Anda di halaman 1dari 5

MATERI

NUZULUL QURAN

Setiap tahun, dan tepatnya di bulan suci Ramadhan ini, banyak dari umat Islam di sekitar anda
merayakan dan memperingati suatu kejadian bersejarah yang telah merubah arah sejarah umat
manusia. Dan mungkin juga anda termasuk yang turut serta merayakan dan memperingati
kejadian itu. Tahukah anda sejarah apakah yang saya maksudkan?

Kejadian sejarah itu adalah Nuzul Qur’an; diturunkannya Al Qur’an secara utuh dari Lauhul
Mahfuzh di langit ketujuh, ke Baitul Izzah di langit dunia.
‫ُأ‬
ِ ‫ت م َِن ْالهُدَى َو ْالفُرْ َق‬
‫ البقرة‬.‫ان‬ ِ ‫ان الَّذِي ْن ِز َل فِي ِه ْالقُرْ َآنُ ه ًُدى لِل َّن‬
ٍ ‫اس َو َب ِّي َنا‬ َ ‫ض‬َ ‫َش ْه ُر َر َم‬
“Bulan Ramadhan, bulan yang di padanya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk
bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak
dan yang batil).” (Qs. Al Baqarah: 185)

Peringatan terhadap turunnya Al Qur’an diwujudkan oleh masyarakat dalam berbagai acara, ada
yang dengan mengadakan pengajian umum. Dari mereka ada yang merayakannya dengan
pertunjukan pentas seni, semisal qasidah, anasyid dan lainnya. Dan tidak jarang pula yang
memperingatinya dengan mengadakan pesta makan-makan.

Pernahkan anda bertanya: bagaimanakah cara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,


sahabatnya dan juga ulama’ terdahulu setelah mereka memperingati kejadian ini?

Anda merasa ingin tahu apa yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?

Simaklah penuturan sahabat Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhu tentang apa yang beliau
lakukan.

َ ْ‫َار ُس ُه ْالقُر‬
/‫ رواه البخاري‬. ‫آن‬ ِ ‫ َف ُيد‬، ‫ان‬
َ ‫ض‬َ ‫ان ِجب ِْري ُل َي ْل َقاهُ فِى ُك ِّل لَ ْيلَ ٍة مِنْ َر َم‬
َ ‫َك‬
“Dahulu Malaikat Jibril senantiasa menjumpai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada
setiap malam Ramadhan, dan selanjutnya ia membaca Al Qur’an bersamanya.” (Riwayat Al
Bukhari)

Demikianlah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bermudarasah, membaca Al Qur’an bersama


Malaikat Jibril alaihissalam di luar shalat. Dan ternyata itu belum cukup bagi Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, beliau masih merasa perlu untuk membaca Al Qur’an dalam shalatnya. Anda
ingin tahu, seberapa banyak dan seberapa lama beliau membaca Al Qur’an dalam shalatnya?

Simaklah penguturan sahabat Huzaifah radhiallahu ‘anhu tentang pengalaman beliau shalat


tarawih bersama Rasulillah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Pada suatu malam di bulan Ramadhan, aku shalat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam di dalam bilik yang terbuat dari pelepah kurma. Beliau memulai shalatnya dengan
membaca takbir, selanjutnya beliau membaca doa:

‫ ال ِكب ِْر َيا ِء َو ْال َع َظ َم ِة‬/‫ َو ُذو‬، ‫ت‬ َ ‫هللا أكبر ُذو‬
ِ ‫الج َبرُوت َو ْال َملَ ُكو‬
Selanjutnya beliau mulai membaca surat Al Baqarah, sayapun mengira bahwa beliau akan
berhenti pada ayat ke-100, ternyata beliau terus membaca. Sayapun kembali mengira: beliau
akan berhenti pada ayat ke-200, ternyata beliau terus membaca hingga akhir Al Baqarah, dan
terus menyambungnya dengan surat Ali Imran hingga akhir. Kemudian beliau menyambungnya
lagi dengan surat An Nisa’ hingga akhir surat. Setiap kali beliau melewati ayat yang
mengandung hal-hal yang menakutkan, beliau berhenti sejenak untuk berdoa memohon
perlindungan. …. Sejak usai dari shalat Isya’ pada awal malam hingga akhir malam, di saat Bilal
memberi tahu beliau bahwa waktu shalat subuh telah tiba beliau hanya shalat empat
rakaat.” (Riwayat Ahmad, dan Al Hakim)

Demikianlah cara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingati turunnya Al Qur’an


pada bulan ramadhan, membaca penuh dengan penghayatan akan maknanya. Tidak hanya
berhenti pada mudarasah, beliau juga banyak membaca Al Qur’an pada shalat beliau, sampai-
sampai pada satu raka’at saja, beliau membaca surat Al Baqarah, Ali Imran dan An Nisa’, atau
sebanyak 5 juz lebih.

Inilah yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada bulan Ramadhan, dan


demikianlah cara beliau memperingati turunnya Al Qur’an. Tidak ada pesta makan-makan,
apalagi pentas seni, nyanyi-nyanyi, sandiwara atau tari menari.

Bandingkan apa yang beliau lakukan dengan yang anda lakukan. Sudahkah anda mengetahui
betapa besar perbedaannya?

Anda juga ingin tahu apa yang dilakukan oleh para ulama’ terdahulu pada bulan Ramadhan?

 Imam As Syafi’i pada setiap bulan ramadhan menghatamkan bacaan Al Qur’an sebanyak
enam puluh (60) kali.

Anda merasa sebagai pengikut Imam As Syafi’i? Inilah teladan beliau, tidak ada pentas seni,
pesta makan, akan tetapi seluruh waktu beliau diisi dengan membaca dan mentadaburi Al
Qur’an.
Buktikanlah saudaraku bahwa anda adalah benar-benar penganut mazhab Syafi’i yang
sebenarnya.

 Al Aswab An Nakha’i setiap dua malam menghatamkan Al Qur’an.


 Qatadah As Sadusi, memiliki kebiasaan setiap tujuh hari menghatamkan Al Qur’an
sekali. Akan tetapi bila bulan Ramadhan telah tiba, beliau menghatamkannya setiap tiga
malam sekali. Dan bila telah masuk sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, beliau
senantiasa menghatamkannya setiap malam sekali.

Demikianlah teladan ulama’ terdahulu dalam memperingati sejarah turunnya Al Qur’an. Tidak
ada pesta ria, makan-makan, apa lagi na’uzubillah pentas seni, tari-menari, nyanyi-menyanyi.

Apa yang dimaksud nuzulul quran di malam lailatul qadar? Bukankah al-Quran turun secara
berangsur-angsur?

Jawab:

 Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Kita meyakini bahwa al-Quran turun ketika lailatul qadar. Terdapat banyak dalil yang
menunjukkan hal ini. Diantaranya firman Allah di surat al-Qadar yang sering kita baca,

‫لَ ْيلَ ُة ْال َق ْد ِر َخ ْي ٌر مِنْ َأ ْلفِ َشه ٍْر‬ . ‫اك َما لَ ْيلَ ُة ْال َق ْد ِر‬
َ ‫ َو َما َأ ْد َر‬ . ‫ِإ َّنا َأ ْن َز ْل َناهُ فِي لَ ْيلَ ِة ْال َق ْد ِر‬
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Quran) pada lailatul qadar. Dan tahukah kamu
apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. (QS. al-Qadar:
1 – 3)

Sebelumnya diturunkan, al-Quran berada di Lauhul Mahfudz. Kemudian Allah turunkan melalui
Jibril.

 Kita juga meyakini bahwa al-Quran diturunkan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam secara berangsur-angsur. Sebagaimana realita sejarah yang kita baca. Disamping
itu, ada ayat yang menegaskan,

‫نزل َناهُ َتنزياًل‬


ْ ‫ث َو‬ ِ ‫َوقُرْ َآ ًنا َف َر ْق َناهُ لِ َت ْق َرَأهُ َعلَى ال َّن‬
ٍ ‫اس َعلَى م ُْك‬
“Al Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya
perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.” (QS. al-Isra:
106)

Selanjutnya, ulama berbeda pendapat tentang bagaimana cara Allah menurunkan al-Quran di
malam qadar.

As-Suyuthi dalam kitabnya al-Itqan fi Ulum al-Quran menyebutkan ada 3 pendapat,


1. Pertama, al-Quran turun secara utuh keseluruhan ke langit dunia pada saat lailatul qadar.
Selanjutnya Allah turunkan secara berangsur-angsur selama masa kenabian.

Kata as-Suyuthi, ‘Ini adalah pendapat yang paling shahih dan paling terkenal’.

2. Kedua,  al-Quran turun setiap lailatul qadar selama masa kenabian. Kemudian turun
berangsur-angsur kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam selama setahun itu.

As-Suyuthi menyebutkan, ini merupakan pendapat Fakhruddin ar-Rozi.

3. Ketiga, al-Quran pertama kali turun di lailatul qadar. Selanjuntnya al-Quran turun
berangsur-angsur di waktu yang berbeda-beda. Ini merupakan pendapat as-Sya’bi.

Dan as-Suyuthi lebih cenderung menguatkan pendapat yang pertama. Beliau menyebutkan
riwayat yang mendukung pendapat ini. Diantaranya,

Riwayat dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, bahwa beliau mengatakan,

‫ ثم نزل بعد ذلك في عشرين سنة‬،‫أنزل القرآن جملة إلى السماء الدنيا ليلة القدر‬
Al-Quran turun secara utuh ke langit dunia pada saat lailatul qadar. Kemudian setelah itu, turun
selama 20 tahun. (HR. Nasai dalam al-Kubro, 11372).

As-Suyuthi juga menyebutkan keterangan al-Hafidz Ibnu Katsir yang menyebutkan riwayat
bahwa ulama sepakat al-Quran diturunkan utuh ke Baitul Izzah di langit dunia. Ibnu Katsir
mengatakan,

‫وحكى اإلجماع على أن القرآن نزل جملة واحدة من اللوح المحفوظ إلى بيت العزة في السماء الدنيا‬

Disebutkan adanya ijma’ bahwa al-Quran turun secara utuh dari lauhul mahfudz ke Baitul Izzah
di langit dunia. (Tafsir Ibnu Katsir, 1/502 dan al-Itqan, 1/118).

Allahu a’lam.

Keyakinan ini bertentangan dengan firman Allah subhanahu wa ta’alaa dalam surat al-Qadr ayat
pertama:

‫ِإ َّنآ َأ ْن َز ْل َن ُه فِى َل ْي َل ِة ْال َق ْد ِر‬


“Sesungguhnya kami Telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan[1593].”

[1593] Malam kemuliaan dikenal dalam bahasa Indonesia dengan malam Lailatul Qadr yaitu
suatu malam yang penuh kemuliaan, kebesaran, Karena pada malam itu permulaan Turunnya Al
Quran.
Ayat diatas dengan jelas bahwa al-Quran diturunkan pada malam kemulian (Lailatul Qadar) dan
juga Terlihat jelas bahwa catatan kaki untuk ayat di atas dalam “al-Quran dan Terjemahnya” juga
menjelaskan bahwa malam permulaan turunnya al-Quran adalah pada malam tersebut. Sekarang
yang menjadi pertanyaan, kapan terjadinya malam Lailatul Qadar, malam dimana al-Quran itu
turun.

Nabi shallahu’alaihi wa sallam pernah mengabarkan kepada kita tentang kapan akan datangnya


malam Lailatul Qadar. Beliau pernah bersabda:

“Carilah malam Lailatul Qadar di (malam ganjil) pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan” (Hadits
Riwayat Bukhari 4/225 dan Muslim 1169)

Beliau shallahu’alaihi wa sallam juga bersabda:

“Berusahalah untuk mencarinya pada sepuluh hari terakhir, apabila kalian lemah atau kurang fit,
maka jangan sampai engkau lengah pada tujuh hari terakhir” (Riwayat Bukhori dan Muslim)

Dengan demikian telah jelas bahwa lailatul qadar terjadi pada sepuluh malam terakhir bulan
Ramadhan yaitu pada malam-malam ganjilnya 21, 23, 25, 27 atau 29. Maka gugurlah keyakinan
sebagian kaum muslimin yang menyatakan bahwa turunya al-Quran pertama kali pada tanggal
17 Ramadhan.

Yang bisa dipetik dari pembahasan di atas, Al-Quran diturunkan pada malam lailatul qadar
bukan pada malam yang dikenal dengan malam ‘Nuzulul Quran’ yang bertepatan pada tanggal
17 Ramadhan.

A. Peringatan Nuzulul Quran 17 Ramadhan dengan dzikir tertentu dan bentuk pengajian
khusus adalah bentuk peringatan yang tidak pernah ada landasannya dari al-Quran dan
Hadist Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam, sehingga termasuk dalam perkara bid’ah.

Lailatul qadar terjadi pada sepuluh malam terakhir yang ganjil dibulan Ramadhan.

Peringatan lailatul qadar pada malam 27 Ramadhan (atau malam ganjil lainnya) dengan suatu
pengajian khusus juga merupakan bid’ah karena Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam tidak
pernah memperingatinya melainkan beliau shallahu’alahi wa sallam menghidupkan malam
tersebut dengan qiyamul lail dan memperbanyak doa.

Anda mungkin juga menyukai