Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH AGAMA KATOLIK

KEHIDUPAN IMAN KRISTIANI KELUARGAKU DAN TANTANGANNYA DI ZAMAN


MODERN

NAMA : ROSALINDA OKTAVIANI ASSAN


NIM : 2004070043
KELAS : KEHUTANAN 2

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2021

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat,
bimbingan, dan penyertaan-Nya, sehingga penulis dapat meyelesaikan makalah ini dengan baik.
Judul makalah ini ialah “Kehidupan Iman Kristiani Keluargaku Dan Tantangannya Di Zaman
Modern”. Makalah ini berisi tentang Pandangan Gereja Katolik Tentang Keluarga, Kehidupan
Keluargaku dalam Peran dan Tanggung Jawab Masing-Masing Anggota Keluarga, Bentuk Dan
Pola Penghayatan Hidup Rohani Keluargaku, Lingkungan Sosial Kehidupan Keluargaku, dan
Tantangan-Tantangan Yang Dihadapi Keluargaku di Zaman Modern. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Agama Katolik. Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam proses pembuatan makalah ini, sehingga
dapat selesai dengan baik. Penulis menyadari bahwa pembahasan hanya pada batasan
permasalahan pada makalah ini, sehingga kritik dan saran sangat dibutuhkan untuk melengkapi
makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca guna menambah
referensi.

Kupang, Maret 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.........................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
KATA PENGANTAR......................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2Rumusan Masalah........................................................................................................2
1.3Tujuan..........................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................3
2.1 Padangan Gereja Katolik Tentang Keluarga...............................................................3
2.1.1Pengertian .................................................................................................................3
2.1.2 Dokumen Gereja Yang Berbicara Tentang Keluarga .............................................3
2.1.3 Kekhasan Keluarga Katolik ....................................................................................4
2.2 Kehidupan Keluargaku dalam Peran dan Tanggung Jawab Masing-Masing Anggota
Keluarga............................................................................................................................5
2.2.1 Keluargaku............................................................................................................5
2.2.2 Peran dan Tanggung Jawab Masing-Masing Anggota Keluarga..........................5
2.2.3 Kebiasaan-Kebiasaan Positif yang Dilakukan Keluargaku...................................7
2.3 Bentuk Dan Pola Penghayatan Hidup Rohani Keluargaku........................................7
2.4 Lingkungan Sosial Kehidupan Keluargaku................................................................8
2.5 Tantangan – Tantangan Yang Dihadapi Keluargaku Di Zaman Modern...................9

BAB III PENUTUP..........................................................................................................10


3.1 Simpulan.....................................................................................................................10
3.2 Saran............................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................11
LAMPIRAN......................................................................................................................12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keluarga sebagai gereja kecil atau seperti kata St. Yohanes Christotomus sebagai
Gereja rumah tangga adalah tempat Yesus Kristus hidup dan berkarya untuk keselamatan
manusia dan berkembangnya Kerajaan Allah. Anggota-anggota keluarga yang terpanggil
untuk iman dan hidup kekal adalah” peserta-peserta dalam lingkup kodrat ilahi” (2 Pet
1,4). Artinya setiap anggota keluarga itu mengambil bagian dalam kodrat ilahi. Paus
Paulus VI mempertajam pengertian keluarga sebagai Gereja kecil dalam ensikliknya
Evangelii Nutiandi, menulis: ”…Keluarga patut diberi nama yang indah yaitu sebagai
Gereja rumah tangga (domestik). Ini berarti bahwa di dalam setiap keluarga Kristiani
hendaknya terdapat bermacam-macam segi dari seluruh Gereja.” Sebagai Gereja,
keluarga itu merupakan tubuh Yesus Kristus. Sebagai Gereja juga, setiap keluarga
dipanggil untuk menyatakan kasih Allah yang begitu luar biasa baik di dalam maupun di
luar keluarga. Oleh karena itu, setiap anggota keluarga diberi makan Sabda Allah dan
sakramen-sakramen. Mereka pun seharusnya bisa mengungkapkan diri dalam cara pikir
dan memiliki tingkah laku yang sesuai dengan semangat injil.” Banyak pemahaman,
definisi, dan pendapat berbeda tetang arti keluarga. Namun, semuanya memiliki
kesamaan dalam rumusan yang berbeda tersebut dan merupakan ciri - ciri pokok yaitu
keluarga merupakan kelompok atau persekutuan sosial yang paling kecil, keluarga
terbentuk apabila ada ikatan (darah, perkawinan, atau adopsi), keluarga merupakan suatu
persekutuan yang berawal dari dua orang yang berbeda jenis kelamin yang diikat dalam
ikatan pernikahan. Dalam masyarakat dapat ditemukan bahwa keluarga terdiri atas dua
bentuk, yaitu keluarga inti dan keluarga besar. Keluarga inti terdiri kelompok yang terdiri
dari ayah, ibu, dan anak-anak. Sedangkan keluarga besar yaitu keluarga batihmditambah
kerabat lain yang memiliki hubungan erat (hubungan darah) dan senantiasa
dipertahankan, misalnya kakek, nenek, paman, bibi, sepupu, keponakan, dan sebagainya.
Hidup dalam sebuah keluarga adalah kodrat manusia. Di dalam keluargalah setiap
orang menjalani kehidupan, bertumbuh, dan berkembang. Setiap keluarga adalah unik.
Situasi dan kondisi serta dinamika kehidupan masing-masing keluarga berbeda dan tidak
dapat dibandingkan satu sama lain. Satu hal yang sama adalah bahwa keluargalah tempat
orang-orang pertama kali mengenal dan mengalami kasih. keluarga adalah tempat
pertama orang-orang belajar saling memberi dan menerima, saling mendukung dan
memaafkan. Tidak ada seorang pun yang dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik
tanpa peran keluarga, terutama orangtua. Karena itu Allah menghendaki agar semua
pihak dalam keluarga saling mengasihi dan saling mendukung.
Upaya dan prinsip hidup yang berorientasi pada pertumbuhan iman yang matang
dalam diri anak-anak, menjadi landas pijak bagi keluarga untuk terus meningkatkan
introspeksi dan refleksi atas pengalaman, sudah sejauhmana keluarga (ayah dan ibu)
tampil sebagai ”tokoh panutan” anak-anak. Dalam konteks ini, konsistensi antara apa
yang diperjuangkan dengan prinsip yang baik dan benar dalam mendidik iman anak
menjadi suatu keniscayaan. Sikap konsisten sebagai salah satu syarat menjadi ”tokoh
panutan” mestinya muncul secara konkrit dalam contoh-contoh yang dapat dilihat. Anak
dapat melihat, mengalami dan merasakan suasana kondusif keluarga yang dapat
memungkinkan proses pertumbuhan iman mereka. Dalam hal ini, disiplin dan komitmen
yang kuat amat di butuhkan. Disiplin diri dalam diri anak-anak menurut psikolog anak

1
dan remaja, Singgih D. Gunarsa, dalam psikologi untuk membimbing, sudah mulai
terbentuk, apabila anak sudah dapat bertingkah laku sesuai dengan pola tingkah laku
yang baik dan benar. Hal itu juga, kata dia, erat kaitannya dengan penerimaan ”Otoritas”
(Kuasa moral) orang tua sebagai pendidik. ”Anak yang menerima otoritas orang tua, akan
melakukan tugas-tugas yang diinginkan dari padanya. Bila sudah terbiasa akan ”otoritas”
orang tua, maka pada tahapan pendidikan selanjutnya, otoritas guru di sekolah juga dapat
diterimanya”. Dalam hal ini sikap konsisten orang tua dan juga para pendidik lainnya
amat berperan terhadap penerimaan anak terhadap otoritas orang tua.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pandangan gereja katolik tentang keluarga?
2. Bagaiman kehidupan keluargaku dalam peran dan tanggung jawab masing – masing
anggota keluarga?
3. Bagaimana bentuk dan pola penghayatan hidup rohani keluargaku?
4. Bagaimana lingkungan sosial kehidupan keluargaku?
5. Apa saja tantangan – tantangan yang dihadapi keluargaku di zaman modern?

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui pandangan gereja tentang keluarga, bentuk dan pola penghayatan
hidup rohani keluargaku, kehidupan keluargaku dalam peran dan tanggung jawab masing
–masing anggota keluarga, lingkungan sosial keluargaku, dan tantangan–tantangan yang
dihadapi keluargaku di zaman modern.

2
BAB II
PEMAHASAN

2.1 Pandangan Gereja Katolik Tentang keluarga


2.1.1 Pengertian
Keluarga merupakan sekolah kebajikan manusiawi tempat semua anggota
keluarga belajar, saling memperhatikan dan melayani. Keluarga adalah sel
kehidupan masyarakat dimana merupakan tempat orang mengetahui dan
mempelajari secara praktis nilai-nilai keadilan, hormat dan cinta kasih. Keluarga
adalah Gereja domestik atau Gereja rumah tangga tempat kehidupan iman, harap
dan kasih kristiani yang berkembang dalam diri generasi muda. Yesus sendiri,
Allah yang menjadi manusia, perlu hadir dan hidup di dunia dalam sebuah
keluarga yaitu Keluarga Nazaret. OrangtuaNyalah yang mengajarkan kepadaNya
bagaimana harus menjalani hidup, antara lain dalam hal keagamaan. Paus
Yohanes Paulus II mengatakan bahwa “keluarga merupakan suatu komunitas
pribadi-pribadi yang cara keberadaan dan cara hidup bersamanya adalah
persekutuan antar pribadi”. Keluarga dalam pengertian di atas mengandung dua
unsur yang mendasar yaitu komunitas dan persekutuan. Komunitas merupakan
sebuah hubungan antar pribadi dimana relasi itu membentuk suatu ikatan. Relasi
antar pribadi itu tidak hanya relasi “aku” dan “engkau” tetapi relasi “kita”.
Komunitas merupakan sebuah kesadaran akan kebersamaan dimana pribadi antar
pribadi memiliki rasa memiliki satu sama lain. Keluarga sebagai komunitas
dibentuk dari sebuah persekutuan antara seorang pria dan wanita. Persekutuan
mendasari komunitas ini dan komunitas tidak bisa terlepas dari persekutuan.
Komunitas tidak ada, tanpa adanya persekutuan antar pribadi yang terbentuk dari
perjanjian perkawinan. Keluarga sebagai sebuah komunitas disusun atas unsur
yang mendasar yaitu persekutuan pribadi - pribadi. Persekutuan ini merupakan
hubungan pribadi yang didasari atas relasi antara “aku” dan “engkau”. Dalam
persekutuan ini, kedua pribadi memilih secara bebas dan sadar menjadikan
seseorang itu suami atau istrinya. Pilihan itu diungkapkan lewat janji perkawinan.
Dalam perjanjian itu pria dan wanita saling menyerahkan dan saling menerima.
Keluarga adalah ikatan antara orang-orang yang berusaha supaya cinta makin hari
makin menghangatkan mereka.

2.1.2 Dokumen Gereja Yang Berbicara Tentang Keluarga


1. Familiaris Consortio (FC-49): Keluarga dipanggil untuk membangun kerajaan
Allah dalam sejarah dengan ikut menghayati kehidupan dan misi gereja.
Familiaris consortio, mengartikan keluarga bukan hanya sebagai persekutuan
suami-istri saja, tetapi juga orang tua-anak, sanak-saudara. Persekutuan itu
didasarkan dan dihidupkan oleh cinta kasih. Disini keluarga dilihat sebagai
persekutuan yang lebih luas dari hubungan suami istri.
2. Evangelii Nuntiandi (EN 71): “keluarga patut diberi nama yang indah yaitu
sebagai gereja rumah tangga”, bahwa keluarga merupakan bagian dari jemaat
Allah/gereja. Dengan demikian dalam keluarga, Kristus sang kepala gereja
juga hidup. Keluarga menjalin persekutuan dengan Kristus sang kepala gereja
3. Tempat iman pertama kali diwartakan kepada anak-anak (KGK 350)
4. Merupakan satu komunitas iman, harapan, dan kasih (KGK 456)

3
5. Keluarga katolik menjadi suatu komunitas rahmat dan doa, sebuah sekolah
keutamaan manusiawi dan kristiani, dan tempat iman pertama kali diwartakan
kepada anak-anak (KGK 350)
6. Keluarga sebagai Gereja rumah tangga merupakan satu komunits iman,
harapan dan kasih (KGK 456)

2.1.3 Kekhasan Keluarga Katolik


1. Keluarga sebagai persekutuan pribadi - pribadi
Keluarga sebagai persekutuan pribadi-pribadi lebih menekankan hubungan
personal antar pribadi. Pribadi - pribadi dalam keluarga memiliki sebuah relasi
kesetaraan antar pribadi. Kesetaraan tersebut tidak lain karena setiap pribadi
dalam keluarga merupakan citra Allah. Dengan demikian, persekutuan pribadi
dalam keluarga bukan hanya sebuah relasi manusiawi semata, tetapi relasi itu
juga menyangkut yang ilahi. dalam hidup perkawinan suami - istri. Cinta
kasih secara total diberikan antara suami istri lewat tindakan penyerahan diri
satu sama lain. Penyerahan diri menyatukan hubungan diantara mereka dan
membuat hubungan tersebut tidak terceraikan. Penyerahan diri inilah yang
merupakan dasar persekutuan suami istri.
Persekutuan suami istri dalam penyerahan diri yang menyatukan dan
terceraikan merupakan ke khasan dari keluarga Katolik. Hal itu berbeda
dengan keluarga pada umumnya. Persekutuan suami istri dalam sebuah ikatan
perkawinan memungkinkan mereka untuk menyerahkan diri satu sama lain.
Selain itu, kekhasan dari keluarga Katolik adalah kehadiran Allah dalam
keluarga. Kehadiran Allah dalam keluarga, menjadikan keluarga Katolik itu
sebuah sakramen.
2. Persekutuan yang menyatukan suami dan istri
Persekutuan suami-istri adalah persekutuan dasar. Persekutuan ini
dibentuk dari sebuah perkawinan dimana pasangan tersebut mengucapkan
janji perkawinan yang tidak dapat ditarik kembali. Janji perkawinan tersebut
menyatukan kedua pribadi tersebut untuk saling menyerahkan diri satu sama
lain. Penyerahan diri itu bukan hanya secara fisik tetapi penyerahan pribadi
secara total. Penyerahan diri total tampak dari kesetiaan pasangan baik dalam
“untung dan malang, (maupun) dalam sakit dan sehat.” Penyerahan diri secara
total terungkap dari kesediaan mereka mengambil keputusan secara sadar dan
bebas untuk mencintai pasangannya seumur hidup. Keputusan itu terungkap
dalam sumpah “aku akan mencintai dan menghormatimu (pasangannya)
seumur hidup.”
3. Persekutuan yang tidak terceraikan antara suami dan istri
Persekutuan dalam keluarga katolik tidak hanya persekutuan yang
menyatukan tetapi persekutuan yang tidak dapat terceraikan antara suami istri.
Persekutuan yang tidak terceraikan diatara mereka merupakan salah satu
konsekuensi dari penyerahan diri yang total dalam hidup perkawinan.
Persekutuan yang dibentuk dari pemberian diri yang tidak dibatasi periode
waktu tertentu dan berlaku untuk selama-lamanya. Persekutuan tidak
terceraikan tidak semata-mata sebagai ungkapan kesetiaan suami istri, tetapi
juga demi kesejahteraan anak mereka. Kesetiaan itu penting terutama dalam
kaitannya dengan pendidikan anak, dimana anak memerlukan kasih sayang
4
dari kedua orang tuanya. Dalam keluarga, tidak dapat dipungkiri bahwa
peranan ayah dan ibu sangat berpengaruh bagi anak mereka. Ibu dalam
keluarga memiliki tugas yang tidak tergantikan dalam membesarkan anak,
tetapi disisi lain peranan ayah juga menentukan.
4. Keluarga sebagai sakramen
Dalam Gereja Katolik, sakramen perkawinan merupakan salah satu dari 7
sakramen yang ada. Perkawinan antara pasangan yang sudah dibaptis ini
dikatakan sebagai sakramen. Perkawinan ini menjadi tanda akan kehadiran
Allah yang menyelamatkan. Kehadiran Allah itu itu sendiri dinyatakan ketika
kedua pasangan mengikatkan diri pada janji perkawinan mereka.
Kehadiran Allah dan rahmat-Nya dalam perkawinan, menjadikan
perkawinan sebagai sakramen yang tetap dan sungguh-sungguh aktif dalam
keluarga. Sakramen itu menghadirkan keselamatan bukan hanya untuk
pasangan itu saja tetapi juga bagi keluarga. Dengan demikian, keluarga dapat
dikatakan pula sebagai sakramen. Keluarga dapat dikatakan sebagai sakrams
en karena juga menjadi sarana rahmat bagi seluruh anggota keluarganya.
Keluarga sebagai sakramen disini bukan secara definitif (sama seperti 7
sakramen), tetapi hal itu dapat dilihat dengan cara analog dan refleksi tentang
perkawinan. Dengan kata lain, refleksi tentang perkawinan sebagai sakramen
diaplikasikan pula ke keluarga.

2.2 Kehidupan Keluargaku Dalam Peran Dan Tanggung jawab Masing – Masing
Anggota keluarga
2.2.1 Keluargaku
Aku lahir dari keluarga yang sederhana tapi penuh dengan cinta. Kami
hidup dalm kelurga yang taat akan agama. Ayahku adalah seorang wirswasta dan
ibuku adalah seorang ibu rumah tangga. Namun ibuku juga mebantu ayah untuk
mencari nafkah dengan membuat kue pesanan. Aku merupakan anak kedua dari
tiga bersaudara. Kakakku adalah seorang mahasiswa sama seperti aku dan kedua
adikku masih duduk di bangku SMP dan SMK. Kami tinggal di kota kecil yang
juga sangat penuh dengan kehangatan. Rumah kami masih sehalaman dengan
rumah oma dan opa. Di rumah opa dan oma juga tinggal tantaku dan keluarganya.
Kami selalu hidup berdampingan dan selau membantu jika salah satu sedang
membutuhkan pertolongan. Kami dibesarkan di keluarga yang penuh cinta oleh
karena itu sejak kecil kami diajarkan untuk saling mencintai antara anggota
keluarga yang satu dengan yang lain. Sejak kecil juga kami selalu diajarkan
pelajaran agama dan doa – doa dan kami juga selalu diberi tahu untuk selalu
bersyukur atas apa yang sudah Tuhan kasih buat kami dan mengucap syukur atas
semua keberhasilan dan kegagalan sudah kami alami.

2.2.2 Peran dan Tanggung Jawab Masing – Masing Anggota Keluargaku


Setiap anggota di keluarga kami maupun di keluarga yang lain pasti punya
tugas dan tanggung jawabnya masing – masing. Dalam mengemban tugas dan
tanggungjawab sebagai pendidik pertama dan utama, keluarga ”menanamkan”
nilai-nilai yang paling mendasar dalam hati dan pikiran anak-anak dalam suasana
cinta yang tak bersyarat, sebagai sumber dan dasar pendidikan anak-anak. Dalam
tugas mendidik dan membesarkan anak-anak, ” keluarga merupakan suatu sekolah

5
untuk memperkaya kemanusiaan, supaya keluarga mampu mencapai kepenuhan
hidup dan misinya, diperlukan komunikasi hati penuh kasih, kesepakatan suami-
isteri dan kerja sama yang tekun dalam pendidikan anak - anak”. Kalau di
keluargaku peran dan tugas ayahku sudah pasti sebagai suami, ayah, dan kepala
keluarga yang bertanggung jawab atas keluaganya dan juga pencari nafkah. Kalau
ibu sebagai istri dan penanggung jawab atas semua urusan yang ada di rumah.
Ayah dan ibuku selalu membagi waktu untuk mendoakan, merawat, melindungi,
membiayai sekolah kami, dan mengajarkan kami tanpa pilih kasih terhadap anak
yang satu dengan yang lain.
Kewajiban orang tua menciptakan lingkungan keluarga, yang diliputi
semangat bakti kepada Allah dan kasih sayang terhadap sesama sedemikian rupa,
sehingga menunjang keutuhan pendidikan pribadi dan sosial anak - anak. Maka
keluarga itulah lingkungan pendidikan pertama keutamaan - keutamaan sosial,
yang dibutuhkan oleh setiap masyarakat. Adapun terutama dalam keluaraga
kristiani, yang diperkaya dengan rahmat serta kewajiban Sakramen Perkawinan,
anak-anak sudah sejak dini diajar mengenal Allah serta berbakti kepada-Nya dan
mengasihi sesama, seturut iman yang telah mereka terima dalam Baptis. Disitulah
anak-anak menemukan pengalaman pertama masyarakat manusia yang sehat serta
Gereja.
Melalui keluargalah akhirnya anak - anak lambat - laun diajak
berintegrasi dalam masyarakat manusia dan umat Allah. Maka hendaklah para
orang tua menyadari, betapa pentinglah keluarga yang sungguh kristen untuk
kehidupan dan kemajuan umat Allah sendiri. Kami sebagai anak - anak juga
punya kewajiban untuk membantu orang tua, menghormati dan menerima apa
adanya, mencintai orag tua, membantu orang tua, mendoakan meraka, dan juga
membanggakan orang tua. Membanggakan orangtua ini maksudnya bukan hanya
sekedar punya prestasi di bidang akademik maupun non-akademik melainkan
dalam bersikap juga. Setiap orangtua adalah unik, tidak dapat dibandingkan
dengan tua yang lain. Apa pun kekurangannya dan kelemahan orang tua, tentu
baik baik maksudnya bagi anak-anaknya. Sikap sopan dan rendah hati bila
berhadapan dengan orang tua adalah keutamaan seorang anak. Orang tua bukan
hanya wajib mencintai, tetapi juga butuh dicintai oleh anak - anaknya.
Ketaatan adalah bagian dari sikap hormat terhadap orang tua.
melaksanakan perintah dan menaruh hati pada nasihat-nasihat mereka akan
menjadi berkat dalam kehidupan anak-anak. Banyak orang tua mendidik anak
dengan keras dan tegas sehingga bagi sebagian anak terasa pahit atau berat.
Namun di masa depan buahnya pasti manis dan anaklah yang akan memetik bagi
dirinya sendiri.Jika anak-anak mencintai orang tua, maka akan mudah memaafkan
kekurangan dankesalahan mereka. Membantu orangtua memenuhi kebutuhan
hidup keluarga akan terasa lebih ringan bila anak-anak membantu semampunya.
Lebih-lebih di hari tua, orang tua sangat membutuhkan pehatian dan bantuan
anak-anaknya meskipun tidak dalam bentuk materi. Pada usia sekolah, kewajiban
anak-anak untuk meringankan beban orang tua adalah dengan belajar sebaik –
baiknya. Sebagai saudara kami juga harus saling menghargai dan menghormati
satu dengan yang lain.

6
2.2.3 Kebiasaan – Kebisaan Positif yang Dilakukan Oleh Keluargaku
Banyak sekali kebiasan – kebiasaan positif yang dilakukan di keluarga
kami. Dimulai sejak kami kecil kami sudah diajarkan untuk saling mencintai dan
mengasihi semua orang tanpa memandang siapa orang itu. Dalam proses
pembinaan suara hati dan pembentukan iman anak, disiplin adalah hal mendasar
dalam keluarga. Mendisiplinkan anak dalam keluarga dipandang penting tidak
hanya dalam hal belajar, melainkan juga dalam mengikuti secara aktif kegiatan-
kegiatan kerohanian, seperti berdoa bersama baik dalam keluarga maupun dalam
kelompok atau lingkungan. Kami juga diajarkan untuk selalu membantu orang
lain yang sedang kesusahan. Mencintai keluarga dapat diwujudkan antara lain
dengan cara memberi perhatian pada peristiwa - peristiwa khusus atau istimewa
dalam keluarga, misalnya memberi ucapaan selamat pada anggota keluarga yang
berulang tahun, dan sebagainya
Sejak dahulu kami punya kebiasaan dimana satiap kali berdoa, kami
biasanya berdoa bersama seluruh anggota keluarga dan kalau kami tidak
bersungguh – sungguh maka kami disuruh untuk berdoa ulang dan kami juga
diajarkan kebiasaan untuk sering pergi ke gereja. Jika ada salah satu dari kami
melakukan kesalahan maka orang tua kami akan memanggil kami ke tempat yang
jauh dari orang lain dan langsung membicarakan tentang kesalahan kami dan
menyuruh kami untuk bertanggung jawab atas apa yang kami lakukan. Kami juga
diajarkan untuk selalu menghargai dan menghormati orang yang lebih tua maupun
yang lebih muda. Kami juga biasanya selalu aktif di gereja baik ikut koor, lektor,
misdinar,sekami, OMK, maupun aktifitas di KBG dan lingkungan. Upaya
menumbuhkan religiositas dalam diri anak dilakukan dengan memperhatikan
Tradisi/kebiasaan-kebiasaan katolik dalam keluarga. Kebiasaan menempatkan
salib, Patung dan gambar orang Kudus dalam keluarga, doa bersama dan ziarah ke
tempat-tempat khusus (Gua Maria, dll), juga merupakan hal-hal penting yang
dapat dijadikan wahana pertumbuhan religiositas, tidak hanya anak-anak, tetapi
juga orang tua.

2.3 Bentuk dan Pola Penghayatan Hidup Rohani Keluargaku


Iman sebagai jawaban pribadi atas pewahyuan Diri Allah dalam Yesus Kristus
merupakan kekuatan dan fondasi keluarga dalam melaksanakan fungsinya. Sebab
melalui keluarga sebagai ”gereja mini” pendidikan iman dalam proses menuju
kematangan personal dapat terwujud. Bagaimana praktek pengembangan iman anak
dalam keluarga, berikut ini merupakan beberapa catatan penting bagi keluarga untuk
diperhatikan. Melalui pengalaman Mateus dalam Injil kita melihat bahwa iman tumbuh
dari peristiwa hidup sehari-hari, bahkan pengalaman jauh dari Tuhan. Matius mengalami
pertobatan, titik balik dari kehidupan yang jauh dari Tuhan menjadi Matius yang
mendengar suara Tuhan. Titik balik atau pertobatan itu dilakukan dengan mengikutiNya
tanpa syarat. Mengikuti Yesus tanpa syarat bagi Mateus menjadi sebuah cara untuk
menumbuhkan iman yang tertanam ketika mendengarkan panggilanNya di gardu cukai.
Mateus tidak puas hanya menjawab panggilan Tuhan, melainkan harus mengikutiNya
dan kekagumannya terhadap Yesus semakin dalam, mendengarkan ajaranNya serta
melakukan perintahNya. Itulah cara Mateus menghayati iman yang diakuinya di gardu
cukai dengan meninggalkan masa lalunya yang kelam.
Penghayatan iman dalam keluarga bagi kami adalah ketika kami tidak sekedar
bangga sebagai seorang katolik, melainkan kebanggaan itu terwujud dalam kesetiaan
7
sebagai orang yang dibabtis. Mempertahankan kekatolikan bukan sesuatu yang mudah,
terutama di era pesatnya perkembangan ilmu dan tehnologi, sarana prasarana komunikasi
dan pergaulan dengan mudah didapatkan, budaya konsumerisme yang jauh lebih
kebahagiaan kebahagiaan yang dijanjikan oleh agama dan iman. Kuncinya adalah bahwa
kebahagiaan duniawi ini bersifat sewaktu-waktu, tidak akan menjadi bekal kehidupan
kekal, selain kebahgiaan rohani, yakni terpenuhinya kebutuhan akan iman dan relasi
dengan Tuhan.
Keluarga sebagai ”lahan subur”, di mana benih-benih iman, moral dan religius
ditabur dalam hati anak-anak. Dalam keluarga terjadi interaksi sosial sebagai ciri khas
manusia. Interaksi sosial religius terjadi lewat kata-kata sebagai media komunikasi. Oleh
sebab itu pula, kata-kata dan setiap bahasa yang dipakai dalam komunikasi amat
berperan, baik bagi anak-anak maupun orang tua sebagai pendidik dan pembina iman.
Gereja sebagai persekutuan umat beriman Kristiani memberi dukungan penuh
kepada setiap keluarga Kristiani dalam tugas perutusannya mendidik anak - anak.
Konsili Vatikan II menekankan pentingnya pendidikan iman anak dalam keluarga,
sebagaimana ditegaskan kembali Paus Yohanes Paulus II dalam surat Apostoliknya
Familiaris Consortio, bahwa tujuan utama pendidikan kristen adalah pemahaman tentang
misteri keselamatan dan semakin meningkatnya kesadaran iman. Di samping itu
pendidikan kristen yang berawal dalam keluarga juga bertujuan agar peserta didik (baca :
anak-anak) belajar menyembah Allah Bapa dalam roh dan kebenaran. Hal itu dapat
terjadi melalui doa-doa dalam keluarga yang berpuncak pada perayaan liturgi gereja.
Penghayatan iman dalam keluarga juga berarti ketika pasangan / istri yang setia
pada janji perkawinanannya, patut menjadi contoh bagi anak cucu mereka kebahagiaan
pasangan pasangan yang setia pada perjanjian sampai ajal menjemput mereka. Berani
meninggalkan egoisme, keinginan mencari kebahagiaan pribadi dengan harmonisasi dan
kebahagiaan seluruh anggota keluarga. Penghayatan iman dalam keluarga juga berarti
setiap orang menghargai kehidupan yang merupakan anugerah Allah demi kebahagiaan
manusia. Sejak semula Allah menciptakan kehidupan baik adanya, termasuk bayi dalam
kandungan. Jangan sampai bayi - bayi yang tidak berdosa itu menjadi korban
kebahagiaan sewaktu - waktu orang tua sehingga dengan mudahnya, tanpa merasa
berdosa melakukan aborsi. Pria dan wanita katolik yang dicarilah menjadi contoh
menghargai kehidupan, menghargai alam semesta dan menghargai manusia ciptaan
Tuhan, apalagi dalam kandungan yang diberi kehidupan kehidupan oleh Tuhan sendiri.

2.4 Lingkungan Sosial Kehidupan Keluargaku


Kami tinggal di wiayah perkotaan yang dipenuhi oleh banyak orang yang
karakternya beda – beda. Ada yang kehidupan rohani bagus dan ada tidak. Yang
kehidupan rohaninya baik bisa dilihat dari kegiatannya yang sering berpartisipasi dalam
kegiatan di gereja, lingungan, maupun KBG. Sedangkan yang tidak itu biasanya
kebanyakan ada juga yang berartisipasi dalam kegiatan di gereja namun hanya pada
kegiatan tertentu saja atau tidak berpartisipasi sama sekali. Juga dilingkungan kami masih
banyak tetangga yang sering berjudi sehingga menggangu kenyamanan orang lain. Tetapi
meskipun demikian kami tetap hidup berdampingan walaupun kadang – kadang sering
menggangu dengan kebisingingan yang dibuat. Ini berdasarkan pengamatan saya
terhadap orang-orang di lingkungan saya yang serting terlibat ataupun tidak dalam
kehidupan gerejani. Terlepas dari itu, setiap orang pasti berinteraksi selalu dengan Tuhan

8
lewat doa secara pribadi, yang hanya diketahui oleh dirinya dan Tuhan. Kita sebagai
manusia hanya sebagai pengamat.

2.5 Tantangan – Tantangan yang Dihadapi Keluargaku Di Zaman Modern


Saat ini kehidupan keluarga sedang mengalami perubahan pola hidup yang sangat
tajam. Kondisi keluarga atau rumah sudah mulai bergeser bagaikan losmen atau tempat
penginapan, karena akibat kesibukan masing-masing anggota keluarga menyebabkan
mereka jarang berkumpul sama-sama, jarang berkomunikasi satu sama lain walaupun
tinggal dalam satu rumah dan istirahat dalam rumah yang sama. Orang tua sibuk bekerja,
berangkat pagi hari pulang malam hari; demikian juga anak - anak sibuk dengan kegiatan
sekolah atau kuliah. Apalagi dengan kondisi sekarang anak - anak yang lain merantau
untuk melanjutkan pendidikan. Komunikasi merupakan hal sangat jarang dilakukan.
Apalagi ketika sudah sibuk dengan urusan masing – masing. Ketika ada waktu luang,
lebih asyik menonton televisi, atau berkumpul dengan orang lain, dari pada saling
berbincang satu sama lain. Kondisi ini membuat anak tidak tahu permasalahan yang
dialami orang tuanya, dan sebaliknya orang tua tidak tahu permasalahan anaknya.
Banyak orang tua berprinsip: kami harus kerja keras, demi memenuhi kebutuhan anak,
mereka harus memahami kami. Sebaliknya anak juga berpinsip: saya tak peduli, yang
penting kebutuhan dan keinginanku terpenuhi.
Keluarga kecil yang terdiri dari ayah, ibu dan anak, searah dengan perkembangan
zaman, semakin ”dibebani” dengan berbagai tugas dan tanggung jawab, terutama dalam
hal mendidik anak - anak. Kini semakin mendesak ayah dan ibu menanamkan nilai -
nilai kemanusiaan dalam keluarga, di samping tugas-tugas lainnya. Tujuan yang ingin
dicapai adalah agar anak-anak berkembang menjadi manusia yang cerdas, berkarakter
baik serta matang dalam kepribadiannya. Sementara pengaruh sosial dan aturan negara
makin menentukan pendidikan, semakin penting pula menegaskan peran orang tua
sebagai pendidik pertama dan utama. Tugas dan tanggungjawab utama keluarga (orang
tua) yakni membangun keyakinan dalam diri anak dan meneguhkan tekad dan prinsip
moral-religius serta hal - hal lain yang membuat hidup bermakna dan bahagia.

9
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Keluarga tidak hanya sebagai anggota masyarakat, tetapi juga anggota Gereja.
Dalam kaitannya dengan Gereja, keluarga memiliki tanggung jawab/ tugas untuk
berperan serta dalam kehidupan dan misi Gereja. Keluarga diminta untuk hidup dalam
Gereja artinya bahwa keluarga memiliki tanggung jawab untuk berperan serta
menghidupi apa yang dihidupi oleh Gereja. Cinta kasih itulah yang dihidupi oleh Gereja
dan diharapkan semangat itu dihidupi oleh keluarga. Upaya pengembangan iman anak
dalam keluarga tidak terlepas pula dari religiositas yang menjadi corak dasar keluarga
kristiani. Religiositas Katolik dalam keluarga sebagai gereja rumah tangga perlu
dibangun dalam upaya mewujudkan kematangan dan kemandirian iman. Keluarga (ayah
dan ibu) sebagai ”tokoh panutan” berperan aktif menumbuhkan religiositas anak dengan
semangat cinta sebagai basicnya.
Semangat cinta kasih yang telah diteladankan oleh Gereja, tidak hanya menjadi
tugas keluarga untuk menghidupinya, tetapi juga mewartakannya. Cinta kasih itu perlu
diwartakan oleh keluarga, dengan demikianlah keluarga juga turut dalam misi Gereja
yaitu menyalurkan keselamatan melalui cinta kasih tersebut. Cinta kasih merupakan
pengungkapan dan perwujudan dari misi Gereja dalam misi kenabian, keimaman dan
rajawi.

3.2 Saran
Keluarga harus mengajaga iman setiap anggotanya di zaman modern seperti
sekarang sehingga searah dengan perkemangan zaman tapi tidak bergeser dari
pemahaman tentang misteri keselamatan dan semakin meningkatnya kesadaran iman
akan Yesus Kristus. Upaya mendidiplinkan anak juga hendaklah disertai cintakasih.
Sesuaikanlah peraturan dengan pertumbuhan dan kemapuan anak. Orangtua juga
sebaiknya memberikan alasan yang tepat mengapa anak dihukum agar anak mengetahui
kesalahannya. Dan selanjutnya, komunikasi dengan anak hendaknya menjadi perhatian
setiap oangtua (keluarga) dalam setiap kesibukan sepanjang hari. Moment yang tepat
adalah tatkala keluarga melakukan doa bersama di malam hari setelah doa bersama
mengakhiri aktivitas keluarga. Di atas segalanya, keluarga yang bijaksana senantiasa
mengundang dan mengikutsertakan setiap anak dalam setiap perayaan Ekaristi sebagai
sumber dan puncak kerohanian keluarga katolik.

10
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Keluarga
https://www.academia.edu/9569436/keluarga_menurut_pandangan_Katolik#:~:text=Dalam
%20kaitannya%20dengan%20Gereja%2C%20keluarga,apa%20yang%20dihidupi%20oleh
%20Gereja.
https://gosanclar.blogspot.com/p/keluarga.html
https://www.mabuseba.org/2016/07/penghayatan-iman-dalam-keluarga.html

11
LAMPIRAN

12

Anda mungkin juga menyukai