1
Anne M. Clifford, Memperkenalkan Teologi Feminis, Terj: Yosef M. Florisan(Bina Putera: Semarang,
2002), 290-303.
1
pertumbuhan menuju sebuah gerakan yang melangkaui diri sendiri, menuju apaa atau
siapa yang dianggapnya sebagai yang paling tinggi dan bernilai. Oleh karena itu
spiritualitas bukan hanya suatu teori namun juga suatu ealitas sehingga pertumbuhan
yang dimaksud tersebut menuntut perjuangan secara sadar dan pergumulan yang
bersasar.
1.2. Spiritualitas Kristen
Tradisi Kristen memahami spiritualitas sebagai ikwal yang mencakup hubungan
pribadi dalam relasi kepada Allah yang diwayukan di dalam diri Yesus Kristus. Contoh
Spiritualitas dalam Kitab Perjanjian Baru bagi Rasul Paulus khususnya mengemukakan
bahwa spiritualitas dapat dikaitkan dengan “Roh Kudus” karena dengan Roh Kudus
maka orang dapat memindai kehadiran Allah orang yang seperti inilah dianggap
memiliki “pikiran Kristus” (1 Korintus 2:14-16) dan berkat rohani yang unik. Artinya
setiap masing-masing pribadi itu memiliki rupa-rupa karunia namun satu Roh. Sehingga
hubungannya akan spiriualitas ini ialah terkait dalam lingkaran orang-orang kudus bagi
Paulus sendiri baik itu perempuan maupun laki-laki (Roma 1:7, Filipi 1:1). Karena itu
sesuai dengan bahasan kali ini mengenai Allah, Maria dan para Beata dan Santa adalah
tema-tema penting dalam teologi Kristen, walaupun pada dasarnya teologi dan
spiritualitas tak serupa dalam banyak hal namun seringkali keduanya berpusat pada
Kitab Suci.
Teologi itu sendiri dalam upaya pembahasan ini ialah berupaya mempertautkan
teks Kristen di masa silam dengan pengalaman kontenporer, sedangkan spritualitas
Kristen lebih luas cakupannya dari pada teologi. Di dalam teks ini teologi feminis dalam
berbagai Karakteristik selalu dihubungkan dengan spritualitas Kristen ditautkan secara
erat dengan kegiatan berteologi sebagaimana melakukan keadilan dan kasih adalah
landasan untuk teologi feminis. Banyak kaum feminis menjadi teolog karena oleh
karena kasih akan Allah dan hasrat untuk mendayagunakan berbagai talenta mereka
demi kebaikan dari orang-orang lain, demi gereja dan demi keutuhan bumi ini.
Secara khususnya dalam pandangan kaum feminis tentang bahasan kali ini
mengenai keadaan bergereja pada saat itu yang banyak menyimpang dari spiritualitas
itu sendiri karena itu diperlukan dalam hal ini orang-orang yang dianggap kudus sebagai
orang yang tidak menuntut bahwa seorang mesti menjadi anggota aktif dari sebuah
gereja Kristen melainkan orang yang penuh dengan kebajikan. Karena gereja harusnya
2
menjadi wadah untuk mengembangkan spiritualitas orang-orang percaya baik itu
perempuan maupun laki-laki. Gereja-gereja sejak lama memainkan suatu peran penting
di dalam spiritualitas dengan memberi pendampingan kepada anggotanya dan
mengembangkan talenta-talenta. Akan tetapi seringkali sukar bagi individu untuk
berafiliasi dengan sebuah jemaat gerejani untuk menemukan sokongan sosial guna
bertumbuh di dalam kekudusan dan pengasuhan tentang apa yang benar. Oleh karena itu
peran doa dalam hal ini sangatlah perlu sebagai fondasi spiritualitas Kristen dan juga
membantu memperkuat hubungan jemaat dalam kebaktian dan kasih akan Allah dapat
saja melalui doa spontan, doa kontenplatif dan doa mediatif.
1.2 Spritualitas Feminis Kristen
Seorang feminis Kristen yang bernama Joann Wolski Conn telah banyak
memberi sumbangsih pemikiran terutama bagi spritualitas bagi kaum perempuan, ia
menekankan “simbolisme main peran sangat penting bagi spritualitas”. Para cendikia
spritualitas feminis cukup teliti dalam menarik simbol-simbol yang memiliki potensi
untuk menyajikan lorong yang dinamis serta yang dihidupi oleh Roh menuju
persekutuan dengan Sang Ilahi, dengan kata lain gambaran-gambaran tersebut
seharusnya dibuat dengan hati-hati. Untuk menjawab hal tersebut dituntunya sebuah
proses, yaitu kemampuan untuk mengenal kehadiran Allah yang dipercaya.
3
lambangkan, yang menghubungkan nalar serta memberi arah dalam bertindak. Wolski
Conn secara kenyataannya mencatat bahwa simbolisme religius dapat berfungsi bagi
kaum perempuan dalam cara-cara yang memperkaya kehidupan, namum juga dapat
menyirnakan kehidupan mereka. Dalam bidang keilmuannya ia menyelidiki berbagai
tulisan- tulisan mengenai orang-orang kudus serta tetap waspada terhadap bagaimana-
bagaimana hal-hal yang diungkapkan oleh penelitiannya tersebut mungkin saja
menghalangi perkembangan dan keutuhan diri kaum perempuan. Kaum feminis lain
juga sepakat untuk bersikap kritis, yaitu Anne Car. Ia menaruh perhatiannya pada
potensi bersifat mundur dan bersifat sebaliknya dari simbol-simbol yang religius. Anne
Car mencatat beberapa simbol yang bersifat muncul, oleh karena simbol-simbol itu
tidak dapat dipercaya menghadirkan yang suci. Simbol-simbol yang bersifat mundur
tersebut itu harusnya ditinggalkan kalau mareka merendahkan martabat kaum
perempuan. Jadi salah satu tugas penting kaum feminis Kristen yang berminat atas
spritualitas adalah menerepakan hermeneutika kecurigaan, maka hermeneutika
kenangan merupakan langkah logis yang kedua.
Para praktisi spiritualitas feminis sangat bergantung pada para teolog feminis
dalam mentafsir simbol-simbol Yang Ilahi di dalam Kitab Suci, sementara itu para
teolog feminis pun bersandar pada para praktisi spiritualitas untuk memahami simbol-
4
simbol yang sakral. Hermeneutika kenangan yang diterapkan oleh para teolog feminis
bertujuan untuk memberi perhatian terhadap simbol tentang Yang Ilahi yang telah lama
diabaikan. Adapun simbol Yang Ilahi itu tentang Allah sebagai Sophia (Sang Puan
Bijaksana), Ibunda Ilahi, dan Persekutuan Tritunggal Ilahi.
5
yang berada secara lepas pisah dari segala makhluk–makhluk ciptaan, akan tetapi ia
berupaya menemukan kembali karakter dari Allah yang ada di dalam segala-galanya
dan bersama segala-galanya. Artinya, ia berusaha untuk tidak mengekang karakter Allah
dalam konsep Tritunggal melainkan ingin memberi ruang untuk memahami Allah
melalui berbagai hal yang ada. Komunikasi diri dari konsep Allah Tritunggal ini
berjalin dengan setiap segi dari kehidupan kita, dan menyikapkan apa arti dari ihwal
menjadi seorang pribadi itu.
Persekutuan ilahi melampaui batas-batas waktu dan tempat, dan juga melampaui
dirinya sendiri bagaikan sebuah lingkaran besar hingga mencakup Maria dan orang-
orang kudus lainnya. Spiritualitas feminis berkaitan erat dengan Maria ibuda Yesus
Kristus, serta para beata dan santa, guna melihat apa yang dapat mereka sumbangkan
bagi pertumbuhan rohani kaum ini.
Seperti yang telah dijelaskan di awal bahwa gambaran dan simbol tentang Allah
bisa saja bersifat regresif maka tidak menutup kemungkinan bahwa pelbagai gambaran
dan simbol untuk Maria dan orang-orang kudus lainnya daat bersifat regresif. Bila
bahasa dan gambaran regresif tentang Maria serta para beata dan santa yang lain
ditemukan, maka bahasa dan gambaran semacam itu akan dibuang. Secara lebih
konkret, segala simbol, patung, arca, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan
gambaran regresif tentang Maria serta para beata dan santa mesti dihancurkan. Hal ini
dilakukan agar terciptannya ruang untuk gambar-gambar yang progresif sehingga
memungkinkan Cahaya Yang Tak Tercipta itu terpancar ke tengah-tengah kegelapan
yang meraja lela.