Oleh,
NIM: 712013024
TUGAS AKHIR
FAKULTAS TEOLOGI
SALATIGA
2018
i
LEMBAR PENGESAHAN
KAJIAN HIERARKI KEBUTUHAN ABRAHAM MASLOW TERHADAP
PEMENUHAN KEBUTUHAN LANJUT USIA DI PANTI WREDHA SALIB
PUTIH SALATIGA
Oleh,
TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas Teologi guna memenuhi
sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi
(S.Si-Teol)
Disetujui oleh,
Pembimbing I Pembimbing II
Fakultas Teologi
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
2018
ii
iii
iv
v
Motto
“Janganlah seorangpun menganggap engkau
(-Albert Einstein-)
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa
atas kasih, berkat dan tuntunan-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini
dengan judul “KAJIAN HIERARKI KEBUTUHAN ABRAHAM MASLOW
TERHADAP PEMENUHAN KEBUTUHAN LANJUT USIA DI PANTI WREDHA
SALIB PUTIH SALATIGA”. Tugas Akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu
persyaratan dalam menyelesaikan Program Sarjana Sains Teologi (S.si-Teol ) di
Fakultas Teologi di Universitas Kristen Satya Wacana.
1. Pdt. Dr. Jacob Daan Engel selaku pembimbing I sekaligus dosen Wali Studi
selama kurang lebih 2 tahun ini sejak pengalihan Wali Studi. Terimkasih telah
meluangkan waktu, tenaga dan kasih sayang untuk membimbing,
memberikan semangat dan kritik kepada penulis dalam mengerjakan Tugas
Akhir.
2. Pdt. Cindy Quartyamina Koan, MA, selaku dosen pembimbing II yang telah
bersedia memberi semangat, motivasi, kasih sayang dan masukan sehingga
memampukan penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini dengan, tetapi juga
sebagai ibu yang mampu memberikan nasihat kepada penulis salam
menyelesaikan semua proses ini.
3. Pdt. Mariska Lauterboom, MATS, selaku Wali Studi pertama selama kurang
lebih 2 tahun diawal perkuliahan yang telah memberikan masukan, kasih
sayang dan berbagai pengalaman untuk masa depan penulis. Tuhan Yesus
memberkati Kak Ika dalam menyelesaikan Studi S3 yang sementara dijalani.
4. Seluruh dosen Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana yang tidak
dapat disebutkan satu demi satu, untuk ilmu pengetahuan dan pengalaman
vii
hidup yang berharga selama kurang lebih 4 tahun penulis berproses untuk
menyelesaikan studi ini. Penulis juga bersyukur karena memiliki kesempatan
untuk belajar dan mengenal seluruh dosen Fakultas Teologi UKSW yang
nantinya berguna bagi masa depan penulis. Terimakasih juga kepada seluruh
Staff Tata Usaha Fakultas Teologi UKSW karena telah membantu
melancarkan segala jenis keperluan administrasi yang penulis butuhkan.
5. Untuk kedua orang tua terhebat. Papi Andi Uspessy dan mami Nike Uspessy.
Terimaksih kalian berdua masih tetap disamping penulis dan memberikan
dorongan baik dari segi Materi, perhatian, kasih sayang, doa dan waktu untuk
mendengar keluh kesah hati penulis selama berproses di Fakultas Teologi
Universitas Kristen Satya Wacana. Doa penulis, Semoga Tuhan Yesus tetap
memberkati kalian berdua. Terimaksih juga kepada adik tersayang Ricksal L
Uspessy yang telah melengkapi seluruh usaha dan kerja keras penulis. Doa
penulis, semoga engkau tetap tumbuh dalam Kasih Tuhan.
6. Keluarga besar Uspessy-Syatauw untuk setiap dukungan, semangat
persaudaraan dan motivasi yang selalu diberikan kepada penulis selama ini.
7. Keluarga besar Fakultas Teologi angkatan 2013 yang telah memberikan
inspirasi dan sejuta pengalaman berharga tentang arti sebuah persaudaraan
selama kurang lebih 4 tahun kita bersama dan menjalani semua proses di
Fakultas ini. Penulis percaya bahwa bukan tanpa alasan Tuhan
mempertemukan kita di angkatan 2013. Karena kita semua adalah generasi
muda bangsa yang selalu membutuhkan. Ingatlah selalu Motto Kita “Aku
Butuh Kamu, Kamu Butuh Aku”.
8. Saudara-saudara terhebat: Ay, Elyn, Tya, Rezy dan semua saudara yang tidak
dapat disebutkan satu demi satu yang telah mendoakan, memberi dukungan,
menghapus kejenuhan, memberikan inspirasi, meredakan emosi selama masa-
masa perkuliahan dan proses penyelesaian tugas akhir ini. Termaksih yang
sama kepada Sahabat terbaik Erli Njudang yang selalu memberikan bantuan
dan perhatian dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini. Penulis berterimakasih
viii
untuk persahabatan selama kurang lebih 4 tahun bersama berproses di
Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana.
9. Keluarga besar Jemaat GKJ Sidomukti Salatiga dan Jemaat GPM
Sarihalawane Klasis Kairatu Ambon yang telah memberikan kesempatan bagi
penulis menyelesaikan seluruh rangkaian Praktek Pendidikan lapangan (PPL)
yang dibuat oleh Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana.
10. Panti Wredha Salib Putih Salatiga (pengurus panti dan lanjut usia) yang telah
bersedia memberikan informasi yang diperlukan oleh penulis dalam
penyelesaian tugas akhir ini tetapi juga pengalaman hidup yang berharga.
11. Keluarga besar Cemara II no 8: Kak ella, Kak Dyan, Kak Nona, Kak Mici,
Novi, Marce dan Mega. Terimakasih karena telah menemani, berbagi
keceriaan, dan memberikan motivasi bagi penulis selama belajar dan juga
menyelesaikan tugas akhir ini. Terimakasih untuk kebersamaannya.
akhi
Penulis menyadari bahwa penyusunan Tugas Akhir ini masih terdapat
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, hal ini dikarenakan keterbatasan
kemampuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan
masukan, kritik dan saran yang bersifat membangun kearah perbaikan dan
penyempurnaan Tugas Akhir ini. Akhir kata semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi
penulis sendiri, gereja, Panti Wredha, keluarga, masyarakat dan institusi yang terlibat
dalam penulisan Tugas Akhir ini.
ix
DAFTAR ISI
Judul ........................................................................................................................ i
Lembar Pengesahan .............................................................................................. ii
Lembar Pernyataan Tidak Plagiat ..................................................................... iii
Lembar Pernyataan Persetujuan Akses............................................................. iv
Lembar Pernyataan Persetujuan Publikasi Tugas Akhir Untuk Kepentingan
Akademis .................................................................................................................v
Motto ..................................................................................................................... vi
Kata Pengantar ................................................................................................... vii
Daftar Isi .................................................................................................................x
Abstrak ................................................................................................................. xii
1. Pendahuluan..................................................................................................1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................5
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................5
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................ 6
1.5 Metode Penelitian...................................................................................6
1.6 Sistematika Penulisan ............................................................................7
2. Hiererki Kebutuhan Abraham Harold Maslow ........................................7
2.1 Pendahuluan ...........................................................................................7
2.2 Biografi Abraham Harold Maslow.........................................................8
2.3 Kebutuhan manusia berdasarkan hierarki kebutuhan Abraham Harold
Maslow.. ..............................................................................................10
2.3.1 Tingkat pertama, Kebutuhan fisik (Physiological Needs) .........11
2.3.2 Tingkat kedua, Kebutuhan akan rasa aman (Safety Need .........13
2.3.3 Tingkat ketiga, Kebutuhan akan kepemilikan dan cinta (The
Belongingness Love) ................................................................. 14
2.3.4 Tingkat keempat, Kebutuhan untuk dihargai (The Esteem
Needs) ........................................................................................15
x
2.3.5 Tingkat kelima, Aktualisasi diri .................................................16
3. Hasil Penelitian, Pembahasan dan Analisa................................................17
3.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian .........................................................17
3.2 Deskripsi dan analisis masalah kebutuhan lanjut usia di Panti Wredha
Salib Putih dari teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow ...................19
3.2.1 Pemenuhan Kebutuhan Fisik .....................................................19
3.2.2 Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman ...........................................21
3.2.3 Pemenuhan Kebutuhan Kepemilikan dan Cinta ........................24
3.2.4 Pemenuhan Kebutuhan Untuk dihargai .....................................27
3.2.5 Pemenuhan Kebutuhan Aktualisasi Diri ....................................29
4. Penutup.............................................................................................................32
4.1 Kesimpulan ..........................................................................................32
4.2 Saran .....................................................................................................33
4.3 Rangkuman .........................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................36
xi
KAJIAN HIERARKI KEBUTUHAN ABRAHAM MASLOW TERHADAP
PEMENUHAN KEBUTUHAN LANJUT USIA DI PANTI WREDHA SALIB
PUTIH SALATIGA
Abstrak
Penelitian dan penulisan tugas akhir ini bertujuan untuk mengkaji upaya
pemenuhan kebutuhan lanjut usia Kristen di Panti Wredha Salib Putih ditinjau dari
teori hierarki kebutuhan Abraham Harold Maslow. Penelitian ini didukung oleh fakta
permasalahan yang terjadi di Panti Wredha Salib Putih terkait dengan pemenuhan
kebutuhan lanjut usia. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode
deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Melalui penelitian ini dimaksudkan mengkaji
upaya pelaksanaan pemenuhan kebutuhan terhadap lanjut usia Kristen yang berada di
lingkungan Panti Wredha Salib Putih Salatiga. Hasil dari penelitian ini adalah Panti
sebagai sebuah lembaga sosial yang menampung lanjut usia telah melakukan tugas
dan tanggungjawabnya dalam rangka pemenuhan kebutuhan lanjut usia –tingkat
pertama sampai tingkat kelima menurut teori Abraham Harold Maslow- namun hal
ini tidak berjalan dengan maksimal karena berbagai faktor. Faktor-faktor yang
dimaksud yaitu kendala operasional, keterbatasan ekonomi, keterbatasan tenaga,
keterbatasan cara pandang pihak pengelola panti. Begitu juga kurang optimalnya
partisipasi dari para lansia sendiri dalam upaya pemenuhan kebutuhan keseharian
mereka yang beragam. Penelitian ini direkomendasikan kepada pengelola/pengurus
Panti Wredha Salib Putih, para lansia dan keluarga bahkan siapa saja untuk semakin
memberikan perhatian yang lebih optimal terkait dengan pemenuhan kebutuhan lanjut
usia.
Kata Kunci: Pengelola Panti Wredha, upaya pemenuhan kebutuhan lansia lima
kategori, dan teori hierarki kebutuhan Abraham Harold Maslow.
xii
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1
dialami manusia. Lanjut usia bukan penyakit namun merupakan tahap lanjutan dari
proses kehidupan seseorang yang ditandai oleh penurunan kemampuan tubuh untuk
beradaptasi dengan lingkungan.3 Perubahan-perubahan ini sesuai dengan hukum
kodrat manusia yang umumnya dikenal dengan istilah “menua”. Perubahan tersebut
dapat memengaruhi struktur tubuh dari aspek fisik, psikis, dan motorik.4 Perubahan
fisik yang sangat nampak pada lanjut usia ialah kulit menjadi keriput dan kering,
rambut beruban dan rontok, penglihatan mulai menjadi kabur, pendengaran mulai
tidak jelas, tulang menjadi keropos karena mengalami osteoporosis, gigi hilang dan
gusi menyusut, tulang belakang membungkuk, kekuatan dan ketangkasan tubuh
melemah, sistem kekebalan tubuh melemah, sehingga kaum lanjut usia rentan
terhadap berbagai penyakit seperti kanker dan radang paru-paru. Perubahan psikis
kaum lanjut usia dapat dilihat ketika terjadi perubahan dalam sistem belajar, berpikir,
kreatifitas, dan rasa humor. Sedangkan aspek motorik dilihat ketika adanya
perubahan terhadap kecepatan, kekuatan, belajar ketrampilan baru dan kekakuan.5
Dengan demikian Kemunduran dan ketidakberfungsian ketiga aspek ini menjadikan
kaum lanjut usia tidak dapat membangun relasi yang baik dengan orang lain sehingga
kebutuhan fisik, dan psikis mereka tidak terpenuhi secara baik.
Menurut Elizabeth B. Hurlock terdapat dua kenyataan lain yang harus dihadapi
oleh kaum lanjut usia yaitu perubahan sosial dan perubahan ekonomi. Perubahan
sosial terjadi ketika peran kaum lanjut usia menjadi berkurang dan ditinggalkan oleh
orang-orang yang dicintainya. Sedangkan perubahan ekonomi terjadi ketika kaum
lanjut usia hanya bergantung secara finansial pada uang pensiun atau keluarga.6
Dengan demikian, perubahan yang dialami oleh kaum lanjut usia dapat menimbulkan
perasaan tersisih dan tidak dibutuhkan lagi karena mereka dianggap sebagai mahkluk
yang tidak berdaya sehingga mereka membutuhkan kepedulian dari pihak lain. Selain
3
Efendi & Makhfudli, Keperawatan Kesehatan Komunitas….., 243.
4
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1980), 380.
5
Ani Marni & Rudi Yuniawati, “Hubungan antara Dukungan Sosial dan Penerimaan Diri pada
Lansia di Pati Wredha Budhi Dharma Yogyakarta.” Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Ahmad
Dahlan 1 (Juli 2015): 1-2
6
Enda Puspita Sari & Sartini Nuryoto, “Penerimaan Diri Pada Lanjut Usia Ditinjau dari
Kematangan Emosi.” Jurnal Psikologi Universitas Gadjah Mada 2, 73-88 (2002): 74.
2
itu ketidakikhlasan menerima kenyataan baru, misalnya penyakit yang tidak kunjung
sembuh bisa jadi membuat mereka merasa putus asa. Selain itu juga ekonomi, mereka
tidak lagi memiliki pengahasilan sendiri untuk membiayai hidup mereka sehingga
hanya bergatung pada uang pension.
Maslow dalam bukunya menuliskan pengalaman cinta terutama terdiri dari
kelemahlembutan dan kasih sayang dengan penuh kegembiraan, kebahagiaan,
kepuasaan, kebanggaan bahkan perasaan yang meluap-luap. Ada kecenderungan
untuk berdekatan, mengadakan kontak yang lebih mesra untuk mengelus-elus dan
merangkul orang yang dicintai.7 Dengan demikian setiap manusia tanpa terkecuali
harus mampu untuk memenuhi kebutuhan ini. Setiap manusia ditakdirkan untuk
mampu membangun relasi, dicintai dan mencintai dengan orang-orang
disekelilingnya termasuk lanjut usia namun hal ini tidak dirasakan oleh lanjut Usia
yang hidup dalam lembaga-lembaga kesejahteraan sosial seperti Panti Wredha.
Mereka ini adalah bentuk ketidakpedulian cinta dari orang-orang yang dicintainya.
Secara umum, lanjut usia juga bagian dari masyarakat dan mahkluk sosial yang
selalu ingin bertemu, berinteraksi, dan saling membutuhkan terutama dalam keluarga.
Namun seiring berjalannya waktu hubungan itu akan berkurang dan menjadi sebuah
tantangan baru bagi kaum lanjut usia.8 Kondisi ini dikarenakan oleh berkurangnya
kedekatan bahkan terpisah secara fisik dengan orang-orang yang dicintainya seperti
anak-anak ataupun pasangan hidup yang selalu menemani mereka.
Sebagai manusia, menjadi tua itu menghadirkan ketakutan dikarenakan dua
alasan: pertama, ketakutan menghadapi kesendirian atau kesunyian. Kedua, ketakutan
mengahadapi kematian dan atau ditinggalkan oleh orang-orang yang dicintai. Situasi
ini berakibat pada semakin menurunnya kondisi fisik dan psikis para lanjut usia,
sehingga mereka hanya bisa pasrah dengan keadaan atau malah mengalami depresi.9
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa lanjut usia kadang sulit beradaptasi
7
Abraham Maslow, Motivasi dan Kepribadian: Teori Motivasi dengan Ancangan Hierarki
Kebutuhan Manusia, cetakan pertama (Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo, 1970), 208.
8
Ratriana Y. E. Kusumiati, “Tinggal Sendiri dimasa Lanjut Usia.”Jurnal Universitas Kristen
Satya Wacana 1 (Januari 2009): pp 24-25
9
Astuti, Vitaria Wahyu. "Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Depresi Pada Lansia Di
Posyandu Sejahtera Gbi Setia Bakti Kediri." Jurnal Penelitian STIKES Kediri 3.2 (2012): pp-85.
3
(bukan berarti tidak bisa) dengan lingkungan maupun suasana yang baru di panti
yakni kurangnya kepedulian dari orang-orang terdekat, kurang kasih sayang dari
keluarga, kekosongan, rasa tidak dibutuhkan lagi dan merasa kesepian.
Rasa kesepian dan kehilangan karena keterpisahan dengan anak-anak dan
orang-orang yang dicintainya, terlebih lagi ketika keluarga tidak mampu mengurus
mereka dapat memungkinkan mereka memilih tempat untuk mengobati rasa kesepian.
Intinya, kaum lanjut usia membutuhkan sebuah komunitas yang dapat mendukung
keberadaan mereka. Inilah sebabnya beberapa orang dari kaum lanjut usia memilih
tinggal di Lembaga Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia atau yang sering dikenal
sebagai Panti Wredha.
Lembaga Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia merupakan salah satu lembaga yang
menangani kehidupan para lanjut usia. Sasaran utama dari lembaga ini ialah lanjut
usia. Lembaga Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia ini didirikan dengan tujuan agar
kaum lanjut usia dapat menikmati hari tuanya dengan aman, tentram dan sejahtera;
terpenuhinya kebutuhan lanjut usia, baik jasmani maupun rohani dan terwujudnya
kualitas pelayanan. Ada beberapa Lembaga Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia di kota
Salatiga yang menampung kaum lanjut usia, baik itu yang didirikan sendiri maupun
panti sosial yang mendapat dana dari pemerintah. Salah satunya ialah Panti Wredha
Salib Putih yang bernaung di bawah Yayasan Sosial Kristen Salib Putih.
Panti ini dimiliki oleh Yayasan Sosial Kristen Salib Putih yang bernaung di
bawah GKJ (Gereja Kristen Jawa), oleh karena itu pemenuhan kebutuhan akan dapat
membantu kehidupan lanjut usia dari sisi rohani dan jasmani karena upaya
pemenuhan kebutuhan lanjut usia bertujuan untuk menunjukkan sikap peduli,
mengasihi, mencintai dan memperhatikan sesama dalam lingkungan gereja, keluarga
maupun masyarakat. Dengan demikian kepedulian dalam upaya pemenuhan
kebutuhan dan pendampingan dipandang penting sebagai perwujudan dari hakekat
keberadaan dan peradaban manusia secara universal atas dasar kerahiman Allah
sebagai gambar imago Dei.10 Ini berarti bahwa Yayasan Sosial Panti Wredha Salib
10
Totok S. Wiryasaputra, Pengantar Konseling Pastoral.(Yogyakarta: Diandara Pustaka
Indonesia), 37.
4
Putih hadir untuk semua orang dalam segala bentuk pelayanan, salah satunya adalah
pemenuhan kebutuhan bagi kaum lanjut usia karena mereka juga adalah gambar dan
rupa Allah.
Berdasarkan gambaran di atas dapat dikatakan bahwa upaya pemenuhan
kebutuhan lanjut usia yang efektif dan profesional sangatlah dibutuhkan karena
ternyata berbagai kegiatan yang dilakukan dalam rangka mendukung upaya
pemenuhan kebutuhan baik dari sisi rohani maupun jasmani tidak berjalan dengan
maksimal. Dengan demikian, inilah alasan bagi penulis memilih judul tugas akhir
“KAJIAN HIERARKI KEBUTUHAN ABRAHAM MASLOW TERHADAP
PEMENUHAN KEBUTUHAN LANJUT USIA DI PANTI WREDHA SALIB
PUTIH SALATIGA”. Dengan judul ini penulis bermaksud melakukan kajian atas
kebutuhan kaum lanjut usia berdasarkan teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow
serta bagaimana gereja dan teologi memberi tanggapan terhadap dinamika kebutuhan
kaum lanjut usia.
Penulis berkepentingan untuk mengambil judul ini karena tiga alasan yaitu
pertama, kajian atas kebutuhan lanjut usia masih sangat jarang ditemui. Kedua, kaum
lanjut usia di Panti Wredha Salib Putih Salatiga adalah kelompok yang memiliki
kompleksitas kebutuhan oleh karenanya membutuhkan kepedulian dari pihak lain.
Ketiga, gereja hadir ditengah-tengah dunia untuk melayani semua orang tak
terkecuali kaum lanjut usia.
5
1.4 Manfaat Penelitian
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka
penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi positif bagi para pembaca
baik secara teoritis dan praktis. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan bermanfaat
bagi pengembangan ilmu pengetahuan untuk memperkaya dan memperlengkapi
kajian ilmiah terhadap upaya pemenuhan kebutuhan lanjut usia Kristen di Panti
Wredha Salib Putih. Secara praktis, penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi
Pengembangan pelayanan Gereja dan Yayasan Sosial Salib Putih yang aplikatif dan
relevan bagi kaum lanjut usia di Panti Wredha Salib Putih.
11
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Rem7u6yaja Rosdakaria, 1998),
3.
12
Noman K. Denzin dan Yyonna S. Lincoln, The Sage Handbook of Qualitative Research I
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), xviii.
13
Eko Sugiato, Menyusun Proposal Penelitian Kualitatif Skripsi dan Tesis (Yogyakarta: Suaka
Medika, 2015), 9-11.
6
berbicara dan mendengar dengan baik. Keempat, Pengurus Panti yang menjabat
sebagai pempinan panti sebagai partisipan tambahan.
7
kebutuhan untuk dihargai, dan yang terakhir aktualisasi diri yang baik. Perlu disadari
bahwa meskipun ini merupakan masa terakhir dari seluruh kehidupan manusia, lanjut
usia juga harus memenuhi kebutuhannya untuk tetap mempertahankan hidupnya
sehingga mereka membutuhkan orang lain (keluarga/orang-orang disekeliling) untuk
dapat memenuhi kebutuhan mereka mulai dari tingkat dasar sampai pada kebutuhan
yang tertinggi.
15
Matthew H. Olson dan B.R. Hergenhahn, Pengantar Teori-Teori Kepribadian:Edisi Kedelapan
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), 827.
16
Frank G. Goble, Mazhab Ketiga: Psikologi Humanistik Abraham Maslow (Yogyakarta:
Kanisius, 1987), 29.
8
bungsu yang jelek oleh ayahnya sendiri. Selain itu yang menjadi alasan bagi
kepahitan Maslow yaitu ibunya yang amburadul dalam mengurus rumah tangga.
Maslow sendiri menggambarkan ibunya sebagai sosok wanita yang kejam, tidak
peduli dan tidak memiliki kasih sayang terhadap keluarga.17 Setelah melihat kisah
Abraham Harold Maslow, maka dapat dikatakan bahwa masa kanak-kanannya sangat
tidak bahagia.
Melewati masa kanak-kanak yang menyedihkan tidak membuat prestasi
sekolahnya menurun. Maslow menjadi salah seorang sisiwa yang memiliki prestasi
mengagumkan disekolahnya sewaktu ia bersekolah di Broklyn. Pilihannya didasarkan
pada dua hal yaitu masalah kemanusiaan dan ketidaksabarannya mewujudkan sesuatu
yang nyata. Maslow selalu menjadi mahasiswa yang berhasil selama ia berkuliah.18
Masalah yang dialami oleh Maslow baik dari dalam maupun luar keluarganya
membentuk sikap dan tindakan Maslow, paling khusus berpengaruh pada
pemikirannya sendiri.
Setelah menikah kehidupannya berubah menjadi bahagia sampai kematiannya.
Dalam kehidupannya Maslow tetarik dengan psikologi behaviorisme yang
dikemukakan oleh J. B Waston.19 Banyak hal yang mempengaruhi pemikiran Maslow
termasuk juga pengalamannya dengan suku Indian Northern Blackfoot di Alberta
Canada. Di sana terjadi permusuhan dan perkelahian antar warga suku. Selain itu juga
ia mengamati bahwa anak-anak jarang dihukum secara fisik. Orang-orang Indian
sangat memandang rendah orang-orang kulit putih karena mereka sering bertindak
kasar (kejam) terhadap anak mereka sendiri.20
Biografi di atas sangat berpengaruh terhadap teori-teori yang dikemukakan oleh
Maslow salah satunya ialah teori hierarki kebutuhan yang sampai saat ini masih
digunakan untuk menganalisa setiap kebutuhan manusia. Jadi jelas bahwa hierarki
kebutuhan tidak selamanya bergantung pada pemenuhan kebutuhan dasar bahwa jika
17
Olson dan Hergenhahn, Pengantar Teori-Teori Kepribadian:Edisi Kedelapan…..,827.
18
Hendro Setiawan, Manusia Utuh: Sebuah Kajian Atas Pemikiran Abraham Maslow
(Yogyakarta: Kanisus, 2014), 24.
19
Olson dan Hergenhahn, Pengantar Teori-Teori Kepribadian:Edisi Kedelapan…..,831.
20
Goble, Mazhab Ketiga: Psikologi Humanistik Abraham Maslow), 31-32.
9
kebutuhan ditingkat terendah sudah terpenuhi maka seseorang mampu mencapai
kebutuhan tertinggi yaitu aktualisasi diri. Dengan kata lain hierarki yang dimaskud
Maslow menunjukan bahwa pemenuhan kebutuhan tergantung dari seberapa besar
potensi dan motivasi untuk memenuhi kebutuhan tersebut bukan bergantung pada
tahapan-tahapan kebutuhan. Hal ini dibuktikan oleh Maslow melalui biografi diatas.
21
Abraham Maslow, Psikologi Sains: Tinjauan Kritis Terhadap Psikologi Ilmuan dan Ilmu
pengetahuan Modern (Jakarta Selatan: Teraju, 2004), vii.
22
Goble, Mazhab Ketiga: Psikologi Humanistik Abraham Maslow….. 70
10
dalam pemenuhan kebutuhan itu manusia memiliki cara-cara tersendiri untuk
mencapai tujuan hidupnya termasuk juga lanjut usia.
Menurut Maslow, manusia memiliki sejumlah kebutuhan yang sifatnya
instingtoid, atinya bawaan sejak lahir. Maslow mengasumsikan bahwa kebutuhan
kita tersusun dalam sebuah hierarki berdasarkan potensi pemenuhannya. Kebutuhan
di hierarki lebih rendah lebih kuat dari pada yang di atasnya dan sebaliknya
kebutuhan di hierarki lebih tinggi lebih lemah.23 Dengan demikian dapat dikatakan
sebagai mahkluk berkebutuhan manusia sudah seharusnya berusaha memenuhi
kebutuhan hidupnya baik itu usaha dari dalam diri bahkan juga dorongan dari orang
lain.
Secara umum Maslow menguraikan kelima tingkatan kebutuhan ini sebagai
berikut:
2.3.1 Tingkat pertama, Kebutuhan fisik (Physiological Needs).
Maslow dalam bukunya menuliskan bahwa kebutuhan pada tingkat pertama ini
merupakan titik tolak teori motivasi karena berhubungan dengan dorongan
fisiologis.24 Artinya bahwa Kebutuhan ini adalah kebutuhan pokok setiap individu,
yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan fisik manusia. Bagian pertama ini
berbicara tentang kebutuhan mendasar dalam seluruh kehidupan manusia yang
berhubungan dengan aspek biologis seperti kebutuhan akan oksigen, makanan dan
air. Penelitian terakhir menunjukan ada dua faktor yang mempengaruhi kebutuhan
tingkat pertama ini yaitu pertama, perkembangan Homesitas yang menunjuk pada
usaha otomatis dalam tubuh untuk mempertahankan aliran darah yang konstan dan
normal. Kedua adalah selera yang merupakan pilihan makanan yang disukai. Apabila
seorang kekurangan zat kimia maka ia akan mengembangkan suatu selera khusus
bagi kebutuhan yang kurang itu.25 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa setiap
manusia memiliki dua faktor yang mampu mendorongnya untuk memenuhi
23
Olson dan Hergenhahn, Pengantar Teori-Teori Kepribadian:Edisi Kedelapan….., 839.
24
Abraham H. Maslow, Motivasi dan Kepribadian 1: Teori Motivasi dengan Pendekatan
Kebutuhan Manusia Cetakan Keempat (Jakarta: PT. Pustaka Binaman Presindo, 1993), 43.
25
Maslow, Motivasi dan Kepribadian 1: Teori Motivasi dengan Pendekatan Kebutuhan Manusia
Cetakan Keempat….,43-44.
11
kebutuhan pada tingkat pertama ini terkhususnya kebutuhan akan makanan dan
minuman.
Wirakusuma dalam bukunya menuliskan salah satu fenomena yang lazim
dikeluhkan oleh lanjut usia berkaitan dengan proses penuaan yaitu hilangnya selera
makan atau menyukai makanan yang rasanya tajam, hal disebabkan oleh terjadinya
penurunan sensitivitas indera perasa atau pembau.26 Dengan kata lain, kebutuhan
unsur gizi tertentu pada lansia mengalami peningkatan sehingga lansia membutuhkan
asupan gizi yang tepat untuk dapat memenuhi kebutuhan fisiknya ini. Adapun asupan
gizi yang harus dipenuhi lansia dalam kehidupannya antara lain: Energi, Protein,
Vitamin A, Vitamin B1 (Thianim), Vitamin B2 (Riboflavin), Vitamin B3 (Niasin),
Vitamin B12, Asam folat, Vitamin , Kalsium, Fosfor, Besi, Seng dan Lodium
Ada tiga hal yang harus diperhatikan untuk memenuhi gizi kebutuhan lanjut
usia yaitu pertama, Asupan gizi disesuaikan dengan tingkat aktivitas dan kondisi
kesehatan. Kedua, tekstur makanan disesuaikan dengan kemampuan pencernaan
lansia. Ketiga, penyajian makanan (cara, waktu dan jenis) disesuaikan dengan kondisi
fisiologis dan psikologi lansia.27 Dengan demikian untuk menciptakan kesehatan
lansia secara optimal dan pemuasan kebutuhan pada tingkat pertama ini para lansia
dan para perencana harus mengatur pola hidup sehat melalui asupan gizi yang teratur
untuk lansia.
Dari teori gizi diatas sudah selayaknya setiap manusia termasuk lansia harus
memperhatikan kesehatan tubuh mereka melalui kebutuhan tingkat pertama ini.
Beberapa hal ini kalau tidak dipenuhi dengan baik maka manusia tidak dapat hidup.28
Menurut Maslow jika kebutuhan-kebutuhan pada tingkat pertama ini telah dipuaskan
maka akan muncul kebutuhan yang baru lagi. Inilah yang disebut dengan kebutuhan
dasar manusia yang diatur dengan hierarki kekuatan yang bersifat relatif.29 Dengan
26
Ema S Wirakusumah, Menu Sehat Untuk Lanjut Usia, (Jakarta: Puspa Swara Anggota IKAPI,
2001), 2.
27
Wirakusumah, Menu Sehat Untuk Lanjut Usia…..,15.
28
Hendro Setiawan, Manusia Utuh: Sebuah Kajian Atas Pemikiran Abraham Maslow
(Yogyakarta: Kanisus, 2014), 40.
29
Goble, Mazhab Ketiga: Psikologi Humanistik Abraham Maslow…..,72.
12
demikian, kedua faktor diatas harus dipenuhi untuk kebutuhan pada jenjang pertama
ini sehingga manusia mampu mempertahankan hidupnya.
30
Setiawan, Manusia Utuh: Sebuah Kajian Atas Pemikiran Abraham Maslow….., 40.
31
Maslow, Motivasi dan Kepribadian 1: Teori Motivasi dengan Pendekatan Kebutuhan Manusia
Cetakan Keempat…..,51.
13
pengertian kebutuhan lanjut usia berarti hubungan antar keluarga yang tidak
harmonis. Melihat seluruh keberadaan lanjut usia maka sudah selayaknya mereka
mencari pelindung terdekat mereka yang dianggap kuat untuk mengatasi rasa
ketakutan dan kegelisahan mereka. Pemenuhan kebutuhan rasa aman memastikan
individu bahwa mereka tinggal dilingkungan yang bebas dari bahaya, rasa takut dan
kekacauan.32 Dengan demikian, dalam situasi seperti ini maka, sudah selayaknya
lanjut usia mencari pelindung terdekat mereka yang dianggap kuat untuk mengatasi
rasa ketakutan dan kegelisahan mereka di Panti Wredha yang merupakan tempat baru
bagi mereka.
32
Olson dan Hergenhahn, Pengantar Teori-Teori Kepribadian:Edisi Kedelapan….., 841.
33
Setiawan, Manusia Utuh: Sebuah Kajian Atas Pemikiran Abraham Maslow….., 41.
34
Maslow, Motivasi dan Kepribadian 1: Teori Motivasi dengan Pendekatan Kebutuhan Manusia
Cetakan Keempat…..,52.
35
Setiawan, Manusia Utuh: Sebuah Kajian Atas Pemikiran Abraham Maslow….., 124.
14
ENGKAU (“I-Thou”) menurut Bubber dalam bukunya I And Thou merupakan relasi
antara persona (manusia sebagai mahkluk yang bermartabat). Relasi dimana AKU
menyapa ENGKAU sebagai pribadi dan ENGKAU menyapa AKU sebagai pribadi
juga. AKU tidak memperalat ENGKAU tapi AKU menjumpai ENGKAU apa
adanya.36 Oleh karena itu kebutuhan itu mengharuskan setiap manusia agar dapat
bersosialisasi dengan orang lain. Aspek dalam kebutuhan ini adalah pertemanan,
persahabatan, dukungan keluarga, pengidentifikasian diri dengan kelompok dan
hubungan intim.37 Dengan demikian, ini merupakan sebuah relasi atau hubungan
yang tepat untuk mempererat persahabatan dan kekeluargaan. Jika kebutuhan ini
tidak dipenuhi maka individu akan merasa kesepian dan hampa.
Bagi Maslow, cinta menyangkut suatu hubungan sehat dan penuh kasih mesra
antara kedua orang, termasuk sikap saling percaya. Satu hal yang ditekankan oleh
Maslow dalam bukunya ialah cinta bukan sinonim dari seks.38 Seingkali cinta
menjadi rusak jika salah satu pihak merasa takut jika kelemahannya terungkap. Karl
Menninger menjelaskan bahwa cinta menjadi rusak bukan saja dari perasaan yang
tidak dihargai tetapi juga oleh rasa takut.39 Lanjut usia sangat membutuhkan orang
lain untuk mampu mewujudkan kebutuhan yang satu ini. Namun seringkali apa yang
dialami oleh mereka tidak semuanya sama. Mereka merasa sendiri tidak ada orang
yang mencintai mereka sehingga mereka terpaksa diungsikan ke lembaga sosial.
Pemenuhan kebutuhan cinta sampai saat ini merupakan sesuatu yang sulit untuk
dicapai terutama bagi lanjut usia.
36
Setiawan, Manusia Utuh: Sebuah Kajian Atas Pemikiran Abraham Maslow…..,130.
37
Olson dan Hergenhahn, Pengantar Teori-Teori Kepribadian:Edisi Kedelapan….., 841.
38
Maslow, Motivasi dan Kepribadian 1: Teori Motivasi dengan Pendekatan Kebutuhan Manusia
Cetakan Keempat…..,55.
39
Goble, Mazhab Ketiga: Psikologi Humanistik Abraham Maslow….., 76.
15
ketidaktergantungan dan kebebasan. Sedangkan penghargaan dari orang lain meliputi
prestise, pengakuan, penerimaan, perhatian, kedudukan, nama baik serta
40
penghargaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kebutuhan pada tingkat
keempat ini berhubungan dengan dua hal yaitu diri sendiri dan orang lain untuk dapat
mencapai tujuan akan penghargaan diri.
Pemenuhan kebutuhan akan harga diri membawa perasaan percaya pada diri
sendiri, nilai, kekuatan, kapabilitas dan perasaan dibutuhkan serta bermanfaat bagi
dunia namun sekaligus menimbulkan perasaan lemah dan tidak berdaya ketika
seseorang tidak mendapat respon dan motivasi yang diharapkan dari orang lain.
Harga diri yang paling baik dilandaskan pada penghargaan yang dari orang lain dan
bukan dari ketenaran atau kemasyuran.41 Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
meskipun harga diri dapat diperoleh dari dua kemungkinan namun yang baik adalah
dieroleh dari pengakuan orang lain.
Selanjutnya dijelaskan lebih lanjut bahwa pemenuhan kebutuhan akan
penghargaan diri manghasilkan dampak psikologis berupa rasa percaya diri, bernilai
kuat, mampu memadai. Sebaliknya jika kebutuhan ini tidak tercapai maka akan
menghasilkan perasaan minder, lemah, putus asa, atau bahkan rasa takut.42 Oleh
karena itu meskipun lanjut usia adalah masa akhir dari hidup manusia namun mereka
juga membutuhkan sebuah pengakuan dan penghargaan oleh orang-orang disekeliling
terutama keluarga.
40
Setiawan, Manusia Utuh: Sebuah Kajian Atas Pemikiran Abraham Maslow..…, 76.
41
Maslow, Motivasi dan Kepribadian 1: Teori Motivasi dengan Pendekatan Kebutuhan Manusia
Cetakan Keempat…..,56
42
Setiawan, Manusia Utuh: Sebuah Kajian Atas Pemikiran Abraham Maslow….. 42.
16
tentram. Kebutuhan ini dapat disebut sebagai perwujudan diri.43 Dengan demikian
setiap orang harus memiki aktivitas pribadi untuk dapat menemukan perwujudan
dirinya.
Maslow menggambarkan aktualisasi diri sebagai kebutuhan seseorang untuk
melakukan apa yang menjadi tujuan kelahiran atau penciptaannya. Pencapaian
aktualisasi diri mampu membawa manusia sampai pada sifat tertingginya. 44 Lanjut
usia membutuhkan akan aktualisasi diri yang baik. Dengan demikian muncullah
kebutuhan terakhir ini berdasarkan suatu pemenuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa
aman, kebutuhan akan cinta dan harga diri yang telah ada sebelumnya.
Dengan demikian inilah teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow yang
penulis gunakan untuk melihat permasalahan yang dialami oleh kaum lanjut usia di
Panti Wredha Salib Putih Salatiga. Dari kelima tahapan ini penulis akan mencari tahu
seberapa besar ragam kebutuhan lanjut usia yang telah terpenuhi. Kemudian apa saja
tantangan yang dialami oleh kaum lanjut usia dalam rangka memenuhi ragam
kebutuhan hidup mereka.
17
Wredha Salib Putih memiliki dua macam pelayanan yaitu PW sosial, berlokasi di
Salib Putih yang diperuntukan bagi lanjut usia terlantar baik secara fisik, rohani,
psikologi, dan sosial titipan keluarga tidak mampu, pamong RT/RW, gereja, dinas
sosial, kepolisian. PW mandiri berlokasi dijalan Merbabu Salatiga untuk usia lanjut
titipan keluarga mampu dengan memberikan kontribusi tiap bulannya.45
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya Yayasan Sosial Kristen Salib Putih
yang merupakan lembaga kemasyarakatan memiliki Visi dan Misi. Adapun Visi dan
Misi dari Yayasan ini adalah VISI: “Mewujudkan kasih Allah kepada manusia demi
keselamatan manusia secarah utuh” dan MISI: “Memberikan pelayanan kepada
orang-orang terlantar dengan cara memberikan perawatan, pendidikan,
pendampingan agar menjadi manusia bermartabat yang hidup secara utuh, layak
dan penuh pengharapan”.46 Perlu juga kita ketahui tentang filosofi Salib Putih yang
merupakan dasar dan latar belakang dari pelayanan Yayasan ini. Adapun Filosofi
Salib Putih antara lain: Salib merupakan lambang penderitaan, keselamatan, dan
kasih yang diwujudkan dalam pengorbanan, Salib merupakan tanda hubungan dan
tanggungjawab kita kepada sesame (garis horizontal) dan kepada Tuhan (garis
vertikal) dan Putih merupakan lambang kesucian dan ketulusan. Dengan demikian
Salib Putih adalah wujud nyata tanggungjawab kasih, pelayanan dan pengorbanan
kita kepada Tuhan dan sesama dengan memberikan pertolongan kepada sesama yang
menderita agar mendapatkan keselamatan secara utuh dan mendasarinya dengan
kesucian serta ketulusan hati.
45
Brosur Yayasan Sosial Kristen Salib Putih Jl. Hasanudin Km 4 Salib Putih Salatiga
50734 PO.Box 135 Telp. 0298-323339 Fax. 0298-326489 Email:
Yayasan.salibputih@gmail.com Katemenan Iku Ajine Ngungkuli Kapinteran.
46
Buku Sejarah Salib Putih:14 Mei 1902-14 Mei 2013.
18
3.2 Deskripsi dan Analisis Masalah Kebutuhan Lanjut Usia Di Panti Wredha
Salib Putih Dari Teori Hierarki Kebutuhan Abraham Maslow.
3.2.1 Pemenuhan Kebutuhan Fisik
Berdasarkan obeservasi dengan 10 orang responden yang merupakan lansia di
Panti Wredha salib putih. Penulis menemukan hasil penelitian bahwa biasanya
pemenuhan kebutuhan fisik lansia di panti ini berupa makan dan minum. Dari segi
waktu, 10 responden menjawab bahwa waktu pemenuhan kebutuhan fisik berupa
makan dan minum lansia di panti Wredha Salib Putih sudah terpenuhi dengan baik
yaitu pagi, siang dan sore (tiga kali sehari). Dari segi pemenuhan kebutuhan
berdasarkan selera, 1 orang responden sebut saja Opa SU menjawab bahwa meskipun
waktu makan telah diperhatikan dengan baik namun terkadang tidak memperhatikan
seleranya.47 Dari segi pemenuhan kebutuhan berdasarkan gizi dan kesehatan 2 orang
responden sebut saya Opa SU dan oma S.48 menjawab bahwa sejauh ini makanan
yang disajikan belum menjawab kebutuhannya karena tidak sesuai dengan kondisi
dan kesehatannya dan selain itu makanan yang disajikan tidak bergizi.
Hasil wawancara dengan pengurus panti yaitu ibu SSM.49 Beliau mengatakan
bahwa tidak ada pertimbangan gizi khusus dan konsultasi ke dokter tentang makanan
dan minuman yang seharusnya di konsumsi lansia karena faktor ekonomi yang
kurang memadai. Dalam kenyataannya untuk makan sehari-hari, biaya lauk setiap
lansia sebesar Rp 1.000,00/sekali makan. Jadwal makan lansia telah diatur dengan
baik sehingga dalam satu hari waktu makan lansia adalah 3x. Selain itu per harinya
Panti Wredha salib Putih mengeluarkan 3 ons beras untuk jatah makan setiap lansia
selama satu hari penuh.
Hal ini tidak sejalan dengan pemikiran Wirakusuma yang menyatakan bahwa
usia lanjut membutuhkan asupan gizi yang tepat untuk dapat memenuhi kebutuhan
fisiknya. Adapun asupan gizi yang harus dipenuhi lansia berupa energi, protein Vit.A,
Vit. B1, B2, B3 dan sebagainya. Menurut analisa penulis kebutuhan asupan gizi
47
Wawancara dengan Opa SU, 14 Juli 2017, pukul 06.57 WIB.
48
Wawancara dengan Oma S, 01 Juli 2017, pukul 09.52 WIB.
49
Wawancara dengan Ibu SSM, 08 juli 2017, pukul 09.23 WIB
19
untuk lansia di Panti ini belum dijalankan dengan maksimal karena, bagaimana
pengurus Panti mengetahui asupan gizi lansia jika tidak ada pertimbangan asupan gizi
ke dokter, selain itu ada keluhan dari lansia terkait dengan makanan yang disajikan
bagi mereka.
Selanjutnya dari hasil penelitian diketahui bahwa masalah tentang selera makan
lansia dijumpai dalam lingkungan Panti ini. Masalah tentang selera makan merupakan
faktor menurunnya kondisi kesehatan lansia di Panti Wedha Salib Putih. Seorang
lansia mengeluh tentang makanan yang diberikan karena terkadang tidak memenuhi
kebutuhan dan seleranya. Sebut saja opa SU.50 Menurutnya, makanan yang selalu
diberikan tidak sesuai selera sehingga membuatnya kehilangan nafsu makan.
Hasil penelitian ini didukung oleh pemikiran Wirakusumah yang menyatakan
bahwa salah satu masalah yang sering dikeluhkan oleh lanjut usia adalah hilangnya
selera makan sehingga lansia membutuhkan gizi yang tepat untuk memenuhi
kebutuhan fisiknya. Oleh karena itu peranan penting dari Panti sangat dibutuhkan
untuk meningkatkan selera makan lansia dengan cara memperhatihan asupan gizi
yang tepat karena asupan gizi yang tepat menjadi faktor utama untuk meningkatkan
selera makan lansia. Analisa penulis dari masalah ini adalah Panti belum seutuhnya
menjadi unit yang membantu pemenuhan kebutuhan fisik (makan dan minum) lansia
terutama dari segi selera.
Selanjutnya, menurut Wirakusumah ada tiga faktor penting yang harus
diperhatikan dalam pemenuhan gizi lansia yaitu asupan gizi harus disesuaikan dengan
aktifitas dan kondisi kesehatan, tekstur makanan harus disesuaikan dengan
pencernaan dan penyajian makanan harus disesuaikan dengan kondisi fisik dan dan
psikologi lansia. Kenyataanya ada lansia yang masih mengeluh bahwa makanan yang
disajikan tidak memperhatikan kondisi kesehatan mereka. Selain itu juga, tidak
pertimbangan gizi khusus bagi lansia yang dikonsultasikan ke dokter dalam kaitannya
dengan makan dan minum lansia di Panti ini karena faktor ekonomi.
Dari hasil penelitian dengan responden maka dapat disimpulkan bahwa
memang proses pemenuhan kebutuhan fisik (makan dan minum) belum sepenuhnya
50
Wawancara dengan Opa SU, 14 juli 2017, pukul 06.57 WIB
20
terpenuhi. Jika dilihat dari tiga segi pemenuhan kebutuhan diatas maka dapat
dikatakan yang mencapai tujuan pemenuhan adalah segi waktu. Selanjutnya segi
pemenuhan selera dan gizi sejauh ini belum sepenuhnya menjawab kebutuhan lansia
karena masih ada diantara lansia yang merasa bahwa kebutuhan fisik (makan dan
minum) tidak sesuai dengan selera bahkan juga gizi dan kondisi kesehatan. Jadi,
jelaslah bahwa pemenuhan kebutuhan fisik (makan dan minum) yang telah di
jadwalkan oleh panti tidak sepenuhnya menyentuh kebutuhan lansia.
Dari hasil penelitian yang dilakukan di Panti Wredha Salib Putih ketika
dibandingkan dengan teori Abraham H. Maslow, kebutuhan pada tingkat pertama
terpenuhi apabila kedua faktor diatas terpenuhi yaitu pemenuhan selera dan usaha
untuk tetap mempertahankan aliran darah dengan mengonsumsi gizi yang tepat.
Kenyataan penelitian memberikan informasi bahwa panti belum menggali secara
penuh kebutuhan fisik lansia. Selain itu juga panti belum sepenuhnya memperhatikan
secara penuh kualitas makan (asupan gizi) yang tepat bagi lansia. Dalam pemenuhan
kebutuhan fisik hal yang perlu diperhatikan oleh Panti adalah gizi yang tepat dan
pemuasan terhadap selera adalah faktor penting dalam pertimbangan kesehatan
lansia.
Berdasarkan hasil analisa penulis menemukan sekurangnya ada dua faktor yang
menjadi masalah besar sehingga mempengaruhi Panti Wredha Salib Putih tidak
memberikan pelayanan yang tepat bagi lansia. Pertama, karena faktor ekonomi. Hal
ini dikarenakan Panti ini dikhusukan bagi golongan menengah kebawah sehingga
tidak memiliki biaya lebih untuk mengkonsultasikan gizi makan lansia ke dokter.
Kedua, Panti tidak menggali secara penuh apa keluhan lansia tentang kebutuhan
makan dan minum yang seharusnya mereka dapatkan.
21
lansia tidak mendapat pemenuhan kebutuhan rasa aman dengan baik yaitu faktor
keluarga dan lingkungan Panti. Beberapa orang responden adalah orang-orang yang
tidak memiliki keluarga sejak kecil sehingga memilih tinggal di Panti ini. Sedangkan
yang lannya adalah orang-orang yang memiliki keluarga namun mereka sendiri yang
memutuskan untuk tinggal dan menetap di Panti ini karena anggota keluarga mereka
memiliki kesibukan masing-masing sehingga tidak ada yang mengurusi. Opa AL51
adalah seseorang yang tidak diinginkan dalam keluarga sehingga ia di masukan ke
Panti ini oleh istrinya. Sampai saat itu belum ada alasan yang jelas dari sang istri
kenapa opa AL dimasukan di Panti ini. Sedangkan 1 orang responden sebut saja oma
KL52 menjawab bahwa rumah pribadinya runtuh sehingga ia ditempatkan di Panti ini,
namun ia bersama dengan anak dan cucunya.
Bagi lansia, teman-teman dan pengurus panti adalah keluarga yang
sesungguhnya ketika mereka ditinggalkan oleh orang-orang yang mereka cintai.
Disini mereka menemukan saudara dan sahabat sehingga ada yang melindungi
mereka dari bahaya dan ancaman terutama saat mereka mengalami kesedihan. Namun
1 responden sebut saja oma S.53mengatakan bahwa ia menemukan adanya rasa
ketidaknyamanan terhadap sikap pemimpin Panti dan lansia yang lain yang selalu
memikirkan hal buruk tentangnya sehingga menarik diri dari lingkungan. Menurutnya
ia hanya bersahabat dengan salah satu lansia yang dianggap selalu sejalan dengan
pemikirannya. Namun tidak ada fasilitas Panti yang mampu menjada keamanan
mereka. Hal ini juga di sampaikan oleh ibu SSM selaku pengurus panti, bahwa sejauh
ini tidak ada fasilitas panti yang digunakan demi memberikan perlindungan bagi
lansia.
Hal ini didukung oleh pemikiran Maslow yang menyatakan bahwa manusia
sangat membutuhkan rasa aman dalam hidupnya terkhususnya rasa aman dari bahaya
dan ancaman. Ketika seseorang berada dalam zona yang tidak aman maka ia mencari
pelindung yang dianggap dapat memberikan rasa aman. Anlisa penulis bahwa dalam
kehidupan keluarga para lansia ini tidak merasakan kenyamanan dan keamanan baik
51
Wawancara dengan Opa AL, 22 juli 2017, pukul 09.26 WIB.
52
Wawancara dengan Oma KL, 17 Juli 2017, pukul 12.57 WIB.
53
Wawancara dengan Oma S, 01 juli 2017, pukul 09.52 WIB.
22
secara fisik tetapi juga sosial mereka sehingga lansia mencari perlindungan di tempat
yang dianggap aman yaitu lembaga sosial yang mampu menampung mereka. Namun
terkadang lingkungan Panti juga belum maksimal memberikan keamanan bagi
mereka baik dari fasilitas keamanan dan juga sikap teman-teman panti yang lain.
Dari hasil penelitian yang dilakukan ketika dibandikan dengan teori Abraham
H. Maslow maka secara sederhana penulis ingin mengatakan bahwa lansia pada
umunya belum mendapat pemenuhan kebutuhan akan rasa aman secara maksimal
baik dari lingkungan keluarga bahkan Panti sendiri. Jika lansia adalah orang-orang
yang tidak memiliki keluarga atau bahkan ditinggalkan maka darimanakah mereka
mendapat pelindungan dari bahaya dan rasa aman? Sehingga Panti merupakan jalan
satu-satunya bagi lansia untuk menemukan keberadaan mereka dengan orang lain
sehingga mereka terhindar dari rasa takut. Namun jika lingkungan panti juga tidak
memberikan jaminan keamanan dan kenyamanan bagi lansia bagaimanakah lansia
mampu memenuhi kebutuhan ini?
Berdasarkan analisa penulis ada tiga faktor yang merupakan masalah
terbesar yang sering dialami oleh lansia dalam hubungannya dengan pemenuhan
kebutuhan akan rasa aman. Pertama, lansia adalah orang-orang yang terpisah secara
fisik bahkan sosial dari lingkungan keluarga karena beberapa alasan yaitu pilihan
mereka sendiri untuk menetap di Panti tetapi juga mereka merupakan orang-orang
yang sejak kecilnya tidak memiliki keluarga. Kedua, diduga lansia adalah orang-
orang yang tidak diinginkan dalam lingkungan keluarga (istri/suami dan anak-anak)
sehingga mereka dititipkan di Panti ini. Ketiga, lingkungan panti (fasilitas keamanan,
pengurus dan teman-teman) yang tidak memberikan kenyamanan bagi lansia
sehingga membuat lansia menarik diri dari lingkungan Panti.
Keluarga adalah unit terkecil yang mampu memberikan tempat perlindungan
yang aman bagi lansia belum melakukan tanggungjawabnya secara maksimal.
Meskipun hanya 1 responden yang memiliki permasalahan ini, tapi menurut analisa
penulis, pandangan lama yang meyakini bahwa lansia adalah usia yang tidak
menyenangkan bahkan memberikan masalah bagi orang lain merupakan faktor utama
tidak terjaminnya kebutuhan rasa aman dari keluarga. Selain itu juga lingkungan
23
panti belum mampu menyediakan fasilitas penunjang keamanan bagi lansia bahkan
ada lansia yang menarik diri dari lingkungan panti karena tidak mendapat
kenyamanan.
54
Wawancara dengan Oma YM, 03 Juli 2017, pukul 09.34 WIB.
55
Wawancara dengan Oma KL, 17 Juli 2017, pukul 12.57 WIB.
56
Wawancara dengan Opa SP, 14 Juli 2017, pukul 06.57 WIB.
24
lansia juga sadar bahwa anak-anak yang mereka miliki, mempunya kebebasan untuk
memilih jalan kehidupan mereka masing-masing termasuk untuk berkeluarga. Kedua
hal diatas merupakan faktor yang sering kita jumpai dalam kehidupan lansia di Panti
ini dan menjadi permasalahan dalam pemenuhan kebutuhan akan kepemilikan dan
cinta. Dari kedua hal diatas mengakibatkan lansia tidak bisa berhubungan dengan
baik dengan anggota keluarga mereka. 1 responden sebut saja oma SU mengatakan
bahwa natal merupakan momen yang sangat ditunggu-tunggu karena dari situlah ia
bisa bertemu dengan keluarganya. Ini berarti bahwa setiap hari yang ia lewati di Panti
ini tidak ada seorangpun yang datang mengunjunginya. Perasaan yang dialami oleh
oma SU menggambarkan bahwa ia sangat membutuhkan kasih sayang dan kunjungan
dari keluarganya. Namun ia juga sadar bahwa jarak yang terlalu jauh membuat
mereka jarang untuk bertemu.
Selain dua hal di atas penulis menemukan alasan lain yaitu lansia sulit diterima
oleh keluarga karena dianggap membawa masalah. Hal ini dialami oleh Opa AL,
menurut beliau keluarga (istri) tidak menginginkan kehadirannya sehingga ia
dititipkan di Panti ini. Sampai saat ini Opa AL belum mengetahui secara pasti apa
yang menyebabkan ia ditempatkan di Panti ini karena sang istri tidak pernah memberi
tahunya bahkan ketika Opa AL meminta untuk membawanya pulang istrinya
menolak.
Hal ini didukung oleh pemikiran Elizabeth Hurlock yang menyatakan bahwa di
Amerika Serikat terdapat banyak sekali sterotipe yang cenderung melukiskan lanjut
usia sebagai usia yang tidak menyenangkan dan menggambarkan mereka sebagai
orang yang rewel dan jahat, maka ini adalah bukti bahwa di Indonesia juga sterotipe
ini masih menguasai kehidupan manusia sehingga kebanyakan kita jumpai lansia
pada lembaga-lembaga sosial. Menurut Abraham Maslow, kebutuhan merupakan inti
dari kodrat manusia yang harus dipenuhi, hanya saja mereka lemah, mudah
diselewengkan dan dikuasai oleh proses belajar, atau tradisi yang keliru. Dengan
demikian ini adalah realita yang terjadi dalam msyarakat Indonesia saat ini.
Kebanyakan dari lansia tidak memiliki seutuhnya kebutuhan pada tingkat ini
25
disebabkan karena faktor eksternal yang datang dari pihak keluarga sehingga lansia
tidak mendapat tempat di lingkungan keluarga karena dianggap sebagai masalah.
Menurut teori Abraham Harold Maslow, kebutuhan akan kepemilikan dan cinta
meliputi kebutuhan yang saling memberi dan menerima perhatian dari orang lain hal
ini disebabkan karena manusia adalah mahkluk sosial yang selalu ingin bertemu dan
berinteraksi dengan yang lainnya. Kebutuhan ini dapat ditemui melalui kehidupan
orang-orang yang tidak memiliki kedekatan fisik dengan orang-orang yang
dicintainnya atau dapat dikatakan orang-orang yang tidak memiliki kasih sayang dari
keluarga (kekasih, sahabat, teman, suami/istri). Jika teori dikaitkan dengan realita
yang terjadi pada lansia maka secara sederhana dapat dikatakan bahwa sebenarnya
lansia yang tinggal di Panti ini adalah orang-orang yang secara fisik ditinggalkan oleh
keluarga dan secara psikis menyadari bahwa mereka tidak menerima perhatian secara
penuh dari keluarga.
Meskipun keluarga mampu membiayai kebutuhan mereka namun yang jelas
uang tidak bisa memberikan dan menjamin kasih sayang dan perhatian dari pihak
keluarga. Ada beberapa lansia yang secara terbuka menceritakan tentang keadaan ini
namun ada juga yang menganggap bahwa ini adalah hal biasa yang telah dijalani
selama puluhan tahun. Kenyataan menunjukan bahwa meskipun mereka mengatakan
bahwa ini adalah hal biasa namun seseungguhnya mereka mengharapkan perhatian
dan kasih sayang dari keluarga hal ini terlihat dari raut wajah mereka. Secara
sederhana penulis ingin mengatakan bahwa kalimat-kalimat yang dikeluarkan oleh
lansia seolah-olah menutupi kesedihan dan harapan yang mereka miliki saat ini.
Berdasarkan teori Karl Menninger yang menjelaskan bahwa seingkali cinta
menjadi rusak akibat salah satu pihak merasa takut kelemahannya terungkap. Jika
dibandingkan dengan hasil penelitian maka dapat dikatakan bahwa lansia adalah
pihak yang takut kelemahannya terungkap (rewel dan merepotkan orang lain)
sehingga ia memutuskan untuk tinggal dan menenetap di lembaga-lembaga sosial
seperti Panti Wredha. Meskipun demikian mereka juga menyadari bahwa sebenarnya
memerlukan perhatian dan kasih sayang.
26
Tentunya, keluarga bertugas untuk memberikan perhatian dan kesih sayang
bagi kaum lanjut usia. salah seorang responden mengatakan bahwa ia tidak pernah
dikunjungi oleh keluarganya karena mungkin saja ia tidak diharapkan oleh keluarga
bahkan juga pihak keluarga tidak ingin mencari tahu tentang keberadaannya. Dalam
hal inilah keluarga dituntut untuk memberikan perhatian dan kasih sayang yang
maksimal bagi lansia meskipun mereka memiliki kesibukan masing-masing.
27
tinggal tetapi memberikan pertolongan di saat lansia mengalami kelemahan fisik
(sakit). Mereka diberikan perawatan dalam bentuk makanan dan kasih sayang.
Namun diantara kebahagian mereka, terdapat keyataan bahwa kadang
keberadaan mereka juga tidak diterima dengan baik oleh pengurus Panti dan lansia
yang lain. Hal ini dialami oleh Oma S. Menurutnya, “saya merasa tidak nyaman
karena mereka (pengurus panti dan teman-teman) selalu memikirkan hal buruk
tentang saya. Saya sempat berpikir bahwa mereka tidak menyukai saya karena saya
adalah seorang keturunan Cina dan bukan orang asli Salib Putih. Saya lalu menarik
diri dari lingkungan panti ini. Ketika saya berbicara dengan oma W mereka selalu
berpikir bahwa saya menceritakan kehidupan mereka. Itulah yang membuat saya
tidak merasa nyaman dan dihargai”. Ini adalah bukti bahwa pelayanan yang
dilakukan oleh Panti ini belum sepenuhnya menyentuh kehidupan dan perasan lansia,
masih ada lansia yang selalu merasa terpinggirkan dan dikucilkan dalam lingkungan
Panti ini.
Selain itu, salah seorang responden sebut saja opa AL, beliau mengatakan
bahwa sebenarnya dia sudah merasa bosan dengan kehidupan di Panti ini. Opa AL
ingin kembali kerumah namun tidak diizinkan oleh istri dan keluarganya.
Menurutnya, apa yang dilakukan di Panti ini terus menerus berputar dan tidak
mengalami perubahan (makan, ibadah, dan tidur). Kegiatan ini yang nampaknya
membuat dia semakin bosan berada dilingkungan panti ini bahkan sejauh ini tidak
ada kegiatan/program dari Panti yang dapat direalisasikan untuk mengurangi
kejenuhannya bahkan juga lansia yang lain.
Dari hasil penelitian yang dilakukan ketika dibandingkan dengan teori hierarki
kebutuhan Abraham Maslow yang menjelaskan bahwa harga diri yang paling baik
dilandaskan pada penghargaan yang berasal dari orang lain. Dari pengakuan dan
penerimaan orang lain membawa perasaan percaya pada diri sendiri, nilai, kekuatan,
kapabilitas dan perasaan dibutuhkan serta bermanfaat bagi dunia namun sekaligus
menimbulkan perasaan lemah dan tidak berdaya ketika seseorang tidak mendapat
respon dan motivasi yang diharapkan dari orang lain. Kenyaataan penelitian
memberikan informasi bahwa Panti Wredha Salib Putih telah memberikan
28
penghargaan bagi beberapa lansia berupa penerimaan dan pelayanan yang diharapkan
oleh lansia sehingga meskipun keluarga terasa jauh, Panti ini bisa memberikan
kenyamanan. Disinilah lansia menemukan kepercayaan diri dan kekuatan melalui
dorongan dari orang lain bahkan juga meningkatkan perasaan dibutuhkan dan
bermanfaat bagi dunia. Dunia yang dimaksudkan dalam kehidupan lansia adalah
lingkungan Panti. Namun masih ada lansia yang mengeluh terhadap keadaan panti
yang membuatnya tidak nyaman dan bosan berada disitu baik dari hubungan dengan
pengurus dan lansia yang lain tetapi juga tidak ada kegiatan/program yang
mengurangi kejenuhan para lansia.
Dengan demikian, secara sederhana penulis ingin mengatakan bahwa lansia di
Panti Wredha Salib Putih belum sepenuhnya mendapat kebutuhan akan dihargai
karena masih terdapat lansia yang mengeluh dalam menjalani kehidupannya di Panti
ini. Panti, sebagai salah satu tempat pemenuhan kebutuhan lanjut usia sebaiknya
membuka diri untuk menerima keluhan dan kesedihan dari lansia.
29
yang dimiliki. Seperti yang kita ketahui kebanyakan orang tua memiliki kelemahan
fisik yang menyebabkan mereka tidak mampu untuk menuangkan kemampuan itu
karena sudah sakit-sakitan bahkan dari segi psikis mereka adalah orang-orang yang
tidak mampu berpikir.
Diantara ke-10 responden hanya ada 1 orang yang memiliki hobi sebut saja opa
AL. opa AL adalah lansia yang sangat mencintai permainan bola pimpong. Namun
ada beberapa hal yang menghambatnya menuangkan hobinya itu yaitu pertama,
karena ia menyadari bahwa diusianya saat ini sudah tidak mungkin bermain pimpong
lagi. Ia juga menjadari kelemahan yang dimiliki menjadi penghambat mengejar
bakatnya itu. kedua, tidak ada fasilitas dan metode yang disediakan Panti untuk
mendukung bakatnya. Berdasarkan wawancara awal dengan opa AL yang telah
dijelaskan pada kebutuhan diatas. Beliau adalah orang yang sudah bosan dengan
kehidupan panti. Menurut analisa saya, jika Panti ini menggali permasalahan
kebutuhan lansia pada tingkat keempat dan kelima maka kemungkinan besar rasa
bosan yang dialami oleh opa AL dapat teratasi. Kebutuhan keempat dan kelima ini
jika dianalisa berdasarkan masalah Opa Al maka secara sederhana dapat dikatakan
bahwa sebenarnya opa Al menginginkan sebuah program yang lebih baik untuk
mengurangi kejenuhan dan rasa bosan yang ia miliki. Jika panti teliti memperhatikan
masalah ini maka mungkin saja yang diinginkan oleh Opa AL adalah masalah
pemenuhan kebutuhan aktualisasi diri (bermain pimpong). Ini juga yang kemudian
menjadi masalah pada panti karena tidak memberikan fasilitas untuk para lansia
menyalurkan hobi yang dimiliki.
Ketidaktersediaan fasilitas aktualisasi diri di Panti ini disebabkan oleh dua
faktor yaitu faktor ekonomi dan cara pikir pengurus panti yang beranggapan bahwa
kondisi kesehatan lansia semakin menurun (tidak bisa melihat dengan jelas) sehingga
membutuhkan aktifitas yang ringan saja. Hal ini dijelaskan oleh ibu SSM.57 Selaku
pengurus Panti. Menurutnya, Panti ini menampung lansia golongan menengah
kebawah sehingga tidak memiliki anggaran yang lebih untuk mewujudkan
permintaan dari lansia yang memiliki hoby tertentu, terbukti bahwa masih ada
57
Wawancara dengan ibu SSM, selasa 08 agustus 2017, pukul 09.15 WIB.
30
bangunan Panti yang belum direnovasi untuk kemudian dijadikan tempat tinggal.
Selain itu cara pandang pengurus panti merupakan salah satu faktor yang muncul
ketika Panti tidak mampu member fasilitas aktualisasi diri. Menurut ibu SSM, Panti
ini tidak menyediakan fasilitas itu karena bermain pimpong dan olahraga yang berat
lainnya itu hanya dimiliki oleh anak-anak yang masih memiliki kekuatan dan
kesehatan seperti anak-anak di Panti Asuhan.
Berdasarkan teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow dijelaskan bahwa
kebutuhan ini dapat disebut sebagai perwujudan diri. Artinya bahwa setiap orang
harus dapat mengaktualisasikan dirinya berupa karya-karya yang dibuatnya. Aktivitas
ini yang nantinya akan membuat seseorang menjadi tentram. Kenyataan penelitian
memberikan informasi bahwa lansia di Panti Wredha Salib Putih tidak memiliki
aktivitas pengaktualisasian diri yang baik. Terbutki bahwa sejauh ini tidak ada ruang
bagi lansia untuk mengeksperikan karya-karya yang dapat dijadikan sebagai
perwujudan diri lansia yang membuatnya merasa tentram dan aman. Hal ini
disebabkan oleh dua faktor yaitu, faktor internal yang berasal dari dalam diri lansia
berupa keterbatasan kemampuan fisik untuk melaksanakan aktifitas dan faktor
eksternal yang berasal dari dukungan panti berupa fasilitas penunjang bagi lansia
untuk mengembangkan hobi yang dimiliki.
Mengakhiri hasil dan pembahasan dari penelitian yang dilakukan peneliti di Panti
Wredha Salib Putih, maka peneliti ingin mengatakan bahwa: “Lanjut Usia adalah
orang-orang yang membutuhkan kasih sayang dan pertolongan dari orang lain.
Mereka adalah manusia yang lemah secara fisik tetapi juga psikis untuk itu perhatian
dari keluarga bahkan tempat dimana mereka berada sangat dibutuhkan guna
mencapai kehidupan yang sempurna. Meskipun mereka adalah orang-orang lemah
dan tidak berdaya namun mereka memiliki hak yang sama untuk mendapat perlakuan
yang istimewa dari orang-orang di sekitar mereka”.
Teori Abraham Maslow yang menjelaskan bahwa kebutuhan di hierarki lebih
rendah lebih kuat dari pada yang di atasnya dan sebaliknya kebutuhan di hierarki
lebih tinggi lebih lemah, maka sudah terbukti bahwa kebutuhan lanjut usia mulai dari
tingkat terendah memiliki potensi pemenuhan yang sangat kuat sehingga pada
31
kebutuhan pertama yaitu kebutuhan fisik semua lansia dapat memenuhi kebutuhan ini
namun masih ada beberapa hal yang harus menjadi catatan bagi panti yaitu masalah
gizi lansia. Sedangkan kebutuhan ditingkat teratas memiliki potensi pemenuhan yang
rendah sehingga dari data diatas hanya 1 orang responden yang mampu mencapainya
namun terhambat ketika panti tidak memberikan fasilitas yang menunjangnya.
4. Penutup
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang peneliti lakukan maka ada beberapa temuan penting
yang peneliti dapatkan.
1. Pemenuhan Kebutuhan Fisik lanjut Usia di Panti Wredha salib Putih. Fungsi
Panti sebagai lembaga sosial yang membantu perawatan kebutuhan fisik berupa
makan dan minum bagi lansia sudah dilaksanakan namun tidak berjalan dengan
maksimal. Hal ini disebabkan karena kurangnya perhatian dan keterbatasan
ekonomi sebagai persoalan utama dari pihak Panti.
2. Pemenuhan Kebutuhan Rasa aman lanjut usia di Panti Wredha Salib Putih.
Kebutuhan ini telah didapatkan oleh lansia namun tidak sepenuhnya mereka
rasakan, hal ini disebabkan oleh dua faktor yaitu pertama, keluarga. Keluarga,
merupakan unit terkecil dari kehidupan lansia tidak maksimal memberikan
kehangatan perlidungan bagi lansia sehingga secara perasaan lansia merasa
bahwa mereka tidak dilindungi oleh keluarga. Kedua, Panti. Kehidupan lansia
yang selalu cemburu kepada yang lain memicu ketidaknyamanan bagi lansia
lain sehingga kebutuhan rasa aman ini tidak tercapai dengan maksimal. Selain
itu, Lingkungan Panti yang tidak memiliki fasilitas keamanan bagi lansia tidak
menutup kemungkinan suatu ketika lansia akan mengalami kehilangan berupa
barang-barang yang dimiliki.
3. Pemenuhan kebutuhan kepemilikan dan cinta lanjut usia di Panti Wredha Salib
Putih. Kebutuhan kepemilikan dan cinta bagi lansia sudah terpenuhi namun
tidak optimal karena masih ada lansia yang mengalami ketidaknyamanan
32
dilingkungan Panti ini. Namun disatu sisi Panti ini mampu menjadi keluarga
kedua bagi lansia dalam menemukan cinta dan kasih sayang yang
sesungguhnya. Namun cinta dan kasih sayang yang diterima lansia di Panti
Wredha Salib Putih tidak sepenuhnya mereka dapatkan dari keluarga.
4. Pemenuhan kebutuhan dihargai di Panti Wredha Salib Putih. Kebutuhan ini
merupakan kebutuhan eksternal dari luar individu. Dalam hal ini fungsi Panti
sebagai lembaga sosial yang merawat dan memberikan tempat tinggal bagi
lansia telah terlaksana dengan baik. Banyak lansia yang bersyukur dihadirkan
dalam lingkungan Panti ini karena mereka diterima dengan baik sehingga
mereka merasa dihargai sebagai orang tua lanjut usia.
5. Sejauh ini belum ada peran dari pelayan untuk memberikan pelayanan dan
pendampingan bagi lansia. Pelayanan yang diberikan hanya sebatas
penyampaian firman Tuhan yang disampaikan oleh seorang anggota jemaat
yang merasa dirinya terpanggil untuk melayani. Hal dikarenakan keterbatasan
tenaga pendeta di GKJ Salib Putih kemudian tugas dan tanggungjawab pendeta
yang semakin berat.
4.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan maka terdapat usulan
kepada pihak-pihak tententu yang dapat dipakai dan dilihat kembali fungsinya dalam
melaksanakan tanggungjawab bagi pemenuhan kebutuhan lanjut Usia di Panti
Wredha Salib Putih.
1. Panti Wredha Salib Putih sebagai sebuah lembaga sosial. Sudah selayaknya
memberikan perhatian yang maksimal mengingat kondisi dan kesehatan lansia
yang berbeda-beda maka perlu adanya perhatian khusus bagi masing-masing
lansia. Bentuk perhatian yang dapat Panti berikan adalah dimulai dengan
menggali keluhan-keluhan lansia tentang kebutuhan yang mereka miliki,
setelah menggali keluhan lansia kemudian panti perlu membangun
jejaring/kerjasama dengan instisutsi atau LSM yang bergerak dibidang sosial
untuk kaum lanjut usia guna mendapat bantuan dana yang sangat dibutuhkan
33
untuk pengoptimalan kinerja dan pengadaan fasilitas Panti secara lebih
profesional.
2. Sebagai sebuah lembaga sosial yang menangani permasalahan lanjut usia Panti
harus bekerjasama dengan gereja untuk untuk menghadirkan pelayan agar
memberiakan pendampingan bagi lansia. Kerjasama ini dapat dilakukan dengan
instansi diluar gereja yang bergerak di bidang pendampingan lansia. Dengan
demikian, diharapkan pelayanan yang diberikan tidak hanya berfokus pada
firman saja tetapi juga menyentuh seluruh kehidupan lansia melalui
pendampingan.
3. Keluarga sebagai bagian dari kehidupan lansia sudah seharusnya memberikan
perhatian yang lebih baik. Contoh perhatian kecil yang dapat diberikan keluarga
bagi lansia adalah menjenguk lansia di panti ini tidak hanya berfokus pada hari-
hari besar keagamaan saja tetapi juga hari-hari biasa lainya. Namun ketika
keluarga tidak lagi diharapkan maka Panti harus mengadakan kerjasama dengan
sekolah-sekolah, Panti asuhan atau fakultas Teologi UKSW untuk membuat
atau meningkatkan program bersama dalam rangka menghadirkan kepedulian
dan kasih sayang bagi lansia. Dengan cara ini, diharapkan lansia dapat
menemukan kasih sayang dan kepedulian yang tidak diterima dari keluarga.
4. Untuk lansia di Panti Wredha Salib Putih, dalam menjalani kehidupan sehari-
hari akan sangat membantu jika disertai dengan upaya membuka diri dalam arti
para lansia bisa berpartisipasi untuk proaktif berkomunikasi dan tidak pasif
untuk menyampaikan lebih dulu keluhan-keluhannya ataupun lebih dulu
bercerita perihal apa saja kepada para pengurus panti, selain itu juga para lansia
dapat menyemangati diri masing-masing dengan kesediaan untuk proaktif
berbagi cerita hidup baik kepada semua lansia, pengurus maupun juga tamu-
tamu yang berkunjung. Sharing tersebut bisa dilakukan dalam wujud kimunkasi
lisan ataupun tertulis sebagai upaya untuk penguatan diri dan penerimaan diri
yang positif.
34
4.3 Rangkuman
Dengan demikian, mengacu pada rumusan masalah di bagian 1 yang
menyatakan tentang “Bagaimana kebutuhan lanjut usia di Panti Wredha Salib Putih
Salatiga dikaji dari teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow” maka hasilnya adalah
bahwa sejauh ini pemenuhan kebutuhan pada tingkat pertama sampai dengan tingkat
ke lima sudah terlaksana namun belum sepenuhnya menyentuh seluruh aspek
kehidupan lansia karena berbagai kendala. Baik itu dari pihak pengelolah Panti
maupun kendala dari diri lansia itu sendiri. Dengan demikian upaya pemenuhan
kebutuhan para lansia tidak hanya bergantung pada pihak diluar diri lansia yaitu
pengurus panti tetapi juga berpulang pada partisipasi masing-masing pribadi lansia
sendiri.
35
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Brosur Yayasan Sosial Kristen Salib Putih Jl. Hasanudin Km 4 Salib Putih Salatiga
50734 PO.Box 135 Telp. 0298-323339 Fax. 0298-326489 Email:
Yayasan.salibputih@gmail.com Katemenan Iku Ajine Ngungkuli Kapinteran.
Buku Sejarah Salib Putih:14 Mei 1902-14 Mei 2013.
Denzin, Norman K., dan Yyonna S. Lincoln. The Sage Handbook of Qualitative
Research I.Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.
Efendi, Ferry dan Makhfudli. Keperawatan Kesehatan Komunitas. Jakarta: Salemba
Medika, 2009.
Globe, Frank G. Mazhab Ketiga: Psikologi Humanistik Abraham Maslow.
Yogyakarta: Kanisius, 1987.
Jahja, Yudrik. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana, 2011
Gunarsa, Singgih D. Dari Anak Sampai Usia Lanjut. Jakarta: Gunung Mulia, 2006.
Hurlock, Elizabeth B.Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Jakarta: Penerbit Erlangga, 1980.
Kusumiati, Ratriana Y. E.“Tinggal Sendiri dimasa Lanjut Usia.” Jurnal Universitas
KristenSatya Wacana 1 (Januari 2009): 24-25.
Marni, Ani, dan Yuniawati Rudi. “Hubungan antara Dukungan Sosial dan
Penerimaan Diri pada Lansia di Pati Wredha Budhi Dharma
Yogyakarta.”Jurnal Fakultas PsikologiUniversitas Ahmad Dahlan 1 (Juli
2015):1-2.
Maslow, Abraham H. Motivasi dan Kepribadian: Teori Motivasi dengan Ancangan
Hierarki Kebutuhan Manusia, Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo, 1970
Maslow Abraham H, Motivasi dan Kepribadian 1: Teori Motivasi dengan
Pendekatan Kebutuhan Manusia Cetakan Keempat, Jakarta: PT. Pustaka
Binaman Presindo, 1993.
Maslow, Abraham H. Psikologi Sains: Tinjauan Kritis Terhadap Psikologi Ilmuan
dan Ilmu Pengetahuan Modern Jakarta Selatan: Teraju, 2004.
Moleong J. Lexy.Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya,
1998.
Olson, Matthew H dan Hergenhahn B. R Pengantar Teori-Teori Kepribadian: Edisi
Kedelapan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013.
36
Puspita Sari, Enda dan Sartini Nuryoto, “Penerimaan Diri Pada Lanjut Usia Ditinjau
dari Kematangan Emosi.” Jurnal Psikologi Universitas Gadjah Mada 2/73-88
(2002):74.
Setiawan, Hendro. Manusia Utuh: Sebuah Kajian Atas Pemikiran Abraham Maslow.
Yogyakarta: Kanisus, 2014.
Sugiarto Eko. Menyusun Proposal Penelitian Kualitatif Skripsi dan Tesis.
Yogyakarta: Suaka Medika, 2015.
Tim Pengadaan Buku Pelajaran. Psikologi Perkembangan. Semarang: IKIP Semarang
Press,1989.
Wirakusumah Ema S, Menu Sehat Untuk Lanjut Usia, Jakarta: Puspa Swara Anggota
IKAPI, 2001.
37