Anda di halaman 1dari 5

LAPORAN PRAKTEK MENGAJAR

PRAKTEK I:

1. PERSIAPAN
Tema/Judul: Hidup dalam Rendah Hati
Ayat: Yesaya 47:10-15
Tujuan: Jemaat hidup dalam kehidupan yang ia jalani
Metode: Ilustrasi
Peserta/Ibadah: Ibadah Lansia
Tempat dan Waktu: Jemaat GKE Hampatung dan Sabtu, 20 Oktober 2018
Garis besar Bahan:
1. Realitas Kehidupan

Bahan Materi: Khotbah

2. PELAKSANAAN

Pada pelaksanaan Praktek I, penulis hadir pukul 05.00 WIB di Gereja Hampatung
bersama dengan Ayah penulis untuk mengikuti Ibadah Lansia. Dalam minggu tersebut, lansia
mengadakan senam pagi bersama didepan Gereja GKE Hampatung. Melihat para Lansia yang
diantaranya Kakek dan Nenek yang berusia 50 keatas masih mau untuk berolahraga walaupun
tanpa music pengiring untuk senam.

Ketika senam berakhir. Para Lansia pun memasuki aula Gereja GKE Hampatung
tepatnya Ibadah Lansia. Para lansia yang hadir pada saat itu berjumlah 15 orang. Jumlah
sebenarnya Lansia ini yang berjumlah 27 orang. Ketika memasuki ruang, suasana ditempat
tersebut hening tapi tetap terjaga fokus jemaatnya, tanda mereka siap beribadah.

Ibadah pada minggu ini menggunakan Liturgi Bahasa Dayak Ngaju. Secara khusus
proses pelaksanaan praktek penulis harus menjadi Liturgos dikarenakan yang bertugas
berhalangan sakit, penulis memang tidak terlalu cakap dalam berbahasa Dayak Ngaju ditambah
tidak ada microphone untuk berbicara. Penulis tetap menggunakan Liturgi yang ada, namun
pemberitaan Firman penulis membertahukan kepada para lansia bahwa penulis akan

1
menyampaikan firman menggunakan bahasa Indonesia agar makna Alkitab dapat tersampaikan
dan menambah volume suara penulis agar dapat didengar oleh para lansia.

Ketika doa penuntunan dan pembacaan Alkitab telah terlaksana, penulis maju ketengah-
tengah para lansia dan melontarkan beberapa pertanyaan kepada para lansia. Melihat
kemungkinan partisipasi jemaat lansia, para lansia memberikan tanggapan/menjawab dengan
cukup baik pertanyaan tersebut. Ilustrasi awal yang penulis bawakan adalah keadaan hidup
masing-masing orang yang menginginkan saling perduli dan rendah hati lalu penulis membawa
jemaat kepada realita yang terjadi diruang lingkup para lansia. Melihat hal tersebut para lansia
sangat antusias dalam mendengarkan dan memperhatikan apa yang penulis sampaikan. Penulis
menutup dengan pertanyaan “Lalu bagaimana dengan kita? Sudahkah kita menjadi orang yang
rendah hati? Atau sebaliknya, dimana kita hidup masih dalam kesombongan diri? Mari kita
renungkan dan menjawabnya didalam hati kita masing-masing pribadi”.

Sampai ketika selesai penyampaian firman, para lansia sangat senang atas penyampaian
firman tersebut dikarenakan nast tersebut mengena didalam masing-masing pribadi mereka untuk
memperbaiki diri dan menjadi pribadi yang lebih baik dimasa tua mereka yang sedang mereka
jalani.

3. EVALUASI DIRI

Banyak diantara lansia ini adalah bagian dari dalam gereja, diantaranya Penatua dan
Diakon. Pendapat mereka sangat membuat penulis bahagia, karena semua pendapat tersebut baik
karena tema dan penyampaiannya tersampaikan dengan baik walaupun terkadang kegugupan
penulis masih terlihat pada penyampaian firman. Namun penulis beranggapan bahwa semuanya
lancar dan sukses atas tanggapan yang mereka sampaikan. Pendeta yang hadir sebagai penilaipun
berpendapat “Citra seorang pendeta sudah mulai kelihatan didalam kamu”.

Ayah penulis, selaku Penatua pun turut senang atas pemberitaan penulis karena ia dapat
melihat anaknya berkhotbah. Ia memberi semangat kepada penulis agar lebih belajar dan tetap
rendah hati seperti nast yang disampaikan penulis kepada para lansia. Penulis beranggapan
bahwa tanggapan ayah penulis memberi bukti suksesnya khotbah penulis dalam pelayanan
tersebut.

2
Penulis masih beranggapan bahwa penulis harus bisa melawan kegugupan penulis
dihadapan jemaat nanti. Penulis harus lebih banyak belajar lagi tentang pengendalian diri penulis
didalam jemaat itu sendiri nantinya.

PRAKTEK II:

2. PERSIAPAN
Tema/Judul: Sudahkah kita dirasakan setiap orang?
Ayat: Markus 9:42-50 (ayat kunci 50)
Tujuan: Jemaat memberi dirinya berdampak positif bagi sesamanya.
Metode: Ilustrasi dan Metode Kreasi
Peserta/Ibadah: Ibadah Seksi Pelayanan Bapak
Tempat dan Waktu: Rumah Beni S. Dilan dan Minggu, 11 November 2018
Garis besar Bahan:
1. Ilustrasi+peraga: Realitas Kehidupan+2 gelas air mineral
2. Metode Kreatif: Penggunaan kata G.A.R.A.M

Bahan Materi: Khotbah

Penulis berangkat pukul 17:39 WIB ke tempat tersebut bersama Ayah dan Paman
penulis. Ketika sampai dan menunggu kehadiran jemaat yang hadir, Penulis bersama Pendeta
bertukar pikiran tentang khotbah yang penulis sampaikan. Sebelum dimulainya ibadah, biasanya
ada beberapa pemberitahuan di sampaikan oleh beberapa pihak tentang kegiatan yang akan
dilakukan dibulan desember yaitu Natal gabungan se-cares dan natal SPB jemaat GKE
Hampatung.

Pada waktu dimulainya ibadah, suasana agak terganggu dikarenakan mati listrik yang
berlangsung beberapa kali. Namun hal tersebut tidak menyulutkan semangat penulis dalam
menyampaikan firman dan metode yang penulis siapkan. Lalu masalah yang menurut penulis
agak mengganggu adalah banyak bapak-bapak yang duduk diluar rumah daripada didalam rumah
tersebut.

Sampai kepada penyampaian firman, setelah doa penuntunan pemberitaan firman, penulis
meminta dua bapak-bapak untuk maju berdiri, lalu penulis memberikan 2 gelas air minum

3
masing masing 1 gelas air. Penulis lalu memberikan aba aba: “silakan tusukan air tersebut”.
Mereka mengikuti apa yang penulis intruksikan. Lalu penulis memberikan intruksi: “silakan
rentangkan tangan bapak-bapak kedepan” “jika sudah, silakan minum tanpa membengkokkan
tangan bapak-bapak tersebut”. Mereka kebingungan karena tidak bisa meminum air tersebut.
Lalu penulis memberikan instruksi kembali: “ternyata tidak bisa ya? Baik silakan bapak-bapak
berhadapan” “jika sudah, silakan beri minum saudara yang ada dihadapan bapak-bapak
tersebut”. Bapak-bapak yang ada ditempat itu kaget dan bertanya-tanya makna ilustrasi tersebut.
Lalu penulis kembali memberikan intruksi untuk kedua bapak yang berdiri tadi untuk duduk.
Penulis mulai dengan konteks nast yang dibahas lalu masuk kedalam Ilustrasi keadaan yang
diinginkan setiap orang sesuai dengan tema “Sudahkah kita dirasakan setiap orang?”. Penulis
menjelaskan bahwasanya kehidupan jemaat seharusnya memberi “rasa” layaknya “garam” itu
sendiri kepada setiap orang yang ada disekitarnya;harus berdampak positif kepada sesama jemaat
yang lain. Penulis mengaitkan kepada peragaan “2 gelas air minum” kepada bapak-bapak
tersebut. Akhirnya mereka memahami arti peragaan awal yang disampaikan penulis dengan
mengangguk dan berkata “oh ternyata itu maksudnya”. Lalu penulis memberi kata “G.A.R.A.M”
dengan beberapa artian didalamnya:

G: God is Good: Tuhan adalah ke”baik”an


A: Allah memberi Teladan tentang kebaikan
R: Rasakan diri-Nya
A: Apakah anda sudah dirasakan orang lain?
M: Mari kita menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain.
Jemaat sangat terkejut atas arti yang penulis sampaikan, mereka heran namun memahami
apa yang penulis sampaikan.
3. EVALUASI DIRI

Secara umum, Praktek ke II ini lumayan berhasil, karena banyak diantara bapak-bapak
beranggapan: “80% Penyampaian Firmanmu dapat kami pahami dan itu sudah sangat bagus
bagimu sebagai calon pendeta” “Mantap! Tingkatkan dan semakin kreatif lagi” “Pertahankan
pembawaan dirimu, itu sangat baik bagimu nantinya kalo sudah menjadi Pendeta”. Menurut
penulis metode yang penulis pakai sangat menguntungkan, karena banyak hal didalam Alkitab
yang dapat dikembangkan menjadi kata didalam “Metode Kreatif”, penulis bersyukur atas

4
pelayanan yang dilaksanakan saat itu. Metode yang dapat digunakan kepada berbagai kalangan
jemaat.

Tanggapan dari ayah dan paman penulis pun juga sangat baik, dimana mereka terus
mendukung dan bangga kepada penulis. Ini merupakan kebanggaan bagi penulis dalam segala
hal yang penulis lakukan, bukan sia-sia belaka, namun memberi hasil yang cukup membuat
penulis berbahagia pada saat itu. Walaupun ada beberapa masalah salah satunya mati listrik dan
bapak-bapak yang berada diluar rumah, namun penulis masih beranggapan bahwa segala sesuatu
itu harus dihadapi dengan sabar.

Namun penulis juga harus belajar menjadi orang yang bijaksana dan rendah hati atas
pencapaian penulis dalam segala kegiatan yang penulis lakukan. Penulis beranggapan itu semua
karena “Kasih Karunia” yang diberikan Allah kepada penulis atas pencapaian tersebut. Hal ini
mengajarkan penulis untuk tetap semangat menjadi seorang pendeta nantinya.

Anda mungkin juga menyukai