TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Mencapai Derajat Magister Psikologi Profesi
Diajukan Oleh:
Bellyana Fitria, S.Psi
15915037
1
ii
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Alhamdulillahirabbil „alamin
Terima kasih kepada:
Mbah Uti
Yang selalu memberikan doa, dukungan, perhatian, dan wejangan-wejangannya
iv
HALAMAN MOTTO
Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?, Dan Kami telah menghilangkan
daripadamu bebanmu, yang memberatkan punggungmu? Dan Kami tinggikan bagimu
sebutan (nama)mu. Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai
(dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain,dan
hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.”(QS. Al Insyirah: 1-8)
ان ْالح ِْك َم َة أَ ِن ا ْش ُكرْ ِلِل َو َمنْ َي ْش ُكرْ َفإ َّن َما َي ْش ُكرُ لِ َن ْفسِ ِه
َ َولَ َق ْد آ َت ْي َنا لُ ْق َم
َ ََّو َمنْ َك َف َر َفإِن
هللا َغنِيٌّ َح ِميْد
Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Lukman, yaitu:
"Bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah),
maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa yang
tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".(QS.
Al Luqman:12
v
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT yang dengan rahmat,
kasih, dan ridho-Nya telah memberikan nikmat kehidupan berupa ilmu, rezeki,
kesehatan, serta kehadiran keluarga dan sesama. Shalawat serta salam peneliti
haturkan kepada junjungan kita Rasulullah SAW yang telah menuntun umat
manusia menuju jalan kebaikan dan keselamatan.
Dalam menyelesaikan penelitian tesis ini, peneliti tidak bisa lepas dari pihak-
pihak yang telah memberikan bantuan, baik secara materil, moril, maupun do‟a.
Maka dari itu, peneliti mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. rer. nat Arief Fahmi, MA., HRM., Psikolog. selaku Dekan Fakultas
Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia yang telah
memberikan sarana dan kesempatan peneliti untuk mengasah keilmuan dan
keterampilan di bidang psikologi.
2. Bapak Dr. H. Fuad Nashori, M.Si.,Psikolog. selaku Ketua Program Studi
Magister Profesi Psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya
Universitas Islam Indonesia sekaligus dosen penguji sidang tesis. Terimakasih
karena telah memberikan sarana dan kesempatan peneliti untuk mengasah
keilmuan dan keterampilan di bidang psikologi, serta memberikan sumbangsih
ilmu, saran, dan motivasi untuk peneliti guna pengembangan ilmu psikologi ke
depan.
3. Ibu Dr. Phil. Qurotul Uyun, S. Psi., M. Si., Psikolog, selaku dosen Pembimbing
utama yang telah menyediakan waktu, pikiran, dan tenaga untuk membimbing
dan memotivasi peneliti guna menyelesaikan riset tesis ini.
4. Bapak Dr. Ahmad Rusdi, MA.SI. selaku Dosen Pembimbing kedua yang telah
menyediakan waktu, pikiran, dan tenaga untuk membimbing dan memotivasi
peneliti guna menyelesaikan riset tesis ini.
vi
5. Bapak M. Novvaliant Filsuf Tasaufi., M.Psi., Psikolog selaku dosen
koordinator bidang klinis. Terimakasih atas dukungan, bimbingan, dan arahan
yang telah bapak berikan.
6. Ibu Endah Puspitasari, S.Psi., M.Psi., Psikolog selaku dosen pembimbing
PKPP. Terimakasih atas perhatian dan kesabaran dalam memberikan
bimbingan, arahan, serta ilmu yang diberikan selama ini.
7. Ibu Rumiani, M.Psi.,Psikolog. selaku Dosen Penguji sidang tesis yang juga
telah banyak memberikan sumbangsih ilmu, saran, dan motivasi untuk peneliti
guna pengembangan ilmu psikologi ke depan.
8. Pihak-pihak sekolah yang telah memberikan kesempatan dan bantuan bagi
peneliti baik dalam menyebarkan angket maupun memberikan izin melakukan
penelitian di sana.
9. Seluruh subjek penelitian yang bersedia dan berkomitmen untuk mengikuti
rangkaian penelitian dari awal hingga akhir dengan kooperatif
10. Ibu Fani Eka Nur Tjahyo, S. Psi., M. Psi., Psikolog, selaku fasilitator
intervensi Pelatihan Prophetic Parenting yang telah menyediakan waktu,
pikiran, dan tenaganya untuk membimbing dan bekerjasama dengan peneliti,
sehingga kegiatan intervensi bisa berjalan dengan lancar.
11. Bapak Irwan Nurayana Kurniawan, S. Psi., M. Si, selaku fasilitator intervensi
Pelatihan Prophetic Parenting yang telah menyediakan waktu, pikiran, dan
tenaganya untuk membimbing dan bekerjasama dengan peneliti, sehingga
kegiatan intervensi bisa berjalan dengan lancar
12. Mba Dea, Mba Restriya, Fathira selaku tim observer kegiatan intervensi yang
sudah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membantu
peneliti dalam melaksanakan intervensi. Terimakasih tanpa kalian peneliti
tidak mampu melewati berbagai rintangan di lapangan.
13. Mba Siska dan Mba Raras yang sudah sabar mendengarkan keluh kesah,
menyediakan waktu untuk memberikan saran, dan melayani semua pertanyaan-
pertanyaan yang membuat peneliti gundah.
vii
14. Mba Dea, Mba Afi, Asih, Tri, dan Wanda yang sudah meluangkan waktu
waktu, tenaga, dan pikiran untuk membantu dan menemani peneliti mengurus
administrasi dan kunjungan rumah hingga klaten.
15. Gang Frozen (Mba Keke, Mba Afi, Mba Dea, dan Widya) yang sudah banyak
memberikan bantuan dan dukungan selama kuliah. Terimakasih untuk kalian
yang telah mau bersama-sama berjuang dan berproses untuk menjadi pribadi
yang lebih baik. Semoga tali silahturahmi dapat tetap terjaga.
16. Keluarga besar Mahasiswa Magister Profesi Psikologi angkatan 12 khususnya
Bidang Klinis yang telah memberikan banyak hiburan, dukungan, dan
kontribusi ilmu. Semoga tali silahturahmi dapat tetap terjaga
17. Seluruh staf Program Studi Magister Profesi Psikologi Universitas Islam
Indonesia yang sudah membantu peneliti dalam hal administrasi.
18. Semua rekan dan pihak yang telah membantu dan mendukung peneliti dalam
menyelesaikan penelitian tesis ini.
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................. ii
PERNYATAAN AKADEMIK ............................................................... iii
HALAMAN MOTTO ............................................................................. iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................. v
KATA PENGANTAR ............................................................................ vi
DAFTAR ISI ........................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................... xii
DAFTAR GRAFIK ................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xiv
ABSTRAK .............................................................................................. xv
INTISARI................................................................................................ xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 1
C. Tujuan ................................................................................................. 11
D. Manfaat Penelitian .............................................................................. 12
E. Keaslian Penelitian ............................................................................. 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Resiliensi ............................................................................................ 18
1. Definisi .......................................................................................... 18
2. Aspek Resiliensi ............................................................................ 20
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Resiliensi ............................... 23
B. Prophetic Parenting ........................................................................... 27
1. Pengertian Prophetic Parenting .................................................... 27
2. Aspek-aspek Prophetic Parenting ................................................. 29
3. Perbedaan Prophetic Parenting dengan Pengasuhan Barat........... 36
ix
C. Tunagrahita ......................................................................................... 39
1. Pengertian Tunagrahita ............................................................... 39
2. Karakteristik Tunagrahita............................................................ 39
3. Faktor-faktor yang Menyebabkan Tunagrahita ........................... 41
4. Kondisi Psikologis Orangtua yang Memiliki Anak Berkebutuhan
Khusus ......................................................................................... 42
5. Pelatihan Prophetic Parenting untuk Meningkatan Resiliensi Orangtua
dalam mengasuh Anak Berkebutuhan Khusus ................................... 44
6. Bagan Dinamika Psikologis ............................................................... 56
7. Hipotesis ............................................................................................. 57
BAB III METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel Penelitian .......................................................... 58
B. Definisi Operasional ........................................................................... 58
1. Resiliensi........................................................................................ 58
2. Pelatihan Prophetic Parenting....................................................... 59
C. Subjek Penelitian ................................................................................ 59
D. Rancangan Penelitian ......................................................................... 60
E. Metode Pengumpulan Data ................................................................ 62
1. Wawancara ................................................................................... 62
2. Skala Resiliensi ............................................................................ 63
F. Prosedur Penelitian ............................................................................. 65
G. Metode Analisis Data ......................................................................... 71
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Orientasi Kancah dan Persiapan ......................................................... 73
1. Orientasi Kancah ........................................................................... 73
2. Persiapan Penelitian ....................................................................... 75
B. Laporan Pelaksanaan Penelitian ......................................................... 84
1. Pelaksanaan Prates ......................................................................... 84
2. Pelaksanaan Intervensi Pelatihan Prophetic Parenting ................. 90
3. Pelaksanaan Tindak Lanjut (Pascates 2)........................................ 126
4. Pelaksanaan terhadap Kelompok Kontrol (Waiting List) .............. 126
x
C. Hasil Penelitian................................................................................... 127
1. Deskripsi Subjek Penelitian ........................................................... 127
2. Analisis Kuantitatif ........................................................................ 129
3. Analisis Kualitatif .......................................................................... 137
D. Pembahasan ........................................................................................ 163
E. Evaluasi .............................................................................................. 179
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ......................................................................................... 184
B. Saran ................................................................................................... 185
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 189
LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perbedaan Gaya Pengasuhan Authoritative dan Prophetic
parenting ................................................................................................. 38
Tabel 2. Desain Penelitian ...................................................................... 60
Tabel 3. Blueprint Skala Resiliensi Modifikasi CD-RISC ..................... 65
Tabel 4. Rancangan Pelatihan Prophetic Parenting (Sebelum Uji Coba
Modul dan Professional Judgement) ...................................................... 68
Tabel 5. Blueprint Skala Resiliensi Modifikasi CD-RISC Setelah Diuji
Coba ........................................................................................................ 76
Tabel 6. Rancangan Pelaksanaan Pelatihan Prophetic Parenting (Setelah
Uji Coba Modul dan Professional Judgement) ...................................... 73
Tabel 7. Profil Fasilitator ........................................................................ 83
Tabel 8. Standar Penilaian Modul Intervensi yang Diberikan pada Peserta
Uji Coba Modul ...................................................................................... 85
Tabel 9. Hasil Penilaian Uji Coba Modul ............................................... 86
Tabel 10. Hasil Preview Uji Coba Modul dan Professional Judgement
terhadap Pelaksanaan Pelatihan Prophetic Parenting ............................ 88
Tabel 11. Kategorisasi Skor Resiliensi Subjek Berdasarkan Persentil ... 82
Tabel 12. Deskripsi Subjek Penelitian Kelompok Eksperimen .............. 128
Tabel 13. Deskripsi Subjek Penelitian Kelompok Kontrol ..................... 128
Tabel 14. Deskripsi Data Penelitian Skor Resiliensi .............................. 129
Tabel 15. Deskripsi Data Statistik Resiliensi Kelompok Eksperimen dan
Kelompok Kontrol .................................................................................. 130
Tabel 16. Uji Normalitas Shapiro-Wilks ................................................. 132
Tabel 17. Uji Homogenitas Resiliensi .................................................... 133
Tabel 18. Uji Asumsi Sphericity ............................................................. 134
Tabel 19. Uji Interaksi antara Time (pra-pascates1-pascates2) dan Group
( Eksperimen Dan Kontrol) ..................................................................... 134
Tabel 20. Uji Beda Prates, Paskates 1, dan Paskates 2 Kelompok
Eksperimen.............................................................................................. 135
xii
Tabel 21 Uji Beda Prates, Paskates 1, dan Paskates 2 Kelompok
Kontrol .................................................................................................... 135
Tabel 22. Efek Variabel Kontrol terhadap Resiliensi ............................. 136
Tabel 23. Analisis Tambahan .................................................................. 137
xiii
DAFTAR GRAFIK
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Informed Consent
Lampiran 2 : Skala Resiliensi, Skala Dukungan Keluarga, Skala Dukungan
Sosial
Lampiran 3 : Surat Pernyataan Professional Judgement Modul Intervensi
Lampiran 4 : Tabulasi Data Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
Lampiran 5 : Hasil Hitung Statistik
Lampiran 6 : Hasil Observasi Peserta Intervensi
Lampiran 7 : Dokumentasi Foto Kegiatan Intervensi
Lampiran 8 : Daftar Hadir Peserta Kegiatan Intervensi
Lampiran 9 : Surat Izin Penelitian
xv
PROPHETIC PARENTING TRAININGS TO IMPROVE PARENTS’
RESILIENCE IN RAISING CHILDREN WITH SPECIAL NEEDS
Bellyana Fitria
Qurotul Uyun
Ahmad Rusdi
ABSTRACT
This study aimed to find out about the effects of prophetic parenting training on
improving parents‟ resilience in raising children with special needs. The subjects
in this study were 11 mothers of children with special needs who had resilience
scores that fell in the very low to moderate category. These 11 women were
divided into two groups: 6 subjects were in the experiment group and 5 subjects
were in the control group. The prophetic parenting training was done in four
meetings and each lasted for 2 hours. Resilience was measured using Modified
Connor and Davidson‟s Resilience Scale (Dong, et al., 2013) adapted by
Kurniawan (2015) into 25 items. Pre-tests were carried out before the trainings,
and post-tests after the trainings, while follow-up was performed two weeks after
the post-tests were conducted. This study used statistical analysis in the form of
Anava Mixed Design. The results of the statistical analysis showed that the
prophetic parenting trainings have a value of F=1,048, p=0,377 (p>0,05), dan η²=
13%. This way, it can be concluded that the prophetic parenting trainings do not
have significant effect on improving parents‟ resilience in raising children with
special needs. However, qualitative analysis showed that there are positive
changes in each of the subjects belonging to the experiment group, such as
emotional, cognitive, behavioral, and spiritual changes.
xvi
PELATIHAN PROPHETIC PARENTING UNTUK MENINGKATKAN
RESILIENSI ORANGTUA DALAM MENGASUH ANAK
BERKEBUTUHAN KHUSUS
Bellyana Fitria
Qurotul Uyun
Ahmad Rusdi
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelatihan prophetic parenting
terhadap peningkatkan resiliensi pada orangtua yang mengasuh anak
berkebutuhan khusus (tunagrahita). Subjek dalam penelitian ini adalah 11 ibu dari
anak-anak penyandang tunagrahita yang memiliki skor resiliensi dalam kategori
sangat rendah hingga sedang. Dari 11 orang tersebut terbagi menjadi dua
kelompok, yaitu 6 subjek kelompok eksperimen dan 5 subjek kelompok kontrol.
Pelatihan prophetic parenting dilakukan sebanyak empat kali pertemuan dan
berlangsung selama 2 jam. Resiliensi diukur menggunakan skala Modified
Connor and Davidson Resilience Scale (Dong, dkk., 2013) yang telah adaptasi
oleh Kurniawan (2015) menjadi 25 aitem. Prates diberikan sebelum pelatihan,
pascates 1 diberikan setelah pelatihan, dan pascates 2 dilakukan dua minggu
setelah diberikan pascates. Penelitian ini menggunakan analisis statistik berupa
Anava Mixed Design. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pelatihan
prophetic parenting memiliki nilai F=1,048, p=0,377 (p>0,05), dan η²= 13%.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pelatihan prophetic parenting tidak
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan resiliensi orangtua
dalam mengasuh anak berkebutuhan khusus. Namun analisis kualitatif
menunjukkan ada perubahan positif yang dialami pada masing-masing subjek
kelompok eksperimen seperti emosi, kognitif, perilaku, dan spiritual.
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
adalah suatu kondisi yang paling berat dan menegangkan untuk dilalui (Moawad,
salah satu stressor bagi orangtua yang dapat menimbulkan ketegangan emosional
dan psikologis bagi orangtua (Roach, Orsmond, & Barrat, 1999; dalam Habib,
Jameel, & Fazzal, 2015). Hal ini karena orangtua dituntut untuk dapat beradaptasi
dengan perubahan keadaan dan kebutuhan anak, besarnya biaya untuk terapi dan
Sullivan-Bolyai, Sadler, & Knafl, 2003; Oruche, dkk., 2012; dalam Moawad,
2012).
Selain itu, orangtua juga dihadapkan pada masalah dengan anak kandung
lainnya, kesulitan dalam mencari bantuan, dan harus dihadapkan pada sitgma
negatif dari masyarakat terkait anak berkebutuhan khusus serta muncul berbagai
pikiran dan emosi yang negatif, seperti perasaan ketidakpastian masa depan anak
(William & Piamjariyakul, 2010; Howel, dkk., 2007; Habib, Jameel, & Fazzal,
2015; Mulcahy & Savage, 2016). Efek negatif dari kondisi yang dihadapi oleh
1
2
Kondisi ibu yang penuh tekanan dan berada dalam kondisi yang sulit,
dengan Phelps, dkk (2014), mengatakan bahwa stres yang dialami oleh ibu
menyebabkan proses pengasuhan menjadi tidak efektif. Ibu yang belum dapat
anak tanpa adanya pengawasan (Wijaya, 2015). Jika hal tersebut dilakukan secara
terus menerus, maka proses pengasuhan akan menjadi semakin tidak efektif dan
2015 & Hidayati, 2013). Dengan kata lain, mengasuh anak berkebutuhan khusus
merupakan tekanan sulit yang harus dihadapi orangtua, sehingga berdampak pada
orangtua dihadapkan pada kondisi saat mengatasi emosi anak, anak sulit untuk
diajak kerjasama, dan keinginan anak yang harus dipenuhi. Bahkan ada orangtua
yang mengaku sempat malu dengan kondisi dan stigma negatif dari masyarakat
yang dialami oleh salah seorang seorang ibu dengan anak penyandang down
syndrome yaitu RN. Saat hamil anak bungsu yang berkebutuhan khusus yang
berinisial BN, RN mengaku diluar rencana karena saat itu RN masih menjalani
program KB. Ketika mengetahui anak terlahir berbeda dengan anak lainnya, RN
mengaku sangat terpukul, kecewa, dan sempat menyangkal akan takdir Allah.
putus asa. Segala cara sudah RN lakukan demi melihat anak bungsunya berjalan.
Meski kini anak telah mengalami perkembangan yang lebih baik, namun RN
masih merasa bahwa hal yang dilakukan untuk anak masih dianggap kurang
maksmial. Hal ini karena besarnya harapan RN terhadap anak bungsunya agar
dapat tumbuh dan berkembang seperti anak-anak lainnya yang dapat melakukan
kemandirian. RN juga khawatir akan masa depan BN, terutama ketika RN tak lagi
mampu mendampinginya.
Selain itu, suami RN juga sempat sulit menerima kondisi anak bungsunya.
diperlakukan demikian oleh temannya. Hal ini karena RN tidak memiliki kendali
menerima kondisi anak dan merelakan BN sekolah di SLB. Tidak hanya itu, RN
juga dihadapkan pada berbagai macam sitgma negatif dari tetangga yang mencaci
kondisi anak yang dianggap sebagai penyebab sarana pesugihan. Selain itu,
4
adapula yang menganggap bahwa kondisi anaknya yang down syndrome dianggap
sebagai hal yang dapat menularkan penyakit. RN mengaku sangat terpukul dan
BN juga sulit untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan yang baru, jika BN
merasa tidak nyaman, BN akan menangis. Hal ini yang sering membuat M,
merasa kesulitan untuk mengatasi emosi BN. Selain itu, kondisi BN yang
anak kedua RN. Disamping itu, kurang adanya keterlibatan suami RN dalam
dan tidak mampu untuk mengasuh anak (wawancara pribadi pada tanggal 9 Maret
2018).
Peneliti juga melakukan wawancara dengan salah satu kepala sekolah SLB
kesembuhan dari anak-anaknya agar anak dapat tumbuh seperti anak normal
lainnya. Bahkan ada orangtua wali murid yang sangat protektif terhadap anaknya
yaitu menunggu anak hingga pulang sekolah. Sebagian besar orangtua wali murid
anak pada pihak sekolah (Wawancara pribadi pada tanggal 14 Maret 2018).
5
Tryon (Ahern, 2006), mengatakan bahwa individu dengan resiliensi yang rendah
jika dihadapkan pada kesulitan, maka individu akan mudah menyerah, tertekan,
maladaptif. Begitu juga dengan orangtua yang kurang dapat menerima kenyataan
mengenai kondisi anaknya, hanya akan membuat dirinya semakin merasa terpuruk
dan menjadi tidak efektif dalam melakukan perannya sebagai orangtua terutama
Sebagaimana hasil wawancara pada salah satu guru SLB yaitu YT, bahwa
hal-hal yang telah diajarkan atau dilatih di sekolah, kebanyakan dari orangtua
orangtua yang belum dapat menerima kenyataan atas kondisi yang dialami oleh
anak, sehingga orangtua kerap kali memarahi anak karena tidak mampu
anak, sehingga menyebabkan orangtua untuk mengalami stres yang lebih berat,
6
dkk., 2009).
sebagai proses adaptasi individu saat dihadapkan pada kesulitan atau stres (Eley,
dkk., 2013). Ketika individu mampu menyesuaikan diri terhadap harga diri,
resilien (Dumnot & Provost, 1999; dalam Kaur, 2015). Sebagaimana yang
diungkapkan oleh Connor dan Davidson (2003), bahwa individu dengan resilien,
gigih; percaya pada naluri, toleransi terhadap afek negatif, dan kuat menghadapi
stres; penerimaan yang positif terhadap perubahan dan memiliki hubungan yang
merupakan faktor resiko yang menimbulkan kesulitan bagi orangtua (Linley &
Joseph, 2004). Hal ini karena mengatasi masalah yang berkaitan dengan anak
berkebutuhan khusus adalah proses yang sangat sulit untuk dilalui dan beberapa
dihadapinya (Gibson, 1995; dalam Kaur, 2015). Faktor resiko adalah segala
7
sesuatu yang memiliki pontensi untuk menimbulkan kesulitan dalam hidup (Kalil,
2003).
faktor resiko, individu tersebut juga harus memiliki faktor protektif (pelindung)
yaitu hal-hal yang dapat memperkuat individu dalam menghadapi kesulitan yang
bersumber baik dari dalam maupun luar individu (Kalil, 2003). Faktor protektif
ini berupa proteksi dalam diri individu, proteksi dari keluarga, dan proteksi dari
komunitas (Noltemeyer & Bush, 2013). Kalil (2003), juga menambahkan bahwa
orangtua mengasuh anak berkebutuhan khusus. Hal ini sejalan dengan Brookman-
dampak positif bagi orangtua dalam mengasuh anak berkebutuhan khusus. Preece
interaksi komunikasi orangtua dan anak yang lebih baik, pemahaman mengenai
dengan meneladani gaya Rasulullah dalam mendidik dan mengasuh anak. Selain
itu, pelatihan prophetic parenting merupakan salah satu bentuk intervensi yang di
dalamnya terdapat unsur faktor protektif dari lingkungan atau komunitas, karena
seseorang dapat resilien menghadapi kesulitan (Bogar & Killacky, 2006). Bogar
penting bagi individu untuk dapat resilien dalam melewati kesulitan yang
(1998), bahwa pengasuh yang memiliki keyakinan spiritualitas yang tinggi dapat
yang lebih baik dengan anak, serta diketahui pula dapat memberikan rasa aman
dan nyaman bagi anak. Sejalan dengan Mahoney, Pargament, Tarakeshwar, dan
cerdas” berpengaruh terhadap penurunan tingkat stres pengasuhan pada ibu yang
menurunkan stres pengasuhan orangtua yang memiliki anak autis. Penelitian yang
Dean, Myors, dan Evans (2003), menemukan bahwa program Triple P (positive
menurunkan tingkat disfungsi pengasuhan dan konflik antara orangtua dan anak,
penelitian sebelumnya mengacu pada teori dan penelitian dari Barat. Penelitian
yang dilakukan oleh Sanders, Cann, dan Markie-Dadds (2003), program positive
bahwa strategi yang digunakan pada Triple P adalah memberikan ceramah terkait
yang hangat antara orangtua dan anak, keterampilan mengontrol perilaku anak dan
yang baik untuk anak, bersikap adil pada semua anak, menjauhi marah dan
berakhlakul kharimah yang baik melalui ajaran akidah, akhlak dan ibadah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
berkebutuhan khusus.
D. Manfaat Penelitian
maupun praktis
1. Manfaat teoritis
2. Manfaat praktis
Quran dan hadist. Selain itu, melalui pelatihan prophetic parenting orangtua
dapat lebih optimis, lebih mampu untuk bangkit kembali dan beradaptasi
12
khusus.
E. Keaslian Penelitian
pelatihan “pengasuhan ibu cerdas” terhadap stres pengasuhan pada ibu anak
autis.
group design with pretest and posttest. Jumlah subjek penelitian tersebut
sebanyak 20 orang ibu yang memiliki anak autis dengan tingkat stres
pengasuhan dari kategori sedang hingga tinggi, yang dibagi menjadi kelompok
penurunan tingkat stres pengasuhan pada ibu dengan anak autis setelah
sebelumnya yang pernah dilakukan oleh Kurniawan dan Uyun (2013) dengan
berikut:
1. Keaslian Topik
“pengasuhan ibu cerdas” terhadap stres pengasuhan pada ibu anak autis.
pada ibu dengan anak autis. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh
berkebutuhan khusus.
2. Keaslian Teori
Dong, dkk (2013). Pada peneliti sebelumnya yaitu Hidayati (2013) dan
resiliensi pada ibu yang memiliki anak menderita talasemia. Skala resiliensi
Abidin (1995).
Pada penelitian ini, peneliti memilih subjek penelitian yaitu orangtua yang
(2015), subjek penelitian yang digunakan adalah ibu yang memiliki anak autis.
5. Keaslian Intervensi
Suwaid (2010) yaitu tentang meneladani cara Rasulullah dalam mendidik dan
sebelumnya mengacu pada teori dan penelitian dari Barat yaitu Sanders
(1999).
pada anak agar anak memiliki akhlakul kharimah yang baik melalui ajaran
hangat antara orangtua dan anak, keterampilan mengontrol perilaku anak dan
dilakukan oleh Hidayati (2013) yaitu pelatihan pengasuhan ibu cerdas dimensi
teladan yang baik, memilih waktu yang tepat dalam memberikan arahan,
autis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. RESILIENSI
1. Pengertian Resiliensi
kehidupan (Marsh, 1996; dalam McAllister & McKinnon, 2009). Sejalan dengan
Eley, dkk (2013), yang mengatakan bahwa resiliensi sebagai proses adaptasi
terhadap kesulitan atau stres. Lebih lanjut Luthar (2005, dalam Daniel, 2010),
seseorang untuk mengatasi kesulitan dan mampu kembali ke dasar awal fungsi
menghadapi kesulitan.
manusia dan dipengaruhi oleh karakteristik seperti gender, latar belakang budaya,
latar belakang etnis, dan tingkat pendidikan (Connor & Davidson, 2003; Jowkar,
sebagai karakteristk bawaan yang dimiliki setiap orang pada tingkat tertentu,
18
19
sebagai sebuah proses, bukan sekedar kompilasi faktor pelindung (Bogar &
kesejahteraan seseorang (Mark, Ng, & Wong, 2011). Beberapa tahun terakhir,
tantangan (Friedli, 2009; Sikkes, dkk., 2008; Windle, 2011; dalam Pinheiro &
Matos, 2013). Oleh karena itu, resiliensi sebagai proses individu untuk
dengan merespon secara positif dalam menghadapi situasi maupun kondisi yang
sulit.
20
2. Aspek-aspek Resiliensi
akan melihat kesulitan sebagai sebuah tantangan yang harus dihadapi dan
memiliki keyakianan yang kuat untuk dapat bangkit kembali serta tidak mudah
putus asa dalam mengatasi kesulitan dengan tetap menunjukkan kontrol emosi dan
dengan penuh ketenangan, tetap mampu mengambil keputusan, dan dengan cepat
mudah untuk menyesuaikan diri dengan kondisi stresful, seperti saat dihadapkan
Menurut Lyons (Connor & Davidson, 2003), individu yang resilien dapat
kedekatan atau kelekatan yang aman dengan orang lain, sehingga ketika
dan perhatian dari orang lain (Rutter, 1985; dalam Connor & Davidson, 2003).
dan lebih realistis terhadap rasa kontrol tersebut. Individu yang mampu
ketika dihadapkan pada kesulitan individu tidak akan mudah putus asa dan cepat
bangkit kembali dari kesulitan. Selain itu, kemampuan mengontrol tersebut akan
masalah sosial.
e. Pengaruh spiritual
Individu yang memiliki rasa optimis dan memiliki tingkat keimanan atau
keyakinan kepada Tuhan, diketahui akan lebih mudah untuk bangkit dan mampu
menyesuaikan diri terhadap kesulitan. Hal ini dikarenakan peran iman dan
untuk mencari jalan keluar dari permasalahan dan dapat memberikan dampak
Lebih lanjut Dong, dkk (2013) melakukan analisis faktor dan modifikasi
resiliensi:
22
memecahkan persoalan dan tidak mudah menyerah. Individu juga tetap mampu
Individu yang resilien tetap mampu menjalih hubungan sosial dengan orang-
orang disekitarnya. Hal ini karena mendapatkan dukungan dari keluarga maupun
dialaminya. Selain itu, meskipun dihadapkan pada kesulitan individu juga tetap
c. Pengaruh spiritual
kesulitan. Individu dapat melihat sisi positif dibalik kesulitan yang dialami dan
Meski dihadapkan pada situasi yang sulit, individu tetap memiliki tujuan hidup
yang jelas. Individu tetap mampu berpikir positif dan membuat keputusan, meski
Dong, dkk (2013) yang merupakan hasil analisis faktor dari Connor dan
23
sosial dan keluarga, pengaruh spiritual, dan memiliki kehidupan berorientasi pada
tujuan.
a. Faktor resiko
persoalan atau kesulitan dalam hidup. Luthar (Kalil, 2003) pun berpendapat
b. Faktor protektif
menghadapi resiko. Ruter (1990, dalam Kalil, 2003), bahwa variabel protektif
dapat bertindak untuk mengubah efek samping dari variabel resiko seperti
membangun dan pemeliharaan harga diri (self efficacy), dan membuka peluang
baru menjadi pribadi yang lebih baik. Hill, Stafford, Ross, dan Daniel (2007)
kepribadian.
2) Faktor keluarga
Rutter, 2000; Whyman et al, 2000; Masten, 2001, dalam Hill, dkk., 2007)
Menurut McMillan dan Chavis (Noltemeyer & Bush, 2013) salah satu
determinant serupa dengan faktor protektif, hanya saja Bogar dan Killacky
a. Interpersonally skilled
untuk mencapai kebagaiaan dan kesenangan dalam hidup. Oleh karena itu,
b. Compentent
sehingga individu dapat menerima diri apa adanya. Oleh karena itu, individu
d. Spiritual
seseorang menjadi resilien untuk melewati masa-masa sulit. Hal ini karena
juga menyakini bahwa peristiwa yang telah terjadi merupakan takdir yang
Individu mampu mengambil hal positif dari kesulitan yang dialami. Hal
ini karena adanya dukungan dari lingkungan seperti keluarga dan orang-orang
B. Prophetic parenting
Pengasuhan adalah suatu proses interaksi antara orangtua dan anak dalam
berupa intelektual maupun moral sampai anak tumbuh menjadi dewasa (Brooks,
2011),. Salah satu pola asuh yang menggunakan pendekatan Islami adalah
gaya pengasuhan yang meneladani metode Rasulullah dalam hal mendidik dan
mengasuh anak, seperti yang telah diriwayatkan dalam Al Quran dan Hadist yaitu
dengan pendekatan Islami, orangtua harus tahu dan meyakini bahwa hanya Allah
SWT yang mampu memberikan petunjuk, sehingga hal yang perlu dilakukan oleh
yang telah Allah SWT tetapkan. Selebihnya merupakan hak Allah SWT semata
batasan terhadap tingkah laku anak tanpa merendahkan dirinya, yang bertujuan
untuk menciptakan dan menumbuhkan jiwa keagamaan dan kebaikan dalam diri
anak agar dapat menjadi pribadi yang lebih kuat dan tetap berada dalam kaidah
(Suwaid, 2010):
Allah SWT dan sunah-sunah Rasul-Nya dalam sikap dan perilaku selama
berpuasa Senin dan Kamis, sholat jamaah di masjid, dan lain-lain. Seorang
anak yang berada dalam masa pertumbuhan akan bertanya tentang sebab
ketaqwaannya kepada Allah SWT agar dapat dijadikan teladan yang baik
untuk anaknya dalam hal perilaku, tutur kata, agama, akhlak, dan
Memilih waktu yang tepat dalam memberikan arahan kepada anak, maka
arahan yang telah diberikan orang tua akan lebih efektif dan lebih mudah
dalam mendidiknya. Hal ini dikarenakan dengan memilih waktu yang tepat
pada kondisi anak yang sudah siap untuk menerima masukan, anak akan
lebih mudah menerima nasihat yang orangtua berikan, namun pada waktu
yang lain anak dapat menolaknya dengan keras. Apabila orangtua mampu
mendidik dan mengarahkan hati anak, maka hal yang dilakukan tersebut
akan berdampak positif bagi anak dan anak akan berperilaku sesuai dengan
1) Dalam perjalanan
Pengarahan ini tidak dilakukan pada ruang tertutup, namun ditepat yang
terbuka, ketika jiwa anak dalam keadaan siap menerima arahan dan
2) Waktu makan
dilakukan anak. Hal ini karena biasanya anak akan menampilkan apa
layak. Jika orangtua tidak duduk bersama dengan anak selama makan,
Ketika anak sakit, terdapat dua keutamaan yang dapat dilakukan oleh
keyakinan, yakni keutamaan fitrah anka dan melunakan hati anak saat sakit.
c. Bersikap adil
suatu kaidah yang agung dalam pencapaian bakti dan ketundukan seorang
d. Mendoakan anak
dipanjatkan oleh orangtua akan selalu dikabulkan oleh Allah SWT, sebab
doa yang mereka ucapkan merupakan doa yang paling mujarab dan paling
diridhoi oleh Allah SWT. Melalui panjatan doa, rasa sayang dan rasa cinta
orangtua akan semakin tertanam kuat dihati dan akan semakin membara
atas apa yang mereka rasakan, sehingga keduanya akan semakin tunduk
memberikan yang terbaik pada sang anak terutama untuk masa depannya.
2010):
kepada kedua orangtuanya saja, akan tetapi orangtua juga memiliki peran
agar berbakti dan menaati perintah Allah SWT, serta mendorongnya untuk
mencela perilaku anak dan menjauhi amarah. Sebab orangtua harus memahami
kemampuan akal anak, sehingga tidak semua perilaku anak harus ditegur.
Memang sebagian perilaku anak harus ditegur, tetapi ada juga kesalahan anak
yang harus dimaafkan. Diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim dari Anas
r.a., ia berkata:
rasa cinta tanpa syarat, maka menumbuhkan perasaan positif dan dan dapat
anak dengan apa adanya, maka anak akan tumbuh menjadi orang yang
bakat dan minat anak, serta mampu mendidik anak dengan kesabaran.
membangun perasaan anak, dan menunaikan hak anak, maka anak dapat
gaya pengasuhan ini berbasis Islami yang meneladani cara Rasulullah dan
sahabat dalam mendidik anak. Artinya tidak hanya sekedar hasil uji coba,
diterapkan pun menembak segala aspek seperti jiwa, hati, akal, jasmani, dan
37
38
C. Tunagrahita
1. Pengertian Tunagrahita
lainnya yakni terjadi kelainan pada beberapa dimensi penting dari fungsi
2. Karakteristik Tunagrahita
(Desiningrum, 2016):
39
40
lainnya
c. Perlu rawat, tunagrahita kategori berat yang sudah tidak mampu dilatih
keterampilan apapun.
usianya
kurang atau dapat juga gerakan sering tidak terkendali. Emosi lemah dan
kemampuan dasar.
ketunagrahitaan.
d. Bayi mengalami trauma otak saat proses persalinan atau terkena zat
bahwa ada sesuatu yang bermasalah atau tidak sempurna dengan kondisi anak
mereka merupakan hal yang paling sulit dan pengalaman yang mengejutkan bagi
ketika orangtua mengetahui kondisi berbeda dengan anak lainnya, mereka akan
dalam kehidupan sosial, sehingga membuat mereka frustasi dan merasa tidak puas
kelainan (Blachar & Bakar, 2007; Hill & Rose, 2009; dalam Thawala, Ntinda,
Hlanze, 2015). Thawala, Ntinda, dan Hlanze (2015), juga mengatakan bahwa
menyebabkan kelaian pada anak mereka, serta berpikir bahwa hal tersebut berasal
diri sendiri, dan kebingungan ketika mengetahui kondisi anak mengalami kelainan
terhadap kapasitas orangtua untuk menerima kondisi anak (Van Riper & Selder,
43
1989, dalam Aldosari & Pufpaff, 2014). Selain itu, perasaan-perasaan negatif
mengasuh, depresi dan kecemasan (Cappe, dkk., 2011; Mak & Kwok, 2010).
tuntutan memberikan perawatan, serta perasaan yang tidak siap terhadap tugas-
Sadler, & Knafl, 2003; Oruche, dkk., 2012; dalam Moawad, 2012). Orangtua juga
memiliki berbagai pikiran dan emosi yang negatif, seperti perasaan ketidakpastian
masa depan anak, kemudian dihadapkan masalah dengan anak kandung lainnya,
berkebutuhan khusus (William & Piamjariyakul, 2010; Howel, dkk., 2007; Habib,
Jameel, & Fazzal, 2015; Mulcahy & Savage, 2016). Efek negatif dari kondisi
kemudian berdampak pada pengasuhan yang tidak efektif. Oleh karena itu,
mengasuh anak berkebutuhan khusus menjadi kesulitan yang besar bagi orangtua
44
orangtua. Namun bagi orangtua dengan anak berkebutuhan khusus, peran tersebut
merupakan tantangan yang sulit untuk dilalui (Thwala, Ntinda, & Hlanze, 2015).
mengalami stres yang lebih tinggi dan memiliki tantangan yang besar untuk
merawat anak. Hal ini karena orangtua dihadapkan pada tuntut untuk dapat
yang dibutuhkan, tuntutan memberikan perawatan, serta perasaan yang tidak siap
Sullivan-Bolyai, Sadler, & Knafl, 2003; Oruche, dkk., 2012; dalam Moawad,
2012). Selain itu, orangtua juga dihadapkan pada berbagai pikiran dan emosi yang
negatif (Habib, Jameel, & Fazzal, 2015), seperti perasaan ketidakpastian masa
depan anak (Mulcahy & Savage, 2016). Hal ini menimbulkan tekanan dan
serta kurang dapat menerima kenyataan mengenai kondisi anaknya, hanya akan
2013). Oleh karena itu, orangtua harus segera bangkit dan melakukan hal yang
terbaik bagi anak (Davis & Carter, 2008), yakni dengan meningkatkan
terapi dan didukung dengan obat-obatan, tetapi jika intensitas penanganan anak
pula pada perkembangan dan kesejahteraan anak. Hal ini disebabkan kurangnya
khusus (Kazdin & Whitley, 2003). Demi mencapai intensitas penanganan terapi
pengasuhan, respon dan sensitivitas yang ditunjukkan oleh ibu sangat diperlukan
(Atkinson, dkk., 1999; Clements & Barnett, 2002; dalam Barnett, dkk., 2003).
penting dan membantu orangtua untuk terlibat dalam pengasuhan yang lebih
efektif (Neitzel & Stright, 2004). Selain itu, pendidikan dapat pula menjadi
mengasuh (Coleman & Karraker, 1998). Hal ini karena optimisme yang dimiliki
orangtua merupakan faktor protektif agar lebih resilien dalam proses pengasuhan
46
yang lebih positif (Ellingsen, Baker, Blacher, & Crinc, 2014). Sejalan dengan
Reivich & Shatte (2002), bahwa individu yang resilien yaitu memiliki self
efficacy dan optimisme dalam menghadapi stres atau kesulitan. Ellingsen, dkk
(2014), menambahkan bahwa ibu yang memiliki pengetahuan yang baik terkait
anak.
Individu dapat dikatakan resilien apabila memiliki dua daktor yaitu faktor
resiko dan faktor protektif. Artinya, jika individu dihadapkan pada faktor resiko
dan individu tersebut juga memiliki faktor protektif, maka individu dapat
Salah satu faktor protektif yang membentuk konsep resliensi adalah proteksi dari
lingkungan atau komunitas, seperti sahabat, sekolah, guru dan lain sebagainya
(Hill, Stafford, Ross, & Daniel, 2007). Menurut McMillan & Chavis (Noltemeyer
& Bush, 2013), melalui proteksi dari lingkungan, orangtua dapat membentuk
penerimaan yang tulus. Berinteraksi dengan sesama orangtua yang memiliki anak
dan dukungan emosional (Noltemeyer & Bush, 2013). Adapun faktor penentu
kompetensi, penerimaan diri (high self regard), spiritual, dan helpful life
lain-lain. Sinha, Verma, & Hershe (2016), juga menambahkan bahwa salah satu
yang diterapkan, kemudian kehangatan yang terjalin antara orangtua dan anak
diketahui pula dapat berpengaruh pada resiliensi orangtua dalam mengasuh anak.
sebagai faktor penentu seseorang untuk dapat resilien (Bogar & Killacky, 2006).
salah satu karakteristik yang dapat membentuk individu menjadi pribadi resilien.
Keimanan yang dimiliki oleh individu memiliki peran penting sebagai intervensi
memberikan dampak positif terhadap kelangsungan individu itu sendiri. Hal ini
didukung dengan bukti empiris yang menunjukkan bahwa agama dan spiritualitas
dalam mengasuh yaitu membimbing dan mendidik anak secara berkala, sedikit
demi sedikit, penuh kelembutan, kesabaran dan kasih sayang (Suwaid, 2010).
Swank (2001), bahwa keberagamaan memiliki kaitan yang erat terhadap praktik
simbolis yang sehat dengan anak dan orang penting lainnya (Chang & McConkey,
sosial dan self efficacy. Hal ini menunjukkan bahwa orangtua yang termotivasi
berbakti dan ketaatan, tidak memarahi atau mencela anak. Masing-masing metode
memiliki landasan penting untuk diterapkan oleh orangtua dalam mengasuh anak.
modelling dalam perkembangan anak karena anak akan meniru kebiasan, sikap,
dan perilaku yang ditunjukkan oleh orangtua (Kasapi, 2013, dalam Ceka &
Murati, 2016). Orangtua juga memiliki tanggung jawab atas perkembangan anak
dan membuat anak tumbuh menjadi pribadi yang baik (Good, 1998; dalam Ceka
& Murati, 2016). Apabila orangtua memiliki pengaruh yang positif dalam hal
pendidikan dan kehidupan anak, maka masa depan anak akan lebih sukses
(Colanoiq, & Vera, 1972; dalam Ceka & Murati, 2016). Dalam hal ini, peran ibu
identitas anak, karena seorang ibu yang akan menjamin kehidupan anak untuk
orangtua dapat menumbuhkan perasaan nyaman dan aman pada anak melalui
kehangatan merupakan hal yang terpenting dalam pengasuhan yang mengacu pada
kehangatan dan keterlibatan orangtua sangat penting bagi anak dalam mencari
Johnson, & Synder, 2005). Disamping itu, orangtua juga dapat mempengaruhi
50
jiwa anak dengan cara menumbuhkan keberanian dan memberi kepercayaan pada
anak, merespon minat dan bakat anak, mendidik anak dengan memberikan janji
Dimensi ini diberikan dengan tujuan untuk mendorong orangtua agar dapat
lebih dapat menerima dan mencintai anak apa adanya. Selain itu, mendorong
orangtua untuk tetap yakin, meski secara kemampuan kognitif anak lemah, namun
orangtua tetap dapat mempengaruhi jiwa anak yang kuat dan mandiri. Bogar dan
Killacky (2006), individu yang memiliki penerimaan diri yang positif, maka
perubahan atau kesulitan dengan positif, tidak mudah menyerah dan mampu
memecahkan persoalan dengan positif (Connor & Davidson, 2003; Dong, dkk.,
2013).
dapat toleransi terhadap situasi yang stresfull dan tetap tegar menghadapi stres,
sehingga orangtua dapat dengan cepat melakukan coping dan tetap fokus meski
dalam kondisi penuh tekanan. Sebagaimana yang dikatakan Connor dan Davidson
(2003), bahwa individu yang resilien percaya terhadap naluri, mampu toleransi
terhadap afek negatif dan kuat menghadapi stres. Hal ini perlu dimiliki orangtua
penuh tekanan yakni memiliki tanggung jawab yang besar baik dalam
sama juga ia harus membagi pikiran dan perhatian dengan anak kandung lainnya.
51
merasa terabaikan atau penolakan bagi anak kandung lainnya (Kaur, 2015). Oleh
karena itu, orangtua perlu melakukan upaya yang besar untuk menciptakan
anak kandung lainnya (Kaur, 2015). Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam
Ahmad, Abu Dawud, an-Nasai dan Ibnu dari hadist an Nu‟man bin Basyir
(Suwaid, 2010):
dimensi ini bertujuan untuk mengarahkan orangtua agar mampu mengontrol ego
dan emosi dalam diri. Salah satu yang mencerminkan seseorang resilien adalah
bagi orangtua dalam memilih waktu memberikan nasihat atau arahan pada anak
karena hal tersebut sangat berpengaruh terhadap pemahaman dan hal yang akan
dilakukan oleh anak (Suwaid, 2010). Pada saat akan memberikan nasihat,
orangtua harus memahami karakteristik dan kondisi anak, karena pada saat
tertentu anak dapat menerima nasihat, tetapi juga diwaktu atau kondisi lain anak
(Gunarsa & Gunarsa, 2008) mengenai hukum kesiapan, bahwa proses belajar
dapat berjalan dengan lancar, jika anak sudah siap menerima rangsangan terhadap
52
rangsangan yang akan diberikan. Oleh sebab itu, jika orangtua mampu
mengarahkan hati dan memahami kondisi anak, maka pengarahan yang diberikan
bagi orangtua untuk selalu konsisten dalam menjalankannya (Suwaid, 2010). Doa
yang dipanjatkan oleh orangtua terutama ibu untuk anak bagaikan doa Nabi
merefleksikan kasih sayang dan cinta orangtua untuk anak. Melalui doa, rasa cinta
dan kasih sayang orangtua terhadap anak akan membara serta tertanam semain
kuat, sehingga orangtua akan semakin tunduk kepada Allah SWT dan berusaha
untuk memberikan pengasuhan dan perhatian yang terbaik untuk anak (Suwaid,
2010). Henry (2013), mengatakan bahwa doa mampu memberi energi spiritual
yang dapat menghasilkan banyak manfaat psikologis. Selain itu, doa juga mampu
membantu individu untuk mengatasi stres dan perasaan bahaya (Henry, 2013).
Sejalan dengan McCullough (Henry, 213) mencatat bahwa orang yang berdoa
memiliki harapan positif tentang kesulitan yang dihadapi karena mereka mampu
menilai ulang peristiwa yang menegangkan dengan cara yang positif. Watts
53
(2011) juga menambahkan bahwa doa dapat membantu individu pulih dari
spiritual (Connor & Davidson, 2003). Individu yang resilien memiliki keyakinan
dan keimanan terhadap Tuhan dan hal tersebut sebagai proses intervensi yang
dialami (Connor & Davidson, 2003). Oleh karena itu, melalui doa, maka orangtua
dengan anak berkebutuhan khusus dapat bangkit kembali dan memiliki harapan
ketaatan sedini mungkin. Hal ini karena orangtua memiliki tanggung jawab yang
besar dalam membantu anak berbakti (Suwaid, 2010). Mengajarkan anak berbakti
dan ketaatan, maka dapat menghindarkan orangtua dari anak yang durhaka
orangtua juga harus menyesuaikan dengan kemampuan anak dan harus sabar
yang tinggi, gigih, dan ulet. Oleh karena itu, tujuan dari dimensi ini adalah meski
khusus. Selain itu, dimensi ini juga berupaya menyadarkan orangtua agar lebih
dapat mengontrol emosi dan ego pribadinya dalam memberikan tuntutan kepada
orangtua sering dihadapkan pada berbagai perilaku yang dilakukan oleh anak.
Terlebih pada orangtua dengan anak berkebutuhan khusus yang harus ekstra
aman, atau justru menjadi semakin memberontak (Santrock, 2007). Namun setiap
kondisi tidak dapat diperlakukan dengan sikap yang sama, sebab anak memiliki
karakteristik untuk dapat menerima arahan dan mendapatkan toleransi (Al Adawy,
2009). Terutama pada anak berkebutuhan khusus, orangtua harus dapat bersikap
lembut dengan penuh kesabaran. Hal ini karena setiap anak menyukai kelembutan
dan kasih sayang. Oleh sebab itu, individu dikatakan resilien yaitu dapat
mengendalikan emosi dengan baik dan mampu toleransi terhadap afek negatif
hadist
55
positif.
56
Bagan 1
Dinamika Psikologis Pelatihan Prophetic parenting untuk Meningkatkan Resiliensi Orangtua Mengasuh Anak Berkebutuhan
Khusus
Risk factor
Memiliki ABK
E. Hipotesis
prophetic parenting.
BAB III
METODE PENELITIAN
B. Definisi Operasional
1. Resiliensi
pernah digunakan oleh Kurniawan (2015) yang terdiri dari 25 aitem. Skala
resiliensi yang digunakan oleh Kurniawan (2015) merupakan adaptasi dari skala
Modified CD-RISC (Dong, dkk., 2013). Skala ini bertujuan untuk mengungkap
tingkat resiliensi orangtua yang akan dilihat dari aspek fleksibilitas untuk
Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek, maka semakin tinggi resiliensi
58
59
anak, seperti yang telah diriwayatkan dalam Al Quran dan Hadist yaitu dengan
sedikit demi sedikit, dan menunjukkan sikap kehangatan, kelembutan dan kasih
menggunakan acuan teori dan aspek dari Suwaid (2010). Subjek dalam penelitian
ini akan dibagi menjadi dua kelompok, yakni kelompok eksperimen dan
C. Subjek Penelitian
2. Memiliki anak lebih dari 1 yang salah satu diantaranya anak berkebutuhan
khusus
3. Beragama Islam
sampling yaitu memilih subjek sesuai dengan yang ditentukan oleh peneliti
(Latipun, 2006)
D. Rancangan penelitian
yang teah ditetapkan (Latipun, 2006). Rancangan pada penelitian ini bertujuan
untuk melihat pengaruh dari suatu perlakuan terhadap kelompok yang diberikan
Kontrol (KK) Y1 -X Y2 Y3
Keterangan:
KE : Kelompok Eksperimen
KK : Kelompok Kontrol
61
Y1 : Pengukuran prates
Y2 : Pengukuran Pascates 1
Y3 : Pengukuran 2 minggu setelah pelatihan (pascates 2)
X : Perlakuan (pelatihan prophetic parenting)
-X : Tanpa perlakuan
resiliensi Modified CD-RISC (Dong, dkk., 2013). sebagai tahap pretes. Subjek
yang memiliki skor resiliensi rendah hingga sedang dan bersedia untuk mengikuti
subjek yang juga memiliki skor resiliensi rendah hingga sedang namun tidak
bersedia untuk mengikuti pelatihan, maka akan dipilih sebagai anggota kelompok
kontrol.
Pascates 2 akan dilakukan dua minggu setelah intervensi. Hal ini dilakukan untuk
melihat pengaruh perlakuan yang telah diberikan dan sejauh mana penerapannya
1. Wawancara
Wawancara awal dilakukan untuk mengetahui kondisi dan perasaan yang dialami
oleh orangtua yang kemudian menganalisis kebutuhan para orangtua dengan anak
guna mengetahui pengaruh yang dirasakan oleh para orangtua setelah diberikan
perlakuan dan sejauh mana orangtua dapat menerapkan perlakuan tersebut dalam
berkebutuhan khusus?
b. Apa saja hambatan yang dialami selama mengasuh anak berkebutuhan khusus
(tunagrahita)?
mengasuh anak?
anak lainnya?
63
e. Bagaimana perasaan subjek ketika anak harus menjalani pendidikan luar biasa
diberikan perlakuan. Ada beberapa aspek yang akan diobeservasi dalam penelitian
ini yaitu partisipasi perserta, keaktifan peserta, respon (emosi dan perilaku) yang
2. Skala Resiliensi
mengungkap fakta terkait variabel yang akan diteliti (Latipun, 2010). Skala yang
digunakan dalam penelitian ini adalah skala resiliensi yang sebelumnya digunakan
oleh Kurniawan (2015) yang juga merupakan adaptasi dari skala Modified CD-
RISC (Dong, dkk., 2013). Pada penelitian ini subjek diminta untuk mengisi
dengan memilih salah satu dari kelima alternatif pilihan jawaban yang sesuai
dirancang untuk dapat menghasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan yang
64
yang digunakan untuk menguji validitas aitem menggunakan nilai batas kritis
yaitu 0,30. Namun jika terdapat aitem yang valid berada dibawah nilai 0,30 dan
aitem tersebut memiliki konten yang penting, maka nilai batas kritis dapat
tetap konsisiten apabila dilakukan beberapa kali pengukuran dengan alat ukur
yang sama, terhadap kelompok subjek yang sama, maka hasil yang diperoleh
relatif sama atau konsisiten dari waktu ke waktu. Dalam aplikasinya, reliabilitas
akan dinyatakan oleh koefisien cronbach alpha apabila angkanya berada dalam
rentang dari 0 sampai dengan 1,00 (Azwar, 2004). Akan tetapi nilai alpha yang
tinggi tidak berarti bahwa alat ukur tersebut memenuhi unidimensional, yaitu
kesatuan satu set aitem untuk mengukur variabel laten (Hendryadi & Suryani,
2015). Oleh karena itu, standar angka cronbach alpha yang dinyatakan dapat
Skala resiliensi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Modified CD-
RISC yang telah diadaptasi dan diuji coba oleh Kurniawan (2015), berjumlah 25
aitem dengan koefisien validitas bergerak dari 0,560-0,905 dan memiliki koefisien
alpha realiabilitas sebesar 0,975. Berikut ini adalah blueprint skala resiliensi dapat
Butir favourable
Aspek
nomor butir Jumlah
Fleksibiltas untuk mengatasi perubahan
dan tantangan 1,4,5,6,8,12,14,16,18,19 10
Dukungan dari keluarga dan lingkungan
sosial 2,7,24 3
Pengaruh spiritual, yakin kepada Tuhan 3,9,13 3
Memiliki kehidupan yang berorientasi
pada tujuan 10,11,15,17,20,21,22,23,25 9
Jumlah 25 25
F. Prosedur Penelitian
berkebutuhan khusus
c. Studi pustaka
a. Beragama Islam
berlangsung
psikologi
peneliti yang mengacu teori dan aspek dari Suwaid (2010). Adapun beberapa
aspek yang disampaikan pada pelatihan ini yaitu menampilkan suri teladan
pentingnya menjadi teladan yang baik untuk anak, karena anak akan
khusus untuk berbakti dan taat pada Allah. Aspek ini bertujuan untuk
kesalahan anak. Kemudian aspek mencari waktu yang tepat menasihati anak,
dan memahami situasi maupun kondisi anak untuk siap diberikan masukan
mengasuh dan menerima takdir Allah. kemudian pada sesi mengasuh dengan
qalbu yaitu mendorong orangtua untuk mengasuh anak dengan ikhlas dan hati
yang tulus demi mendapatkan ridho dari Allah. Kemudian sesi sharing
parenting:
68
anak
I/6 Penutup Mengakhiri pertemuan pertama 10”
II/1 Dimensi a. Peserta memahami pentingnya 20”
menampilkan suri menampilkan suri teladan yang
teladan baik
b. Peserta dapat memahami dan
menyadari orangtua adalah
teladan bagi anak
c. Memberikan pemahaman terkait
hal-hal yang dapat dilakukan
orangtua dalam menampilkan
suri teladan yang baik kepada
anak
II/2 Dimensi membantu a. Memberikan pemahaman 20”
anak untuk berbakti terhadap orangtua bahwa dalam
mendidik dan menumbuhkan
akhlak anak orangtua harus
sabar yaitu dengan cara
bertahap, sediki demi sedikit,
namun tetap penuh kelembutan.
b. Mendorong orangtua untuk
mengajarkan anak tentang
akidah, akhlak, dan ibadah
II/3 Dimensi mencari a. Memberikan pemahaman 15”
waktu yang tepat mengenai waktu yang tepat
dalam memberikan memberikan nasihat
nasihat b. Peserta dapat menentukan waktu
yang tepat dalam memberikan
pengarahan
c. Peserta memahami cara
memberikan arahan kepada anak
II/4 Dimensi menjauhi a. Memberikan pemahaman 40”
marah dan tidak mengenai anjuran meringankan
mencela anak teguran
b. Memberikan pemahaman
kepada peserta mengenai
dampak memarahi dan mencela
anak
c. Memberikan keterampilan cara
mengontrol amarah
d. Memberikan keterampilan cara
menghadapi anak yang
melakukan perilaku yang tidak
sesuai
II/5 Dimensi a. Menguatkan keyakinan bahwa 30”
mendoakan anak doa merupakan sumber
70
Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16. Uji hipotesis yang
dilakukan penelitian ini menggunakan metode Anava Mix Design. Analisis ini
dilakukan untuk mengetahui perpaduan antara dua sub analisis, yakni within
subject test dan between subject test (Pallant, 2010). Within subjetc test ini
untuk mengetahui perbedaan skor dalam satu kelompok yaitu prates dan
Hal ini dilakukan untuk menjelaskan dinamika psikologis yang terjadi pada
1. Orientasi Kancah
penelitian dilakukan pada dua tempat yaitu SLB A dan SLB B. SLB A merupakan
sekolah luar biasa yang melayani pendidikan anak berkebutuhan khusus dengan
layanan jenjang pendidikan mulai dari tingkat TK hingga SMA dengan jumlah
siswa sebanyak 108 orang. Peneliti melakukan skrining pada walimurid dari siswa
luar biasa khusus untuk golongan C dan C1. SLB Santhi Yoga Klaten
jumlah siswa sebanyak 136 siswa. Peneliti juga melakukan skrining pada
73
74
Alasan peneliti memilih kedua lokasi sekolah luar biasa tersebut, karena
Sementara itu, alasan peneliti memilih subjek dari walimurid SLB A untuk
pernah mendapatkan pelatihan pengasuhan. Selain itu, pihak sekolah juga belum
ketika orangtua dihadapkan pada kondisi saat mengatasi emosi anak, anak sulit
untuk diajak kerjasama, dan keinginan anak yang harus dipenuhi. Bahkan ada
orangtua yang mengaku sempat malu dengan perilaku anak yang menyandang
utama anak berkebutuhan khusus adalah ibu. Selain itu, para ibu memiliki waktu
dibandingkan ayah yang harus mencari nafkah. Kemudian di sekolah tersebut juga
hingga jam pulang sekolah. Oleh sebab itu, peneliti memilih ibu-ibu SLB A
2. Persiapan Penelitian
adalah perizinan, persiapan alat ukur, persiapan modul terapi. Berikut tahapan
a. Persiapan Administrasi
yang ditujukan untuk pihak sekolah yang terkait. Perizinan penelitian wajib
dilakukan demi memenuhi syarat administratif yang diajukan oleh pihak sekolah
permohonan izin penelitian yang ditujukan kepada kepala sekolah SLB A dan
langsung surat izin tersebut pada kepala sekolah yang bersangkutan. Kemudian
Resilience Scale (CD-RISC) yang sebelumnya telah diadaptasi dan diuji coba oleh
Kurniawan (2015) pada subjek ibu-ibu. Setelah peneliti melakukan kembali uji
alpha reabilitas sebesar 0,880. Oleh karena itu, skala resiliensi digunakan oleh
dan kelompok eksperimen. Berikut tabel butir aitem yang gugur pada hasil uji
Berikut ini adalah blueprint skala resiliensi dapat dilihat pada Tabel 5:
Butir favourable
Aspek
nomor butir Jumlah
Fleksibiltas untuk mengatasi perubahan
dan tantangan 1,4,5,6,8,12,14,16,18,19 10
Dukungan dari keluarga dan lingkungan
sosial 2,7,24 3
Pengaruh spiritual, yakin kepada Tuhan 3,9,13 3
Memiliki kehidupan yang berorientasi
pada tujuan 10,11,15,17,20,21,22,23,25 9
Jumlah 25 25
77
menggunakan acuan dari teori Suwaid (2010). Pelatihan ini bertujuan untuk
professional. Penilaian tersebut dilakukan oleh dua orang dosen yang menguasai
beberapa masukan untuk perbaikan modul, seperti estimasi waktu dan jumlah
dilakukan sebanyak dua kali pertemuan dengan agenda full materi dan satu
120 menit. Selain itu, pada pertemuan pertama sesi pengenalan pengasuhan akan
menentukan tujuan yang ingin dilakukan maupun diubah dari subjek. Selain itu,
yang ingin diinspirasikan dari video dan konsep dasar prophetic parenting. Hal
ini bertujuan kesuksesan prophetic parenting berorientasi dunia dan akhirat, tidak
sebatas duniawi saja. Akhirnya peneliti merubah konten video yang berkaitan
dengan kisah-kisah insipiratif anak berkebutuhan khusus yang sukses dunia dan
akhirat, seperti penyandang cerebal palsy yang menjadi hafiz quran dan
Selain itu, masukan untuk sesi mendoakan anak perlu ditambahkan doa-
doa lainnya seperti mendoakan anak untuk mendirikan sholat, mendoakan anak
agar sholeh, dan lain-lain. Akhirnya peneliti menambahkan beberapa doa pada
d. Seleksi Fasilitator
yang berbeda. Kedua fasilitator tersebut sesuai dengan kriteria yang telah
ditentukan oleh peneliti. Fasilitator yang mengisi pertemuan pertama dan kedua
fasilitator untuk pertemuan ketiga dan keempat adalah seorang dosen sekaligus
Sementara pengamat yang terlibat dalam penelitian ini terdiri dari tiga
1. Pelaksanaan Prates
dan urutan sesi materi yang disampaikan, kesesuaian video dengan materi yang
Subjek yang terlibat pada proses uji coba modul tidak memiliki kesamaan
karakteristik yang sesuai dengan penelitian ini. Namun subjek yang terlibat
dalam uji coba modul masih dalam cakupan orangtua yang memiliki anak
berkebutuhan khusus. Hal ini dikarenakan kesibukan dan kesediaan dari masing-
85
masing orangtua. Uji coba modul hanya dilakukan pada lima orangtua walimurid
orangtua. Hal ini karena walimurid membutuhkan adanya sarana dan fasilitas
sebagai wadah untuk saling memberi dukungan, saling berbagi pengalaman dan
berkebutuhan khusus.
bahasa yang digunakan. Uji coba modul dilaksanakan pada tanggal 17 April
Aspek Skor
materi terapi dipahami) dipahami)
dengan bahasa yang
mudah dipahami?
Menurut ibu, 1 (sangat 2 (tidak 3 (ideal) 4 (sangat
apakah materi tidak ideal) ideal) ideal)
terapi disampaikan
dalam jumlah
waktu yang ideal?
Rerata skor tiap peserta diperoleh dengan cara membagi skor total dengan jumlah
item pertanyaan.
bahwa secara umum materi yang disampaikan sudah sesuai dengan tujuan dan
dapat disampaikan dengan jelas. Bahkan dengan adanya uji modul tersebut
peserta merasa selain memperoleh wawasan yang baru, bahwa pelatihan prophetic
parenting juga dapat memberikan wadah bagi peserta untuk berbagi pengalaman
juga mengharapkan adanya kelanjutan dari kegiatan tersebut. Hal ini karena
Namun yang menjadi masukan untuk modul pelatihan ini adalah terkaitan
kesesuaian waktu. Peserta merasa bahwa waktu yang disediakan untuk uji coba
peserta juga mengharapkan mendapatkan modul atau handout yang berisi materi
Oleh karena itu, pada penayangan video peneliti akan meminta fasilitator
untuk menerjemahkan kata-kata yang diucapkan atau makna yang terdapat dalam
melakukan satu kali pertemuan dengan durasi 120 menit. Berikut preview hasil uji
parenting:
88
Tabel 10. Preview Hasil Uji Coba Modul Dan Professional Judgement
Terhadap Pelaksanaan Pelatihan Prophetic Parenting
Konten yang diubah Sebelum Uji Modul Sesudah Uji Modul
Jumlah pertemuan Mengagendakan dua kali Diubah dari dua
pertemuan dengan 6 sesi pertemuan menjadi empat
dan materi yang padat pertemuan dengan 4-5
sesi
Waktu pelaksanaan Berlangsung selama 180 Diringkas mejadi 120
menit menit
Materi yang disampaikan Hanya materi tanpa Menyisipkan roleplay,
adanya roleplay diskusi, dan penambahan
video
Sesi sharing Estiamasi waktu 30 menit Estimasi waktu ditambah
(tidak mencukupi) menjadi 50 menit
Video Penayangan video Penayangan video
dipertemuan 1 masih dipertemuan 1, diberikan
menggunakan bahasa penjelasan isi atau konten
Inggris dari video
Penayangan video Penayangan video
pertemuan 4, tidak sesuai pertemuan 4, diubah
dengan konsep prophetic dengan video
parenting yaitu “penyandang down
kesuksesan berorientasi syndrome yang menjadi
pada duniawi semata guru” dan “penyandang
(Kisah Ah-Lee pianis dari cerebal palsy yang
Korea) menjadi penghafal Al
Quran”
Lembar kerja Terdapat 8 lembar kerja Diringkas menjadi 4
lembar kerja
Materi pengenalan Mengenalkan berbagai Langsung pada
pengasuhan jenis pengasuhan barat, pembahasan materi
setelah itu diakhiri pengenalan pengasuhan
dengan pengenalan
prophetic parenting
lokasi yakni SLB A sebagai kelompok eksperimen dan SLB B sebagai kelompok
kontrol. Subjek yang akan dilibatkan dalam penelitian ini yaitu memiliki skor
kategori sangat rendah, rendah, dan sedang. Berikut kategorisasi berdasarkan skor
12 orang masuk dalam kategori sangat rendah, 14 orang masuk dalam kategori
rendah, 13 orang masuk dalam kategori sedang, 13 orang masuk dalam kategori
tinggi, dan 15 orang masuk dalam kategori sangat tinggi. Dari 67 orang, terdapat
kriteria, peneliti juga melakukan pertimbangan lain, seperti kesediaan waktu dan
menjadi subjek penelitian kemudian dibagi menjadi dua kelompok yaitu sembilan
kelompok kontrol.
90
dilakukan sebanyak empat kali pertemuan. Tiap pertemuan terdiri dari lima
hingga enam sesi. Pelatihan prophetic parenting ini dilaksanakan di ruang Tari
Kamis, 3 Mei 2018 di ruang tari SLB A. Pelatihan prophetic parenting dimulai
pukul 09.00 hingga pukul 11.00. Awalnya peneliti mengundang 10 orang dan
Namun yang dapat hadir pada pertemuan pertama hanya 7 orang yaitu LS, TK,
DY, NR, ST, SL, dan RT. Sementara dua peserta lainnya (SB dan PN) tidak
dokter.
memperkenalkan diri beserta seluruh tim (fasilitator dan observer) yang akan
seluruh anggota tim, peneliti meminta peserta untuk saling memperkenalkan diri.
Peneliti juga mengucapkan terimakasih kepada semua peserta yang hadir karena
91
peserta mengenai tujuan pelatihan dan gambaran proses kegiatan yang akan
dilakukan. Selain itu, peneliti juga memberikan kebebasan kepada peserta untuk
mengeluarkan ide, pikiran dan perasaan mengenai mengasuh anak. Peneliti juga
menghimbau para peserta untuk saling menjaga kerahasiaan atas apa yang telah
menyatakan kesediaannya.
materi. Fasiliator pada pertemuan pertama ini adalah seorang dosen pengajar UII
92
jawaban di akhirat, sehingga tugas peserta adalah bagaimana agar dapat menjaga
dan meminta peserta untuk merefleksikannya. Namun tidak ada peserta yang mau
namun tetap bisa percaya diri. Peserta mengharapkan jika anak-anaknya juga
dapat seperti anak-anak dalam video tersebut yaitu memiliki percaya diri yang
baik.
anak sulit untuk diarahkan dan apabila memiliki kemauan harus segera dipenuhi.
TK juga memiliki permasalahan yang sama dengan LS yaitu emosinya tinggi dan
bahwa anak sangat emosional dan sensitif. NR juga mengatakan bahwa untuk
93
menasihati anak yang berkebutuhan khusus harus pelan-pelan, maka nurut. Jika
emosi tidak stabil dan anak mudah terpengaruh oleh lingkungan, sehingga sering
meniru perilaku yang tidak baik. SR juga memiliki keluhan yang sama dengan
peserta lainnya yaitu perilaku anak yang mudah emosi. Selain itu, SR
mengatakan bahwa jika anak memiliki keinginan sesuatu, maka ingin segera
dituruti. SR juga bingung cara mengajari anak untuk berperilaku baik, sehingga
terutama ketika anak mengutarakan keinginannya. Selain itu, anak juga suka
ekstra, dan mengurang emosi. Sebagian besar peserta (DY, NR, ST, TK, LS, SR)
kondisi tubuh sedang lelah kemudian anak sulit untuk diarahkan dan sulit untuk
kesabaran yang ekstra dan Allah telah mempersiakan kapasitas orangtua untuk
Semua peserta saling berpandangan dan mengatakan belum ada yang memahami
mengasuh itu memiliki dua kunci utama yaitu ketaqwaan orangtua pada Allah
ini Rasulullah ajarkan, dan menunjukkan ayat Al Quran sebagai penguatan bahwa
95
memberikan materi, lalu peserta diajak kembali oleh fasilitator untuk sharing
sering berkelahi dan berebut. NR memiliki dua orang anak yang jarak usianya
karena G tidak suka melihat adiknya yang sering marah-marah. Namun yang
kakak yang tidak mau mengalah pada adiknya yang berkebutuhan khusus. RT
sering bertengkar dan berebut. Hal ini karena kedua anak NR adalah laki-laki dan
memiliki jarak usianya dekat yaitu selisih dua tahun. Hal yang dilakukan NR
selama ini untuk menghadapi kondisi tersebut yaitu dengan cara menasihati
96
kedua anaknya, meski sering terbawa emosi. LS juga mengeluhkan hal yang
sama bahwa kedua anaknya sering bertengkar dan tidak mau saling mengalah.
suami marah besar pada dua anaknya tersebut. TK sering menasihati kakak agar
mau mengalah pada adiknya. Namun ketika TK menasihati terkadang tidak mau
terbawa emosi. DY mengaku kedua anaknya jarang bertengkar karena jarak usia
paling tua harus memahami adik-adiknya. Namun yang terjadi anak yang paling
mengkomunikasikan hal tersebut dengan tepat agar anak yang lebih tua bisa
memahami kondisi yang dialami ibu TK bahwa hal tersebut wajar dialami oleh
anak. sebab anak paling tua biasanya merasa bahwa adik yang selalu diutamakan.
dengan anak paling tua agar anak yang tertua itu juga tetap merasakan perhatian
97
dan kasih sayang, sehingga anak tertua juga bisa memahami dan mengayomi
adiknya.
sudah bersikap adil pada semua anak. TK mengakui bahwa masih belum dapat
bersikap adil hal ini karena F (anak berkebutuhan khusus) sering merasa iri dan
Sedangkan DY merasa sudah bersikap adil dengan semua anak hal ini
karena anak yang pertama usianya sudah cukup besar. NR juga merasa sudah
berusaha bersikap adil, misal jika anak pertama minta dibelikan jajan, maka anak
kedua juga dibelikan jajan. Sama seperti RT yang merasa sudah bersikap adil
sesuai dengan porsinya. Kemudian SR juga merasa sudah berusaha bersikap adil
pada semua anak misal membelikan sesuatu untuk adiknya, maka kakaknya juga
berkebutuhan khusus) masih merasa iri dengan kakak yang punya sepeda,
sedangkan G minta dibelikan sepeda namun belum diwujudkan oleh SR. Untuk
berkebutuhan khusus.
hadist. Fasilitator juga menekankan untuk memberikan sesuatu pada anak harus
bersikap adil pada semua anak dengan mengambil contoh dari cerita nabi Yusuf.
Namun ada masukan dari beberapa peserta agar peneliti dapat memulai acara
pelatihan prophetic parenting lebih pagi lagi. Peneliti pun meminta persetujuan
kepada peserta lainnya dan memastikan kembali pada kesediaan waktu masing-
akan dimulai pukul 08.30. Peneliti mengakiri sesi dan mengucapkan hamdallah.
99
dimulai pukul 08.30-10.45. Pada pertemuan kedua ini peserta yang dapat hadir
kembali hanya 6 orang yaitu DY, NR, TK, SR, ST, dan RT. Sedangkan LS tidak
dapat hadir dipertemuan kedua dengan alasan tidak mendapatkan izin dari tempat
kerja. Selain itu, pertemuan kedua masih diisi oleh fasilitator yang sama dan tiga
orang observer yang sama. Pada pertemuan kedua ini, posisi tempat duduk
peneliti ubah dan disusun sedemikian rupa agar antara peserta dapat lebih akrab
dan hangat.
berdoa. Setelah itu, peneliti menanyakan kabar semua peserta. Kemudian peneliti
NR menjadi lebih sayang, mencoba mengakurkan anak, dan lebih sabar dalam
mengasuh anak. Begitu pula dengan RT dan ST berusaha untuk lebih sabar, lebih
diperoleh peserta. Sebelum masuk sesi materi, peneliti mengajak peserta untuk
juga menyampaikan bahwa agenda pada pertemuan hari ini akan membahas
tepat. Selama ini Rasulullah jika melihat anak melakukan kesalahan yaitu dengan
cara meringankan teguran. Bahwa tidak semua perilaku anak harus disalahkan
dan dimarahi, karena masih banyak perilaku anak yang masih bisa ditoleransi
atau dimaafkan. Seperti yang dijelaskan dalam hadist dan ayat Al Quran.
menganjurkan untuk tidak mencela anak. Sebab jika orangtua mencela anak,
sama halnya mencela diri sendiri. Fasilitator juga menyelipkan cerita contoh
kasus. Fasilitator menekankan selagi masih ada cara lain hindari meneriaki atau
maupun memukul anak yaitu harga diri menjadi rendah, percaya diri menurun,
cara untuk mengontrol marah. Setelah itu, fasilitator menjelaskan cara menasihati
bagaimana proses kata-kata yang dikeluarkan dapat masuk dan diterima oleh
anak. Fasilitator juga menekankan untuk mengucapkan tiga kata ajaib yaitu maaf,
atau kondisi seperti apa saat menasihati anak. TK merasa marah ketika F (anak
belajar, namun anak menolak. Kemudian TK menasihati “kalau mau pintar harus
belajar, kalo gamau belajar nanti kamu tidak akan naik kelas dan tidak bisa
tetap menolak hal yang dilakukan oleh TK yaitu menyerah dan terkadang TK
Fasilitator menjelaskan bahwa memberi janji pada anak bisa jadi salah
satu cara agar anak mau mengikuti arahan orangtua. namun fasilitator
menekankan bahwa janji yang telah diucapkan dihadapkan anak harus ditepati.
Hal ini karena anak memiliki memori yang kuat untuk mengingat hal-hal yang
khusus) nakal, misal main sabun kemudian tempat menjadi licin. RT sering
terbawa emosi terutama ketika kondisi tubuh sudah lelah. Kemudian fasilitator
mengharapkan anak dapat memahami ibunya dan tidak membuat ulah. Fasilitator
menasihati anak.
yaitu misal anak sudah mandi dan bersih, kemudian bermain tanah yang
102
membuat tubuh dan bajunya menjadi kotor. ST mencoba menasihati namun anak
membuat kesal yaitu pada saat G main terlalu lama hingga sore hari, sulit untuk
diberi tahu dengan cara yang halus anak tetap tidak paham dan menolak.
untuk diarahkan yaitu jika E (anak berkebutuhan khusus) sulit untuk mandi.
menjanjikan naik bis jika anak mau mandi. Kemudian fasilitator menimplai
karena DY mengatakan hal tersebut hanya untuk mengelabuhi anak agar mau
mandi.
membakar mainannya jika anak tidak mau merapikannya kembali. namun anak
tiga waktu yang tepat dalam memberi nasihat pada anak yaitu dalam perjalanan,
waktu makan, dan waktu sakit. fasilitator menjelaskannya dengan contoh kasus.
Fasilitator juga menekankan pada peserta bahwa menasihati anak juga harus
menlihat kondisi anak, jika anak sedang marah atau asik dengan permainannya,
menanamkan konsekuensi pada anak, dan harus konsisten dengan apa yang sudah
disepakati dengan anak. Namun yang paling penting adalah orangtua juga harus
sabar menghadapi perilaku anak dan meningkatkan kontrol emosi dalam diri.
Sebab memarahi anak bukanlah cara yang efektif untuk menasihati anak ataupun
gigi, SR membujuknya anak. Sempat berhasil, namun ketika disuruh untuk gosok
gigi anak kembali menolak. ST ketika anak disuruh mandi, anak mampu
sudah bisa mandiri, bisa siapin dan pakai baju sendiri”. RT ketika anak pulang
menulis. Kemudian RT mengatakan “pinter sekali kamu dek besok gitu lagi ya”.
104
RT merasa bersyukur kini anaknya sudah mampu menulis walau masih belum
rapih. TK memuji anak ketika diperintah untuk membeli sesuatu dan tidak salah
anak menjadi senang dan anak akan terus melakukan perbuatan terpuji. Orangtua
Fasilitator juga menekankan agar orangtua selalu melibatkan Allah dan meminta
anak terutama terkait perilaku baiknya. Setelah itu, fasilitator juga menjelaskan
hal-hal yang perlu diperhatikan ketika memuji anak agar pujian yang diberikan
dan menentukan situasi anak yang membuat emosi. Peserta yang berperan
menjadi orangtua diminta untuk mengingat cara lama yang digunakan ketika
setelah itu, peserta yang berperan menjadi orangtua diminta untuk menentukan
cara yang tepat untuk menasihati anak dan diminta untuk cek perasaan pada
peserta yang berperan menjadi anak. Observer dan peneliti mendampingi dan
menggunakan bahasa jawa dan merasa aneh jika harus dipraktikan. Akhirnya
menyebalkan, respon lama yang selama ini digunakan oleh peserta, dan respon
baru yang akan digunakan ooleh peserta. Ada beberapa peserta yang harus
respon baru yang sudah dilakukan oleh masing-masing peserta untuk menasihati
anak.
selain mengubah perilaku anak, orangtua juga perlu mempengaruhi jiwa anak.
agar anak merasa nyaman dan gembira. Fasilitator juga menyelipkan beberapa
contoh. Fasilitator menjelaskan mempengaruhi jiwa anak agar berani dan percaya
diri. Fasilitator menjelaskan merespon minat dan bakat pada anak berkebutuhan
khusus.
penguatan pada peserta agar lebih sabar dalam mengasuh, bisa menjadi teladan
yang baik, dan orangtua diharapkan dapat menjaga amanah yang Allah berikan
Pertemuan ketiga dilakukan pada hari Senin, 7 Mei 2018 di ruang tari SLB
pada taksi online saat menjemput dan mengantar fasilitator pada tujuan yang
09.15 hingga pukul 11.00. Disamping itu, hambatan lain yang terjadi
dipertemuan ketiga ini adalah terjadi kesalahpahaman dengan pihak sekolah yaitu
memberikan izin pada mahasiswa lain untuk melakukan kegiatan yang serupa
hal tersebut dapat teratasi dan peserta pun bersedia untuk mengikuti pertemuan
Peserta yang hadir pada pertemuan ini hanya 6 orang yaitu DY, NR, SR,
ST, RT, dan TK. Peneliti membuka pertemuan ketiga dengan mengucap salam
hal tersebut.
menimpali mengaku merasa lebih sayang anak, dapat menasihati anak dengan
cara yang lembut sekaligus memberikan contoh yang baik pada anak. SR
mengatakan merasa sangat terbantu, lebih lembut pada anak, lebih sabar. RT juga
merasakan hal yang sama seperti peserta lainnya yaitu merasa lebih sabar.
mengarahkan anak untuk solat dengan cara yang lembut. Peneliti mengapresiasi
Islami. Pertemuan ketiga ini fasilitator membahas materi tentang suri teladan dan
mengajarkan anak untuk berbakti serta taat kepada Allah. Fasilitator mengucap
jumlah anak yang dimiliki, peserta sempat tertawa. Fasilitator juga menjelaskan
tujuan fasilitator hadir pada kegiatan pelatihan tersebut. Sebelum masuk materi,
menekankan bahwa peserta adalah orang-orang pilihan Allah yang yakin mampu
peserta bahwa mengasuh adalah ibadah dan melakukan segala sesuatu karena
Fasiliator mengatakan bahwa hal yang selama ini dilakukan adalah hal
yang sangat penting, berharga, perkara didunia maupun akhirat karena peserta
anak. Fasilitator melafalkan ayat quran dan menjelaskan artinya bahwa Allah
“children see, children do”. Pandangan peserta tertuju pada layar monitor.
perilaku yang tidak baik. kemudian fasiliator bertanya pada peserta jika perilaku
anaknya.
siapa. Peserta tertawa dan menyadari bahwa perilaku anak muncul akibat melihat
yang baik pada anak. fasilitator meminta memberikan contoh orangtua harus
yang ingin dilakukan oleh anak. PN ingin anak nurut dan taat, karena anak susah
untuk diarahkan. Hal ini karena anak belum dapat memahami perintah PN. PN
misal suruh sekolah tidak mau dan sering melawan. Kemudian fasilitator
meminta peserta mencari penyebab anak tidak mau melakukan hal tersebut. PN
mengatakan jika kalau di sekolah mau mengikuti, namun di rumah tidak mau. PN
namun anak tetap tidak mau mengikutinya. Fasilitator mengajak peserta untuk
refleksi diri bahwa anak tidak menurut bisa jadi orangtua tidak menurut pada
yang diharapkan TK. TK ingin anaknya rajin mengaji dan solat. Fasilitator
menjadikan diri sebagai contoh yang baik untuk anak. fasilitator juga
menambahkan bahwa selama ini orangtua banyak yang mengeluh stres. Stres
tersebut terjadi dapat disebabkan karena orangtua mengharapkan lebih dari anak.
Akibatnya orangtua tidak pernah puas atas usaha yang dilakukan anak tidak
pernah sesuai dengan harapan, sehingga menimbulkan stres. Peserta pun tertawa
Fasilitator juga memberikan contoh, menyuruh anak solat, sedangkan ibunya asik
peserta harus bisa menjadi contoh yang baik untuk anak supaya apa yang dilihat
peserta dan fasilitator tertuju layar monitor. Ditengah-tengah sesi tersebut peserta
untuk menjadi contoh yang baik untuk anak. Fasilitator juga menjelaskan bahwa
syarat menjadi teladan yang baik untuk anak adalah niat karena Allah. Artinya
ketika peserta sedang marah kepada anak, maka tidak akan berlebihan
dengan harapan, maka peserta juga harus dapat menjadi contoh yang baik untuk
anak.
Allah untuk mendapatkan ilmu baru, maka peserta akan merasa semangat
mengatakan bahwa anak dilahirkan dalam keadaan fitrah dan bagaimana orangtua
suami dihadapan anak. RT juga mengaku terkadang ketika memarahi anak masih
Peserta tertawa dan saling memandang satu sama lain. Fasilitator menceritakan
apapun karena Allah. fasilitator mangatakan bahwa ketika peserta memarahi anak
cerita nabi yang berkaitan dengan surah Ash Shaff. Fasilitator menguatkan
peserta bahwa ketika anak belum mampu meraih apa yang seharusnya dilakukan
oleh anak normal lainnya, maka peserta tidak boleh putus asa.
dengan kondisi tersebut untuk menguatkan peserta menjadi orangtua yang baik
dan tidak boleh putus asa ketika anak belum bisa baik sebagaimana yang
sudah SMP, sebab jika orangtua menuntut anak agar sesuai dengan harapan
orangtua, maka orangtua akan stres. Para peserta pun tertawa dan saling
Agar memuji anak menyelamatkan, maka memuji anak dengan melibatkan Allah,
memberinya. Oleh karena itu, apabila memuji dengan melibatkan Allah, maka
hati anak akan terjaga meski tidak mendapat pujian sekalipun. Fasilitator juga
menjelaskan tentang janji pada anak, sebab janji pada anak akan selalu diingat
114
dalam ingatan anak. fasilitator menegaskan bahwa memberi janji harus sesuai
Allah.
akhlak dan ibadah kepada anak dengan memberi contoh. Fasiliator menjelaskan
mengajarkan ibadah pada anak. Fasilitator bertanya apakah peserta sedang dalam
harus refleksi apakah sudah melakukan solat lima waktu. Selain mengamalkan
solat lima waktu apakah peserta juga melakukan solat sunah lainnya.
mengenalkan puasa pada anak seperti sahur bersama, mengajak anak berpuasa
menyampaikan selain mengajarkan anak untuk taat kepada Allah, orangtua juga
pada anak. Agar anak terbiasa mengucap terimakasih karena Allah dan bantuan
yang telah diberikan orang lain. Disamping itu, orangtua juga harus
refleksi diri berdoa sebelum berpakaian. Peserta pun tertawa dan mengatakan
peserta untuk melafalkan doa berpakaian. Namun peserta tertawa karena tidak
menjelaskan dengan contoh kasus dan peserta terlihat fokus hal ini ditunjukkan
bahwa peserta harus bisa menjadi contoh yang baik dengan landasan karena
prophetic parenting. Pertemuan ini dilaksanakan pada hari Selasa, 8 Mei 2018 di
SLB A. Kegaiatan dimulai pukul 08.30 hingga pukul 11.00. Namun sebelum
kegiatan pelatihan dimulai sempat terjadi hambatan yaitu terkait ruangan yang
menggunakan ruang tari, namun karena ruang tari digunakan untuk kegiatan
karena kondisi ruang UKS yang tidak memungkinkan, sehingga peneliti meminta
izin untuk meminta ruangan lainnya yaitu ruang kelas baru. Kepala sekolah dan
pihak humas menyetujuinya, namun guru lain sedikit keberatan jika pelatihan
dilakukan ruangan tersebut. Hal ini karena ruangan tersebut akan digunakan untuk
kelas keterampilan. Namun pada akhirnya pihak sekolah memberikan izin untuk
terjadi perdebatan dan hambatan terkait tempat, namun kegiatan pelatihan tetap
dapat dimulai pukul 08.30. peserta yang hadir dipertemuan empat sebanyak 7
orang yaitu DY, SR, ST, NR, TK, PN, dan RT.
peserta karena telah hadir kembali mengikuti kegiatan pelatihan hingga pertemuan
terakhir. Peneliti juga meminta maaf kepada peserta atas keterbatasan fasilitatas.
ilmu pengasuhan yang dapat dipraktekan pada anak. ST juga merasakan adanya
DY mengatakan kini anak sudah mau belajar solat, meski masih bolong-
bolong. DY juga merasa senang karena anak sudah bisa mandiri. SR merasa dapat
ilmu, bisa lebih sabar dalam mengasuh anak meski masih kesulitan mengontrol
emosi. SR juga berusaha untuk mengajarkan anak berbakti dan taat kepada Allah
RT merasa lebih sabar karena niat mengasuh anak dan membangun akhlak
anak karena Allah. NR lebih tau cara yang tepat menasihati anak. Selain itu, kini
anak juga mulai rajin solat. Jika mendengar adzan, NR mempersiapkan peralatan
solat untuk anak dan NR juga menunggu anak solat didepan mesjid. Meski dua
rokaat anak sudah keluar, namun NR tetap menghargai usaha yang dilakukan
anak tidak mau menggunakan mukena, namun berkat diajak oleh ayahnya dan
karena mendapatkan ilmu dari tim peneliti. Anak juga sudah bisa mandiri, walau
dalam mengerjakan solat belum sepenuhnya lima waktu. Namun TK akan terus
kegiatan dapat mulai dengan tepat waktu. Peserta tertawa ketika fasilitator
bahwa peserta harus menerima usaha anak tanpa harus menuntut agar anak sesuai
harapan. seperti yang dialami oleh anak NR meski anak solat hanya dua rakaat
kemudian pulang, maka orangtua harus menghargai dan bersyukur karena anak
mau melakukan kebaikan meski tidak sesuai harapan orangtua. Hal ini
dimaksudkan agar orangtua juga tidak stres dengan tuntutan yang diberikan pada
anak. Fasilitator meyakinkan pada peserta bahwa peserta adalah orangtua pilihan
mengatakan bahwa anak itu sangat penting, anak dapat menghibur, bersyukur
untuk memiliki anak. sementara masih ada orang lain yang mengharapkan
pulang ke rumah anak dapat menghiburnya. Jika anak tidak dirumah, DY akan
ST juga mengharap agar anak tetap tumbuh menjadi anak yang soleh serta
berkaca-kaca dan suara yang bergetar. SR merasa senang dikaruniai anak dan
berharap dapat menjadi penerus masa depan. Fasilitator juga menguatan SR meski
mengalami kondisi yang sama. Fasilitator juga menguatkan pada peserta bahwa
dan buah hati yang sangat berharga. NR senang dikaruniai anak dan dipercayai
oleh Allah meski terlahir dalam kondisi berkebutuhan khusus. NR juga merasa
mengajari anak yang kekurangan, lebih semangat untuk mendidik anak dalam hal
berkebutuhan khusus, karena anak adalah amanah dari Alllah sehingga TK harus
tidak normal sempat sedih, drop, nangis dan mengadu pada Allah atas takdir yang
diberikan pada dirinya “kenapa saya diberikan anak yang seperti ini”. NR
NR. ST mengatakan mulai bangkit dari kesedihan sejak anak bisa melakukan
mengatakan bahwa anak adalah amanah dan mendorong peserta untuk melakukan
yang terbaik untuk anak. fasilitator menambahkan bahwa pertemuan yang diikuti
peserta merupakan sebuah usaha untuk memberikan yang terbaik untuk anak.
mendorong peserta untuk terus berusaha dalam mendidik anak dengan ikhlas agar
dapat menghibur sebab anak adalah perhiasan dunia. Anak dapat membahagiakan
orangtua, jika anak tidak ada ditengah-tengah kehidupan peserta maka akan
peserta berusaha mengasuh anak dengan iklhas, maka peserta akan tetap
mendapatkan pahala.
14 tahun yang mampu kuliah di ITB. Saat fasilitator menceritakan hal tersebut,
menceritakan hal tersebut bertujuan untuk menguatkan para peserta yang merasa
khawatir akan masa depan anaknya. Fasilitator menguatkan bahwa anak memiliki
kesempatan untuk meraih masa depan yang baik, sehingga diharapkan untuk tidak
anak meski terlahir tidak sempurna. Fasilitator mengatakan bahwa hal apapun
yang terjadi adalah kehendak Allah. jika Allah berkendak, maka hal tersebut baik
tidak tertipu oleh kesenangan dunia. Artinya ketika peserta merasa bahwa anak
berbeda dengan anak normal lainnta, maka peserta harus merubah keyakinan
bahwa Allah itu baik dan menghendaki kemudahan, agar terhindar dari perasaan-
ingin memberikan yang terbaik. Jika peserta memiliki anak yang tidak sesuai
dengan harapan, maka mulai dari sekarang peserta harus belajar mencintai atas
apa yang diberi Allah. Fasilitator mengungatkan kembali dengan ayat quran An
nisa‟ ayat 19. Fasilitator juga menekankan untuk belajar ikhlas dan bersabar.
122
mendapatkan surga firdaus dengan mengasuh anak, tidak akan ditanya tentang
kondisi anak yang normal atau tidak. Namun syaratnya adalah sabar dan ikhlas.
Fasilitator mengajak peserta untuk refleksi diri bahwa menjadi orangtua baik anak
normal maupun tidak normal adalah sama dan kuncinya adalah ikhlas dan taqwa.
video tentang orangtua yang mengasuh dengan qalbu. Saat video diputarkan, SR
masa lalu dimana suami meninggal saat AL (anak berkebutuhan khusus) berusia
tiga tahun. Sejak anak lahir suami banyak membantu ST dalam mengasuh dan
merawat anak. ST merasa bahwa suami memiliki rasa kasih sayang yang besar
yang baik, sangat perhatian dan penyayang. ST mengaku ingin menangis ketika
pundak DY. DY dan SR pun ikut meneteskan air mata. Fasilitator menguatkan ST
bahwa kebaikan suami akan dibalas oleh Allah dan akan menghapus
kebaikan yang selama ini suami tunjukkan. Suami dapat menjadi teladan yang
tersebut terlihat orangtuanya sabar merawat kondisi anak yang lebih parah dari
NR. NR merasa bahwa dirinya belum dapat sekuat dan sabar seperti dalam
masih sering merasa sedih dan putus asa dengan perkembangan anak. NR
dengan niat karena Allah. fasilitator menjelaskan dengan contoh kasus. Kemudian
dua video anak berkebutuhan khusus yang menginspirasi. Peserta melihat video
tidaklah duniawi saja tapi peserta dapat mengarahkan anak untuk sukses akhirat
seperti menjadi hafiz quran. fasilitator juga menceritakan contoh kasus yang
sukses secara akhirat. Fasilitator mendorong peserta untuk menerima yang terbaik
dari Allah.
kekuatan doa. Kemudian fasilitator menjelaskan makna doa-daoa untuk anak serta
melafalkan doa tersebut. Peserta pun ikut melafalkan. Setelah itu, fasilitator
Setelah selesai mengisi lembar tersebut, peneliti menjelaskan tugas rumah yang
harus dilakukan peserta. Tujuan dari tugas rumah tersebut adalah untuk
kepada peserta yang telah bersedia ikut berpartisipasi pada pelatihan prophetic
parenting. Peneliti juga mengapresiasi atas hal-hal yang dilakukan oleh peserta.
berakhir. Pasca tes 1 dilakukan pada pertemuan empat diakhir sesi yaitu hari
Selasa, 8 Mei 2018 di SLB Negeri 1 Sleman. Seluruh peserta diberikan lembar
pasca tes 1 berupa skala resiliensi dan lembar evaluasi pelatihan. Sementara
dengan mengunjungi rumah subjek. Tindak lanjut (pasca tes 2) dilakukan sekitar
dua minggu setelah pelaksanaan pelatihan prophetic parenting yaitu tanggal 21-
22 Mei 2018. Pada proses tindak lanjut ini, selain melakukan pengukuran pasca
tes kedua, peneliti juga melakukan evaluasi tugas rumah dan menggali
pengalaman yang dirasakan subjek selama kurang lebih dua minggu mengikuti
parenting. Hal ini dikarenakan bertepatan dengan ujian sekolah tingkat SD,
127
C. Hasil Penelitian
berjumlah 19 orang yang dibagi menjadi dua kelompok, yakni 9 subjek kelompok
prophetic parenting sejak pertemuan awal hingga akhir, yang awalnya karena
mengikuti pelatihan prophetic parenting hanya pada dua pertemuan terakhir. Hal
subjek.
subjek yang terlibat dalam penelitian hanya berjumlah lima orang, sedangkan
128
lima orang lainnya dianggap gugur. Hal ini disebabkan karena lima orang lainnya
Subjek pada penelitian ini adalah ibu yang memiliki anak berkebutuhan
khusus (tunagrahita dan down syndrom) yang memiliki skor resiliensi berada
pada kategori sangat rendah hingga sedang. Berikut adalah deskripsi subjek
penelitian
2. Analisis Kuantitatif
orang yakni enam subjek kelompok eksperimen dan lima subjek kelompok
kontrol. Pada penelitian ini dilakukan pengukuran skala resiliensi sebanyak tiga
prophetic parenting selesai diberikan (pascates 1), dan dua minggu setelah
pelatihan prophetic parenting diberikan (tindak lanjut atau pascates 2). Saat
empat orang yakni DY, ST, RT, dan TK mengalami peningkatan skor resiliensi,
sedangkan dua orang lainnya mengalami penurunan skor resiliensi yakni NR dan
SR. Kemudian saat pascates 2 ( tindak lanjut) terdapat dua orang yang mengalami
penurunan skor resiliensi adalah DY dan RT, satu orang yakni TK tidak
mengalami perubahan dan tiga orang lainnya yaitu ST, SR, dan NR mengalami
penurunan skor resiliensi yakni HR dan SM, sedangkan tiga subjek lainnya yakni
SG, SP, dan DW mengalami peningkatan skor resiliensi. Kemudian pada saat
tindak lanjut, dua orang mengalami peningkatan resiliensi yakni SP dan SM,
sedangkan tiga subjek lainnya yaitu HR, SG, dan DW mengalami penurunan skor
resiliensi.
120
100
80
Skor Resiliensi
60
Eksperimen
40 Kontrol
20
0
Prates Pascates Tindak Lanjut
Pengukuran
eksperimen memiliki nilai rerata 79, sedangkan kelompok kontrol memiliki nilai
rerata sebesar 95. Hal ini menunjukkan bahwa saat pengukuran prates skor
memiliki nilai rerata sebesar 95, sedangkan nilai rerata pada kelompok kontrol
sebesar 98,5. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan skor resiliensi pada
kenaikan skor resiliensi yang dialami oleh kelompok eksperimen, ternyata juga
memiliki rerata skor resiliensi sebesar 97,5, sama halnya dengan kelompok
132
kontrol yang memiliki nilai rerata sebesar 97,5. Hal ini menunjukkan bahwa 2
peningkatan skor rerata resiliensi pada kelompok eksperimen. Hal tersebut terjadi
pascates 2.
b. Uji Normalitas
dahulu guna memastikan apakah sebaran data normal dan homogen. Uji
normalitas dilakukan guna mengetahui normal atau tidaknya sebaran data pada
orang. Data dikatakan terdistribusi dengan normal jika p>0,05, namun jika berada
sebaran data pada kelompok kontrol memiliki nilai 0,960 (p>0,05). Artinya
c. Uji Homogenitas
pada kedua kelompok penelitian termasuk homogen atau tidak. Varian data
dikatakan homogen apabila memiliki nilai signifikansi p>0,05, tetapi jika nilai
bahwa kedua data kelompok penelitian bersifat homogen dengan perolehan nilai F
d. Uji Hipotesis
Mixed Design. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui perpaduan antara dua sub
analisis, yakni within subject test dan between subject test (Pallant, 2010). Within
subjetc test ini untuk mengetahui perbedaan skor prates dan pascates dalam satu
penelitian ini adalah adanya perubahan skor resiliensi pada kelompok yang
tidak signifikan, maka nilai yang dilihat adalah nilai sphericity assumed
kontrol variabel diperoleh nilai p=0,461 (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa
keduanya tidak signifikan, maka langkah selanjutnya adalah melihat nilai koreksi
sphericty assumed.
interaksi antar waktu pengukuran prates menuju pascates 1 dan pascates 2 pada
sosial, ternyata juga tetap tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara
Artinya bahwa tidak ada perbedaan skor resiliensi yang signifikan antara
Tabel 20. Uji Beda Skor Resiliensi antara Prates, Pascates, dan Tindak
Lanjut pada kelompok eksperimen
Variabel I (time) J (time) MD (I-J) Sig. Keterangan
Pascates -8,667 0,267 Tidak signifikan
Prates
Resiliensi Tindak lanjut -13,333 0,143 Tidak signifikan
Pascates Tindak lanjut -4,667 1,000 Tidak signifikan
difference sebesar -4,667 dengan nilai p=1,000 (p>0,05). Hal ini dapat
Tabel 21. Uji Beda Skor Resiliensi antara Prates, Pascates, dan Tindak
Lanjut pada kelompok Kontrol
Variabel I (time) J (time) MD (I-J) Sig. Keterangan
Pascates -1,600 1,000 Tidak signifikan
Prates
Resiliensi Tindak lanjut -2,200 1,000 Tidak signifikan
Pascates Tindak lanjut -0,600 1,000 Tidak signifikan
kontrol saat pengukuran prates menuju pascates memiliki nilai mean difference
difference sebesar -0,600 dengan nilai p=1,000 (p>0,05). Hal ini dapat
disimpulkan bahwa tidak terjadi perubahan skor resiliensi yang signifikan pada
kelompok kontrol.
memiliki nilai signifikasi p=0,535 dan hanya memberikan efek 0,057 atau 5,7%,
dan hanya memberikan efek sebesar 0,002 atau 0,2%. Hal ini dapat dikatakan
0,406. Hal ini dapat dikatakan jika mengabaikan kelompok kontrol ternyata
lanjut) menunjukkan nilai signifikansi pelatihan p=0,022 dengan efek 0,499 atau
3. Analisis Kualitatif
berdasarkan hasil observasi dan wawancara awal hingga tahap tindak lanjut.
DY memiliki dua orang anak laki-laki, namun usia diantara kedua anaknya
memiliki jarak usia yang cukup jauh. Anak bungsu DY menjalani pendidikan luar
saat ini masih belum lancar dalam berkomunikasi. DY mengandung anak bungsu
saat berusia 36 tahun. DY mengatakan bahwa kelainan yang dialami pada anak
mulai terlihat sejak awal kelahiran, yakni kondisi anak terlahir tanpa menangis.
mengalami keterlambatan. Hal tersebut pun benar terjadi yakni anak mengalami
diusia 1 tahun, kemudian anak juga masih belum lancar dalam berkomunikasi.
adalah ketika mendapat cacian dari saudara yang mengatakan bahwa anak bungsu
mengalami gangguan mental hanya karena anak tidak lancar berbicara. DY pun
sempat menangis dan merasa sakit hati dengan tanggapan dari saudaranya
tersebut. Tidak hanya itu, DY juga mendapatkan komentar negatif dari tetangga
sekitar bahkan ada tetangga yang menyuruh anak bungsu DY agar memasukkan
anak sering emosi dan suit untuk diarahkan, jika diberi nasihati sering marah,
fasilitator. Terkadang DY juga tidak memberikan respon apapun saat ditanya oleh
fasilitator. Setiap memberikan respon, DY pun terlihat malu hal ini ditunjukkan
dengan tersenyum, suara yang lirih dan selalu melirik peserta lain setiap akan
bingung dan melirik pada subjek yang duduk disebelahnya. Observer beberapa
yang dialaminya yakni anak mudah sering marah dan menolak untuk diberikan
arahan. Selain itu, anak juga sulit untuk diajak bekerja sama, (misal disuruh
karena anak dapat menghiburnya. DY merasa khawatir, jika anak tidak ada
dirumah.
Kemudian pada saat melihat tayangan video mengasuh anak dengan qalbu
sedang marah jangan sampai anak juga ikut dimarahi. Kemudian perilaku yang
ingin diterapkan dan dipertahankan adalah menjadi teladan yang baik untuk anak
dan menghilangkan perilaku yang buruk agar anak tidak meniru perilaku buruk
tersebut.
Pada saat tindak lanjut, DY mengaku merasa lebih sabar dalam mengasuh
negatif dari orang lain. DY juga tetap percaya diri meski anak dilahirkan dalam
kondisi tidak normal, hal ini ditunjukkan dengan DY yang selalu mengajak anak
bungsu pergi atau menghadiri acara. Selain itu, DY juga melihat adanya
perubahan dari anak yang sudah mau belajar mengerjakan solat, meski masih
belum sempurna dan anak juga jauh lebih mandiri. Hanya saja DY masih
kesulitan untuk mengarahkan anak, sebab emosi anak yang tidak stabil, sehingga
Secara umum, terjadi perubahan skor resiliensi pada DY, yakni saat prates
skor yang diperoleh yaitu 102, kemudian saat pasca tes 1 meningkat menjadi 123,
namun pada saat pascates 2 menurun menjadi 108. Hal ini dikarenakan DY
141
teringat dengan pengalaman masa lalu yang mendapatkan perlakuan kurang baik
123
102 108
ST adalah subjek yang memiliki usia paling tua diantara subjek lainnya.
ST merupakan seorang janda yang memiliki empat orang anak. Anak bungsu ST
yaitu AL memiliki jarak usia yang cukup jauh dengan ketiga kakaknya. Ketiga
anak ST telah bekerja dan menikah bahkan dua anak ST telah memiliki anak. ST
kini hidup bersama anak kedua, sementara suami ST meninggal saat AL berusia
3 tahun.
hamil anak keempat merupakan diluar rencana. Bahkan saat itu, ST sedang
dari pekerjaan dan pendidikannya. Tidak hanya itu, ST dan suami juga
sedih dan terpuruk karena mengetahui bahwa anak terlahir dalam kondisi down
tersebut.
mengasub AL adalah kesulitan untuk memahami perasaan AL. Hal ini karena AL
adalah anak yang sering memendam emosi dan suka menangis tanpa alasan,
sehingga ST sulit memahami apa yang diinginkan atau yang dirasakan oleh AL.
Kemudian jika AL menginginkan sesuatu, maka ingin segera dipenuhi, jika tidak
bahwa AL sering sembunyi dibalik meja ketika diperlakukan tidak baik oleh
Terlebih ketika pertemuan ketiga dan keempat, ST terlihat lebih antusias dan
menyatakan komitmennya akan berusaha menjadi orangtua yang lebih sabar dan
berusaha untuk bersikap adil. Kemudian perilaku lama yang ingin dihilangkan
sangat terbantu dengan adanya pelatihan prophetic parenting. Hal ini membuat
ST menjadi lebih sabar dan berusaha lebih lembut dalam mengasuh anak
berkebutuhan khusus.
Setelah melihat video contoh orangtua yang mengasuh anak dengan qalbu
berjuang untuk anak dan istrinya. Selama hidupnya suami banyak membantu ST
mulai saat operasi hingga AL (anak yang berkebutuhan khusus) berusia 3 tahun.
hidupnya suami menunjukkan kasih sayangnya yang sangat besar pada AL. ST
merasakan kebaikan hati suami yang masih teringat hingga sekarang. Bahkan
kebaikan yang selama ini ditunjukkan oleh suami turun dan diteladani oleh anak-
sebagai orang yang dermawan dan sering membantu orang yang susah. ST
merasa bersyukur memiliki suami yang baik, sangat pengertian dan penyayang.
ilmu yang dapat dipraktekan dalam mengasuh anak. ST merasa sangat terbantu
144
menghadapi anak. ST merasa bahwa kini sedikit demi sedikit anak sudah mau
sudah bisa lebih mandiri. Meskipun anak memiliki keterbatasan, namun ST tetap
TPA di sekitar rumah. ST juga merasa bahwa selama ini anak dapat menghibur
dirinya. ST merasa bersyukur kepada Allah meski anak dilahirkan dalam kondisi
hidup ST. Pelatihan prophetic parenting mampu membuat ST tidak lagi merasa
memahami anak dan lebih ikhlas. Dalam menjalani pengasuhan pun menjadi
terasa ringan, tidak seperti sebelumnya dimana ST merasa berat dan tak mampu
namun ST tetap berusaha untuk lebih sabar. ST juga merasa bersyukur masih ada
anak yang kondisinya jauh lebih parah dibandingkan kondisi AL (anak yang
yakin bahwa Allah akan memberikan kemudahan dan rejeki untuk membesarkan
anak. ST juga berusaha untuk selalu mendoakan yang terbaik untuk anak.
145
Kemudian ST juga melihat perubahan positif dari anak, yakni lebih nurut
dan lebih mandiri. Disamping itu, masih ada beberapa point dari prophetic
parenting yang belum bisa ST terapkan. Hal ini dikarenakan ST masih kesulitan
Secara umum, terjadi peningkatan skor resiliensi pada ST, yakni saat
prates skor yang diperoleh ST yaitu 56, kemudian saat pascates 1 meningkat
89
67
56
NR memiliki dua orang anak laki-laki yang usianya hanya selisih dua
tahun. Anak kedua NR menyandang down syndrome. Saat anak terlahir berbeda
menyangkal atas takdir yang diberikan oleh Allah (“kenapa saya diberikan anak
yang seperti ini”). NR juga sempat merasa sedih, khawatir dan bingung saat
mengasuh kedua putra yang hanya memiliki selisih usia dua tahun, karena kedua
anaknya sering berkelahi dan berebut. Disamping itu, anak yang berkebutuhan
khusus memiliki karakter yang sangat emosional dan sensitif, sehingga NR harus
kedua anaknya tersebut. Hal tersebut sangat dirasakan saat NR merasa lelah
mulai terlihat antusias hal ini ditunjukkan dengan sikap NR yang cukup aktif
dalam memberikan respon. Saat evaluasi pada pertemuan kedua dan ketiga, NR
anaknya, berusaha untuk mengakurkan kedua anaknya, dan menjadi lebih sabar
dalam mengasuh anak. Selain itu, NR juga berusaha menasihati anak dengan cara
parenting, seperti mengajak anak yang berkebutuhan khusus untuk solat dengan
bahwa kini anak yang berkebutuhan khusus mulai rajin menjalankan solat. Jika
mendengar adzan, maka anak akan langsung siap-siap untuk mengerjakan solat
ikut mengantarkan dan menunggu anak solat di masjid. Meski anak hanya
ada orangtua yang memiliki anak yang lebih parah dibandingkan anak NR.
Padahal anak NR mampu berjalan dan berbicara, namun NR masih sering merasa
sedih dan putus asa dengan perkembangan anak. NR pun menceritakan sambil
menangis. Meski NR belum dapat sekuat dan sabar seperti orangtua yang
ditayangkan pada video, namun NR berusaha untuk lebih sabar dalam mengasuh
anak. NR juga mengungkapkan rasa senang dan bersyukur karena dikaruniai dan
dipercayai oleh Allah seorang anak meski anak terlahir dalam kondisi
bersikap adil, menanamkan nilai-nilai baik pada anak, dan berusaha untuk lebih
Secara umum, terjadi perubahan skor resiliensi pada NR yakni saat prates
skor yang diperoleh yaitu 99, namun saat pasca tes 1 mengalami penurunan
kuisioner. NR juga sesekali melihat jam dinding dan berbisik pada subjek yang
meningkat menjadi 106. Hal ini terjadi karena saat tindak lanjut, NR mengaku
Namun ada beberapa aspek yang belum NR lakukan dengan maksimal, yaitu
membacakan doa-doa kebaikan untuk anak seusai solat. Hal yang dirasakan NR
menasihati anak dengan lembut dan sabar mampu memberikan perubahan yang
positif bagi anak yakni anak menjadi lebih mudah diarahkah. NR juga merasa
bahwa anak mulai rajin mengikuti TPA dan mengerjakan solat jamaah di masjid
sekitar rumah. Meski anak hanya dapat bertahan mengikutinya sebentar, namun
NR tetap menghargai perilaku baik anak. Tidak hanya itu, NR juga mendapatkan
respon positif dari anak bahwa anak merasa senang karena NR berubah menjadi
menasihati anak dengan cara memarahi atau meneriaki, justru akan membuat
mengasuh adalah ibadah dan terimalah kondisi anak baik kelebihan dan
kekurangannya, sebab anak adalah amanah. Hal ini yang membuat NR menjadi
lebih dapat menerima kekurangan dan kelebihan anak serta meluruskan niat
banyak orangtua yang memiliki anak dengan kondisi yang lebih parah
dibandingkan anak bungsu NR. Selain itu, kini NR juga sudah dapat menerima
dengan positif terhadap pandangan negatif dari tetangga sekitar tentang kondisi
anak yang sekolah luar biasa dan belum lancar berbicara. NR memahami bahwa
tidak mengerti tentang kondisi anak penyandang down syndrome. Oleh karena itu
106
99
94
TK memiliki dua orang anak laki-laki dengan jarak usia 5 tahun. Anak
kedua TK menjalani pendidikan di sekolah luar biasa berinisial F yang saat ini
duduk dibangku kelas 3 diusia 11. F lahir secara normal seperti anak-anak normal
memiliki riwayat berulang kali tinggal kelas. Hal ini disebabkan F kesulitan
pelajaran.
mengikuti arahan dari guru les, meski diliputi oleh rasa sedih dan kecewa.
sekolah luar biasa. Bahkan rasa malu tersebut semakin bertambah ketika tetangga
beberapa tetangga yang mengira bahwa anak TK tidak normal. Tidak hanya TK
yang merasa malu, F juga sempat malu dan menolak untuk dipindahkan ke
sekolah luar biasa. Bahkan hingga saat ini F menolak untuk menggunakan tas
ragu akan cita-cita yang ingin dicapai F. TK mengatakan bahwa F ingin menjadi
dengan berkata “kamu itu ga bisa baca kok pengen jadi montir, mana bisa”.
selain itu, jika memiliki suatu keinginan, harus dipenuhi. Jika tidak segera
sering terbawa emosi untuk memarahi hingga memukul F. Namun yang terjadi
jika TK memarahi dan memukul F, maka F akan kembali marah dan memukul
memiliki sikap pengasuhan yang keras dan tegas. Jika anak tidak dapat
diarahkan, maka suami akan menasihatinya dengan nada tinggi dan membentak.
menyatakan harapan bahwa ingin anak yang berkebutuhan khusus bisa menjadi
anak yang soleh dan pintar. TK juga mengharapkan anak dapat rajin mengaji dan
solat. Meski sebenarnya anak masih belum sempurna mengerjakan solat lima
dengan contoh yang selama ini ditampilkan yakni apakah selama ini TK
dapat mandiri, meski dalam mengerjakan solat belum sepenuhnya lima waktu.
Namun TK akan terus berusaha untuk mendorong anak agar tetap mau
walau anak dalam kondisi berkebutuhan khusus, karena bagi TK anak adalah
amanah dari Allah, sehingga ia harus menjaga dan mengasuhnya dengan benar.
dapat bersikap adil pada semua anak. TK juga ingin menghilangkan perilaku
lamanya yaitu perilaku yang mudah marah dan perilaku baru yang ingin
pretes skor yang diperoleh TK yaitu 90, kemudian saat pasca tes 1 meningkat
menjadi 109, dan saat pasca tes 2 skor tetap konsisten yaitu 109. Pada saat proses
tindak lanjut yaitu dua minggu setelah mengikuti pelatihan dan menerapkannya
pada anak.
TK juga merasa bahwa kini anak menjadi lebih mudah untuk diarahkan.
Hal ini karena TK mencoba menerapkan cara yang halus dan lembut dalam
menasihati anak. TK menyadari bahwa anak lebih mudah untuk diarahkan jika
menggunakan cara yang lebih halus. TK tidak dapat selalu menuntut anak, sebab
menyadari bahwa ketika memarahi anak, akan timbul rasa penyesalan, sehingga
kini TK berusaha untuk bersikap lembut dan sabar. Apabila mulai tidak sabar,
maka TK berusaha untuk istigfar dan menyesali sikap amarahnya. Selain itu, TK
juga melihat adanya perubahan yang positif pada anak yakni anak sudah mulai
rajin ke musola untuk mengikuti solat tarawih. Anak juga mampu menjalankan
berbincang.
154
TK juga tidak lagi merasa ragu akan masa depan anak. Sebab TK yakin
dan percaya meski anak memiliki kekurangan dalam hal akademik, namun TK
yang lebih baik. TK juga tidak lagi memperdulikan pendangan negatif dari
109 109
90
sekolah umum, namun anak bungsu menjalani pendidikan di sekolah luar biasa,
pelajaran, anak juga memiliki emosi yang tidak stabil. Anak bungsu RT yaitu SV
Sejak awal kelahiran anak bungsu, RT sudah diagnosa oleh dokter bahwa
dan sedih mendapatkan diagnosa tersebut. RT juga sempat stres mengasuh anak
pandangan negatif dari keluarga yang mencaci bahwa anak RT adalah anak idiot.
anaknya idiot. Tidak hanya itu, anak juga sering mendapatkan perlakuan dari
sering merasa sedih dan marah ketika mendapatkan pandangan negatif dari orang
memiliki emosi yang tidak stabil dan anak mudah terpengaruh oleh lingkungan,
terkadang merasa tidak sanggup untuk mengasuh anak dan sering terbawa emosi
terutama ketika kondisi tubuh sudah lelah, sedangkan anak sulit untuk diajak
bekerja sama.
156
bahwa anak adalah buah hati yang sangat berharga. Dengan mengikuti pelatihan
prophetic parenting ini, RT mengaku menjadi tersadar akan mengasuh anak yang
untuk menjadi orangtua yang lebih sabar dalam mengasuh anak dan akan selalu
dibutuhkan oleh anak. perilaku lama yang ingin dihilangkan oleh RT adalah
memanjakan anak disaat anak sudah mulai bisa mandiri. Perilaku baru yang ingin
Pada saat tindak lanjut, RT mengaku lebih bisa menerima kondisi anak
dan membukakan pikiran RT bahwa anak adalah amanah dari Allah. RT juga
mengasuh anak berkebutuhan khusus. Meski masih ada orang yang memiliki
perkataan negatif tersebut. RT yakin bahwa anak adalah anugerah yang Allah
berikan. Meski anak bungsu memiliki banyak kekurangan, namun RT yakin akan
kelebihan anak. RT juga mengaku lebih sabar dalam mengasuh anak, ketika
ingin marah RT pun menjadi merasa tidak tega. RT menyadari bahwa anak
memiliki masalah emosi yang tidak stabil, sehingga RT harus lebih sabar dalam
untuk mendiamkan anak terlebih dahulu hingga kondisi anak mulai tenang.
157
Secara umum, terjadi perubahan skor resiliensi yang dialami RT, yakni
saat prates skor yang diperoleh RT yaitu 90, kemudian meningkat saat pasca tes 1
menjadi 95, namun pada saat pasca tes 2 mengalami penurunan menjadi 86.
Setelah digali lebih dalam, ternyata RT memiliki masalah lain yakni selain
dari RT kondisinya sudah sangat tua yaitu hampir 90 tahun, sehingga perilaku
dan emosinya seperti anak kecil. Sementara RT mengurus kedua orangtua tanpa
95
90
86
sekolah umum, namun berbeda dengan anak ketiga yakni G menjalani sekolah
baru bisa berjalan saat usia 3 tahun dan mampu berbicara dengan lancar saat usia
158
memiliki anak yang berbeda dengan anak lainnya. Hal ini karena perilaku G
sering membuat ulah, membuat kegaduhan, berkata kasar dan memiliki emosi
tidak segera dipenuhi, maka G akan mengamuk dan melempar benda-benda yang
ada di sekitarnya. Tidak hanya itu, G juga sering menunjukkan perilaku marah
ketika sedang dalam kondisi lelah atau tidak enak badan. SR pun sering terbawa
memiliki sikap yang keras dan tegas. Jika anak tidak dapat diarahkan, maka
suami akan memarahi bahkan memukul anak, sehingga anak akan lebih patuh
dan tunduk pada ayahnya. SR juga mengaku terkadang merasa tidak mampu
159
anaknya pada orang pintar agar disembuhkan dari perilakunya. Sebab selain
memiliki perilaku yang sulit untuk dikendalikan, anak juga sering tidak paham
Selain itu, SR juga merasa ragu akan masa depan anaknya tersebut. SR
yang signifikan dari G. Terkadang SR juga merasa kecewa karena selama ini
berbeda dengan saudara kandung lainnya terutama anak kedua dan anak keempat
yang jauh lebih rajin dan lebih terlihat bakat yang dimilikinya, sedangkan G
yang tidak banyak memberikan respon. SR akan memberikan respon, hanya jika
memberikan respon dengan suara yang sangat lirih dan hanya melakukan kontak
dengan fasilitator. Namun pada pertemuan ketiga dan keempat, SR terlihat lebih
antusias, hal ini ditunjukkan dengan pandangan tertujua pada pemateri dan
anak yang berkebutuhan khusus sangat emosional dan sulit untuk diarahkan,
anak berbakti dan taat kepada Allah dengan cara yang lebih sabar dan lembut. SR
juga mengungkapkan rasa senang karena dikaruniai anak dan berharap dapat
meneteskan air mata saat mendengar cerita peserta lain. Hal yang dirasakan SR
senang dan merasa lebih nyaman. SR juga sangat terkesan dengan materi
menjadi orangtua yang lebih bijak dan sabar dalam menghadapi anak-anak.
menerapkan perilaku baru yaitu berusaha untuk lebih memahami perilaku anak-
anak dengan penuh kesabaran dan akan berusaha untuk memenuhi permintaan
Secara umum, ada perubahan skor resiliensi pada SR. Saat prates, skor
yang diperoleh SR yaitu 94, namun saat pasca tes 1 menurun menjadi 91. Setelah
digali lebih dalam, ternyata SR sedang mengalami kesulitan ekonomi. Hal ini
Kemudian saat pascates 2 meningkat menjadi 109. Pada saat tindak lanjut,
SR menceritakan perasaan dan hikmah yang diperoleh selama kurang lebih dua
untuk berusaha lebih sabar lagi dalam mengasuh anak, meski perilaku anak masih
Selain itu, SR juga merasa bersyukur bahwa G tidak seperti anak-anak lainnya
yang segala permintaannya harus segera dipenuhi. Meski anak sering memiliki
yang mahal dan anak juga masih bisa diberikan pengertian serta tidak memaksa
masih ada anak lain di sekitar rumah yang memiliki perilaku lebih nakal dari G
(anak yang berkebutuhan khusus), sehingga SR tak perlu lagi malu dengan
kondisi anak. Kemudian ketika SR mulai tidak sabar menghadapi perilaku anak,
SR akan mengingat kembali dengan apa yang telah diperoleh dari pelatihan
Disamping itu, SR juga melihat adanya perubahan positif dari anak yakni
anak sudah mau menjalankan solat dan mengikuti taraweh di masjid. Jika
mendengar adzan, maka anak akan segera bergegas di masjid. Kemudian anak
juga mau belajar menjalankan puasa, meski masih belum sempurna hingga
magrib. Selain itu terkait masa depan anak, SR menaruh keyakinan pada Allah,
109
94
91
D. Pembahasan
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya, seperti yang
pengasuhan efektif mampu menurunkan stres pengasuhan pada ibu yang memiliki
autis. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Whitingham, dkk (2009), juga
pengasuhan pada orangtua yang memiliki anak autis. Kemudian penelitian yang
interaksi orangtua. Sementara pada penelitian ini tidak menunjukkan hasil yang
extraneous variable atau muncul faktor lain yang mengancam validitas internal
hasil penelitian. Padahal desain eksperimen yang benar yaitu pemilihan subjek
merupakan faktor lain yang memiliki potensi untuk bias dan mengancam validitas
tidak dapat dihindari pada suatu penelitian eksperimen, sebab ancaman validitas
validitas tidak dapat dianggap sebagai penemuan eksperimen yang tidak akurat
semata (Ross & Morrison, 2014). Myers dan Hansen (2006) menambahkan bahwa
suatu penelitian eskperimen yang melibatkan manusia, terjadi banyak hal yang
tidak dapat dikontrol oleh peneliti, sehingga mengancam validitas internal yang
dapat mempengaruhi hasil penelitian. Sementara itu pada penelitian ini, terdapat
dengan salah satu ancaman lainnya dalam penelitian (Slack & Draugalis, 2001).
ditelaah lebih lanjut, diketahui bahwa skor prates pada kelompok kontrol memiliki
nilai yang lebih tinggi dibandingkan kelompok eksperimen disertai dengan skor
dari pelatihan prophetic parenting tersebut hanya memberikan efek sementara dan
tidak memberikan pengaruh dalam jangka waktu yang lama. Apabila kelompok
165
kontrol dapat dikontrol dengan baik, maka pelatihan mampu memberikan efek
yang signifikan.
menurunnya skor resiliensi pada SR yaitu terkait dengan masalah ekonomi. Jika
untuk bersikap adil memenuhi kebutuhan anak, namun karena kondisi ekonomi
Sedangkan kondisi sulit yang dialami oleh RT, selain harus mengasuh
anak berkebutuhan khusus, RT juga harus merawat kedua orangtuanya. Ibu dari
memiliki usia yang sangat sepuh yaitu 90 tahun dimana usia tersebut terjadi fase
166
regresi (kemunduran) yaitu perilaku dan emosi kembali seperti anak keci. Kondisi
tersebut yang membuat RT merasa berat dan tertekan. Kondisi yang dialami oleh
keluarga yang sakit kronis dianggap sebagai faktor resiko yang mempengaruhi
proses resiliensi (Linley & Joseph, 2014; He, dkk., 2013). Kalil (2003),
Namun lain halnya yang dialami oleh DY, kurang adanya dukungan dari
lalunya yaitu mendapatkan cacian dari keluarga yang menganggap bahwa anak
hal ini juga menyebabkan kesedihan dan luka yang mendalam bagi orangtua
terhadap pengucilan sosial tersebut. Selain itu, kurangnya dukungan dari orang
lain dan sikap negatif dari masyarakat membuat individu sulit untuk mengatasi
tantangan yang dialami (Sharpley, Bitsika, Efremidis, 1997; dalam Habib, Jamel,
& Fazal, 2015). Padahal menurut Werner (1992), bahwa sumber dukungan
167
kronis, dan tekanan hidup yang dialami mempengaruhi proses resiliensi SR, RT,
dan DY. Sejalan dengan Bonanno, Galea, Bucciareli, dan Vlahov (2007),
trauma, kesulitan ekonomi, dukungan sosial, penyakit kronis dan tekanan hidup.
Oleh karena itu, kombinasi antara pembagian kedua kelompok tanpa randomisasi
dan kondisi lain yang dialami subjek mempengaruhi perubahan skor resiliensi
muncul akibat adanya peristiwa atau kondisi yang tidak dapat dikendalikan oleh
peneliti selama penelitian berlangsung (Ross & Morisson, 2014). Ancaman ini
history ini murni terjadi diluar kendali peneliti yaitu saat pelaksanaan pertemuan
mahasiswa lain yang juga mengadakan pelatihan pengasuhan di lokasi yang sama.
Kondisi ini sempat mengambat proses pelatihan dan subjek kelompok eksperimen
168
dalam penelitian ini pun hampir terpapar oleh perlakuan lain dan mengancam
validitas internal.
dari subjek kelompok kontrol adalah orangtua yang sering menunggu anak selama
adanya dukungan dari sosial. Maybery, Ezpelage, dan Koenig (Noltemeyer &
Bush, 2013), mengatakan bahwa individu yang mampu menjalin hubungan sosial
menjadi resilien, karena individu tersebut mendapatkan dukungan dan rasa aman
dari lingkungannya.
yang terjadi pada subjek (Slack & Draugalis, 2001). Ketika mengisi angket
resiliensi, NR terlihat gelisah dan tergesa-gesa. Hal ini ditunjukkan sikap NR yang
selalu melihat ke arah jam dinding, mengingat saat sesi pengukuran pascates 1
Marrison, 2014). Pada penelitian ini, selection terjadi akibat matching problem
169
antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang tidak seimbang. Hal ini
hingga sedang. Namun karena terkendala dengan kesediaan dan komitmen subjek
matching. Dampaknya skor resiliensi pretes pada kelompok kontrol lebih tinggi
dibandingkan skor pretes kelompok eksperimen, hal ini yang menyebabkan skor
internal, hal ini juga disebabkan dapat disebabkan oleh faktor lain yaitu
karakteristik subjek (Bracht & Glass, 1968 dalam Street, 2006). Contoh dari
yang lebih rendah dibandingkan peserta lainnya yaitu lulusan SMP. Selama
kebingungan, sehingga dibantu oleh observer dan subjek yang duduk disebelah
DY. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ebrahimi, dkk (2013),
Selection yang terjadi pada penelitian ini juga berkaitan dengan atrisi atau
mortalitas. Atrisi atau mortalitas yaitu ancaman validitas yang disebabkan oleh
gugurnya subjek karena mundur atau hilang saat perlakuan maupun saat
sembilan orang. Namun pada saat proses penelitian berlangsung, tiga orang
tersebut dinyatakan gugur karena satu orang tidak hadir sejak pertemuan pertama,
sedangkan dua orang lainnya tidak mengikuti pelatihan secara keseluruhan atau
yang tidak bisa ditinggalkan. Seperti halnya LS yang tidak mendapatkan izin dari
tempat bekerja, PN kondisi anak yang memiliki motivasi yang rendah untuk
parenting.
dijadikan kelompok kontrol. Namun lima orang lainnya gugur karena hanya
terlibat dalam satu kali pengukuran yaitu prates. Hal ini disebabkan pengukuran
171
pasca bertepatan dengan agenda sekolah yang sedang mengadakan ujian sekolah
tingkat SD, sehingga siswa lainnya diliburkan. Selain itu, jadwal pengukuran juga
bertepatan dengan libur awal puasa, sehingga hanya lima dari sepuluh subjek yang
prophetic parenting saja, melainkan dipengaruhi pula oleh subjek itu sendiri.
tidak terbuktinya penelitian ini juga disebabkan oleh jadwal pelaksanaan pelatihan
dan jarak pengukuran dari pascates 1 menunju pascates 2 yang terlalu singkat.
Pelatihan prophetic parenting ini dilakukan empat kali pertemuan dengan jeda
waktu yang tidak seimbang. Pertemuan satu dan dua dilakukan dua hari berturut-
turut, kemudian jeda selama dua hari karena akhir pekan. Kemudian dilanjutkan
penugasan rumah diberikan pada setiap pertemuan. Selain itu, jarak waktu
dikuatkan oleh pernyataan Street (2006), bahwa interaksi waktu pengukuran dan
sebagai proses bukan sebagai atribut tetap dari individu. Beberapa dari individu
diasumsikan pada kondisi protektif yang sama kaitannya dengan semua resiko.
172
tidak dapat diukur secara langsung seolah-olah hal tersebut merupakan sifat
karakteristik. Hal ini sejalan dengan Uyun & Rumiani (2012), bahwa untuk
diberikan dalam waktu yang relatif singkat merupakan hal yang tidak mudah,
yang dikatakan oleh Agaibi dan Wilson (2005) bahwa resiliensi adalah pola
kepribadian atau kemampuan koping yang sudah terbentuk dalam waktu yang
lama. Oleh karena itu, resiliensi tidak dapat diubah hanya dalam waktu beberapa
minggu.
menunjukkan respon yang positif dan merasakan perubahan diri yang lebih baik
khusus.
berkebutuhan khusus. Hal ini karena, menurut Neitzel dan Stright (2004),
pengasuhan. Seperti yang dialami oleh NR, selain mendapatkan pengetahuan baru
Bahwasanya anak merupakan amanah yang Allah berikan dan orangtua memiliki
174
bahwa orangtua yang memiliki iman dan pandangan spiritual mampu memaknai
bahwa memiliki anak berkebutuhan khusus sebagai bentuk hadiah dari anak yang
diungkapkan oleh ST, NR, RT, dan TK bahwa anak merupakan karunia dan
anugerah yang Allah berikan kepada mereka. Meski anak memiliki kekurangan
dan memiliki kondisi yang berbeda dengan anak normal lainnya, namun ST, NR
dan TK merasa bersyukur dan ikhlas, karena anak merupakan amanah dari Allah
sehingga memiliki tanggung jawab untuk tetap menjaga dan mengasuhnya dengan
benar.
keyakinan, dan harapan tentang kehidupan anak. Kurniawan dan Uyun (2013)
menambahkan bahwa pengasuhan terhadap anak tidak hanya sebagai proses titik
balik psikologis dan sosial, namun juga sebagai proses sebuah sinyal spiritual.
Seperti yang dialami oleh SR mengaku merasa bersyukur, meski anak memiliki
kelemahan dalam berpikir yang cenderung lambat, namun anak masih diberikan
fisik yang sempurna dibandingkan murid-murid lainnya yang memiliki fisik yang
kurang sempurna.
prophetic parenting juga mampu membukakan hati NR untuk lebih bersyukur dan
meningkatkan kesabaran, karena masih ada orangtua lainnya yang memiliki anak
175
jauh lebih parah kondisinya dibandingkan anak NR. NR juga mengakui meski
anak memiliki kekurangan, namun anak tetap merupakan karunia yang Allah
kondisi anak dan membukakan pikiran bahwa anak adalah amanah dari Allah. RT
juga meyakini bahwa RT termasuk orangtua pilihan yang Allah percayai untuk
mengasuh anak berkebutuhan khusus. Begitu pula yang dirasakan oleh ST, ST
hidup ST. Disamping itu, pelatihan prophetic parenting ini juga mampu
hadapi.
lagi merasa terbebani, justru kini ST merasa lebih ikhlas dan lebih memahami
kondisi anak. Meski ST sempat khawatir akan masa depan anak, namun ST tetap
menaruh keyakinan yang besar bahwa Allah akan memberikan jalan kemudahan
selalu berusaha mendoakan yang terbaik untuk anak. Sama halnya yang dialami
oleh NR dan SR yang sempat mengaku tidak sanggup menghadapi perilaku anak
176
yang mudah emosi dan sulit untuk diarahkan. Namun setelah mengikuti pelatihan,
harus lebih banyak bersabar serta meluruskan niat karena Allah. SR juga menaruh
keyakinan bahwa Allah akan mengatur rejeki anak, meski anak memiliki
kekurangan.
meningkatkan kesadaran relasional hubungan yang sehat dengan anak (Chang &
McConkey, 2008; Poston & Trunbull, 2004). Sejalan dengan Kurniawan dan
kondisi psikologis para orangtua untuk tidak mudah stres dan menyerah ketika
dihadapkan pada hambatan dalam pengasuhan. Hal ini karena orangtua yang
(Kurniawan & Uyun, 2013). Orangtua juga meyakini bahwa Allah akan meridhoi
bahwa Allah tidak pernah memberikan kesulitan diluar batas kemampuan dan
membuat individu menerima dan meyakini bahwa kondisi yang terjadi merupakan
takdir Allah (Bogar & Killacky, 2006). Bashir, Khursid, dan Qardi (2014),
orangtua menjadi resilien, namun juga mampu membawa perubahan sikap positif
bagi orangtua untuk lebih termotivasi mengatasi mekanisme saat dihadapkan pada
tantangan mengasuh anak berkebutuhan khusus. Tidak hanya itu, orangtua yang
2003),.
satu bentuk ibadah kepada Allah, mampu meningkatkan hubungan yang positif
dan lebih hangat terhadap anak. Selain itu, orangtua yang percaya bahwa
dengan hati nurani dan kasih sayang, serta menghindari kekerasan verbal
untuk berperilaku yang pantas dan konsisten dalam memberikan pujian atas
parenting mengaku lebih sayang terhadap anak, lebih sabar dan berusaha untuk
dengan anak juga semakin hangat hingga anak mengungkapkan rasa senang
memarahi dan mengancam anak justru membuat anak menjadi lebih marah dan
dengan cara yang lembut. TK juga menyadari bahwa orangtua tidak dapat
menuntut anak agar sesuai dengan kehendak TK. Begitu pula yang dialami DY
mengaku lebih sabar dan intensitas untuk memarahi anak menjadi berkurang.
mampu mengontrol emosi dikala situasi yang menekan dan lebih tenang dalam
membuat pemecahan masalah. Hal ini menunjukkan bahwa para subjek berusaha
untuk lebih sabar dan menghindari marah, karena mereka menyadari bahwa
179
dengan memarahi atau mengancam anak bukan cara yang efektif mengubah
eksperimen yaitu hanya pada saat pascates 1 saja tindak sampai jangka waktu
yang lama (tindak lanjut). Meski secara statistik tidak signifikan, namun secara
positif setelah mengikuti pelatihan baik secara emosi, kognitif, perilaku, dan
spiritual.
E. Evaluasi
meski mengalami beberapa hambatan. Kelebihan dari penelitian ini adalah kedua
dengan peserta. Fasilitator juga mampu memahami respon yang ditunjukkan oleh
mengapresiasi hal-hal yang telah dilakukan oleh subjek. Selain itu, fasilitator
mampu menyampaikan materi secara jelas dengan memberikan contoh kasus yang
sering terjadi di kehidupan sehari-hari. Hanya saja, pada fasilitator yang mengisi
istilah-istilah yang kurang dipahami oleh peserta. Pengamat juga dinilai baik
sekolah terkait waktu. Jadwal pelatihan yang telah disepakati antara peneliti dan
pihak sekolah meliburkan siswa lainnya selama satu minggu. Hal ini
minggu.
online yang mengantar fasilitator pada tujuan yang salah, sehingga waktu
kesalahpahaman dengan pihak sekolah yakni pihak sekolah memberikan izin pada
mahasiswa lain untuk melakukan kegiatan yang serupa dengan jadwal dan
undangan orangtua yang sama. Hal ini menyebabkan kebingungan bagi peneliti
dan peserta. Namun setelah peneliti konfirmasi kembali pada pihak yang terkait,
181
hambatan tersebut dapat teratasi. Peserta juga bersedia dan berkomitmen untuk
menggunakan ruang lain yaitu ruang kelas baru. Meski ruang tersebut hanya
terdapat kursi dan beberapa meja, namun pertemuan keempat dapat berjalan
dengan lancar.
lainnya dianggap gugur karena hanya terlibat dalam satu kali pengukuran yakni
prates. Peneliti juga awalnya akan melakukan waiting list pada kelompok kontrol
kegiatan ujian sekolah dan libur awal puasa, sedangkan siswa lain diliburkan,
sehingga hal tersebut tidak dapat dilaksanakan. Oleh karena itu, peneliti
dimiliki oleh masing-masing subjek tidak seimbang. Hal ini ditunjukkan dengan
adanya satu orang subjek yang memiliki latar belakang pendidikan SMP,
mengontrol data demografik setelah dilakukan survey pilot. Hal ini menyebabkan
hasil penelitian. Ancaman tersebut seperti kondisi faktor resiko yang dialami
kelompok, dan gugurnya subjek baik pada kelompok eksperimen dan kelompok
penelitian.
menuju pascates 2 yang terlalu singkat yakni hanya dua minggu. Kemudian jarak
waktu pelaksanaan yang terlalu dekat pada setiap pertemuan, sehingga tidak
adanya tugas rumah di setiap pertemuan sebagai evaluasi dari pelatihan prophetic
memberikan perlakuan dalam waktu yang singkat tidaklah mudah. Hal ini karena
183
resiliensi merupakan proses bukan sebagai atribut yang menetap, sehingga tidak
dapat berubah dalam jangka waktu yang singkat yaitu hanya dalam hitungan
beberapa minggu.
paham atau tidaknya materi yang disampaikan. Selain itu, pada pelatihan
prophetic parenting ini ayah tidak dapat ikut berpartisipasi. Hal ini dikarenakan
kesibukan dan kesediaan waktu ayah dari anak berkebutuhan khusus tunagrahita
lebih positif dan dapat saling memberikan dukungan pada ibu dari anak yang
berkebutuhan khusus.
BAB V
F. Kesimpulan
sehingga menyebabkan problem matching yang berawal dari skor prates pada
prophetic parenting ini juga tidak memberikan pengaruh dalam waktu jangka
yang panjang. Hal ini terbukti jika mengabaikan skor pascates 2 (follow up), maka
pengaruh dalam penelitian ini yaitu adanya extraneous variabel yang mengancam
validitas internal berupa kondisi atau faktor lain yang tidak dapat dikontrol oleh
peneliti (history), matching problem (selection), dan gugurnya subjek (atrisi atau
resiliensi serta konsep resiliensi sebagai pola kepribadian yang relatif tidak,
waktu yang panjang terhadap peningkatan skor resiliensi pada semua subjek,
184
185
namun secara analisis kualitatif para subjek merasa memperoleh manfaat yang
positif dan mengalami perubahan diri yang lebih baik setelah mengikuti pelatihan
G. Saran
pelaksanaan dan evaluasi pada penelitian ini ada beberapa saran diantaranya:
perlu dilakukan agar proses praktik pengasuhan lebih positif dan meminimalkan
terjadinya stres dalam pengasuhan. Selain itu, subjek juga diharapkan dalam
menjalankan praktik pengasuhan perlu melibatkan peran suami atau ayah. Hal ini
terhadap perkembangan anak berkebutuhan khusus. Perlu juga bagi subjek untuk
lebih konsisten.
meluruskan niat bahwa mengasuh anak hanya semata ingin mendapatkan rahmat
186
dari Allah. Hal ini karena pengasuhan yang dilakukan oleh orangtua akan
2. Pihak sekolah
anak berkebutuhan khusus. hal ini dikarenakan selain untuk menambah wawasan
para walimurid, tetapi juga untuk memberikan dukungan dan pemecahan masalah
Hal ini bertujuan untuk mempermudah koordinasi antara guru yang bertanggung
jawab dan mahsiswa yang melakukan penelitian. Selain itu, pihak sekolah juga
mengarahkan mahasiswa penelitian dan pihak yang memberikan izin. Hal ini
3. Penelitian selanjutnya
pembagian kelompok dengan metode matching. Hal ini bertujuan agar dalam
Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan variabel kontrol dan
187
memastikan kembali hal-hal yang dapat menimbulkan bias atau faktor penganggu
lain yang mengancam validitas internal dalam penelitian. Selain itu, kriteria
subjek juga perlu dipertimbangan terutama terkait latar belakang pendidikan. Hal
diharapkan dapat melibatkan ayah atau pasangan subjek penelitian untuk terlibat
dalam pelatihan pengasuhan. Hal ini karena keterlibatan ayah dalam pengasuhan
sendiri oleh peneliti, sehingga memiliki banyak kekurangan yang perlu diperbaiki
dan dievaluasi lebih lanjut. Adapun beberapa masukan bagi peneliti selanjutnya
yang diberikan. Modul pelatihan prophetic parenting dalam penelitian ini terlalu
banyak sesi pemberian materi dibandingkan simulasi atau roleplay, sehingga bagi
nantinya dapat dipraktekan oleh subjek. Kemudian pemberian tugas rumah dapat
dibuat lebih praktis dan informatif seperti diberi contoh dan petunjuk pengerjaan,
Pertemuan minimal dilakukan seminggu dua kali atau seminggu sekali, agar
188
telah dilakukan. Hal ini karena resiliensi adalah variabel yang dilihat sebagai
DAFTAR PUSTAKA
Agaibi, C. E., & Wilson, J. P. (2005). Trauma, PTSD, and resilience: A review of
the literature. Trauma, Violence, and Abuse, 6, 195-216.
Baker, J., & Fenning, R. M. (2007). Prediction of social skills in 6 year old
children without development delays. American Journal of Intellectual &
Developmental Disability, 112, 375-91. http://dx.doi.org/10.1352/0895-
8017(2007)112[0375:POSSIY]2.0.CO;2
Bashir, Α., Khursid, Α., & Qadri, F. (2014). Awareness and Problems of Parents
of Children with Autism Spectrum Disorders. International Journal of
Interdisciplinary Research and Innovations, 2 (2), 42-48.
Biesinger, R., & Arikawa, H. (2007). Religious attitude and happiness among
parents of children with developmental disabilities. Journal of Religion,
Disability & Health, 11, 23–32.
Bonanno, G. A., Galea, S., Bucciarelli, A., & Vlahov, D. (2007). What predicts
psychological resilience after disaster? The role of demographics,
190
Ceka, A., & Murati, R. (2016). The role of parents in the education of children.
Journal of Education and Practice, 7 (5).
Chang, B., A.E. Noonan & S.L. Tennstedt (1998). The role of religion/spirituality
in coping with caregiving for disabled elders. The Gerontologist, 38(4),
463–70.
Daire, A.P., Munyon, M. D., Carlson, R. G., Kimemia, M., & Mitcham, M.
(2011). Examining distress of parents of children with and without special
needs. Journal of Mental Health Counseling, 33 (2)
Dean, C., Myors, K., & Evans, E. (2003). Community wide implimintation of a
parenting program: the south east sydney positive parenting project.
Australian e journal for the advancement of mental health, 2, 154-171
191
Eley, D. S., Cloninger, C. R., Walters, L. Laurence, C., Synnott, R., & Wilkinson,
D. (2013), The relationship between resilience and personality traits in
doctors: implications for enhancing well being. Peer Journal 1, 216; DOI
10.7717/peerj.216
Ellingsen, R., Baker, B. L., Blacher, J., & Crnic, K. (2014). Resilient parenting of
children at developmental risk across middle childhood. Research in
Developmental Disabilities, 35.
Fox, L., Vaughn, B. J., Wyatte, M. L., & Dunlap, G. (2002). “We can‟t expect
other people to understand”: Family perspectives on problem behavior.
Exceptional Children, 68, 437–450
Gunarsa, S. D., & Gunarsa, Y. S. D. (2004). Psikologi praktis: Anak, remaja, dan
keluarga. Jakarta: Gunung Mulia
Habib, H. A., Jameel, S., & Fazzal, S.(2015). Psychological distress of parents of
children with down syndrome. Scientice International(Lahore), 27(4).
He, F., Cao, R., Feng, Z., Guan, H., & Peng, J. (2013). The impacts of
dispositional optimism and psychological resilience on the subjective well-
being of burn patients: A structural equation modelling analysis. Journal of
PLOS ONE, 8.
Heiman, T. (2002). Parents of children with disabilities: resilience, coping, and
future expectations. Journal of Developmental and Physical Disabilities,
14,.( 2)
Howell, A., Hauser-Cram, P., & Kersh, J. (2007). Setting the Stage: Early child
and family characteristics as predictors of later loneliness in children with
developmental disabilities. American Journal on Mental Retardation, 112,
18–30.
Kalil, A. (2003). Family resilience and good child outcomes: A review of the
literature. Wellington: The Ministry of Social Development.
Kausar, S., Jevne, R., & Sobesy, D. (2003). Hope in families of children with
developmental disabilities. Journal on Developmental Disabilities, 10, 35–
45.
Kausar, S., Jevne, R., & Sobesy, D. (2003). Hope in families of children with
developmental disabilities. Journal on Developmental Disabilities, 10, 35–
45.
Kurniawan, I. N, & Uyun, Q. (2013). Penurunan stres pengasuhan orang tua dan
disfungsi interaksi orang tua-anak melalui pendidikan pengasuhan versi
pendekatan spiritual (PP-VPS). Jurnal Intervensi Psikologi, 5 (1)
Lestari, F. A., & Mariyati, L. I. (2015). Resiliensi ibu yang memiliki anak down
syndrome di sidoarjo. PSIKOLOGIA, 3 (1)
Lin, S. (2000). Coping and adaptation in families of children with cerebral palsy.
Exceptional Children, 66, 201–218.
Linley, P. A., & Joseph, S. (2004). Positive change following trauma and
adversity: A review. Journal of Traumatic Stress, 17 (1) ,
Mahoney, A., Pargament, K. I., Murray- Swank, A., & Murray-Swank, N (2003).
Religion and sanctification of family relationships. Review of Religious
Research, 4, 220-236. DOI: 10.2307/3512384
McAllister, M., & McKinnon J. (2009). The importance of teaching and learning
resilience in the health disciplines: a critical review of the literature. Nurse
Education Today 29:371–379
McConnel, D., dan Savage, A. (2015). Stress and resilience among families caring
for children with intellectual disability: expanding the research agenda.
Curr Dev Disord Rep. DOI 10.1007/s40474-015-0040-z
Mulcahy H and Savage E (2016) Uncertainty: a little bit not sure. Parental
concern about child growth or development. Journal of Child Health Care
20(3): 333–343
Murphey, D., Barry, M., & Vaughn, B. (2013). Positive mental health: Resiliensi.
Adolescent Health Highlight.
Neitzel, C., & Stright, A. D. (2004). Parenting behaviours during child problem
solving: The roles of child temperament, mother education and personality
and the problem-solving context. International Journal of Behavioral
Development, 28, 166–179.
Norlin, D., & Broberg, M. (2013). Parents of children with and without intelectual
disability: couple relationship and individual well-being. Journal of
Disability and Rehabilitation, 57 (6), 552-566.
Pallant, J. (2010). SPSS survival manual: A step by step guide to data analysis
using SPSS, 4th Edition. Australia: Allen & Unwin Book Publishers, Inc
Pinheiro, M. R., & Matos, A. P. (2013). Exploring the construct validity of the
two versions of the Resilience Scale in an Portuguese adolescent sample.
The European Journal of Social & Behavioural Sciences.
Pouretemad, H. R., Khooshabi, K., Roshanbin, M., & Jadidi, M. (2009). The
effectiveness of group positive parenting program on parental stress of
mothers of children with attention-deficit/hyperactivity disorder. Archives of
Iranian Medicine, 12 (1), 60-68
Preece, D., & Trajkovski, V. (2017). Parent education in autism spectrum disorder
– a review of the literature. Equity and Social Inclusion Through Positive
Parenting, 53.
Rachmayanti, S., & Zulkaida, A., (2007). Penerimaan diri orangtua terhadap anak
autis dan peranannya dalam terapi autisme. Jurnal Psikologi.1 (1). 7-17.
Reivich, K & Shatte, A. (2002). The resilience factor: Seven essential skills for
overcoming life's hurdles. New York: Three Rivers Press
Sanders, M. R., Cann, W., & Markie-Dadds, C. (2003). The triple p-positive
parenting programme: a universal population-level approach to the
prevention of child abuse. Child Abuse Review ,12, 155–171
Scorgie, A., & Sobsey. B. (2000). Roecher Institute beyond the limits. Mothers
caring for children with disabilities. Children and Family Series, North
York, Canada: Rocher Institute.
Shihab, Q. (1994). Lentera Hati: Kisah dan hikmah kehidupan. Bandung: Mizan.
Sinha, D., Verma, N., & Hershe, D. (2016). A comparative study of parenting
styles, parental stress and resilience among parents of children having
autism spectrum disorder, parents of children having specific learning
disorder and parents of children not diagnosed with any psychiatric disorder.
Annals of International Medical and Dental Research, 2
Skinner, E., Johnson, S., & Snyder, T. (2005). Six dimensions of parenting: A
motivational model. Parenting: Science And Practice, 5(2)
Slack, M. K., & Draugalis, J. R. (2001). Establishing the internal and external
validity of experimental studies. Am Journal Health-System Pharm, 58
(15), 2173-2181
197
Suryani & Hendryadi. (2015). Metode riset kuantitatif: teori dan aplikasi pada
penelitian bidang manajeman dan ekonomi islam. Jakarta: Kencana.
Thawala, S. K., Ntinda, K., & Hlanze, B. (2015). Lived experiences of parents‟ of
children with disabilities in swaziland. Journal of Education and Training
Studies, 3 (4)
Uyun, Q., & Rumiani. (2012). Sabar dan shalat sebagai model untuk
meningkatkan resiliensi di daerah bencana, yogyakarta. Jurnal Intervensi
Psikologi, 4 (2), 253-267.
Whitingham, K., Sofronoff, K., Sheffield, J., & Sanders, M. R. (2009). Stepping
stones tirple P: An RCT of a parenting program with parents of a child
diagnosis with an autism spectrum disorder. Journal Abnormal Child
Psychology, 37, 469-480
LAMPIRAN
200
Cronbach's
Alpha Based on
Cronbach's Standardized
Alpha Items N of Items
.878 .880 25
Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Squared Multiple Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Total Correlation Correlation Deleted
KATEGORISASI PERSENTIL
Statistics
resiliensi_PAKEM_KLATEN
N Valid 67
Missing 0
Mean 4.5893
Median 4.6800
a
Mode 4.72
Variance .221
Range 2.56
Minimum 2.88
Maximum 5.44
Sum 307.48
Percentiles 20 4.2240
40 4.5280
60 4.7600
80 5.0000
resiliensi_PAKEM_KLATEN
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
UJI ASUMSI
1. UJI NORMALITAS
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
2. UJI HOMOGENITAS
a
Box's Test of Equality of Covariance Matrices
Box's M 4.635
F .480
df1 6
df2 517.028
Sig. .823
a. Design: Intercept + DK + DS +
KELOMPOK
Within Subjects Design: PELATIHAN
205
UJI HIPOTESIS
Measure:MEASURE_
1
a
Epsilon
Within
Subjects Mauchl Approx. Chi- Greenhous Huynh-
Effect y's W Square df Sig. e-Geisser Feldt Lower-bound
Tests the null hypothesis that the error covariance matrix of the orthonormalized transformed
dependent variables is proportional to an identity matrix.
a. May be used to adjust the degrees of freedom for the averaged tests of significance.
Corrected tests are displayed in the Tests of Within-Subjects Effects table.
b
Mauchly's Test of Sphericity
Measure:MEASURE_1
a
Epsilon
Within
Subjects Approx. Chi- Greenhouse-
Effect Mauchly's W Square df Sig. Geisser Huynh-Feldt Lower-bound
Tests the null hypothesis that the error covariance matrix of the orthonormalized transformed dependent
variables is proportional to an identity matrix.
a. May be used to adjust the degrees of freedom for the averaged tests of significance. Corrected tests are
displayed in the Tests of Within-Subjects Effects table.
Pairwise Comparisons
Measure:MEASURE_1
Pairwise Comparisons
Measure:MEASURE_1
a. Sebelum dikontrol
Tests of Within-Subjects Effects
Measure:MEA
SURE_1
Greenhouse- 183.58
340.388 1.854 2.741 .097 .233 5.082 .452
Geisser 7
Huynh-Feldt 170.19
340.388 2.000 2.741 .091 .233 5.482 .472
4
Lower-bound 340.38
340.388 1.000 2.741 .132 .233 2.741 .316
8
PELATIHAN * Sphericity
173.115 2 86.558 1.394 .274 .134 2.788 .260
KELOMPOK Assumed
Greenhouse-
173.115 1.854 93.369 1.394 .274 .134 2.584 .250
Geisser
Lower-bound 173.11
173.115 1.000 1.394 .268 .134 1.394 .185
5
Error(PELATIH Sphericity
1117.733 18 62.096
AN) Assumed
Greenhouse-
1117.733 16.687 66.983
Geisser
Lower-bound 124.19
1117.733 9.000
3
Measure:ME
ASURE_1
PELATIHAN Sphericity Assumed 202.786 2 101.393 1.516 .253 .178 3.033 .269
PELATIHAN Sphericity Assumed 12.889 2 6.445 .096 .909 .014 .193 .062
* DK
Greenhouse-Geisser 12.889 1.629 7.912 .096 .872 .014 .157 .061
PELATIHAN Sphericity Assumed 77.326 2 38.663 .578 .574 .076 1.157 .127
* DS
Greenhouse-Geisser 77.326 1.629 47.465 .578 .543 .076 .942 .118
PELATIHAN Sphericity Assumed 140.083 2 70.041 1.048 .377 .130 2.095 .197
*
Greenhouse-Geisser 140.083 1.629 85.987 1.048 .367 .130 1.707 .178
KELOMPOK
Huynh-Feldt 140.083 2.000 70.041 1.048 .377 .130 2.095 .197
4. Variabel kontrol
Measure:MEASURE_1
Transformed
Variable:Average
Type III
Sum of Mean Partial Eta Noncent. Observed
a
Source Squares Df Square F Sig. Squared Parameter Power
KELOMPO
157.641 1 157.641 .420 .538 .057 .420 .087
K
ANALISIS TAMBAHAN
b
Mauchly's Test of Sphericity
Measure:MEASURE_1
a
Epsilon
Approx. Greenhou
Within Mauchly' Chi- se- Huynh- Lower-
Subjects Effect sW Square df Sig. Geisser Feldt bound
Tests the null hypothesis that the error covariance matrix of the orthonormalized
transformed dependent variables is proportional to an identity matrix.
a. May be used to adjust the degrees of freedom for the averaged tests of significance.
Corrected tests are displayed in the Tests of Within-Subjects Effects table.
b. Design: Intercept
Within Subjects Design:
factor1
Partial
Type III Eta Noncent.
Sum of Mean Squar Paramete Observed
a
Source Squares Df Square F Sig. ed r Power
factor1 Sphericity
549,333 2 274,667 3,411 ,074 ,406 6,821 ,506
Assumed
Greenhouse-
549,333 1,669 329,175 3,411 ,088 ,406 5,692 ,450
Geisser
Greenhouse-
805,333 8,344 96,515
Geisser
Huynh-Feldt 10,00
805,333 80,533
0
a
Multivariate Tests
Partial Noncent.
Hypothe Error Eta Paramet Observe
c
Effect Value F sis df df Sig. Squared er d Power
Wilks' 7,974
,501 b
1,000 8,000 ,022 ,499 7,974 ,697
Lambda
Hotelling's 7,974
,997 b
1,000 8,000 ,022 ,499 7,974 ,697
Trace
Roy's
7,974
Largest ,997 b
1,000 8,000 ,022 ,499 7,974 ,697
Root
Pelatihan Pillai's b
,001 ,006 1,000 8,000 ,941 ,001 ,006 ,051
* DK Trace
Wilks' b
,999 ,006 1,000 8,000 ,941 ,001 ,006 ,051
Lambda
Hotelling's b
,001 ,006 1,000 8,000 ,941 ,001 ,006 ,051
Trace
Roy's
b
Largest ,001 ,006 1,000 8,000 ,941 ,001 ,006 ,051
Root
215
Wilks' 2,066
,795 b
1,000 8,000 ,189 ,205 2,066 ,245
Lambda
Hotelling's 2,066
,258 b
1,000 8,000 ,189 ,205 2,066 ,245
Trace
Roy's
2,066
Largest ,258 b
1,000 8,000 ,189 ,205 2,066 ,245
Root
a. Design: Intercept + DK + DS
Within Subjects Design: Pelatihan
b. Exact statistic
c. Computed using alpha = ,05
Pelatihan Sphericity
263,021 1 263,021 7,974 ,022 ,499 7,974 ,697
Assumed
Greenhouse-
263,021 1,000 263,021 7,974 ,022 ,499 7,974 ,697
Geisser
Greenhouse-
263,893 8,000 32,987
Geisser
SKALA RESILIENSI
PERNYATAN KESEDIAAN SEBAGAI RESPONDEN PENELITIAN
Nama Lengkap :
Usia :
Jenis Kelamin :
Agama :
Pendidikan terakhir :
Pekerjaan :
Jumlah anak :
Alamat lengkap :
Nomor HP/Whatsapp :
Penghasilan perbulan :
kurang dari 500.000
500.000 - 1.500.000
1.500.000 - 2.500.000
2.500.000 - 4.000.000
lebih dari 4.000.000
Menyatakan bersedia sebagai subjek dalam penelitian ini
Tanda Tangan,
218
PETUNJUK PENGISIAN
Di bawah ini ada 25 item pernyataan yang tidak memiliki jawaban BENAR atau
SALAH. Silahkan Anda berikan tanda centang (√) pada salah satu dari lima
kolom yang tersedia di sebelah kanan pernyataan. Berilah jawaban yang paling
sesuai dengan kondisi diri Anda dan pastikan untuk menjawab SEMUA item
pernyataan.
Keterangan pilihan jawaban:
Tidak pernah : Tidak pernah Anda alami selama menjalani hidup
(kemunculan 0 atau tidak pernah sama sekali)
Jarang :Anda alami dan merasakannya dalam frekuensi yang
sangat sedikit (kemunculan 1-3 kali dalam sebulan)
Kadang-kadang : Dialami dan dirasakan dalam frekuensi sedang
(kemunculan antara 4-6 kali dalam satu bulan)
Sering : Sering kali dialami dalam banyak situasi
(kemunculan antara 7-8 kali dalam sebulan)
Selalu : Selalu Anda alami dan Anda rasakan (kemunculan
hampir setiap hari selama satu bulan)
Inisial R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10 R11 R12 R13 R14 R15 R16 R17 R18 R19 R20 R21 R22 R23 R24 R25 RS mean Kategori
DY 3 5 5 3 5 4 5 5 5 3 4 3 4 5 5 3 5 3 3 5 2 5 3 5 4 102 4.72 S
ST 3 3 5 3 1 2 1 3 1 5 1 2 2 1 3 1 3 1 3 1 1 3 1 3 3 56 2.88 SR
NR 4 5 5 4 3 4 5 4 5 4 3 4 3 4 5 4 3 3 3 5 4 4 3 4 4 99 4.6 S
TK 3 5 5 3 2 3 4 4 5 4 3 2 3 3 4 3 4 3 4 5 1 5 4 3 5 90 4.2 SR
RT 4 5 5 3 3 4 4 4 3 5 3 3 3 3 4 4 1 2 3 4 3 4 4 4 5 90 4.2 SR
SR 3 4 5 3 4 3 5 4 4 3 3 4 5 5 5 4 3 2 3 3 2 4 5 4 4 94 4.4 S
Kelompok Kontrol
nama R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10 R11 R12 R13 R14 R15 R16 R17 R18 R19 R20 R21 R22 R23 R24 R25 RS mean Kategori
HW 3 5 5 3 3 4 5 5 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 5 5 5 5 93 4.36 R
SG 4 5 5 3 3 4 4 2 2 4 3 5 5 3 3 3 4 3 3 5 3 4 3 4 4 91 4.28 R
SP 3 3 5 3 3 3 5 4 3 4 3 4 3 3 3 4 3 3 3 4 2 2 4 5 4 86 4.08 SR
DW 5 5 5 4 5 3 4 5 5 4 3 3 4 3 5 5 4 3 4 5 5 4 3 3 5 104 4.72 S
SM 5 5 5 3 5 4 3 5 5 4 3 3 5 3 5 5 3 3 3 3 3 4 4 3 4 98 4.56 S
184
ii
PASCATES 1 RESILIENSI
Kelompok Eksperimen
Inisial R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10 R11 R12 R13 R14 R15 R16 R17 R18 R19 R20 R21 R22 R23 R24 R25 pasca1
DY 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 3 5 5 5 5 5 5 123
ST 3 4 5 3 3 1 5 3 2 3 3 3 2 1 3 1 4 2 3 2 1 1 3 3 3 67
NR 3 4 5 3 3 4 4 3 4 3 3 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4 5 4 4 94
TK 5 5 5 4 4 4 5 5 5 4 4 3 4 4 5 4 5 3 4 5 4 5 4 4 5 109
RT 3 5 5 3 3 3 5 5 5 3 3 3 4 3 4 3 3 2 3 5 5 5 4 4 4 95
SR 3 5 5 4 5 3 4 4 4 3 2 3 4 3 4 4 4 3 3 3 3 4 2 5 4 91
Kelompok Kontrol
Inisial R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10 R11 R12 R13 R14 R15 R16 R17 R18 R19 R20 R21 R22 R23 R24 R25 pasca1
HW 4 5 5 4 3 3 4 4 3 3 3 3 4 3 4 4 3 3 3 4 3 4 4 5 4 92
SG 4 4 5 4 3 4 4 5 3 5 3 3 3 3 4 4 4 2 3 5 3 5 3 4 4 94
SP 5 5 5 5 4 3 4 4 3 4 3 4 3 4 3 3 5 3 3 4 2 4 5 5 4 97
DW 5 5 5 4 5 4 4 5 5 5 3 4 4 5 4 5 5 4 4 5 5 4 4 3 5 111
SM 3 4 5 3 4 3 4 4 4 2 3 4 5 3 3 3 4 3 3 3 3 3 4 3 3 86
iii
PASCATES 2 RESILIENSI
Kelompok Eksperimen
Inisial R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10 R11 R12 R13 R14 R15 R16 R17 R18 R19 R20 R21 R22 R23 R24 R25 Pasca2
DY 5 5 5 3 3 3 5 5 3 3 5 2 5 5 5 3 5 5 5 5 5 5 3 5 5 108
ST 4 4 5 3 4 3 4 4 3 3 3 5 3 3 2 3 3 2 3 5 3 5 5 4 3 89
NR 4 4 5 5 4 4 5 4 5 3 3 3 5 5 5 5 4 3 3 5 3 5 4 5 5 106
TK 5 5 5 4 4 3 5 5 4 4 3 4 3 5 5 5 5 4 4 5 3 5 5 4 5 109
RT 3 4 5 3 3 3 5 3 3 3 3 4 4 3 4 3 1 3 3 4 4 4 3 4 4 86
SR 5 4 5 5 4 5 5 4 5 3 4 3 5 5 4 4 5 4 5 4 3 4 5 4 5 109
Kelompok Kontrol
Inisial R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10 R11 R12 R13 R14 R15 R16 R17 R18 R19 R20 R21 R22 R23 R24 R25 Pasca2
HW 4 4 5 4 3 3 4 3 3 3 3 3 4 3 4 4 4 3 3 3 3 4 4 5 4 90
SG 4 4 5 4 3 3 4 3 2 3 4 3 4 3 4 4 4 3 3 3 4 4 3 5 3 89
SP 2 3 5 2 5 4 5 5 5 5 5 3 2 4 5 5 5 3 5 5 3 5 5 5 5 106
DW 5 4 5 4 3 3 4 4 5 4 3 4 5 4 5 5 4 3 4 5 5 5 4 3 4 104
SM 3 4 5 4 4 3 3 4 4 3 3 4 4 3 4 4 4 3 4 5 4 4 4 3 4 94
iv
Kelompok Eksperimen
Inisial DK1 DK2 DK3 DK4 DK5 DK6 DK7 DK8 DK9 DK10 DK11 RS DS1 DS2 RS
DY 4 5 1 3 1 4 1 1 2 4 4 30 9 5 14
ST 3 5 2 5 3 4 4 2 2 4 1 35 9 6 15
NR 2 5 1 2 3 3 2 2 3 4 4 31 9 5 14
TK 4 3 1 2 1 1 1 1 1 5 3 23 6 3 9
RT 3 4 1 2 2 2 1 2 2 4 4 27 8 6 14
SR 4 5 1 3 1 4 1 2 1 4 4 30 9 6 15
Kelompok Kontrol
Inisial DK1 DK2 DK3 DK4 DK5 DK6 DK7 DK8 DK9 DK10 DK11 RS DS1 DS2 RS
HW 5 5 2 5 2 5 5 3 4 5 5 46 9 8 17
SG 4 4 1 4 2 2 2 2 2 4 4 31 7 6 13
SP 2 4 2 5 1 2 1 2 4 4 4 31 7 7 14
DW 1 4 1 3 2 3 1 2 2 5 2 26 8 5 13
SM 5 5 3 3 3 4 2 2 2 5 5 39 9 8 17