Anda di halaman 1dari 33

“Studi Sosial Budaya Makna Simbol Kekristenan Dalam Tradisi Mangongkal Holi

Di Jemaat HKBP Karang Bangun, Pematang Siantar”

Oleh:
Samuel Firdaus Eliberty Pardede
712015018

TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Program Studi : Teologi, Fakultas: Teologi
Guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi

Program Studi Teologi

FAKULTAS TEOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2019

i
ii
iii
iv
v
KATA PENGANTAR

Pertama-tama marilah kita panjatkan pujian dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas kasih dan berkatnya yang diberikan dalam kehidupan kita. Dalam pengerjaan skripsi ini,
penulis memiliki sebuah hambatan. Dalam hambatan itu tentu kesabaran penulis di uji dalam
pengerjaan skripsi ini. Tuhan ikut membantu dalam segala hambatan dalam pengerjaan skripsi
ini. Bersabar, bersukacita, dan berdoa itulah point saya terapkan dalam pengerjaan skripsi ini.

Oleh karena itu, melalui kesempatan ini penulis ingin mengucapkan syukur kepada
Tuhan atas penyertaan-Nya selama penulis dalam menempuh perkuliahan di Fakultas Teologi di
Universitas Kristen Satya Wacana dari awal hingga akhir perkuliahan ini. Penulis juga ingin
mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dan mendukung selama
menempuh pendidikan di UKSW ini:

1. Dosen pembimbing Pdt. Dr. Ebenhaezer I. Nuban Timo, terima kasih atas bimbingan
yang diberikan, dukungan dan arahan yang diberikan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan jurnal akhir ini dengan baik.
2. Pdt. Agus Supratikno, MTh selaku wali studi penulis. Terima kasih atas bimbingan dan
motivasi kepada penulis selama menempuh pendidikan di UKSW. Kiranya Tuhan
berkati dalam pelayanan dan keluarga.
3. Para staff dan tenaga pendidik Teologi, yang telah menerima dan mendidik penulis
dalam menempuh pendidikannya.
4. Untuk keluarga tercinta penulis, kel. Op. Vio Pardede (+) /br. Manik, banyak terima
kasih atas dukungan dalam doa selama pengerjaan skripsi ini sehingga berjalan dengan
baik.
5. Untuk kekasih penulis, Sri Wenny Panggabean atas kasih sayang serta selalu mendukung
dalam penulisan skripsi ini.
6. Untuk majelis dan jemaat HKBP Salatiga, terima kasih banyak atas mendidik penulis
dalam pelayanan di Jemaat selama 2,5 tahun.
7. Untuk majelis dan jemaat HKBP Karang Bangun, terima kasih banyak telah mendidik
penulis dalam pelayanan dan penelitian skripsi ini selama 4 bulan.
8. Untuk ibu Ika selaku pemilik kontrakan rumah penulis, terima kasih atas motivasi dalam
kehidupan ini.

vi
9. Untuk temen kontrakan yang pernah serumah dengan penulis, Ronihot L Sitorus dan
Jeremi C Simorangkir semangat untuk kalian berdua dalam perkuliahan dan pelayanan
baik di Gereja maupun di lingkungan masyarakat. Tuhan berkati.
10. Untuk rekan Komunitas Grab Driver Batak Salatiga dan Bagudung, terima kasih banyak
atas motivasi kehidupan ini dan dukungan doa dalam pengerjaan skripsi ini.
11. Untuk seluruh paman penulis, terkhusus Dorman Manik dan P Frans Manik yang selalu
senantiasa mendukung dalam penulisan skripsi ini.
12. Untuk keluarga angkatan Teologi 2015, kalian sangat terbaik.
13. Untuk keluarga tercinta penulis, kel. Op. Omri Manik (+) /br. Manurung, banyak terima
kasih atas dukungan dalam doa selama pengerjaan skripsi ini sehingga berjalan dengan
baik.
14. Untuk keluarga tercinta penulis, kel. Op. Samuel F E Pardede (+) /br. Lubis, banyak
terima kasih atas dukungan dalam doa selama pengerjaan skripsi ini sehingga berjalan
dengan baik.
15. Untuk Warmindo Kemiri, terima kasih atas sajian yang telah disediakan bagi mahasiswa
selama 4 tahun.
Akhir kata didalam penulisan tugas akhir ini penulis menyadari bahwa terdapat
kekurangan didalamnya. Oleh karna itu kritik dan saran dari berbagai pihak diperlukan guna
melengkapi penulisan tugas akhir ini. Demikian yang dapat saya sampaikan jika ada salah
saya mohon maaf.

Salatiga, 6 September 2019

Samuel Firdaus Eliberty Pardede

vii
MOTTO

Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan


bertekunlah dalam doa!
Roma 12:12
Kehidupan ini pasti harus melewati berbagai tantangan, di dalam tantangan itu kita
harus bersabar,bersukacita, dan berdoa kepada-Nya. Ketika kita sudah
menjalankan ketiga point itu, percayalah kuasa Tuhan akan memberi jalan terbaik
melewati tantangan kehidupan ini. Tak mudah merangkai lima bab dalam
pengerjaan Tugas Akhir ini. Revisi adalah tantangan yang harus di lewati
mahasiswa tingkat akhir. Memang ada titik kejenuhan mendengar kata itu, tetapi
harus di jalani dengan penuh sukacita. Ingat ketiga point ayat itu, akhirnya Tuhan
memberikan jalan terbaik kepada anak-Nya melalui mendapatkan gelar sarjana.
Kiranya melalui gelar sarjana ini dapat kupergunakan dengan baik dan bijaksana
untuk kita semua.

viii
ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman Jemaat HKBP Karang Bangun terhadap
makna simbol kekristenan tradisi Mangongkal Holi. Penelitian ini dimotivasi oleh banyaknya
kasus penerapan tradisi kebudayaan yang agak bertentangan dengan Kristen. Serta adanya
tinjauan bagaimana tradisi kebudayaan Mangongkal Holi bisa beriringan sesuai dengan ajaran
Kristen. Dari kehidupan manusia selalu berupaya untuk menerapkan budaya dalam bermacam
praktik yang sesuai dan menyesuaikan kehidupan manusia dengan sekitarnya, sehingga budaya
dapat dikatakan suatu tradisi yang patut dihargai. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif
dengan pendekatan deskriptif, yang dideskripsikan dalam penelitian ini adalah makna simbol
kekristenan tradisi Mangongkal Holi. Pendekatan deskriptif merupakan jenis pendekatan dengan
lebih memaparkan keadaan objek yang diteliti. Teknik dalam pengumpul data terkait dengan
penelitian ini, dilakukan melalui wawancara, yaitu mencari informasi dengan memberikan
pertanyaan kepada seorang narasumber yang mengerti mengenai tradisi Mangongkal Holi. Hasil
dari penelitian ini adalah bahwa ada simbol kekristenan dalam upacara Mangongkal Holi seperti
penggunaan salib pada makam, adanya tulisan Alkitab pada ornamen bangunan rumah adat
Batak dalam makam. Serta dalam proses upacara Mangongkal Holi biasanya dipimpin doa sesuai
ajaran Kristen yang dipimpin oleh penatua Gereja. Pemberian doa biasanya berisis nasehat atau
wejangan kepada keluarga agar upacara Mangokal Holi yang sedang dijalankan berjalan lancar
dan tidak bertentangan dengan ajaran Kristen. Selain itu dalam penggunaan simbol dalam
upacara Mangongkal Holi mempunyai dampak positif dan negatif. Dampak positif dalam
penggunaan simbol itu adalah agar seluruh keluarga tetap berdoa pada Tuhan dan dalam upacara
Mangongkal Holi tidak bertentangan dengan peraturan Gereja. Dampak negatifnya adalah
walaupun sudah ada penggunaan simbol kekristenan masih ada keluarga yang melanggar proses
upacara Mangongkal Holi misalnya banyak keluarga yang berdoa meminta pada leluhurnya yang
sudah meninggal.

Kata kunci : Upacara Mangongkal Holi, Kebudayaan, Simbol Kekristenan

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................................................i


LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................................................... ii
PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ........................................................................................... iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES .................................................................................iv
PERNYATAAN BEBAS ROYALITI DAN PUBLIKASI ........................................................... v
KATA PENGANTAR ..................................................................................................................vi
MOTTO ..................................................................................................................................... viii
ABSTRAK ....................................................................................................................................ix
DAFTAR ISI.................................................................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .............................................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ......................................................................................................... 4
1.3. Tujuan Penelitian .......................................................................................................... 4
1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................................................ 4
1.5. Metode Penelitian ......................................................................................................... 5
1.5.1. Sifat Penelitian ............................................................................................. 5
1.5.2. Jenis Penelitian ............................................................................................. 5
1.5.3. Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................................... 5
1.5.4. Wawancara ................................................................................................... 6
1.6.Sistematika Penulisan ........................................................................................ 6
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Kebudayaan .................................................................................... 7
2.2 Tujuan dan Fungsi Kebudayaan ....................................................................... 7
2.3 Unsur-Unsur Kebudayaan ................................................................................ 8
2.4 Konsep Kebudayaan Menurut Clifford Geertz ............................................... 9
2.5 Sosial Budaya ................................................................................................. 10
2.6 Pengertian Simbol .......................................................................................... 11
2.7 Simbol-simbol Kematian dalam Kekristenan................................................. 12
2.8 Simbol-Simbol Kematian Dalam Budaya ...................................................... 13
BAB III HASIL PENELITIAN
3.1. Gambaran Umum HKBP Karang Bangun ..................................................... 14
3.2. Kreativitas dan simbol-simbol sekristenan dalam tradisi Mangongkal Holi.. 14
BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISA
4.1. Pembahasan dan Analisa ................................................................................ 17
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan ..................................................................................................... 20
5.2. Saran ............................................................................................................... 21
Daftar Pustaka ................................................................................................................. 22

x
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kebudayaan ialah pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk
memahami lingkungan sekitarnya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya.1 Salah satu
Unsur Kebudayaan adalah sistem religi dan upacara keagamaan.2 Dalam kehidupan manusia
budaya merupakan satu dasar yang penting. Budaya memiliki nilai, pola pikir, etika, kearifan,
dan berinteraksi yang diikuti oleh manusia dan membentuk kepribadian mereka, baik secara
personal maupun komunal.

Sebagian kehidupan manusia selalu berusaha untuk menerapkan budaya dalam berbagai
praktik yang menata serta menyesuaikan kehidupan manusia dengan lingkungan alam sekitarnya,
sehingga budaya dipegang sebagai suatu tradisi yang patut dihargai. Setiap budaya memiliki ciri
khas tertentu. Budaya ialah suatu dasar yang penting dalam kehidupan ini, karena memiliki
identitas yang menunjukkan karakter setiap orang yang memilikinya. Budaya sebagai landasan
komunikasi di dalam lingkungan sekitar. Semakin banyak beragam aneka budaya, maka
beraneka ragam juga pelakasaan komunikasinya.3

Timbulnya pemikiran menggali tulang belulang leluhur, pada umunya di latarbelakangi


oleh adanya kepercayaan bahwa roh leluhur yang sudah meninggal masih memberikan berkat
kepada seluruh keluarga yang ditinggal serta masih bisa berkomunikasi dengan orang yang
hidup. Usaha penggalian tulang belulang yang dilakukan oleh keluarga dilatarbelakangi oleh
kepercayaan “animisme atau hasipelebeguon”. Walaupun mereka percaya adanya ilah-ilah lain,
namun sebenarnya yang mendominasi hidup keberagaman mereka adalah memuja arwah
(sumangot ni ompu). Memang mereka diperbudak oleh banyak sekali kuasa-kuasa kegelapan,
yang selalu mengancam dari segala penjuru. Menurut mereka sangat penting untuk mengambil
hati arwah nenek moyang yang dianggap sebagai pelindung utama mereka terhadap berbagai
pergumulan kehidupan.4

1
Arti kebudayaan dalam KBBI .
2
Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama 2004), 2
3
Malau, Gens G, Budaya Batak, (Jakarta: Yayasan Binabudaya Nusantara Taotoba Nusabudaya 2000)
4
St. H. Gultom, Penggalian Tulang-Belulang Leluhur (Jakarta:BPK Gunung Mulia 1991) 1

1
Kepercayaan Kristen dan adat berdiri berdampingan dan saling mempengaruhi. Hal ini
menjadi nampak dalam pemujaan nenek moyang & dalam kebiasan-kebiasan pada hal yang
lainya. Keadaan yang sedemikian itu sangat mempengaruhi kehidupan gereja. Dalam memasuki
kehidupan dan beralih ke dalam cara hidup yang lain, yang dibayangkan sebagai suatu eksistensi
yang tidak berwujud tetapi yang tak kurang nyatanya. Pengaruh agama Kristen yang telah
menyerap rasa kehidupan itu telah membuat bentuk-bentuk yang bermacam-macam itu
berkurang jumlahnya menjadi minimun yang rupa-rupanya paling hakiki.5

Masyarakat Batak merupakan salah satu kelompok suku di Indonesia. Upacara


mangongkal holi dikenal sebagai ritual pemakaman yang di lakukan oleh suku Batak. Adat
istiadat mengandung nilai, aturan dan norma norma yang harus dipatuhi oleh masyarakat yang
menganutnya. Masyarakat Batak meneladani tata hidup para leluhurnya ditunjukkan dengan jelas
melalui pepatah dan peribahasa Batak yang menjadi rujukan dalam pertemuan orang-orang
Batak. Upacara mangongkal holi suatu ritual yang sudah menjadi sebuah tradisi unik yang
dimiliki oleh suku Batak Toba. Tradisi membongkar kembali dan memindahkan tulang belulang
ke tempat yang dianggap lebih layak, sudah berlangsung sejak zaman nenek moyang suku
bangsa Batak. Tradisi membongkar kembali dan memindahkan tulang belulang dimiliki juga
oleh kebudayaan daerah yang lain di Indonesia.

Tradisi ini sudah lama dilestarikan oleh masyarakat batak. Mangongkal holi diadakan
dengan berbagai ritual dan dilakukan apabila orang tua keluarga menyampaikan pesan
terakhirnya kepada anak-anaknya. Tradisi mangongkal holi yang dilakukan setiap pada acara
tersebut membuat penulis tertarik untuk menelitinya, karena di dalam pelaksanaannya memiliki
simbol-simbol serta perilaku/kegiatan yang saling berhubungan dan memiliki makna tersendiri.
Tradisi Mangongkal Holi sangat penting bagi masyarakat Batak Toba sehingga tradisi tersebut
harus dilaksanakan.6 Sering kali masyarakat memberikan arti kebudayaan dengan cara yang
sederhana, ada yang mengatakan bahwa kebudayaan itu merupakan seni, padahal perlu diingat
bahwa kebudayaan bukan hanya sekedar sebuah seni, kebudayaan melebihi seni itu sendiri
karena kebudayaan meliputi sebuah jaringan kerja dalam kehidupan antar manusia. Kebudayaan
itu mempengaruhi nilai-nilai yang dimiliki manusia, bahkan mempengaruhi sikap dan

5
Bnd. H. Schekatz, yang telah mengamat-amati kejadian ini di pulau Nias (Indonesia Raya, 1966) 40.
6
Tinambunan, W. E, Simbol-Simbol Tradisional Ulos Tujung dan Ulos Saput Proses Pemakaman Adat Batak
Toba,(Pekanbaru: Yayasan Sinar Kalesan 2010) 11.

2
karakternya. Dengan kata lain, setiap manusia merupakan pemeran utama dalam kebudayaan
yang bertindak dalam lingkup kebudayaan.7

Dalam upacara mangongkal holi, tulang-belulang yang digali kembali dari kuburan
sebelumnya dan dikuburkan kembali secara terpisah. Setelah tulang-belulang para leluhur
mereka sudah dikumpulkan dan dicuci bersih, tulang-belulang itu dimasukkan ke dalam peti
kecil dan dikubur kembali dalam sebuah tugu peringatan (Batu Na Pir) yang telah dibangun. Di
dalam tugu peringatan inilah tulang-belulang tersebut disatukan. Dalam prosesi menggali
tulang-belulang dan memindahkan kembali dalam tugu biasanya bisa memakan waktu berhari-
hari. Prosesi ini membutuhkan dana yang mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah dan bagi
masyarakat batak untuk membangun tugu itu sebanding dengan penghormatan bagi orang tua
dan leluhur mereka.

Tugu peringatan ini sendiri memiliki bentuk tertentu. Semakin besar pembuatan tugu
peringatan itu, maka akan besar pula dana yang dikeluarkan oleh pihak keluarga. Ada yang
berbentuk rumah toba, ada pula yang berbentuk biasa. Dalam pembuatan tugu peringatan itu
sendiri biasanya ada simbol yang terdapat dalam tugu itu. Misalnya: Nama keluarga, gambar
Tuhan Yesus, dan lain sebagainya.

Dalam pembuatan tugu peringatan sebagian orang Batak melakukan pembuatan tugu
tersebut di perkebunan atau persawahan dari keluarga tersebut. Di sekitar pembangunan tugu
peringatan itu sendiri terbentuklah suatu kelompok sosial, kelompok genealogis atau teritorial
lainnya, terutama dengan marga. Pembangunan tugu berlangsung dalam beberapa tahap, diawali
dengan pembicaraan pendahuluan-yang sering kali berlangsung sangat lama. Mengenai
pemilihan ompu-parsadaan, yang akan didirikan tugu. Pemusatan perhatian kekuatan-kekuatan
ekonomis dan sosial sekitar ompu parsadaan, yaitu mengkonsentrasian atas persekutuan itu,
merongrong daya pengikat marga.

Meskipun para perantau itu memperlihatkan semangat yang kuat di bidang sosial &
ekonomi bagi dirinya sendiri dan kelompok sosialnya. Mereka berpandangan bahwa kehidupan
di luar daerah suku asal mereka sebagai diaspora (perserakan). Kebutuhan-kebutuhan elementer
yang turut berpengaruh di waktu berdirinya tugu peringatan, yakni menjamin kesatuan geologis,

7
Liliweri, Alo, Makna Budaya dalam Komunikasi Antar budaya, (Yogyakarta: Lkis 2003), 7.

3
memohon dan menerima berkat-berkat baru. Tentu saja alasan-alasan penggerak ini tidak baru,
semuanya itu hanya membantu mengembangkan kebudayaan megalit yang dahulu. Alasan-
alasan itu memperlihatkan corak khas gerakan untuk mendirikan tugu peringatan.

HKBP Karang Bangun Resort Dame terletak di Jl. Bangun Anyer, Huta V-Karang
Bangun, Rambung Merah Pematangsiantar berdiri sekitar tahun 1952. HKBP Karang Bangun
memiliki jumlah jemaat kurang lebih 65 keluarga dan masing-masing di bagi dengan dua sektor.
Pemahaman Jemaat HKBP Karang Bangun akan makna simbol Kekristenan dalam tradisi
mangongkal holi masih kurang di mengerti. Padahal dalam simbol-simbol itu mungkin dapat
merubah dalam kehidupan Jemaat HKBP Karang Bangun. Desa ini terdapat beberapa tugu
peringatan, yang dapat kita lihat di area perladangan.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana pemahaman Jemaat HKBP Karang Bangun terhadap makna simbol kekristenan
tradisi Mangongkal Holi?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kreativitas dan unsur-unsur Makna
Simbol Kekristenan Dalam Tradisi Mangokal Holi di Jemaat HKBP Karang Bangun.

1.4 Manfaat Penelitian

a. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan bagi umum maupun penelitian
berikutnya. Begitu juga dapat menambah wawasan bagi Majelis dan Jemaat Gereja terhadap
Makna Simbol Kekristenan Dalam Tradisi Mangokal Holi di Jemaat HKBP Karang Bangun.

b. Secara Praktis

Bagi peneliti, hasil ini menambah wawasan akan hadirnya Makna Simbol Kekristenan Dalam
Tradisi Mangokal Holi. Selain itu bagi Gereja, pemahaman akan Makna Simbol Kekristenan
Dalam Tradisi Mangokal Holi saat pelaksanaan Tradisi tersebut.

4
1.5 Metode Penelitian

a. Sifat Penelitian

Penelitian ini dilakukan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif,


yang dideskripsikan dalam penelitian ini. Pendekatan deskriptif merupakan jenis pendekatan
penelitian sebagai prosedur pemecahan masalah yang diamati dengan menggambarkan keadaan
objek penelitian.8 Metode kualitatif dimengerti sebagai suatu kegiatan ilmiah yang dilakukan
secara bertahap dirnulai dengan penentuan topik, pengumpulan data dan rnenganalisis data,
sehingga nantinya diperoleh suatu pemahaman dan pengertian atas topik, gejala atau isu tertentu
berdasarkan orang yang diwawancara.9 Metode kualitatif merupakan metode terkait cara yang
digunakan oleh peneliti dalam memahami, menggali, mengungkap fenomena tertentu dari
responden penelitiannya.

b. Jenis Penelitian

Jenis penelitian menggunakan penelitian Deskriptif yang bertujuan untuk pemecahan


masalah secara sistimatis dan faktual mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi berdasarkan
data-data yang akan di analisis dan diinterprestasi.10 Data berupa hasil wawancara, dokumentasi,
video, catatan dan hasil rekaman suara.

c. Tempat & Waktu Penelitian

Tempat yang akan penulis jadikan penelitian sesuai dengan judul penelitian berada di
Gereja HKBP Karang Bangun. Alasan penulis memilih lokasi ini, karena banyak terdapat tugu
peringatan (Batu Na Pir) untuk meneliti makna simbol Kekristenan dalam tradisi Mangongkal
Holi. Penelitian ini akan dilakukan dengan wawancara mengenai makna simbol Kekristenan
dalam tradisi Mangongkal Holi terhadap Jemaat HKBP Karang Bangun. Waktu penilitian akan
dilaksanakan selama satu bulan di HKBP Karang Bangun.

8
Sugiyono. Statistika Untuk Penelitian, (Bandung: Alfabeta, 2012), 68.
9
Raco, Metode Kualitatif, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010), 15
10
Narbuko Cholid dan Abu achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2007), 44.

5
d. Wawancara

Di dalam penelitian ini, teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara tidak
terstruktur atau yang biasa disebut wawancara mendalam (in-depth interview-ing). Dalam teknik
wawancara mendalam ini, wawancara dilakukan dengan pertanyaan yang bersifat “open-ended”
dan mengarah pada kedalaman informasi, serta dilakukan dengan cara yang tidak secara formal
terstruktur, guna menggali pandangan subjek yang diteliti tentang banyak hal yang sangat
bermanfaat untuk menjadi dasar bagi penggalian informasinya secara lebih jauh dan mendalam.
Penulis akan menjadikan Pendeta, Majelis & Jemaat Gereja serta Ketua Adat Kampung sebagai
narasumber dalam pengumpulan data menggunakan wawancara. Alat bantu yang digunakan
dalam wawacara yaitu audio tipe recorder, video, dan kamera yang mengambil gambar saat
wawancara.

1.6 Sistematika Penulisan

Penulis membagi tulisan ini menjadi lima bagian, yakni sebagai berikut: Bagian
Pertama membahas tentang pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penelitian. Bagian Kedua
definisi Landasan Teori yang digunakan, khususnya mengenai kreativitas dan unsur-unsur
makna simbol Kekristenan dalam tradisi Mangongkal Holi. Bagian Ketiga membahas tentang
hasil penelitian, yang meliputi: 1. Pemahaman Jemaat HKBP Karang Bangun dalam tradisi
Mangongkal Holi dalam makna simbol Kekristenan. 2. Kegunaan imbol-simbol itu serta
merubah dalam kehidupan Jemaat HKBP Karang Bangun. Bagian Keempat berisi tentang
analisa makna simbol Kekristenan dalam tradisi Mangongkal Holi. Bagian Kelima berisi
penutup dalam tulisan ini didalamnya berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian di
HKBP Karang Bangun disertai saran dan masukan-masukan yang ditinjau dari pihak-pihak yang
ada hubungannya dengan tujuan dari penelitian ini.

6
LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Kebudayaan

Kebudayaan ialah pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk
memahami lingkungan sekitarnya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya. Salah satu
Unsur Kebudayaan adalah sistem religi dan upacara keagamaan. Dalam kehidupan manusia
budaya merupakan satu dasar yang penting. Budaya memiliki nilai, pola pikir, etika, kearifan,
dan berinteraksi yang diikuti oleh manusia dan membentuk kepribadian mereka, baik secara
personal maupun komunal.

Sebagian dari kehidupan manusia selalu berupaya untuk menerapkan budaya dalam
berbagai praktik yang menata dan menyesuaikan kehidupan manusia dengan lingkungan alam
sekitarnya, sehingga budaya dipegang sebagai suatu tradisi yang patut dihargai. Setiap budaya
memiliki ciri khas tertentu. Budaya ialah suatu dasar yang penting dalam kehidupan ini, karena
memiliki identitas yang menunjukkan karakter setiap orang yang memilikinya. Budaya sebagai
landasan komunikasi di dalam lingkungan sekitar. Semakin banyak beragam aneka budaya,
maka beraneka ragam juga pelakasaan komunikasinya.11

2.2. Tujuan dan Fungsi Kebudayaan

Dalam hal ini tujuan manusia berkebudayaan ialah untuk mewujudkan kehidupannya.
Kebudayaan menjadi alat manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Baik kebutuhan fisik maupun
jiwa rohani (cita-cita dan harapan). Rangkaian kegiatan keagamaan dalam bentuk-bentuk
upacara dilakukan manusia untuk mencapai puncak kepercayaanya, selain itu juga untuk
memperoleh kebahagiaan hidup dengan sesama manusia lain. Demikian juga dalam pelaksanaan
unsur-unsur kebudayaan yang lain, sepenuhnya untuk mewujudkan cipta, rasa, dan karsa
manusia.12

11
Malau, Gens G, Budaya Batak, (Jakarta: Yayasan Binabudaya Nusantara Taotoba Nusabudaya 2000)
12
Simanjuntak, Bungaran, Korelasi Kebudayaan dan Pendidikan: Membangun Pendidikan Berbasis Budaya Lokal
(Jakarta: Pustaka Obor, 2014), 18.

7
2.3. Unsur-Unsur Kebudayaan

Kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat tidak diwariskan secara biologis. Kebudayaan
tersebut dapat didukung dan diteruskan. Kebudayaan merupakan salah satu pernyataan dan
wujud dari rasa serta akal manusia. Oleh sebab itu, kebudayaan dapat berkembang dari tingkat
yang sederhana menuju yang lebih kompleks. Kebuyaan yang kompleks tersebut dapat diuraikan
ke dalam unsur-unsur yang lebih khusus. Setiap unsur tersebut akan saling berkaitan dan
membentuk menjadi satu.

Berikut ini pendapat para antropologi mengenai pandangan dalam merumuskan unsur-
unsur suatu kebudayaan. Menurut, Melville J.Herskovits empat unsur pokok kebudayaan,
diantaranya: Alat-alat teknologi (technological equipment), Sistem ekonomi (economic system),
Keluarga (family), Kekuasan politik (political control).

Menurut Bronislaw Malinowsky, dalam kebudayaan harus memiliki unsur-unsur pokok sistem
norma yang memungkinkan masyarakat untuk saling bekerja sama sehingga dapat menguasai
dan menaklukan alam sekitar, Organisasi ekonomi, Alat dan lembaga pendidikan, yaitu keluarga
yang merupakan lembaga pendidikan utama, Organisasi kekuasaan.

Lebih lanjut Koentjaraningrat, mengutip Kluckhon merumuskan unsur-unsur pokok


kebudayaan berdasarkan pendapat para ahli antropologi menjadi tujuh unsur, yaitu: Bahasa,
Sistem pengetahuan, Organisasi sosial, Sistem peralatan hidup dan teknologi, Sistem mata
pencarian, Sistem religi, Kesenian.

Rumusan unsur-unsur kebudayaan tersebut disebut unsur-unsur universal. Tujuh unsur


kebudayaan itu dapat ditemukan dalam semua wujud kebudayaan. Dalam ketujuh unsur
kebudayaan tersebut dijabarkan ke dalam tiga wujud kebudayaan. Adapun ketiga wujud
kebudayaan itu menurut Koentjaraningrat, diantaranya:

a. Sistem Budaya
Wujud kebudayaan bersifat abstrak karena berkaitan dengan ide-ide (gagasan), nilai-nilai,
dan norma yang mengkita pada masyarakat.
b. Sistem Sosial
Keseluruhan aktivitas dan tindakan manusia yang berpola dalam masyarakat
pendukungnya.

8
c. Kebudayaan Fisik
Kebudayaan bersifat konkret, karena berkaitan dengan aktivitas manusia yang berupa
benda-benda konkret.13
2.4.Konsep Kebudayaan Menurut Clifford Geertz

Menurut Geertz, konsep kebudayaan merupakan sebuah konsep yang dianggap baru pada
masanya. Dalam bukunya yang berjudul Interpretation of Culture, ia mendefinisikan kebudayaan
yang berasal dari konsep yang diajukan oleh Kluckholn sebelumnya, yang menurutnya agak
terbatas dan tidak mempunyai standar yang baku dalam penentuannya. Sedangkan Kluckholn,
Geertz menawarkan konsep kebudayaan yang sifatnya interpretatif, yaitu: sebuah konsep
semiotik, melihat kebudayaan sebagai suatu teks yang perlu diinterpretasikan maknanya daripada
sebagai suatu pola perilaku yang sifatnya kongkrit.

Definisi kebudayaan menurut Geertz ialah suatu sistem makna dan simbol yang disusun.
ia mendefinisikan dunianya, menyatakan perasaannya dan memberikan penilaian-penilaiannya;
suatu pola makna yang ditransmisikan secara historis diwujudkan di dalam bentuk-bentuk
simbolik melalui sarana di mana orang-orang dapat mengkomunikasikan, mengabadikannya, dan
mengembangkan pengetahuan dan sikap-sikapnya ke arah kehidupan; suatu kumpulan peralatan
simbolik untuk mengatur perilaku, sumber informasi yang ekstrasomatik.” Karena kebudayaan
merupakan suatu sistem simbolik, yang harus dilalui dengan proses dibaca, diterjemahkan, dan
diinterpretasikan. Konsep kebudayaan simbolik yang dikemukakan oleh Geertz merupakan suatu
pendekatan yang sifatnya hermeneutik (suatu pendekatan yang lazim dalam dunia semiotik).
Dalam pendekatan inilah yang kemudian menginspirasikan Geertz untuk melihat kebudayaan
sebagai teks-teks yang harus dibaca, ditransliterasikan, dan diinterpretasikan.

Simbol adalah suatu garis penghubung antara pemikiran manusia dengan kenyataan yang
ada di sekitar, dimana pemikiran harus saling berhubungan dan dalam hal ini pemikiran manusia
dapat dilihat sebagai “suatu bentuk sistem simbol-simbol yang signifikan”. Terdapat dua sumber
dari simbol-simbol itu, diantaranya: (1) berasal dari kenyataan luar yang terwujud sebagai
kenyataan-kenyataan sosial dan ekonomi (2) berasal dari dalam dan yang terwujud melalui
konsepsi-konsepsi dan struktur-struktur sosial.

13
Sutardi, Tedi, Antropologi: Mengungkap Keragaman Budaya (Bandung: PT Setia Purna Inves, 2007), 34.

9
Sistem kebudayaan dan sistem konsepsi mempunyai persamaan struktur-struktur dinamik
dan bentuk-bentuk simbolik. Menurut Geertz, peranan upacara (ritual) merupakan
mempersatukan dua sistem paralel dan berbeda tingkat hierarkinya dengan menempatkannya
pada hubungan-hubungan formatif dan reflektif antara yang satu dengan yang lainnya dalam
suatu cara sebagaimana masing-masing itu dihubungkan dengan asal simboliknya dan asal
ekspresinya. Bentuk-bentuk kesenian dan upacara merupakan keadaannya dengan perwujudan-
perwujudan simbolik lainnya, dalam arti “mendorong untuk menghasilkan mengenai hal-hal
yang subyektif.14

2.5. Sosial Budaya

Setiap manusia hidup dalam memiliki suatu lingkungan sosial budaya tertentu. Dalam
memberlakukan lingkungan sosial budaya itu adanya nilai-nilai sosial budaya yang diacu oleh
warga masyarakat. Melalui sebuah proses secara berkelanjutan setiap manusia tentu menganut
suatu nilai yang diperoleh dari lingkungannya. Dari nilai itu diterapkan dalam bentuk
“kebiasaan” ialah pola sikap dan perilaku sehari-hari. Dengan demikian pola perilaku seseorang
dalam berelasi dengan orang lain, akan dipengaruhi oleh nilai-nilai yang diperoleh dari
lingkungan sosial budayanya.

Dari kekuatan nilai-nilai maupun sumberdaya sosial budaya akan membentuk dan
mempengaruhi pola tingkah laku individu. Oleh sebab itu, setiap seseorang memiliki lingkungan
sosial budaya yang berbeda dengan yang lain. Karakter seseorang tidaklah sama persis dengan
yang lainnya. Banyak aspek budaya mempengaruhi pola tingkah laku manusia dalam bersosial
dengan yang lain. Dalam bermasyarakat memiliki nilai-nilai sosia budaya tersendiri, diantaranya:
Etika (sebagai prinsip dasar dalam kehidupan sehari-hari), Kejujuran dan integritas, Bertanggung
jawab, Menghormati aturan/hukum masyarakat.15

14
Clifford Geertz, Kebudayaan dan Agama, (Yogyakarta: Kanisius Press, 1992), 33.
15
Aw. Suranto, Komunikasi Sosial Budaya, (Yogyakarta: Graha Ilmu 2010), 27.

10
2.6. Pengertian Simbol

Kata simbol berasal dari bahasa Yunani yaitu symbolos yang berarti tanda atau ciri yang
memberitahukan sesuatu hal kepada seseorang. Simbol ialah suatu hal atau keadaan yang
merupakan media pemahaman terhadap suatu objek.16 Simbol adalah objek, kejadian, bunyi
bicara, atau bentuk-bentuk tertulis yang diberi makna oleh manusia. Bentuk primer dari
simbolisasi oleh manusia adalah melalui bahasa. Akan Tetapi, manusia juga komunikasi dengan
menggunakan tanda dan simbol dalam lukisan, tarian, musik,arsitektur, mimik wajah,gerak
gerik,postur tubuh, perhisan, pakaian ,ritus, agama, kekerabatan, nasionalitas, tata ruang,
pemilikan barang, setiap kejadian, tindakan, atau objek yang berkaitan dengan pikiran, gagasan
dan emosi.17
Aspek simbol dari kebudayaan ialah bahasa penggatian objek dengan kata-kata. Menurut
Stanley Salthe, bahasa simbolis adalah fundamental tempat kebudayaan manusia dibentuk.
Struktur politik, agama, kesenian, organisasi dan ekonomi merupakan pranata-pranata
kebudayaan.18 Fungsi simbol-simbol yang digunakan dalam upacara merupakan alat hubungan
dan menyampaikan pesan-pesan ajaran agama dan kebudayaan yang dimiliki, dengan tujuan
yang ingin di capai oleh adanya upacara tersebut. Simbol merupakan suatu gambaran sakral,
sekaligus sebagai media manusia untuk berhubungan dengan sesuatu yang berbentuk sakral.
Sakral merupakan sebuah transenden sedangkan manusia adalah makhluk temporer yang ada di
dalam dunianya, manusia bisa mengenal sakral melalui sebuah simbol. Oleh karena itu, simbol
merupakan sebuah cara untuk dapat pada pengenalan terhadap sakral.19
Simbol dalam bahasa Inggris symbol, Latin symbolinm, dari Yunani symbolon-dari
symballo (menarik kesimpulan, berarti, memberi kesan). Berikut beberapa pengertian tentang
simbol antara lain :
a. Sesuatu yang biasanya merupakan tanda kelihatan yang menggantikan gagasan atau
objek.
b. Kata, tanda ,isyarat, yang digunakan untuk mewakili sesuatu yang lain: arti, kualitas,
abstrak, gagasan dan objek.
16
Budiono, Simbolisme Dalam Budaya, (Yogyakarta : Hanindita 1983), 10.
17
Achmad Fedyani Saifuddin, Antropologi Kontemporer: Suatu Pengantar Kritis Mengenai
Paradigma,(Jakarta:Kencana, 2005), 289-290.
18
William A. Haviland, Antropologi Edisi Keempat, Jilid 1, (Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama, 1985), 339.
19
Ifazli, Tradisi Kenduri Apam Desa Kemumu Sebrang Kecamatan Labuhanhaji Timur, “Skripsi”, (Banda Aceh:
Fakultas Adab dan Humaniora UIN Ar-Raniry, 2016), 27.

11
c. Apa saja yang diberikan arti dengan persetujuan umum dan atau dengan kesepakatan atau
dengan kebiasaan.
d. Arti simbol sering terbatas pada tanda konvensional, yakni sesuatu yang di bangun oleh
masyarakat atau individi-individu dengan arti tertentu yang kurang lebih standar yang di
sepakati atau dipakai anggota masyarakat itu.
e. Dalam peristilahan modern sering kali setiap unsur dari suatu sistem tanda –tanda di
sebut simbol.
2.7. Simbol-simbol Kematian dalam Kekristenan

Kematian merupakan sebuah kenyataan hidup yang harus dihadapi oleh setiap manusia.
Pada menghadapi kenyataan itu kita sering merasa takut akan kenyataan akhir hidup kita di dunia
ini. Kematian dipandang sebagai suatu kenyataan akan menghapus segala keberadaan hidup
manusia. Tidak heran banyak orang memuja kehidupan dan masa muda yang penuh vitalitas
serta sedapat mungkin menghindar dari ketuaan. WJS. Poerdarminta mendefenisikan, kematian
merupakan sesuatu yang tidak bernyawa lagi.

Seperti yang tertulis dalam Alkitab bahwa kematian ialah peralihan status hidup kepada
status tidak hidup, tidak dipandang sebagai pemisahan jiwa dari badan melainkan sebagai
hilangnya vitalitas. Orang meninggal bukan lagi “jiwa yang hidup” sebagaimana statusnya sejak
ia tercipta (1 Kor 15:45), sebab ia sudah ditinggalkan oleh Roh yang kembali kepada Allah, satu-
satunya yang tidak pernah mati (Pkh 12:7; 1 Tim 6:16). Dalam Perjanjian Baru menjelaskan
kematian paling sering muncul dalam konteks kebangkitan, bukan dalam konteks kebinasaan.

Dalam konteks Perjanjian Baru, kematian dimengerti sebagai mati bersama Kristus yang
memiliki harapan akan bangkit bersama Kristus. Paulus menjelaskan dalam suratnya arti
kematian kristen itu memiliki arti yang lebih positif “Bagiku hidup adalah Kristus dan mati
adalah keuntungan” (Flp 1: 21). Dengan ini Paulus menampilkan perspektif baru dari kematian
kita: “Jika kita mati dengan Dia, kita pun akan hidup dengan Dia (2 Tim 2: 11). Berikut sebuah
aspek yang baru dalam kematian Kristen, oleh pembaptisan warga kristen secara sakramental
sudah mati bersama Kristus supaya dapat menghidupi satu kehidupan baru.

Beberapa simbol-simbol kematian yang sering kita jumpai, diantaranya: Salib Tuhan
Yesus Kristus (yang memberi harapan baru dalam Iman), Bulir padi-gandum (tanda buah
perjuangan kehidupan yang memberi harapan baru), Anak domba Allah (yang menghapus dosa
12
dan memberi damai sejahtera), Lilin menyala (yang menghabiskan diri dan memberi terang bagi
lingkungan), Tangan terbuka (lambang kuasa tangan Allah pencipta serta mampu mengubah
hidup fana menjadi serupa dengan hidup-Nya).

2.8. Simbol-Simbol Kematian Dalam Budaya


Dalam budaya Indonesia pra-modern pemahaman simbol bukanlah sekadar mengacu pada
konsep, tetapi sesuatu yang absolut, transenden, imanensi Allah. Acuan simbol bukan sebuah
konotasi gagasan dan pengalaman manusia, akan tetapi hadirnya daya-daya (power) atau energi
adikodrati. Simbol merupakan sebuah tanda kehadiran yang absolut atau transenden. Dalam
peradaban modern simbol selalu mengacu kepada makna, konsep, dan pengalaman.20 Kehidupan
manusia dalam lingkungan budaya pada dasarnya dinyatakan dengan berlandaskan empat areal
atau lingkup keyakinan, yaitu kepercayaan, ikatan sosial, kepribadian dan permasalahan atau
makna. Keempatnya akan mempengaruhi pola pemikiran, perbuatan dan karyanya.
Keberadaan lingkungan buatan atau rumah tinggal atau karya arsitektur sebagai bagian dari
kehidupan budaya, ekspresi budaya untuk menyampaikan pesan-pesan tertentu dan dapat
menginterpretasikan budaya dari suatu bangsa.21 Mangunwijaya berpendapat, dalam pandangan
kepercayaan masyarakat mitologis, bentuk arsitektural hadir sebagai sarana mitis penghadiran,
selaku simbol kosmologis perwujudan bentuk dasar orientasi diri, menyangkut keberadan
manusia. Orientasi diri adalah naluri kodrati untuk mencegah manusia hanyut tanpa kepastian.22
Arsitektur menjadi cerminan dari sikap hidup manusia, yang melalui banyak perubahan,
tergantung pada perkembangan pemikiran manusia mengenai alam semesta.
Beberapa simbol kematian budaya yang sering kita jumpai, diantaranya: ritual adat, warna
bendera yang dipasang, batu nisan yang tertera dalam kuburan, bunga yang ditaburkan, kendi
yang berisi air, pakaian, musik, dan lain sebagainya. Simbol dalam tradisi yang diselenggarakan
bertujuan sebagai sarana untuk menunjukkan makna upacara yang dilakukan oleh masyarakat.
Dalam simbol tersebut memiliki misi luhur, yang dipergunakan untuk menunjukkan dan
mempertahankan nilai budaya dengan cara melestarikan.

20
Sumardjo, Estetika Paradoks (Bandung: Sunan Ambu Press, 2006), 43.
21
Ronald, Nilai-nilai Arsitektur Rumah Tradisonal Jawa (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005), 3.
22
Mangunwijaya, Wastu Citra (Jakarta: PT. Gramedia, 1992), 89.

13
HASIL PENELITIAN

3.1 Gambaran Umum HKBP Karang Bangun

Tempat penelitian yang dipilih oleh penulis yaitu HKBP Karang Bangun Ressort HKBP
Dame terletak di Jl. Bangun Anyer, Huta V-Karang Bangun, Rambung Merah Pematang Siantar.
HKBP Karang Bangun berdiri sekitar tahun 1952. HKBP Karang Bangun yang berada kota
Pematang Siantar sangat dikenal dengan toleransi antar umat beragama. HKBP Karang Bangun
memiliki jumlah jemaat kurang lebih 65 keluarga dan masing-masing di bagi dengan dua sektor.
Profesi jemaat HKBP Karang Bangun lebih mendominasi ke Petani dan Petenun.

HKBP Karang Bangun memiliki sebuah tujuan, program, dan prinsip pelayanan. Dalam
tujuan HKBP Karang Bangun berkembang menjadi gereja dialogis dan terbuka, serta dapat
mengembangkan kehidupan jemaat yang bermutu di dalam kasih Tuhan Yesus Kristus. Dalam
Program HKBP Karang Bangun berusaha meningkatkan mutu segenap jemaat melalui pelayanan
Gereja yang bermutu.Untuk melaksanakan program menuju tujuan tersebut di , HKBP
berpegang teguh pada prinsip tiga tugas panggilan Gereja, diantaranya: Koinonia, Marturia,
Diakonia.

3.2 Kreativitas dan simbol-simbol sekristenan dalam tradisi Mangongkal Holi

Pada awalnya simbol kekristenan dalam tradisi Mangokal Holi ini tidak ada disaat belum
adanya para misionaris gereja datang ke tanah Batak. Pada saat itu masyarakat Batak masih
memakai simbol kebudayaan Batak. Setelah datangnya para missionaries gereja ke tanah Batak,
mulai terbuka pemikiran masyarakat Batak untuk meninggalkan akan kepercayaan “animism
atau hasipelebeguon”.23 Kepercayaan Kristen dan adat, berdiri berdampingan serta saling
mempengaruhi, hal ini menjadi nampak dalam pemujaan nenek moyang & dalam kebiasan-
kebiasan yang lainya. Dalam memasuki kehidupan dan beralih ke dalam cara hidup yang lain,
yang dibayangkan sebagai suatu eksistensi yang tidak berwujud tetapi yang tak kurang nyatanya.

Banyak arti dalam makna-makna yang terdapat dalam upacara Mangongkal Holi di
Jemaat HKBP Karang Bangun, Pematang Siantar antara lain simbol kekristenan dan simbol
kebudayaan.24 Simbol kebudayaaan melalui upacara Mangongkal Holi yaitu misalnya Ulos,

23
David Pardede,Wawancara, Karang Bangun, 11 Juli 2019.
24
Bpk. Usman Manurung (Ketua Adat Kampung), wawancara,Karang Bangun, 19 Juni 2019.

14
cawan berisi air jeruk purut.25 Simbol kekristenan yang ada di upacara Mangongkal Holi
misalnya seperti banyak kuburan-kuburan yang dibangun dengan model atau ornamen dengan
menggunakan salib sebagai pertanda bahwa kuburan leluhur orang Batak sudah menganut
agama Kristen. Selain itu simbol kekristenan yang ada didalam upacara Mangokal Holi adalah
adanya tulisan ayat alkitab yang tertulis pada nisan orang yang sudah meninggal. 26 Simbol
kekristenan juga ditaruh di Batu Na Pir karena Batu Na Pir adalah tempat penyatuan tulang
belulang sehingga bertujuan bisa memberi persaudaraan bagi leluhurnya dan mendekatkan diri
kepada Tuhan.

Dari hasil wawancara dalam pemakaian simbol-simbol tersebut memang saling


mengeratkan satu sama lain. Simbol lainnya dalam upacara Mangongkal Holi semenjak
masuknya agama Kristen mendapatkan pengawasan yang ketat oleh pihak Gereja dalam
upacaranya.27 Banyak orang-orang berpendapat upacara Mangongkal Holi identik dengan
upacara yang sifatnya animisme. Pendapat itu muncul dikarenakan menggali makam untuk
membersihkan tulang leluhurnya. Banyak orang-orang yang berdoa meminta atau mengutarakan
keinginannya pada leluhur mereka bukan kepada Tuhan. Untuk itu HKBP Karang Bangun
memberikan pemahaman terhadap jemaat mengenai simbol kekristenan tradisi Mangongkal Holi.

Pemberian pemahamaan atas simbol kekristenan oleh HKBP Karang Bangun dengan
ibadah singkat yang dipimpin oleh pendeta dan penatua gereja dengan memberikan ibadah
singkat yang berisi penyampaian firman-firman Tuhan.28 Jemaat HKBP Karang Bangun
memahami bahwa simbol-simbol kekristenan bisa meminimalisir kesalahan atau mencegah
jemaat dari aspek-aspek kekafiran. Bagi Jemaat HKBP Karang Bangun kegunaan simbol
kekristenan dalam upacara Mangongkal Holi memiliki arti yang kuat bagi jemaat seperti
penggunaan salib dan tulisan ayat Alkitab melambangkan sebuah keimanan Kristen. 29 Apabila
ada di antara warga Jemaat yang akan mengadakan acara pemindahan tulang belulang anggota
Jemaat dari antara keluarga yang bersangkutan harus memberitahukannya secara resmi kepada
Majelis gereja, agar Majelis menghadiri dan memimpin acara tersebut sejak penggalian sampai

25
Ibu Nursi Lubis., wawancara,Karang Bangun, 18 Juni 2019.
26
Bpk. Usman Manurung (Ketua Adat Kampung), wawancara, Karang Bangun, 19 Juni 2019.
27
St. Dayan Sihaloho., wawancara,Karang Bangun, 19 Juni 2019.
28
Pdt. Pulo Aruan, MTh., wawancara,Karang Bangun, 18 Juni 2019.
29
Pdt. Pulo Aruan, MTh., wawancara,Karang Bangun, 18 Juni 2019.

15
kepada memasukkannya ke dalam kuburan baru.30 Dalam segi manfaatnya, upacara ini untuk
mengimani kepada Tuhan Yesus agar tidak berpaling. Hanya dari Tuhan penyertaan dan berkat
yang dia berikan kepada sebuah keluarga.

Rangkuman :

Dari hasil penelitian bahwa makna-makna yang terdapat dalam upacara Mangongkal Holi
di Jemaat HKBP Karang Bangun, Pematang Siantar jadi pada awalnya simbol kekristenan
dalam tradisi Mangongkal Holi ini tidak ada disaat belum adanya para misionaris gereja datang
ke tanah Batak. Simbol-simbol dalam upacara Mangongkal Holi ada dua yaitu simbol
kekristenan dan simbol kebudayaan. Simbol kebudayaaan melalui upacara Mangokal Holi yaitu
misalnya Ulos, cawan berisi air jeruk purut. Simbol kekristenan yang ada di upacara
Mangongkal Holi misalnya seperti banyak kuburan-kuburan yang dibangun dengan model atau
ornamen dengan menggunakan salib sebagai pertanda bahwa kuburan leluhur orang Batak sudah
menganut agama Kristen. Selain itu simbol kekristenan yang ada didalam upacara Mangongkal
Holi adalah adanya tulisan ayat alkitab yang tertulis pada nisan orang yang sudah meninggal.
Simbol kekristenan juga ditaruh di Batu Na Pir karena Batu Na Pir adalah tempat penyatuan
tulang belulang sehingga bertujuan bisa memberi persaudaraan bagi leluhurnya dan mendekatkan
diri kepada Tuhan. Pemberian pemahamaan atas simbol kekristenan oleh HKBP Karang Bangun
dengan ibadah singkat yang dipimpin oleh pendeta dan penatua Gereja dengan berisi
penyampaian firman-firman Tuhan. Dengan adanya pemahaman simbol-simbol kekristenan bisa
meminimalisir kesalahan atau mencegah jemaat dari aspek-aspek kekafiran. Kegunaan simbol
kekristenan dalam upacara Mangokal Holi memiliki arti yang kuat bagi jemaat seperti
penggunaan salib dan tulisan ayat Alkitab melambangkan sebuah keimanan Kristen. Jadi dalam
upacara Mangongkal Holi ini dijalankan dengan pengawasan Gereja sehingga upacara ini tidak
menyalahi aturan-aturan dalam Kristen.

30
St. Dayan Sihaloho., wawancara,Karang Bangun, 19 Juni 2019.

16
PEMBAHASAN DAN ANALISA

Penulis menemukan hasil penelitian simbol-simbol yang ada dalam upacara Mangongkal Holi di
Jemaat HKBP Karang Bangun adalah

1. Simbol Kekristenan
a. Salib
Salib merupakan kayu bersilang tempat Yesus di hukum oleh orang Yahudi. Salib
mempunyai makna sebagai wujud penyelamatan Tuhan dan sebagai belarasa Tuhan
dalam kesepian seseorang serta melambangkan sebuah keimanan Kristen. Dalam
upacara Mangongkal Holi banyak makam-makam leluhur diberi bangunan ornamen
bangunan rumah adat Batak sesuai dengan keinginan dan selera mereka, akan tetapi
bagunan ornament makam tersebut diberi salib sebagai penanda bahwa orang-orang
Batak sudah menganut ajaran Kristen. Semenjak Kristen masuk kepada orang-orang
Batak, dalam melaksanakan upacara Mangokal Holi harus mengundang pihak gereja,
saat menggali kubur juga membersihkan tulang belulang leluhur dan membuat
bagunan kubur dengan adanya kamar-kamar dibuat seperti rumah dan bertingkat
sesuai dengan anggota keluarga dari generasi kegenerasi serta diberi tanda salib.
b. Tulisan Ayat Alkitab
Tulisan ayat alkitab dalam upacara Mangokal Holi mempunyai arti bahwa sebagai
menandakan sebuah tulisan terakhir di dalam kehidupan seseorang dan telah
mengimani selama hidupnya. Banyak makam-makam leluhur diberi bangunan
ornament bangunan rumah adat Batak juga ada tulisan ayat alkitab. Ini menandakan
bahwa semasa hidupnya telah mempercayakan pada Tuhan. Setelah melakukan
upacara itu, keluarga harus mempercayakan Tuhan dalam segala hal. Bangunan kubur
dengan diberi tulisan ayat alkitab sebagai penanda bahwa mereka sudah memeluk
agama Kristen dan keluarga memaknai arti dari ayat Alkitab itu. 31
c. Doa Singkat yang Dipimpin oleh Pendeta dan Penatua Gereja
Prosesi upacara Mangongkal Holi yang dilakukan oleh keluarga Batak Kristen harus
diawasi dengan pihak gereja. Sebelum upacara Mangongkal Holi dimulai biasanya
ada pembukaan dengan doa. Biasaya pada hari yang ditentukan sebelumnya proses
31
Defri Simatupang. Pengaruh Kristen Dalam Upacara Mangokal Holi Pada Masyarakat Batak.(Medan : Balai
Arkeolog Medan,2006),10

17
penggalian makam diawali oleh upacara keagamaan atau ibadah singkat yang
dipimpin oleh penatua gereja. Pada saat ibadah singkat diisi oleh nasehat-nasehat dan
wejangan pada keluarga agar acaranya lancar dan prosesi mangokal holi tidak
menyalahi peraturan Gereja . Sebelum acara Mangongkal Holi dimulai ada nyanyian
pujian serta penyampaian firman Tuhan. Ibadah merupakan sarana untuk
memanjatkan doa dan pujian kepada Tuhan Yesus. Agar pelaksanaan acara dapat
berjalan dengan lancar dan baik.
2. Simbol Kebudayaan
Simbol Kebudayaan adalah tanda titipan dari nenek moyang yang tidak bisa di
tinggalkan. Simbol kebudayaan upacara Mangokal Holi merupakan adat istiadat atau
tradisi masih mereka junjung tinggi dan mereka lestarikan. Kuatnya tradisi ini dapat
dirasakan hingga sekarang. Bagi masyarakat Batak, upacara ini sangatlah penting,
untuk menghormati arwah para leluhur dan sesuatu yang sangat sakral. Tradisi
membongkar dan memindahkan tulang belulang ke tugu peringatan. Mangongkal holi
diadakan dengan berbagai ritual dan dilakukan apabila orang tua keluarga
menyampaikan pesan terakhirnya kepada anak-anaknya. Salah satu wujud hubungan
kekeluargaan yang ditunjukkan dalam setiap upacara adat Batak Toba adalah
peristiwa pemberian ulos tindakan memberi/menyelimuti ulos yang disertai dengan
umpasa-umpasa (pantun) yang berisikan doa dan dianggap sebagai lambang
pemberian restu, curahan kasih sayang, harapan, dan kebaikan-kebaikan lainnya. 32

32
Lopiana Margaretha dan Dadang Sundawa. Pelestarian Nilai-Nilai Civil Culture dalam Memperkuat Identitas
Budaya Masyarakat.( Bandung: UPI, 2016), 65.

18
Penulis juga menemukan dalam hasil penelitian dampak-dampak dalam penggunaan simbol
Upacara Mangokal Holi HKBP Karang Bangun adalah

1. Dampak Positif
Dampak positif dalam penggunaan simbol itu ialah agar seluruh keluarga yang di
tinggalkan orang yang meninggal tetap dapat mengadalkan kuasa Tuhan. Sebagai
penggembalaan dan mengawasi mereka agar jangan jatuh ke dalam pencobaan dan
melaksanakan yang bertentangan dengan iman kepercayaan orang Kristen karena mereka
sudah memegang teguh agama mereka dengan ditunjukkan adanya tanda salib yang
dipakai di pemakaman.
2. Dampak Negatif
Walaupun sudah ada penggunaan simbol kekristenan masih ada keluarga yang melanggar
proses upacara Mangokal Holi. Masih banyak keluarga yang berdoa meminta pada
leluhurnya dan keluarga masih mempercayai akan hadirnya komunikasi khusus antara
orang yang sudah meninggal. Dalam ajaran gereja sudah melarang akan kepercayaan itu
sendiri. Tetapi, masih saja ada beberapa keluarga yang mempecayai hal tersebut.

19
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan kajian hasil penelitian Penulis menemukan hasil penelitian simbol-simbol yang ada
dalam upacara Mangongkal Holi di Jemaat HKBP Karang Bangun adalah

1. Simbol Kekristenan
a. Salib
Salib merupakan kayu bersilang tempat Yesus di hukum oleh orang Yahudi. Salib
mempunyai makna sebagai wujud penyelamatan Tuhan dan sebagai belarasa Tuhan
dalam kesepian seseorang serta melambangkan sebuah keimanan Kristen. Semenjak
Kristen masuk kepada orang-orang Batak, dalam melaksanakan upacara Mangongkal
Holi harus mengundang pihak gereja, saat menggali kubur juga membersihkan tulang
belulang leluhur dan membuat bagunan kubur dengan adanya kamar-kamar dibuat
seperti rumah dan bertingkat sesuai dengan anggota keluarga dari generasi kegenerasi
serta diberi tanda salib.
b. Tulisan Ayat Alkitab
Tulisan ayat alkitab dalam upacara Mangongkal Holi mempunyai arti bahwa sebagai
menandakan sebuah tulisan terakhir didalam kehidupan seseorang dan telah
mengimani selama hidupnya. Banyak makam-makam leluhur diberi bangunan
ornament bangunan rumah adat Batak juga ada tulisan ayat alkitab. Ini menandakan
bahwa semasa hidupnya telah mempercayakan pada Tuhan.
c. Doa Singkat yang Dipimpin oleh Penatua Gereja
Prosesi upacara Mangongkal Holi yang dilakukan oleh keluarga Batak Kristen harus
diawasi dengan pihak gereja. Sebelum upacara Mangongkal Holi dimulai biasanya
ada pembukaan dengan doa. Pada saat ibadah singkat diisi oleh nasehat-nasehat dan
wejangan pada keluarga agar acaranya lancar dan prosesi mangokal holi tidak
menyalahi peraturan Gereja .

20
5.2 Saran
1. Bagi Gereja HKBP Karang Bangun Majelis Jemaat harus mengadakan penggembalaan
dan mengawasi dalam upacara Mangongkal Holi agar jangan jatuh ke dalam pencobaan
dan melaksanakan yang bertentangan dengan iman kepercayaan orang Kristen.
2. Bagi masyarakat untuk selalu mempunyai tanggungjawab besar untuk melestarikan
upacara adat dan perlunya mengajarkan dan membina kepada para generasi muda
tentang upacara adat tersebut agar generasi muda dapat mengerti dan memaknai bahwa
upacara tersebut sangat penting bagi masyarakat Batak.
3. Bagi Fakultas Teologi untuk memberikan referensi ilmu mengenai mengenai sosial
budaya dalam kekristenan agar bisa memaksimalkan cara pembuatan tugas akhir.

21
Daftar Pustaka
Budiono, S. Simbolisme Dalam Budaya. Yogyakarta : Hanindita 1983.
Cholid, Narbuko dan Abu Achmadi. Metodologi Penelitian. Jakarta : PT Bumi Aksara, 2007.
Geertz, Clifford. Kebudayaan dan Agama. Yogyakarta: Kanisius Press, 1992.
Gultom, St. H. Penggalian Tulang-Belulang Leluhur. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1991.
Haviland, William A. Antropologi Edisi Keempat, Jilid 1. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama,
1985.
Ifazli. Tradisi Kenduri Apam Desa Kemumu Sebrang Kecamatan Labuhanhaji Timur. Banda
Aceh: Fakultas Adab dan Humaniora UIN Ar-Raniry, 2016.
Koentjaraningrat. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka
Utama, 2004.
Liliweri, Alo. Makna Budaya dalam Komunikasi Antar budaya. Yogyakarta: LKIS, 2003.
Malau, Gens G. Budaya Batak. Jakarta: Yayasan Binabudaya Nusantara Taotoba Nusabudaya,
2000.
Mangunwijaya. Wastu Citra. Jakarta: PT. Gramedia, 1992.
Margaretha, Lopiana dan Dadang Sundawa. Pelestarian Nilai-Nilai Civil Culture dalam
Memperkuat Identitas Budaya Masyarakat. Bandung: UPI, 2016.
Raco. Metode Kualitatif. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010.
Ronald. Nilai-nilai Arsitektur Rumah Tradisonal Jawa. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 2005.
Saifuddin, Achmad Fedyani. Antropologi Kontemporer: Suatu Pengantar Kritis Mengenai
Paradigma. Jakarta:Kencana, 2005.
Schekatz, Bnd. H. Yang telah mengamat-amati kejadian ini di pulau Nias. Jakarta: Indonesia
Raya, 1966.
Simanjuntak, Bungaran. Korelasi Kebudayaan dan Pendidikan: Membangun Pendidikan
Berbasis Budaya Lokal. Jakarta: Pustaka Obor, 2014.
Simatupang, Defri. Pengaruh Kristen Dalam Upacara Mangokal Holi Pada Masyarakat Batak.
Medan : Balai Arkeolog Medan, 2006.
Sugiyono. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta, 2012.
Sumardjo. Estetika Paradoks. Bandung: Sunan Ambu Press, 2006.
Tedi, Sutardi. Antropologi: Mengungkap Keragaman Budaya. Bandung: PT Setia Purna Inves,
2007.

22
Tinambunan, W. E. Simbol-Simbol Tradisional Ulos Tujung dan Ulos Saput Proses Pemakaman
Adat Batak Toba. Pekanbaru: Yayasan Sinar Kalesan, 2010.
Wawancara dengan Bpk. David Pardede di Karang Bangun.
Wawancara dengan Bpk. Usman Manurung (Ketua Adat Kampung) di Karang Bangun.
Wawancara dengan Ibu Nursi Lubis di Karang Bangun.
Wawancara dengan Pdt. Pulo Aruan, MTh di Karang Bangun.
Wawancara dengan St. Dayan Sihaloho di Karang Bangun.
Yolanda dan Margaretha Yohanna. Sistem Pakar Penggunaan Jenis Ulos Pada Acara Adat Batak
dengan Metode Forward Chaining Berbasis Web. Medan : Universitas Methodist Indonesia,
2019.

23

Anda mungkin juga menyukai