Anda di halaman 1dari 45

“Studi tentang Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Pemusik dan

Pemandu Lagu dalam Ibadah Minggu di GMIT Jemaat Betlehem Oesapa


Barat dari Perspektif Musik Gerejawi.”

Oleh,
Dyana Martiq Windoe

712012025

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Program Studi Teologi, Fakultas Teologi Guna Memenuhi Sebagian
Dari Prasyarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Teologi
(S.Si-Teol)

Program Studi Teologi

FAKULTAS TEOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

Salatiga

2016
2
3
4
5
Motto :

Engkau memeriksa aku, kalau aku berjalan dan berbaring, segala jalanku
Kaumaklumin

(Mazmur 139:3)

Aku beryukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa
yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya.

(Mazmur 139:14)

Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh


menghina hikmat dan didikan.

(Amsal 1:7)

Percayalah bahwa Tuhan selalu ada untukmu. Kami hanya sebagai perantara
antara kau dan Tuhan. Serahkanlah segalanya, segala keluh-kesahmu, sukacita
mu, pergumulanmu kepada Tuhan. Dan ingatlah apapun yang kau perbuat,
semuanya itu harus didalam nama Tuhan Yesus Kristus.

(Papa Mama dan Ti’i)

6
KATA PENGANTAR

Penulisan ini membutuhkan waktu yang cukup, kesabaran, ketabahan dan ketekunan
dari penulis. Dari penulisan ini, penulis dibentuk dan di-upgrade oleh Tuhan Yesus. Kuasa-
Nya yang begitu luar biasa membantu, membimbing dan membentuk penulis. Terima kasih
Tuhan atas kesehatan, kesabaran, kekuatan, kemampuan dan hikmat yang Engkau berikan
serta tuntunan-Mu sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir ini dengan
melaksanakan penilitian dan berbagai tahap yang telah dilewati. Dalam kesempatan ini,
penulis menyampaikan terima kasih yang tulus untuk semua pihak yang dipakai Allah untuk
membantu dan menopang penulis dalam proses studi, khususya dalam penulisan tugas akhir
ini lewat dukungan doa dan material.

Ucapan terima kasih yang setulusnya penulis sampaikan untuk Papa Marthen Windoe
dan Mama Tige B. Windoe-Kale, keluarga Windoe-Kale dan Segenap Keluarga Besar
Persekutuan Doa Remaja Elim yang telah memberikan dukungan doa, dan berusaha dengan
segala daya dan upaya, memberikan motivasi juga nasehat serta telah membiayai penulis
dalam studi. Ucapan terima kasih yang diiringi dengan rasa hormat penulis sampaikan kepada
Pdt. Dr. Jacob Daan Engel dan Pdt. Dr. Ebenhaizer Nuban Timo, yang dengan bijaksana dan
kesabaran telah membimbing penulis dalam proses penulisan dan penilitan tugas akhir ini
hingga selesai, terima kasih atas waktu, nasihat, arahan, dan sumbangan pikirannya. Ucapan
terima kasih penulis juga sampaikan kepada:

 Pimpinan Fakultas Teologi, staf dosen, pegawai tata usaha, dan segenap civitas
Fakultas Teologi, yang sudah mau membantu penulis baik dalam doa maupun
dalam tindakan. Terimakasih untuk angkatan 2011, 2012, 2013, 2014, 2015 dan
2016.

 Terima kasih untuk GMIT Jemaat Betlehem Oesapa Barat, majelis jemaat dan
jemaat yang sudah membantu dalam penulisan dan penilitian, yang sudah
mengijinkan penulis untuk melakukan penilitian di tempat.

 Ti‟i Dorce Windoe dan kakak-adik yang tersayang Jestman, Jesly, Joko, Harun,
Fita, Jilian, Sandra, Ningsih, Regi yang selalu memotivasi penulis baik dengan
omelan, arahan, motivasi dan doa.

7
 Untuk Mama Cornelia yang Tuhan pakai untuk menyemangati penulis dengan
omelan dan motivasi yang diberikan.

 Terima kasih untuk Resty, Kak Jordan, Kak Anto, Kak Remon, Kak Arlan, Kak
Oko, Kak Momon, Kak Ella, dan spesial terima kasih dengan penuh rasa sayang
untuk Kak Iky. Terima kasih untuk doa, motivasi dan bantuan yang diberikan.

Terima kasih yang tulus diberikan untuk kita semua, kiranya Tuhan Yesus Kristus yang
mempunyai kuasa akan selalu memberkati dalam segala usaha, jerih payah dan juang kita
semua.

Salatiga, 28 September 2016

Dyana Martiq Windoe

8
DAFTAR ISI

1 PENDAHULUAN ................................................................................................ 11
1.1 Latar Belakang Masalah .............................................................................. 11
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 15
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................................... 15
1.4 Manfaat Penlitian .......................................................................................... 15
1.5 Metode Penilitian .......................................................................................... 15
1.6 Teknik Pengumpulan Data .......................................................................... 15
1.7 Sistematika Penulisan ................................................................................... 16
2 TEORI................................................................................................................... 17
2.1 Musik .............................................................................................................. 17
2.2 Musik Gerejawi dan Perkembangannya .................................................... 20
2.2 Pemusik dan Pemandu Lagu ....................................................................... 28
3 DATA LAPANGAN DAN ANALISA ................................................................ 29
3.1 Gambaran Umum Pelayanan GMIT Jemaat Betlehem Oesapa Barat ... 31
3.2 Temuan Hasil Penilitian ............................................................................... 32
4 PENUTUP............................................................................................................. 41
5.1 Kesimpulan .................................................................................................... 42
5.2 Saran .............................................................................................................. 43
Daftar Pustaka ............................................................................................................ 44

9
ABSTRAK

Dyana Martiq Windoe 712012025, 2016/2017. Studi tentang Faktor-faktor Pendukung dan
Penghambat Pemusik dan Pemandu Lagu dalam Ibadah Minggu di GMIT Jemaat Betlehem
Oesapa Barat dari Perspektif Musik Gerejawi.

Penilitian ini bertujuan untuk menemukan faktor-faktor pendukung dan penghambat


pemusik dan pemandu lagu dalam melayani dan bertugas di Ibadah Minggu. Penilitian ini
dimotivasi oleh masalah yang mempengaruhi berjalannya ibadah, yang mana pemusik dan
pemandu lagu belum memahami betul tentang pengertian musik gerejawi serta tugas dan
tanggung jawab mereka sebagai pelayan Tuhan. Penilitian ini menerapkan pendekatan dan
pengembangan dengan menggunakan metode kualitatif. Wawancara mendalam dan observasi
langsung digunakan untuk mengumpulkan data kualitatif. Observasi digunakan untuk
mengamati proses ibadah minggu dengan memfokuskan pada pemusik dan pemandu lagu,
dan wawancara mendalam untuk memahami pemahaman pemusik, pemandu lagu dan majelis
jemaat dan jemaat terkait dengan musik yang dimainkan pada ibadah minggu. Penilitian ini
membuktikan adanya faktor pendukung dan penghambat yang mempengaruhi berjalannya
Ibadah Minggu di GMIT Jemaat Betlehem Oesapa Barat, yang mana faktor pendukung
termotivasi dari jiwa ingin melayani, berpatokan dalam Alkitab yang memuji dan
memuliakan nama Tuhan, jemaat butuh panduan dalam bernyanyi, dan jemaat harus
bernyanyi. Faktor penghambat ialah gereja kurang memperhatikan kebutuhan Komisi Musik
Gerejawi dan Liturgi, tidak ada pelatihan dan pembinaan yang benar-benar memenuhi
kebutuhan pemusik dan pemandu lagu, kurangnya kerja sama jemaat, pemusik, pemandu lagu
dan soundman, dan kurangnya persiapan sebelum pelayanan. Direkomendasikan gereja perlu
memperhatikan kebutuhan komisi, seperti mengadakan pelatihan dan pembinaan serta
menyediakan buku-buku untuk dipelajari, harus adanya kerja sama antar soundman, jemaat,
pemusik dan pemandu lagu, dan yang terakhir pemusik dan pemandu lagu harus lebih giat
berlatih sebelum melayani, belajar dari buku dan melihat tutorial tentang menjadi pemusik
dan pemandu lagu yang baik dan benar dari youtube.

Kata kunci: musik gerejawi, pemusik, pemandu lagu, gereja.

10
1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Ibadah merupakan wadah di mana gereja dapat mengungkapkan ekspresi
penghayatannya secara mendalam sebagai respon terhadap kasih Allah yang diterima.
Menurut Hoon: “Ibadah Kristen adalah penyataan diri Allah sendiri di dalam Yesus Kristus
dan tanggapan manusia terhadap-Nya” atau suatu tindakan ganda: yaitu “tindakan Allah
kepada jiwa manusia dalam Yesus Kristus dan dalam tindakan tanggapan manusia melalui
Yesus Kristus”. Kata kunci dalam pemahaman Hoon tentang ibadah Kristen adalah
“penyataan” dan “tanggapan”.1 Gereja sebagai persekutuan umat percaya yang diutus keluar
(Yun: ekklesia) oleh Tuhan Allah adalah persekutuan yang bernyanyi. Umat bernyanyi di
dalam ibadah. Ini telah dilakukan sejak awal peribadahan Kristen. Di dalam Injil (Mat. 26:30;
Mrk. 14:26) diinformasikan bahwa Yesus dan murid-murid-Nya bernyanyi di dalam
perjamuan malam itu. Perjamuan malam itu adalah perjamuan Paskah. Dalam tradisi Yahudi,
umat menyanyikan Mazmur 113-118 sebagai Mazmur Paskah yang disebut Hallel.2 Tradisi
ini diteruskan hingga kini dalam ibadah-ibadah umat Kristiani.
Aristoteles (384-322), murid Plato mendefinisikan musik adalah “Suatu tiruan tentang
seluk beluk hati dengan mempergunakan melodi dan irama. Ia juga menjelaskan bahwa
pengaruh musik pada manusia yaitu: (a) sebagai suatu hiburan yang menyenangkan, musik
mampu menjadikan manusia melupakan kesusahan hidupnya; (b) Sebagai suatu pembentukan
watak, sifatnya yang harmonis dan ritmis mampu mempengaruhi perilaku manusia; (c) Musik
dapat menjadi alat untuk mencapai kemajuan dan kebahagiaan rohani.”3
Musik yang dikenal dalam tata ibadah gereja sering disebut juga musik gerejawi.
Musik gerejawi adalah segala musik yang terkait dan menjadi bagian dari tata ibadah, apapun
bentuknya, entah berupa nyanyian jemaat, paduan suara, maupun semua jenis musik
instrumen yang digunakan untuk mengiringi suatu kebaktian.4 Musik yang dalam segala
bentuk dan jenisnya ini dipakai dalam peribadahan gereja, seperti dalam ibadah umum pada
hari Minggu, maupun ibadah khusus di hari lainnya, untuk mengiringi nyanyian pujian
maupun menampilkan instrumentalia dalam ibadah tersebut. Kebaktian akan menjadi hidup

1
James F. White, Pengantar Ibadah Kristen (Jakarta: BKG Gunung Mulia, 2011), 7.
2
H.A. Pandopo, Menggubah Nyanyian Jemaat (Jakartta: BPK Gunung Mulia, 1984), Pasal 113 dan
114 dinyanyikan setelah meminum cawan pertama. Pasal 115-118 setelah cawan ke-3. Semuanya terjadi dalam
perjamuan Paska.
3
Ispramuji, Pengantar Musik Gereja. Diktat Mata Kuliah Musik Gereja. (Semarang: 2003), 3.
4
Idem, Diktat Matakuliah Musik Gereja (Salatiga: Fak. Teologi UKSW, 1999), 1.

11
bila diiringi dengan musik yang indah, ia akan menjadi lebih semarak dan penuh jiwa, penuh
perasaan (emosional), penuh kesenian (artistikal), dan keindahan (estetikal). Kebaktian
seperti ini akan mengesankan dan membuat jemaat semakin merasa diberkati oleh Tuhan.5
Menurut penulis, musik merupakan salah satu bentuk ekspresi iman di dalam jemaat
atau bergereja, sehingga musik tidak bisa sembarang dimainkan dalam ibadah. Jemaat dapat
mengekspresikan perasaan mereka kepada Tuhan melalui puji-pujian yang dinyanyikan
dengan iringan musik yang sesuai dengan kebutuhan lagunya. Misalnya, pujian dari Kidung
Jemaat (KJ) 26 “Mampirlah, Dengar Doaku” biasanya terletak dalam pujian sebelum
menaikkan doa kepada Tuhan. Jemaat mengekspresikan perasaan mereka yang mengajak
Tuhan untuk mendengarkan seruan mereka melalui doa. Oleh karena itu, dalam menyanyikan
pujian jemaat membutuhkan pengiring dan pemandu lagu yang sudah terlebih dahulu
mengerti arti musik gereja dan syair-syair pujian serta kemampuan membaca notasinya
dengan baik dan benar.
Faktor pemandu lagu dalam suatu ibadah sangatlah penting untuk diperlukan. Bukan
saja bakat dalam bernyanyi tapi juga waktu atau kesiapan waktu untuk berlatih. Cantorship
adalah kemampuan untuk memimpin nyanyian jemaat dengan lengkap di dalam ibadah. Baik
untuk memimpin kelompok kecil, kelompok besar, muda dan tua, mulai dari kebaktian anak
sampai kebaktian lansia. Tanpa atau dengan Paduan Suara, tanpa atau dengan instrumen,
dengan segala macam gaya dan bentuk. Orang yang memiliki kemampuan ini disebut
Prokantor.6
Seorang prokantor (dan kantoria) harusnya dapat memberikan teladan ketika ia di
depan sebagai pelayan yang memimpin pujian dan ketika ia melatih umat bernyanyi.
Kehadirannya di tengah-tengah jemaat harusnya mendorong mereka agar mampu menyanyi
tanpa harus merasa tertekan karena suara prokantor yang terlalu dominan. Kehadirannya
mendukung jemaat yang tidak atau belum dapat bernyanyi dengan benar, sampai mereka
mampu menyanyikan lagu jemaat dengan baik.7
Cantorship sangat mendukung ibadah, karena seorang prokantor dan tim-nya
(kantoria) dapat melakukan beberapa hal dengan efektif, yaitu: 8 a) Menyanyikan lagu
bersama jemaat dengan cara yang baik dan benar. b) Memperkenalkan lagu-lagu baru kepada
jemaat dan mengajarkannya. c) Memperbaiki cara menyanyikan lagu yang salah, secara
5
Sri Handoko, Pembinaan Musik Gerejawi: Materi Ringkas untuk Pembekalan Pelayan Musik dan
Organis Gereja (Yogyakarta: Yayasan Taman Pustaka Kristen Indonesia, 2014), 2.
6
Komisi Liturgi dan Musik Sinode GKI, Musik Dalam Ibadah (Kelapa Gading Jakarta: Grafika
Kreaslndo, 2012), 97.
7
Komisi Liturgi dan Musik Sinode GKI, Musik Dalam, 98.
8
Komisi Liturgi dan Musik Sinode GKI, Musik Dalam, 98-99.

12
langsung atau tidak langsung (jika ternyata lagu tersebut sudah salah dinyanyikan selama ini).
d)Secara bergantian menyanyikan satu lagu secara utuh dengan jemaat. e) Gereja tidak hanya
membutuhkan seorang prokantor yang profesional (sekolah di bidang khusus Musik/ Seni
Vokal) untuk mengiringi jemaat, tapi juga seorang prokantor yang walaupun belajar secara
autodidak namun mau terus berlatih dan mempersiapkan diri
Selain pemandu lagu, pemusik juga berperan penting dalam mendukung ibadah-
ibadah jemaat. Pemusik dan pemandu lagu merupakan satu tim yang tak bisa dipisahkan.
Pemusik memainkan alat musik dan hanya membantu jemaat lewat melodi-melodi yang
dialunkannya, sedangkan pemandu lagu membantu jemaat dalam cara bagaimana
menyanyikan pujian dengan nada dan not yang sesuai serta mengucapkan syair dengan benar.
Keduanya saling melengkapi satu sama lain dan saling bekerja sama.
Pemusik menggunakan alat-alat musik untuk melayani di dalam ibadah. Pemusik
bertugas mengiringi dan membantu seluruh jemaat (peserta ibadah) dengan baik demi
memuliakan Tuhan. Oleh karena itu, penggunaan alat musik tidak boleh menonjol dan
pemusik perlu menyesuaikan penampilan dan aksi mereka sesuai dengan suasana ibadah
tersebut. Hanya Tuhan yang boleh dipuji dan dimuliakan di dalam rumah-Nya dan di dalam
9
hidup kita, bukan diri kita sendiri. Jelas bahwa faktor pemusik sangatlah penting. Sejalan
dengan itu Eskew dan Mc Elrath berpendapat bahwa pemusik adalah pemimpin yang
sebenarnya ketika mengiringi jemaat dalam menyanyikan lagu puji-pujian.10 Selanjutnya
Sydnor memberikan lima saran kepada para pemusik untuk mengiringi nyanyian jemaat
dengan baik:11 1)Pemusik adalah seorang pemimpin nyanyian (mengerti musik dan lagu dan
cara bernyanyi). 2)Pemusik harus bermain tepat. 3)Pemusik harus pandai memberi irama.
4)Pemusik bermain dengan tempo yang baik. 5)Pemusik mengikuti teks lagu nyanyiannya
Dalam liturgi ibadah Kristen di gereja, nyanyian jemaat merupakan salah satu unsur
yang sangat penting. Seperti yang sudah dibahas, melalui nyanyian dan puji-pujian , umat
secara bersama mengambil bagian dalam persekutuan dan menyembah Allah. Dengan
demikian, nyanyian bersifat menyatukan umat untuk merespon kasih Allah di dalam ibadah
yang diikutinya.
Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) merupakan suatu komunitas yang juga
melaksanakan ibadah-ibadah bagi umat Kristen. Tentunya liturgi ibadah mempunyai unsur
nyanyian jemaat yang diiringi dengan musik dan panduan dari pemandu lagu. Namun, musik

9
M. Th. Mawene, Gereja yang Bernyanyi (Yogyakarta: Penerbit Buku dan Majalah Rohani ANDI, 2004),
69.
10
Reynold J. William, Congregitional Singging (Nashville: Convention Press, 1975), 227
11
Sydnor, Intorducing A New Hymnal, 74-79.

13
gerejawi dalam peribadahan masih menjadi masalah yang krusial khususnya di GMIT. Hal
ini dapat dilihat dari Jemaat Betlehem Oesapa Barat (JBOB), dari hasil pengamatan penulis,
yang mengiringi atau pemusiknya adalah anak remaja yang merupakan pemula sehingga
ketika dia mengiringi kebaktian, pujian dalam liturgi baik itu Kidung Jemaat (KJ), Pelengkap
Kidung Jemaat (PKJ), Nyanyian Kidung Baru (NKB) dan lagu Pop Rohani diiringi dengan
menggunakan style/rythme dan tempo yang tidak sesuai dengan pujian. Padahal seorang
pemusik haruslah mengerti dan memahami terlebih dahulu pujian yang akan diiringinya.
Memahami di sini ialah memahami syair dan maksud dari lagu yang akan diiringi, sehingga
dalam mengiringi, organis dapat membedakan lagu mana yang pantas menggunakan style dan
lagu mana yang pantas menggunakan melodi serta instrumen-instrumen yang ada.
Hal tersebut berarti bahwa pemusik tidak “menjiwai lagu yang diiringi”. Karena
dengan menjiwai lagu, iringan yang dilakukan dapat hayati oleh jemaat. Jika tidak menjiwai
lagu, maka jemaat sendiri tidak merasakan arti dari syair-syair yang dinyanyikan dan tidak
konsentrasi pada saat bernyanyi dan nyanyian itu tidak sampai kepada tujuan kita untuk
bernyanyi (pujian dan penyembahan untuk Tuhan). Hal ini mengganggu jemaat dalam pujian
dan penyembahan. Dengan kata lain, pemusik harus memiliki sense of music, mempunyai
rasa seni dan kepekaan harmoni yang cukup, sehingga dapat merasakan kalau ada
kejanggalan dalam iringan dan irama atau birama atau pilihan akordnya.
Lebih lanjut, bukan hanya pemusik, yang menentukan penghayatan dalam pujian dan
penyembahan, tetapi pemandu lagu juga. Karena, organis dan pemandu pujian merupakan
satu paket dalam iringan pujian dan penyembahan jemaat. JBOB mempunyai pemandu yang
juga memandu pujian dan penyembahan dalam kebaktian. Namun, menurut penulis ada
kekurangan, yaitu pemadu lagu kurang menguasi notasi yang ada, sehingga ada beberapa
lagu yang dinyanyikan salah dan ada improvisasi dalam menyanyikan pujian yang
menggunakan notasi seperti KJ, PKJ, NKB dan masih ada lagi. Dengan kesalahan yang
dilakukan oleh pemandu lagu, hal ini menyebabkan terganggunya konsentrasi dan
pengahayatan jemaat dalam menyanyikan pujian dan penyembahan kepada Tuhan. Dengan
demikian penelitian ini akan berfokus pada pemahaman gereja tentang peran pemusik dan
pemandu lagu dalam peribadahan minggu dan pemahaman pemusik dan pemandu lagu
tentang peranan dalam mengiringi ibadah yang dilakukan di GMIT Jemaat Betlehem Oesapa
Barat. Karena persoalan penghayatan kepada suatu ibadah yang khusus, dan berhikmat sangat
ditentukan juga oleh nyanyian dan pujian di mana setiap ibadah, musik selalu berperan
hampir dalam setiap liturgi ibadah yang ada. Pemusik dan pemandu lagu (songleader)
mempunyai peran yang sentral dalam menciptakan suasana ibadah yang khusus yang berguna

14
membuat umat mendapatkan penghayatan yang mendalam pada peribadahan yang
dilangsungkan. Oleh karenanya dibutuhkan pengetahuan dan kemampuan bermusik yang
baik guna umat dapat menjiwai peribadahan yang dilakukan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam memahami tugas pemusik
dan pemandu lagu di dalam Ibadah Minggu di GMIT Jemaat Betlehem Oesapa
Barat?
1.3 Tujuan Penulisan

1. Mendeskripsikan faktor pendukung dan penghambat dalam memahami tugas


pemusik dan pemandu lagu dalam Ibadah Minggu di GMIT Jemaat Betlehem
Oesapa Barat GMIT.
1.4 Manfaat Penulisan
1. Secara Teoritis penulisan ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumbangan
pemikiran dalam upaya gereja mengembangkan musik gerejawi yang relevan
dalam peribadahan minggu dilihat dari peran pemandu lagu dan pemusiknya
guna melengkapi penelitian-penelitian sebelumnya terkait musik gereja.
2. Secara Praktis penelitian ini diharapkan sebagai sumbangan pemikiran bagi
gereja GMIT JBOB dalam memahami peran penting musik gereja dalam
menciptakan peribadahan minggu yang bermakna bagi Jemaat Betlehem Oesapa
Barat.

1.5 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.
Metode deskriptif adalah suatu metode yang digunakan dalam meneliti status kelompok
manusia, suatu obyek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran atau suatu kelas peristiwa masa
sekarang.yakni penelitian yang diarahkan untuk mendapatkan informasi yang dapat
digunakan untuk memecahkan masalah yang terjadi dalam kehidupan manusia, melakukan
interpretasi dan menganalisis secara mendalam dan memberikan rekomendasi bagi keperluan
masa yang akan datang.12 Pendekatan yang digunakan adalah kualitatif yakni suatu metode
untuk menangkap dan memberikan gambaran terhadap fenomena tertentu dalam kehidupan
13
manusia, mengeksplorasi dan memberikan penjelasan dari fenomena yang diteliti tersebut.
Terkait hal tersebut penelitian ini akan berfokus pada musik gerejawi dengan mengkaji

15
khusus mengenai pemahaman gereja dan peran pemusik dan pemandu lagu di gereja GMIT
jemaat JBOB dalam peribadahan minggu.

1.6 Teknik Pengumpulan data

Penelitian ini akan menggunakan teknik pengumpulan data observasi langsung dan
wawancara mendalam. Observasi digunakan untuk mengamati, proses ibadah minggu di
gereja jemaat JBOB dengan memfokuskan pada pemain musik dan pemandu lagu. Terutama
ketepatan nada, birama dan jenis musik yang digunakan dalam puji-pujian. Wawancara
mendalam dilakukan untuk memahami pemahaman pemusik, Songlider dan majelis jemaat
terkait dengan musik yang dimainkan pada ibadah minggu. Cara penulis mengumpulkan data
adalah melalui dokumentasi, observasi, partisipasi dan wawancara mendalam dengan
informan kunci12 hal ini dipandang menjadi dasar pemikiran yang relevan karena menurut
penulis sangat tepat untuk mendapatkan jawaban-jawaban mendalam dari mereka masing-
masing dengan melakukan hal tersebut.

1.7 Sistematika Penulisan

Pada bagian pertama berisi Pendahuluan meliputi penjelasan latar belakang masalah
secara umum, metode penelitian tujuan penulisan; Bagian pertama berisi latar belakang
masalah peran pemusik dan songlider dalam memimpin umat untuk memuji Tuhan lewat
ibadah minggu, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian
serta sistematika penulisan.
Bagian kedua berisi tentang teori yang berkaitan dengan pembinaan musik gerejawi beserta
perannya masing-masing dalam ibadah.
Pada bagian ketiga berisi tentang penyajian data lapangan berdasarkan hasil
penelitian.
Selanjutnya bagian keempat berisi Analisa terhadap data lapangan sesuai dengan
teori yang digunakan. Pada bagian terakhir dari tulisan ini merupakan kesimpulan secara
keseluruhan dari penelitian ini.

12
John W. Creswell, Research Design Pendekatan Kualitatif Kuantitatif dan Mixed (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2013), 261.

16
2. TEORI

2.1 MUSIK

2.1.1 Definisi Musik dan Unsur-unsurnya

Musik adalah suatu bunyi yang diciptakan manusia menurut ekspresi-ekspresi yang
timbul dalam diri mereka. Dengan kata lain, musik merupakan bentuk ungkapan isi hati
manusia dengan menggunakan berbagai macam bunyi dan dipadukan menjadi suatu hasil
karya yang harmonis dan indah untuk didengarkan dan dibagikan. Musik bisa digolongkan
secara terpisah, yaitu musik vokal yang dibunyikan dengan suara saja dan musik intrumen
yang dibunyikan hanya dengan menggunakan berbagai macam bunyi dari alat-alat musik dan
benda-benda lainnya seperti bunyi gelas pecah, bunyi ombak, bunyi kereta api dan masih
banyak lagi. Musik juga bisa digolongkan secara gabungan antara musik vokal dan musik
instrumen, seperti lagu-lagu yang selalu didengarkan dengan kombinasi dan aransemen yang
harmonis. Ada beberapa unsur yang harus diperhatikan dalam menciptakan suatu musik;
melodi, irama dan harmoni. Ketiga unsur ini harus ada dan harus cocok ketiga dipadukan
sehingga menciptakan musik yang pantas untuk didengarkan. Begitu juga dengan musik
dalam bentuk lagu. Syair dan instrumen musiknya harus cocok sehingga bisa dinikmati oleh
penciptanya, yang menyanyikan dan mereka yang mendengarkan.

Menurut Prier, musik adalah suatu produk dari akal manusia (bersamaan dengan hasil
seni lainnya) musik bukanlah suatu kenyataan obyektif seperti harmoni binatang yang
seakan-akan “mendikte” manusia untuk menciptakan mendengarkan musik menurut skema.13
Menurut orang-orang gereja di Eropa, musik memiliki arti segala sesuatu yang berhubungan
dengan musika sacra yang berarti musik suci, musik religi atau musik gereja.14 Dalam
makalah yang ditulis oleh Ftria (2008: 2) musik adalah sebuah bahasa, sebuah bentuk
komunikasi yang dapat membangkitkan respon emosional dan menggugah pikiran, tetapi
musik tidak dapat memberi pengertian nyata.15

Menurut Sudarto dalam bukunya Cara Bermain Keyboard, musik adalah cetusan isi
hati (ekspresi) manusia yang dinyatakan melalui suara (manusia ataupun benda) yang

13
Edmud Prier–Karl, SJ, Musik Gereja (Yogyakarta: Kanisius, 1999), 123.
14
Suka Hardjana, Estetika Musik (Jakarta: Departeman Pendidikan dan
Kebudayaan, 1983), 7.
15
Yunike Juniarti Fitria, Karakteristik Jaman Barok-Klasik: Makalah untuk
meningkatkan kualitas mata kuliah praktek instrumen violin, 2008, 2.

17
16
mengandung unsur melodi, ritme (irama), dan harmoni. David Ewen dalam buku
Soedarsono menyatakan bahwa musik adalah “Ilmu pengetahuan dan seni tentang kombinasi
ritmik dari nada-nada, baik vokal maupun instrumental, yang meliputi melodi dan harmoni
sebagai ekspresi dari segala sesuatu yang ingin diungkapkan terutama aspek emosional.”17 Sri
Handoko berkata dalam bukunya Pembinaan Musik Gereja, mengatakan bahwa musik
mempunyai macam-macam segi, yaitu pertama dari segi sumbernya suaranya, a) musik
instrumental, yaitu jenis musik yang dihasilkan dari pemakaian alat-alat/instrumen musik.
Alat untuk musik instrumental dapat dibagi menjadi: alat musik pukul: 1) alat musik pukul
melodis, seperti: piano, gamelan, kenong, gong, xilofon; 2) alat musik pukul perkusi, seperti:
snare-drum, cymbal, marakas, bongo, ketipung, dll; alat musik tiup: seruling, flute, horn,
klarinet, saksofon, orgel dan organ, keyboard, pianika/melodika, terompet, dll. Saat ini,
khusus untuk organ (electone) dan keyboard merupakan alat musik elektronik; alat musik
petik: gitar, siter, harpa, ukulele, kecapi, sasando, bas, dll; alat musik gesek: biola, rebab,
cello, dll. b) musik vokal, yaitu jenis musik yang dihasilkan dari sumber suara manusia/vokal
manusia/vokal manusia. Semua nyanyian yang dihasilkan oleh suara manusia disebut musik
vokal. Berdasarkan jumlah penyanyinya maka musik vokal dapat berwujud: solo (seorang
dengan satu suara), duet (dua orang dengan dua suara), trio (tiga suara orang dengan tiga
suara), kwartet (empat orang dengan empat suara), kuintet (lima orang dengan lima jenis/jalur
suara), sekset (enam orang dengan enam suara), vocal grup (beberapa orang penyanyi dengan
pembagian beberapa jenis suara) dan paduan suara (baik paduan suara sejenis pria semua
atau wanita semua, maupun paduan suara campuran (= S. A. T. B.). c) Gabungan musik
instrumental dan musik vokal, yaitu tatkala nyanyian vokal manusia diiringi alat-alat musik.
Penampilannya dapat berwujud: opera, oratorium, aubade, dan orchestra.18

Musik adalah suatu ekspresi yang diwujudkan melalui bunyi yang beraturan. Musik
yang baik memiliki unsur-unsur melodi, ritme dan harmoni. Di samping ketiga unsur pokok
ini, sering dilengkapi dengan dua unsur lainnya, yaitu tempo dan dinamika.19 Dari unsur-
unsur yang telah disebutkan di atas, Pdt. Johny E. Riwu Tadu sendiri mempunyai penjelasan
tentang unsur-unsur musik ini, sebagai berikut;20 1) Melodi adalah rangkaian nada-nada yang
mempunyai panjang-pendek dan tinggi-rendah yang berbeda, yang dirangkai menurut
16
Theofilius Sudarto, Cara Mudah Bermain Keyboard (Yogyakarta: ANDI Offset, 2008), 3.
17
Soedarsono, RM, Dasar-dasar Kritik Seni Rupa, Jakarta: Pemerintah DKI Jakarta, Dinas Museum
dan Sejarah, 1979, 54-55.
18
Handoko, Pembinaan Musik Gerejawi, 3-4.
19
Johny E. Riwu Tadu, Apresiasi Seni dan Musik Gereja (Kupang: CV. Inara, 2008), 46.
20
Riwu Tadu, Apresiasi Seni, 46-48.

18
peraturan irama. Kalau kita menyanyi, maka yang dinyanyikan adalah melodinya. 2) Ritme
atau irama adalah perbedaan bunyi antara bagian yang berat dan bagian yang ringan dan
berulang secara teratur di dalam lagu. 3) Harmoni adalah penambahan nada-nada pengiring
bagi nada-nada melodi yang menimbulkan suara yang selaras. Harmoni selalu berkaitan
dengan keindahan komposisi ke dalam sebuah melodi dan irama. 4) Tempo adalah kecepatan
lagu. Pada umumnya kata-kata lagulah (syair) yang memberikan petunjuk akan kecepatan
lagu. Tempo merupakan sarana pengungkapan (ekspresi) lagu. 5) Dinamika adalah keras-
lembutnya suara dalam sebuah nyanyian. Ini pun dapat dicapai dengan memerhatikan kata-
kata lagu. Dinamika jangan dilakukan kata demi kata, melainkan ide/pikiran yang dinyatakan
oleh kalimat lagu tersebut.

Berbicara tentang musik, pasti tidak akan melenceng dari lagu dan nyanyian. Suatu
bunyi atau serangkaian bunyi baru merupakan musik apabila bunyi tersebut menghasilkan
nada-nada tertentu yang harmonis dan berirama. Dengan kata lain, musik adalah bunyi-
bunyian yang membentuk suatu “lagu”.21 Dari pendapat Mawene, dengan singkat dapat
dikatakan bahwa lagu adalah perpaduan yang harmonis antara nada dan irama. Suatu lagu
yang disusun dan diberi syair tidak hanya mengandalkan alat-alat musik sebagai sumber
bunyi, melainkan juga mengandalkan suara manusia untuk menyanyikannya. Inilah yang
disebut musik vokal, yakni musik yang dihasilkan melalui suara manusia, terutama suara
manusia yang menyanyikan syair nyanyian itu. Apa yang dimaksudkan dengan “nyanyian”?
Menurut Mawene, nyanyian sebenarnya berarti “suara yang berlagu, berirama, dan
mengandung arti atau makna tertentu”. Dengan demikian “nyanyian” berarti suatu perpaduan
yang harmonis antara lagu dan syair dengan arti yang tertentu.22

Musik selalu hadir dalam setiap kehidupan manusia. Baik secara sadar dan tidak
sadar, manusia sudah mengenal musik terlebih dahulu dan bahkan menciptakan musiknya
sendiri. Setiap bunyi dari benda-benda mati, sudah bisa dikatakan dasar dari musik. Misalnya,
bunyi gelas pada saat terjatuh dan pecah, ketika anak-anak sedang bermain di jalan depan
rumah dan memukul tiang listrik menggunakan batangan kayu, atau ketika pada saat kita
berteriak dan masih banyak lagi, itu sudah menciptakan suatu bunyi (suara) tanpa kesadaran
kita. Bunyi itu jika dijadikan satu dengan bunyi dari alat-alat musik atau bunyi dari benda-
benda lain, maka terciptalah suatu musik. Penulis mengambil kesimpulan bahwa dalam
kehidupan manusia tak lepas dari harmonisnya suatu musik.

21
Mawene, Gereja yang Bernyanyi, 3.
22
Mawene, Gereja yang Bernyanyi, 4.

19
2.2 MUSIK GEREJAWI DAN PERKEMBANGNYA

Sebelumnya sudah dibahas tentang pengertian musik secara umum dan sejarah
terciptanya musik dalam kehidupan manusia. Pada bagian ini berisi tentang pengertian musik
gereja dan sejarah perkembangnnya dalam kehidupan bergerejawi.

Menurut Handoko, dengan musik gereja, maka peribadahan tidak hanya berjalan
dalam bentuk oral (kata-kata) dan aktual (perbuatan/ritual tertentu), tetapi juga dalam bentuk
dan suasana musikal. Kebaktian akan menjadi hidup bila diiringi dengan musik yang indah,
ia akan menjadi lebih semarak dan penuh jiwa, penuh perasaan (emosional), penuh kesenian
(artistikal), dan keindahan (estetikal). Kebaktian seperti ini akan mengesankan dan membuat
jemaat semakin merasa diberkati oleh Tuhan.23 Menurut Mawene, musik gereja adalah
bagian dari musik yang dihasilkan manusia secara umum atau universal, musik dari dunia ini
yang dihasilkan oleh orang-orang percaya (Kristen) untuk mengekpresikan iman mereka
kepada Tuhan. Dengan kata lain, musik gereja adalah musik yang digunakan oleh dan di
dalam ibadah gereja untuk memuji dan memuliakan Tuhan.24

Musik gereja mempunyai macam-macam istilah yang dikemukakan oleh Handoko


dalam bukunya Pembinaan Musik Gereja: Materi Ringkas untuk Pembekalan Pelayan Musik
dan Organis Gereja, yaitu a) musik dari isi nyanyiannya, musik/nyanyian kerygma, yaitu
nyanyian pujian yang berisi kesaksian, pemberitaan, atau ungkapan pengakauan iman tentang
Tuhan Allah dengan segala karya dan keagungan sifat-sifat-Nya. Musik ini arahnya vertikal
ke bawah, dari Tuhan kepada umat-Nya, walau yang menyanyikan tetaplah jemaat;
musik/nyanyian liturgis, adalah nyanyian jemaat yang berisi pemujaan, pujian dan
permohonan kepada Tuhan. Musik ini arahnya vertikal ke atas, yaitu dari jemaat kepada
Tuhan. b) Musik dari jenisnya, musik klasik, yaitu jenis musik yang sangat menekankan
ketetapan nada dan irama, tempo dan dinamika. Musik klasik menuntut kecangguhan
penampilan dengan presisi yang sangat tinggi; nyanyian mazmur, yaitu nyanyian yang berisi
ungkapan iman pribadi atau kelompok tentang Tuhan. Nyanyian mazmur isinya tentu
bersumber dari firman Tuhan seperti kitab Mazmur dalam PL; nyanyian Gregorian ciptaan
Romo Gregorius, yaitu nyanyian pujian jemaat yang dinyanyikan secara mengalir begitu saja
tanpa berirama dan irama. Lagu-lagu jenis ini banyak dipakai oleh Gereja Roma Katolik,
dianggap sebagai musik yang sakral dalam gereja; nyanyian koral, yaitu jenis nyanyian

23
Handoko, Pembinaan Musik Gerejawi, 2.
24
Mawene, Gereja yang Bernyanyi, 3-4.

20
pujian jemaat dari Jerman yang berisi koor atau paduan suara jemaat. Marthin Luther banyak
menyukai lagu-lagu koral Jerman; nyanyian hymnal-di Inggris merupakan nyanyian
pemujaan-, yaitu nyanyian jemaat yang berisi pemujaan kepada Tuhan. Tetapi dalam sifatnya
yang sekuler juga dapat berisi pemujaan kepada tanah air dan bangsa; nyanyian negro
spiritual, nyanyian ini muncul dari kehidupan orang-orang negro yang tertekan hidupnya oleh
perbudakan di Amerika. Mereka berteriak dan mengeluh tetapi sekaligus memohon kepada
Tuhan agar Tuhan berkenan menolong mereka; nyanyian Gospel song atau pop rohani,
nyanyian ini banyak dipakai oleh Gereja-gereja Pentakostal, juga Gereja Injili dan Gereja
Karismatik. Biasanya lagunya bersifat popular dan diiringi dengan musik band, dengan alat-
alat musik eletrik, dan dengan ritme lagu populer.25

2.2.1 Munculnya Musik Gereja

Musik gereja mempunyai sejarah yang sangat panjang. Namun secara singkat dapat
diuraikan sebagi berikut. Cikal-bakalnya mulai dari kehidupan peribadahan Israel. Muncullah
lagu-lagu Israel yang nampak dalam mazmur-mazmur. Biasanya melodinya mengambil
tangga nada minor, seperti: “Shallom Alheykhem”, “The God of Abraham Praise” (KJ 72),
tetapi juga tangga nada mayor, seperti mazmur-mazmur pujian lainnya.26

Di kalangan Gereja Roma Katolik muncul lagu-lagu Gregorian yang banyak dikarang
oleh Romo Gregorius. Lagu-lagu Gregorian dinyanyikan tanpa birama dan irama, mengalir
begitu saja dengan aliran ketikan yang bebas, contohnya: lagu “Bapa Kami”. Lalu muncullah
berbagai lagu klasik yang muncul dari negeri Jerman, Australia, Italia, Perancis dan Inggris.
Musik jenis ini muncul juga di Rusia dan Amerika. Tokoh-tokoh musik klasik ini, dari pihak
Gereja Protestan, antara lain: Georg Friedrich Haendel, Johann Sebastian Bach, Ludwig Von
Beethoven, Frans Joseph Hayden, Felix Mendelsohn, dll,; sedang dari Gereja Roma Katolik
muncul nama-nama: Wolfgang Amadeus Mozart, Frank Schubert, Pyotr Ilyitch
Tschaikovksky, Johann Straus, dll. 27

Lalu muncul lagu-lagu mazmur (modern seperti yang pernah kita pakai) yang berasal
dari lagu rakyat Perancis Utara. Reformator Gereja Yohanes Calvin menyukai lagu-lagu
rakyat yang dipakai untuk mazmur ini, dan memakainya untuk ibadah di kalangan Gereja-
gereja Protestan. Di Jerman muncullah lagu-lagu koral yang banyak digemari oleh

25
Handoko, Pembinaan Musik Gerejawi, 4-6.
26
Handoko, Pembinaan Musik Gerejawi, 6-8
27
Handoko, Pembinaan Musik Gerejawi, 6-8

21
Reformator Gereja Marthin Luther, contohnya antara lain: “Di Atas Satu Alas” (Rohani 167),
“Glorious Things are Spoken” (Lagu kebangsaan Jerman), dll. Dari Inggris muncul lagu-
lagu hymnal yang berisi pujian kepada Tuhan dan keagungan-Nya, contoh: “God Save the
King/Queen” (lagu kebangsaan Inggris), “Nearer my God to Thee, Praise Him, Praise Him”
(KJ 293), dll. Pengarang dan penulis syair lagu-lagu humnal yang terkenal, antara lain: John
B. Dykes, Lowell Mason, Fanny J. Crosby, William B Bradburry, John de Heer (dari
Belanda), dll. 28

2.2.2 Musik Gereja Masa GMIT (1947-sekarang)


Dalam tahun-tahun pertama setelah GMIT berdiri, keadaan Gereja belum mengalami
perubahan yang nyata. Selama tahun 1947-1950, Ketua Sinode tetap seorang Belanda (yaitu
Ds. E. Durkstra), dan biaya kehidupan Gereja tetap ditanggung oleh pemerintah. Tetapi pada
tahun 1950 perubahan mulai terasa benar. Tempat Ketua Sinode diduduki seorang Indonesia
(yaitu Pdt. J.L.Ch. Abineno), dan pemerintah mengakhiri pembayaran gaji serta sokongan
lain yang masih tersisa dari masa Gereja Negara. Dengan demikian, GMIT benar-benar
berdiri sendiri. Salah satu hal yang kini menjadi tanggung jawab GMIT sendiri ialah karya
pekabaran Injil kepada penduduk NTT dan NTB yang belum mengenalnya. Hal lain yang
diusahakan Majelis Sinode sebagai pimpinan GMIT ialah mulai mengatur agar Jemaat-jemaat
menyisihkan dana dari Jemaat kepada Sinode agar dapat melaksanakan tanggung jawabnya
secara menyeluruh terhadap GMIT.29

Di samping itu, disusun suatu Tata Gereja yang mengatur penyelenggaraan hidup dan
pelayanan GMIT mulai tahun 1947, 1952, 1958, 1970, 1973, 1987, sampai yang terakhir
tahun 2010. Di bidang pendidikan, usaha mendirikan sekolah-sekolah menengah sambil
melanjutkan pemeliharaan dan peningkatan mutu sekolah-sekolah dasar tetap dilaksanakan.
Usaha lain yang dilakukan adalah di bidang liturgi. Semula liturgi yang digunakan dalam
ibadah-ibadah adalah liturgi dari Komisi Liturgi GPI, namun tidak berjalan dengan baik.
Karena itu, maka disusunlah liturgi-liturgi untuk semua ibadah GMIT yang mengalami
perkembangan dan penyempurnaan sampai tahun 1987.30

Adapun unsur-unsur liturgi Kebaktian Utama/Minggu GMIT yang digunakan sampai


sekarang adalah: (1) Menghadap Tuhan, terdiri dari: Saat Teduh/Doa Pribadi, Nyanyian

28
Handoko, Pembinaan Musik Gerejawi, 6-8
29
van den End dan J. Weitjens, S.J., Ragi Carita 2 – Sejarah Gereja di Indonesia 1860-an-sekarang
(Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2000),113-115.
30
Riwu Tadu, Apresiasi Seni, 22.

22
Pembukaan, Votum dan Salam, Nas Pembimbing, Nyanyian, Pengakuan Dosa, Nyanyian,
Berita Anugerah, Nyanyian/Amin, Puji-pujian Berdiri, Nyanyian. (2) Pelayanan Firman
Allah, terdiri dari epiklese (Yun., doa mohon Roh Kudus), Pembacaan Kitab Suci, Haleluya,
dan Khotbah. (3) Respons atau jawaban, terdiri dari Pengakuan Iman, Nyanyian,
Persembahan, Nyanyian dan Doa Syukur/Syafaat. (4) Pelayanan Sakramen, terdiri dari
Sakramen Baptisan Kudus dan Perjamuan Kudus, yang sifatnya fakultatif. (5) Penutupan,
terdiri dari Nyanyian, Pengutusan, Berkat dan Amin serta umumnya diakhiri dengan
Nyanyian. 31

Nyanyian yang digunakan dalam ibadah-ibadah GMIT adalah Mazmur dan Nyanyian
Rohani, Sekarang Bersyukur I dan II, dan Kidung Jemaat. Khusus untuk Jemaat-jemaat di
Timor Tengah Selatan digunakan pula Sit Knino. Dewasa ini dalam beberapa Jemaat dan
dalam sidang-sidang Gerejani tertentu dipakai pula beberapa nyanyian dari Tahlil dan
nyanyian Dua Sahabat Lama.32

Pada tahun 1978, Majelis Jemaat GMIT berbahasa daerah Timor di SoE atas penugasan
Majelis Sinode GMIT menerbitkan Si Knino yang berisi sejumlah nomor pilihan dari buku
nyanyian Sul Sit Knino Unu Ma Muni terjemahan P. Middelkoop, ditambah dengan sejumlah
nomor pilihan dari buku Nyanyian Rohani dan buku nyanyian Nama Yesus Terus Bersuara
terjemahan Penatua P. Fallo dan Utusan Injil N. Liu, serta nyanyian-nyanyian yang
diperkenalkan pada waktu terjadi kebangunan rohani di Timor Tengah Selatan tahun 1965-
1969. Pada tahun 1988, dicetak ulang buku nyanyian Si Knino oleh Majelis Sinode GMIT
dengan judul Sit Knino.33 Di dalam buku nyanyian Kidung Jemaat,34 yang sekarang banyak
dipakai dalam ibadah-ibadah GMIT, terdapat tiga nyanyian dari NTT yang merupakan
perpindahan saja, yaitu nomor 14 Muliakan Tuhan Allah, syairnya oleh Ayub B.E. Poli, lagu
aslinya Kirita Dei (dari pulau Sabu); nomor 349 Haleluya, Pujilah Tuhanmu, syairnya oleh
Ayub B.E. Poli, lagu aslinya Tebe o Nana (pulau Timor); dan nomor 374 ’Ku Bersandar
Pada-Nya, syair dan lagunya oleh Freds Eduard Lango, dengan lagu aslinya Tamahena Neu
Kanatyaj (pulau Rote). Begitu pula dengan banyak lagu daerah yang kemudian digantikan
syairnya untuk nyanyian liturgi, seperti Bolelebo, Mai Fali e, Leworo Piring Sina e, dll.
Tahap ini kurang menguntungkan sebab walaupun syairnya diganti dengan syair pujian

31
Riwu Tadu, Apresiasi Seni, 22.
32
Frank L. Cooley, Benih Yang Tumbuh XI Memperkenalkan Gereja Masehi Injli di Timor, (Jakarta:
Lembaga dan Studi Dewan Gereja-gereja di Indonesia, 1976), 59-60.
33
Majelis Sinode GMIT, Sit Knino (Kupang: Sinode GMIT, 1988), 2-3.
34
Yamuger, Kidung Jemaat (Jakarta: Yayasan Musik Gereja, 2002), .

23
kepada Tuhan, namun suasana penghayatannya masih sama seperti kalau mendengar lagu
aslinya. Walaupun usaha ini bisa diterima anggota jemaat namun hasilnya sering
mendatangkan kesulitan, sebab anggota jemaat mempunyai asosiasi lain.35

Terhadap nyanyian liturgi, pada Sidang Majelis Sinode tahun 2001 di Bajawa-Flores,
telah memutuskan untuk menyelenggarakan Lokakarya Komposisi Musik Liturgi Inkulturatif
pada tahun 2002 yang menghasilkan 43 nyanyian untuk etnis Alor-Pantar. Pada tahun 2003
sesuai keputusan Sidang Majelis Sinode tahun 2002, diadakan lokakarya untuk etnik Rote-
Ndao-Nagekeo yang menghasilkan 54 nyanyian. Selanjutnya, tahun 2006 dilaksanakan untuk
etnis Timor-Semau yang menghasilkan 47 nyanyian, dan tahun 2007 untuk etnis Sabu,
Sumba dan Sumbawa yang menghasilkan 31 nyanyian.36

2.2.3 Peran Musik Gerejawi dalam Ibadah Minggu

Iman Kristen adalah iman yang bernyanyi. Nyanyian jemaat merupakan pencerminan
vitalitas spiritual jemaat serta merupakan respon jemaat terhadap anugerah yang telah
diberikan Tuhan. Rasul Paulus melalui suratnya kepada jemaat di Kolose (Kol. 3 : 16)
menasehatkan kita sebagai umat Kristen untuk saling mengajar dan menegur seorang akan
yang lain sambil menyanyikan mazmur, kidung pujian dan nyanyian rohani 37. “Menyanyi”,
“memuji”, “nyanyian” (puji-pujian) adalah respons, ucapan syukur jemaat (umat) atas karya
penyelamatan Allah38. Musik yang berlaku dalam ibadah Minggu bahkan dalam ibadah-
ibadah lain disebut musik gereja. Musik gereja mempunyai kedudukan yag penting. Dalam
ibadah minggu, jemaat memanjatkan doa, melakukan ritus tertentu, mendengarkan firman
Tuhan dan bernyanyi memuji Nama Tuhan. musik gereja menjadi bagian elementer dalam
sebuah peribadahan. Boleh dikatakan bahwa tidaklah mungkin ada peribadahan gereja yang
berlansung tanpa musik, entah musik vokal ataupun musik instrumental. Musik gereja
menjadi penyalur ungkapan penyembahan dan ungkapan iman jemaat. Jika dilihat dari
perannya, musik gerejawi dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu nyanyian jemaat dan musik
iringan. Nyanyian jemaat terdiri dari jemaat itu sendiri dengan beberapa pujian yang
dipersembahkan untuk Tuhan pada saat ibadah berlangsung atau dengan kata lain bagian

35
Sukatmi Susantina, Inkulturasi Gamelan Jawa Studi Kasus di Gereja Katolik Yogyakarta (
Yogyakarta: Philosophy Press, 2001), 72.
36
Riwu Tadu, Apresiasi Seni, 23.
37
Agastya Rama Listya, Nyanyian Jemaat dan Perkembangannya (Salatiga: Fakultas Teologi
Universitas Kristen Satya Wacana Press, 1999), 1.
38
Dr. Albinus L. Netti, Ibadah dan Tata Ibadah dalam Permenungan (Salatiga: Satya Wacana
University Press, 2014).

24
dalam liturgi ibadah. Ada pula nyanyian jemaat ini dalam bentuk paduan suara, vokal grup,
duet, dan solo.

Berikutnya, musik gerejawi menurut perannya, yaitu musik iringan. Musik iringan
ialah musik yang bertugas untuk mengiringi, memandu serta membantu nyanyian jemaat
untuk membawakan pujian kepada Tuhan. Musik iringan ini bukan hanya bertugas untuk
jemaat, tetapi musik ini juga sama-sama dengan jemaat memuji memuliakan Nama Tuhan
dengan talentanya. Musik dalam mengiringi nyanyian ibadah sangat penting untuk
membangun suasana ibadah. Namun iringan musik dapat pula merusak suasana ibadah bila
tidak disiapkan baik-baik. Musik iringan ini mempunyai tiga bagian yang sangat penting
dalam musik gerejawi, yaitu pemusik, pemadu lagu, dan pendeta jemaat. Musik iringan
berperan secara langsung dalam memuji dan menyembah Tuhan serta membantu jemaat
untuk memuji dan menyembah Tuhan. Pemain musik perlu memiliki kompetensi memadai
serta kemampuan untuk menyelaraskan permainan instrumennya dengan umat yang sedang
39
bernyanyi. Bukan hanya pemusik saja, melainkan pemandu lagu dan pendeta pun
mempunyai peran yang sama, mengiringi nyanyian ibadah dan sangat penting untuk
membangun suasana ibadah yang menghantarkan jemaat untuk datang menyembah dan
memuji Tuhan. Ketiganya harus bekerja sama, saling mengevaluasi satu sama lain dan saling
memperbaiki.

Ada pun mengenai peranan musik gereja dalam kebaktian, Handoko menyebutkan
empat peran musik gereja dalam bukunya Pembinaan Musik Gereja, dapat diperinci sebagai
berikut;40 a) sebagai bagian dari ibadah, semua musik dalam ibadah adalah bagian dari
ibadah tersebut. Maka pensifatan dan pemakaian musik tersebut haruslah juga sebagai ibadah
kepada Tuhan itu sendiri. Motivasi dan sikap si pemusik juga harus merupakan sikap ibadah
kepada Tuhan; b) sebagai persembahan yang harum kepada Tuhan, persembahan yang
diberikan kepada Tuhan bukan hanya dalam bentung barang, uang saja tetapi juga setiap
harta rohani dan jiwani, termasuk bakat-bakat seni atau talenta musikal kita. Musikal gereja
yang dimainkan adalah juga persembahan yang indah dan harum bagi Tuhan. c) sebagai
pengiring dan pemandu pujian jemaat, musik gereja secara teknis terutama adalah sebagai
pengiring nyanyian pujian jemaat, sebagai pelayan ibadah jemaat. Oleh sebab itu, iringan
musik gereja itu tidak hanya indah tetapi juga harus benar, baik itu menyangkut tempo dan
dinamikanya maupun ritme dan biramanya; d) sebagai pemberi keindahan, musik gereja itu

39
Komisi Liturgi dan Musik Sinode GKI, Musik dalam Ibadah, 45.
40
Handoko, Pembinaan Musik Gereja, 10-12

25
indah, maka penampilan musik gereja itu juga harus indah, yaitu dengan permainan yang
terampil dan tidak asal-asalan, dengan juga pemilihan akord yang baik dan harmonis. Dengan
iringan musik gereja yang baik dan indah itu jemaat akan dapat didukung untuk ikut
menyanyikan pujiannya dengan baik dan indah juga.

Peribadahan jemaat tentunya tak lepas dari alat bantu pengeras, seperti sound system
dan speaker. Pemusik dan pemandu lagu membantu jemaat dengan alunan musik dan
suaranya namun dengan bangunan gereja yang besar dan jemaat yang banyak tentu tidak bisa
terlaksana jika instrument musik dan suara tidak terdengar jelas dan memuaskan. Oleh karena
itu, pemusik dan pemandu lagu harus dibantu dengan adanya alat pengeras dan orang yang
mengontrol alat pengeras itu (soundman). Ketiganya harus bekerja sama dalam melaksanakan
tugas, soundman mengontrol sound system dengan menyesuaikan besar kecilnya suara dari
alunan musik dan pemandu lagu, agar tidak membuat jemaat tidak nyaman dengan suara
yang besar berlebihan dan suara bising dari speaker.

Soundman adalah orang yang terlibat langsung dalam pengoperasian. Orang-orang


yang menangani langsung peralatan sound system ini, perlu memiliki karakter yang baik,
khususnya sikap sebagai seorang pelayan (servant) atau hamba untuk pelayanan firman, agar
pendengar bisa mendengar dengan baik. Sikap seorang hamba ialah ia mengesampingkan
harga diri dan keakuannya, rela menyangkal dirinya, merendahkan dirinya, tetap berusaha
melayani dengan baik. Ciri seorang pelayan ialah: (a) ia bisa diajar dan mau belajar
(teachable). Mau diberitahu, mau ditegur, mau mendengar; (b) ia rendah hati. Tidak merasa
diri hebat, tidak arogan, berusaha membantu; (c) ia berintergritas. Peduli, bertanggung jawab,
berdedikasi, datang pagi-pagi (lebih awal), menjaga dengan baik.41

2.2.4 Musik dalam Alkitab

Nyanyian adalah bagian yang amat penting bukan saja dalam ibadah, melainkan juga
dalam seluruh kehidupan iman orang Kristen. Menyanyi bagi orang Kristen adalah ungkapan
iman. Tidak heran Paulus dalam Surat kepada Jemaat di Efesus pasal 5 ayat 19 sampai
dengan 21 menulis, “Bernyanyi dan bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati!” tidak
heran kalau pemazmur berulang-ulang mengatakan, “Bersorak-soraklah bagi TUHAN, hai
seluruh bumi, bergembiralah, bersorak-sorailah dan bermazmurlah” (98:4). Tidak heran kalau
sejumlah besar bala tentara sorga turun dan bernyanyi menyambut kelahiran Yesus:

41
Komisi Liturgi dan Musik Sinode GKI, Musik Dalam Ibadah, 165

26
“Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara
manusia yang berkenan kepada-Nya” (Luk. 2:14). Tidak heran kalau dalam Kitab Wahyu
dikatakan bahwa di sorga, dengan tidak hentin-hentinya, siang dan malam, semua makhluk
mempersembahkan puji-pujian dan hormat dan ucapan syukur kepada Dia yang duduk di atas
takhta itu dan yang hidup selama-lamanya (Wahyu 4:8-9).

Ada banyak nyanyian yang dikenal di dalam Alkitab, baik nyanyian yang berlatar
belakang nyanyian yang terdapat dalam kebudayaan masyarakat di sekitar Israel dan gereja
mula-mula, maupun nyanyian yang merupakan kreasi baru sesuai dengan kepercayaan dan
iman umat Allah di dalam Alkitab. Para penulis Alkitab lebih banyak menaruh perhatian
kepada syair dari nyanyian tersebut. Alasannya ialah karena syair tersebut merekam dan
mengungkapkan pengalaman dan pergumulan iman penggubahnya, dan sekaligus berguna
bagi ekspresi iman seluruh umat bersama-sama. Para penulis Alkitab mengutip dan
menggunakan syair tersebut dengan dua maksud yakni: a) untuk memperkuat kesaksiannya
tentang kasih setai dan perbuatan-perbuatan besar yang dari Allah; b) untuk memperkuat
ucapan syukur umat Allah karena perbuatan-perbuatan Allah itu.42 Berikut adalah contoh
nyanyian-nyanyian di dalam Alkitab, baik Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru;43

1. Perjanjian Lama: 150 syair nyanyian dalam kitab Mazmur, nyanyian Laut Merah
(Kel.15:1-18:21), nyanyian Musa (Ul. 32:1-43), nyanyian Debora (Hak. 5:2-31),
nyanyian pujian Hana (1 Sam. 2:1-10), nyanyian tentang Kebun Anggur Tuhan
(Yes. 5:1-11), nyanyian celaka yang mengandung penghukuman bagi orang fasik
(Hab. 2:6-20), nyanyian-nyanyian yang terhimpun dalam kitab Kidung Agung, dan
lainnya.

2. Perjanjian Baru: nyanyian pujian Maria (Luk. 1:46-55), nyanyian


pujian Zakharia (Luk. 1:68-79), nyanyian malaikat (Luk. 2:14), nyanyian Simeon
(Luk. 2:29-31), nyanyian Kristus (Flp. 2:5-11; I Tim. 3:16), nyanyian Penjaga
Takhta (Why. 4:8), nyanyian ke-24 tua-tua (Why. 4:11), nyanyian surgawi (Why.
11:15,17-18), nyanyian kemenangan (Why. 12:10-12), nyanyian Musa dan
nyanyian Anak Domba (Why. 15:3-4)q, nyanyian tentang kjatuhan Babel (Why.
9:1-3), dan nyanyian perkawinan Anak Domba (Why. 19:6-10).

3.

42
Mawene, Gereja yang Bernyanyi, 29.
43
Mawene, Gereja yang Bernyanyi, 30.

27
2.4 Pemusik dan Pemandu Lagu (Prokantor)

“Church musicians, keepers of the song of the church, have long


understood the power of music to carry praise and prayer of the faithful
and connect faith to everyday living.”44

Cantorship adalah kemampuan untuk memimpin nyanyian jemaat dengan lengkap di


dalam ibadah. Baik untuk memimpin kelompok kecil, kelompok besar, muda dan tua, mulai
dari kebaktian anak sampai kebaktian lansia. Tanpa atau dengan Paduan Suara, tanpa atau
dengan instrumen, dengan segala macam gaya dan bentuk. Orang yang memiliki kemampuan
ini disebut Prokantor.45
Seorang prokantor (dan kantoria) harusnya dapat memberikan teladan ketika ia di depan
sebagai pelayan yang memimpin pujian dan ketika ia melatih umat bernyanyi. Kehadirannya
di tengah-tengah jemaat harusnya mendorong mereka agar mampu menyanyi tanpa harus
merasa tertekan karena suara prokantor yang terlalu dominan. Kehadirannya mendukung
jemaat yang tidak atau belum dapat bernyanyi dengan benar, sampai mereka mampu
menyanyikan lagu jemaat dengan baik.46
Cantorship sangat mendukung ibadah, karena seorang prokantor dan tim-nya
(kantoria) dapat melakukan beberapa hal dengan efektif, yaitu:47 a) Menyanyikan lagu
bersama jemaat dengan cara yang baik dan benar. b) Memperkenalkan lagu-lagu baru kepada
jemaat dan mengajarkannya. c) Memperbaiki cara menyanyikan lagu yang salah, secara
langsung atau tidak langsung (jika ternyata lagu tersebut sudah salah dinyanyikan selama ini).
d)Secara bergantian menyanyikan satu lagu secara utuh dengan jemaat. e) Gereja tidak hanya
membutuhkan seorang prokantor yang profesional (sekolah di bidang khusus Musik/ Seni
Vokal) untuk mengiringi jemaat, tapi juga seorang prokantor yang walaupun belajar secara
autodidak namun mau terus berlatih dan mempersiapkan diri.
Pemandu Nyanyian Jemaat (PNJ) (atau yang biasa disebutkan penulis dengan
pemandu lagu atau prokantor), termasuk Song Leader adalah orang yang termasuk petugas
liturgi, dengan tugas khusus untuk memimpin atau memandu nyanyian jemaat agar nyanyian
itu dapat dinyanyikan dengan baik, benar dan penuh penghayatan. PNJ dapat disebut juga
Dirigen Jemaat. Sedangkan Singers adalah penyanyi yang jumlahnya lebih dari satu orang,
44
Charlotte Kroeker, “The Church Choral Director: Leader of The Sacred, The Good, The Beautiful,”
Choral Journal 56, no. 11: 11, diakses June 4, 2016, ckroeker@churchmucicinstitute.org .
45
Komisi Liturgi dan Musik Sinode GKI, Musik Dalam Ibadah, 97.
46
Komisi Liturgi dan Musik Sinode GKI, Musik Dalam Ibadah, 98.
47
Komisi Liturgi dan Musik Sinode GKI, Musik Dalam Ibadah, 98-99.

28
dengan tugas untuk membantu PNJ dalam menyanyikan nyanyian jemaat agar suaranya
terdengar lebih besar dan keras sehingga dapat terdengar dan memudahkan jemaat
mengikutinya. 48

Tugas PNJ adalah49 a) memimpin/memandu nyanyian jemaat agar dapat


dinyanyikan dengan baik dan benar. b) Berusaha untuk menghubungkan isi nyanyian dengan
kebaktian/ibadahnya. c) Melatih nyanyian bagi jemaat, misalnya sebelum kebaktian/ibadah.
Karena itu maka seorang PNJ harus: a) mempunyai kewibawaan sehingga dapat memimpin
jemaat. b) mempelajari isi nyanyian dan tema ibadah, kemudian merumuskan komentar-
komentar singkat. c) mempersiapkan lagu-lagu sampai sungguh dikenal dan dikuasai
sehingga dapat percaya diri. d) melatih diri agar suaranya menjadi baik dan enak didengar. e)
tempatnya harus di depan jemaat, gerak-gerik tangannya harus terlihat jelas oleh seluruh
jemaat dan mudah berkomunikasi dengan pemusik. f) mengetahui acara kebaktian/ibadah
seluruhnya, terutama mengenai nyanyian-nyanyian yang akan dipakai. g) bekerja sama
dengan pemusik, baik untuk cara pembawaan, kunci nada, saat mulai (insetting), tanda-tanda
khusus di tengah lagu, tempo lagu dan mengakhiri lagu. h) mengikuti latihan bersama dengan
pemusik sesuai dengan jadual yang telah ditentukan. i) bila tidak ada pemusik, maka harus
memiliki garpu tala atau stemfluit agar tepat dalam mengangkat nada dasar lagunya. j)
sebagai „motor‟ untuk menggerakkan jemaat; suasananya harus menyenangkan, sikapnya
hendaklah simpatik dan bersemangat. k) menggunakan pengeras suara. l) memakai pakaian
dan sepatu yang rapi dan pantas untuk melaksanakan tugasnya. Bila perlu ada pakaian atau
tanda khusus untuk semua petugas liturgi. m) mempunyai perasaan yang mampu mengenal
sifat jemaat, misalnya: aba-aba harus sedikit mendahului jemaat (satu ketuk) dan pandangan
matanya menyeluruh kepada jemaat, jangan hanya pada buku nyanyian.

Ada tiga peran yang dibahas Handoko, yaitu sebagai berikut;50 a) sebagai Petugas
dalam Ibadah, petugas dalam ibadah ada beberapa, yaitu: pedeta/pengkhotbah/pelayan
firman Tuhan, liturgos, prokantor, song leader, singer, kolektan, petugas multimedia, dll.
Termasuk di sini adalah pemusik gereja. Ia adalah petugas dalam ibadah, oleh sebab itu ia
harus mempunyai sikap yang benar untuk mendukung jalannya peribadahan; b) sebagai
Pelayan Jemaat, pemusik gereja adalah pelayan jemaat, sebab dengan iringan musiknya ia
melayani jemaat, yaitu mendukung jemaat dalam menyanyikan pujiannya. Pemusik gereja –

48
Riwu Tadu, Apresiasi Seni, 68.
49
Riwu Tadu, Apresiasi Seni, 68-69.
50
Handoko, Pembinaan Musik Gereja, 15-16.

29
dalam hal ini organis/pianis gereja – memberikan tuntunan bagi jemaat dalam memenuhi
aturan berirama, tempo, dan dinamika nyanyian. Ia juga memberikan sentuhan dan suasana
artistik dan stetiknya kepada nyanyian jemaat; c) sebagai Hamba Tuhan, pemusik gereja
adalah hamba Tuhan, sebab ia juga sedang melayani Tuhan dengan melayani jemaat-Nya
melalui talenta musikalnya. Sebagai seorang hamba, maka ia harus tunduk dan hormat
kepada Tuhannya. Sikap dan perhatiannya harus tertuju juga kepada Tuhan dengan penuh
percaya.

“Choir members who regularly praise God by singing textx of the


gathered wisdom of the ages also develop into persons who serve the
needs of humankind and find beauty and hope in God’s creation.”51

Handoko juga memberikan persyaratan teknis oraganis gereja, yaitu, a) mempunyai


penguasaan aktif minimal terhadap beberapa kunci; b) menguasai sebagian besar lagu-lagu
dalam buku pujian; c) memiliki keterampilan dalam memainkan musik organ/piano; d)
memiliki sense of music yang cukup; e) mengenal penjiwaan lagu.52

Dalam praktiknya, sering muncul masalah dalam bermusik gereja. Handoko


mendeskripsikan masalah yang timbul ini berasal dari dua arah/sisi, yaitu: (1) dari para
pemusik dalam memainkan musiknya dan (2) dari jemaat (pemuji) dalam menyanyikan
nyanyiannya. Masalah dari pihak pemusik ada enam poin, yaitu: (a) kurang menguasai lagu
sehingga dalam memainkannya tidak lancar; (b) kurang terampil dalam memainkan
instrumen musiknya; (c) kurang menjiwai nyanyiannya sehingga waktu memainkan lagu
penjiwaanya tidak tepat; (d) kurang tepat dalam pemilihan jenis suara yang dipilih; (e) kurang
tepat atau kurang harmonis dalam pemilihan akord bagi lagu yang dimainkan; (f) hati
pemusik tidak tertuju ke situ, tetapi ke tempat lain, atau hatinya sedang tidak enak sehingga
permainannya tidak konsentrasi, tidak fokus. Berikutnya, masalah dari pihak jemaat ada
empat poin, yaitu: (a) jemaat tidak/kurang mengenal lagu; (b) jemaat menyanyikan lagunya
tidak sesuai dengan maksud aslinya, baik dalam jiwa, irama, maupun berirama; (c) jemaat
tidak mengikuti tuntunan dari organis, lagu di nyanyikan dengan seenaknya atau semaunya,

51
Kroeker, “The Church Choral Director”, 11.

52
Handoko, Pembinaan Musik Gereja, 16-18.

30
atau sesuai kebiasaan yang sering kali telah berjalan “turun-temurun”; (d) jemaat tidak tenang
dalam ibadahnya.53

3. DATA LAPANGAN DAN ANALISA

3.1 Gambaran Umum Pelayanan GMIT Betlehem Oesapa Barat

Tempat penilitian yang diambil oleh penulis ialah GMIT Jemaat Betlehem Oesapa
Barat, Klasis Kupang Tengah yang terletak di Jalan Sumatiro, RT: 5, RW: 2, Kelurahan
Oesapa Barat dan Kecamatan Kelapa Lima. GMIT Bethelehem Oesapa Barat adalah salah
satu gereja di bawah naungan sinode Gereja Masehi Injili di Timor yang mempunyai 21
rayon dan mempunyai pelayan sebanyak tiga orang, Pdt. Marselina Shelly Corputty-
Messakh, S.Th selaku ketua majelis jemaat, dibantu dengan Pdt. Drs. Heinrich Ridwan
Fanggidae, M.Si dan Pdt. Neltji Neliana Ludji Djadi-Ga, S.Th. 54

Pelayanan yang ada di GMIT Betlehem Oesapa Barat atau yang biasa disebut oleh
jemaat setempat JBOB, meliputi pelayanan anak dan remaja, pemuda-pemudi, dewasa dan
lansia. Ibadah-ibadah kategorial yaitu Ibadah Pembinaan Anak dan Remaja (PAR) baik
dalam rayon dan gabungan antar rayon, Ibadah Pemuda-Pemudi baik dalam rayon dan
gabungan, Ibadah Kaum Bapak dan Kaum Ibu, dan yang terakhir Ibadah Kaum Lansia. Ada
pula ibadah-ibadah Hari Raya Gerejawi, Ibadah Pemakaman, Ibadah Malam Penghiburan,
Ibadah Pemberkatan Nikah dan Kebaktian Penyegaran Iman (KPI).

Ada satu kegiatan pemuda-pemudi yang mencolok yang selalu diselenggarakan setiap
tahunnya di bulan Oktober yaitu kegiatan Agent of Change (agen perubahan). Kegiatan ini
mengundang seluruh jemaat Betlehem Oesapa Barat untuk berpartisipasi tanpa terkecuali dan
juga mengundang gereja-gereja sekitar untuk berpartisipasi juga. Agent of Change ini
diselenggarakan pemuda-pemudi JBOB untuk jemaat dan gereja sekitar bersama-sama
memuji dan memuliakan Tuhan dalam bentuk lomba puji-pujian. Lomba puji-pujian ini
antara lain VG, Paduan Suara, Solo, Karya Drama Musikal, dan masih banyak lagi yang
berhubungan dengan musik gerejawi.

GMIT JBOB juga tidak menutup kesempatan bagi anak-anak yang sudah waktunya
untuk masuk dalam kelas Taman Kanak-kanak. JBOB mempunyai TK GMIT yang
bertempatan di gedung gereja lama JBOB, tidak jauh dari gedung baru. JBOB menyiapkan

53
Handoko, Pembinaan Musik Gereja, 12-14.
54
Pelayanan Gereja Masehi Injili di Timor-Jemaat Betlehem Oesapa Barat, Kupang, 16 Agustus 2016.

31
fasilitas ini untuk memadai anak-anak yang ingin masuk dalam kelas TK dengan dasar
gerejawi terkhususnya Sinode GMIT.

Berhubung dengan musik gerejawi, diperiode-periode sebelumnya Komisi Musik


Gerejawi dan Liturgia tidak menyediakan pelatihan atau pun pembinaan musik gerejawi
kepada pelayan-pelayan dalam Komisi Muger dan Liturgia, melainkan yang disediakan ialah
kursus bagi mereka yang mau melayani dalam bidang musik gerejawi untuk bisa mengiringi
dalam Ibadah Minggu, Kebaktian Pemakaman, Kebaktian Pemberkatan Nikah, dan ibadah-
ibadah Hari Raya Gerejawi. Namun, dalam periode ini sudah diprogramkan untuk melakukan
pelatihan dan pembinaan Musik Gerejawi dan Liturgia dengan mengundang pelatih dan
pembicara yang handal dan lebih memahami tentang Musik Gerejawi dan Liturgia.

3.2 Temuan Hasil Penilitan dan Pembahasan

3.2.1 Pemahaman dan Peran Musik Gerejawi oleh Jemaat, Pendeta, Pemusik, dan
Pemandu Lagu di GMIT Jemaat Betlehem Oesapa Barat

Hasil penilitian tentang pemahaman dan peran musik gerejawi dalam ibadah minggu
tidak lepas dari pemahaman bahwa musik gerejawi adalah alunan musik yang membantu
jemaat untuk menyembah dan memuji Tuhan dalam setiap ibadah-ibadah, baik itu ibadah
minggu, ibadah hari raya gerejawi, dan ibadah-ibadah yang telah diprogramkan oleh
pengurus di JBOB. JBOB memiliki 4 orang pemusik dan 8 orang pemandu lagu.

Menurut Sdr. Andy Njola dan Sdr. Ronald Wadu sebagai jemaat, musik dalam ibadah
sangat berperan penting dalam tata ibadah atau kebaktian, musik bukan hanya sebagai
pemanis tetapi musik adalah bagian yang utuh dalam sebuah kebaktian. Musik juga
membantu jemaat dalam mengambil nada untuk bernyanyi, karena terkadang jemaat
bernyanyi tidak sesuai dengan not dan nada yang sudah ada. Misalnya dalam KJ, jemaat
harus bernyanyi sesuai dengan notasi yang tertera dalam buku pujian KJ. Bukan hanya not
saja yang perlu diperhatikan, tetapi juga dengan ketukan dan tangga nada yang sudah ada
dalam KJ. Dengan kata lain, musik dalam ibadah juga memberikan jemaat ilmu dalam
menyanyikan lagu yang bernotasi dan berketukan dengan baik dan benar. Pemusik berperan
untuk memainkan alat musik, misalnya keyboard dan lainnya, sedangkan pemandu lagu
membantu jemaat untuk menyanyikan lagu sesuai dengan nada, not, dan ketukan yang sudah
ditentukan serta syair yang ada dengan baik dan benar. Tugas dari pemusik dan pemandu
lagu ini adalah satu kesatuan yang sama-sama mempunyai tugas masing-masing dan saling

32
melengkapi satu sama lainnya. Jika pemusik bekerja sendirian maka akan terasa hampa suatu
kebaktian, begitu pula sebaliknya. Dengan kata lain pemusik dan pemandu lagu adalah satu
paket yang tak bisa dipisahkan. 55

Pernyataan Sdr. Andy dan Sdr. Ronald diatas dapat dibenarkan dengan teori dari
David Ewen dalam buku Soedarsono yang menyatakan bahwa musik adalah “Ilmu
pengetahuan dan seni tentang kombinasi ritmik dari nada-nada, baik vokal maupun
instrumental, yang meliputi melodi dan harmoni sebagai ekspresi dari segala sesuatu yang
ingin diungkapkan terutama aspek emosional”56. Musik gerejawi adalah alunan musik yang
membantu jemaat untuk menyembah dan memuji Tuhan dalam setiap ibadah-ibadah, baik itu
ibadah minggu. Musik gerejawi juga merupakan persekutuan orang-orang percaya yang bernyanyi
untuk memuliakan nama Tuhan lewat nada-nada yang indah untuk mengekspresikan iman mereka
kepada Tuhan. Menurut Handoko, dengan musik gereja, maka peribadahan tidak hanya
berjalan dalam bentuk oral (kata-kata) dan aktual (perbuatan/ritual tertentu), tetapi juga dalam
bentuk dan suasana musikal. Kebaktian akan menjadi hidup bila diiringi dengan musik yang
indah, ia akan menjadi lebih semarak dan penuh jiwa, penuh perasaan (emosional), penuh
kesenian (artistikal), dan keindahan (estetikal). Kebaktian seperti ini akan mengesankan dan
membuat jemaat semakin merasa diberkati oleh Tuhan.57

Menurut Sdri. Yessi Hotty-Koanak, Sdr. Kenny, selaku pemusik di JBOB, musik
membantu jemaat untuk menghantarkan puji-pujiannya kepada Tuhan, agar jemaat lebih
terbawa suasana dan menghayati liturgi ibadah minggu. Peran pemusik ialah sebagai
pengiring dalam ibadah yang membantu jemaat dalam menaikkan doa dan syukur dalam
bentuk pujian dan nyanyian. Pemusik harus bisa mengiringi setiap pujian yang dinyanyikan
dalam setiap kebaktian. Pemusik juga membantu jemaat dalam pengenalan lagu baru,
sehingga pada saat ibadah berlangsung, pemandu lagu atau pendeta tidak memuji Tuhan
sendirian, melainkan bersama-sama dengan jemaat memuji memuliakan Tuhan58.

Kedua pendapat diatas, dibuktikan melalui pemikiran dari Komisi Liturgi dan Musik
Sinode Gereja Kristen Indonesia (GKI) yang mengatakan pemandu lagu sangat mendukung

55
Wawancara dengan Sdr. Andy Njola dan Sdr. Ronald Wadu, Kupang, 20 Agustus 2016, Pukul 18.30
WITA
56
Soesadarsono, Dasar-dasar Kritik Seni Rupa, 54-55.
57
Handoko, Pembinaan Musik Gerejawi, 2.
58
Wawancara dengan Sdri. Yessi Hotty-Koanak, Sdr. Kenny, Kupang, 20 Agustus 2016, Pukul 17.26
WITA.

33
ibadah karena mereka dapat melakukan beberapa hal dengan efektif, yaitu:59 a) Menyanyikan
lagu bersama jemaat dengan cara yang baik dan benar. b) Memperkenalkan lagu-lagu baru
kepada jemaat dan mengajarkannya. c) Memperbaiki cara menyanyikan lagu yang salah,
secara langsung atau tidak langsung (jika ternyata lagu tersebut sudah salah dinyanyikan
selama ini). d)Secara bergantian menyanyikan satu lagu secara utuh dengan jemaat. e) Gereja
tidak hanya membutuhkan seorang prokantor yang profesional (sekolah di bidang khusus
Musik/ Seni Vokal) untuk mengiringi jemaat, tapi juga seorang prokantor yang walaupun
belajar secara autodidak namun mau terus berlatih dan mempersiapkan diri.

Menurut Sdr. Ama, Sdri. Anita. Dan Sdr. Rony, selaku pemandu lagu, berpendapat
bahwa pemandu lagu sangat dibutuhkan keberadaanya dalam ibadah minggu. Tidak semua
jemaat bisa bernyanyi atau mengambil nada yang pas dan sesuai dengan nada-nada lagu yang
sudah ada. Oleh karena itu dengan adanya pemandu lagu, jemaat terbantu dalam
menyanyikan pujian. Di JBOB sudah tidak hanya menyanyikan KJ, tetapi juga ada PKJ,
NKB dan Pop Rohani yang dinyanyikan dalam ibadah. Tidak semua jemaat mengenal atau
pernah menyanyikan pujian dari PKJ, NKB, dan Pop Rohani, tetapi dengan adanya pemandu
lagu, jemaat dapat mempelajari lagu-lagu yang baru didengar oleh jemaat. Biasanya sebelum
kebaktian dimulai, ada sedikit latihan yang dilakukan oleh pemusik dan pemandu lagu untuk
membatu jemaat dalam menyampaikan curahan hati mereka melalui nyanyian. 60

Penulis mewawancarai salah satu majelis jemaat Sdr. Kattie Waang, S.Th, yang
berpendapat musik gerejawi adalah persekutuan orang-orang percaya yang bernyanyi untuk memuliakan
nama Tuhan lewat nada-nada yang indah mengekspresikan iman mereka kepada Tuhan. Musik
gerejawi itu bukan hanya berbentuk musik instrumental, tetapi juga berbentuk musik vokal atau
lagu/puji-pujian yang bukan hanya bersangkut paut dengan para pemain musik saja, tetapi juga
bersangkutan dengan jemaat Tuhan. Tidak lain, pemahaman musik gerejawi bagi jemaat Betlehem
Oesapa Barat adalah nafas dari gereja. Artinya bahwa gereja yang di dalamnya terdapat orang-
orang percaya kepada Tuhan, akan dikatakan hidup apabila ia selalu bernyanyi bagi Tuhan.
Hal ini bertujuan untuk mengekpresikan imannya kepada Tuhan lewat puji-pujian. Musik
gerejawi adalah satu faktor pendukung jalannya ibadah. Musik gerejawi ini perlu ada di
berbagai jenis ibadah, baik ibadah fungisional maupun kategorial.61.

59
Komisi Liturgi dan Musik Sinode GKI, Musik Dalam Ibadah, 98-99.
60
Wawancara dengan Sdr. Ama, Sdr. Rony, dan Sdri. Anita Misa, Kupang 20 Agustus 2016, Pukul
17.45 WITA.
61
Wawancara dengan Sdr. Kattie Waang, S.Th, Kupang, 16 Agustus 2016, Pukul 12.00 WITA.

34
Musik Gerejawi sangat berperan penting dalam Ibadah Minggu di GMIT Betlehem
Oesapa Barat, dari hasil wawancara di atas penulis mengambil kesimpulan bahwa jemaat,
majelis jemaat, pemandu lagu, dan pemusik memahami apa itu musik gerejawi dengan apa
yang mereka alami. Pengalaman mereka dalam melayani dan memuji Tuhan bersama
membentuk pola pikir mereka tentang apa itu musik gerejawi dan peran dari musik gerejawi.
Namun tidak ada dasar sama sekali untuk memahami apa itu musik gerejawi.

3.2.2 Pelaksanaan Musik Gerejawi oleh Pemusik dan Pemandu Lagu dalam Ibadah
Minggu di GMIT Betlehem Oesapa Barat

Perlu diketahui bahwa kebaktian minggu di GMIT JBOB terlaksana sebanyak tiga
kali yaitu pada waktu 06.00 WITA, 08.00 WITA dan yang ketiga 17.00 WITA. Kabaktian
utama yang dilaksanakan sebanyak tiga kali ini, tentunya membutuhkan banyak pemandu
lagu dan pemusik yang benar-benar mengerti apa tugas dan peran mereka, mengingat GMIT
JBOB adalah jemaat yang besar dan mempunyai berbagai macam personal dalam jemaat ini.
Pemusik dan pemandu lagu sama-sama ingin melayani dalam bidang musik gerejawi, namun
keduanya tak mempunyai dasar tentang apa itu musik gerejawi. Selain itu, ada pemusik yang
ingin melayani dengan mengikuti jejak orang tuanya, yang juga dahulu sampai sekarang
merupakan pemusik di JBOB62. Sehingga anak yang ingin mengikuti jejak orang tuanya,
akhirnya belajar tentang cara mengiringi ibadah minggu dari orang tuanya.

Pemandu lagu Sdr. Ama, mengatakan bahwa dulu memang ada Pembinaan Musik
Gerejawi yang diselenggarakan oleh Pdt. Johny Riwu Tadu, S.Th, M.Sn, yang mengundang
semua jemaat, bagi yang mau melayani dalam bidang musik gerejawi, untuk berpartisipasi
bersama dalam mengikuti pembinaan ini. Ada jemaat yang mengerti apa itu musik gerejawi
dan ada juga jemaat yang tidak mengerti sama sekali apa itu musik gerejawi. Sdr. Ama
tergolong jemaat yang tidak tahu sama sekali apa itu musik gerejawi, tapi dia mau mengikuti
pembinaan ini karena ingin melayani di bidang musik gerejawi. Dia merasa ada perbedaan
antara orang yang sudah tahu dan belum tahu sama sekali apa itu musik gerejawi. Orang yang
sudah mengenal musik gerejawi terlebih dahulu bisa mengikuti pembinaan ini dengan baik
dan mereka dapat menguasai itu. Tetapi beda dengan orang yang baru mengikuti pembinaan
ini, yang tidak tahu menahu tentang not dan nada-nada, mereka tidak mempunyai dasar
tentang musik gerejawi, sehingga membuat mereka merasa ketinggalan, akhirnya mereka

62
Wawancara dengan Sdri. Yessi Hotty-Koanak, Kupang, 20 Agustus 2016, Pukul 17.26 WITA

35
berpikir bahwa “ah, sudahlah. Yang penting mau melayani”. Sdr. Ama berharap ke depannya
diadakan pembinaan musik gerejawi lagi sehingga mereka bisa mendalami ilmu dan teknik-
teknik serta motivasi sebagai pemandu lagu.63 Menurut Sdri. Yessi Hotty-Koanak, memang
dulu ada Pembinaan Musik Gerejawi namun itu sudah sekitar 4-5 tahun yang lalu, setelah itu
tidak ada kelanjutan dari pembinaan itu seperti pelatihan. Tahun ini Komisi Musik Gerejawi
dan Litugia memogramkan untuk diadakannya pelatihan bagi pemusik dan pemandu lagu.
Tetapi ada kendalanya, mereka masih belum menemukan pelatih untuk mereka. Pelatih yang
benar-benar mengerti musik gerejawi dan peka dengan keadaan mereka sekarang. Artinya,
pelatih yang sekali melihat kemampuan mereka, pelatih langsung mengetahui apa yang
mereka butuhkan. 64

Tentu saja Sdr. Ama merasakan perbedaan seperti yang dikatakannya diatas. Pemandu
lagu tidak tahu menahu tentang tugas mereka, apa yang harus dilatih, apa yang harus
dilakukan sebagai pemandu lagu. Padahal menurut Handoko beberapa peran musik gereja
ialah sebagai pengiring dan pemandu jemaat, dan sebagai pemberi keindahan. 65 Penampilan
musik gereja itu harus indah, yaitu dengan permainan dan perpaduan suara yang terampil dan
tidak asal-asalan, dengan juga pemilihan akord yang baik dan harmonis. Oleh karena itu,
iringan musik gereja tidak hanya indah tetapi juga harus benar, baik menyangkut tempo dan
dinamikanya maupun ritma dan biramanya. Dalam hal ini, petugas musik gerejawi, yaitu
pemusik dan pemandu lagu membutuhkan bimbingan dan pelatihan serta pembinaan tentang
musik gerejawi, agar mereka mengerti dan dapat mempraktekan tugas mereka dengan baik
dan benar. Namun, yang ditemui oleh penulis, Pdt. Marselina Shelly Corputty-Messakh, S.Th
mengatakan bahwa pada kebaktian minggu yang pertama, sering sekali pemandu lagu
kehilangan suara atau nada yang ditargetkan tidak mencapai target. Hal ini membuat jemaat
merasa kacau dan tidak menghayati lagu sehingga ibadah pun terasa kosong dan hampa
karena jemaat tidak merasa pujian-pujian mereka tersampaikan. Selain itu, terkadang suara
pemandu lagu terdengar besar sekali sehingga menutup suara jemaat (yang harusnya
diutamakan dalam ibadah)66

Seorang prokantor (dan kantoria) atau yang biasa disebut dengan pemadu lagu
harusnya dapat memberikan teladan ketika ia di depan sebagai pelayan yang memimpin
63
Wawancara dengan Sdr. Ama, Kupang 20 Agustus 2016, Pukul 17.45 WITA.
64
Wawancara dengan Sdri. Yessi Hotty-Koanak, Kupang, 20 Agustus 2016, Pukul 17.26 WITA
65
Handoko, Pembinaan Musik Gereja, 10-12.
66
Wawancara dengan Pdt. Marselina Shelly Corputty-Messakh, S.Th, Kupang, 16 Agustus
2016, Pukul 11.30 WITA

36
pujian dan ketika ia melatih umat bernyanyi. Kehadirannya di tengah-tengah jemaat
harusnya mendorong mereka agar mampu menyanyi tanpa harus merasa tertekan karena
suara prokantor yang terlalu dominan. Kehadirannya harus mendukung jemaat yang tidak
atau belum dapat bernyanyi dengan benar, sampai mereka mampu menyanyikan lagu jemaat
dengan baik.67

3.2.3 Faktor Pendukung dan Penghambat Pemusik dan Pemandu Lagu dalam Ibadah
Minggu di GMIT Jemaat Betlehem Oesapa Barat

3.2.3.1 Faktor Pendukung

Salah satu alasan JBOB memasukan musik dalam ibadah ialah melihat kembali di
zaman Israel yang memuji dan menyembah Tuhan dan berpatokan dalam Mazmur. Musik
dan nyanyian jemaat bisa menjadi wadah pengakuan dosa dan curahan hati kepada Tuhan.
Musik juga membantu jemaat untuk mempersiapkan hati jemaat untuk menyembah Tuhan
68
dan pengantar dalam memasuki ibadah minggu agar bisa lebih fokus kepada Tuhan. .
Menurut Sdri. Yessi Hotty-Koanak dan Sdr. Kenny, selaku pemusik, berpatokan pada pujian
Mazmur dan permainan kecapi oleh Daud, ketika jemaat memuji Tuhan harus diiringi dengan
iringan musik, alat musik apapun itu, entah itu organ, gitar atau lainnya, dalam mengangkat
pujian bagi Tuhan harus ada iringan musik.

Peran pemusik Menurut Mawene dalam bukunya yang berjudul Gereja yang
Bernyanyi terdapat contoh nyanyian-nyanyian jemaat pada zaman Israel, yang mendukung
pernyataan diatas, yaitu Perjanjian Lama: 150 syair nyanyian dalam kitab Mazmur,
nyanyian Laut Merah (Kel.15:1-18:21), nyanyian Musa (Ul. 32:1-43), nyanyian Debora
(Hak. 5:2-31), nyanyian pujian Hana (1 Sam. 2:1-10), nyanyian tentang Kebun Anggur
Tuhan (Yes. 5:1-11), nyanyian celaka yang mengandung penghukuman bagi orang fasik
(Hab. 2:6-20), nyanyian-nyanyian yang terhimpun dalam kitab Kidung Agung, dan lainnya.69
Jemaat di zaman sekarang, terutama JBOB sendiri, memahami mengapa musik harus ada
dalam ibadah dikarenakan berpatokan pada Alkitab, yang mengajarkan berjemaat haruslah
memuji Tuhan dengan nyanyian-nyanyian. Bukan hanya pada saat jemaat memuji, melainkan
nyanyian-nyanyian yang dinyanyikan merupakan curahan isi hati jemaat kepada Tuhan,

67
Komisi Liturgi dan Musik Sinode GKI, Musik Dalam, 98.
68
Wawancara dengan Sdr. Ama, Sdr. Rony, dan Sdri. Anita Misa, Kupang 20 Agustus 2016, Pukul
17.45 WITA.
69
Mawene, Gereja yang Bernyanyi, 30.

37
misalnya nyanyian memuji Tuhan, nyanyian syukuran, nyanyian minta tolong, nyanyian
pengakuan dosa, nyanyian rasa cinta dan kasih kepada Tuhan, dan masih banyak lagi.

Bagi pemandu lagu, bernyanyi adalah tugas mereka, terutama bernyanyi bagi Tuhan.
Sdr. Ama salah satu pemandu lagu di JBOB, mempunyai alasan untuk menjadi pemandu lagu
karena ingin melayani. Dia berpikir bahwa dia mempunyai talenta yang diberikan oleh
Tuhan, tidak ada salahnya untuk mengembangkannya dalam hidup berjemaah70.

Pemusik dan pemandu lagu berpendapat bahwa perlu adanya keberadaan mereka
karena mereka membantu jemaat dalam bernyanyi, memandu jemaat dalam mengambil nada
untuk bernyanyi, menentukan tempo yang sesuai dengan nyanyian yang akan dinyanyikan
dalam ibadah dan melatih jemaat jika ada lagu baru yang belum pernah dinyanyikan dalam
ibadah. Mereka berpikir bahwa jemaat harus bernyanyi. Sudah tugas jemaat untuk
mengucapkan syukur dan mengutarakan perasaannya melalui nyanyian 71. Hal ini
membuktikan teori tentang Tugas PNJ (Pemandu Nyanyian Jemaat) adalah72 a)
memimpin/memandu nyanyian jemaat agar dapat dinyanyikan dengan baik dan benar. b)
Berusaha untuk menghubungkan isi nyanyian dengan kebaktian/ibadahnya. c) Melatih
nyanyian bagi jemaat, misalnya sebelum kebaktian/ibadah. Tugas jemaat ialah bernyanyi
dapat dibuktikan dari teori Rama Listya yang mengatakan Iman Kristen adalah iman yang
bernyanyi. Nyanyian jemaat merupakan pencerminan vitalitas spiritual jemaat serta
merupakan respon jemaat terhadap anugerah yang telah diberikan Tuhan. Rasul Paulus
melalui suratnya kepada jemaat di Kolose (Kol. 3 : 16) menasehatkan kita sebagai umat
Kristen untuk saling mengajar dan menegur seorang akan yang lain sambil menyanyikan
mazmur, kidung pujian dan nyanyian rohani73. Dan juga teori dari Albinus L. Netti yaitu
“menyanyi”, “memuji”, “nyanyian” (puji-pujian) adalah respons, ucapan syukur jemaat
(umat) atas karya penyelamatan Allah74.

3.2.3.2 Faktor Penghambat

Sdri. Kattie Waang, S.Th, berkata bahwa Komisi Musik Gerejawi dan Liturgia belum
ada pembelajaran tentang musik gerejawi dan liturgia. Dengan kata lain pendidikan liturgis
sangat penting namun yang menjadi persoalan ialah pendidikan liturgis yang ada tidak
70
Wawancara dengan Sdr. Ama, Kupang 20 Agustus 2016, Pukul 17.45 WITA.
71
Wawancara dengan Sdr. Ama, Sdr. Rony, dan Sdri. Anita Misa, Kupang 20 Agustus 2016, Pukul
17.45 WITA.
72
Riwu Tadu, Apresiasi Seni, 68-69.
73
Rama Listya, Nyanyian Jemaat dan Perkembangannya, 1.
74
Netti, Ibadah dan Tata Ibadah dalam Permenungan.

38
memadai. Jemaat ini membutuhkan pembinaan mengenai musik gerejawi. Namun belum ada
pembinaan yang dilakukan oleh gereja. Selain itu tidak ada sosialisasi tentang pentingnya
musik gerejawi dalam gereja. Dengan kata lain, para pemimpin gereja tidak secara proaktif
mendampingi Komisi Musik Gerejawi dan Liturgia75.

Pemandu lagu dan pemusik di JBOB tidak mempunyai dasar tentang apa itu musik
gerejawi dan bagaimana mereka harus bertugas dengan baik. Mereka bertugas karena mau
melayani dengan tanpa mengetahui dasar dari tugas mereka itu sendiri. Mereka belum pernah
mengikuti kursus, pelatihan maupun pembinaan musik gerejawi. Pembinaan belum
dilaksanakan di JBOB dikarenakan pemimpin gereja tidak secara proaktif mendampingi
Komisi Musik Gerejawi dan Liturgia. Dalam hal ini . Pemusik perlu memiliki kompetensi
memadai serta kemampuan untuk menyelaraskan permainan instrumennya dengan umat yang
sedang bernyanyi76. Bukan hanya pemusik saja, melainkan pemandu lagu dan pendeta
(selaku pemimpin gereja) pun mempunyai peran yang sama, mengiringi nyanyian ibadah dan
sangat penting untuk membangun suasana ibadah yang menghantarkan jemaat untuk datang
menyembah dan memuji Tuhan. Ketiganya harus bekerja sama, saling mengevaluasi satu
sama lain dan saling memperbaiki.

Sdr. Ama dan Sdri. Anita merasa tidak puas atau merasa tidak melaksanakan tugas
dengan baik pada saat ketika jemaat tidak bernyanyi bersama-sama dengan mereka. Selain
itu, jemaat tidak mau mengikuti tempo yang telah dimainkan pemusik dan pemandu lagu.
Keadaan ini terjadi beberapa kali dalam pelayanan para pemandu lagu. Jemaat akhirnya tidak
sama-sama memuji memuliakan Tuhan dalam ibadah dan pemandu lagu merasa gagal dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawab mereka. Selain itu, ketika para pemandu lagu tidak
latihan terlebih dahulu lagu untuk menguasai lagu, dan pada pelaksanaan ibadahnya pemandu
lagu salah dalam menyanyikan lagu, yang pada akhirnya membuat jemaat tidak lagi
bernyanyi bersama-sama dalam ibadah. Hal ini membuat pemandu lagu merasa salah karena
jemaat tidak ada respon balik dengan bersama-sama memuji memuliakan nama Tuhan. Ada
saat juga di mana pemandu lagu merasa sound system gedung kebaktian yang membuat suara
mereka besar berlebihan (terlalu besar). Hal ini disebabkan karena soundman tidak bekerja

75
Wawancara dengan Sdr. Kattie Waang, S.Th, Kupang, 16 Agustus 2016, Pukul 12.00 WITA.
76
Komisi Liturgi dan Musik Sinode GKI, Musik dalam Ibadah, Jakarta: Grafika KreasIndo, 2012, 45.

39
sama dengan pemandu lagu atau berlatih bersama sehingga soundman bisa mengatur volume
dari pemandu lagu yang baik dan nyaman didengarkan oleh jemaat.77

Bagi Sdr. Kenny, pemusik tidak akan maksimal jika tidak latihan sebelum bertugas.
Apalagi latihannya tidak bersamaan dengan pemandu lagu. Sdr. Kenny dan Sdri. Yessi
merasa tidak maksimal dalam melaksanakan tugas pada saat jemaat dan pendeta tidak bisa
bekerja sama dengan pemusik dalam menyanyikan pujian. Kendala yang dihadapi ialah
ketukkan yang seharusnya dinyanyikan, tidak dinyanyikan begitu baik oleh jemaat. Padahal
sudah dibantu dengan alunan musik dan suara nyanyian pemandu lagu. Pada saat seperti ini,
pemusik merasa tidak ada kerja sama dan gagal dalam melaksanakan tugas. Kebanyakan
jemaat bernyanyi sesuai dengan kebiasaan mereka bernyanyi di waktu dulu, dan mereka tidak
tahu apakah itu benar atau salah. Misalnya KJ yang dinyanyikan harusnya 4/4 ketuk tetapi
jemaat menyanyikan pujian itu dengan 6/4 ketuk. Keadaan ini membuat pemusik merasa
bersalah dan gagal, padahal sebenarnya mereka mengikuti aturan bernyanyi dengan benar. 78

Keadaan seperti ini dapat dikaitkan dengan teori Handoko tentang masalah yang
sering timbul dalam bermusik gereja, dilihat dari sisi pemusik dan pemandu lagu, yaitu: (a)
kurang menguasai lagu sehingga dalam memainkan dan menynyikanya tidak lancar; (b)
kurang terampil dalam memainkan instrumen musiknya; (c) kurang menjiwai nyanyiannya
sehingga waktu memainkan lagu penjiwaanya tidak tepat; (d) kurang tepat dalam pemilihan
jenis suara yang dipilih; (e) kurang tepat atau kurang harmonis dalam pemilihan akord bagi
lagu yang dimainkan; (f) hati pemusik tidak tertuju ke situ, tetapi ke tempat lain, atau hatinya
sedang tidak enak sehingga permainannya tidak konsentrasi, tidak fokus. jemaat, yaitu: (a)
jemaat tidak/kurang mengenal lagu; (b) jemaat menyanyikan lagunya tidak sesuai dengan
maksud aslinya, baik dalam jiwa, irama, maupun berirama; (c) jemaat tidak mengikuti
tuntunan dari organis, lagu di nyanyikan dengan seenaknya atau semaunya, atau sesuai
kebiasaan yang sering kali telah berjalan “turun-temurun”; (d) jemaat tidak tenang dalam
ibadahnya.79

Menurut Pdt. Johny Riwu Tadu, dalam bukunya yang berjudul Apresiasi Seni
pemandu lagu harus menggunakan pengeras suara80 agar dapat didengar dengan jelas oleh

77
Wawancara dengan Sdr. Ama dan Sdri. Anita, Kupang 20 Agustus 2016, Pukul 17.45 WITA
78
Wawancara dengan Sdri. Yessi Hotty-Koanak, Sdr. Kenny, Kupang, 20 Agustus 2016, Pukul 17.26
WITA.
79
Handoko, Pembinaan Musik Gereja, 12-14.
80
Riwu Tadu, Apresiasi Seni, 68-69.

40
jemaat. Pemusik dan pemandu lagu harus dibantu dengan adanya alat pengeras dan orang
yang mengontrol alat pengeras itu (soundman). Ketiganya harus bekerja sama dalam
melaksanakan tugas, soundman mengontrol sound system dengan menyesuaikan besar
kecilnya suara dari alunan musik dan suara pemandu lagu, agar tidak membuat jemaat tidak
nyaman dengan suara yang besar berlebihan dan suara bising dari speaker. Namun yang
penulis temui di lapangan ialah pengeras suara yang dikontrol oleh seorang petugas ternyata
tidak bekerja sama dengan baik. Kedua pihak tidak ada komunikasi dengan baik mengenai
volume suara yang akan dikeluarkan oleh pemandu lagu dan pemusik. Suara dari pada
pemandu lagu musik terdengar besar sekali sehingga membuat jemaat berpikir pemandu lagu
dan pemusik sedang melakukan show. Hal ini membuat jemaat tidak nyaman dan tidak bisa
menghayati ibadah yang sedang belangsung.

Oleh karena itu, soundman perlu memiliki karakter yang baik, khususnya sikap
sebagai seorang pelayan (servant) atau hamba untuk pelayanan firman, agar pendengar bisa
mendengar dengan baik. Sikap seorang hamba ialah ia mengesampingkan harga diri dan
keakuannya, rela menyangkal dirinya, merendahkan dirinya, tetap berusaha melayani dengan
baik. Ciri seorang pelayan ialah: (a) ia bisa diajar dan mau belajar (teachable). Mau
diberitahu, mau ditegur, mau mendengar; (b) ia rendah hati. Tidak merasa diri hebat, tidak
arogan, berusaha membantu; (c) ia berintergritas. Peduli, bertanggung jawab, berdedikasi,
datang pagi-pagi (lebih awal), menjaga dengan baik.81

81
Komisi Liturgi dan Musik Sinode GKI, Musik Dalam, 165

41
4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Setelah mengadakan penilitian di GMIT Jemaat Betlehem Oesapa Barat dan
menganalisa data maka penulis dapat mengetahui tentang apa saja faktor pendukung dan
penghambat dalam memahami tugas pemusik dan pemandu lagu di dalam Ibadah Minggu di
GMIT Jemaat Betlehem Oesapa Barat (JBOB). Berdasarkan hasi penilitian yang peniliti
lakukan maka kesimpulan secara keseluruhan sebagai berikut;
Faktor Pendukung pelayanan Pemusik dan Pemandu Lagu:
1. Berpatokan pada firman Tuhan, yang mana di zaman Israel sudah mulai memuji
dan memuliakan Tuhan dengan syair-syair dan permainan alat musik kecapi oleh
Daud.
2. Melayani. Petugas musik gerejawi merasa mempunyai talenta dan pamtas
dikembangkan dalam kehidupan berjemaah.
3. Jemaat butuh panduan dalam bernyanyi sehingga JBOB menyediakan alat musik,
pemusik dan pemandu lagu untuk membantu jemaat.
4. Jemaat harus bernyanyi dan memuji Tuhan. Karena bernyanyi merupakan salah
satu cara jemaat untuk mengutarakan perasaan mereka kepada Tuhan.
Faktor Penghambat pelayanan Pemusik dan Pemandu Lagu:
1. Pemimpin dan majelis jemaat GMIT JBOB kurang memperhatikan kebutuhan
Komisi Musik Gerejawi dan Liturgia. Sehingga Komisi Musik Gerejawi dan
Liturgia harus melatih diri sendiri tanpa dasar musik gerejawi. Padahal komisi ini
bernaung dibawah majelis jemaat.
2. Tidak adanya pelatihan yang benar-benar memenuhi kebutuhan pemusik dan
pemandu lagu.
3. Pemandu lagu dan pemusik tidak mempunyai dasar apa-apa tentang musik
gerejawi.
4. Dari jemaat. Kebiasaan jemaat dari tempo dulu, menyanyikan pujian suka-suka
jemaat saja tanpa memperhatikan petunjuk dari sebuah lagu. Hal ini membuat
pemusik, pemandu lagu dan jemaat tidak bisa menerapkan keindahan dan
kebenaran dari musik gerejawi.
5. Dari pelaku musik gerejawi. Pemusik dan pemandu lagu terkadang tidak ada
persiapan sebelum pelayanan. Hal ini juga membuat pelaku musik gerejawi tidak
bisa melaksanakan tugas dengan baik dan benar.
6. Tidak ada kerja sama antara pemusik, pemandu lagu dan soundman.

42
4.2 Saran
Setelah melihat faktor penghambat dan pendukung dari pemusik dan pemandu lagu
dalam memahami tugas, dari hasil penilitian, pembahasan dan kesimpulan, maka terdapat
saran yang mungkin dipakai dan dilihat kembali fungsinya dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawab gereja dalam membantu dan bersama-sama dengan jemaat untuk memuji
Tuhan dengan nyanyian dalam Ibadah Minggu di GMIT Jemaat Betlehem Oesapa Barat,
yaitu gereja harus lebih memperhatikan kebutuhan Komisi Musik Gerejawi. Bukan hanya
kebutuhan material, tetapi ilmulah yang paling diutamakan. Seperti mengadakan kursus,
pelatihan, pembinaan musik gerejawi dan juga menyediakan buku-buku yang berhubungan
dengan musik gerejawi. Selain itu, harus adanya kerja sama antara soundman, pemusik dan
pemandu lagu. Sehingga keganjalan yang terjadi tidak terjadi lagi. Kemudian yang terakhir
ialah untuk pemandu lagu dan pemusik haruslah lebih giat berlatih, belajar dari buku dan bisa
juga belajar dari youtube, ada banyak sekali tutorial atau cara-cara untuk menjadi pemusik
dan pemandu lagu yang baik dan benar.

43
DAFTAR PUSTAKA

Cooley, Frank L.. Benih Yang Tumbuh XI Memperkenalkan Gereja Masehi Injli di Timor,
Jakarta: Lembaga dan Studi Dewan Gereja-gereja di Indonesia, 1976.
Creswell, J. W. Research Design Pendekatan Kualitatif Kuantitatif dan Mixed, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2013.

Fitria Yunike Juniarti. Karakteristik Jaman Barok-Klasik, Makalah untuk meningkatkan


kualitas mata kuliah praktek instrumen violin, 2008.
Handoko, S. Pembinaan Musik Gerejawi: Materi Ringkas untuk Pembekalan Pelayan Musik
Gereja, Yogyakarta: Yayasan Taman Pustaka Kristen Indonesia, 2014.
Hardjana, Suka. Estetika Musik, Jakarta: Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, 1983.
Idem. Diktat Matakuliah Musik Gereja. Salatiga: Fak. Teologi UKSW, 1999
Ispramuji. Pengantar Musik Gereja. Semarang: Diktat Mata Kuliah Musik Gereja, 2003.
dan Organis Gereja. Yayasan Taman Pustaka Kristen Indonesia, 2014..
Komisi Liturgi dan Musik Sinode GKI, Musik Dalam Ibadah, Grafika Kreaslndo Kelapa
Gading Jakarta 14240.

Kroeker, Charlotte, “The Church Choral Director: Leader of The Sacred, The Good, The
Beautiful,” Choral Journal 56, no. 11: 11, diakses June 4, 2016.
ckroeker@churchmucicinstitute.org .
Listya, Agastya Rama. Nyanyian Jemaat dan Perkembangannya, Salatiga: Fakultas Teologi
Universitas Kristen Satya Wacana Press, 1999.
Majelis Sinode GMIT. Sit Knino, Kupang: Sinode GMIT, 1988.
Mawene, M. Th. Gereja yang Bernyanyi, Yogyakarta: Penerbit Buku dan Majalah Rohani
ANDI, 2004.

Netti, Dr. Albinus L. Ibadah dan Tata Ibadah dalam Permenungan, Salatiga: Satya Wacana
University Press, 2014.
Prier, Edmud–Karl SJ. Musik Gereja,Yogyakarta: Kanisius, 1999.
Pandopo, A. H. Menggubah Nyanyian Jemaat. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1984.
Soedarsono, RM. Dasar-dasar Kritik Seni Rupa, Jakarta: Pemerintah DKI Jakarta, Dinas
Museum dan Sejarah, 1979.
Sudarto, Theofilius, Cara Mudah Bermain Keyboard, Yogyakarta: ANDI Offset, 2008.
Susantina, Sukatmi. Inkulturasi Gamelan Jawa Studi Kasus di Gereja Katolik Yogyakarta,
Yogyakarta: Philosophy Press, 2001.

44
Sydnor, Intorducing A New Hymnal.
van den End dan J. Weitjens, S.J. Ragi Carita 2 – Sejarah Gereja di Indonesia 1860-an-
sekarang, Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2000.
White James F. Pengantar Ibadah Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011.
William, J. R. Congregitional Singging, Nashville: Convention Press, 1975.
Yamuger. Kidung Jemaat, Jakarta: Yayasan Musik Gereja, 2002.

45

Anda mungkin juga menyukai