Kristen hal inilah yang menjadi dasar penjelasan seorang
bernama Sandra Schneiders sebagai landasan untuk telaah tentang spiritualitas. Ia
menerangkan bahwa spiritualitas sebagai “pengalaman menyangkut pergumulan untuk
memadukan kehidupan seseorang dalam bingkai transendensi diri menuju nilai ultim
yang dianutnya”. Segi religius yang eksplisit dari seorang pribadi mencakup proses

1
Anne M. Clifford, Memperkenalkan Teologi Feminis, Terj: Yosef M. Florisan(Bina Putera: Semarang,
2002), 290-303.

1
pertumbuhan menuju sebuah gerakan yang melangkaui diri sendiri, menuju apaa atau
siapa yang dianggapnya sebagai yang paling tinggi dan bernilai. Oleh karena itu
spiritualitas bukan hanya suatu teori namun juga suatu ealitas sehingga pertumbuhan
yang dimaksud tersebut menuntut perjuangan secara sadar dan pergumulan yang
bersasar.
1.2. Spiritualitas Kristen
Tradisi Kristen memahami spiritualitas sebagai ikwal yang mencakup hubungan
pribadi dalam relasi kepada Allah yang diwayukan di dalam diri Yesus Kristus. Contoh
Spiritualitas dalam Kitab Perjanjian Baru bagi Rasul Paulus khususnya mengemukakan
bahwa spiritualitas dapat dikaitkan dengan “Roh Kudus” karena dengan Roh Kudus
maka orang dapat memindai kehadiran Allah orang yang seperti inilah dianggap
memiliki “pikiran Kristus” (1 Korintus 2:14-16) dan berkat rohani yang unik. Artinya
setiap masing-masing pribadi itu memiliki rupa-rupa karunia namun satu Roh. Sehingga
hubungannya akan spiriualitas ini ialah terkait dalam lingkaran orang-orang kudus bagi
Paulus sendiri baik itu perempuan maupun laki-laki (Roma 1:7, Filipi 1:1). Karena itu
sesuai dengan bahasan kali ini mengenai Allah, Maria dan para Beata dan Santa adalah
tema-tema penting dalam teologi Kristen, walaupun pada dasarnya teologi dan
spiritualitas tak serupa dalam banyak hal namun seringkali keduanya berpusat pada
Kitab Suci.
Teologi itu sendiri dalam upaya pembahasan ini ialah berupaya mempertautkan
teks Kristen di masa silam dengan pengalaman kontenporer, sedangkan spritualitas
Kristen lebih luas cakupannya dari pada teologi. Di dalam teks ini teologi feminis dalam
berbagai Karakteristik selalu dihubungkan dengan spritualitas Kristen ditautkan secara
erat dengan kegiatan berteologi sebagaimana melakukan keadilan dan kasih adalah
landasan untuk teologi feminis. Banyak kaum feminis menjadi teolog karena oleh
karena kasih akan Allah dan hasrat untuk mendayagunakan berbagai talenta mereka
demi kebaikan dari orang-orang lain, demi gereja dan demi keutuhan bumi ini.
Secara khususnya dalam pandangan kaum feminis tentang bahasan kali ini
mengenai keadaan bergereja pada saat itu yang banyak menyimpang dari spiritualitas
itu sendiri karena itu diperlukan dalam hal ini orang-orang yang dianggap kudus sebagai
orang yang tidak menuntut bahwa seorang mesti menjadi anggota aktif dari sebuah
gereja Kristen melainkan orang yang penuh dengan kebajikan. Karena gereja harusnya

2
menjadi wadah untuk mengembangkan spiritualitas orang-orang percaya baik itu
perempuan maupun laki-laki. Gereja-gereja sejak lama memainkan suatu peran penting
di dalam spiritualitas dengan memberi pendampingan kepada anggotanya dan
mengembangkan talenta-talenta. Akan tetapi seringkali sukar bagi individu untuk
berafiliasi dengan sebuah jemaat gerejani untuk menemukan sokongan sosial guna
bertumbuh di dalam kekudusan dan pengasuhan tentang apa yang benar. Oleh karena itu
peran doa dalam hal ini sangatlah perlu sebagai fondasi spiritualitas Kristen dan juga
membantu memperkuat hubungan jemaat dalam kebaktian dan kasih akan Allah dapat
saja melalui doa spontan, doa kontenplatif dan doa mediatif.
1.2 Spritualitas Feminis Kristen

Pada tahun 1970 perbincangan tentang spritualitas feminis muncul di Amerika


Serikat, hal ini sama di perbincangkan juga di Eropa Barat setelahnya. Menurut Sandra
Schneiders, perbincangan di antara kaum perempuan tentang “spritualitas feminis pada
hakikatnya merupakan suatu penegasan kembali oleh kaum perempuan tentang realitas
dan kuat kuasa yang ditunjukan oleh istilah roh”. Sebenarnya penegasan kembali
tentang roh yang telah dibahas, roh yang di maksudkan disini adalah tentang
menemukan kembali berbagai gambar dan kisah yang memberdayakan kaum
perempuan agar dapat menjadi pribadi yang utuh dan sejati, yang merupakan citra Allah
yang unik, dalam penegasan kembali tentang roh ini untuk dan oleh kaum perempuan,
bagaimana Allah, Maria serta para beata dan santa yang lain dibayangkan dapat
memainkan suatu peran yang penting, gambaran ini hanya bersifat simbolis.

Seorang feminis Kristen yang bernama Joann Wolski Conn telah banyak
memberi sumbangsih pemikiran terutama bagi spritualitas bagi kaum perempuan, ia
menekankan “simbolisme main peran sangat penting bagi spritualitas”. Para cendikia
spritualitas feminis cukup teliti dalam menarik simbol-simbol yang memiliki potensi
untuk menyajikan lorong yang dinamis serta yang dihidupi oleh Roh menuju
persekutuan dengan Sang Ilahi, dengan kata lain gambaran-gambaran tersebut
seharusnya dibuat dengan hati-hati. Untuk menjawab hal tersebut dituntunya sebuah
proses, yaitu kemampuan untuk mengenal kehadiran Allah yang dipercaya.

Proses tersebut didukung dengan senantiasa mengkritisi bahwa simbol-simbol


itu benar merupakan keterlibatan suci di dalam berbagai realitas yang mereka

3
lambangkan, yang menghubungkan nalar serta memberi arah dalam bertindak. Wolski
Conn secara kenyataannya mencatat bahwa simbolisme religius dapat berfungsi bagi
kaum perempuan dalam cara-cara yang memperkaya kehidupan, namum juga dapat
menyirnakan kehidupan mereka. Dalam bidang keilmuannya ia menyelidiki berbagai
tulisan- tulisan mengenai orang-orang kudus serta tetap waspada terhadap bagaimana-
bagaimana hal-hal yang diungkapkan oleh penelitiannya tersebut mungkin saja
menghalangi perkembangan dan keutuhan diri kaum perempuan. Kaum feminis lain
juga sepakat untuk bersikap kritis, yaitu Anne Car. Ia menaruh perhatiannya pada
potensi bersifat mundur dan bersifat sebaliknya dari simbol-simbol yang religius. Anne
Car mencatat beberapa simbol yang bersifat muncul, oleh karena simbol-simbol itu
tidak dapat dipercaya menghadirkan yang suci. Simbol-simbol yang bersifat mundur
tersebut itu harusnya ditinggalkan kalau mareka merendahkan martabat kaum
perempuan. Jadi salah satu tugas penting kaum feminis Kristen yang berminat atas
spritualitas adalah menerepakan hermeneutika kecurigaan, maka hermeneutika
kenangan merupakan langkah logis yang kedua.

Langkah ini memungkinkan simbol-simbol dengan potensi bersifat maju bagi


kaum perempuan tampil kepermukaan. Bagaimana seseorang dapat mengenali sebuah
simbol yang bersifat maju bagi kaum perempuan? Pada taraf dasar, sebuah simbol yang
bersifat maju adalah simbol yang mempermulus, dengan mengutip kata-kata Katherine
Zappone,”praksisi membayangkan keutuhan” bagi kau perempuan. Keutuhan
perempuan ini dimaksudkan adalah batu loncatan bagi spritualitas feminis Kristen, dan
batu penjuru untuk beralih dari transendensi diri menuju persekutuan dengan Sang Ilahi.

1.3 Spiritualitas Feminis Kristen dan Allah

Dalam Yudaisme dan agama Kristen Allah digambarkan cenderung berciri


maskulin, meski pun sebenarnya kata Allah bukanlah term gender. Namun dikarenakan
tradisi Yahudi dan Kristen Allah diacu sebagai “he”, hal tersebutlah yang
mempengaruhi kehidupan antara kaum perempuan dan laki-laki.

Para praktisi spiritualitas feminis sangat bergantung pada para teolog feminis
dalam mentafsir simbol-simbol Yang Ilahi di dalam Kitab Suci, sementara itu para
teolog feminis pun bersandar pada para praktisi spiritualitas untuk memahami simbol-

4
simbol yang sakral. Hermeneutika kenangan yang diterapkan oleh para teolog feminis
bertujuan untuk memberi perhatian terhadap simbol tentang Yang Ilahi yang telah lama
diabaikan. Adapun simbol Yang Ilahi itu tentang Allah sebagai Sophia (Sang Puan
Bijaksana), Ibunda Ilahi, dan Persekutuan Tritunggal Ilahi.

Ketergantungan antara teologi dan spiritualitas feminis menyangkut simbol-


simbol tentang Allah dilukiskan dalam berbagai pertemuan perempuan. pertemuan yang
diselenggarakan oleh Dewan Gereja-Gereja Sedunia tahun 1993 dengan tema
“Pembaruan Citra: Konferensi Teologi Global oleh Kaum Perempuan”, disana para
perempuan yang berkumpul berdoa kepada “Sophia nan manis”.

1.3.1 Konferensi Pembaruan Citra

Dalam konferensi pembaruan citra yang diselenggarakan di Minneapolis (1993) ini


tujuannya untuk memberi peluang bagi perserta agar menata kembali relasi dengan
Allah, Gereja dan masyarakat. Konferensi ini diselenggarakan sebagai bagian dari
program Dewan Gereja-Gereja Sedunia untuk merayakan “Dasawarsa Ekumenis
Gereja-Gereja dalam Kesetiakawanan dengan Kaum Perempuan (1988-1998)”. Gereja
Presbiterian U.S.A dan Serikat Gereja Metodis merupakan penyandang dana konferensi
pembaruan citra ini. Dan yang menjadi permasalahan disini ialah ketika para peserta
mendoakan “Shopia nan manis”, yang menjadi sasaran doa para peserta ialah seorang
dewi Gnostik. Sebenarnya tujuan diundangnya para peserta dalam konferensi ini ialah
untuk menyadari bahwa Allah sebagai perempuan. sehingga hal tersebut nantinya akan
memberikan sumbangsih bagi kaum perempuan dan laki-laki yang merasa bahwa kaum
perempuan diabaikan lantaran Allah selalu digambarkan sebagai maskulin.

Sallie McFague merupakan seorang teolog protestan yang banyak memberikan


simbolisme feminis tentang Allah. Penyebutan Allah sebagai “ibu” merupakan
ungkapan yang menggambarkan keakraban Allah kepada perempuan maupun laki-laki.
Banyak orang yang menggunakan gambar Allah sebagai Ibu atau Sang Puan
Kebijaksanaan memungkinkan persekutuan mereka dengan Allah serta keterpaduan
pribadi mereka bertumbuh dan diperdalam.

Spiritualitas Feminis Kristen tidak hanya memusatkan perhatiannya pada citra


regresif dari ketiga pribadi ilahi yang berciri maskulin Bapa, Putra, dan Roh Kudus

5
yang berada secara lepas pisah dari segala makhluk–makhluk ciptaan, akan tetapi ia
berupaya menemukan kembali karakter dari Allah yang ada di dalam segala-galanya
dan bersama segala-galanya. Artinya, ia berusaha untuk tidak mengekang karakter Allah
dalam konsep Tritunggal melainkan ingin memberi ruang untuk memahami Allah
melalui berbagai hal yang ada. Komunikasi diri dari konsep Allah Tritunggal ini
berjalin dengan setiap segi dari kehidupan kita, dan menyikapkan apa arti dari ihwal
menjadi seorang pribadi itu.

Persekutuan ilahi melampaui batas-batas waktu dan tempat, dan juga melampaui
dirinya sendiri bagaikan sebuah lingkaran besar hingga mencakup Maria dan orang-
orang kudus lainnya. Spiritualitas feminis berkaitan erat dengan Maria ibuda Yesus
Kristus, serta para beata dan santa, guna melihat apa yang dapat mereka sumbangkan
bagi pertumbuhan rohani kaum ini.

Seperti yang telah dijelaskan di awal bahwa gambaran dan simbol tentang Allah
bisa saja bersifat regresif maka tidak menutup kemungkinan bahwa pelbagai gambaran
dan simbol untuk Maria dan orang-orang kudus lainnya daat bersifat regresif. Bila
bahasa dan gambaran regresif tentang Maria serta para beata dan santa yang lain
ditemukan, maka bahasa dan gambaran semacam itu akan dibuang. Secara lebih
konkret, segala simbol, patung, arca, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan
gambaran regresif tentang Maria serta para beata dan santa mesti dihancurkan. Hal ini
dilakukan agar terciptannya ruang untuk gambar-gambar yang progresif sehingga
memungkinkan Cahaya Yang Tak Tercipta itu terpancar ke tengah-tengah kegelapan
yang meraja lela.

Anda mungkin juga menyukai