Anda di halaman 1dari 11

Membangun Sikap Adil dan Beradab dalam Keluarga

dan
Masyarakat Menurut Iman Katholik

Disusun oleh

Yohanes Kevin Armando Putra

2KA26/17115269

Dosen : A Woda Stevanus

UNIVERSITAS GUNADARMA
Kata Pengantar

Pertama-tama mari kita panjatkan puji syukur kepada Yesus Kristus karena atas berkat-Nya,
saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu dan tanpa kendala apapun. Dan tidak lupa
juga saya mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu saya untuk
menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Besar harapan saya agar makalah ini dapat berguna untuk pengetahuan bagi para pembaca.
Dan juga tidak lupa saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan makalah ini.

Bekasi, 28 April 2017

Penulis
Pendahuluan

Penjelasan Tema Makin Adil Makin Beradab

Adil secara umum berarti tidak memihak, tidak berat sebelah. Namun, adil juga bisa berarti
berpihak pada yang benar, berpegang pada kebenaran.

Kata makin adil mengandung unsur “perjuangan” karena anggapan awalnya adalah keadaan
yang sudah adil tapi masih perlu ditingkatkan lagi. Oleh sebab itu, tingkat keadilan yang
ingin dicapai adalah adil seperti pada pengertian yang kedua, yaitu berpihak pada yang
benar, berpegang pada kebenaran.

Gambaran sempurna sikap adil yang kedua ini dapat kita temukan dalam pribadi Yesus
Kristus melalui seluruh hidup dan karya-Nya.

Yesus Kristus berpegang pada kebenaran, memperjuangkan kesetaraan martabat manusia,


dan menentang penindasan dan lain sebagainya. Sikap semacam inilah yang akan kita jadikan
acuan untuk mendekati kesempurnaan sikap adil.

Beradab berarti berbudi bahasa baik dan maju hidup lahir batinnya. Orang yang beradab
adalah pribadi yang menjunjung tinggi moralitas.

Pemahaman kata “makin beradab” perlu dilihat dari nilai kemanusiaan yang universal, dan
bukan hanya dari sisi agama saja. Perjuangan untuk menjadi makin beradab wujudnya adalah
menciptakan kondisi yang memungkinkan untuk hidup bersama.

Seperti sikap adil, kita juga juga menemukan sikap beradab ini pada ajaran dan teladan hidup
Yesus Kristus.

Dengan memahami ajaran Yesus dan meneladan cara hidup-Nya kita dapat memegang nilai
moral kristiani dan sekaligus nilai moral universal. Inilah pegangan kita untuk menjalin relasi
dengan orang di luar kelompok serta mengembangkan kehidupan bersama yang saling
menghargai.

Sebagai mitra Allah kita diundang untuk mewujudkan sikap adil dan beradab bagi sesama.
Untuk melaksanakan misi ini, kita perlu merancang dan menyiapkan gerakan dalam keluarga,
lingkungan dan wilayah dengan satu program APP yang sesuai dengan lingkup dan konteks
komunitas kita.

Makin Adil Makin Beradab Dalam Keluarga

Keluarga adalah “Gereja Rumah Tangga” yang setiap anggotanya mencinta dan dicinta tanpa
syarat. Seluruh anggota keluarga dengan sadar membangun relasi kasih dan dan merawatnya
dalam kesatuan ikatan darah.

Dalam relasi kasih itulah keluarga menyemaikan dan menumbuhkembangkan nilai-nilai


kristiani. Di dalam keluarga iman, harapan dan kasih ditaburkan, dipupuk dan dirawat agar
tumbuh dan berbuah keutamaan-keutamaan hidup.

Keutamaan-keutamaan seperti sikap adil, belarasa dan mengutamakan orang lain dibina
dalam praktek hidup keluarga. Selama proses pendidikan ini anak-anak menerima pewartaan
iman yang didukung oleh kebiasaan-kebiasaan rohani seperti doa, laku matiraga dan belarasa.

Namun dalam praktek, hidup dan relasi dalam keluarga tidak selalu berjalan mulus serta
berbuahkan keutamaan-keutamaan. Relasi antara anggota keluarga yang satu dengan yang
lain bisa jadi tidak harmonis karena adanya ketidakadilan.

Oleh karena itu, kita ingin belajar cara-cara memperjuangkan dan mewujudkan keadilan dari
keluarga Yakub, khususnya dalam kisah Yusuf.

Sumber inspirasi pendalaman yang pertama diambil dari Kejadian 37: 1-4: “Adapun Yakub,
ia diam di negeri penumpangan ayahnya, yakni di tanah Kanaan.” Israel lebih mengasihi
Yusuf dari semua anaknya yang lain, sebab Yusuf itulah anaknya yang lahir pada masa
tuanya; dan ia menyuruh membuat jubah yang maha indah bagi dia. Tim SKK meminta
fasilitator atau pemandu APP membacakannya dari awal sampai akhir dalam pendalaman
iman di masing-masing lingkungan. Dari bacaan dan peryataan itu dapat diambil butir-butir
renungan: Yakub lebih mengasihi Yusuf dari pada anak-anaknya yang lain. Mengapa?
Pernahkah kita bertindak lebih mengasihi pada salah satu anggota keluarga? Mengapa itu
terjadi? Apakah hal itu menimbulkan kecemburuaan bagi anggota keluarga? Lalu anak-anak
Yakub yang lain membenci Yusuf. Mengapa? Apakah kita pernah menjadi seperti anak-anak
Yakub yang lain itu? Apa tindakan kita?
Pertanyaan-pertanyaan di atas itulah yang kemudian juga memunculkan pertanyan lain dari
sisi Yusuf. Yusuf memaafkan saudara-saudaranya. Bagaimana Yusuf dapat memaafkan
saudara-saudaranya? Apakah kita pernah mengalami seperti Yusuf? Apa tindakan kita?
Memaafkankah? Hal-hal itulah yang dapat menjadi bahan diskusi dan permenungan bersama.

Dalam pemaparannya diharapkan memunculkan aksi nyata saling memahami pekerjaan


suami, istri, anak-anak, orang tua. “Selama APP, cobalah suami melakukan pekerjaan istri,
pilih tugas apa yang akan dilakukan. Misalnya memasak dan menyeterika. Selama APP,
anak-anak membantu pekerjaan orang tua, pilih jenis tugas apa yang dapat dilakukan anak,
misalnya asisten rumah tangga diminta cuti dahulu. Anak-anak kita ajak untuk membantu
melakukan pekerjaan rumah menyapu, mengepel, bersih-bersih rumah, bahkan mencuci dan
menyeterika bajunya sendiri. Selama APP, orang tua mencoba membantu tugas anak-anak,”
Demikian Tim SKK memberikan tantangannya.

Ide-Ide Aksi Nyata Makin Adil Makin Beradab

Berikut ini ide-ide yang dapat Anda pakai sebagai pancingan agar para peserta pertemuan
dapat menyusun rencana aksi nyata:

1. Mengadakan pertemuan keluarga,misalnya seminggu sekali, untuk membuat rencana


bersama, untuk berbagi pengalaman serta untuk membaca kitab suci, mempelajari ajaran
gereja dan doa bersama.

2. Meninjau semua pekerjaan rumah tangga dan menyusunnya dalam tabel: jenis-jenisnya,
pelaksananya, durasi waktu pelaksanaan dan frekuensi pelaksanaannya dalam seminggu atau
sebulan. Apakah pembagian tugas sudah adil? Jika tidak, dapatkah ditata ulang?

3. Melakukan pertukaran pelaksanaan pekerjaan selama masa prapaskah. Misal, suami


melakukan sebagian pekerjaan istri atau sebaliknya, orang tua membantu tugas anak atau
sebaliknya.

4. Memilih kegiatan bersama atau pribadi yang lebih hemat sehingga bisa menyisihkan uang
untuk kotak APP, menyusun rencana pantang/puasa bersama, mengunjungi panti
asuhan/jompo atau teman/saudara yang membutuhkannya, memisahkan sampah organik dan
non-organik.

Makin Adil Makin Beradab Dalam Komunitas Lingkungan

Kita adalah makhluk sosial yang hidup dalam komunitas. Komunitas itu mulai dari yang
terkecil di keluarga atau lingkungan sampai yang terbesar warga planet bumi. Dan kita hidup
bersama dalam semua tingkatan komunitas itu dengan perbedaan dan kesamaan.

Kehidupan dalam komunitas tersebut sifatnya dinamis tergantung situasi dan permasalahan
anggota-anggotanya. Supaya kehidupan bersama tersebut dapat terlaksana dengan tertib dan
nyaman maka perlu ada norma-norma yang disepakati dan komitmen yang dijunjung tinggi
oleh anggota-anggotanya.

Selain menjalani hidupnya masing-masing kita juga wajib berperanserta menjaga keamanan,
ketertiban, kebersihan dan kepentingan bersama yang lain. Dan untuk melaksanakan peranan
itu kita harus keluar dari diri kita sendiri dan mengarahkan diri kepada orang lain dan kepada
Tuhan.

Pertemuan kedua mengambil inspirasi dari Kis 6:1 – 7. Inspirasi diambil dari Kisah Para
Rasul 6: 1-7. Stefanus dipilih dan diutus untuk mengikuti Yesus sampai wafat sebagai martir.
“Matikan rasa egois kita, yang penting itu.” Hal ini menimbulkan butir-butir renungan
“Walaupun komunitas Gereja perdana hidup sehati dan sejiwa (Kis 2: 41-47; 4: 32-37), ada
persoalan hidup sehari-hari.” Para Rasul menyadari: Orang yang tidak berdaya patut
memperoleh pelayanan dan perlakuan yang adil. Orang berhak mendapat kehidupan yang
layak dan beradab sesuai dengan martabat kemanusiaanya.

Dari hal tersebut diharapkan sikap umat Gereja perdana rela berbagi kepunyaan (hak pribadi
atas kepemilikannya) bagi sesama yang berkekurangan. Keadilan bukan hanya sebagai hak
yang patut diperoleh seseorang setelah melakukan suatu kewajiban, tetapi juga untuk
mengasihi Allah dan sesama. “Mencintai orang lain seperti kita mencintai diri sendiri.”
Tindakan ini mencerminkan tindakan beradab. Langkah nyata yang sepatutnya dilakukan:
tertib berkendaraan mulai dari parkiran Gereja, menjaga ketertiban dan kebersihan
lingkungan (belajar memilah sampah organik dan non organik, menjaga hewan peliharaan),
peduli pada situasi dan persoalan lingkungannya seperti Lansia, OMK, orang sakit, orang
miskin/ kena musibah, umat yang tidak pernah ke gereja, umat yang tidak aktif di
lingkungan.

Ide-Ide Aksi Nyata Makin Adil Makin Beradab

1. Mengadakan survei singkat kebutuhan umat di lingkungan

 keluarga pra-sejahtera, tersingkir/menghindar/tdk hadir, difabel


 kunjungan warga senior atau warga yang kurang aktif;
 komunitas OMK, remaja, anak-anak;
 bina iman orang dewasa;
 kegiatan bersama;
 masalah lingkungan, seperti: pengelolaan sampah, program daur ulang/pantang
plastik;
 pemberdayaan ekonomi, dll.

2. Mengadakan pertemuan untuk mendiskusikan persoalan-persoalan lingkungan: warga


senior, OMK, orang sakit, orang miskin/difabel, umat yang tidak pergi ke gereja dan/atau
berkumpul dengan warga lingkungan.

3. Melalui survei dan/atau diskusi

 Identifikasi masalah yang ada


 Buatlah rencana aksi nyata bersama

Makin Adil Makin Beradab Dalam Masyarakat

Sesuai dengan Ardas KAJ 2016-2020, Gereja ingin menjadi persekutuan umat Allah yang
bergerak keluar. Gereja melangkah keluar untuk masuk ke masyarakat melalui dan dalam
kehidupannya, masalah-masalah yang dihadapinya, harapan-harapan yang mereka miliki dan
menjadi satu kesatuan dengan mereka.

Jika pada pertemuan ke III Gereja mau membuka pintu lebar-lebar bagi siapa saja yang
mencari rahmat Allah, maka pada pertemuan ke IV ia mau masuk ke masyarakat.
Kitab Suci sering menunjukkan pada kita bagaimana Allah menantang mereka yang percaya
kepada-Nya untuk “bergerak keluar.”

Abraham menerima panggilan untuk pergi ke negeri baru (Kej 12:1-3). Musa mendengar
panggilan Allah untuk menuntun bangsa-Nya menuju tanah terjanji (Kel 3:17). Kepada
Yeremia, Allah bersabda, “Kepada siapapun engkau Kuutus, haruslah engkau pergi” (Yer
1:7).

Yesus pun memerintahkan kita agar “pergi dan jadikanlah semua bangsa murid-Ku.” Dalam
tugas perutusan penginjilan Gereja kita semua dipanggil kepada tugas perutusan “bergerak
keluar.”

Untuk memeriksa kesiapan gerakan ini berikut kendala-kendala pelaksanaannya, kita akan
mencari inspirasi dari kisah misionaris Rm. Van Lith dan Kisah Orang Samaria yang
murah hati (Lukas 10: 25 – 37).

Ulasan Bacaan (Lukas 10: 25 – 37)


Kutipan ini berisi jawaban atas pertanyaan seorang ahli taurat, yang bermaksud mencobai
Yesus. Yang pertama jawaban atas pertanyaan, “Guru, apa yang harus kuperbuat untuk
memperoleh hidup yang kekal?” Yang kedua sebuah perumpamaan untuk menjawab
pertanyaan, “Dan siapakah sesamaku manusia?”

Pertanyaan pertama dijawab sendiri oleh si penanya dan dibenarkan oleh Yesus, “Kasihilah
Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap
kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti
dirimu sendiri. ”

Namun rupanya maksud si Ahli Taurat belum tercapai karena ia juga ingin membenarkan
dirinya dengan pertanyaan, “Dan siapakah sesamaku manusia?”

Kali ini Yesus menjawab pertanyaan itu dengan perumpamaan tentang orang Samaria yang
murah hati.
Perumpamaan ini didahului adegan seorang yang “turun” dari Yerusalem ke Yeriko. Orang
tersebut jatuh ke tangan perampok-perampok yang bukan hanya merampok, tetapi memukul
dan meninggalkannya setengah mati.

Kemudian berturut-turut “turun” juga seorang imam dan seorang Lewi.

“Turun” berarti tidak ada larangan untuk melakukan kegiatan yang dapat menajiskan diri
mereka sebagai pelayan Bait Allah, yang berlaku ketika mereka “naik”. Meskipun begitu,
mereka hanya melihat orang malang itu dan melewatinya dari seberang jalan tanpa usaha
untuk menolongnya.

Sesudah itu muncullah orang Samaria –musuh orang Yahudi. Sekalipun ada di negeri
musuh, hatinya tergerak oleh belas kasihan ketika melihat orang malang itu.

Sikap hati itu lalu diikuti gerakan mendatangi orang itu, menyirami luka-lukanya dengan
antiseptik, dan membalutnya. Selanjutnya, ia menaikkan dia ke atas keledai tunggangannya
dan membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya.

Tindakan kasih orang Samaria itu rupanya belum selesai. Keesokan harinya ia menyerahkan
dua dinar kepada pemilik penginapan supaya ia merawat orang itu dan berjanji untuk
mengganti kekurangan ongkosnya saat ia kembali.
KESIMPULAN

Pada prinsipnya Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab adalah sikap dan perbuatan manusia
yang sesuai dengan kodrat hakikat manusia yang berbudi, sadar nial, dan berbudaya.
Di dalam sila ke II Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab telah tersimpul cita-cita
kemanusiaan yang lengkap, yang memenuhi seluruh haakikat mahkluk manusia.
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab adalah suatu rumusan sifat keluhuran budi
manusia(Indonesia). Dengan Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, maka setiap warga
Negara mempunyai kedudukan yang sederajat dan sama-sama terhadap Undang-Undang
Negara, mempunyai hak dan kewajiban yang sama; setiap warga Negara dijamin haknya
serta kebebasannya yang menyangkut hubungan dengan Tuhan, dengan orang-orang seorang,
dengan Negara, dengan masyarakat, dan menyangkut pula kemerdekaan menyatakan
pendapat dan mencapai kehidupan yang layak sesuai dengan hak asasi manusia.

Didalam kehidupan berkeluarga, kita juga harus belajar mengasihi sesama anggota keluarga
secara adil dan beradab dan juga mengasihi dalam kehidupan bermasyarakat.
SUMBER
http://bartolomeus.or.id/pembekalan-app-2017-gereja-st-bartolomeus-paroki-taman-galaxi-
makin-adil-makin-beradab/

http://www.carakatolik.com/makin-adil-makin-beradab/

Anda mungkin juga menyukai