Anda di halaman 1dari 35

TINJAUAN TEOLOGIS TERHADAP PEMAHAMAN GPM LAHAI ROI

LATERI TENTANG PAPA DAN MAMA SARANI

Oleh
Shendy Novaldy
71 2011 035

Tugas Akhir
Diajukan kepada Progam Studi Teologi, Fakultas Teologi
guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana
Sains Teologi (S.Si Teol)

Fakultas Teologi
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
2015
i
ii
iii
iv
MOTTO

Doakan apa yang kamu kerjakan, kerjakan apa yang kamu doakan. Dalam setiap
pekerjaan dan langkah hidup, gunakan doa sebagai alat utama dalam pekerjaan.
“Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah
dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan
ucapan syukur” (Filipi 4:6)

v
KATA PENGANTAR

Sang pemilik hidup tidak akan berhenti menuliskan kisah kasih dalam hidup anak-Nya.
Penulis tahu bahwa Sang Pemilik hidup turut berkarya dalam setiap pekerjaan dan tanggung
jawabnya. Dalam setiap tantangan yang dihadapi penulis, Sang pemilik hidup tidak pernah
menutup telinga saat penulis berdoa dan tidak pernah melepas tangan pengasihan-Nya, sehingga
penulisan tugas akhir yang berjudul “ Tinjauan Teologis Terhadap Pemahaman GPM Jemaat
Lahai Roi Lateri Tentang Makna Papa Dan Mama Sarani ” ini boleh terselesaikan dengan baik.
Penulis berharap tugas akhir ini dapat menjadi sesuatu yang berharga bagi setiap pembaca.
Tantangan yang penulis hadapi dalam penulisan tugas akhir ini cukup banyak tetapi tidak
membuat penulis putus asa dan patah semangat untuk menyelesaikan tugas akhir ini. Penulis
berharap juga lewat tulisan ini, para pembaca dapat memahami makna dari Papa Mama Sarani
dan tugas tanggung jawab mereka yang sebenarnya.
Kehidupan manusia tidak lepas dari kesalahan, karena kesempurnaan hanya pada Tuhan
sang pemilik kehidupan. Penulis menyadari bahwa penulis juga bukan manusia yang sempurna,
oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun agar tugas
akhir ini menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi kita. Tuhan Yesus memberkati.
Penulisan tugas akhir ini tidak akan berhasil, jika tidak ada mereka yang selalu
memberikan semangat, motivasi, bantuan, serta masukan. Untuk itu, penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Pdt. Dr. Jacob Daan Engel & Pdt. Mariska Lauterboom sebagai pembimbing yang
dengan setia, sabar dan penuh sukacita membimbing penulis, sehingga penulisan
tugas akhir ini boleh selesai.
2. Semua Dosen Fakultas Teologi. Terima kasih untuk ilmu yang telah dibagikan
kepada penulis selama empat tahun ini.
3. Prof. Dr. Pdt John Titaley Rektor UKSW yang selalu mengingatkan untuk segera
menyelesaikan tugas akhir ini, yang bersedia menjadi ayah bagi saya dan teman-
teman angkatan 2011 di kota Salatiga. Biar Tuhan memberkati bapa dan setiap tugas
dan tanggung jawab bapa.
4. Mama dan Papa tercinta, untuk setiap doa dan materi yang telah diberikan selama
studi, semangat yang selalu diberikan saat penulis mulai ada pada titik kejenuhan.

vi
Tanpa doa dan semangat kalian penulis tidak dapat berjuang sekuat ini. Untuk kedua
adik tercinta Lourensy dan Chrisyon terima kasih atas semangat dan doa kalian yang
secara sederhana selalu terdengar ditelinga penulis. Terima kasih untuk cinta dan
kasih kalian biar Tuhan tetap menjaga cinta kasih keluarga kita.
5. Sinode Gereja Protestan Maluku, Klasis Kota, Klasis Ambon Timur, Jemaat GPM
Lahai Roi Lateri, Pdt. Pdt. Ny. M Pulumahuny, Pdt. Nus Uniplaitta, Pdt. Chris
Tamaela, Pdt. Ny C. Hetharia.
6. Kak Chris, Kak Gebby, Kak Venscha, Kak Sylvia, Kak Mona, Kak Ayu, Lely,
Teman-teman kost Wisma Shalom, sahabat terkasih Amelia, Henny dan Selfi, teman-
teman angkatan 2011 yang selalu membantu memotivasi dan menyemangati
terkhusus Nirwa, Debora, Vira dan Clara Tuhan Yesus memberkati kalian.
7. Kepada keluarga besar Sitania-Wattimena untuk setiap bantuan yang diberikan saat
penelitian berlangsung.
8. I. Tubalawony yang dengan setia mendoakan, menyemangati dan membantu saat
penelitian berlangsung, kiranya Tuhan Yesus sang pemilik kasih mengasihi kita
berdua.
9. Jemaat GPIB Silo Lampung, tempat penulis melakukan praktek PPL VI untuk setiap
doa nasihat dan harapan agar penulis dapat menyelesaikan studi tepat waktu.

Salatiga, 8 Desember 2015

Shendy Novaldy
Penulis

vii
DAFTAR ISI
COVER .............................................................................................................................. i
Lembar Pengesahan ........................................................................................................... ii
Lembar Penyataan Tidak Plagiat ....................................................................................... iii
Pernyataan Persetujuan Akses ........................................................................................... iv
Motto .................................................................................................................................. v
Kata Pengantar ................................................................................................................... vi
Daftar Isi ............................................................................................................................ viii
Abstrak ............................................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
BAB II MAKNA PAPA MAMA SARANI dan KAJIAN TEOLOGISNYA
2.1 Definisi Baptisan .............................................................................................. 4
2.2 Definisi Saksi Baptis ........................................................................................ 7
2.3 Makna Saksi Baptis dalam Perspektif Teologis ............................................... 9
2.4 Makna Papa Mama Sarani (Saksi Baptis) dalam Ajaran GPM ....................... 10
2.5 Fungsi Saksi Baptis .......................................................................................... 11
BAB III TINJAUAN TEOLOGIS TERHADAP PEMAHAMAN GPM JEMAAT
LAHAI ROI LATERI TENTANG MAKNA PAPA dan MAMA SARANI
3.1 Sejarah Singkat GPM ....................................................................................... 12
3.1.2 Gambaran Singkat Lokasi Penelitian .............................................. 12
3.2 Pemahaman Warga GPM Jemaat Lahai Roi Lateri Tentang Papa Mama
Sarani .............................................................................................................. 14
3.3 Praktek Papa Mama Sarani (Saksi Baptis) dalam Lingkup GPM Jemaat
Lahai Roi Lateri .............................................................................................. 16
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 22
4.2 Saran ................................................................................................................ 23
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 24

viii
ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meninjau secara teologis pemahaman GPM Jemaat Lahai Roi Lateri
tentang Papa Mama Sarani (Saksi Baptis). Hal ini dikarenakan praktek ini dilaksanakan turun-temurun
tanpa meninjau kembali apakah praktek tersebut sesuai dengan makna teologisnya. Adapun teknik
pengumpulan data dilakukan dengan dan teknik wawancara dengan informan yang telah menjadi Papa
Mama Sarani dan beberapa Pendeta jemaat sebagai pembanding data. Kemudian data diolah dengan
teknik analisa deskriptif. Penelitian ini mengambil lokasi di GPM Jemaat Lahai Roi Lateri, dan studi
dokumen dengan menganalisa rancangan ajaran Gereja Protestan Maluku. Teori yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teori baptisan dan saksi baptis. Menurut Calvin, saksi baptis bertanggung jawab
dalam Pendidikan Iman” tidak sesuai dengan apa yang dilakukan Papa Mama Sarani. Makna
teologis Papa Mama Sarani masih dipahami dengan baik oleh GPM Jemaat Lahai Roi Lateri, tetapi dalam
pelaksanaannya makna teologis ini ada yang sejalan dan ada yang tidak sejalan dengan prakteknya.
Padahal tradisi ini dirasa masih memberikan dampak positif dan masih perlu tetapi kurangnya perhatian
dari sinode sendiri terutama Lembaga Pembinaan Jemaat berkaitan dengan pembimbingan calon saksi
baptis, membuat tradisi ini tidak dipraktekkan dengan baik dan akan kehilangan makna teologisnya
terutama dalam prakteknya.
Kata Kunci: Papa Mama Sarani, Tanggung Jawab, Jemaat, Sinode GPM

ix
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu tugas kewajiban gereja, adalah Pelayanan Sakramen.1 Kata Sakramen
merupakan istilah yang diangkat dari adat istiadat Roma, yaitu Sacramentum2. Hakekat
sakramen adalah tanda dan meterai yang ditetapkan oleh Tuhan Allah untuk menandai
dan memeteraikan janji-janji Allah didalam Injil. Karena pengorbanan Yesus di kayu
salib diyakini sebagai anugerah pengampunan dosa dan hidup kekal.3 Sakramen dibagi
menurut tradisi gereja masing-masing. Gereja Protestan menentukan dua Sakramen yang
salah satunya adalah Sakramen Baptisan Kudus.4 Secara etimologis kata Baptisan berasal
dari bahasa Latin baptismus atau baptisma.5 Baptisan berarti menyatukan manusia
dengan tubuh Kristus yang diimani sebagai Gereja. Baptisan disini mempersatukan umat
yang adalah milik Yesus. Baptisan menjadi tanda perjanjian Tuhan Allah, yang artinya
Tuhan Allah bersedia mengampuni dosa manusia.6 Selain itu, tanda baptispun merupakan
tanda yang dipakai Tuhan untuk menandai perjanjianNya yang baru.7 Sakramen Baptisan
memiliki makna bahwa Allah memanggil Gereja agar dapat mengumumkan kelahiran
dari roh secara kasat mata kepada manusia dan menunjuk pada karya Allah untuk
membarui hidup manusia melalui peran gereja.8
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sakramen merupakan sarana yang dipakai
gereja untuk memeteraikan seseorang sebagai bagian dari persekutuan gereja dan menjadi
bagian dari karya penyelamatan Yesus. Karya penyelamatan Yesus yang adalah tanda
kasih Allah kepada setiap individu yang berdosa dinyatakan lewat Baptisan kudus.
Baptisan Kudus merupakan salah satu tanda untuk mengingat karya penebusan umat
manusia, yang dilaksanakan seluruh gereja termaksud juga Gereja Protestan Maluku
(GPM). Dalam pelaksanaannya GPM memiliki tradisi yang juga masih dipertahankan

1
Bernhard Loshe, Pengantar Sejarah Dogma Kristen (Jakarta:BPK Gunung Mulia,1989), 169.
2
H, Hanwijono, Iman Kristen (Jakarta:BPK Gunung Mulia,1986), 424.
3
Hadiwijono, Iman Kristen, 426.
4
G.C. van Niftrik dan B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini (Jakarta:BPK Gunung Mulia,2008), 437.
5
Ebenhaizer I. Nuban Timo, Aku Memahami Yang Aku Imsarani (Jakarta:BPK Gunung Mulia,2009), 121.
6
H, Hanwijono, Iman Kristen (Jakarta;BPK Gunung Mulia,1986), 439.
7
R, Soedarmo, Ikthtisar Dogmatika (Jakarta;BPK Gunung Mulia,1985), 187.
8
Ebenhaizer I. Nuban Timo, Aku Memahami Yang Aku Imani (Jakarta:BPK Gunung Mulia,2009), 126.

1
gereja-gereja lain di Indonesia yang beraliran Calvinis (GMIT, GMIH, GMIM dan GPM)
yaitu tradisi “Saksi Baptis” atau yang disebut Papa Mama Sarani (sebutan bagi saksi
baptis dalam Gereja Protestan Maluku). Saksi Baptis masih menjadi tradisi yang tetap
dipraktekan sampai saat ini karena dianggap berperan penting.
Secara khusus dalam pelaksanaan sakramen baptisan terdapat peran-peran yang telah
dibagi menurut fungsinya. Di GPM saksi baptis dikenal dengan sebutan Papa dan Mama
Sarani. Papa dan Mama Sarani yang akan menjadi saksi baptis dari calon baptisan adalah
mereka yang beragama Kristen Protestan dan yang telah diteguhkan menjadi anggota sidi
gereja. Mereka terdiri dari satu orang pria dan satu orang wanita (dalam lingkup Gereja
Masehi Injili di Minahasa saksi baptis lebih dari dua orang bahkan bisa mencapai dua
belas orang dan berbeda dengan di GPM). Praktek ini telah dilaksanakan turun-temurun
dan diterapkan pada seluruh jemaat yang adalah bagian dari Gereja Protestan Maluku,
termasuk Jemaat Lahai Roi Lateri. Tradisi Papa Mama Sarani ini dipraktekkan secara
merata disemua jemaat wilayah kerja Sinode GPM namun sampel yang diambil adalah
Jemaat Lahai Roi Lateri. Fenomena Papa Mama Sarani di Jemaat Lahai Roi Lateri cukup
menarik karena dari observasi awal yang dilakukan, mereka yang mempunyai latar
belakang ekonomi yang mapan memiliki anak sarani lebih dari lima orang. Hal ini
membuat praktek Papa Mama Sarani berpusat pada materi.
Calvin mengatakan, mereka yang telah bersedia menjadi saksi-saksi baptis harus juga
bersedia bertanggung jawab atas pendidikan iman anak yang dibaptis.9 Jadi Tradisi Papa
dan Mama Sarani ini bertujuan untuk membantu orang tua dalam tugas pembinaan anak
yang dibaptis agar bertumbuh dalam pendidikan Iman Kristen yang baik. Namun dalam
kenyataannya yang terjadi di lingkup Gereja Protestan Maluku khususnya jemaat Lahai
Roi Lateri, peran Papa dan Mama Sarani bertolak belakang dengan makna dari tugas
Papa Mama Sarani. Papa dan Mama sarani seakan dijadikan sebagai sebuah ungkapan
saja ketika Papa dan Mama sarani mengaku siap untuk membimbing calon baptisan
dalam iman Kristen pada saat prosesi sakramen baptisan yang dilakukan.
Meskipun demikian Papa Mama Sarani merupakan tradisi yang tetap dipertahankan
dan bahkan dibuat khusus pada liturgi Baptisan Kudus yang diterapkan di seluruh lingkup
Gereja Protestan Maluku tanpa terkecuali. Pada liturgi Baptisan Kudus yang dirumuskan

9
C. de Jonge, Apa itu Calvinisme (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), 199.

2
Gereja Protestan Maluku pelayan sakramen memberikan pertanyaan-pertanyaaan khusus
kepada orang tua baptisan dan saksi-saksi baptisan dalam Janji Para orang tua dan saksi.
Padahal dalam peraturan GPM tidak dicantumkan atau diatur secara tegas tentang
peraturan untuk menjadi Papa Mama Sarani (saksi baptis) serta tidak ada peraturan
khusus bahkan tidak ada pembinaan khusus atau penggemblaan khusus kepada calon
Papa dan Mama Sarani. Oleh karena itu, siapa saja anggota gereja yang telah menjadi
anggota sidi gereja berapa pun usianya bisa diminta menjadi saksi baptis dan di beberapa
gereja di GPM usia dari calon saksi baptis tidak terlalu dipermasalahkan.
Berdasarkan hal tersebut penulisan karya ilmiah ini difokuskan pada persoalan makna
peran dan tanggung jawab Papa dan Mama Sarani, dengan judul: TINJAUAN
TEOLOGIS TERHADAP PEMAHAMAN GPM JEMAAT LAHAI ROI LATERI
TENTANG MAKNA PAPA DAN MAMA SARANI.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah yang diangkat
adalah bagaimana pemahaman Gereja Protestan Maluku jemaat Lahai Roi Lateri tentang
makna Papa dan Mama Sarani? Dengan tujuan penelitian untuk mendeskripsikan
pemahaman GPM jemaat Lahai Roi Lateri tentang makna Papa dan Mama Sarani ditinjau
dari Perspektif Teologis. Penelitian ini diharapkan memberi sumbangan pemikiran
tentang makna teologis Papa dan Mama Sarani dalam pemahaman GPM jemaat Lahai
Roi Lateri guna mengetahui peran dan tanggung jawabnya dalam kehidupan berjemaat.
Dalam penelitian ini metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif, dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk
mengungkapkan atau menggambarkan masalah yang terjadi pada suatu konteks tertentu.
Pendekatan kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data
yang mengandung makna. Makna adalah data yang sebenarnya, data yang pasti yang
merupakan suatu nilai di balik data yang tampak. Analisa data yang dilakukan bersifat
induktif berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan di lapangan dan kemudian
dikontruksikan menjadi hipotesis atau teori.10 Dengan demikian, Peneliti melaksanakan
penelitian dengan melakukan observasi langsung ke lokasi peristiwa untuk
mengungkapkan tradisi makna papa dan mama sarani beserta maknanya.

10
Sugiono, Metode Penelitian kuantitatif dan Kualitatif dan R&D, (Bandung: Penerbit Alfabeta, 2011), 8.

3
Teknik pengumpulan data dan sumber data dilakukan dengan cara:
Wawancara
Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide
melalui tanya jawab, sehingga dapat bertukar informasi dan ide melalui tanya
jawab, tujuannya agar dapat dikontruksikan makna dalam suatu topik
penelitian ini. Caranya dengan melakukan wawancara terstruktur.
pengumpulan data kemudian menggunakan beberapa pewawancara sebagai
pengumpulan data. Wawancara dilakukan kepada perwakilan anggota jemaat
Lahai Roi Lateri, Ketua Majelis Jemaat GPM Lahai Roi Lateri, dan tiga
pendeta dari jemaat lain.
Studi Dokumen
Selain wawancara, penelitian ini juga mengunakan dokumen dan buku-buku
sebagai penunjang dalam proses penelitian. Dokumen-dokumen yang
dimaksudkan seperti tata gereja dan literatur yang terkait dengan baptisan.
Sitematika penulisan tugas akhir ini di jelaskan dalam empat bagian antara lain:
bagian pertama yaitu Pendahuluan, penulis memaparkan latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan teknik
pengumpulan data serta sistematika penulisan yang menjadi kerangka umum penulisan
tugas akhir ini. Bagian kedua meliputi defenisi baptisan, definisi saksi-saksi baptis atau
bapak ibu serani, Ajaran Gereja Protestan Maluku. Bagian ketiga yaitu hasil penelitian,
pembahasan dan analisa yang Mendeskripsikan makna Papa dan Mama Sarani dalam
pemahaman Gereja Protestan Maluku. Pada bagian keempat yaitu penutup yang meliputi
kesimpulan berupa temuan-temuan penelitian yang diperoleh dari hasil pembahasan,
analisis dan saran berupa kontribusi dan rekomendasi.
II. Makna Papa Mama Sarani dan Kajian Teologisnya
2.1 Definisi Baptisan
Kata Baptisan berasal dari bahasa Latin baptismus atau baptisma.11 Baptisan berarti
menyatukan orang percaya dengan tubuh Kristus yang adalah gereja. Baptisan disini
mempersatukan umat yang adalah milik Yesus dengan tubuh Yesus sehingga disinilah

11
Ebenhaizer I. Nuban Timo.Aku Memahami Yang Aku Imani,(Jakarta:BPK Gunung Mulia,2009), 121.

4
baptisan menjadi tanda perjanjian Tuhan Allah, bahwa Tuhan Allah bersedia mengampuni
dosa manusia.12
Ebenhaizer I. Nuban Timo menyatakan bahwa Baptisan disebut sakramen karena gereja
dan orang Kristen percaya bahwa oleh anugerah Allah, air dan ritus baptisan berfungsi
sebagai media dimana anugerah Allah yang menyelamatkan bekerja dalam diri manusia,
pada saat baptisan dilayankan secara benar kepada seseorang dalam persekutuan ibadah
jemaat.13 J. Verkuyl menyatakan bahwa Baptisan juga menjadi suatu panggilan dan
tanggung jawab bagi orang percaya. Baptisan bukan hanya sebagai tanda selar, yang
menyelar kita sebagai orang berdosa, orang cemar; baptisan bukan pula hanya sebagai
tanda belas kasihan Allah, akan tetapi sebagai suatu “tanda masuk”, tanda “penabhisan”,
yang menunjukkan bahwa kita telah dimasukkan ke dalam persekutuan umat Tuhan.14 R.
Soedarma menyatakan bahwa Baptisan itu TANDA dan METERAI. Faktor yang
terpenting adalah kepercayaan. Maka orang menerima anugerah Allah atau tidak,
tergantung pada kepercayaannya, bukan pada baptisan. Baptisan itu memang penting,
tetapi bagi orang yang telah percaya. 15
Berdasarkan pemahaman para ahli diatas dapat dikatakan bahwa melalui baptisan, kita
sebagai umat manusia yang berdosa mendapatkan anugerah keselamatan dari Allah dengan
tanda meterai yang mengikat umat manusia dalam persekutuan bersama orang percaya
yang adalah bagian dari tubuh Kristus.
Yohanes Calvin menyatakan bahwa Baptisan adalah tanda bahwa kita diterima
masuk ke dalam persekutuan Gereja, supaya setelah kita ditanamkan di dalam Kristus, kita
terhisab anak-anak Allah. Baptisan itu diberikan kepada kita dengan tujuan yang, seperti
telah saya ajarkan, sama untuk semua sakramen: yaitu pertama untuk membantu iman kita
dalam hubungan dengan Dia, selanjutnya untuk membantu pengakuan iman itu dalam
hubungan dengan manusia. 16
Pemikiran Calvin tentang baptisan, dan tradisi baptisan hingga saat ini masih di
pakai oleh Gereja-gereja Belanda dan juga oleh gereja-gereja beraliran Calvinis di

12
H, Hadiwijono. Iman Kristen , 439.
13
Nuban Timo. AKu Memahami Yang Aku Imani, 122.
14
J. Verkuyl, Aku Percaya (Jakarta; BPK Gunung Mulia, 2001), 226.
15
R, Soedarma, Ikhtisar Dogmatika (Jakarta: BPK Gunung Mulia,2006), 240.
16
Th, Van den End (ed), Institutio Pengajaran Agama Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia,2008), 281.

5
Indonesia. Baptisan menjadi tanda bahwa sebagai orang percaya, kita juga mengambil
bagian dalam kematian dan kebangkitan Kristus dan bahwa Kristus menjadi satu dengan
Bapa. Baptisan adalah tanda dan meterai pengampunan dosa yang diperoleh Kristus pada
kayu salib.17 Pengampunan diberikan Allah kepada manusia sebelum ia lahir, sehingga
18
tidak dapat diikat pada pelayanan baptisan, apalagi tidak pada air baptisan. Ikatan yang
telah diikat dalam diri baptisan menimbulkan konsekuensi ketika pelayanan baptisan akan
dilaksanakan. Pelaksanaan pelayanan baptisan harus dilakukan pada kebaktian jemaat, agar
baptisan dipersatukan dan diikat dengan iman kepada Kristus dan juga diikat dalam
kehidupan beriman bersama jemaat yang percaya. Jadi pada dasarnya, baptisan bukan
hanya tentang pengakuan iman kepada Allah tetapi pengakuan iman untuk hidup bersama
persekutuan umat percaya.
Pemahaman Calvin tentang Baptisan memberikan ciri khas tersendiri dari Calvin,
seperti salah satunya Baptisan Bayi atau Anak-anak yang diperdebatkan oleh beberapa
pihak seperti Kaum Anabaptis dan juga Zwingli. Kaum Anabaptis mempertanyakan
mengenai iman anak-anak. Menurut Kaum Anabaptis, bagaimana hal ini mungkin, jika
memperhatikan bahwa iman datang dari pendengaran, sebagaimana yang dikatakan oleh
Rasul Paulus, dan bayi tidak bisa membedakan baik dan jahat? menurut Kaum Anabaptis
hanya orang dewasa yang mampu mengungkapkan iman mereka dan yang bersedia untuk
mengambil tanggung jawab atas iman mereka, yang boleh dibaptis. 19 Berbeda dengan apa
yang dipertanyakan Kaum Anabaptis, Zwingli yang memahami sakramen sebagai tindakan
simbolis yang menunjuk kepada keselamatan dalam Kristus dan yang dipakai oleh orang-
orang percaya untuk memperingati apa peristiwa kematian Kristus dan untuk menyatakan
iman. Menjadi titik tolak pernyataan dari kalangan Zwingli terhadap baptisan bayi yang
belum bisa menyatakan imannya.20 Zwingli sendiri mempertanyakan baptisan bayi dan
cenderung untuk membaptis anak-anak yang lebih tua, yang telah mendapatkan pengajaran
iman yang baik.
Menurut Zwingli baptisan kepada anak yang lebih tua lebih cocok dibandingkan
kebiasaan untuk membaptis bayi dengan jaminan bapak-bapak dan ibu-ibu serani bahwa

17
C. de Jonge, Apa itu Calvinisme (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), 195.
18
C. de Jonge, Apa itu Calvinisme, 195.
19
F. Wendel, CALVIN Asal Usul dan Perkembangan Pemikiran Religiusnya (Surabaya: Momentum
Christian Literature, 2010), 373.
20
de Jonge, Apa itu Calvinisme, 192.

6
bayi tersebut akan dididik dalam iman.21 Lebih lanjut, berbeda dengan pendapat yang
sangat radikal yang dikemukakan oleh Kaum Anabaptis, Zwingli memahami baptisan
dengan menekankan bahwa baptisan bukan sesuatu antara manusia secara pribadi dan
Allah, melainkan sesuatu yang terjadi dalam lingkungan jemaat. 22 Menurut Zwingli,
baptisan bukan tentang individu saja tetapi tentang persekutuan bersama umat percaya
sehingga dalam baptisan seseorang dinyatakan masuk dalam persekutuan dan orang yang
ada dalam persekutuan bertanggung jawab membimbing anggotanya.
Perdebatan pendapat tentang baptisan bayi atau baptisan anak-anak yang menjadi
diskusi Kaum Anabaptis, mengharuskan Calvin untuk tetap memberikan jawaban-jawaban
untuk menjawab serangan dari Kaum Anabaptis yang tidak menyetujui bahkan menolak
baptisan bayi atau baptisan anak-anak. Karena menurut mereka baptisan bayi atau baptisan
anak-anak ditolak karena alasan bahwa bayi atau anak-anak belum bisa mempertanggung
jawabkan iman mereka. Menurut Calvin, dalam baptisan anak-anak, kita menaati kehendak
Allah, yang menghendaki agar mereka dibiarkan datang kepadanya (Mat. 19:14). 23
Baptisan selayaknya diberikan kepada anak-anak kecil, bahkan wajib diberikan
kepada mereka.24 Dalam baptisan anak-anak, orang tua juga memperkuat imannya, karena
terlihat bahwa Allah masih menunjukkan cinta dan kesetiaan Allah yang diberikan juga
untuk keturunan mereka. Maka dari itu, penting untuk para orang tua mengantar anak-
anaknya sedini mungkin untuk dimasukkan dalam persekutuan gereja, karena dengan
demikian mereka dapat dibina sejak awal.25 Sebab baptisan bukan hanya tentang iman
calon baptisan dengan Allah tetapi juga untuk membantu pengakuan iman itu dalam
hubungan dengan manusia, sehingga baptisan berarti juga membawa anak-anak untuk
diterima dalam persekutuan iman bersama umat Allah.
2.2 Definisi Saksi Baptis
Perdebatan tentang Baptisan Bayi atau Baptisan anak-anak tidak membuat gereja-
gereja beraliran Calvinis kemudian merubah kebiasaan mereka. Gereja-gereja ini tetap

21
de Jonge, Apa itu Calvinisme, 192.
22
de Jonge, Apa itu Calvinisme, 193.
23
Wendel. CALVIN, Asal Usul dan Perkembangan Pemikiran Religiusnya, 370.
24
Th, Van den End (ed), INSTITUTIO Pengajaran Agama Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia:2005),
295.
25
Th, Van den End (ed), INSTITUTIO Pengajaran Agama Kristen,198.

7
mempertahankan baptis bayi atau baptis anak-anak sekaligus mempertahankan tradisi
saksi-saksi baptis atau bapak ibu serani yang sebelumnya dipertanyakan Zwingli apakah
dapat berpengaruh terhadap pendidikan iman anak.26 Calvin menyatakan bahwa semua
bayi atau anak-anak dapat dibaptis asalkan ada saksi-saksi baptis yang bertanggung jawab
atas pendidikan iman.27 Karena itu sangat ditekankan, saksi-saksi baptis atau dalam Gereja
Protestan Maluku disebut Papa Mama Sarani seharusnya anggota sidi gereja Protestan.
Papa dan Mama Sarani (Saksi Baptis) tidak boleh mereka yang bukan beragama Kristen
Protestan dan bukan mereka yang belum menjadi anggota sidi gereja Protestan.
Tata Gereja Belanda 1691tentang Baptisan pada point 57 disebutkan:“Para
Pelayan harus mengusahakan sedapat mungkin supaya seorang anak dibawa ayahnya untuk
dibaptis. Selain itu, bila dalam jemaat tertentu orang percaya jua biasa mengundang wali
atau saksi pada baptisan selain ayahnya sendiri, yang layak diundang ialah orang-orang
yang menganut ajaran yang murni dan yang menempuh hidup yang saleh.”
Tata Gereja Jenewa 1561 tentang hal Sakramen-sakramen pada point 70 disebutkan Jika
orang luar hendak dijadikan saksi baptisan, yang boleh diterima hanya orang percaya yang
termasuk persekutuan kita, sebab yang lain-lain tidak dapat berjanji kepada gereja akan
mengajar anak-anak itu sebagaimana perlu.28 Christian de Jonge, membahas pemikiran
Calvin bahwa semua bayi atau anak-anak dapat dibaptis sebagai anggota perjanjian
anugerah, asal ada saksi-saksi yang bersedia bertanggung jawab atas pendidikan iman. 29
Secara lebih mendalam M Bons-Storm menyatakan bahwa : Saksi-saksi baptis hendaknya
berjanji, bahwa mereka turut bertanggung jawab atas pendidikan anak yang akan dibaptis.
Saksi-saksi baptis dan orang tua diwajibkan untuk berusaha, supaya anak itu mengerti
baptisannya dan mengenal Tuhan. 30
Hal ini karena Peran saksi baptis atau Papa Mama Sarani sangat berpengaruh.
Alasannya, mereka mengemban tugas dan tanggung jawab untuk membimbing anak
saraninya dalam pendidikan iman yang benar. Jangan sampai tanggung jawab yang
diberikan kepada saksi baptis tidak dilakukan sesuai dengan tujuan dari adanya saksi-saksi

26
de Jonge, Apa itu Calvinisme, 192.
27
de Jonge, Apa itu Calvinisme, 199.
28
Van den End, Enam Belas Dokumen Dasar Calvinisme, 352.
29
de Jonge, Apa itu Calvinisme, 199.
30
M. Bons-Storm, Apakah Penggembalaan Itu? (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 109.

8
baptis tersebut, karena hal ini bukan tugas yang mudah tetapi harus diperhatikan dengan
serius.
2.3 Makna Saksi Baptis dalam Perspektif Teologis
Saksi Baptis atau yang biasa disebut juga Wali Baptis sudah ada sejak masa gereja
perdana. Saat awal kemunculan Saulus di tengah-tengah persekutuan persekutuan jemaat di
Yerusalem. Pada saat itu Barnabas menjadi wali atau penjamin yang bersaksi tentang
pertobatan Saulus. Pendapat ini tersirat dalam Kisah Para Rasul 9: 26-27,
Kis 9:26 “Setibanya di Yerusalem Saulus mencoba menggabungkan diri kepada murid-
murid, tetapi semuanya takut kepadanya, karena mereka tidak dapat percaya, bahwa ia juga
seorang murid”, Kis 9:27 “Tetapi Barnabas menerima dia dan membawanya kepada rasul-
rasul dan menceritakan kepada mereka, bagaimana Saulus melihat Tuhan di tengah jalan
dan bahwa Tuhan berbicara dengan dia dan bagaimana keberaniannya mengajar di
Damsyik dalam nama Yesus.”
Secara langsung tidak dicatat bahwa Barnabas bertanggung jawab kepada iman
Saulus, tetapi tersirat bahwa Barnabaslah yang bersaksi didepan rasul-rasul tentang proses
pertemuan Saulus dengan Tuhan. Selain hubungan Barnabas dan Saulus, Timotius dan
Paulus juga mempunyai hubungan baik yang menggambarkan diri Paulus sebagai Ayah
Rohani dari Timotius. Dalam I Timotius 1:2 “kepada Timotius, anakku yang sah di dalam
iman: kasih karunia, rahmat dan damai sejahtera dari Allah Bapa dan Kristus Yesus, Tuhan
kita, menyertai engkau.”
Paulus menyebut Timotius sebagai “anakku yang sah di dalam iman” dalam
bahasa aslinya lebih tepat diterjemahkan “anakku yang sejati” tambahan kata iman
menunjukkan bahwa lewat pemberitaan injil yang dilakukan Paulus, artinya Timotius telah
menjadi Kristen karena pekerjaan Paulus (selain juga dari didikan nenek dan ibunya),
sehingga dapat dikatakan bahwa Timotius adalah anak rohani Paulus.31 Paulus berhasil
mengerjakan tugasnya sebagai pembimbing yang baik dalam membimbing Timotius untuk
siap menjadi pemuda Kristen yang bertumbuh dalam iman yang baik.32 Apa yang

31
R. Budiman, Tafsiran Alkitab Surat-Surat Pastoral I&II Timotius, Titus (Jakarta : BPK Gunung Mulia,
2008), 3.
32
William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari Surat I&II Timotius, Titus & Filemon (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2008), 38.

9
dilakukan oleh Barnabas dan Paulus menyiratkan bahwa ada makna teologis yang
terkandung dalam makna Papa Mama Sarani (Saksi Baptis) dimana mereka selayaknya
berusaha untuk membentuk anak yang telah dibaptis untuk ada dalam pendewasaan iman
yang benar seperti apa yang dialami oleh Timotius. Matius 28 :20a “dan ajarlah mereka
melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu”. Didalam baptisan
terdapat perintah untuk mengajarkan mendidik dan membina orang yang dibaptis sesuai
dengan apa yang dikehendaki Tuhan. Orang yang membawa anak atau orang dewasa untuk
dibaptis harus mengerti bahwa didalam baptisan sendiri ada tugas untuk mendidik dan
membina dan tugas ini perlu dimengerti dalam kaitannya dengan peran dari saksi baptis itu
sendiri.

2.4 Makna Papa Mama Sarani (Saksi Baptis) Dalam Ajaran Gereja Protestan
Maluku
Tradisi Papa Saksi Baptis dalam lingkup GPM dikenal dengan sebutan Papa Mama
Sarani masih dianggap memberikan dampak yang baik. Dalam ajaran GPM Saksi Baptis
dimaknai sebagai orang yang dipilih dari warga gereja yang sealiran dan dipilih atas nama
jemaat untuk bersedia bertanggung jawab atas pembinaan orang yang dibaptis.33 Awalnya
saksi baptis ini diperuntukkan secara khusus karena: a) Bila timbul masalah hukum tentang
benar tidaknya seseorang telah dibaptis, maka saksi dapat memberikan keterangan. Hal ini
berhubungan dengan masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan keagamaan pada
waktu itu. b) Adanya kebutuhan untuk pembinaan orang yang dibaptis.34
Saksi baptisan yang dipilih juga memiliki tanggung jawab yang sama dengan tanggung
jawab orang tua dalam rangka tugas pembinaan anak/orang yang dibaptis. Itulah tugas
35
mereka. Makna saksi baptis dalam ajaran GPM ini secara umum menjelaskan bahwa
peran saksi baptis sama dengan peran orang tua untuk membina pendidikan iman anak
yang dibaptis agar anak yang dibaptis.36 Anak yang telah menerima baptisan dibesarkan
dan berproses dalam persekutuan umat Kristen dan dibina sebaik mungkin untuk berproses
dalam penghayatan iman Kristen, agar pada saat ia dewasa kelak dapat mempertanggung

33
Sinode GPM, Rancangan Ajaran Gereja Protestan Maluku (Ambon : Sinode GPM, 2015), 55.
34
Sinode GPM, Rancangan Ajaran, 55.
35
Sinode GPM, Rancangan Ajaran, 55.
36
Sinode GPM, Rancangan Ajaran , 54.

10
jawabkan imannya. Inilah beberapa alasan mengapa tradisi ini masih dianggap penting dan
tetap dipertahankan dilingkup GPM.

2.5 Fungsi Saksi Baptis


Terdapat peran-peran yang telah dibagi menurut fungsinya dalam baptisan.
Seperti saksi baptis. Saksi baptis ialah mereka yang bersedia menjadi saksi dari anak serani
(anak yang akan dibaptis) dan bersedia memaknai dan menjalankan tugas dan fungsi mereka
untuk bertanggung jawab atas pendidikan iman anak yang akan dibaptis. Berkaitan dengan
hal ini, maka saksi baptis bukan hanya simbol atau tradisi yang terus di jalankan di beberapa
gereja, tetapi juga menekankan pada peran seorang pendidik yang bertanggung jawab
mendidik anak seraninya dalam pendidikan iman Kristen yang baik dan benar. Pendidikan
iman anak serani harus diperhatikan dengan baik sesuai tahap perkembangan
kepercayaannya. Lebih lanjut Fungsi dari saksi baptis adalah Sebagai penanggung jawab
atas pendidikan iman anak seraninya.37 Sebagai pembimbing agar anak serani dapat
mengerti tentang baptisannya dan mengenal Tuhan. 38
Oleh karena itu, para saksi baptis atau dalam lingkup Gereja Protestan Maluku disebut
Papa Mama Sarani, harusnya menyadari makna dan fungsinya dengan baik dan benar.
Jangan hanya tercatat saja sebagai saksi baptis tetapi tidak melakukan tugasnya. Tugas saksi
baptis tidak selesai hanya pada saat sakramen baptisan yang mana terdapat pengakuan
untuk bersedia ketika diberi pertanyaan kesanggupan, tetapi tugas saksi baptis merupakan
tugas yang akan diemban sampai anak tersebut dapat bertanggung jawab atas
kepercayaannya dan tingkah lakunya.

37
de Jonge, Apa itu Calvinisme, 199.
38
M. Bons-Storm, Apakah Penggembalaan Itu ?, 109.

11
III. TINJAUAN TEOLOGIS TERHADAP PEMAHAMAN GPM JEMAAT LAHAI ROI
LATERI TENTANG MAKNA PAPA DAN MAMA SARANI
Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai hasil penelitian yang berkaitan tentang
Pemahaman Sinode Gereja Protestan Maluku yang didalamnya juga dibandingkan dengan
pemahaman jemaat dalam lingkup Gereja Protestan Maluku (empat jemaat yang mewakili)
tentang Makna Papa Mama Sarani yang sekaligus dianalisis berdasarkan teori yang ada pada
bagian kedua. Beberapa point yang akan dipaparkan antara lain: 1) Sejarah Singkat Gereja
Protestan Maluku. 2) Pemahaman GPM jemaat Lahai Roi Lateri tentang Papa Mama Sarani
(Saksi Baptis). 3)Praktek Papa Mama Sarani (Saksi Baptis) dalam lingkup GPM (Gereja
Protestan Maluku) Jemaat Lahai Roi Lateri

3.1 Sejarah Singkat Gereja Protestan Maluku


Gereja Protestan Maluku merupakan salah satu gereja tertua yang ada di Indonesia. GPM
memiliki sejarah yang panjang dan dimulai saat ibadah perdana Gereja Protestan Calvinis
oleh ornag-orang Belanda (Para pegawai VOC di kota Ambon) pada tanggal 27 Februari
1605. Gereja ini terus berkembang baik secara kuantitas maupun kualitas selama masa VOC
kemudian dimasa pemerintah Hindia Belanda yang dilayani oleh Gereja Protestan di
Indonesia (GPI) dan Nederlandse Zendeling Genotschaap (NZG). Sampai dengan tahun
1930, daerah pelayananya telah meliputi hampir seluruh Maluku (Maluku Tengah, Maluku
Tenggara, Maluku Tenggara barat dan Kepulauan Aru) dengan jumlah anggota ±190.000
dan secara kualitatif, gereja ini semakin bersifat missioner. Pada tiga dekade pertama abad
XX, tenaga-tenaganya telah dikirim untuk melayani antara lain: di Papua dan Nusa
Tenggara Timur (Timor Kupang dan Sumba).39
Memasuki parohan pertama abad XX, terjadi dua perkembangan yang mencolok, di
lingkungan GPM terjadi persiapan untuk memandirikan wilayah-wilayah pelayanan
termasuk “Wilayah Pendeta Ketua Ambon” sesuai penerapan sikap netral pemerintah Hindia
Belanda terhadap Gereja. Sedangkan perkembangan lain terjadi di lingkungan masyarakat
Indonesia, dimana tumbuh kesadaran nasionalisme yang intens dan kesadaran ini telah
merembes masuk ke dalam Gereja di Maluku. Sebagai wujudnya, pada tahun 1993 di bentuk
Komite Umum dengan tujuan: pembentukan suatu Gereja Protestan Maluku yang mandiri di

39
Dokumen Sejarah Singkat GPM dari Kantor Sinode GPM, Oktober 2015.

12
bidang konfesi, liturgi, keuangan dan kepemimpinan Gereja (harus ditangan orang-orang
Maluku). Kedua perkembangan ini kemudian bermuara pada pembentukan Gereja Protestan
Maluku pada 6 September 1935. 40
Lebih lanjut terkait dengan konteks penulisan tugas akhir ini dan wilayah pelayanan dan
sejarah GPM yang cukup panjang, peneliti kemudian mengambil lokasi penelitian di GPM
Lahai Roi Lateri, Klasis Ambon Timur.41 GPM Lahai Roi Lateri melayani sejak 29
Desember 1949, jumlah KK sampai saat ini 1053 dengan Ketua Majelis Jemaat Pdt Ny. M.
Pulumahuny dan dua tenaga pendeta layan yang juga melayani sebagai pendeta jemaat Pdt
Ny. Y. Yakobus dan Pdt Ny. E. Suila. GPM jemaat Lahai Roi Lateri ini merupakan satu
jemaat yang sudah sangat berkembang baik dalam perkembangan jumlah anggota jemaat
dan juga perkembangan dalam pelayanan gereja sendiri. Dalam pelayanan GPM jemaat
Lahai Roi Lateri dibagi menjadi sepuluh sektor : Betlehem 1, Betlehen 2, Siloam 1, Siloam
2, Nazaret, Sion, Galilea, Getsemani, Zaitun dan Karmel. Ibadah-ibadah kategorial seperti
Lansia, Pelayanan Laki-laki, Pelayanan Perempuan, Remaja, Tunas, dan Angkatan Muda
dilakukan di setiap sektor bersama majelis pendamping sektor. Ibadah minggu dilaksanakan
dua kali pada pukul 07.00 WIT dan 09.00 WIT.42
3.1.2 Gambaran Singkat Lokasi Penelitian
Kota Ambon adalah wilayah yang sebagian besar terdiri dari daerah berbukit dan
berlereng terjal seluas ±712.479,69 km2, yang terbagi atas 658.295,69 km2 lautan dan
544.185 km2 daratan. Kota Ambon berasa dalam wilayah pulau Ambon, dan secara
astronomis terletak pada posisi: 3º - 8º Lintang Selatan dan 125º 45º - 135º Bujur Timur.
Selain daerah administrative, Provinsi Maluku juga daerah kepulawan yang terdiri dari 632
pulau besar dan kecil. Kota Ambon terbagi atas tiga kecamatan yaitu : Kecamatan Teluk
Ambon Baguala dengan luas 158,79 km2, Kecamatan Sirimau seluas 112,32 km2, dan
Kecamatan Nusaniwe seluas 88,35 km2.43 GPM Jemaat Lahai Roi Lateri terletak di
Kecamatan Teluk Ambon Baguala, Kelurahan Lateri. 44

40
Dokumen Sejarah Singkat GPM dari Kantor Sinode GPM, Oktober 2015.
41
Hasil Wawancara dari Ibu C Wattimena Pegawai Kantor GPM Jemaat Lahai Roi Lateri, Oktober 2015.
42
Hasil Wawancara dari Ibu C Wattimena, Oktober 2015.
43
Emasaga dkk, Atlas Indonesia Tematik (Bandung : PT Indah Jaya Adipratama, 2009), 15.
44
Hasil Wawancara dari Ibu C Wattimena, Oktober 2015.

13
3.2 Pemahaman warga GPM jemaat Lahai Roi Lateri tentang Papa Mama Sarani
(Saksi Baptis)
Papa Mama Sarani adalah orang tua selain orang tua kandung yang berperan juga untuk
membimbing dan mengarahkan anak baptisnya menjadi generasi gereja yang baik dan takut
Tuhan.45 Papa Mama Sarani adalah mereka yang bertanggung jawab untuk membawa anak
ke jalan yang dikehendaki Tuhan, membina dan menggumuli perkembangan dan
pertumbuhan anak hingga ia dewasa.46 Papa Mama Sarani adalah mereka yang bersedia
untuk mendewasakan anak-anak bertumbuh dalam pengenalan yang benar terhadap Yesus
Kristus, membentuk iman dari anak baptis.47 Pendapat lainnya tentang makna Papa Mama
Sarani (Saksi Baptis) adalah papa mama yang mewakili orang tua kandung menjadi saksi
untuk membaptis anak masuk dan bersatu dengan Tuhan.48 Papa Mama Sarani sebagai suatu
ikatan keluarga juga sebagai orang tua untuk mendewasakan mereka tentang kasih serta
ketaatan kepada Allah.49Orang atau individu yang secara langsung (selain orang tua)
bertanggung jawab dalam pengajaran, teladan dan iman tentang Tuhan Yesus.50 Namun, ada
beberapa narasumber yang tidak mengetahui makna dari Papa Mama Sarani (Saksi Baptis),
menurut mereka Papa Mama Sarani (Saksi Baptis) untuk mempererat hubungan keluarga.51
Papa Mama Sarani (Saksi Baptis) adalah Wali Baptis.52 Papa Mama Sarani maknanya adalah
dapat menjalin suatu ikatan persaudaraan lebih erat.53
Tidak berbeda jauh dengan pemahaman dari jemaat, dalam ajaran Gereja Protestan
Maluku, Saksi Baptis dipahami juga sebagai orang yang bertanggung jawab atas pembinaan
orang yang dibaptis. Mereka yang menjadi saksi baptis juga berfungsi sama menjadi saksi
jika diperlukan. Hal menjadi saksi ini sama dengan apa yang dilakukan oleh Barnabas saat
mengenalkan Saulus di depan rasul-rasul di Yerusalem (Kisah Para Rasul 9:26-27). Saksi
baptisan dalam lingkup GPM bertanggung jawab sama dengan orang tua kandung dalam hal
pembinaan anak atau orang yang dibaptis (Matius 28:20) sehingga saksi baptis haruslah

45
Hasil Wawancara dari Ibu E Efruan GPM jemaat Lahai Roi Lateri, pada Oktober 2015.
46
Hasil Wawancara dari Ibu D. de Keyzer GPM jemaat Lahai Roi Lateri, pada Oktober 2015.
47
Hasil Wawancara dari Ibu A. Ch. Tubalawony GPM jemaat Lahai Roi Lateri, pada Oktober 2015.
48
Hasil Wawancara dari Ibu Julia Wawancara GPM jemaat Lahai Roi Lateri, pada Oktober 2015.
49
Hasil Wawancara dari Ibu Rita GPM jemaat Lahai Roi Lateri, pada Oktober 2015.
50
Hasil Wawancara dari Ibu Fensy Wattimena GPM jemaat Lahai Roi Lateri, pada Oktober 2015..
51
Hasil Wawancara Ibu A. Tugara Jemaat GPM Lahair Roi Lateri, Oktober 2015.
52
Hasil Wawancara Bapak Theys M GPM jemaat Lahai Roi Lateri, Oktober 2015
53
Hasil Wawancara Ibu D Lestuny GPM jemaat Lahai Roi Lateri, Oktober 2015.

14
mereka yang diambil dari warga gereja yang beraliran sama. Pemaham Sinode GPM ini sama
dengan pemahaman jemaat karena sama-sama memahami bahwa saksi baptis adalah mereka
yang bertanggung jawab dalam pembinaan anak yang dibaptis bersama dengan orang tua
kandung.
Makna dari Papa Mama Sarani (Saksi Baptis) dalam Kamus Liturgi Sederhana, Saksi
Baptis atau yang disebut Wali Baptis berarti mereka yang berkewajiban menolong orang
yang ia damping (anak/orang yang dibaptis) sebaik mungkin dengan kata dan teladan dalam
perkembangan hidup rohaninya. Kewajiban dan tugas dari saksi baptis atau wali baptis ini
sama dengan tugas dan kewajiban dari orang tua kandung. Saksi baptis mengemban tugas
yang sama dengan orang tua untuk bertanggung jawab atas pendidikan Kristen anak yang
dibaptis.54 Calvin menyatakan bahwa saksi-saksi baptis adalah mereka yang mengaku siap
bertanggung jawab atas pendidikan iman anak sarani/orang yang dibaptis.55 Bukan hanya
sebatas bertanggung jawab atas pendidikan iman anak sarani bahkan dalam Tata Gereja
Belanda 1691 tentang baptisan ada aturan bahwa saksi baptis atau wali baptis haruslah
mereka yang menganut ajaran yang murni dan yang menempuh hidup yang saleh. Saksi
baptis benar-benar harus memahami makna dari peran mereka sebagai saksi baptis jangan
hanya sebatas sebutan saja, M Bons-Storm memberi pendapat bahwa penggembalaan yang
diberikan kepada saksi baptis dan orang tua harus diberikan dengan baik dan benar yang
didalamnya terdapat percakapan tentang tugas tanggung jawab mereka.56 Lebih lanjut
menurutnya, saksi-saksi baptis dan orang tua diwajibkan untuk berusaha, supaya anak itu
mengerti baptisannya dan mengenal Tuhan.57 Saksi baptis adalah mereka yang mengaku
bersedia bertanggung jawab kepada Tuhan dan anak yang dibaptis untuk setia membimbing
anak yang dibaptis dalam pengenalan tentang iman Kristen yang baik dan membantu anak itu
bertumbuh di dalam persekutuan orang percaya agar ia menemukan identitasnya sebagai
pengikut Kristus. Saksi baptis bukan hanya sebagai sebutan untuk diketahui orang atau bukan
hanya untuk menjalin hubungan kekeluargaan tetapi mereka huga bertugas sebagai pendidik
bersama-sama dengan orang tua. Dari data hasil wawancara dengan narasumber, peneliti

54
Ernest Mariyanto, Kamus Liturgi (Yogyakarta: Kanisisus, 2006), 226.
55
de Jonge, Apa itu Calvinisme, 199.
56
Bons-Storm, Apakah Penggembalaan Itu ?, 108.
57
Bons-Storm, Apakah Penggembakaan Itu ?, 109.

15
melihat bahwa ada narasumber yang tidak memahami dengan benar makna dari Papa Mama
Sarani, dan pastinya ketika mereka tidak memahami maknanya maka mereka juga akan sulit
memahami peran mereka.
Salah satu penyebabnya adalah waktu penggembalaan yang sangat singkat hanya sekali
dilakukan (sehari sebelum sakramen baptisan berlangsung dengan jangka waktu 2-2 ½ jam),
dan dalam materi pembinaan tidak ada buku khusus yang berisi materi pembinaan orang tua
dan saksi baptis, sehingga gembala jemaatlah yang harus lebih aktif dan kreatif mencari
bahan untuk pembinaan, gembala jemaat juga harus memperhatikan bahwa setiap usia anak
memiliki tahap kepercayaan yang berbeda sehingga pembinaan juga harus mencakup hal ini.
Permasalahan-permasalahan ini merupakan hal biasa yang sejak dulu dipraktekkan di lingkup
GPM, kurangnya perhatian kepada pembinaan saksi baptis membuat banyak saksi baptis
tidak mengetahui makna sesungguhnya, bahwa dalam tradisi saksi baptis inilah terjadi proses
pendidikan iman yang terus berlangsung.

3.3 Praktek Papa Mama Sarani (Saksi Baptis) dalam lingkup GPM jemaat Lahai Roi
Lateri
Ada jemaat yang memaknai Papa Mama Sarani, jemaat GPM Lahai Roi Lateri dengan
baik dan berakibat juga pada tugas dan perannya mereka. Menurut salah satu narasumber
yang diwawancarai mengatakan bahwa “beliau berusaha menjadi Papa Sarani, dengan cara
selalu mengikuti perkembangan anak sarani setiap saat terutama dalam bidang pendidikan dan
dalam pembinaan berupa nasihat-nasihat. Beliau juga mengatakan bahwa, beliau menjalankan
tugasnya juga dengan mempersiapkan tabungan bagi anak sarani untuk biaya
pendidikannya.”58 Sedangkan narasumber lainnya melakukan praktek mereka dengan
sederhana seperti saat anak sarani mendengar hasil ujian semester dan kenaikan kelas, saya
datang bersama anak sarani saya untuk mendoakannya mengucap syukur atas hasil yang
didapatkan.”59 Ada juga yang mengatakan “Saya menjalankan tugas saya sebagai Mama
Sarani dengan cara mendoakan anak sarani saya dan meinta pertolongan Tuhan agar saya
dapat membina anak sarani saya dengan menjadi teladan yang baik dari tingkah laku saya.”60
Pemaknaan dan praktek yang dilkukan semacam itu telah sesuai dengan pemahaman teologis

58
Hasil wawancara dari Bapak Nus Uniplaita, Oktober 2015
59
Hasil Wawancara dari Ibu Natasya Namarubessy GPM Jemaat Lahai Roi Lateri, Oktober 2015.
60
Hasil Wawancara dari Ibu Octavina Walalayo, GPM Jemaat Lahai Roi Lateri, Oktober 2015.

16
yang dipahami Sinode GPM. Namun ada juga yang kurang memahami makna teologis dari
Papa Mama Sarani dengan baik.
Kurangnya pemahaman makna tentang Papa Mama Sarani atau saksi baptis kemudian
telah mempengaruhi praktek mereka dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.
Beberapa pendeta yang diwawancarai mengungkapkan bahwa ada yang memahami dan
menjalankan tugas dan tanggung jawabnya tetapi ada yang tidak memahami. “Dalam
pelaksanaan tugas saksi baptis, ada beberapa papa mama ani yang sungguh-sungguh
melakukan tugas berdasarkan janji mereka tetapi ada juga yang tidak.”61 “Dalam pelaksanaan
62
ada yang melaksanakan dengan tersistem ada yang belum sesuai harapan.” “Salah satu
pendeta bahkan mengatakan bahwa di GPM banyak yang ingin menjadi saksi baptis, tetapi
lupa tanggung jawab mereka atau bahkan saksi tidak memahami peran mereka”.63
Selain itu, banyaknya anak sarani membuat mereka terkadang tidak fokus dan lupa akan
peran mereka, salah satu pendeta mengakui hal ini “tidak ada batasan untuk seseorang
menjadi saksi baptis, tetapi alangkah baiknya seorang saksi baptis tidak memiliki anak sarani
lebih dari lima orang. “Saya juga dari jemaat ke jemaat dipercayakan menjadi saksi baptis dan
karena banyak terkadang saya lupa nama-nama anak sarani, kalau nama saja lupa pasti dalam
menjalankan peran juga tidak fokus dan tidak bisa berpura-pura kadang saya juga lupa
menjalankan tugas saya”.64 Salah satu faktor kurangnya fokus untuk menjalankan tugas
sebagai saksi baptis juga karena jarak “sebab dalam prakteknya saksi baptis tidak tinggal
serumah dengan anak saraninya sehingga praktek ini sulit dilakukan karena tidak langsung
65
melihat dan melakukan pendampingan” Salah satu pendeta berpendapat berbeda, beliau
mengatakan bahwa “tidak perlu ada batasan, hanya perlu ada kesadaran diri sendiri, jika
mampu melakukan tugas dan tanggung jawab silahkan, jika tidak sanggup bisa menolak”.66
Tidak adanya batasan seseorang memiliki anak sarani membuat banyak orang memberikan
diri untuk menjadi Papa Mama sarani dan kemudian karena terlalu banyak maka tanggung

61
Hasil Wawancara dari Pdt. Ny C Hetharia (KMJ) GPM Getsemani Bere-bere, Oktober 2015.
62
Hasil Wawancara dari Pdt. Nus Uniplaitta (KMJ) GPM Jemaat Eirene Batu Gajah, Oktober 2015.
63
Hasil Wawancara dari Pdt Chris Tamaela (KMJ) GPM Jemaat Tial, Oktober 2015.
64
Hasil Wawancara dari Pdt. Ny C Hetharia, Oktober 2015.
65
Hasil Wawancara dari Pdt. Ny M Pulumahuny (KMJ) GPM Lahai Roi Lateri, Oktober 2015.
66
Hasil Wawancara dari Pdt. Nus Uniplaitta, Oktober 2015.

17
jawab dilupakan. Akan lebih baik jika dari tingkat sinode GPM memperhatikan hal ini dan
memberi batasan jumlah maksimal anak sarani.
Wawancara yang dilakukan di dua jemaat yang ditentukan sebagai responden, ditemukan
berbagai pendapat berkaitan dengan permasalahan jumlah anak sarani yang dimiliki Papa
Mama sarani (saksi baptis). Ada yang memiliki anak serani 10 orang, 8 orang, 6 orang dan
berpendapat bahwa hal ini sah-sah saja “tidak perlu ada batasan yang mengatur itu, intinya
bagaimana papa mama sarani dapat bertanggung jawab”.67 “Tidak harus ada batasan yang
penting bisa bertanggung jawab”.68 Pihak lain yang juga memiliki anak sarani lebih dari 5
orang dan bahkan hanya satu orang, tetapi mereka berpendapat bahwa “perlu ada batasan
untuk jumlah anak sarani, agar kami selaku papa mama sarani bisa lebih berkosentrasi dengan
baik bagi mereka”.69 seorang papa mama sarani yang hanya memiliki 1 anak sarani
berpendapat “menurut saya sebaiknya harus ada batasan, karena terlalu banyak anak serani
maka fungsi kontrol dari papa mama sarani itu tidak ada”.70
Tradisi Papa Mama Sarani atau saksi baptis yang masih dipraktekkan di lingkup Sinode
GPM dianggap masih sangat penting oleh kebanyakan orang jika dilihat kembali pada
maknanya. Tetapi beberapa orang menganggap bahwa akan lebih baik jika orang tua kandung
yang menjadi Papa Mama sarani (saksi baptis) tanpa ada orang lain, atau orang tua dalam
keluarga dekat. Karena pembinaan lebih terfokus dan lebih intens jika orang tuanya sendiri
yang berperan menjadi pendidik dalam rangka proses pendidikan iman anak dalam usaha
memahami dan menghayati imannya kepada Yesus Kristus.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, ditemukan juga bahwa sebagian besar
narasumber yang memaknai peran dari Papa Mama Sarani, dengan jawaban yang sama yaitu
“Mendoakan, menasihati, membimbing, mencukupi secara material, dan memberi contoh
yang baik kepada anak sarani”. “Tetapi ada bahkan yang menjawab bahwa dalam
menjalankan perannya, tidak ada peran yang berarti selaku papa-mama sarani. Karena
narasumber merasa bahwa yang terjadi adalah saksi baptis hanya berfungsi sebagai saksi saat
proses baptisan saja”.71

67
Hasil Wawancara dari Ibu Nona Markus GPM jemaat Lahai Roi Lateri, Oktober 2015.
68
Hasil Wawancara dari Ibu C. Abrahams GPM jemaat Lahai Roi Lateri, Oktober 2015.
69
Hasil Wawancara dari Ibu Luana Wattimena GPM jemaat Lahai Roi Lateri, Oktober 2015.
70
Hasil wawancara dari Ibu F Kaya GPM jemaat Lahai Roi Lateri, Oktober 2015.
71
Hasil Wawancara dari Bapak T.M GPM jemaat Lahai Roi Lateri, Oktober 2015.

18
Lebih daripada itu, dari data yang diberikan narasumber beberapa nara sumber
mengatakan bahwa “Pengalaman saya, Papa Mama sarani ada untuk acara-acara tertentu saja
bukan membimbing anak saraninya, karena saya pun mengalaminya dan anak-anak sekarang
ini juga tidak memahami makna Papa dan Mama Sarani dengan baik. Mereka hanya mencari
saat hari natal/ hari tertentu saja”.72 “Pernyataan bahwa Papa Mama sarani ada untuk
membimbing anak sarani, benar. Tetapi sering juga tidak memberi kepedulian dan perhatian
sama sekali”.73 “Pada kenyataannya, atau fakta yang ada, papa mama sarani hanya ada pada
acara atau berikan hadiah kepada anak saraninya”.74 “ya benar, sesuai dengan konteks hidup
sekarang kebiasaan papa mama sarani itu hanya berfungsi pada saat natal”.75
Dari data yang diberikan narasumber dan dari pengalaman mereka, memang Papa Mama
sarani selalu identik dengan orang yang akan memberikan hadiah pada saat hari natal atau
ulang tahun atau hari-hari tertentu. Delapan narasumber bahkan mengatakan bahwa sekarang
ini orang memilih Papa Mama sarani yang ekonominya menengah keatas, sehingga orang-
orang kaya di jemaat memiliki anak sarani yang banyak sedangkan orang yang ekonominya
menengah kebawah hanya memiliki anak sarani dua atau tiga orang.
Sebagai alasan atau pertimbangan konkrit dari penjelasan di atas adalah agar anak-anak
yang dibaptis juga di satu sisi bisa mendapat jaminan materi yang baik dari Papa Mama
saraninya. Karena, tidak ada salahnya jika Papa Mama sarani memberikan hadiah kepada
anak saraninya, tetapi perlu diperhatikan agar ketika memberikan hadiah pada momen-momen
tertentu ada perbincangan pastoral yang terjadi juga antara Papa Mama sarani dan anak sarani.
Supaya jangan sampai anak sarani hanya memahami bahwa Papa Mama saraninya hanya
sebatas pemberi hadiah saja, namun juga dapat menjadi teladan hidupnya dengan cara terus
membangun komunikasi yang baik lewat berbagai media dalam rangka membimbing dan
mendidik anak sarani untuk memiliki iman yang kuat kepada Tuhan Yesus Kristus.
Berbicara tentang fungsi tersebut maka pada kenyataan yang terjadi di lapangan berbeda
jauh dengan fungsi Papa Mama Sarani (Saksi Baptis) menurut pemahaman sinode GPM. Ada
Papa Mama Sarani yang melakukan tugas dan tanggung jawab mereka sesuai makna

72
Hasil Wawancara dari Bapak R. de Quelju GPM jemaat Lahai Roi Lateri, Oktober 2015.
73
Hasil Wawancara dari Ibu Sartje Sihasale GPM jemaat Lahai Roi Lateri, Oktober 2015.
74
Hasil Wawancara dai Bapak F Ririmase GPM jemaat Lahai Roi Lateri, Oktober 2015.
75
Hasil Wawancara dari Ibu Ivon Manusiwa GPM jemaat Lahai Roi Lateri, Oktober 2015.

19
sesungguhnya tetapi ada Papa Mama Sarani yang tidak menjalankan praktek sesuai dengan
yang diharapkan. Berkaitan dengan hal ini, dari hasil wawancara dan observasi yang
dilakukan dengan beberapa narasumber menyebutkan bahwa salah satu penyebabnya adalah
kurangnya perhatian dari pihak sinode berkaitan dengan syarat-syarat menjadi saksi baptis,
kurangnya pembinaan, dan tidak tersedianya kurikulum khusus untuk pembinaan saksi baptis
terutama membahas prakteknya sebagai saksi baptis sehingga tidak sesuai dengan yang
dimaknai.76 Hal inilah yang dipertanyakan Zwingli tentang peran Ibu Bapak Serani apakah
berpengaruh terhadap perkembangan iman baptisan.77
Selain sebagai pendidik Papa Mama Sarani juga sebagai penanggung jawab atas iman
anak saraninya dan sebagai pembimbing agar anak tersebut mengerti dan memahami tentang
baptisannya dan mengenal Tuhan. Idealnya Papa Mama sarani (saksi baptis) seharusnya
menjalankan fungsi-fungsi mereka sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh para ahli
tersebut.78
Maurice Eminyan bahkan mengatakan bahwa melalui pendidikan hendaklah anak-anak
dibina sehingga nanti bila mereka sudah dewasa mereka mampu bertanggung jawab atas
pengakuan iman mereka, serta dalam memilih status hidup mereka.79Karena pendidikan
berlangsung bukan hanya dalam lingkup keluarga saja tetapi juga dalam lingkup gereja.
Homrighausen dan Enklaar mengatakan “salah satu cara pendidikan agama Kristen dalam
gereja adalah baptisan”80 sehingga dalam pembagian peran dan tugas berkaitan dengan
sakramen baptisan kudus, Papa Mama sarani memegang peran penting bersama orang tua
untuk menjalankan tugas sebagai pendidik dalam perkembangan iman anak agar status
mereka sebagai saksi baptis tidak hanya sebatas sebutan saja tanpa praktek. Mengingat tahap
perkembangan iman yang selalu berbeda-beda. Oleh karenanya gereja kemudian harusnya
dapat membina Papa Mama sarani secara berkelanjutan dalam kaitannya dengan proses
pendidikan iman anak sesuai tahapan kepercayaannya. Sebab James Fowler mengatakan
bahwa iman adalah suatu cara manusia bersandar dan berserah diri serta menemukan atau
memberikan makna terhadap berbagai kondisi atau keadaan hidupnya.81

76
Hasil Wawancara dari Pdt. Ny C Hetharia, Oktober 2015.
77
De Jonge, Apa itu Calvinisme, 192.
78
De Jonge, Apa itu Calvinisme, 192. Lihat juga Bons-Storm, Apakah Penggembalaan itu ?, 109.
79
Eminyan, Teologi Keluarga, 153.
80
G. Homrighausen dan H Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, 123.
81
Supratiknya (ed), Teori Perkembangan Kepercayaan, 22.

20
Dengan demikian Gereja tidak bisa begitu saja lepas tangan terhadap papa dan mama
sarani setelah proses penggembalaan. Melainkan gereja harus terus melakukan pembinaan
berkala agar pendidikan iman dapat berjalan sesuai tahapan yang benar, karena proses
pendidikan tidak bisa dilakukan secara instan. Jangan sampai dari tingkat atas dalam lingkup
GPM melihat hal ini hanya sebagai tradisi yang sudah dipraktekkan terus menerus tanpa
meninjau kembali praktek di lapangan yang tidak sesuai dengan maknanya.
GPM jemaat Lahai Roi Lateri kemudian memahami makna Papa dan Mama Sarani sebagai
pertama mereka yang bertanggung jawab atas pembinaan moral anak sarani, kedua, mereka
yang telah mengaku untuk mendewasakan anak saraninya dalam pengenalan iman Kristen
yang benar, dan bersedia mengemban tugas ini seumur hidupnya dan ketiga Papa Mama
Sarani adalah mereka yang dengan kesungguhan hati memberi teladan kepada anak saraninya
agar anak sarani dapat menemukan teladan hidup sebagai orang Kristen yang benar dalam
hidup Papa Mama Saraninya
Walaupun pemahaman dari makna Papa Mama Sarani ini sudah baik, tetapi dalam
kenyataan yang terjadi dalam lingkup GPM Lahai Roi Lateri, ditemukan kenyataan yang
berbanding terbalik dengan pemahaman mereka; apa yang dipahami tidak dapat dipraktekkan
dalam praktek nyata. Memang benar bahwa tradisi ini masih sangat penting dan menjadi hal
positif dalam rangka membina anak sarani (anak baptis) untuk ada dalam pembinaan iman
yang baik agar anak memahami jati dirinya di dalam persekutuan.
Secara Teologis makna Papa Mama Sarani (Saksi Baptis) diakui masih dengan baik
dipahami oleh setiap orang percaya yang dipilih menjadi saksi baptis. Namun makna teologis
yang ideal itu tidak dipraktekkan dalam tindakan nyata sehingga tradisi ini terkesan seperti
tradisi biasa yang kehilangan makna teologisnya.

21
IV. PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisa, kesimpulan yang didapat :
1. Saksi baptis merupakan tradisi yang masih dipraktekkan karena dirasa masih sangat
penting dalam menjalankan tugas pembinaan iman dari anak sarani (anak baptis).
Menurut Pemahaman Sinode GPM berkaitan dengan Papa Mama Sarani (Saksi baptis),
papa mama sarani adalan mereka yang menjadi anggota jemaat baik perempuan maupun
laki-laki yang berdiri menjadi saksi baptis. Secara teologis mereka ini kemudian
bertanggung jawab dalam pendidikan iman anak sarani (anak baptis). Papa Mama Sarani
berusaha untuk menjadi pendidik yang baik untuk menuntun anak sarani dalam
perkembangan imannya. Tugas dari Papa Mama sarani ini berlangsung seumur hidup dan
tugas mereka sama dengan tugas orang tua sebagai pendidik. Namun Sinode GPM
terkhususnya Lembaga Pembinaan Jemaat saat ini, belum memberi perhatian yang baik
tentang aturan dan kurikulum khusus yang berhubungan dengan saksi baptis. Hal ini
terlihat dari proses penggembalaan yang terlalu singkat dan kurangnya aturan tentang
syarat menjadi saksi baptis dan batasan seseorang memiliki anak sarani (anak baptis).
2. GPM Jemaat Lahai Roi Lateri memaknai Papa Mama Sarani sebagai orang yang bersedia
menjadi pembimbing untuk mendampingi anak sarani, memberi teladan, nasihat dan
mendoakan anak sarani. Oleh karena itu papa mama sarani tidak hanya hadir dan
berperan pada moment-moment tertentu dengan hanya memberikan materi tanpa
membuka perbincangan pastoral dengan anak sarani. Hal ini dikatakan demikian karena
ada jemaat yang paham dengan baik tentang peran mereka sebagai saksi baptis namun
ada yang sekedar mendampingi. Lebih lanjut, tradisi ini masih sangat penting dan
menjadi hal positif dalam rangka membina anak sarani (anak baptis) untuk ada dalam
pembinaan iman yang baik agar anak memahami jati dirinya di dalam persekutuan.
Pembinaan yang lebih intens akan dijalankan dengan baik jika terdapat buku panduan
untuk para saksi baptis sehingga dapat memberi manfaat yang baik dalam ketika mereka
orang percaya berperan sebagai saksi baptis.
Tradisi Saksi Baptis ini memang sudah dipraktekkan sejak lama sehingga hal ini
dijalankan layaknya tradisi yang dilakukan turun-temurun tanpa ada peninjauan lagi pada
praktek yang sudah bergeser dari makna saksi baptis ini. Kurangnya perhatian yang diberikan

22
kepada para saksi baptis dalam hal ini pembinaan membuat para saksi baptis lalai
menjalankan tugas dan tanggung jawab mereka.

4.2 Saran
Bagi Gereja Protestan Maluku agar dapat memberikan perhatian yang baik untuk tradisi
saksi baptis ini agar setiap saksi baptis dapat memahami makna dan melakukan peran mereka
dengan baik. Jika diperlukan GPM juga dapat membuat peraturan yang baik mengenai
syarat-syarat seseorang menjadi saksi baptis, syarat-syarat seseorang memiliki anak baptis,
membuat kurikulum tentang pembinaan saksi baptis dan ada penggembalaan kembali kepada
para saksi baptis setelah baptisan berlangsung.

23
Daftar Pustaka
Abineno J.L.Ch. Baptisan. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982.
Budiman. R. Surat-Surat I & II Timotius dan Titus. Jakarta : BPK Gunung Mulia,
1984.
Budiman. R. Tafsiran Alkitab Surat-Surat Pastoral I&II Timotius, Titus. Jakarta :
BPK Gunung Mulia, 2008.
Barclay William. Pemahaman Alkitab Setiap Hari Surat I&II Timotius, Titus &
Filemon. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008.
Calvin Yohanes. Institutio Pengajaran Agama Kristen. Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2008.
De Jonge Christiaan. Apa itu Calviniesme. Jakarta: BPK Gunung Mulia,2000.
Dulles, Avery. Model-Model Gereja. Flores-NTT: Penerbit Nusa Indah, 1990.
Emasaga dkk. Atlas Indonesia Tematik. Bandung : PT Indah Jaya Adipratama,
2009.
Groome, H. Thomas. Christian Religious Education. Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2010.
Guthrie Donald. Teologi Perjanjian Baru 2. Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2011.
Hanwijono, H. Iman Kristen,Jakarta;BPK Gunung Mulia,1986.
Homrighausen. G dan H Enklaar. Pendidikan Agama Kristen. Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1984.
J.S Hallonen dan Santrock J.W. Psychologi: Context and Apllication. New York:
Mc. Graw Hill College, 1999.
L. Bernhard. Pengantar Sejarah Dogma Kristen. Jakarta: BPK Gunung
Mulia,1989.
Nuban Timo I. E. Aku Memahami Yang Aku Imsarani. Jakarta:BPK Gunung
Mulia, 2009.
Nuhamara Daniel. Pembimbing PAK. Bandung : Jurnal Info Media, 2007.
Palmer Edwin. H. Lima Pokok Calvinisme. Surabaya: Momentum Christian
Literature, 2011.
Rayburn, G. R. Apa Itu Baptisan. Surabaya: Momentum Christian
Literature,1991.
Riemer. G. Cermin Injil. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1995.

24
R, Soedarmo. Ikthtisar Dogmatika. Jakarta: BPK Gunung Mulia,1985.
Ruck Anne. Sejarah Gereja Asia. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008.
Sinode GPM, Tata Gereja GPM (Ketetapan Sinode GPM
Nomor:09/SND/36/2010)
_________, Rancangan Ajaran Gereja Protestan Maluku.Ambon: Sinode GPM,
2015.
Sugiono, Metode Penelitian kuantitatif dan Kualitatif dan R&D. Bandung:
Penerbit Alfabeta, 2011.
Sumiyantinignsih Dien. Mengajar dengan Kreatif dan Menarik. Yogyakarta:
Andi ,2006.
Van den End. Th. Harta Dalam Bejana Sejarah Gereja Ringkas. Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2009.
Van den End. Ch. Enam Belas Dokumen Dasar Calvinieme. Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2001.
Verkuyl J. Aku Percaya. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001.
F.D. Wellem. Kamus Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006.
Wendel F. Calvin Asal Usul dan Pemikiran Religiusnya. Surabaya: Momentum
Christian Literature, 2010.

Jurnal
Gunnlaugsson, Gisli Agust,Guttormsson, Loftur. CEMENTING ALLIANCES?
WITNESSES TO MARRIAGE AND BAPTISM IN EARLY NINETEENTH-
CENTURY ICELAND GISLI AGUST GUNNLAUGSSON LOFTUR
GUTTORMSSON. History of the Family (Elsevier Science). 2000, Vol. 5 Issue 3,
p255. 14p. 3 Charts.

25

Anda mungkin juga menyukai