Anda di halaman 1dari 112

i

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU

PENYAKIT DAN PENYEMBUHAN

(Suatu Kajian Teologi Praktis di Jemaat GPM Amahai-Soahuku)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Teologi


Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sains Teologi (S.Si Teol)

OLEH:

CHRISTY IMANUELA RUHULESSIN


NPM: 12175201140007

FAKULTAS TEOLOGI
PROGRAM STUDI FILSAFAT KEILAHAN
AMBON
2019
ii
iii
iv
v
vi

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pemahaman dan pengalaman

umat tentang penyakit dan penyembuhan serta menemukan pemahaman teologi yang

relevan dan kontekstual tentang penyakit dan penyembuhan bagi warga Jemaat GPM

Amahai-Soahuku. Penelitian ini juga di lakukan karena pandangan jemaat terhadap

penyakit yang diderita beragam, ada yang menilai karena perbuatan orang tua, anak,

sanak saudara, istri atau suami sehingga yang harus menanggung dosa itu lewat

penyakit. Ada juga yang berpikir bahwa penyakit itu karena kutukan atau di sebabkan

oleh perbuatan roh-roh halus atau setan atau karena kuasa kegelapan. Jika berbicara

mengenai penyakit pasti ada juga upaya yang dilakukan untuk sembuh, proses

penyembuhan menurut pandangan mereka pun berbeda. Ada yang berproses dengan

penyembuhan secara medis dan ada juga penyembuhan yang dilakukan tanpa

perawatan medis dan hanya mengandalkan proses-proses yang dianggap religius,

seperti dengan cara berdoa saja. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian

kualitatif denga metode studi kasus pastoral yang dilakukan kepada para informan.

Kata kunci : Penyakit, Penyembuhan, doa, dosa dan penderitaan.


vii

Lembaran Persembahan

Skripsi ini khusus dipersembahkan untuk kedua orang tua tercinta


Almarhum Papa tersayang; papa Thos, mama tercinta; mama Ceka
dan juga untuk Almarhumah Mama Nona tersayang, yang selama
ini selalu turut membantu dengan penuh kasih sayang yang tulus
untuk mengasuh dan mendidik penulis sejak penulis berusia dua
bulan.
Dari merekalah penulis diajarkan bagiamana caranya berjuang,
Berjuang sejak bayi saat kali pertama harus mengangkatkan
kepala, berjuang saat kali pertama harus merangkak, berdiri,
berjalan sampai bisa berlari bahkan sampai pada waktu sekarang.
Terima kasih untuk setiap cinta yang selalu menguatkan penulis.
Karena sesungguhnya melihat mereka bertiga dan mengenang
semua pembelajaran hidup dari mereka inilah yang membuat
penulis selalu termotivasi untuk bisa menjadi yang lebih baik untuk
menghidupi bahagia yang tentu saja untuk mereka.
Sekali lagi ini khusus untuk ketiga orang spesialku dalam hidup ini.
Sangat mencintai papa, mama dan Na mungkin ini bisa mewakili
sedikit dari rasa cintaku pada kalian yang memang tidak akan
pernah bisa diukur dengan kata-kata bahkan angka.
viii

Motto

Don’t wait until you’re happy to be thankful for God

Be thankful for Him and soon

Enough you will be happy as well.

.
ix

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis naikan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah

menuntun penulis dalam menyelesaikan tugas dan tanggungjawab sebagai mahasiswa

Teologi dalam proses belajar di Fakultas Teologi, Universitas Kristen Indonesia

Maluku selama kurang lebih 4 tahun yang boleh dilewati. Menyadari sungguh bahwa

proses yang dilewati oleh penulis diwarnai oleh suka duka baik secara pribadi maupun

dilewati bersama dengan pihak-pihak yang selalu menemani hari-hari hidup penulis.

Penulis juga bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas penyertaan Tuhan,

penulis boleh menyelesaikan penulisan skripsi dengan baik.

Proses yang dilewati oleh penulis, tidak terlepas dari dukungan serta semangat

yang diberikan oleh berbagai pihak baik keluarga, teman-teman, maupun dosen. Oleh

sebab itu penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Rektor UKIM, Dr. G. J. Damamain, yang telah memberikan kesempatan bagi

penulis untuk menyelesaikan studi di almamater tercinta.

2. Dekan Fakultas Teologi UKIM, Dr. H. H. Hetharia, M.Th.

3. Pembantu Dekan I, A. M. L. Batlajery, Ph.D, Pembantu Dekan II, R. A. Samson,

M.A; dan Pembantu Dekan III, Dr. Cl. Pattinama/K, M.Th yang juga sebagai

Penasehat Akademik sekaligus orang tua bagi penulis, yang mengarahkan,

mendorong, membina dan senantiasa memberikan wejangan bagi penulis selama


x

berproses di Fakultas Teologi UKIM. Semoga Tuhan Yesus memberkati mama

Tutor bersama keluarga juga dalam menjalani tugas dan tanggungjawab.

4. Ketua Jurusan Fakultas Teologi, R. Dandirwalu, M.Hum yang juga sebagai salah

satu dari tim penguji yang telah memberikan kritik dan saran untuk penulisan

skripsi ini. dan Sekertaris Jurusan Teologi J. A. Tuasela, M.Si.Teol, dan seluruh

staf karyawan-karyawati (Ma Ba, yang selalu membantu penulis dalam pengurusan

begitu juga Ma Popi yang selalu baik dan perhatian kepada penulis serta selalu

bercanda bersama di waktu luang saat di kantor yang juga sudah seperti orang tua

bagi penulis selama berproses di kampus, tak lupa juga untuk Ma Nane, Ma tina,

Ma Ita, Ma Yoti, Bpk Yopi, Bpk Jhon dkk).

5. Dr. H. Talaway dan Dr. C. Alyona, sebagai pembimbing yang selalu meluangkan

waktu untuk membimbing, mengarahkan serta memberikan masukan juga kritikan

untuk melengkapi penulisan skripsi ini. serta terus memotivasi penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini, serta dengan sabar menghadapi penulis yang sering

terlambat. Begitu banyak pelajaran yang penulis terima melalui proses ini. Semoga

Tuhan Yesus selalu memberkati kedua bapak terkasih bersama keluarga dalam

setiap tugas yang dilakukan;

6. Dr. I. W. J. Hendriks Tim Penguji. Terima kasih untuk segala masukan, kritik dan

saran yang sangat membangun untuk penulisan ini.

7. Seluruh staf dosen Fakultas Teologi UKIM yang telah membimbing, membina dan

memberikan ilmu yang luar biasa kepada penulis selama berstudi. Semoga Bpk/Ibu
xi

dosen semua dengan keluarga masing-masing senantiasa diberkati oleh Tuhan

Yesus Kristus.

8. Para pengelola Laboratorium Sosial dan Pengalaman Berteologi (LSPB)

2017/2018 Gelombang ke-I Klasis Aru Tengah: Bpk V. Untailawan, Bpk Lucky

Wattimury, Bpk Steve Gaspersz, Pdt O. Tapilouw, Ibu R. Iwamony dan Ibu Syane.

Terima kasih untuk semua pembinaan, waktu, nasihat serta motivasi yang Bpk/Ibu

berikan selama proses LSPB. Kiranya semua pembinaan dan keteladanan yang

diberikan terus mengasah spritualitas hidup dan pelayanan saya kedepan untuk

menjadikan hidup ini sebagai berkat bagi sesama. Doa saya selalu semoga Tuhan

Yesus senantiasa memberkati Bpk/ibu sekalian dalam berbagai tugas,

tanggungjawab serta pelayanannya.

9. Ketua Klasis Aru Tengah (Pdt. G. Romkeny), Sekretaris Klasis Aru Tengah ( Pdt

P. Manuputty), MPK Klasis Aru Tengah, para Pendeta dan Majelis Jemaat se-

Klasis Aru Tengah. Terimakasih untuk kesempatan yang diberikan bagi penulis

ketika ada dalam proses Live-In di Klasis Aru Tengah, serta diperbolehkan

mengikuti berbagai kegiatan penting di tingkat Klasis. Harapan penulis semoga

Bpk/Ibu para pelayan senantiasa diberkati dan diberi kekuatan oleh Tuhan Yesus

Kristus untuk dalam setiap tugas dan tanggungjawab dengan penuh syukur dan

sukacita.
xii

10. Ketua Majelis Jemaat GPM elim Benjina Pdt. Adele. O. Jalmav/Pelupessy bersama

keluarga dan anak-anak, serta perangkat Majelis Jemaat dan seluruh Jemaat GPM

Elim Benjina, yang sudah menerima penulis selama dua bulan berproses di Jemaat

begitu juga kepada mama piara dan bapa piara di Benjina mama Ince dan bapa Ely,

kedua adik Riko dan Vina, Mama Ipy, bapa Boi, bersama keluarga, Mama Tua

Erna, Bapak Kace, dan Bunga di Benjina yang sangat peduli kepada penulis selama

berada di Benjina. Terima kasih karena manjadi keluarga, sahabat, adik, kakak,

saudara bagi penulis selama kurang lebih 2 bualan lamanya. Tuhan Yesus

memberkati selalu dalam cita-cita dan masa depan serta tugas dan tanggungjawab

yang dijalani.

11. Keluarga besar Tutorship Dr. Cl. Pattinama, usi-usi dan bu-bu, ade maupun kakak-

kakak terima kasih untuk kebersamaan yang diberikan kepada penulis selama

proses studi, terimakasih telah menjadi keluarga bagi penulis saat penulis berstudi

di Fakultas Teologi. Semoga Tuhan Yesus memberkati kita semua untuk

menggapai masa depan yang terbaik serta tetap menjaga relasi hidup antara ade-

kakak tutor hingga kembali dipertemukan dalam bendang pelayanan yang sama

milik Tuhan.

12. Teman-teman Mahasiswa LSPB 2017/2018 Gelombang ke-I Klasis Aru Tengah

(34 Mahasiswa yang lebih dikenal dengan sebutan 34 Cendrawasih Aru)

terkhususnya teman-teman angkatan 2014, Usi Aknes Wemay, Usi Angel Sopacua,

Usi Melani Petta,, Usi Claudia Amanupunnjo, Usi Jessica Ahmad, Bu Elviand

Pattinasarany, Usi Gerlin Lopulalan, Usi Greace Lalihatu, Usi Haike Elake, Usi
xiii

Hery Wacanno, Usi Imelda Naressy, Usi Jenny Abrahams, Usi Jeisin Masrikat, Usi

Joma Tentua, Usi Juliet Sahuleka, Bu Mayos Teslatu, Usi Moureen Patty, Usi Risye

Rieuwpassa, Bu Ruland Sairlona, Usi Sheyla Lesimanuaya, Bu Vicenzo Aponno,

Usi Welma Pattinasarany, Bu Yapi Soplanit, bu Kenny Rahalus bu Michael

Pesireron, bu Nomensen Makattita, bu David Tanamal, bu Jack Ratunara. Terima

kasih untuk semua kebersamaan yang kalian buat bersama penulis dan menjadi

teman seperjuangan yang terus memotivasi dan memberi semangat bagi penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini. Tuhan Yesus memberkati kita semua untuk

menggapai masa depan yang terbaik.

13. Keluarga Besar Angkatan 2014 (Thelfavize), Khusus bagi Pardos bu Gilberth,

Ansye, Ovilia ,Nita, Kaka Angel, dan Egi Terima kasih untuk kebersamaan dan

kekeluargaan yang kalian buat bersama dengan penulis selama hampir kurang lebih

4 tahun. Semoga Tuhan Yesus memberkati kita semua untuk mendapatkan masa

depan yang terbaik.

14. Keluarga besar Fakultas Teologi UKIM, usi-usi dan bu-bu, ade-ade maupun kakak-

kakak Terima kasih untuk semua kebersamaan, semangat, motivasi, pembinaan dan

kesempatan untuk belajar dan melayani bersama kalian. Tuhan Yesus Memberkati

kita semua dalam setiap cita-cita dan masa depan.

15. Untuk kedua Sahabat terbaik Chalvin Kores Tehuayo dan Lidya Berhitu. terima

kasih untuk kebersamaan dan setiap bantuan serta cinta dan kasih sayang yang

diberikan kepada penulis. Terima kasih telah menjadi orang yang selalu ada untuk

berbagi suka dan duka, terima kasih telah menjadi orang yang sabar dalam
xiv

menghadapi keterlamabatan. Semoga Tuhan Yesus selalu memberkati dalam setiap

langkah perjuanganmu.

16. Orang tua tercinta yaitu Alm papa Son dan mama Ceka, dan Alm mama nona serta

kakak-kakak tersayang Elen, Vanya, Mayo, Aca, Pice, Pei, Alm Vanda, kaka Mei,

cece Yuli, dan koko Andra Terima kasih Karena selalu menopang dan mendukung

penulis selama berstudi di Fakultas Teologi UKIM. Terima kasih untuk setiap

dorongan, semangat dan motivasi yang Papa dan Mama dan Na berikan. Terima

kasih untuk semua pengorbanan yang papa dan mama dan Na lakukan bagi penulis.

Tuhan Yesus selalu memberkati kita semua.

17. Kepada yang tersayang, Jorlens yang selama ini selalu setia menemani,

mendampingi dan mendukung penulis dalam berbagai hal. Terimakasih telah sabar

menghadapi penulis yang sering pelupa dan terimakasih sudah menjadi bagian

dalam hidup penulis. Terima kasih untuk setiap dorongan, serta doa yang diberikan

bagi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Teologi

UKIM. Kiranya Tuhan Yesus memberkati sayang dengan semua tanggungjawab

yang dilakukan.

18. Finally, semua orang yang mungkin tidak disebutkan namanya dalam ucapan

terima kasih ini, namun turut membantu penulis selama proses studi, penulis

mengucapkan banyak terimakasih untuk semua yang telah diberikan. GBU All !

THANK YOU…
xv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus. Karena atas kuasa

dan kasih karuniaNya. Enuis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul

“Penyakit dan Penyembuhan” suatu kajian teologi praktis di Jemat GPM Amahai-

Soahuku. Penulisan ini tidak sekedar untuk mencari tahu tentang pengalaman Jemaat

GPM amahai-Sahuku tentang penyakit dan penyembuhan serta teologi praktis apa yang

relatif terjadi saja. Namun ini lebih mengarah kepada penelitian kualitatif dengan

model studi kasus yang mana ada aksi-aksi

Pastoral yang dilakukan untuk menyentuh dan membantu mereka yang ada

dalam penderitaan sakit karena penyakit sebagai pergumulan bersama dalam proses

bergereja.Penulis juga sadar bahwa dalam penulisan ini masih banyak kekurangan dan

jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan senang hati penulis mengharakan

adanya masukan, usul, saran, dan kritikan dari semua pihak dalam upaya

menyempurnakannya. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

setiap orang yang membacanya.

AMBON, 8 APRIL 2019

Penulis
xvi

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ............................................................................................................... i

LEMBARAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................... ii

LEMBARAN PERSETUJUAN JURUSAN....................................................iii

SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ................................................. iv

ABSTRAK ......................................................................................................... v

LEMBARAN PERSEMBAHAN ..................................................................... vi

MOTTO………….. ........................................................................................... vii

UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................ viii

KATA PENGANTAR ....................................................................................... xv

DAFTAR ISI ...................................................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1

A. Latar Belakang ........................................................................................... 1


B. Perumusan Masalah .................................................................................... 6
C. Tujuan Penulisan ........................................................................................ 6
D. Manfaat Penulisan ...................................................................................... 6
E. Kerangka Teoritik ....................................................................................... 7
F. Kerangka Pikir………………………………………………………….....24
G. Metodologi Penelitian………………………………………………….....24
G.1. Jenis Penelitian………………………………………………….......25
G.2. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................... 25
G.3. Sumber Data ...................................................................................... 25
xvii

G.4. Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 25


I.7.5. Teknik Analisa Data ........................................................................ 26
I.7.6. Defenisi Operasional ....................................................................... 27
I.7.7. Cara Penyajian ................................................................................. 28

BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS TENTANG PENYAKIT DAN


PENYEMBUHAN DI JEMAAT AMAHAI-SOAHUKU

A. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ................................. 29


B. Deskripsi dan Analisa data ................................................................... 32
B.1. Deskripsi dan Profil Informan ........................................................... 33
B.2. Analisa Data ...................................................................................... 48

C. Kesimpulan Penelitian .......................................................................... 60

BAB III REFLEKSI TEOLOGI………...………………………….................70


A. Penyakit sebagai bentuk Teguran Allah karena dosa di masa

lampau……………………………………………..….……………..71

A.1. Penyakit wajar terjadi dalam hidup karena merupakan bagian dari

kehidupan yang harus dijalani……….……………....…………………..77

A.2. Kuasa dosa dan iman berperan penting bahkan cenderung aktif dalam

masa penderitaan sakit sampai proses

penyembuhan………………………………………………………….....81

B. Penderitaan dipandang sebagai proses menuju penyempurnaan……..73

C.Penyakit dan penyembuhan sebagai sarana untuk mengalami Allah….74

D. Penyakit bukanlah jawaban melainkan sikap…………………………75

E. Teologi yang relevan dari penyakit dn penyembuhan…………………77


xviii

BAB IV AKSI PASTORAL..…….........................................................................80

BAB V PENUTUP……...………………………………………………………...90

A. Ksimpulan………………………………………………………………………....90

B. Saran………………………………………………………………………………91

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………. ...xix


1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada umumnya warga Jemaat GPM Amahai-Soahuku sesuai dengan tradisi

dogmatis yang di anutnya, memahami bahwa penderitaan merupakan akibat

keterputusan hubungan baik dengan ALLAH. Termasuk di dalamnya berbagai

penyakit dan kondisi tubuh yang lemah sebagai akibat dari pelanggara manusia kepada

Sang Pencipta. Dengan demikian kondisi sakit yang mereka alami sering di sertai

dengan perasaan menyesal dan bersalah, terutama bila penderita sakit menyadari

bahwa penyakit yang dideritanya adalah penyakit yang tidak mungkin disembuhkan

atau penyakit yang membutuhkan waktu lama bagi upaya pemulihan.

Kondisi tertekan secara psikologis semacam ini tidak saja membuat mereka

yang sakit menjadi semakin sakit dan lemah, melainkan juga akan menghilangkan

kesempatannya untuk melakukan hal-hal baik di dalam hidupnya. Tidak jarang kondisi

tertekan semacam ini juga membuatnya menjadi tergantung pada keluarga, tidak

memilih gairah hidup, atau pun dalam sisi lain menjadi sangat emosional menghadapi

ketidaknyamanan yang dihadapinya di tengah keluarga. Bila kondisi semacam ini

dibiarkan saja, maka akan mempengaruhi produktivitas, semangat dan kebahagiaan

keluarga secara keseluruhan.

Bagi kebanyakan orang termasuk warga Jemaat GPM Amahai-Soahuku,

pengalaman yang buruk yakni pencobaan yang di alami atau kerap kali juga dipandang
2

sebagai akibat dari dosa masa lalu sehingga mereka mengalami penderitaan, salah

satunya yaitu karena penyakit. Dengan demikian, pencarian makna hidup dan

penghayatan iman manusia dalam menghadapi tantangan dengan adanya berbagai

pengalaman hidup, khususnya pengalaman penderitaan. Melalui pengalaman tersebut,

manusia juga mencoba bertanya dan mencari jawaban, sampai akhirnya menemukan

makna hidup. Manusia juga mencoba merefleksikan imannya dari pengalaman tersebut

untuk mencari pengertian dari peristiwa yang ia alami.

Seringkali pandangan jemaat terhadap penyakit yang diderita beragam adanya,

ada yang menilai karena perbuatan orang tua, anak, sanak saudara, istri atau suami

sehingga mereka harus menanggung dosa tersebut lewat penyakit. Ada juga yang

berpikir bahwa penyakit itu karena kutukan atau di sebabkan oleh perbuatan roh-roh

halus atau setan atau karena kuasa kegelapan. Menurut pandangan kebanyaakan orang

terlebih khusus warga Jemaat yang ada di desa, yang kepercayaan merekaa pada hal-

hal seperti itu masih sangat kuat. Jika ada penyakit pasti berhubungan erat dengan

penyembuhan biasanya penyembuhan bagi pandangan jemaat juga beragam.

Ada yang menilai bahwa kesembuhan yang diperoleh karena anugerah dari

Tuhan bisa juga disebut mujizat dan ada sebagian jemaat yang menilai bahwa
3

kesembuhan yang didapat karena usaha dirinya sendiri yang berjuang dan karena

perawatan medis yang diberikan yang mendorong penderita sakit boleh sembuh.

Menjadi sangat menarik dengan penilaian jemaat lewat berbagai pengalaman

yang berkaitan dengan penyakit dan penyembuhan yang dialami mereka sebab itu telah

menjadi pengalaman mereka. Pengalaman penderitaan kaena sakit sampai

penyembuhan tidak hanya menyentuh rasio, tetapi juga iman seseorang. Berarti

penderitaan menyentuh seluruh diri manusia.1 Penderitaan menjadi pengalaman

religius yang menyebabkan manusia bertanya dan berusaha mencari sistem penjelasan,

karena manusia tidak puas dengan hanya pasrah pada keadaan. Walaupun tidak bisa

dipungkiri bahwa ada orang-orang yang tidak berusaha mencari jawab. Namun bagi

orang beriman, pengalaman, penderitaan paling tidak menjadi sesuatu yang harus

dipergumulkan, apalagi jika penderitaan terjadi di sekitarnya. Trisno Susanto

mengatakan bahwa pengalaman religius perlu dibahasakan, atau hanya akan menjadi

peristiwa sesaat sebelum akhirnya lenyap dan kesunyian. 2 Bagi orang beriman,

pengalaman penderitaan ini bisa membawanya pada segudang pertanyaan tentang

Tuhan. Bahkan tidak jarang membawa orang pada penolakan terhadap Tuhan yang

selama ini dimaninya.

Masalah penderitaan terlebih penderitaan karenaa penyakit juga menjadi

persoalan yang terjadi di segala penjuru bumi, dan telah menjadi pokok pergumulan

1Paul Budi Kleden, Membongkar Derita (Maumere:2006), hlm 7


2Emmanuel Gerrit-Singgih, “Allah dan Penderitaan di Dalam Refleksi Teologis Rakyat
Indonesia” dalam Zakaria J Ngelow, Teologi Bencana (Makassar : 2006), hlm 259
4

Teologi maupun filsafaat sejak lama, sampai sekarang pun masalah ini tetap menjadi

pergumulan dan gencar dibicarakan. Mulai dari persoalan krisis multidimensional,

konflik, kriminalitas, kemiskinan, peristiwa bencana alam bahkan penderitaan karena

penyakit yang datang silih berganti. Mau tidak mau, persoalan penderitaan juga

menuntut agama (termasuk kekristenan) untuk memberikan tanggapan dan menjadi

tantangan bagi Gereja yang memiliki tugas untuk memelihara iman umat Tuhan.

Persoalan penderitaan berbagai wujudnya tentu terkait dengan konteks tertentu,

sehingga menjadi hal yang menarik untuk dikaji lebih dalam terlebih khusus masalah

penderitaan karena penyakit dan penyembuhan. Hal inilah yang melatar belakangi

penyusun untuk mengangkat masalah penderitaan ke dalam sebuah skripsi pada

disiplin ilmu Teologi. Berbicara tentang penderitaan berarti berbicara tentang masalah

yang cakupannya sangat luas namun penulis akan memfokuskan perhatian pada

penderitaan fisik, khususnya yang disebabkan karena penyakit. Melalui pengalaman

akibat penyakit sampai pada penyembuhan inilah yang akan digali bagaimana

pemaknaan dari pengalaman dan penghayatan iman umat. Fenomena penyakit (dalam

hal ini fisik yang menderita) menjadi tantangan tersendiri bagi manusia untuk

menanggapinya.

Tentu sudah banyak penjelasan tentang penyakit tersebut dari sisi ilmu

pengetahuan (kedokteran). Namun itu semua belum cukup memuaskan bagi manusia

yang berhadapan dengan situasi ini.. Penjelasan ilmiah tidak cukup menjawab
5

pergumulan mereka, khususnya pergumulan iman. Manusia membutuhkan penjelasan

lebih. Di berbagai kalangan masyarakat, fenomena sakit karena berbagai macam

penyakit kerap di mengerti mengandung muatan-muatan lain, misalnya di kaitkan

dengan aspek ilahi atau magis sakit karena penyakit bukan hanya menyebabkan krisis

fisik tetapi juga krisis Teologi3.

Dikaitkan dengan masalah iman, pengalaman penderitaan itu juga membawa

manusia sampai kepada pertanyaan tentang Tuhan. Apakah penderitaan ini datang dari

Tuhan ? Apakah Tuhan mengizinkan penderitaan terjadi? Atau apakah Tuhan tidak

menghendakinya? Lalu, dimanakah Tuhan ketika penderitaan begitu berat dirasakan

oleh manusia, Iman yang menghayati Tuhan sebagai sosok yang maha pengasih dan

maha kuasa mengalami tantangan dengan adanya kenyataan bahwa di dunia ini terjadi

berbagai keburukan dan penderitaan dari penyakit yang sering dialami umat. Disini

penulis merasa tertarik untuk mengkaji penghayatan iman Jemaat dari pengalaman

penderitaan lewat sakit yang diderita mereka. Penelitian ini akan penulis rangkum

dalam sebuah kajian Teologi Praktis.

B. Perumusan Masalah

Bertolak dari latar belakang masalah diatas, maka dapat diangkat permasalahan

sebagai berikut :

3Bernard Adeney-Risakotta, “Pengantar” dalam Zakaria J Ngelow, Teologi Bencana (Makassar :


2006), hlm 26
6

1. Bagaimana pemahaman dan pengalaman tentang penyakit dan

penyembuhan ?

2. Bagaimana membangun kembali suatu pemahaman teologi yang relevan dan

kontekstual tentang penyakit dan penyembuhan bagi warga Jemaat GPM

Amahai-Soahuku

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk menemukan pemahaman dari pengalaman serta juga pandangan

warga Jemaat GPM Amahai-Soahuku tentang penyakit dan penyembuhan

2. Untuk mendapati pemahaman teologi yang relevan dan kontekstual tentang

penyakit dan penyembuhan warga Jemaat GPM Amahai-Soahuku

D. Manfaat Penelitian

Secara akademis penelitian ini bermanfaat bagi penulis untuk menyelesaikan

studi di Fakultas Teologi. Serta dapat memberikan kontribusi berpikir bagi fakultas

Teologi, secara khusus bagi dosen, mahasiswa maupun para peneliti lainnya dalam

kaitan dengan masalah penderitaan khususnya penderitaan karena penyakit dan

penyembuhan.

Dengan demikian mereka akan mampu berteologi secara aktual dan kontekstual

berangkat dari pengalaman yang terjadi disekitar mereka.


7

E. Kerangka Teoritik

E.1. Masalah Penderitaan

Di dunia ini manusia menghadapi pengalaman penderitaan yang begitu

melimpah. Bagi orang beriman yang menghayati Tuhan, persoalan melimpahnya

penderitaan menjadi pergumulan yang tak mudah di pecahkan serta di atasi. Bahkan

pengalaman penderitaan menjadi tantangan tersendiri bagi orang beriman. Berbicara

tentang penderitaan berarti berbicara tentang masalah yang cakupannya sangat luas.

Penderitaan ada dan terjadi dalam berbagai bentuk dan dalam konteks yang berbeda-

beda. Penderitaan adalah keadaan yang disebabkan oleh adanya keburukan di dunia.

Dalam hal ini penyusun mengikuti pembagian yang diungkapkan oleh Kleden,

berkaitan dengan masalah penderitaan. Kleden menyebutkan bahwa dalam sejarah

filsafat sejak zaman pertengahan, orang membagi malum atau keburukaan dalam tiga

golongan.4

a. Keburukan Fisik (malum physicum), yaitu kenyataan negative yang

ditimpahkan alam kepada manusia, misalnya penyakit dan bencana alam.

b. Keburukan Moral (malum morale), yaitu keburukan yang ditimpahkan manusia

atas manusia, misalnya perang dan kekerasan.

4Paul Budi Kleden, Membongkar Derita, hlm 18 Bdk. Dengan tulisan Crenshaw yang membuat
pembagian yang sama, yaitu natural evil, moral evil dan religious evil (James Crenshaw, Defending
God (New York : 2005), hlm 15
8

c. Keburukan Metafisik (malum metaphysicum) yaitu keburukan yang melampaui

penjelasan fisis dan moral. Berhubungan dengan kenyataan bahwa manusia itu

bisa keliru, dan fana.

Setiap manifestasi dari keburukan tersebut mengarah pada penderitaan. Dari

ketiga macam malum diatas, penyusun akan memfokuskan perhatian pada keburukan

fisik, khususnya yang disebabkan karena penyakit. Kenyataan jahat (evil) dan

penderitaan menjadi masalah keadilan Allah karena sifat-sifat utama Allah, yakni maha

kasih, maha kuasa dan maha tahu. Di anggap tidak sesuai dengan kenyataan adanya

keburukan dan penderitaan di dunia. Pada perkembangannya, pertanyaannya juga

menyangkut eksistensi Allah sendiri5.

Persoalan ini kemudian di kenal dengan istilah “teodise”. Dalam teodise, hakikat

Allah di persoalkan. Menurut kamus filsafat, teodise berarti ilmu yang berupaya

membenarkan cara Allah bagi manusia. Usaha mempertahankan kebaikan dan keadilan

Allah dalam membiarkan kejahatan modal dan alamiah maupun penderitaan manusia.

Usaha membuat kemahakuasaan Allah cocok dengan eksistensi kejahatan.6 Tema

yang dibicarakan dalam teodise adalah penghadapan Allah pada pengalaman adanya

malum (diterjemahkan keburukan). Malum menyebabkan orang mengalami

penderitaan.7

5 Zakaria J Ngelow, “Bianglaala di Atas Tsunami” dalam Zakaria J Ngelow, Teologi Bencana
(Makassar : 2006), hlm 201
6 Lorens Bagus, Kamus Filsafat ( Jakarta:1996), hlm 1089
7 Paul Budi Kleden, Membongkar Derita, (Maumere : 2006), hlm 17
9

Meskipun masalah teodise telah menjadi pembahasan dan perdebatan panjang baik

diduniaa filsafat maupun teologi, istilah “theodicy” sendiri pertama kali muncul dalam

tulisan seorang filsuf Jerman bernama Gottfried Wilhelm Leibniz (1646-1716).

Kemudian menjadi istilah yang popular di dunia ilmu filsafat ketuhanan dan telah

menjadi pergumulan penting diantara para teolog.8 Kata theodicy berasal dari dua kata

dalam bahasa Yunani, yaitu theos (yang berarti “Allah”) dan dikhe (yang berarti

“keadilan”). Teodise secara singkat berarti pembenaran akan keadilan Allah,

khususnya berkaitan dengan masalah penderitaan manusia.

Franz Magnis-Suseno menjabarkan teodise demikian : “Yang dimaksud adalah

bahwa adanya kejahatan dan penderitaan kelihatan sedemikian bertentangan dengan

eksistensi Allah yang Maha tahu, Maha kuasa dan Maha baik, sehingga Allah seakan-

akan perlu dibenaran. “Tema ini pula yang banyak dihubungkan dengan kitab

Perjanjian Lama (PL) yang memuat berbagai kisah yang mencerminkan teodise.

Tujuan teodise adalah menegaskan eksistensi Allah dan mendamaikan sifat-sifat

maha kuasa dan maha kasih-Nya dengan adanya keburukan (malum) yaitu kenyataan

jahat dan penderitaan di dunia, bahwa adanya keburukan di dunia tidak bertentangan

dengan eksistensi Tuhan. Karena pengertian ini, dalam sejarahnya teodise pernah

dipakai sebagai pengganti ungkapan theologis naturalis, yaitu pandangan teologis yang

mengatakan bahwa manusia sanggup membuktikan Allah dari perenungannya tentang

alam dengan memakai rasio alamiahnya tanpa bantuan wahyu ilahi9.

8 Frans Magnis-Suseno, Menalar Tuhan (Yogyakarta : 2006), hlm 205


9 Paul Budi Kleden, Membongkar Derita, (Maumere : 2006) hlm 15
10

Sebenarnya persoalan teodise ini sudah muncul jauh sebelum dipakai oleh Leibniz.

Kajian filsafat terhadap masalah ini sudah ada sejak zaman Yunani kuno, sedangkan

pembahasan teologisnya dimulai oleh Bapa-Bapa Gereja dan terus berkembang hingga

hari ini. Ungkapan klasik yang sering dipakai untuk menjelaskan masalah teodise

adalah rumusan dari Epikuros (300 SM), yaitu :

“ Atau Allah mau mengatasi malum (keburukan) tetapi Dia tidak dapat melakukannya,
atau Dia dapat tetapi tidak mau melakukannya, atau Dia tidak juga mau melakukannya.
Apabila Dia mau tetapi tidak dapat, maka Dia lemah, sesuatu yang tidak cocok untuk
Allah. Kalau Dia dapat tetapi tidak mau, maka Dia jahat dan lemah dank arena itu juga
bukan Allah. Tetapi kalau mau dan tidak dapat Dia sekaligus jahat dan lemah, dank arena
itu juga bukan Allah. Tetapi kalau Dia dapat dan mau, dari mana asal malum (keburukan)
dan mengapa Dia tidak meniadakannya”.10

Filsafat ketuhanan dan teologi agama-agama Abrahamstik sudah sangat lama

bergumul dengan masalah penderitaan. Namun, pertanyaan teodise tidak muncul dalam

lingkungan semua agama, karena tidak semua agama memiliki pandangan yang sejalan

tentang penderitaan maupun eksistensi Tuhan. Masalah teodise hanya muncul apabila

Tuhan dipahami secara personal dan diagonal, serta apabila masing-masing orang

secara personal dianggap mempunyai nilai pada dirinya sendiri.11 Kerangka pemikiran

tentang keharmonisan dilihat dalam pemahaman dasar dunia yang monistis (bukan

dualistis) dan monotheisme (bukan politheisme).

10Paul Budi Kleden, sda, hlm 16


11Misalnya dalam pandangan dualistik, penderitaan dijelaskan dengan prinsip asli yang negative.
Dalam pantheisme, penderitaan individual seakan-akaan tenggelam dalam makna keseluruhan
yang dihayati secara numinous (Lih. Frans Magnis-Suseno. Menalar Tuhan (Yogyakarta : 2006),
hlm 222
11

Ada beberapa tokoh yang mewakili kerangka pemikiran iniYang pertama adalah

Agustinus12, yang berpendapat bahwa dunia ini dikendalikan oleh Logos yang

merencanakan dunia harmonis. Dunia harus dilihat dalam keseluruhannya, dimana

segala sesuatunya saling mempengaruhi. Dunia kita adalah dunia yang teratur, yang

dikuasai oleh Logos (yang bersifat ilahi) yang merencanakan dan menyelenggarakan

segala sesuatu. Didalam dunia ini, kebaikan dan keburukan saling mempengaruhi dan

terangkai dalam keharmonisan. Jika dilihat secara terpisah, keburukan itu seperti warna

cat hitam dalam sebuah lukisan. Namun secaara keseluruhan terangkai dengan warna-

warna lain, lukisan yang terbentuk adalah gambar yang indah. Untuk itu, dosa dan

penderitaan justru memperindah kehidupan.

E.2. Penyakit Sebagai Salah Satu Bentuk Penderitaan

Penyakit adalah suatu keadaan tidak normal dari tubuh atau pikiran yang

menyebabkan ketidaknyamanan, disfungsi, atau kesukaran terhadap orang yang

dipengaruhinya. Penyakit dibedakan menjadi penyakit menular, penyakit tidak

menular,dan penyakit kronis. Penyakit menular adalah penyakit yang disebabkan oleh

kuman yang menyerang tubuh manusia. Kuman dapat berupa virus, bakteri , amoeba,

atau jamur. Beberapa jenis penyakit menular adalah antraks, beguk, batuk, rejan

(pertusis), beri-beri, cacingan, cacar air (varicella), campak, cikungunya, demam

12Agustinus dari Hippo adalah seorang pemikir Kristen abad ke-4. Pada masa hidupnya, filsaffat
Stoa dan Neoplatonisme merupakan aliran yang dominan dan berpengaruh (Lih. Paul Budi
Kleden, Membongkar Derita (Maumere : 2006), hlm 90
12

berdarah, demam kelenjar, diare, disentri amuba, eritema, hipatitis A, hepatitis B,

hepatitis C, influenza, dan sebagainya.

Penyakit tidak menular adalah penyakit yang tidak disebabkan oleh kuman,

tetapi disebabkan karena adanya problem fisiologis atau metabolisme pada jaringan

tubuh manusia. Penyakit kronis adalah penyakit yang berlangsung sangat lama.

Beberapa penyakit kronis yang sering menyebabkan kematian kepada penderitanya,

antara lain AIDS, serangan jantung, kanker strok, diabetes, dan sebagainya.perasaan

bersalah, relasi yang tidak baik dengan sesame manusia atau dengan Tuhan Allah dapat

menimbukan rupa-rupa penyakit. Penyakit dapat menjadi tanda dari kekacauan batin

dalam pribadi manusia yang disebabkan oleh pengaruh-pengaruh lain yang negatif.

“Sakit” tidak sama dengan “penyakit”. Sebab ada “sakit” yang bukan

“penyakit”, misalnya tertusuk paku. Yang bersangkutan merasa sakit tapi ia idak

berpenyakitan. Dan sebaliknya, ada pula “ penyakit” yang justru tanpa “rasa sakit”.

Misalnya pada penderita penyakit diabetes dan penyakit kusta. Penyakitnya parah,

tetapi yang bersangkutan- karena penyakit itu- justru menjadi mati rasa. Menurut Eka

Darmaputera “rasa sakit” adalah anugerah Allah untuk memberikan peringatan bahwa

ada bahaya yang mengancam. 13

Menurut ajaran Gereja Protestan Maluku, Penyakit dan kemalangan adalah

bagian dari realitas hidup sebagai manusia berdosa, yang terbatas dan fana. Penyakit

dan kemalangan tidak serta-merta dapat dihubungkan sebagai akibat dosa atau karena

13 Eka Darmaputera, Jika aku lemah maka aku kuat, (Jogyakarta, 2009), hlm. 13
13

kutukan. Yesus Kristus menolak pandangan tersebut. Bagi Yesus, yang paling penting

bukan menuding asal-muasal penyakit dan kemalangan pada dosa, melainkan wujud

kepedulian kita kepada sesama yang menderita sebagai bentuk memberlakukan

pekerjaan-pekerjaan Allah (Yoh.9:1-40). Yesus Kristus telah turut menghadirkan

gambaran Allah yang penuh belas kasih kepada semua orang yang lemah, menderita

dan mengalami kemalangan.Bahkan, Yesus menunjukkan itu dalam penderitaan dan

kematian yang menebus dan menyelamatkan semua orang berdosa. Kepedulian dan

pengorbanan Yesus menjadi teladan bagi semua orang percaya (Rm. 3:23-24; 1Yoh.

1:1-2). Di dalam penderitaan dan kemalangan yang merupakan bagian dari realitas

manusiawi, justru pekerjaan Allah yang membebaskan dan menyelamatkan harus

dinyatakan.Selain itu, nabi Yehezkel juga menyatakan Firman Allah yang menentang

pemahaman demikian, bahwa: “Sungguh, semua jiwa Aku punya! Baik jiwa ayah

maupun jiwa anak Aku punya! Dan orang yang berbuat dosa, itu yang harus mati

(Yeh.18:1-4). Allah dalam Yesus Kristus adalah Allah yang berbelas kasih. Allah

menghakimi dosa manusia sesuai dengan pelanggaran manusia itu sendiri.14

E.3. Pengertian Penyakit

Berikut ini adalah definisi tentang penyakit menurut para ahli, diantarnya yaitu:

 Pengertian penyakit menurut Thomas Timmreck

Penyakit adalah suatu keadaan dimana terdapat gangguan terhadap bentuk

14 Ajaran Gereja Protestan Maluku. Himpunan Keputusan Sinode, 2016 hlm. 103
14

atau fungsi dari salah satu bagian tubuh yang dapat membuat tubuh menjadi

tidak bisa bekerja secara normal.

 Pengertian penyakit menurut DR. Beate Jacob

Penyakit yaitu suatu penyimpangan dari keadaan atau kondisi tubuh yang

normal menuju ketidak harmonisan jiwa.

 Pengertian penyakit menurut Munadjad Iskandar

Penyakti adalah suatu proses alami yang normal terjadi pada tubuh manusia

yang harus dihadapi dan tidak perlu untuk dimusuhi.

Penyakit juga merupakan suatu fenomena kompleks yang berpengaruh negative

terhadap kehidupan manusia. Perilaku dan gaya hidup manusia merupakan penyebab

munculnya bermacam-macam penyakit baik di zaman primitif maupun di masyarakat

yang sudah sangat maju peradaban dan kebudayaannya. Ditinjau dari segi biologis

penyakit menurut pandangan Loedin merupakan: Kelainan berbagai organ tubuh

manusia. Penyimpangan itu dapat disebabkan oleh kelainan biomedis organ tubuh atau

lingkungan manusia, tetapi juga dapat disebabkan oleh kelainan emosional dan

psikososial individu yang bersangkutan. Faktor emosional dan psikososial ini pada

dasarnya merupakan akibat dari lingkungan hidup atau ekosistem manusia dan adat

kebiasaan manusia atau kebudayaan (dikutip dari Lumenta, 1989: 7-8). Menurut Foster

dan Andreson dalam masyarakat pedesaan konsep penyakit dikenal dengan istilah

sistem personalistik dan sistem naturalistik. Sistem personalistik ialah penyakit yang

dipercaya disebabkan oleh suatu hal di luar si sakit seperti akibat gangguan gaib
15

seseorang (guna-guna), makhluk halus, kutukan dan sebagainya. Sedangkan sistem

naturalistik adalah penyakit yang disebabkan oleh sebab alamiah seperti cuaca dan

gangguan keseimbangan tubuh.

Menurut pandangan masyarakat bahwa sakit adalah semacam gangguan pikiran

dan fisik manusia, sehingga mengakibatkan tidak dapat melaksanakan kegiatan atau

pekerjaan dengan baik. Dengan kata lain bahwa sakit adalah gangguan yang datang

menyerang tubuh manusia baik secara fisik maupun batin (kejiwaan) (Syahrun, tt: 4).

Dari pengetahuan tersebut, maka sakit dapat dibedakan dalam dua kategori yaitu sakit

yang bersifat rasional (nyata) ringan dan irasional (tidak nyata) atau berat.

Sakit yang digolongkan rasional adalah yang dapat dilihat atau dirasakan dengan

jelas bagian mana yang terasa sakit atau terganggu, sehingga mudah untuk

pengobatnya. Sedangkan sakit yang irasional mempunyai ciri yang sulit untuk

menentukan penyebabnya, dan tidak dapat ditunjukan bagian mana yang terasa sakit,

karena yang merasakan sakit adalah fisik atau pikiran, baik secara sadar atau tidak

sadar.

Dalam kitab suci penyakit termasuk dalam dunia yang bukan berasal dari Allah :

dunia dosa yang mungkin dapat dikatakan dunia demons. Karena itu dalam kitab suci

kita jelas membaca, bahwa Tuhan Allah berjuang melawan penyakit. Bilamana dalam

Yesus Kristus Kerajaan Alah menyatakan dirinya di dalam dunia, hal itu berarti :

perjuangan melawan penyakit dan kuasa-kuasa demonis. Hal ini jelas kita baca dalam

kitab-kitab injil karena dikatakan bahwa roh-roh jahat takut akan kehadiran Kristus

sebagai “representan” dari Kerajaan Allah. Dalam terang ini sama halnya dengan
16

Barth, bahwa pennyakit adalah Sesuatu yang tidak normal dan mengacaukan : suatu

pemberontakan terhadap ciptaan Allah, suatu karya dari iblis dan dari kuasa-kuasa

kegelapan.15 Penyakit juga adalah pernyataan dari kuasa Kristus yang baru menyatakan

diri sepenuhya dalam kelemahan. Dalam hubungan ini penting bagi kita kemukakan

bahwa dalam Perjanjian Baru kata Yunani astchenia berarti baik “kelemahan atau

“penyakit” sehingga kadag sulit bagi kita untuk mengetahui arti mana yang harus

mendapat tekanan.

E.4. Definisi Entang Dosa Yang Sering Dikaitkan Dengan Penyakit

Berikut ini di uraikan ajaran GPM tentang dosa berdasarkan hasil persidangan

ke-37 Sinode GPM tentang dosa, yaitu: Dosa adalah pemberontakan manusia terhadap

Allah, perlawanan terhadap Roh Kudus dan pemberontakan manusia melawan sesama

ciptaan. Manusia membiarkan dirinya dikuasai oleh kecendrungan jahat dan bujuk

rayu iblis atau kekuasaan jahat sehingga ia menjadi hamba dosa. Karena itulah, dosa

juga merupakan kecenderungan dan kuasa jahat yang menawan dan memperbudak

manusia untuk melakukan kejahatan dan pelanggaran dalam hidupnya (Kej. 3:1-8; 4:3-

8; 6:5-8; Kis. 5:9, 8:18-24; Rm. 3:9; 6:17-20; Ibr.10:29).

Dosa seing dikaitkan dengan penderitaan termasuk juga penyakit. Berdosa

menurut kitab suci, ialah hidup tanpa Allah, hidup dilur persekutuannya. Suatu hidup

dikatakan hidup berdosa, bilamana ia memutuskan hubungannya dengan Tuhan Alah

daan hidup dari dirinya sendiri. Dalam kitab suci ada kesadaran yang intuitif bahwa

15 J.L.Ch.Abineno, Penyakit dan Penyembuhan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1972), hlm.47-49
17

dimana manusia meninggalkan Tuhan Allah, disana hidupnyaa berada dalam keadaan

yang tidak sehat. Tidak sehat bukan hanya secara” rohaniah”, tapi juga secara

“jasmaniah”. Keduanya erat berhubungan dengan tubuh dan jiwanya manusia

Alkitabiah memuji dan membesarkan Tuhan, dengn tubuh dan jiwanya ia menderita

karena Hukumannya.16

E.5. Kaitan Doa Dengan Penyakit Dan Penyembuhan

Ada banyak defenisi yang dikemukakan tentang doa. Misalnya doa adalah

pengangkatan hati dan pikiran manusia kepada Allah atau permohonan hal-hal yang

baik dari Allah; doa adalah ayunan hati, suatu pandangan ke surga, suatu seruan syukur

dan cinta di tengah pencobaan dan kegembiraan; doa itu juga berarti menjaga

kebersamaan dengan Allah. Semua pengertian ini menunjuk pada doa sebagai sebuah

relasi yang harmonis antara manusia dengan Allah. Relasi ini menunjukkan keakraban

atau intimitas (kedekatan) antara manusia dengan Allah.

Jadi doa adalah sebuah komunikasi harmonis antara manusia dengan Allah

yang berlangsung secara akrab. Di dalam pengertian ini, terkandung juga relasi yang

harmonis antara manusia dengan sesamanya (bdk. Mat 5:23-24). Di dalam nuansa

harmonis itu, doa bisa juga disampaikan sebagai suatu ungkapan syukur, permohonan,

ratapan, protes, seruan, dsb. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dicatat

bahwa Doa adalah permohonan (harapan, permintaan dan pujian) kepada Tuhan. Tentu

16 J.L.Ch.Abineno, Penyakit dan Penyembuhan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1972), hlm.10
18

hal ini agak menyempitkan makna doa, sebab doa hanya dianggap sebagai permohonan

kepada Tuhan. Padahal di dalam doa bukan hanya ada permohonan (misalnya Mazmur

54:2) tetapi juga ada pengakuan (baik pengakuan dosa maupun pengakuan iman),

ratapan (Mazmur 39:12), pujian (Mazmur 42:8), pernyataan atau kesaksian (Mazmur

72), dsb.

Selain tentang isi, pengertian doa di KBBI itu dianggap hanya searah dari

manusia kepada Tuhan. Padahal, doa juga berkaitan dengan Allah yang berbicara

kepada manusia. Karenanya, Doa (Bahasa Ibrani: thephilâ, Bahasa Yunani: proseuchē)

dipandang sebagai salah satu bentuk komunikasi lisan atau pun non-lisan (bisa tanpa

pengungkapan tetapi hanya di dalam hati, bisa juga dalam bentuk nyanyian) antara

manusia dengan Allah yang terjadi secara dua arah (dialog), sehingga manusia tidak

hanya berbicara kepada Allah tetapi juga mendengar Allah berbicara kepadanya. Hal

ini dapat terjadi dengan mendengar hati nuraninya yang paling dalam yang

mempertimbangkan kebaikan bagi seluruh ciptaan. 17.

E.6. Penyembuhan

Dalam arti sederhana penyembuhan ialah pemulihan seseorang kepada keadaan

biasa, karena ia menderita suatu penyakit badani atau pikiran maupun kedua-duanya

yang masih dapat diobati. Kata itu mencakup kesembuhan sebagai hasil perawatan

medis dan kesembuhan spontan tanpa obat-obatan. Juga mencakup perbaikan nalar

17 Ajaran Gereja Protestan Maluku . Himpunan Keputusan Sinode, 2016 hlm. 81


19

penderita atas keadaannya sendiri, kendati kesembuhan badani nampak mustahil, dan

mencakup perbaikan pandangan penderita yang salah tentang kodrat penyakitnya itu.

Dalam dunia psikologis kata itu mengacu kepada keadaan hati yangg bertambah teguh.

Penyembuhan dapat dilakakukan dengan berbagai cara, ada yang dilakukan

melalui proses pengobatan tradisional dan juga proses pengobatan modern .Sistem

pengobatan modern telah berkembang pesat di masa sekarang ini dan telah menyentuh

hampir semua lapisan masyarakat seiring dengan majunya ilmu pengetahuan,

teknologi, kedokteran, farmasi, dan sebagainya. Dalam kenyataannya pada saat ini,

perkembangan praktik-praktik pengobatan medis modern baik yang dikelola oleh

lembaga pemerintah maupun swasta selalu diiringi dengan perkembangan praktik-

praktik pengobatan tradisional. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya pengobatan

tradisional yang masih tetap hidup dan menjadi model pengobatan alternatif dalam

masyarakat. Bagi orang sakit kesembuhan adalah harapan bagi mereka.

Jika kita telusuri dalam tradisi iman Kristen, maka penyembuhan merupakan

bagian integral dari pelayanan Yesus, dengan demikian pelayanan pastoral sebagai

pelayanan penyembuhan berakar di dalam Yesus, seperti yang dikemukakan oleh De

Gruchy dalam V. Magezi (2006) menjelaskan hubungan yang erat antara penyembuhan

dan keselamatan. Dia berpendapat bahwa kesembuhan tidak dapat dipisahkan dari

gagasan tentang keselamatan.18 Kondisi yang demikian menunjukkan bahwa health

care merupakan salah satu fenomena sosial budaya yang kompleks yang melibatkan

18 John W. de Gruchy, Reconciliation. Restoring Justice, (Minneapolis; Fortress Press, 2002). Geiko
20

banyak faktor didalam kehidupan masyarakat secara umum dan khusus (Kasniyah,

1997:71).

Perlu dipahami, sistem pengobatan tradisional ini disebut sebagai sistem

pengobatan alternatif baik itu dari sisi orang/ pelaku praktik pengobatan, ilmunya,

obatnya maupun juga dari segi biayanya yang biasanya lebih murah dibanding cara-

cara pengobatan modern. Secara khusus, mahalnya biaya penyembuhan penyakit

secara medis mendorong masyarakat untuk berbondong-bondong menuju berbagai

tempat pengobatan tradisional. Kecenderungan untuk memilih sistem pengobatan

tradisional, menurut pakar Sosiologi dan Kebudayaan Prof. Dr. Tadjoer Ridjal, M. Pd,

menunjukkan sebuah gambaran umum tentang masyarakat Indonesia yang masih

memegang teguh nilai-nilai tradisi warisan generasi sebelumnya (Andreasari, 2010).

Pemikiran masyarakat yang masih konservatif tersebut didukung dengan

adanya faktor kepercayaan (belief) yang begitu kuat terhadap kekuatan metafisik yang

memiliki daya penyembuh bagi berbagai macam penyakit. Kepercayaan ini merupakan

sesuatu yang diyakini keberadaannya, dia selalu memunculkan sebuah pertanyaan

benar dan salah, beberapa orang berpendapat bahwa kepercayaan tidak dapat

didiskusikan dalam konteks benar atau salah, sebab ini menyangkut tentang sebuah

keyakinan.19 Perlu sekali mengetahui adanya segi-segi yang berbeda-beda dari arti kata

ini, sebab mujizat penyembuhan dalam Alkitab (terlepas dari peristiwa-peristiwa

19 Andreasari, kehidupan Sehat (Jakarta: 2013), hlm. 52


21

kerasukan setan) menunjukkan penyembuhan dalam arti medis yang pertama, yaitu

pemulihan kepada keadaan biasa dalam hal penyakit-penyakit organik.

Semua peristiwa yang dikatakan sebagai mujizat masa kini, harus menunjukkan

kesamaan dalam penyembuhan penyakit-penyakit organik itu. Perubahan dalam

pandangan rohani, penyakit badani yang mustahil disembuhkan tapi diterima dengan

hati yang makin teguh, atau menurunnya penyakit secara alami atau dengan sendirinya.

semuanya itu telah terjadi berulang-ulang, tapi tidak termasuk 'mujizat' dalam

makna teologis yang ketat, yaitu 'hadirnya kuasa Allah secara ajaib, yang menguasai

kegiatan hukum-hukum alami atau menghentikannya sementara, atau mengubah'

(Chambers' Encyclopaedia, 'Miracle'). Tentu ada kesembuhan penyakit secara alami,

selain mujizat, yang tercatat dalam Alkitab, dan agaknya kebanyakan kesembuhan

yang bukan mujizat dapat disebut kesembuhan alami, karena pada zaman kuno hampir

semua pengobatan kurang berhasil.

E.7. Definisi Aksi Pastoral

Kata Pastoral sendiri berasal dari bahasa latin yaitu Pastore, dalam bahasa

Yunani disebut Poimen yang berarti Gembala. Kata gembala sering diartikan sebagai

pendeta yang menjadi gembala bagi jemaatnya. Dalam pengertian gembala terdapat

hubungan yang mendalam antara gembala dengan Allah. Karena itu dalam melakukan

tugas sebagai pastor, maka fungsi yang diperlihatkan lebih kepada sifat dan fungsi
22

seorang gembala yang selalu bersedia membimbing, merawat, memelihara, melindungi

dan menolong orang lain20.

Sering sekali kata pastor dihubungkan dengan dengan diri dan karya Yesus

sebagai pastor sejati atau gembala Agung. Gembala Agung tidak mencari kepentingan

sendiri tetapi memberi diri bagi orang lain bahkan sampai mengorbankan diri sendiri.

Pengikutnya diharapkan ambil bagian dalam sikap dan pelayanan Yesus dalam

kehidupan keseharian mereka. Sehingga tugas pastoral bukan sebatas pada pastor atau

pendeta tetapi semua orang yang menjadi pengikut-Nya.21 Tugas pastoral awalnya

berakar dari tugas seorang pendeta karena bagian dari tanggungjawab profesinya

sebagai pelayan umat. Dalam perkembangannya, tugas pastoral tidak hanya sebagai

tugas seorang pendeta tetapi juga untuk setiap orang yang merasa terpanggil,

terbebaskan melakukan tugas pastoral tersebut. Aart V. Beek mengatakan “konseling

pastoral” dimulai dari Perjanjian Lama ketika Yonathan, saudara ayah Daud adalah

seorang “counsellor” (1Tawarikh 27 : 32) yang berarti penasehat.

Istilah counsellor dalam Perjanjian Baru sering dihubungkan dengan Roh

Kudus yang berfungsi sebagai penghibur. Pastoral yang dilakukan haruslah mencakup

jasmani, mental, sosial dan rohani. Pastoral itu memiliki aspek horizontal (dari manusia

kepada manusia) dan aspek vertikal (hubungan dengan Allah).22

Dalam hal ini pastoral memiliki dua pendekatan yaitu :

20 J. D. Engel, Konseling Suatu Fungs Pastoral (Jakarta : 2002), hlm 35


21 Aar Van Beek, Pendampingan Pastoral (Jakarta : 2003), hlm 10-11
22 Ibid., 12
23

a. Pendampingan Pastoral

Kata pendampingan pastoral adalah gabungan kata yang memiliki makna

pelayanan, yaitu kata pendampingan dan pastoral. Pertama yaitu pendampingan berasal

dari kata kerja mendampingi. Menurut Aart Van Beek mendampingi adalah kegiatan

menolong orang lain yang disebabkan oleh sesuatu hal sehingga perlu didampingi.

Orang yang melakukan kegiatan mendampingi disebut sebagai pendamping dan orang

yang membutuhkan pendamping disebut sebagai yang didampingi. Relasi antara

pendamping dan didampingi bersifat sejajar atau relasi timbal balik. Dalam proses

interaksi pihak yang paling bertanggung jawab adalah yang didampingi. Dengan

demikian istilah pendampingan memiliki arti sebagai sebuah kegiatan kemitraan, bahu

membahu, menemani, membagi/berbagi dengan tujuan saling menumbuhkan dan

mengutuhkan23. Pendampingan pastoral disebut juga sebagai penyembuhan jiwa.

Kondisi dimana seseorang ada dalam kondisi marah, kecewa, serakah, marah, iri hati,

malas dan yang lainnya merupakan tanda bahwa jiwa sedang dalam kondisi sakit.

Penyembuhan jiwa dapat dilakukan melalui pendampingan pastoral. Jiwa yang

mengalami penyakit tersebut didampingi agar dapat bebas atau sembuh. Menurut

Clebsch dan Jackle bahwa jiwa yang sakit harus disembuhkan dengan pendampingan

pastoral.

23 Ibid., hlm. 9-10


24

Pendampingan pastoral menghadirkan nilai Kristen yang bertujuan untuk

menyembuhkan, membimbing, mempertahankan atau mendamaikan. Tujuan ini

dirangkum dalam fungsi pendampingan pastoral.24

b. Konseling Pastoral

Menurut Aart Van Beek, istilah konseling dari kata counseling (bahasa Inggris)

memiliki banyak pandangan yang berbeda. Awalnya konseling memiliki pengertian

memberi nasehat atau bimbingan. Bahkan kata konseling digunakan dalam bidang

hukum. Proses percakapannya disebut konseling. Diharapkan melalui konseling,

konseli menemukan kekuatan baru dan wawasan baru untuk mengatasi masalah.

Konseling pastoral terjadi ketika seseorang membutuhkan bantuan atau pertolongan

sehingga terjadilah perjumpaan dan percakapan pastoral. Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa konseling pastoral merupakan bahagian dari pendampingan pastoral.

Konseling pastoral memberikan kesempatan bukan hanya memampukan klien

menyelesaikan masalahnya tetapi meyakinkan klien untuk mengembangkan

spiritualnya. Dalam hal ini konselor (pendeta) harus menemukan identitas diri dan

pemahaman baru dengan dasar teologis yang jelas serta teknik-teknik menolong yang

efektif sesuai dengan situasi klien.

F. Kerangka pikir

24William A. Clebsch & Charles R. Jaekle, Pastoral Care in Historical Perspective, (Prentice Hall,
Inc.1964), 1-10, 136-137
25

Penderitaan sudah menjadi bagian dari perjalanan hidup manusia. Berbagai

macam bentuk penderitaan pasti akan dialami setiap manusia dan salah satunya

penderitaan karena penyakit. Mengingat fakta sebagai manusia yang terbatas dengan

keampuan bahkan kekuatan yang dimilikipun terbatas. Sehingga bisa saja ada

gangguan-gangguan fisik yang terjadi, hal ini bisa terjadi karena faktor dari dalam diri

sendiri dan juga dari luar diri sendiri factor dari dalam diri sendiri ini isa saja terjadi

karena kelelahan sehingga kondisi fisik menjdi tergnggu dan faktor dari luar bisa saja

terjadi karena virus atau bakteri yang menyebabkan seseorang menjadi terserang

penyakit. Penyakit daan penyembuhan adalah proses untuk mengalami Allah. Proses

ini adalah pembelajaran hidup dan pendewasaan iman kepada Allah yang tetap

menuntun bahkan menguatkan setiap orang yang sakit sampai bisa sembuh. Proses ini

bisa dikatakan menjadi ujian dalam hidup manusia sebagai rang yang beriman. Hal ini

juga yang akan membuat kita sadar akan ketergantungan kita kepada Allah dan sesama.

G. METODE PENELITIAN.

Dalam penelitian ini, metode yang akan digunakan adalah metode studi kasus yang di

dalamnya terdiri dari empat tahapan yang penulis lakukan.

a) Deskripsi mengenai permasalahan yang dikaji dengan jenis penelitian

kualitatif. Jenis penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang lebih

mengutamakan penghayatan serta berusaha memahami makna dari seluruh

peristiwa interaksi dan tingkah laku manusia dalam situsi tertentu.


26

Hal ini mengharuskan peneliti untuk terjun sendiri ke lapangan secara aktif.25. Ini yang

harus penulis lakukan di lapangan dengan sumber data yaitu para informan kunci yang

diwawancarai dalam penelitian ini. Selanjutnya yang dideskripsikan dalam penelitian

ini adalah pemahaman dan pengalaman warga Jemaat GPM Amahai-Soahuku tentang

penyakit dan penyembuhan serta pemahaman teologi yang relevan dan kontekstual

tentang penyakit dan penyembuhan warga Jemaat GPM Amahai-Soahuku.

1. Tempat dan Waktu Penulisan

Penelitian ini bertempat di Jemaat GPM Amahai-Soahuku, yang akan

dilakukan selama kurang lebih 1 bulan (Oktober – November 2018).

2. Sumber Data

Sumber data primer adalah informan dan sumber data sekunder adalah

Alkitab dan sumber-sumber pustaka.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik dan pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara

mendalam dalam bentuk studi kasus, observasi dan studi pustaka.

4. Teknik Analisa Data

Untuk menganalisa data sebagai hasil penelitian, maka teknik yang

digunakan adalah analisa data kualititatif. Teknik analisa ini bertujuan

untuk memaparkan secara tepat fungsi, peran dari persoalan yang sementara

25 Usman, Setiady. Metode Penelitian sosial,( Jakarta, Bumi Aksara , 2008)


27

dibahas sehingga dapat memberikan fakta dari objek penelitian. Sementara

metode yang digunakan adalah metode studi kasus.

b) Analisa data yang kritis terhadap situasi atau persoalan berdasarkan

deskripsi yang sudah dipaparkan,

c) Interpretasi atau Refleksi Teologi yang dilakukan dengan cara

mendialogkan hasil penelitian kualitatif yang sebelumnya sudah dilakukan

pada tahapan deskripsi dan analisa dengan Alkitab, tradisi Gereja dan lain-

lain.

d) Aksi Pastoral ini mencakup tentang langkah yang akan di lakukan dari

kasus-kasus tersebut.

H. Definisi Operasional

 Menurut KBBI, Penyakit adalah sesuatu yang menyebabkan gangguan pada

makhluk hidup.

 Menurut KBBI, Penyakit Fisik adalah sakit yang dialami oleh raga, tubuh, atau

badan. Contohnya sakit kepala, perut, gigi dan lainnya.

 Menurut KBBI, Penyembuhan adalah proses, cara, perbuatan menyembuhkan;

pemulihan.

 Penderitaan atau rasa sakit dalam arti luas dapat menjadi pengalaman

ketidaknyamanan dan kebencian terkait dengan persepsi bahaya atau ancaman

bahaya di suatu individu.


28

 Iman adalah kepercayaan (yang berkenan dengan agama); keyakinan dan

kepercayaan yang berkenan kepada Allah, nabi, kitab, dan sebagainya.

I. Cara Penyajian

Penulis akan mengemukakan karya ini dalam lima bab

yaitu pada bab pertama :Pendahuluan berisikan latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, lokasi dan subyek

penelitian, metode penelitian, dan cara penyajian.

Bab kedua berisi hasil penelitian dan analisis tentang penyakit dan

penyembuhan. Bab ketiga adalah interpretasi atau Refleksi Teologi dari analisa yang

sudah dilakukan pada studi kasus dari informan. Bab keempat adalah aksi-aksi pastoral

yang harus dilakukan dengan kasus-kasus yang diteliti tersebut. Selanjutnya bab kelima

adalah penutup yang berisikan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang sudah

dilakukan.
29

BAB II

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS TENTANG PENYAKIT DAN

PENYEMBUHAN DI JEMAAT AMAHAI-SOAHUKU

A. Gambaran Umum Jemaat GPM Amahai-Soahuku

1. Kondisi Geografis

Jemaat GPM Amahai-Soahuku merupakan salah satu jemaat dari 37 jemaat di

Klasis GPM Masohi yang terbentuk dari dua negeri yakni Amahai dan Soahuku

Secara geografis Jemaat GPM Amahai – Soahuku berada di sebelah barat dataran

Seram Selatan, dan menjadi pusat Ibu Kota Kecamatan Amahai, serta menjadi pusat

pelabuhan laut untuk Kapal Cepat, Kapal Feri ASDP, Kapal Perintis dan Speed Boat

dan Pusat Bandara serta menjadi Pintu Masuk Kota Kabupaten Maluku Tengah

(Masohi). Untuk akses ke Klasis, Kecamatan dan Kabupaten sangat mudah sebab

jaraknya berkisar 6 KM perjalanan dengan menggunakan sarana transportasi darat

(mobil dan motor) . Jemaat GPM Amahai – Soahuku memiliki batas-batas wilayah,

yaitu :

 Sebelah Barat berbatas dengan Tanjung Kuako dan Laut Banda


 Sebelah Timur berbatas dengan Hutan petuanan Negeri Amahai – Soahuku
 Sebelah Utara berbatas dengan Kota Masohi (Jemaat Masohi)
30

 Sebelah Selatan berbatas dengan Dusun Aira Desa Soahuku.

2. Keadaan Kesehatan

Sarana pemerintah yang tersedia untuk melayani kebutuhan kesehatan jemaat

GPM Amahai-Soahuku adalah Puskesmas Amahai yang terletak di dalam wilayah

jemaat sehingga berbagai masalah kesehatan dapat di tangani dan dilayani oleh

Puskesmas Amahai. Selain itu pelayanan kesehatan pun dibantu oleh pos yandu yang

ada di dalam jemaat. Adapun Puskemas Amahai telah menjadi Puskesmas Rawat

Nginap dengan beberapa kontribusi bantuan kesehatan antara lain :

 Pelayanan tingkat dasar


 Pelayanan Rawat Inap
 Ibu dari kehamilan sampai dengan persalinan
 Melayani peserta pemegang kartu BPJS.

Terdapat beberapa informasi menonjol terkait pelayanan kesehatan pada puskesmas


Amahai bahwa jenis penyakit yang diderita adalah :

 Ispa
 Penyakit lain pada saluran pernapasan atas.
 Penyakit pada saluran otot dan jaringan pengikat.
 Hipertensi
 Penyakit kulit infeksi
 Penyakit kulit karena jamur
 Penyakit kulit karena alergi
 Gastritis
 Penyakit lain pada saluran pernafasan bawah
 Diare.
31

 Malaria26.

3. Sarana Kesehatan dan Ketersediaan Tenaga Medis

Untuk fasilitas kesehatan serta tenaga medis terdapat 1 buah Puskesmas dengan

tenaga Dokter dua orang sedangkan tenaga dokter yang berdomisili dalam jemaat

sebanyak satu orang Dokter Gigi. Adapun rinciannya dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Jumlah fasilitas kesehatan dan tenaga


medis

No Fasilitas Kesehatan Jumlah


1 Puskesmas 1
2 Pos Yandu 14
3 Tenaga Dokter 2
4 Tenaga Bidan 12
5 Perawat 21
6 Sanitasi 1
7 Apoteker 1
8 Kader Posyandu 70
9 Laboratarium 1
10 Pekarya 4

(Sumber data :Data Sosiologi Jemaat tahun 2015

1.5. Profile Informan Kunci

26 Renstra Jemaat GPM Amahai-Soahuku, 2015-2020.


32

Untuk menemukan pemahaman serta pengalaman tentang Penyakit dan

Penyembuhan, di Jemaat Amahai-Sohuku penulis melakukan wawancara dengan tujuh

informan, tujuh informan kunci ini sekaligus menjadi representasi dari Jemaat GPM

Amahai-Soahuku.

No Inisial Nama Umur Pekerjaan Tingkat Penyakit Yang


Informan Informan Informan Pendidikan Diderita
Informan

1 Ibu Y.L 70 tahun Ibu rumah tangga SMA Penyakit Kulit


2 Ibu P.W 36 tahun wiraswasta SMK Kanker serviks
3 Ibu F.R 61 tahun Pensiunan PNS SMA Asma dan
kusta
4 Bapak A.M 31 tahun Buruh SMA Hernia

5 Ibu L.T 49 tahun Pengusaha S1 Vertigo


6 N.N 19 tahun Mahasiswa SMK Maag dan usus
buntu
7 F.L 27 tahun Pegawai swasta D3 Kista ovarium

Ketujuh informan berasal dari latar belakang yang berbeda-beda, baik itu latar

belakang pendidikan, sosial, penyakit, dan juga umur. Hal ini yang juga

mempengaruhi pemahaman mereka melalui pengalaman sakit dan sembuh.

B. DESKRIPSI DAN ANALISA DATA

B.1. Deskripsi Profil Informan


33

Dalam bagian ini penulis akan memulai dengan menjelaskan deskripsi profil

informan kemudian mengkaji dan menganalisa data dari hasil temuan di lapangan yang

dilakukan di Jemaat GPM Amahai-Soahuku selama kurang lebih satu bulan lamanya.

Mengenai pengalaman umat dalam menghadapi penyakit dan penyembuhan serta

bagaimana pemahaman teologi yang relevan dan kontekstual yang dibangun mengenai

penyakit dan penyembuhan. Berikut adalah pemaparan hasil wawancara mengenai

pengalaman sakit dan penyembuhan dari para informan serta pemahaman teologi yang

relevan dan kontekstual dari infoman.

 Deskripsi profil informan


1. Ibu Y.L

Penyakit yang diderita adalah penyakit kulit. Ibu Y.L adalah seorang ibu rumah

tangga sebelum sakit sejak dulu ia berjualan hasil kebun di pasar untuk membantu

suami yang bekerja sebagai tukang kayu untuk menghidupi keluarga walau sudah

memiliki 4 orang cucu selagi ia masih kuat ia tidak betah untuk duduk di rumah saja

tanpa mengerjakan apa-apa. Ini yang membuatnya bersama suami Selama kurang lebih

dua tahun dia menderita penyakit kulit yang menurut hasil diagnosa dokter karena virus

yang menyebabkan seluruh tubuhnya termasuk pada bagian wajah dipenuhi luka dan

luka tersebut sering menimbulkan rasa gatal dalam waktu lama.

Di awal sakit ia sempat di rawat di RSU Ambon selama 2 minggu namun karena

keterbatasan biaya maka ibu YL kembali ke Amahai dan lebih memilih perawatan di

rumah dengan menggunakan obat tradisional seperti minum air rebusan daun serai dan

mandi air yang sudah di rebus dengan asam jawa.


34

Kulit ibu YL tampak bersisik seperti kulit ular melihat kondisi ibu YL banyak

saudara-saudara yang mengatakan bahwa kondisi sakitnya karena pengaruh kuasa

kegelapan bahkan menyarankannya pergi berobat ke dukun yang terkenal bisa

membantu banyak orang dengan penyakit serupa sembuh. Hal ini tidak sama sekali

membuatnya tertarik untuk pergi berobat bagi dia penyakit ini di izinkan oleh Allah

untuknya dan bukan karena pengaruh hal-hal lainnya. Menurut ibu YL selama sakit dia

tidak pernah merasa putus asa bahkan sampai pada posisi yang menyalahkan Tuhan

karena kondisinya sekarang. Baginya ada maksud dibalik sakit yang ia alami untuk

mendekatkan dirinya kepada Tuhan. Karena selama ini dia merasa jauh dari Tuhan,

relasi dengan Tuhan tidak lagi dekat. Menarik bagi penulis saat mendengar pejelasan

ibu YL katanya, “ Karena beta sakit beta jadi lebih rajin sombayang deng baca Alkitab

bahkan di jam tertentu bersama suami sering berdoa bersama padahal saat beta sehat

hal ini sangat jarang sekali dilakukan. Dibanding dengan saat beta sakit setiap hari

tanpa alpa katong biking akang, dan beta bersyukur karena bisa merasakan mujizat dari

Tuhan lewat kesembuhan ini rasanya sangat menyenangkan saat apa yang ditunggu-

tunggu boleh didapat ini seperti sukacita yang sangat besar melebihi penderitaan

sakit”.

Selain berdoa dengan suami dan keluarga, ibu YL juga rutin berdoa dengan pendeta

Jemaat hal ini dilakukan seminggu sekali dan biasanya satu kali dalam sebulan doa

dilakukan di dalam gedung Gereja. Saat itu juga pendeta mendoakan air untuk ibu YL

minum dan minyak untuk dipakai menggosok seluruh bagian tubuhnya yang penuh
35

dengan luka. Sampai akhirnya luka di seluruh badannya perlahan hilang dan ia bisa

sembuh dari penyakitnya ini sejak tahun 2017 lalu. Sukacita dalam penderitaan sakit

ini menurutnya karena ia menerima kenyataan ini dan ia sangat bersyukur karena lewat

sakit ia boleh berbagi kabar sukacita ini dengan cara bersaksi untuk banyak orang

tentang kebaikan Allah untuk menyembuhkannya. Dari situ juga dia dapat memberi

semangat bagi mereka yang ada dalam posisi sakit untuk tetap berjuang dan tidak lekas

berputus asa.27

2. Ibu P.W

 Deskripsi profil informan


Ibu 2 orang anak asal Toraja ini harus menerima kenyataan saat dokter

memvonisnya menderita penyakit kanker serviks stadium dua. Gejala awalnya adalah

mengalami keputihan yang berlebih, keluar darah pada organ intimnya serta

mengalami sakit sat berhubungan seksual.

Ibu P.W didampingi suami pergi memeriksakan diri ke dokter. Saat mengetahui

keadaannya dia sangat tepukul begitu juga sang suami, kedua anak bahkan keluarga

dan para sahabat. Sempat ia bertanya dan protes kepada Tuhan mengapa ia harus

mengalami sakit yang tidak biasa seperti ini, ia kecewa dan sempat hilang harapan

bahkan sempat pasrah dengan keadaannya. Ibu PW sering bertanya pada awal keadaan

sakitnya ini mengapa harus dirinya? dan bukan orang lain saja yang menerima penyakit

ini. Rasa putus asa dan hilang harapan itu perlahan mulai hilang titik awal ia menjadi

27 Hasil wawancara dengan Ibu YL , tanggal 26 Oktober 2018 Pukul 18.30 wit.
36

kembali bersemangat adalah saat kurang lebih satu minggu setelah ia mengetahui

kondisi penyakit dalam tubuhnya.

Saat itu suami ibu P.W yang kebetulan bekerja di sebuah Bank Swasta tengah

pergi bekerja dan kedua anaknya yang pulang dari sekolah, langsung mengajaknya

untuk berdoa bersama di kamar. Sebelum berdoa mereka menyanyikan lagu dari

Nyanyian Rohani yang berjudul Tak Tersembunyi Kuasa Allah, lagu ini sangat

menyentuh. Entah mengapa hingga ia malah merasa bersalah telah kecewa kepada

Allah, penggalan lirik lagunya berbunyi “tak tersembunyi kuasa Allah, kalau yang lain

di tolong saya juga, tanganNya terbuka menunggulah, tak tersembunyi kuasa Allah”.

Sesudah menyanyikan lagu ini kedua anaknya secara bergantian berdoa meminta

kekutan dan kesembuhan dari Allah untuk ibu mereka tercinta.

Inilah yang tidak juga dapat di mengerti oleh ibu PW yang membuatnya

tersentuh bahkan merasa bersemangat dan termotivasi untuk bisa sembuh karena ada

anak-anak bahkan suami yang masih membutuhkannya. Juga ada perasaan untuk bisa

menjadi pribadi yang lebih beguna bagi merekaa sesame dan terlebih untuk Allah. Bagi

ibu yang berprofesi sebagai arsitek ini, hal yang selalu dipegang dengan iman dia

kepada Tuhan adalah saat Tuhan memberi cobaan ini maka Tuhan akan memberi

kekuatan baginya untuk melawan cobaan tersebut.

Walau sedang sakit ia mengaku merasa damai di hatinya saat anak-anak, suami,

keluarga bahkan semua yang peduli memberikan dukungan luar biasa baik lewat doa

atau apapun bentuk dukungan mereka itu. Pelayanan dari Gereja yang dilakukan
37

bersama tim doa dan Pendeta baginya sangat membantu untuk menguatkan dan

memberi semangat juga bagi dirinya. Dari sakit ia merasakan bahwa ternyata banyak

yang peduli dengan dia dan juga banyak yang masih membutuhkan dirinya terlebih

kedua anak dan suami. Dia harus berjuang untuk sembuh untuk itu haruslah ia

membuang perasaan pesismis yang hadir di awal ia tahu tentang kondisi sakitnya dan

tentunya ibu PW harus tetap optimis bahwa pertolongan Tuhan akan memulihkannya

dari sakit. Selain sebagai ujian baginya ini juga proses introspeksi diri bagaimana dia

hidup selama ini, bukan saja tentang relasi dengan Allah tapi juga dengan sesama yang

kadang mungkin masih kurang baik atau kurang peduli bahkan hubungannya dengan

diri sediri juga. Mungkin saja kurang peduli dan peka terhadap saudara, sesama bahkan

dirinya sendiri.

Menurut ibu P.W cara Tuhan berbicara menyadarkannya atau memberi kekuatan

sangat unik bisa terjadi lewat lagu yang sangat menyentuh, bisa juga lewat anak kita

bahkan apapun atau siapun itu yang tak terduga akan selalu Tuhan gunakan.

Kesembuhan yang didapat setelah perjuangan dan pengorbanan yang harus dilalui juga

salah satu cara Tuhan menyadarkan dan membuktikan kepedulianNya.

Sangat menarik refleksi iman dari Ibu P.W dia juga menganggap penyakit ini

sebagai teguran oleh Tuhan karena kerap kali lebih banyak menggunakan waktu untuk

mencari uang atau materi saja tanpa pernah mengisi waktu untuk Tuhan. Sama dengan

penjelsan informan yang pertama baginya mungkin selama ini dia sendiri adakalanya

tidak menjaga kondisi kesehatannya sampai ia harus sakit. Apalagi menurut penjelasan
38

ibu PW ia adalah tipe orang yang pekerja keras bahkan bisa dikatakan gila kerja. Bagi

ibu PW penyakit harus disyukuri, katanya “Karena sakit ini beta lebih mengenal Tuhan

dan mengalami Tuhan sangat banyak terlebih dalam penderitaan ini selalu Tuhan

menemani beta dan rasanya sangat menyenangkan lebih tepatnya beta merasa sangat

diberkati karena punya waktu bersama Tuhan walau dengan sakit seperti ini”.

Bagaimana Tuhan ada dan memakai orang-orang terdekat untuk melayani dengan

tulus terlebih Tuhan memakai dokter dan tim medis sebagai alat untuk menolongnya

sehingga sembuh. Akhirnya perjuangan kemoterapi dan radioterapi selama sebelas

bulan atas pertolongan Tuhan dia berhasil sembuh dan pada akhirnya pengalaman ini

sering dipakai untuk berbagi dan memberi semangat bagi pejuang-pejuang kanker

serviks di Maluku Tengah.

Ibu PW berperan seagai pengurus pada komunitas kanker di Kabupaten Maluku

Tengah untuk terus berjuang. Dari sini dia merasa bisa memberitakan kebesaran Tuhan

lewat pengalaman sakit sampai sembuh. Setidaknya bisa berbagi pengalaman sakit

yang juga adalah pengalaman iman membuat hidup terasa lebih bermakna dibanding

pada awalnya ia hidup karena bisa lebih berguna untuk orang lain.28

3. Ibu FR.

Deskrpsi Profil

28 Hasil wawancara dengan ibu PW, tanggal 30 Oktober 2018 pukul 10.45 wit.
39

Bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di kota Masohi ibu 6 orang anak ini sejak

masa mudanya di umur 25 tahun ia sudah mengambil bagian dalam pelayanan di

Gereja sebagai Penatua. bukan saja dia tapi suaminya juga aktif dalam pelyanan

sebagai pengurus unit di sektor dan juga keduanya tergabung dalam paduan suara di

jemaat. Mereka adalah keluarga yang taat dalam urusan agama. Hal ini juga mereka

terapkan bagi anak-anak mereka, sejak bangku SMU Ibu FR mengalami penyakit

asma namun penyakit asma yang sudah lama tidak lagi ia rasakan karena menurut

dokter sakit yang ia rasakan bila menghirup asap rokok dan alergi pada jenis makanan

tertentu. Setelah menjaga pola makan karena ingin sehat agar bisa melakuan aktifitas

dan tugasnya dengan baik entah itu sebagai Istri, seorang Ibu, pegawai kantor, dan

sebagai penatua penyakitnya mulai berkurang bahkan hilang sampai sekarang.

Ini karena kealaiannya sendiri yang kurang menjaga kesehatan setelah

mengetahui pantangan yang harus dilakukan jadi tergantung bagaimana ia menjaga

dirinya.Kemudian ibu F.R menderita sakit Kusta pada usia 34 tahun jenis sakit kusta

kering ini membuat terpukul dia sendiri bahkan suami, anak-anak dan keluarganya.

Dia merasa heran kenapa sampai ia bisa memiliki penyakit seperti ini, perasaan malu

juga ia rasakan bahkan kerap sering bertanya-tanya apakah dia dikutuk oleh Tuhan.

Karena terpengaruh pandangan masyarkat bahwa penyakit kusta itu hanya untuk

orang-orang tertentu saja yang dapat menerimanya sebagai ganjaran dari dosa.

Mengetahui dirinya dan penyakit kusta ini sang suami tidak ingin menunggu

lama dan mengusahakan proses pengobatan secepatnya. Mendengarkan penjelasan

dokter bahwa jenis kusta yang ia derita bisa disembuhkan dia bersyukur karena Tuhan
40

yang tidak pernah meninggalkannya walau pada awalnya merasa malu dengan

penyakit yang tidak biasa ini merasa hilang harapan tapi karena dorongan dari

keluarga dan teman-teman serta rekan pelayanannya maka ia bersemangat kembali

untuk berjuang agar sembuh. Perawatan medis di salah satu Rumah Sakit di Jakarta

pun dilakukan selama 6 bulan selain konsumsi obat-obatan ada juga terapi yang

dilakukan. Suami terkasih setia mendampingi selama 1 bulan penuh setelah itu ia

harus pulang pergi karena pekerjaan yang tidak memungkinkan ia untuk pergi dalam

waktu yang lama. Untunglah ada banyak saudara di Jakarta termasuk kakak dari ibu

PW yang menggantikan suami untuk menjaga ibi PW.

Setelah 6 bulan pengobatan yang dilakukan kondisi ibu PW berangsur-angsur

pulih dan sembuh dari sakit kusta. Pelayanan oleh tim doa selama satu kali dalam

seminggu dilakukan. Bahkan setiap hari saat bangun pagi ia dan suami serta-anak-

anak selalu berdoa bersama saat belum berangkat ke Jakarta. Karena bukan saja

pelayanan medis yang dilakukan tapi pelayanan rohani juga penting menurutnya untuk

menopang ia agar bisa pulih dari penyakitnya ini. Pelayanan dan pendampingan dari

tim doa dan pendeta dilakukan dan ada air yang didoakan oleh pendeta jemaat ibu

PW, untuk diminum, ini dianggap juga sebagai obat. Menurut dokter langkah cepat

darinya dan keluarga juga yang mempengaruhi penyembuhan ini. Ibu F.R sangat

bersyukur dan mengimani bahwa semua hal yang terjadi dalam hidupnya apapun itu

adalah kehendak Tuhan, tinggal bagaimana kita bertindak meresponinya saja.

Ibu FR juga percaya jika selalu merspon dengan baik maka hal baik juga akan

kita peroleh. Beruntung baginya karena keuarga dan sahabat-sahabat tidak


41

meninggalkannya bahkan merasa jijik dengan kondisinya walau tidak dipungkiri

bahwa ia sampai tidak merasa percaya diri karena sakit yang pada stigma masyarakat

yang berkembang ini kurang baik. Kesembuhan ini adalah berkat Allah yang sangat

besar ini membuat imannya juga semakin bertumbuh. Menurut ibu FR kesembuhan

tidak akan datang tanpa ada usaha dari kita salah satunya dengan menjalani

pengobatan medis ini karena dokter, perawat bahkan semua ahli di bidang medis ini

adalah yang dipakai Allah untuk menolongnya29.

4. Bapak A.M

Deskripsi profil informan

Bekerja sebagai buruh di pelabuhan dan kulih bangunan juga mengalami sakit

Hernia, baginya sama juga dengan ketiga informan lainnya bahwa penderitaan sakit ini

adalah teguran untuk dia. Karena masa lalu akan menjadi batu sandungan untuk masa

depan jika tidak diselesaikan dengan baik. Ada tekanan yang kuat tetang karma yang

penulis dapatkan dan ini berhubungan dengan jenis penyakit yang ia derita dengan

dosa di masa lalu yang di lakukan. Hal ini karena saat ia berusia 20 tahun, ia pernah

berhubungan dengan mantan pacarnya selama 3 tahun sampai pacarnya hamil. Karena

merasa takut dan malu kepada keuarga ia menyuruh untuk melakukan aborsi dan ha

itupun diakukan mereka. Aborsi dilakukan oleh pacarnya karena bapak A.M

29 Hasil wawancara dengan Ibu FR, tanggal 2 November 2019 pukul 17.30 wit
42

mengancam bahwa ia tidak ia bertanggung jawab dan berdalih bahwa ibunya sakit dan

akan menjadi beban pikiran sang ibu.

Setelah melakukan aborsi mereka berpisah ia pergi merantau ke kota Kupang dan

tidak agi berkomunikasi dengan mantan pacarnya tersebut. Baginya penderitaan terjadi

juga sebagai wujud pertobatan untuk kembali kepada Allah. Ia yang kini juga sudah

berkeluarga sempat pergi memeriksakan diri ke dokter dan dianjurkan untuk operasi

namun ditolak olehnya karena merasa takut.Tanpa operasi setelah bapak A.M meminta

maaf kepada mantan pacarnya, penyakit menurutnya perlahan sembuh dengan hanya

meminum ramuan obat herbal.

Walaupun sempat pergi ke orang pintar menurut pengakuannya tapi atas penjelasan

para pelayan baik itu Majelis Jemaat setempat dan pendeta yang sering mengunjungi

untuk berdoa bersama maka ia tidak pergi ke orang pintar atau dukun lagi, ia mengaku

hanya merasa bingung dan akhirnya coba-coba untuk ikut ajakan teman walau sempat

menolak pada awalnya. Penyembuhan ini diimani bahwa Tuhan ijinkan karena

kesungguhannya untuk melakukan pendamaian dengan masa lalunya ia merasa lega

bisa terlepas dari beban itu dimaafkan sehingga penyakit ini juga bisa terlepas darinya.

Padahal saat didiagnosa oleh dokter penyakit hernia yang ia derita akibat

pekerjaannya yang kerap mengangkat beban yang berat. Walau memang ia kini beralih
43

pekerjaan menjadi petani dan berjualan bubur di pasar Tapi itu sama sekali tidak terlalu

dipikirkan dan fokus pada apa yang terjadi padanya di masa lalu.30

5. F.L

Deskripsi Profil

Menderita penyakit kista ovarium mengharuskannya menjalani operasi

mengangkat salah satu indung telur atau rahimnya sebagai seorang perempuan yang

belum menikah ini menjadi pukulan besar dalam hidupnya impiannya untuk bisa

memiliki keturunan harus hilang terlebih hubungan asmaranya dengan sang pacar

yang sudah berencana akan menikah harus kandas karena orang tua sang kekasih

ingin anak mereka memiliki keturunan.

FL sempat pasrah dengan keadaannya dan hampir bunuh diri karena kenyataan

yang ia alami ia merasa kecewa dengan Allah mempertanyakan keadilan Allah bahkan

sangat frustasi dan tidak ingin menjalani pengobatan apapun dan hanya berpikir untuk

mati.31 Beberapa minggu kemudian kakaknya bersama isteri meninggal dunia akibat

kecelakaan dan meninggalkan seorang anak yang berusia 2 tahun yang juga adalah

anak baptis informan.

F.L sangat sedih dan ini membuatnya merasa harus bertahan hidup untuk

merawat anak baptisnya yang masih balita terlebih kedua orang tua yang sangat

30 Hasil wawancara dengan Bpk AM, tanggal 29 Oktober 2018 pukul 15.30 wit

31 Hasil wawancara dengan FL, tanggal 5 November 2018 pukul 18.30 wit
44

terpukul dengan kejadian ini. Setelah pengangkatan rahim, ia mulai mengalami

peningkatan. Proses ini boleh dinikmati sehingga bisa sembuh tapi baginya ia dapat

meneruskan hidupnya lagi. Berbeda dengan kakak dan istrinya yang harus meninggal

karena kecelakaan lalu lintas. Ia bersyukur karena masih bisa melakukan banyak hal

Walaupun ia sakit tapi kedua orang tuanya merasakan lebih sakit sehingga pengobatan

dilakukan dan berjalan baik dan FL bisa sembuh dan setelah itu memutuskan untuk

melayani sebagai pengasuh sekolah minggu. Alasannya karena ia bersyukur atas

kesempatan masih bisa hidup walaupun ia tidak bisa melahirkan anak seperti

perempuan lainnya tapi ia masih bisa mengasuh anak-anak lewat kegiatannya di

sekolah minggu sebagai seorang pengasuh. F.L mencoba menerima cobaan ini dengan

selalu percaya rencana Tuhan akan selalu baik baginya.

Baginya arti sakit ini diajarkan untuk beryukur dengan keadaan kita banyak

yang masih bisa dilakukan untuk mendatangkan sukacita dalam hidup ini baik untuk

orang lain atau untuk diri kita sendiri . Bukan saja mengasuh keponakananya layaknya

seorang ibu setelah ia sembuh, FL mengambil bagian daam pelayanan sebagai


32
pengasuh di sekolah minggu. .

6. Deskripsi profil Ibu L.T

32 Hasil wawancara dengan FL, tanggal 9 November 2018 pukul 17.30 wit
45

Menderita sakit vertigo sejak 2014 silam, kepalanya seringkali pusing hingga

memuatnya kerap pingsan di tempat umum seperti saat di Gereja atau di Toko tempat

usaha miliknya karena ia merasa tidak memiliki keseimbangan dalam tubuhini

membuatnya tidak dapat beraktifits dengan normal lagi dan hanya bisa duduk dan

berbaring di kamar. Penyakit ini juga berdampak bagi kondisi psikisnya yang

seringkali merasa cemas saat dia sendiri upaya pengobatan sudah dilakukan di Jakarta

dan di singapura. Pengalaman sakit yang ia alami membuatnya lebih dekat dengan

Allah karena selama ini terlalu sibuk bekerja sehingga waktu untuk Tuhan sering

dinomorduakan dan hal itu berbalik saat ia sakit.

Penderitaan sakit adalah bagian dari hidup yang harus diterima bahkan

disyukuri karena ini adalah pertanda baik yang akan membawa kebaikan bagi hidup

dan bukan sebaliknya karena kita memiliki Iman dan meihat segala sesuatu dengan

iman percaya kepada Allah semua beban kita akan menjadi ringan bahkan hilang.

Penyakitnya sudah tidak lagi menyerang dan rasa cemas yang berlebih juga sudah bisa

teratasi. Menurutnya selain pengobatan yang ia lakukan sampai ke singapura. Baginya

sembuh hanya karena Allah, yang memakai tim medis sebagai perpanjangan tangan

dari Alah sendiri. Walau ada sebagian teman yang mengatakan bahwa sakitnya karena

kuasa setan yang dilakukan oleh rekan kerjanya sendiri. Tidak sampai disitu saja tapi

ia sampai dipaksa untuk mecoba alternative lain untuk sembuh dengan mencoba pergi

ke orang pintar.
46

Bagi ibu LT, ia tidak percaya apa yang dikatakan oleh teman-temannya dan

lebih memilih percaya pada janji Tuhan yang akan menguatkan dan mengangkan beban

sakitnya ini. Doa bersama tim doa sektor dan Pendeta jemaat rutin dilakukan di rumah.

Baginya perawatan medis intens dilakukan harus disertai dengan pelayanan doa karena

bukan saja raganya yang sakit tapi jiwanyapun akan ikut merasa penderitan sakit

tersebut. Selanjutnya tinggal bagaimana berusaha menjaga kondisinya untuk tidak

terlalu lelah dalam bekerja mengingat sebelumnya ia adalah penggila kerja. Ternyata

ini karena LT sebelum menikah adalah ank sulung dan turut bekerja membantu

membiayai sekolah kedua adiknya karena atau stress.

Kesembuhan baginya karena Kebaikan Allah yang luar biasa dia rasakan

lewat tim medis bahkan kekuatan juga dia dapatkan lewat banyak orang, keluarga

bahkan orang yang tidak terduga. Karena proses untuk sembuh memang tidak langsung

tapi lewat proses penantian itu dia juga merasakan banyak cinta Tuhan yang semakin

membuat Iman percayanya semakin besar kepada Allah 33.

7. Deskripsi Profil NN

Mahasiswa jurusan teknik sipil ini mengaku penggil makanan pedas sejak kecil.

Makan apapun itu harus pedis jika tidak bukan makan namanya untuk dia. Tinggal di

kos membuatnya ingin serba paktis termasuk dalam urusan makan, mie instanpun

sering menjadi pengganti nasi. Kebiasaan buruknya ini yang membuatnya harus

33 Hasil wawancara dengan ibu LT, tanggal 13November 2018 pukul 16.20 wit.
47

menderita penyakit maag yang sering menyerang kapan saja saat dimana sebelumnya

ia lupa makan atau lupa makan makanan yang sehat. Perutnya sering sakit. Sampai

suatu sore sepulang dari kampus saat di kos perutnya merasakan nyeri yang luar biasa

selama 2 jam lebih setelah itu mulai sedikit berkurang. Ternyata sakitnya bergantian

karena Ia malah demam sampai pagi. Keesokan paginya ia sempat tidak sadarkan diri

karena demam sangat tinggi lalu dilrikan ke RS GPM untuk dirawat.

Ternyata setelah diperiksa hasilnya adalah harus segera dilakukan operasi

karena radang usus buntu NN mauk kategori akut. Setelah operasi dilakukan pada esok

hari setelah masuk RS kondisinya dalam masa pemulihan selam tiga hari setelah itu

oleh diijinkan untuk pulang dari Rumah sakit. Menurut NN dia sadar bahwa ini akibat

dari perbuatannya yang bertindak seenaknya saja. Tanpa pernah memikirkan akibatnya

yang merugikan dia sendiri, juga keluarga. Maka dari itu menurutnya penyakit terjadi

karena tidak melakukan apa yang sudah diketahui bahwa hal demikian berbahaya.

Sama dengan orang yang tidak berhikmat karena mengetahui hal yang bisa

mencelakakan tapi terus dilakukan untuk memuaskan diri sendiri.

Allah memperingati kita jika melakukan segala hal dengan berlebihan dalam

arti yang buruk disini. Teguran Allah lewat penyakit agar kita jera. Jera untuk tidak

meakuknnya lagi karena sudah tau bahkan merasakan akibatnya 34. tapi juga berguna

untuk meyadarkan kita akan kesalahan sedii pada diri sendiri.

34 Hasil wawancara dengan NN, tanggal 17 November 2018 pukul 17.00 wit.
48

B.2. Analisa Data

Berikut ini adalah hal-hal yang ditemukan dalam deskripsi kasus di atas.

1. Penyakit terjadi karena dosa.

Dosa sering dilihat sebagai penyebab seseorang sakit, hal ini dapat terlihat jelas dari

penjelasan salah satu informan yaitu Bpk AM. Secara tegas Bpk AM mengatakan

bahwa penyakit hernia yang ia derita disebabkan oleh perbuatan dosa di waktu yang

lampau. Ketika masih dalam usia muda ia pernah menyuruh pacarnya untuk melakukan

aborsi akibat dari perbuatan mereka. Walaupun tindakan yang dilakukan sudah cukup

lama ketika ia masih muda tetapi adanya penyakit ini membuat ia mengingat kembali

perbuatan-perbuatan dosanya di masa lalu.

Peyakit ini juga dilihat sebagi karma yang ia dapatkan. Apa yang ia lakukan di masa

lampau merupakan sebab dari penyakit yang ia derita. Terlihat bahwa ini ada kaitan

dengan hukum sebab-akibat dalam kehidupan manusia. Pandangannya ini membuat ia

dapat memperbaiki hubungan yang sebelumnya renggang dengan orang-orang yang


35
ada pada masa lampau. Penulis juga melihat bahwa semua informan punya satu

kesamaan yaitu sikap awal saat menngetahui fakta bahwa mereka mengidap sebuah

penyakit. Maka ada proses kilas balik yang mereka lakukan, apa mungkin ini akibat

dari kesalahan mereka kepada Allah sehingga mereka harus sakit.

35 Hasil Wawancara dengan Bapak AM, tanggal 1 November 2018, pukul 16.3 WIT
49

Mereka semua bertanya berusaha mencari jawaban yang membuat mereka bisa

menerima sakit ini agar selanjutnya mereka bisa berjuang untuk mengalami

kesembuhan.Kenyataan yang penulis peroleh juga bahwa selalu ada pertanyaaan yang

timbul bahwa mengapa ia harus sakit misalnya pada informan Ibu PW, yang pada

awalnya tidak sama sekali menyangka bahwa akan mengalami penyakit kanker serviks

yang memang bukan penyakit yang ringan dan mudah untuk disembuhkan.

Ada juga ibu FR yang merasa sekan-akan ia dikutuk oleh Tuhan karena terpengaruh

dengan stigma yang berkembang di masyarakat karena ia harus menderita penyakit

Kusta. Perasaan malu dan takut dengan hokum social dari masyarakat pada penyakit

tertentu juga menjadi kendala besar dari seseorang agar bisa terbuka dengan

keadaannya dan berjuang untuk sembuh. Seseorang yang sakit jika merasa diterima

dan didukung dengan sungguh oleh orang-orang terdekat dinilai ampuh untuk

mendorong agar mereka yang sakit bisa terus bersemangat dan sembuh. Dosa memang

sudah pasti dilakukan oleh semua manusia karena kenyataan itulah maka bagi setiap

mereka yang sakit kerap mengaitkan peristiwa yang terjadi dalam hidupnya dengan

dosa termasuk peristiwa sakit yang dialami.

2. Penyakit dan penyembuhan sebagai bentuk intimasi dengan Allah.


50

Melalui proses penyakit dan penyembuhan ini dinilai sama oleh semua informan

bahwa adanya intimasi dengan Allah yang dirasakan dalam proses itu bahkan sampai

proses penyembuhan selesai tetap berlanjut dalam kehidupan mereka.

Terlihat dari pengalaman ibu YL yang merasa bahwa hidupnya yang dahulu jauh

dari Allah dan merasa didekatkan lewat sakit yang harus ia alami. Sempat merasa jauh

dari Allah namun menjadi dekat tentu ini karena ia merasakan Allah yang turut berbagi

rasa denganya dalam proses sakit sampai sembuh. Jauh dari Allah karena ia sendiri

yang menjauh dan lebih mendekakan diri pada segala hal yang berhubungan dengan

materi. Proses sakit juga menjadi proses introspeksi diri untuk mengenal kekurangan

kita untuk menjadi lebih baik. Mendapat kebaikan dari Allah lewat kesembuhan ini

sangat berkesan karena dirasakan baik, maka ia juga ingin memberi kesan yang sama

bagi keluarga dan sesama. 36

Bapak AM yang merasa bahwa melalui penyakit yang ia derita ia menjadi lebih

dekat dengan Allah. Sebelumnya, ia hanya sekadar mempercayai Tuhan saja tanpa

megalami Tuhan. Kesembuhan yang dialami ini adalah bentuk nyata yang

menyadarkanya tentang Allah. Bahkan dengan orang sekitar sampai kepada yang

pernah bemasalah dengannya sekalipun. Masalah tersebut dapat terselesikan ada

kepuasaan yang didapat dari bapak AM yang juga meliht itu sebagai beban moralnya

selama ini. semua informan yang lain juga sama halnya merasakan bahwa waktu

36 Hasil wawancara dengan Ibu LT, 14 November 2018, pukul 17.00 WIT
51

mereka kepada Allah di saat mereka sehat sangatlah kurang. Namun melalui kejadian

sakit ini hubungan mereka menjadi lebih intim, akrab dan dekat dengan Allah.

Ada makna baik yang didapatkan saat mengalami sakit, maka ini juga yang

menjadi penyemangat tersendiri untuk sembuh. Pandangan ini membawa dia pada

situasi untuk merubah hidupnya menjadi lebih baik.Terlihat banyak perubahan dalam

aspek spiritual informan yang mana saat mereka sakit punya waktu-waktu khusus

bersama Allah seperti jam-jam baik pribadi atau bersama dan tim-tim doa. Ini

dikarenakan sebelumnya memang tidak pernah mereka lakukan. Apa yang dirasakan

ternyata mampu memerikan kekuatan tersendiri bagi mereka yang sakit seperti yang

dikatakan oleh Ibu PW yang merasa tersentuh hatinya oleh Allah saat berdoa dengan

kedua anak da saat bernyanyi sebuah lagu yang penggalan liriknya sangat menyentuh

hatinya.

Ini juga menjadi pertanda bahwa adanya keberserahan diri dari semua informan

mereka merasa lemah dan sangat membutuhkan Allah sehingga selalu ingin dekat

untuk dikuatkan saat mereka harus sakit. Ternyata bukan saja intimasi dengan Allah

tapi juga dengan sesama baik itu keluarga, sahabat bahkan dengan orang yang punya

permasalahan di masa lalu seperti yang dialami oleh Bapak AM. Hubungan itu kembali

dipulihkan lewat proses sakit ini. Karena merasa Selain Allah, ada juga sesama kita

yang kerab kali juga dipakai Allah untuk menolong dan menguatkan setiap kita yang

sakit.
52

3. Penyembuhan Sebagai Anugerah Allah.

Semua informan menjelaskan bahwa penyembuhan yang mereka alami karena

kekuasaan Allah atas hidup mereka dan itulah anugerah dari Allah untuk mereka.

Penyembuhan yang dialami Ini hanya semata-mata karena Anugerah Allah tersebut

yang menyelamatkan mereka dari penderitaan. Hanya Karena anugerah Allah yang

mengizinkan untuk menikmati kesembuhan dan bisa melanjutkan hidup dengan hidup

yang lebih bermakna ini adalah apa yang disampaikan oleh ibu PW yang berefleksi

dari pengalaman dia saat berjuang dengan sakitnya sampai ia sembuh37. Melihat

penyembuhan sebagai anugerah juga sama halnya dengan Ibu YL namun yang

membedakan adalah ibu YL lebih condong mengandalkan kuasa doa saja dan merasa

kurang tertarik dengan langkah pengobatan dengan bantuan tim medis. Ibu YL lebih

menyukai pengobatan tradisional dengan minyak dan air yang didoakan. Hal seperti

itu dianggap lebih berpengaruh dalam proses penyembuhannya.38

Mengandalkan iman dan kuasa doa juga pengobatan tradisonal yang ia lakukan

selama kurang lebih dua tahun dan membuahkan hasil yang baik yaitu kesembuhan.

Hal ini merupakan sebuah mujizat bagi ibu YL. Anugerah Allah lewat kesembuhan

dipandang juga sebagai mujizat oleh FL dan ibu PW, bahwasannya mereka melihat

kemahakuasaan Allah yang besar dalam hidup mereka yang sakit.

37 Hasil wawancara dengan ibu PW, tanggal 17 November 2018, pukul 17.35 WIT
38 Hasil wawancara dengan Ibu YL, tanggal 27 Oktober 2018, pukul 14.45 WiT
53

Walaupun kemahakuasaan Allah itu terlihat lewat orang-orang terdekat seperti

sanak keluarga dan sahabat atau lewat tim medis yang dinilai punya kemampuan atau

kinerja yang telah teruji. Merasakan bahwa semua yang terjadi termasuk proses

kesembuhan ini diluar kendali mereka sebagai manusia. Anugerah dari Allah juga mau

menunjukan kebutuhan yang sungguh akan Allah. Sebab Allah dinilai berperan penting

dalam hidup termasuk di dalamnya setiap proses yang terjadi termasuk proses

penderitaan kareena penyakit sampai bisa mengalami penyembuhan.

4. Penyakit Dan Penyembuhan Sebagai Efek Jera.

Memiliki efek jera ada hubungannya dengan kelalaian yang dilakukan sebelumnya.

Pernah Kelalaian itu tentu pada diri sendiri untuk menyadarkan dari kesalahan yang

sudah pernah dilakukan yang mungkin saja tidak disadari karena memang pada

dasarnya lebih cenderung menikmati kesalahan itu. Penyakit dilihat datang untuk

menyadarkan kita untuk berhenti melakukan segala tindakan yang akan membawa hal

buruk bagi diri kita sendiri. Bukan saja penyakit dilihat untuk menyadarkan kita akan

kesalahan bagi orang lain tapi juga berguna untuk meyadarkan kita akan kesalahan

pada diri sendiri. Karena sakit dari sinilah ibu PW merasa sadar tentang banyak hal

yang belum atau kurang dilakukan selama ia masih sehat, baik untuk dirinya sendiri,

orang lain dan kepada Tuhan.

Salah satu hal adalah waktu yang terpakai hanya untuk dirinya sendiri yang sibuk

bekerja sehingga waktu bersama keluarga dan untuk Tuhan sering tidak ada. Saat sakit

perhatian dari keluarga dan semua yang peduli kepada ibu PW juga yang membuat dia
54

tersentuh hingga merasa sadar dan terdorong untuk melakukan hal yang sama bahkan

lebih. Ibu PW merasa sadar akan banyak hal yang belum dilakukan ini dikarenakan

waktu yang ia punya lebih banyak terpakai bersama keluarga dan sahabat sehingga

mempengaruhi pikirannya untuk melakukan hal yang sama juga bagi mereka.

Bandingkan saat sebelum ia sakit dan waktunya banyak diisi dengan pekerjaan itu juga

yang mempengaruhi dia untuk terus bahkan harus lebih dari posisinya sekarang ini.

Efek jera bagi mereka yag ada dalam kondisi sakit lebih ke peringatan yang

menyadarkan untuk tidak lagi ada dalam posisi yang sama39. Karena telah mengetahui

akibat atau konsekuensi yang harus didapat karena sebuah tindakan. Yang merugikan

diri sendiri misalnya karena pola hidup tidak sehat yang diterapkan sesuai apa yang

djelaskan informan NN dan ibu LT. Melihat kenyataan yang dipapakan NN tidak

menjaga kesehatan bisa terjadi karena sebagai mahasiswa yang terbiasa dilayani

keluarga masih belum mampu menyesuaikan diri dengan keadaan. Ini terihat diatas

dalam deskripsi profil informan bahwa kebiasaan sering makan mie instan sebagai

pengganti nasi. Hal ini juga bisa saja menunjukan rasa malas NN atau juga karena

terpengaruh gaya hidup zaman sekarang yang serba praktis.40

Bukan saja lalai karena malas, ingin hidup serba instan, tanpa proses, dsb. Terlihat

bahwa maksudnya ia lalai menjaga dirinya Karena tidak berhikmat juga adalah salah

satu factor penyebab ia sakit. jika dengan hikmat pasti akan makan pedas secukupnya,

juga istirahat dengan teratur dan uka sebaliknya. Sebab jika hal sebaliknya yang

39 Hasil wawancara degan ibu PW, tanggal 17 November 2018, pukul 17.35 WIT
40 Hasil wawancara dengan NN, tanggal 15 November 2018, pukul 19.00 WIT
55

dilakukaan maka sama dengn diri sendirilah yang mengundang penyakit datang. Saat

sakit juga harus punya hikmat untuk bisa melakukan pengobatanagar sembuh. Efek

jera pada dasarnya disini adalah untuk menjadi lebih baik dan memiliki perubahan

dalam hidup. Tentu ini dapat terlihat dari pengalaman yang dibagikan oleh para

informan yang mulai mengubah pola hidup tidak sehat menjadi sehat seperti NN.

Kemudian tidak lagi menjadi pecandu atau penggila kerja tanpa mengenal waktu

seperti ibu LT. perubahan baik inilah hasil dari efek jera tersebut.

5. Komunitas Sebagai Basis Kekuatan Dalam Proses Penyembuhan.

Tidak dapat dipungkiri bahwa dorongon dari orang lain turut mendorong setiap

mereka yang ada dalam masalah untuk terus berjuang. Dimulai dari unit terkecil seperti

keluarga memiiki sumbangsih yang turut andil dalam proses penyembuhan karena

merasa ada yang mau menerima kondisi mereka yang tidak sehat seperti sebelumnya.

Penerimaan terhadap diri sendiri dan penerimaan dari lingkungan sekitar sangatlah

penting secara psiskis untuk menguatkan mereka yang sakit. Hal Ini dapat dilihat dari

pengalaman sakit ibu FR, ia mengaku bahwa ia merasa dikuatkan dalam proses

penyembuhan salah satunya bersumber dari kelompok doa dalam sektor dan Jemaat.

Hal ini menunjukan bahwa komunitas atau persekutuan memiliki peran yang

penting untuk memberi kekuatan bagi umat yang mengalami masalah, termasuk

pergumulan umat terhadap penyakit yang diderita. Komunitas selanjutnya adalah

Keluarga sebagai motivator dalam proses penyembuhan. Keluarga memiliki peran

yang penting dalam proses penyembuhan. Suami ibu FR yang bukan saja setia unuk
56

mendampingi dan mendorongnya agar berjuang, tetapi ia juga seorang suami yag

cekatan untuk mengambil langkah-langkah guna kesembuhan isterinya. Seperti yang

dikatakan dokter bahwa langkah cepat yang dilakukan dengan membawa ibu FR ke

Jakarta, juga yang mempengaruhi ibu FR sehingga bisa sembuh.

Begitu juga anak-anak yang melakukan hal yang sama untuk mendukung ibu

mereka seperti sering berdoa bersama dilihat olehnya sebagai motivasi untuk terus
41
berjuang dalam sakitnya sampai sembuh. Semua informan didukung penuh oleh

keluarga dan orang-orang terdekat lainnya terkecuali oleh FL yang harus menerima

kenyataan kurang menyenangkan lainnya yaitu harus ditinggalkan oleh kekasihnya

karena penyakit yang ia alami mengakibatkan ia tidak lagi bisa memiliki keturunan.

Karena kondisi inilah yag memuat FL hilang semangat untuk berjuang karena merasa

tidak diterima oleh orang yang ia sendiri punya ekspektasi tinggi akan menerima

kondisinya sekarang.

6. Dinamika Emosi Saat Sakit Sampai Sembuh.

Keadaan bisa saja berubah dalam hidup begitu juga dengan emosi seseorang yang

bisa saja sewaktu-waktu berubah. Terpengaruh dengan keadaan bahkan terpengarauh

dari lingkungan sekitar. Pada awal mengethui tentang adanya penyakit semua

informan merasa kaget, cemas, takut, gelisah bahkan marah. Sebelum nanti akan ada

perubahan yang membuat mereka meenerima bahkan mensyukuri proses sakit sebagai

pembelajaran dalam hidup. Pada awal mengetahui ia sakit, ibu PW tidak menerima

41 Hasil wawancara dengan Ibu FR, tanggal 3 November 2018, pukul 18.35 WIT
57

kenyataan dan mempertanyakan Tuhan atas keadaannya. Tidak menerima kenyataan

bahwa dia sakit menunjukan kekecewaannya kepada Tuhan dan merasa diperlakukan

tidak adil. Setelah itu dia berubah dengan menerima kenyataan atas dirinya pada saat

berdoa bersama kedua anak dan menyanyikan lagu “Tak tersembunyi kuasa Allah”.

Lirik dari lagu tersebut mampu menyentuh hatinya dan merubah suasana hatinya

untuk mau menerima kondisi sakit ini atau bisa dikatakan ibu PW berserah diri kepada

Allah..Karena perasaan tidak mampu dari dirinya sendiri setelah ada pada masa dimana

ingin menyerah dengan kondisinya. Dinamika emosi ini akan terjadi sering

berjalannya waktu dengan proses yang tidak terduga. Hal ini ditemukan dalam kasus

FL yang berubah dari tidak memiliki keinginan untuk sembuh sampai mau melakukan

pengobatan lewat kecelakaan lalu lintas yang merenggu nyawa kakak kandung dan

suami sang kakak.

Dari peristiwa itu ia merasa bertanggung jawab kepada anak sang kakak yang

masih balita. Tersentuh untuk anak yang adalah keponakannyaa dan megambil

keputusa untuk mengasuh keponakannya menggantikan sang kakak. Dinamika emosi

terlihat juga mempengaruhi cara pandang seseorag. FL yang menganggap bahwa

seorang wanita akan terasa semupurna jika bisa merasakan proses melahirkan ini juga

adalah paham social masyarakat tentang wanita pada umumnya. Cara pandangnya

berubah karena pengalaman sakitnya kini ia memandang seorang wanita tidak hanya

harus mengandung dan melahirkan tapi juga dengan mengasuh anak itu adalah tugas

seorang wanita dan ibu. Ini mau menyiratkan bahwa walaupun bukan ia yang
58

melahikan seagai seorang ibu tapi ia juga berperan untuk mendidik sebagai seorang ibu

bagi sang anak. Semua berubah seiring erjalannya waktu denga cara yang menyentuh

lewat berbagai hal atau peristiwa, atau juga bisa terjadi lewat orang-orang yang ada di

sekitar kita seperti keluarga, sahabat, dan semua hal yang tidak terduga 42.

7. Masih Ada Kepercayaan Mistis Saat Seseorang Sakit Atau Sembuh Dari Sakit.

Ini membuktikan bahwa manusia seringkali mencari jalan keluar dari

permasalahannya ada yang secara rasional dan juga irasional. Jalan yang rasional

adalah sesuatu yang logis dan empiris seperti saat seseorang sakit akan memeriksakan

diri ke dokter karena mendapat penjelasan yang bisa dibuktikn secara ilmiah.

Sedangkan cara irasional adalah tidak bisa dibuktikan secara ilmiah contohnya praktek

dukun yang bisa melihat penyebab sakit seseorang dengan prosesi ritual-ritual yang

dilakukan. Hal ini juga membuktikan bahwa di zaman modern seperti ini kepercayaan

mistis masih ada dan bukan saja di daerah pedesaan seperti di Amahai-Sahuku saja tapi

juga di daerah perkotaan yang masih ada. Hal mistis ini dipandang sebagai jalan pintas

untuk menemukan jawaban dari permasalahan, bukan saja tentang sakit tapi hal lainnya

juga yang menjadi pertanyaan dalam hidup mereka.

8. Penyakit dan penyembuhan membuat kehidupan menjadi lebih bermakna.

42 Hasil wawancara dengan FL, tanggal 12 November 2018, pukul 17.35 WIT
59

Kehidupan bermakna merupakan hal yang didambakan oleh semua individu dalam

proses perjalanan hidup mereka. Krisis kebermaknaan hidup menjadi bagian yang tidak

dapat dihindari bagi kelompok individu yang hidup dalam kondisi penuh tekanan

psikis, sebagai dampak ketidakseimbangan dalam pemenuhan kebutuhan yang

mendasar baik dari segi sosial, spiritual maupun ekonomi. Berkaitan dengan penyakit

dan kesembuhan semua informan merasakan mkna dari proses yng mereka alami.

Dampaknya mereka rasakan bukan untuk diri mereka sendiri tapi juga untuk orang lain.

Ibu PW merasakan bahwa kehidupannya dapat membantu orang lain ini terjadi

dari pengalamannya sakit dan sembuh. Menjadi role model (teladan) untuk

memotivasi sesama yang sakit terlebih juga fakta bahwa ia bergabung dengan

komunitas kanker di Kota Masohi. Komunitas ini pun bergerak sampai di desa-desa

di luar kota masohi.43 Ada pendampingan-pendampingan yang dilakukan ahkan

aksiaksi sosial yang juga dilakukan. Ini membawa kepuasan tersendiri bagi ibu PW

dalam hal berbagi seperti ini. Berikutnya adalah FL yang menemukan makna

hidupnya yang lebih berguna bagi anak-anak sekolah minggu sebagai seoang

pengasuh. Rasa puas dalam melakukan sesuatu selalu dengan tujuan menyenangkan

mereka yang dibantu inilah makna dari peristiwa sakit dan penyembuhan yang dinilai

positif bagi mereka selaku pelaku aksi-aksi tersebut.

C. Kesimpulan Penelitian

43 Hasil wawancara dengan ibu PW, tanggal 30 Oktober 2018 pukul 10.45 wit.
60

Penulis mendapati bahwa jemaat GPM Amahai-soahuku masih melihat

penyakit sebagai akibat dari perbuatan dosa di masa lampau. Dari penyakit dan

penyembuhan umat juga mengalami proses itu bersama dengan Allah dan dari sini juga

mereka dapat mengalami Allah dalam pergumulan mereka selama sakit sampai

sembuh.

Dari proses itu otomatis membuat hubungan merek dengan Allah menjadi lebih

dekat begitu juga dengan sesama yang mengalami pemulihan dari yang tadinya

menjauh menjadi lebih dekat sebab proses ini juga banyak memmuat mereka untuk

saling introspeksi diri akan apa saja yang sudah dilakukan yang mungkin tidak

berkenan kepada Allah dan merugikan orang lain. Selain mengantar mereka untuk

introspeksi diri ternyata penyakit juga dilihat dapat terjadi karena kelalaian diri sendiri.

Sehingga penyakit itu dipandang membawa efek jera yang mampu menyadarkan

mereka tentang kesalahan yang bisa saja tidak disadari atau disadari oleh mereka yang

sakit. Kondisi sakit seperti ini tidak dapat disembuhkan dengan mengandalkan diri

sendiri namun sangat mencerminkan manusia yang sangat membutuhkan Allah dalam

setiap keadaan hidupnya. Selain itu pengaruh orang-orang terdekat seperti keluarga dan

para sahabat juga turut berperan penting sebagai basis kekuatan untuk meeka yang

sakit. Selain pengobatan yang dilakukan bak itu secara tradisional atau

modernPendampingan dari omereka juga bisa menjadi penawar dari sakit yang mereka

alami. Realita tentang penyakit dan penyembuhan dari hasil penelitian ini penulis juga

menemukan bahwa ada punya hubungan yang kuat dengan doa, iman, dan dosa. Inilah

yang membuat penderit sakit sering mengaitkan keadaan sakit mereka atau keadaan
61

mereka saat mengalami proses penyembuhan dengan ketiga faktor tersebut. . Serta

juga masih adanya pengaruh kepercayaan mistis tentang penyakit yang dialami oleh

seseorang dalam proses penyembuhan.


62

BAB III

REFLEKSI TEOLOGI

A. Penyakit sebagai Bentuk Teguran Allah karena Dosa di Masa Lampau.

Semua informan merasa sadar bahwa ada sekat bagi mereka yaitu dosa yang

menyebabkan relasi dengan Allah menjadi jauh sehingga saat penderitaan dalam

bentuk penyakit mereka alami hal itu mereka terima bahkan syukuri dengan iman

bahwa akan membuat mereka menjadi pribadi yang lebih kuat entah itu akan membuat

mereka dewasa dalam iman atau membuat mereka semakin kuat untuk menjalani

kehidupan yang akan selalu diterpa dengan berbagai cobaan lainnya yang entah kapan

akan mereka rasakan juga. Dosa menjadi poin penting dalam setiap penderitaan karena

dosa membuat persekutuan dengan Allah menjadi rusak. Dosa telah membawa manusia

pada posisi keterpisahan dari Allah. Meminjam pendapat C.S. Lewis yang dikutip

Yancey, Eka Darmaputera menjelaskan bahwa kesakitan adalah “megafon” atau

“pengeras suara” yang dipakai Tuhan untuk membangunkan kesadaran manusia.

Tentang hal ini Eka mengatakan: ”Allah tak hanya berbisik melalui pengalaman-

pengalaman kita yang menyenangkan. Allah tidak hanya berbicara melalui getaran-

getaran kesadaran hati nurani kita. Namun, Dia juga berteriak keras-keras melalui

kesakitan-kesakitan kita. Kesakitan adalah ’megafon’ Tuhan guna membangunkan

dunia yang telah tuli.” (Darmaputera, 2004: 47).


63

Lebih lanjut Eka berpendapat bahwa ia tidak setuju dan menentang keras

pandangan yang mengatakan bahwa kesakitan dengan sendirinya diakibatkan oleh dosa

atau kesalahan pribadi yang bersangkutan. Seolah-olah semakin parah sakitnya, itu

pertanda semakin besar dosanya (Darmaputera, 2004: 48). Eka mengakui bahwa

merebaknya kejahatan, kesakitan dan penderitaan adalah akibat dari penyalahgunaan

kebebasan oleh manusia. Ketika manusia memilih menggunakan kebebasannya untuk

melawan Allah, maka tidak hanya manusia, tetapi seluruh alam mengerang kesakitan.

Jadi, kesakitan memang bisa disebabkan oleh dosa-dosa pribadi tetapi tidak selalu44.

Atas dasar pemahaman yang seperti itu, Eka menegaskan juga bahwa melalui

kesakitan, Allah dengan suara keras sedang berusaha menghentikan langkah kita,

supaya kita mencari kalau-kalau ada yang salah maka perlu dikoreksi dan kalau-kalau

ada yang lebih baik yang perlu dijajaki. Disini penulis melihat bahwa penderitaan

dalam konteks penyakit disini bukan hanya menjadi jeritan manusia saja tapi juga

sebagai teriakan Tuhan yang menginginkan kita untuk tidak berlaku sesuka kita, ada

efek jera yang Tuhan inginkan saat kita menjadi peka lewat berbagai penderitaan

dalam hidup. Karena jika tidak ada efek jera maka manusia akan terus berulah dan

menyamankan dirinya dalam dosa.

Karena kesadaran mereka yang sakit inilah yang membuat mereka lebih tenang

menerima kenyataan penyakit yang ada. Mereka tidak menganggapnya sebagai sesuatu

yang normal dan berontak. Mereka bergumul dengan penyakit serta mengajukan rupa-

44 Eka Darmaputera, jika aku lemah maka aku kuat (Jogykarta : 2004), hlm.30
64

rupa pertanyaan: apakah artinya penyakit yang mereka sering derita? Adakah ini

disebabkan oeh suatu kesalahan atau dosa yang mereka buat? Atau bertanya mengapa

harus mereka yang mengalaminya? dan mencoba menemukan makna dibalik

penderitaan sakit. Hal ini jelas bahwa dalam proses yang akan atau sudah dialami oleh

mereka inilah yang akan menjadi refleksi diri dan iman mereka sendiri. Hal yang

mengherankan ialah, bahwa Tuhan Allah mengerti pertanyaan-pertanyaan itu tetapi Ia

tidak memberi pertanggung-jawaban yang rasional kepada manusia. Allah tidak

memberi penjelasan yang terperinci mengapa Ia berbuat begini atau begitu. Allah

memberi jawaban tetapi dengan jalan “menyatakan diriNya” dalam penyakit yang

diderita manusia45. Penderitaan juga dipandang sebagai hukuman atas dosa manusia.

Ini merupakan pandangan yang umum berlaku dalam Perjanjian Lama. Kitab Kejadian

yang mengawali Perjanjian Lama dan seluruh Kitab Suci menggambarkan bahwa dunia

ini diciptakan oleh Allah sebagai baik adanya. Segala sengsara, penyakit dan derita

mulai masuk ke dalam dunia yang diciptakan Allah sebagai baik itu karena pasangan

manusia pertama berdosa dengan menuruti godaan setan (Kejadian 2).

Akibatnya, dalam Kej. 3:14-19, digambarkan bahwa Adam harus bekerja keras dan

Hawa akan kesakitan pada waktu melahirkan, sebagai hukuman atas dosa mereka.

Dalam Kitab Ulangan 30 dikatakan bahwa Tuhan akan menghukum bangsa Israel jika

mereka tidak menuruti perintah-perintahNya. Pandangan umum Perjanjian Lama

mengenai penderitaan sebagai hukuman atas dosa dirumuskan secara singkat dalam

45 J. L. Ch. Abineno, Penyakit dan Penyembuhan (Jakarta: 1972), hlm. 42.


65

Amsal 11:9, “Siapa berpegang pada kebenaran sejati, menuju hidup, tetapi siapa

mengejar kejahatan, menuju kematian.” Dengan kata lain, pemberontakan (dosa)

manusia terhadap Sang Pencipta menjadi penyebab terjadinya penderitaan (misalnya,

Yesaya 53:4-12). Dalam Kitab Bilangan 12:10-12 juga terdapat kisah Miryam yang

menderita kusta karena iri hati. Konsep pertama tentang penderitaan yang khas dari

Perjanjian Lama ini juga eksplisit dalam Kitab Ayub, meskipun tidak terbukti dalam

diri Ayub sendiri.

Para sahabat Ayub yang datang untuk menghiburnya menganggap bahwa

kemalangan besar yang dialami Ayub merupakan sebuah hukuman dari Allah atas

dosa-dosa yang telah diperbuatnya, atau dengan kata lain sebagai suatu implikasi

konkret konsep “pembalasan di bumi”.46 Menurut konsep “pembalasan di bumi” ini,

semua perbuataan manusia, baik kejahatan maupun kebaikan akan diganjar pada saat

manusia masih hidup. Hukum ini diandaikan mesti terjadi karena kehidupan setelah

kematian belum dikenal dalam perjnjian lama.47

Berdasarkan apa yang dikatakan di atas kita untuk sementara dapat katakan, bahwa

kitab suci baik Perjanjian Lama atau Perjanjian Baru, tahu tentang hubungan antara

penyakit manusia dan dunia yang berdosa. Tetapi tentang “bagaimana sifatnya”

hubungan ini belum dapat kita katakana apa-apa. Karena kitab suci sendiri tidak

memberikan suatu teori tentang hal itu.

46 Wim van der Weiden, Seni Hidup (Yog yakarta: Kanisius, 1995) hlm 119.
47 C. Groenen, Pengantar ke dalam Perjanjian Lama (Yogyakarta: Kanisius, 1980) hlm 175.
66

Kesaksian yang kita dapat dalam kitab suci ialah, bahwa disana ada orang yang

bergumul dalam penderitaan mereka, juga dalam penderitaan penyakit merek

dihadapan Allah. Dalam pegumulan itu kita baca tentang kesalahan, dosa, “nasib”,

yang tidak dapat dipahamkan, kuasa kegelapan, dan lain-lain, tetpi tanpa penjelasan

sehingga kita dapat memberi jawab terhadap rupa-rupa soal yang kita hadapi. Yang

menarik adalah disamping kuasa-kuasa destruktif ini ada suatu kuasa lain )kuasa

anugerah Allah) yang sekalipun tersembuyi namun sanggup menjaga dan memelihara

orang-orang percaya yang menderita. Sehingga mereka tetap dapat bertahan dan

berpegang kepada Tuhan dalam penderitaan sakit mereka. Kesaksian seperti ini juga

dapat terlihat dalam kitab suci, misalnya pada (Mzm 23:4) yang berbunyi:

“ sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab

Engkau besertaku, gadaMu dan tongktatMu, itulah yang menghiburkan aku”.

Ada juga yang terdapat dalam (Roma 8:35, 38-39) yang berbunyi:

“Siapakah yang memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindaan atau kesesakan atau

penganiayaan atau kelaparan atau ketelanjangan atau bahaya atau pedang? Sebab aku yakin

bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah,

baik yang ada sekarag maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa baik yang di atas maupun

yang dibawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih

Allah”.

Kitab Suci sendiri terlampau sangat kritis terhadap hubungan yang mekanis antara

penyakit dan dosa. Terlihat juga bahwa Yesus tidak menatang hubungan antara

penyakit dan dosa secara an sich. BagiNya penyakit bukanlah sebab untuk
67

mengadakan rupa-ruupa pertimbangan dan spekulasi tetapi titik-tolak untuk karya

penyelamatanNya sebagai tanda (dan kesaksian) dari Kerajaan Allah yang telah

ada.peristiwa dalam kitab suci yang mendukung gagasan ini seperti dalam kisan

penyembuhan orng yang buta sejak lahir ( Yoh 9), bahwa arti cerita itu ialah kita tidak

diizinkan untuk mengetahui segala sesuatu dan tidak seharusnya juga menghubungkan

suatu penyakit atau bencana dengan dngan suatu dosa yang Konkrit.Walaupun

memang tidak dapat disangkal bahwa dalam kitab suci terdapat juga kesaksian tentang

hubungan yang nyata antara penyakit dan dosa. Salah satu dianaranya ialah 1 Korintus

1. Disana dikatakan bahwa ada anggota jemaat yang sakit dan lemah bahkan ada yang

mati karena mereka berdosa kepada “tubuh dan darah Tuhan”. Atau juga saat Yesus

menyembuhakan seorang yang telah 38 tahun sakit pada hari Sabat di kolam Bethesda.

Yesus memberikan nasihat kepada orang itu untuk tidak berbuat dosa lagi karena

ia telah disembuhkan, supaya padamu jangan lagi terjadi yang leibih buruk (1 Kor 11

:14). Dengan perkataan ini ia terang menunjuk pada situasi dosa yang ada pada orang

itu yang ada hubungannya dengan penyakitnya. Namun yang perlu diingat ialah

perkataan Yesus ini ditujukan kepada orang tertentu dan dalam keadaan yang tertentu

pula, sehingga orang itu dapat mengerti perbuatan Allah dengan dia. Juga nasihat Yesus

ini patut menjadi pembelajaran bagi semua kita bahwa hal itu jangan juga dianggap

sebagai suatu keteranga umum yang dapat kita terapkan “begitu saja” pada “semua

hal” penting untuk diperhatikan lebih dalam juga bahwa nasihat Yesus ini ia berikan
68

bukan di Bethesda, bukan dengan ketahuan orang lain, bukan sebelum penyembuhan,

tetapi sesudah itu, didalam Bait Allah, dibawah empat mata.48

A.1. Penyakit wajar terjadi dalam hidup karena merupakan bagian dari

kehidupan yang harus dijalani.

Manusia hidup dengan beragam keterbatasan termasuk keterbatasan kondisi fisik

juga psikis yang mana jika terlalu dipaksakan untuk bekerja akan mengalami gangguan

yang bisa menimbulkan penyakit. Hal ini sangat lumrah terjadi atau bisa saja terjadi

karena virus yang bisa mematikan contohnya virus HIV atau bisa saja penyakit itu

datang dari kondisi lingkungan yang tercemar dan bukan karena perbuataan penderita

sakit itu sendiri.

Penderitaan karena penyakit juga merupakan proses bagi orang percaya sebagai

bagian dari penderitaan yang dialami oleh Yesus Kristus dan merupakan sukacita bagi

setiap orang percaya oleh karena Tuhan mengubahnya dengan kemuliaan dimasa yang

akan datang apabila itu terjadi oleh karena nama Tuhan. Umat melihat bahwa

penderitaan ini akan mendatangkan kekuatan bagi mereka yang lemah. Penderitaan

kerap dipandang sebagai ujian untuk menaikan kualitas iman percaya mereka kepada

Allah dan melihat penderitaan sakit itu bahwa Allah akan turut menderita bersama

dengan mereka yang sakit dan ada proses penantian yang harus dilalui sampai

penderitaan akan berakhir dengan penyembuhan dari Allah sendiri lewat berbagai cara

48 48 J. L. Ch. Abineno, Penyakit dan Penyembuhan (Jakarta: 1972), hlm. 56-64


69

seperti yang sudah dijelaskan sesuai pengalaman para informan diatas. Penderitaan

tidak bisa secara sempit dipandang sebagai sekadar hukuman dari Tuhan atas dosa

manusia. Jawaban yang pasti mengenai asal penderitaan karenanya akan selalu menjadi

pertanyaan dari masa ke masa. Disini penderitaan menjadi sebuah masalah, terutama

dalam penghayatan iman akan Allah. Penderitaan sebagai salah satu sisi kehidupan

manusia yang tak terelakkan tetap merupakan suatu misteri, sehingga tidak satu pun

ciptaan tahu mengapa Allah menganugerahkanya. Hal yang jelas ketika berbicara

mengenai penderitaan ialah, bahwa penderitaan merupakan realitas hidup manusia

yang nyata dan tak terhindarkan. Kekristenan tidak memuja kesakitan. Sama sekali

tidak! Akan tetapi ia mengajak kita merangkulnya sebagai bagian dari berkat Tuhan

yang bernama kehidupan.

Karena semua realitas baik yang ada di sekitar kita atau di dalam diri kita

senantiasa berwajah ganda termasuk rasa sakit karena penyakit yang kita alami.49

A.2. Kuasa doa dan iman berperan penting bahkan cenderung aktif dalam masa

penderitaan sakit sampai proses penyembuhan.

Sebelumnya dikatakan bahwa penyakit adalah musuh yang harus kita lawan yang

dimaksudkan dengan perlawanan disini bukanlah suatu terapi baru sebagai ganti terapi

medis. Mengutip perkataan Thurneysyen berikut ini : ” tidak ada yang lebih buruk

daripada terapi rohani yang memakai iman dan doa seperti yang dibuat oleh dukun-

49 Harold S. Kushner, Derita, Kutuk atau Ramat ( Jogyakarta : 1987) hlm. 27


70

dukun kafir yaitu sebagai alat untuk mencapai sukses dalam penyembuhan. Iman

bukanlah karunia yag dianugerahkan Allah kepada manusia utuk menyambut karya

penyembuhanNya, tetapi kekuatan atau fungsi di dalam diri manusia sendiri yag dapat

mengadakan penyembuhan. Iman adalah meyakini kekusan Allah dan itu harus terjadi

bagi orang percaya lewat penderitaan yang dirasakan sebab dari penderitaan itulah akan

merasakan kekuasaan Allah untuk menolong setiap orang yang menderita karena

beriman bukan hanya soal percaya tapi juga derita (filipi :29). Tindakan Allah ini juga

dapat mempergunakan alat-alat medis atau psiklogis50.

Ilmu kedokteraan tidak boleh kita lepaskan dari hubungannya dengan Allah bahwa

keputusan memita bantuan medis bukanlah keputusan yang lahir dari kebiasaan tetapi

dari iman. Terlihat pula bahwa dalam proses penyembuhan ada unsur media yang

digunakan informan dengan berdoa misalnya minyak yang didoakan dan air yang

dipakai. Ini jelas menegaskan bahwa kesembuhan ilahi atas kekuasaan Allah dan

anugerahNya bagi mereka yang sakit. Selain ada juga pengobatan medis yang

dilakukan bahkan ada yang terpaksa menghentikan proses pengobatan medis karena

masalah biaya dan hanya mengandalkan minyak dan air yang digunakan saja untuk

sembuh dan hal ini dianggap oleh informan sebagai mujizat dari Allah51.

Jemaat memahami bahwa penderitaan fisik seperti penyakit kanker,lumpuh,

maupun stroke dan penyakit lainnya tidaklah menyenangkan. Penderitaan itu pasti

50 Ibid., hlm. 84
51 Hasil wawancara dengan ibu YL, tanggal 29 Oktober 2018 pukul 19.00 WIT
71

menjadi beban baik bagi si penderita sendiri maupun bagi orang-orang yang ada di

sekitarnya. Selain pertolongan dari keluarga dekat dan medis, hal yang dianggap

penting oleh jemaat adalah doa. Berdoa untuk memohon dengan sungguh-sungguh

serta bersandar dan berharap kepada Tuhan agar yang menderita sakit mendapat

kesembuhan. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, kata doa berarti permohonan

(harapan,permintaan, pujian) kepada Tuhan52. Berdoa berarti mengucapkan

(memanjatkan) doa kepada Tuhan.

Berdoa ialah mempersembahkan keinginan kita kepada Allah53, di dalam nama

Yesus Kristus dengan pertolongan Roh Kudus. Berdoa adalah mengadakan

pembicaraan dengan Allah. Berdoa tidak hanya sekedar mengucapkan kata-kata saja.

Doa ialah pernyataan dari isi hati kita yang terdalam yaitu suatu pengalaman dalam

komunikasi yang nyata dengan pencipta kita. Berdoa ialah berbicara dengan Allah

tetapi juga mendengarkan Allah berbicara dengan kita. Mengapa harus berdoa? Doa

dapat menjadi suatu kegiatan yang paling penting dan paling mendatangkan kuasa

dalam sepanjang hidup kita. Bobb Biehl dan James W. Hagelganz mengatakan

beberapa alasan mengapa kita berdoa:

 Doa dapat membawa sesuatu untuk diri pribadi.

 Doa mencakup persekutuan dan perhubungan dengan Tuhan semesta alam.

52 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indoneia, (Jakarta: Balai Pustaka,
2002), hlm. 271
53 ibid
72

 Doa menolong Anda melihat kehidupan ini dari segi perpektif yang lebih luas

dan menghadapi persoalan-persoalan yang terjadi dengan lebih jelas

sebagaimana anda menghadapi kekekalan.

 Doa merupakan kunci untuk memahami kehendak Allah. Bila anda mengetahui

kehendak Allah , anda dapat menyerahkan diri pada petunjuk dan pimpinannya.

jika anda berserah kepada kehendak Allah , anda tidak hanya menerima damai

sejahtera, tetapi juga kekuatan, pimpinan dan penyelesaian54.

Hal yang penulis dapati juga bahwa fenomena kebutuhan untuk berdoa lebih

dirasakan informan saat menderita sakit karena bentuk kepasrahan diri mereka.

Memang kebanyakan mereka pada awalnya saat mengaitkan dengan dosa di masa

lampau juga kerap kali berpikir bahwa penyakit yang diderita juga akibat perbuatan

ilmu-ilmu hitam atau okultisme pemikiran umat seperti ini masih kuat sehingga

penyembuhan alternatif oleh dukun juga sering ditempuh.

Walau pada akhirnya saat tidak mendapat apa yang dicari maka doa merupakan

ekspresi umum dari spiritualitas pasien. Ada beberapa orang menyebut doa sebagai

berbicara dengan Tuhan, orang lain seperti orang sakit mengartikan doa secara lebih

luas seperti meditasi refleksi dan komunikasi dengan kekuasaan transenden atau

kekuatan di dalam atau di luar diri sendiri dan ini juga yang menjadi alasan untuk tetap

kuat dan tidak menyerah dengan penyakit hingga bisa sembuh. Bukan saja obat dan

penanganan yang diberikan kepada fisik yang sakit karena jiwa orang yang sakit

54 Bobb Biehl & James W.Hagelganz, Berdoa, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, tt), hlm. 12.
73

fisiknyapun perlu untuk disentuh dan diberikan penguatan untuk itu doa merupakan

obat dan kebutuhan penting bagi mereka yang sakit.

B. Penderitaan dipandang sebagai suatu proses atau perjalanan hidup menuju

penyempurnaan.

Manusia diajak untuk melihat realitas penderitaan dari sudut pandang Allah dan

penuils menulis menemukan itu dalam wawancara yang dilakukan pada semua

indorman. Mereka selalu erkayakinan Allah yang Maha baik menghendaki kebaikan

bagi setiap manusia di balik setiap bentuk penderitaan yang diizinkan-Nya.

Di akhir proses kehidupan yang memuat penderitaan sebagai salah satu bagiannya,

Allah menanti dengan sabar. Penderitaan hanya bersifat sementara, atau seperti kata

Paulus, “kematian tak lagi berdaya sengat”; habis gelap akan terbit terang. Manusia

disadarkan bahwa ia tidak pernah sendirian dalam menghadapi penderitaan.

Penderitaan menyakitkan dan menimbulkan luka. Meskipun demikian, selalu ada

sesama yang mendampingi, bahkan Allah sendiri, yang adalah “Bapa”, hadir dan selalu

mengulurkan tangan.

Dengan kesadaran ini, penderitaan menjadi realitas yang dapat dihadapi dengan

suka rela,bahkan dapat diterima dengan penuh syukur. Melalui penderitaan, bukan

hanya manusia menjadi semakin mengenali Allah, melainkan Allah pun semakin

mengenali manusia. Allah menyetujui provokasi setan untuk mencobai Ayub dengan

penderitaan (Ayub 1:6-12), bukan hanya untuk memperlihatkan kepada setan bahwa
74

Ayub adalah orang yang sungguh tulus, namun juga untuk mengenali bagi diri-Nya

sendiri siapakah Ayub itu.

Ternyata bahwa dia sungguh-sungguh orang yang beriman. Pengenalan yang

semakin mendalam antara Ayub dan Allah ini menciptakan persahabatan (relasi yang

intim) di antara keduanya, yang kembali terjalin seperti dulu. Sama seperti kebanyakan

umat yang mengalami Allah saat menderita sakit, relasi manusia dan Allah menjadi

kembali intim setelah merasa bahwa ada Allah yang bersama dengan mereka sampai

mereka mengalami penyembuhan itu. Penderitaan karena penyakit ini juga sebenarnya

karena Allah mengasihi untuk mengingatkan umatnya sama dengan yang dikatakan

Eka darmaputera s tentang sakit sebagai megaphon dalam hidup manusia.

C. Penyakit dan Penyembuhan sebagai Sarana untuk Mengalami Allah.

Wajah Allah bukan saja pada berbagai bentuk kebahagiaan dalam hidup. Seperti

keberhasilan atau juga bisa berupa kesehatan seseorang. Penderitaan mengajarkan

bagaimana seharusnya setiap kita menjadi kuat melalui kelemahan yang kita rasakan.

Tidak mungkin seseorang merasa kuat tanpa ia sebelumnya sama sekali belum

merasakan apa itu sakit atau apa itu penderitaan karena disitu juga ada wajah Allah

sebagai bentuk partisipasi Allah yang mendampingi juga menguatkan setiap mereka

yang sakit. Allah tidak meninggalkan mereka yang sakit erjalan sendiri meainkan

penyertaan Allah selalu menyertai sampai pada kondisi dimana itu dilihat sebagai

puncak dari kesabaran mengolah rasa sakit itu menjadi baik adanya karena Allah. Ini

tentu tidaklah terlepas dari Allah yang juga pernah merasakan penderitaan di dunia.
75

Sehingga janganlah juga kita yang sering menganggap bahwa Allah tidak adil dalam

kehidupan ini.

Melainkan sesungguhnya sedari dahulu Allah telah tahu batas kemampuan masing-

masing kita selaku anakNya tinggal bagaimana kita selanjutnya merespon itu dengan

tetap tegar dan sabar menekuninya sembari memohon pertoongan Allah utuk

menguatkan. Atau menerima itu semua sebagai takdir Allah tanpa meresponinya

dengan melakukan tindakan-tindakan untuk mendukung datangnya keselamatan lewat

penyembuhan.

Karena Allah tidak bekerja sendiri namun Aallah memakai sesame kita baik

keluarga dokter atau siapapun itu unuk mendung karyaNya bagi umatNya di dalam

dunia. Termasuk lewat proses penderitaan sakit sampai pada Penyembuhan yang

memang terjadi atas Kehendak bebasNya bagi manusia.

D. Penyakit Bukanlah Jawaban Melainkan Sikap

Pada bagian lain, bertolak pada pemikiran Eka Darmaputera yang menyinggung

tentang kecenderungan manusia ketika berhadapan dengan sakit-penyakit untuk

bertanya, ”Mengapa saya sakit? Apa sebabnya? Siapa yang menyebabkannya?”

Menurut Eka, jika pertanyaan-pertanyaan itu dicari jawabannya dalam Alkitab,

ternyata Alkitab bukanlah ”buku kunci”, sebab Alkitab tidak punya satu jawaban.

Karena itu sulit bagi manusia untuk memastikan mana penyebab yang sesungguhnya
76

dari penderitaannya (lih. Darmaputera, 2004: 63, 74-75). Mengingat hal tersebut, Eka

mengingatkan bahwa semua pertanyaan tersebut menunjuk ke masa lampau.

Sementara yang Yesus kehendaki, menurut Eka, adalah manusia melihat ke depan.

Kondisi sekarang bahwa ia sakit. Apa yang dapat dan harus dilakukan sekarang,

supaya ’pekerjaan-pekerjaan Allah dinyatakan’ melalui keterbatasan ini?” Pada

bagian selanjutnya dari bukunya, Eka menegaskan perihal di atas, bahwa isu kesakitan

dan penderitaan bukanlah isu enteng yang cukup dijawab dengan luapan emosi atau

argumentasi logis semata. Lebih dari emosi dan argumentasi, Allah – menurut Eka –

menuntut SIKAP yang benar dan tepat (Darmaputera, 2004: 61 & 98).

Eka menguraikan lebih lanjut sikap yang dimaksud (selain perkataannya di

atas), yakni jangan sampai penderitaan mematahkan semangat serta memadamkan

seluruh vitalitas hidup kita. Sekalipun kemampuan orang yang sakit dan menderita

amat terbatas dan kekuatannya tak tersisa banyak, orang yang sakit dan menderita harus

berusaha menjadikan hidupnya tetap bermakna, bagi diri sendiri, bagi sesama, dan bagi

Tuhan. Selanjutnya ia memberikan contoh tentang sikapnya dalam menghadapi

penyakit mematikan yang menggerogoti tubuhnya. Dalam doanya, ia tidak terutama

meminta kesembuhan, walaupun kerinduannya untuk sehat kembali cukup besar. Doa

Eka yang utama adalah agar dalam sehat atau sakit, sembuh atau tidak, Eka masih

berguna bagi Kerajaan-Nya; ia dilayakkan dan dimampukan untuk menjadi saksi nyata

dari kebaikan-Nya (Darmaputera, 2004: 75).

Tinggal selanjutnya bagaaimana kita meyikapi kesakitan dan penderitaan?

Bagaimana seharusnya kita memandangnya, memahaminya, dan kemudian bersikap


77

sesuai dengan itu?. Terlebih jika kita yang sakit menerima anugerah Allah lewat

penyembuhan. Kita dapat menjadi sumber kekuatan dan inspirasi bagi orang lain, justru

karena kelemahan kita itu. Dan juga dapat membuat Allah dimuliakan melalui sikap

penyerahan diri kita.

E. Teologi yang Relevan dari Penyakit dan Penyembuhan

Sesuai dengan pengalaman umat untuk mampu berteologi lewat proses penderitaan

sakit dan perjuangan sehigga bisa mengalami penyembuhan. Dalam prooses penantian

inilah bukan hanya kesembuhan yang diterima pada akhirnya tapi ada pembelajaran

diri dan hidup mereka seperti ditempa untuk menjadi lebih baik. Penyakit tidak dilihat

lagi sebagai kutuk dari Allah tapi dilihat sebagai berkat yang membuat mereka mampu

menjadi lebih berkembang oleh karena iman. Penderitaan sakit menjadi bermakna dan

para penderita memperoleh daya kekuatan untuk menanggungnya sebagai sesuatu yang

berharga. Penderitaan tidak lagi dipandang sebagai beban kehidupan, melainkan bagian

integral kehidupan. Perbedaannya di sini ada pada disposisi batin, yakni ketika manusia

mampu menemukan makna penderitaannya dalam kerangka kehendak Allah.

Berkat karena mampu menemukan Allah lewat derita mereka karena sebelumnya

saat ada dalam sukacita dunia tidak mampu merasakan Allah sampai Allah hadir dalam

bentuk derita untuk dirasakan guna dikuatkan untuk mendapat pemulihan dari sakit itu.

Analogi Allah sebagai Bapa atau ‘bapak’ dalam sapaan sehari-hari, membantu manusia

menerjemahkan penderitaannya sebagai hal yang mendidik, mendewasakan, dan

membawa berbagai manfaat lain baginya. Seorang bapak yang baik tidak selalu

menggendong atau menuntun anaknya, namun ada kalanya membiarkan anak itu
78

berjalan sendiri meskipun harus menderita karena terjatuh berulang kali. Melalui cara

ini, anak menjadi pribadi yang berdaya juang dan mandiri.

Gagasan senada diungkapkan pula dalam dokumen Salvifi ci Doloris dari Paus

Yohanes Paulus II (1984) dengan mengutip 2Mak. 6:12, “hukuman-hukuman ini tidak

bermaksud untuk membinasakan bangsa kita, tapi untuk memperbaikinya.” 55Kutipan

ayat Kitab Suci ini mau menegaskan manfaat atau hikmah di balik penderitaan.

Penderitaan yang dialami manusia terjadi seizin Allah, yang diimani manusia sebagai

seorang Bapa. Seorang Bapa mengetahui apa yang dibutuhkan anaknya (bahkan

sebelum diminta) dan tidak akan memberikan apa yang sebaliknya.

Dalam konteks relasi Bapa dan anak, hukuman yang dipahami sebagai

pembiaran Allah dimengerti bukan untuk membinasakan, melainkan untuk

memperbaiki. Perbaikan dari hal-hal yang kurang benar, merupakan kebutuhan seorang

anak agar menjadi lebih matang dan berdaya juang dalam kehidupan. Alasan edukatif

ini mungkin dapat dipahami sebagai salah satu maksud Allah membiarkan manusia

mengalami berbagai penderitaan semasa hidupnya.

Dengan memahami dan menghayati kebenaran iman ini, tak ada alasan bagi

manusia untuk goyah ketika mengimani Allah. Bahkan untuk semua resspon mengenai

penyakit dan penyembuhan. Mereka mencoba memahami mengapa Tuhan

55 Karl Rahner, Theological Investigations XIX (New York: Crossroad, 1983), hlm 207-

208.
79

menghendaki penderitaan sakit itu? Apakah itu untuk kebaikan kita atau itu adalah

bentuk hukumanNya bagi kita. Yang mana sering melupakan tentang Tuhan yang juga

menderita disamping gambaran tentang Tuhan yang mencipta dan memerintah.


80

BAB IV

AKSI PASTORAL

Langkah pendampingan pastoral menjadi penting sebagai terapi untuk

menolong umat. Pelayanan pastoral juga merupakan bagian penting bagi pemberitaan

firman Allah. Pelayanan fiman Tuhan melalui mimbar sekaligus untuk banyak orang,

tidak dapat menjangkau tiap-tiap pribadi yang senantiasa unik. Maka dari itu

pemberitaan Firman Allah lewat mimbar harus dilengkapi dengan pemberitaan secara

pribadi.56 Ciri khas pendampingan dan konseling pastoral adalah bersifat holistik

dengan ciri keinginan melayani manusia secara utuh sesuai dengan teladan Yesus.

Hoffman mengatakan bahwa semua pendampingan dan konseling pastoral diarahkan

untuk menjadi sarana karunia Allah.57

Aksi-aksi yang perlu dilakukan bagi umat adalah sebagai berikut :

1. Mengembangkan pelayanan Gereja yang kontekstual.

Maka dari itu perlu dikembangkan lagi konsep pelayanan kontekstual bagi

para pelayan Gereja.

2. Menumbuhkan pemahaman tentang pendeta sebagai profesi penolong.

Hal ini dikarenakan pandangan umat yang melihat pendeta sebagai pejabat atau

pemimpin Gereja dan bukan sebagai penolong atau konselor yang

56 Tim penulis: Panitia metode studi kasus Jawa, studi kasus pastoral III Jawa (Jakarta, 1990),
hlm. 187
57 John C. Hoffman, Permasalahan Dalam Konseling (Kanisius & BPK, 1993), 25-26
81

professional.Sehingga jemaat kurang memanfaatkan adanya pendeta sebagai

konselor profesional.

3. Melengkapi Pendeta dengan kemampuan konseling yang memadai.

Gereja selama ini masih ragu dalam memakai ilmu-ilmu lain selain Teologi.

Padahal untuk menjadi seorang penolong yang baik, serang pendeta perlu

mengerti ilmu-ilmu selain ilmu Teologi untuk mengefektifkan pelayanannya.

4. Konselor pastoral tahu tentang dirinya sendiri yang berkaitan dengan

spiritualitas dan kepribadiannya, citra, peran, fungsi dan tujuan sebagai seorang

konselor. Hal ini penting karena ketika konseli diarahkan mencari pemecahan

masalah yang didasarkan pada dimensi spiritualnya, maka konselor harus

dikembangkan untuk terus tumbuh dalam pengharapan kasih Allah.

5. Relasi pendamping dan yang didampingi dibangun dalam bentuk relasi yang

mesra dan harmonis, yang memungkinkan untuk mengalami kedamaian dan

kebahagiaan, sehingga menumbuhkan sikap saling menghargai. Pendamping

mendasarkan relasi pada kasih (1 Korintus 13) sehingga hubungan pendamping

dan yang didampingi dapat menumbuhkan nilai spiritual.

Hubungan ini berdimensi spiritual karena peran pastoral mengandung pengertian

hubungan Allah dengan manusia yang membutuhkan pertolongan Allah yang

memelihara dan membimbing. Melalui hasil penelitian pada kenyataannya penulis

memahami bahwa sejak dulu dimensi lintas budaya sudah menjadi bagian dari

proses pelayanan kesehatan di Indonesia termasuk juga di Maluku. Paradigma

pelayanan pada masa sekarang sudah lebih humanis dan mengedepankan prinsip
82

kesetaraan sesama manusia. Oleh karena itu, sudah tentu kompetensi-kompetensi

pelayan dalam konteks pelayanan pastoral mengedepankan pemahaman dan

implementasi konseling lintas budaya.

Bagi orang sakit kesembuhan adalah harapan bagi mereka. Jika kita telusuri

dalam tradisi iman Kristen, maka penyembuhan merupakan bagian integral dari

pelayanan Yesus, dengan demikian pelayanan pastoral sebagai pelayanan

penyembuhan berakar di dalam Yesus, seperti yang dikemukakan oleh De Gruchy

dalam V. Magezi (2006) menjelaskan hubungan yang erat antara penyembuhan dan

keselamatan. Dia berpendapat bahwa kesembuhan tidak dapat dipisahkan dari

gagasan tentang keselamatan. Pelayanan kesembuhan yang dilakukan oleh Yesus

dan Jemaat mula-mula merupakan bagian dari proklamasi kerajaan sorga.

Kesembuhan dalam Alkitab merefleksikan pemahaman yang holistik mengenai

kemanusiaan dan realita.

Kehadiran pendeta dalam proses konseling menjadi jembatan dalam proses

pemulihan relasi antara manusia dengan sesama dan Tuhannya. Hal ini menunjukkan

bahwa pelatihan merupakan bagian penting dalam mempersiapkan pendeta melakukan

proses konseling dengan berbagai metode dan pendekatan yang tepat untuk menangani

orang-orang sakit. Sama dengan yang dikemukakan oleh Benner yang berpendapat

bahwa salah satu pembeda antara konseling pastoral dan konseling pada umumnya,

yaitu adanya pelatihan khusus kepada para pendeta. Pelatihan kepada pendeta penting

sekali karena memberikan suatu perspektif spiritual yang unik terhadap orang-orang

dan masalah yang mereka hadapi sehingga mempersiapkan mereka untuk melihat
83

orang lain secara spiritual dan memahami perjalanan dan tantangan-tantangan yang

mereka hadapi saat ini dalam konsep relasi mereka dengan Tuhan.

Pendeta secara unik dipersiapkan untuk mengembangkan kepenuhan spiritual,

dan hal ini harus menjadi pusat dari konseling pastoral. Melihat dari konteks yang ada

melalui penelitian yang dilakukan maka penulis memahami bahwa aspek ritual

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan warga jemaat GPM di

Amahai-Soahuku yang masih kental dengan tradisi dan kepercayaan mereka dimana

mereka sering meyakini bahwa sakit bisa terjadi karena memang keadaan fisik yang

mereka alami atau bahkan terjadi karena kekuatan di luar Allah yaiu pengaruh mistis

dan oleh karena itu perlu adanya pendamian atau perbaikan hubungan antara mereka

dan Allah melalui pengakuan akan kesalahan yang dibuat, sehingga dalam hal ini perlu

adanya pendekatan pendamaian dimana adanya upaya membangun ulang relasi

manusia dengan sesamanya, dan antara manusia dengan Allah.

Secara tradisi sejarah, pendamaian menggunakan dua bentuk pengampunan dan

disiplin, tentunya dengan didahului oleh pengakuan58.Setelah itu mereka tetap

menyadari pentingnya penyediaan waktu khusus untuk bercakap-cakap dengan pasien

yang membutuhkan. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa mendengarkan,

mengunjungi dan berdoa merupakan strategi dasar konseling pastoral yang diterapkan

oleh para pendeta. sebagaimana yang dikemukakan oleh Ausburger (1986) bahwa

58David G. Benner. 1997. Strategic Pastoral Counseling: A Short-Term Structured Model. Baker
Books, hal. 23.
84

seorang Konselor yang mampu secara budaya dibedakan oleh lima karakteristik yang

bisa terukur dan dipelajari yang melindungi mereka, konseli, dan proses konseling

yaitu:

a) Konselor yang memiliki kesadaran budaya memiliki suatu pemahaman yang

jernih mengenai nilai-nilai budayanya sendiri dan asumsi-asumsi dasar.

Mereka mengenali kebiasaan-kebiasaan manusia mana yang mereka pandang

sesuai atau tidak sesuai, diharapkan atau tidak diharapkan, membangun

kehidupan atau menghancurkan. Mereka sepenuhnya sadar bahwa orang lain

memegang nilai dan asumsi yang berbeda, yang sah bahkan ketika nilai dan

asumsi tersebut berbeda dengan apa yang dipahaminya. Pemahaman ini telah

diinternalisasi sebagai pengetahuan (kognitif) dan kesadaran (afektif)

sehingga konselor terhindar dari ketidaksengajaan memaksakan nilai atau

secara tidak sadar mempengaruhi orang lain untuk menerima arahan yang

berbeda dengan komunitasnya.

b) Konselor yang memiliki kesadaran budaya memiliki suatu kapasitas untuk

menyambut, memasuki, dan menghargai pandangan orang lain tanpa mengingkari

legitimasi mereka. Mereka dapat merasakan empati yang mengasumsikan suatu

landasan budaya yang sama, dan merasakan nyaman pada batasan-batasan pandangan.

Mereka dapat memasuki dunia orang lain, merasakan perbedaannya, dan menghargai

perbedaan namun di satu sisi memegang teguh keunikan dunianya sendiri.

c) Konselor yang memiliki kesadaran budaya mencari sumber pengaruh dalam orang

dan konteks, contoh individu dan lingkungan. Tindakan dan para pelaku, tingkah laku
85

dan konteks, interaksi konseling tertentu dan lngkungan budaya harus dilihat,

dipahami, dan dihormati.

d) Konselor yang memiliki kesadaran budaya mampu bertindak melampaui teori,

orientasi, atau teknik konseling, dan menjadi manusia yang efektif. Mereka benar-

benar elektik dalam konseling mereka, bukan dalam pemilihan acak teknik yang

bekerja tetapi fleksibilitas keilmuan yang memungkinkan mereka untuk memilih

serangkaian ketrampilan konseling tertentu sebagai suatu pilihan yang

dipertimbanjgkan mengenai ketepatannya terhadap pengalaman hidup konseli tertentu;

e) Konselor yang memiliki kesadaran budaya melihat diri mereka sebagai warga

universal yang terhubung dengan semua manusia tetapi juga berbeda dari mereka

semua.

Mereka hidup di dunia ini, bukan hanya dalam komunitas atau negara mereka. Dunia

ini adalah rumah mereka, semua manusia telah menjadi saudara mereka. Sehingga

mereka menghormati perbedaan dan juga persamaan, keunikan dan juga kesamaan.

Bertolak dari konsep tersebut, maka seorang pendeta konselor yang bergerak dalam

pelayanan orang sakit terutama orang Marapu harus melihat kajian terhadap hal-hal

yang berhubungan dengan sakit dan kesembuhan dari perspektif kebudayaan orang

sakit. Hal-hal semacam ini tampak dalam alam kehidupan sehari-hari tiap individu

dalam masyarakat tersebut lewat pola perilaku, sikap, dan pendapat yang sama dalam

kaitannya dengan pola Komunikasi, bertahan hidup dan mengembangkan pengetahuan

mereka tentang hidup dan sikap terhadapnya, karena dalam suatu komunitas
86

kebudayaan tertentu membangun dunia yang mereka kenal melalui cara seperti

hubungan kekeluargaan, keyakinan, ritual, mitologi, dan Bahasa.

Berikut adalah aksi-aksi pastoral yang perlu dilakukan.

1. Pembimbingan

Sehubungan dengan ini konselor harus memiliki kesadaran diri dalam memberikan

bimbingan bagi konseli bahwa masing-masing memiliki nilai budaya dan kepercayaan

yang berbeda. Dalam pembimbingan yang harus dilakukan oleh konselor adalah

mengarahkan konseli agar memiliki pemikiran dan tindakan alternatif dalam

penerimaan jati diri yang positif mengarahkannya pada kebaikan jiwanya di masa

sekarang dan yang akan datang. Teknik yang digunakan yaitu mendengarkan dan

berempati.

Dalam teknik ini perlu dilakukan:

a) Mendengarkan, hadir bersama dalam artian antara konseli dan konselor sama-sama

bertemu dan tidak langsung memaksa asumsi atau nilai yang dianut oleh konselor tetapi

menghargai asumsi dan nilai-nilai yang dianut oleh konseli, begitupun sebaliknya.

Mendengarkan adalah kunci utama untuk membuka respon konseli akan suasana

kebatinan konseli. Mendengarkan adalah kunci bagi konselor menghayati ungkapan

dan ekspresi konseli dalam permasalahan suasana kebatinan dan pengalaman

kehidupan yang sedang dialami oleh konseli.

b) Berempati adalah sikap utama yang perlu dimiliki seorang konselor agar diri

konselor memiliki kualitas baik dalam mendampingi dan melakukan konseling. Sikap

empati membantu konselor masuk ke dalam dunia konselor, menghayat permasalahan


87

diri konseli sehingga konselor tidak mengklaim konseli akan apa yang dipercayainya,

dan menerimanya sebagaimana adanya, secara utuh dan penuh, demi pertumbuhannya

secara holistik. Ketika konselor berempati maka konseli akan menemukan kesadaran

jati diri yang sesungguhnya dan mengalami pengalamannya secara utuh bagi

pertumbuhan spiritual seseorang atau sekelompok orang.

2. Penopangan

Pembimbingan yang dilakukan kemudian menghadirkan penopangan dalam proses

konseling. kebudayaan masyarakat Sumba sangat mempengaruhi hubungannya dengan

Tuhan dan sesama.

Khususnya dalam hal ini budaya masyarakat Sumba, ketika seseorang memiliki

masalah atau suasana kebatinan yang tidak mengenakan, mereka lebih banyak

menceritakan masalah atau suasana kebatinannya pada keluarga. Prinsip hidup orang

Sumba ketika sedang dalam masalah adalah mereka hanya mengutarakan

permasalahan atau suasana kebatinan yang kurang mengenakan pada keluarga atau

orang-orang tertua dalam keluarga.

Mereka jarang menceritakan apa yang sedang mereka alami kepada orang luar.

Melihat situasi seperti ini konselor hadir dalam penerimaan akan budaya yang ada dan

ketika adanya saling mengahargai sehingga antara konseli dan konselor memiliki

kepercayan akan sebuah dukungan baik dari konselor maupun dari pihak keluarga.

Penopangan dari konselor sebagai pendeta berlangsung dengan menetralkan perbedaan

kepercayaan dengan pasien yang dilayani dengan menekankan pada hal-hal apa yang

sama-sama mereka miliki dan bukan mewakili tradisi budayasang pendeta. Pendeta
88

sebaiknya menjembatani bukan hanya untuk pasien namun juga bagi keluarga pasien

sehingga keluarga juga dapat membantu proses konseling dalam hal ini dapat

menopang kehidupan dari keluarga mereka yang sedang mengalami permasalahan atau

suasana kebatinan yang terganggu.

3. Pendamaian

Seorang konselor harus menjadi sarana pendamaian dimana adanya upaya akan

hubungan relasi yang mengutuhkan dan mendamaikan konseli dengan dirinya sendiri,

sesamanya, dan dalam hubungannya dengan Allah. Pada titik tertentu pendeta sebagai

konselor melakukan konseling dengan memperhatikan tradisi adat istiadata

kebudayaan konseli baik melalui bahasa, simbol dan ritual agama yang dianut pasien

dan keluarga mereka. Misalnya pendeta mempelajari tradisi kepercayaan apa yang

sesuai dengan tradisi kekristenan seperti doa dan melalui nilai-nilai spiritualitas yang

dianut bersama oleh kedua pihak.

4. Penyembuhan

Konselor memiliki tanggung jawab mengatasi beberapa kerusakan yang terjadi

dalam keadaan konseli yang rusak atau mengarahkan jiwa pasien yang sedang dalam

ketidakutuhan kearah yang lebih baik, mengembalikan keadaan pasien seperti semula

sehingga penyembuhan ini membantu kelangsungan hidup pasien di masa depannya

yang lebih baik. Konselor harus menyadari akan keberadaan konseli yang mungkin

patah semangat dalam menjalani kehidupannya atau mungkin pasien yang selalu
89

menyalahkan dirinya bahwa apapun yang ia lakukan adalah salah. Sehingga dalam

proses menyembuhkan konselor harus memiliki sikap yang mendorong konseli untuk

memiliki pikiran yang positif dan memberikan ketenangan.

Proses penyembuhan membutuhkan konselor yang memahami tradisi atau

kebudayaan yang dianut pasien sehingga melalui tradisi yang dianut pasien membantu

dalam menemukan jalan keselamatan dalam pemulihan diri pasien. Dalam hal ini

perlunya panduan bagi konselor yang menghadapi cara misalnya melalui penyembuhan

tradisional untuk menghindari penyimpangan sistem kepercayaan budaya inti pasien.

Konselor harus memiliki kompetensi dalam menangani masalah multikultural secara

konseptual agar melalui penyembuhan ini konselor dapat mengelola masalah spiritual

konseli. Ketika proses penyembuhan ini berlangsung dengan baik maka konseli pun

akan merasakan nilai-nilai spiritual kekristenan dan nilai-nilai spiritual yang memiliki

kesamaan dan adanya nilai-nilai penghargaan dalam saling menerima kebudayaan

masing-masing. Nilai-nilai ini kemudian menjadi dasar pemulihan diri dan pencarian

keselamatan yang membantu keutuhan pasien yang menuntunnya kearah yang lebih

baik dari kondisi sebelumnya. Aksi-aksi pastoral yang dilakukan juga bukan sekedar

tindakan mencari pemecahan atas masalah-masalah yang dihadappi seseorang tapi

penting untuk diingat juga sekaligus mempertemukan mereka yang punya masalah-

masaah tersebut dengan sang penyataan Yaitu Yesus sendiri.


90

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Menurut hasil penelitian yang diakukan penulis. Ada yang menganggap penyakit

karena dosa mereka sendiri, sebagai bentuk tanggung-jawab dari dosa di masa lampau,

sebagai teguran dari Allah untuk bertobat, penyakit juga dilihat sebagai proses

pemulihan kembali hubungan manusia dengan sesama dan juga pemulihan kembali

hubungan dengan Allah serta bagaimana diri mereka sendiri juga menjadi pulih dari

segala hal buruk yang mereka telah lakukan.. Mengalami proses sakit dan

penyembuhan membuat orang sadar akan ketergantungannya kepada Allah dan

pertolngan sesamanya, tapi juga saling ketergantunganya dengan sudara-saudara

senasib.

Penyembuhan juga adalah anugerah Allah Karena bukan bagaimana caranya

penyembuhan itu telah terjadi , tetapi bahwa Allah-lah yang telah mengadakannya,

serta iman kita mengenal dan mengakuinya sebagai akta penyelamatan Allah. Tidak

hanya proses sakit yang dialami tapi banyak proses yang mendewasakan mereka yang

sakit ini karena menemukan Allah dalam pergumulan mereka selama sakit sampai bisa

mengalami penyembuhan dari Allah dalam berbagai bentuk dan cara yang tidak

selamanya bisa ditebak oleh manusia. Penderitaan terhadap penyakit juga harus

berhenti dipahami sebagai akibat dari dosa, sebagai penghukuman tetapi juga sebagai

media penyadaran diri, media pengampunan sekaligus media penyataan Allah.


91

Selama proses sakit berlangsung perlu adanya pendampingan dari gereja lewat

Pendeta sebagai konselor atau bisa juga lewat perangkat pelayanan lain yang bertugas

untuk mendampingi umat sebagai bagian penting bagi pemberitan firman Allah. Aksi

Pastoral memberi tempat pada spiritual maupun intelektual yang perlu dihargai sebagai

mahkluk yang bertumbuh, berkembang dan berkreatif. Pengembangan spiritual maka

klien dapat membangun, memperbaiki dan membina hubungan yang baik, mengalami

penyembuhan, pertumbuhan untuk mengembangkan potensi yang diberikan Tuhan.

B. SARAN

Berdasarkan kesimpulan penelitian, maka penulis merekomendasikan berupa

saran-saran bagi para teolog, pekerjapekerja gereja dan terlebih khusus kepada gereja

Protestan Maluku dalam mengembangkan tugas dan tanggungjawab sebagai yang

terpanggil melakukan pelayanan di dalam dunia berikut :

1. Gereja dalam hal ini Gereja Protestan Maluku perlu memperhatikan dan

meningkatkan pelayanan kesehatan yang telah dipersempit cakupannya. Sesuai

dengan visi gereja untuk mensejahtrakan kehidupan masyarakat maka

pelayanan kesehatan sebaiknya jangan dibatasi hanya pada anggota jemaat

melainkan secara menyeluruh hingga menyentuh masyarakat dengan masalah

kesehatan.

2. Bentuk pelayanan diakonia pun jangan hanya karitatif saja, tetapi lebih dari itu

mengupayakan ketrampilan dan usaha-usaha dengan memberdayakan jemaat

agar menyadari pola hidup sehat serta memberikan semangat dengan cara yang
92

kreatif untuk memotivasi para pasien (warga jemaat) sehingga tidak terpuruk

dengan kondisi yang dialami.

3. Perlu membangun kerjasama dengan dinas kesehatan setempat untuk bersama-

sama melakukan Pelayanan kesehatan secara menyeluruh. Karena warga

jemaat Gereja Protestan Maluku juga merupakan bagian dari warga Negara

Indonesia, warga Kota atau desa setempat yang perlu mendapatkan pelayanan

kesehatan yang memadai sehingga proses pelayanan kesehatan tidak terkendala

biaya dan suplai obat-obatan.

4. Membuka ruang untuk dialog antar agama serta turut bekerjasama dengan

pemerintah setempat untuk meredam berbagai isu-isu kristenisasi yang

dilakukan dalam bentuk kegiatan-kegiatan sosial. Sehingga pelaksanaan

pelayanan kesehatan tidak hanya di lingkup Gereja tetapi dapat dilakukan di

masyarakat umum untuk kesejahteraan bersama.


xix

DAFTAR PUSTAKA

Alkitab dan Kamus.

LAI. Alkitab Edisi Studi. Jakarta: LAI, 2011

Kamus Besar Bahasa Indonesia. Surabaya: Apollo,1997.

Abineno, J.L.Ch Penyakit dan Penyembuhan Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1972.

Aar Van Beek, Pendampingan Pastoral Jakarta : BPK Gunung Mulia 2003.

Bobb Biehl & James W.Hagelganz, Berdoa, Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2010

C. Groenen, Pengantar ke dalam Perjanjian Lama, Yogyakarta: Kanisius, 1980.

Darmaputera, Eka. Hidup yang Bermakna. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2008

Darmaputera, Eka. Jika Aku Lemah, Maka Aku Kuat. Jakarta: Gloria Graffa, 2007

Darmaputera, Eka. Jalan Kematian, Jalan Kehidupan. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007

Darmaputera, Eka. Salib dan Mahkota: Seri Tuhan dari Poci dan Panci. Yogyakarta: Kairos.

2005.

Darmaputera, Eka “Spiritualitas Calvinis” .Gema Teologi, vol. 30, No. 2, 2007

David G. Benner. Strategic Pastoral Counseling: A Short-Term Structured Model. Baker

Books, 1997.

Ismail, Andar. Selamat Berteman. Jakarta: BPK Gunung Mulia., 2007.

J. D. Engel, Konseling Suatu Fungs Pastoral Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2002.

J. Ngelow “Pengantar” dalam Zakaria, Teologi Bencana Makassar : 2006. Metode Studi.

John C. Hoffman, Permasalahan Dalam Konseling , Jogyakarta : Kanisius & BPK, 1993

Karl Rahner, Theological Investigations XIX New York: Crossroad, 1983.


xx

Kasus, Jawa, Studi Kasus Pastoral-III Jawa : BPK Gunung Mulia. 1990.

Paul Budi Kleden, Membongkar Derita : yayasan anugerah, Maumere:2006.

Team penulis SEAGST Institute of Asvanced Pastoral Studies bersama dengan Panitia

Usman, Setiady. Metode Penelitian social, Jakarta, Bumi Aksara , 2008.

Singgih, Emmanuel Gerrit- “Allah dan Penderitaan di Dalam Refleksi Teologis Rakyat

Indonesia” dalam Zakaria J Ngelow, Teologi Bencana Makassar : 2006.

William A. Clebsch & Charles R. Jaekle, Pastoral Care in Historical Perspective, Prentice

Hall, Inc.1964.

Anda mungkin juga menyukai