Anda di halaman 1dari 113

SKRIPSI

EKKLESIOLOGI DI JEMAAT GMIM SMIRNA MALALAYANG


DUA MANADO DARI PERSPEKTIF FILSAFAT NIETZSCHE
TENTANG KEMATIAN TUHAN DAN NIHILSIME

GERRY SAMUEL WAWORUNTU


1602042

Skirpsi Yang Ditulis untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan


Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teologi

INSTITUT AGAMA KRISTEN NEGERI MANADO


FAKULTAS TEOLOGI
PROGRAM STUDI TEOLOGI
2020
FORMAT PERSETUJUAN SKRIPSI

Lembar Persetujuan Ujian Skripsi

PERSETUJUAN KOMISI PEMBIMBING


DIPERSYARATKAN UNTUK UJIAN SKRIPSI

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. J. Nicolaas Gara, S.Th., MA. Krueger K. Tumiwa, M.Si.


Teol.

Mengetahui,
Ketua Program Studi Teologi
IAKN Manado

David R. M. Simanjuntak, M.Pd.K

Nama : Gerry Samuel Waworuntu


NIM : 1602042
Angkatan : 2016

i
EKKLESIOLOGI DI JEMAAT GMIM SMIRNA MALALAYANG
DUA MANADO DARI PERSPEKTIF FILSAFAT NIETZSCHE
TENTANG KEMATIAN TUHAN DAN NIHILSIME

GERRY SAMUEL WAWORUNTU


ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari tahu bagaimana pemahaman


jemaat tentang Esensi Gereja, bagaimana jemaat menyikapi fenomena
keuangan dan pelayanan, serta bagaimana Esensi Gereja dari Perspektif Filsafat
Nietzsche tentang Kematian Tuhan dan Nihilisme. Penelitian ini merupakan
penelitian kualitatif yang dilaksanakan di Jemaat GMIM Smirna Malalayang Dua
Manado pada tahun 2020.

Data dikumpulkan melalui teknik dokumentasi, observasi dan wawancara.


Dari hasil analisis dan interpretasi data diperoleh indikasi bahwa : (1) sebagian
anggota jemaat tidak tahu dan diajarkan secara mendalam tentang Esensi
Gereja yang dalam hal ini Tri Tugas Gereja secara khusus Diakonia. (2) jemaat
menganggap bahwa Diakonia itu merupakan sebuah pemberian dalam bentuk
materi (uang) kepada Gereja. (3) Gereja pada saat ini sedapatnya lebih
memperhatikan jemaat dan melihat masalah yang terjadi pada jemaat akibat
keputusan atau kebijakan dari Gereja. Kebijakan dan aturan Gereja harus
bersifat dinamis, tidak baku, dan disesuaikan dengan konteks jemaat serta
Gereja.

Dari hasil temuan tersebut maka direkomendasikan agar gereja meninjau


kembali mengenai pengajaran tentang Esensi Gereja agar jemaat lebih mengerti
lagi dan kualitas iman jemaat dapat bertumbuh. Di samping itu, para pimpinan
jemaat harusnya dapat memperhatikan permasalahan yang ada dalam
jemaatnya dan tidak membiarkan itu terjadi terus, malah dapat mengkaji kembali
setiap kebijakan dan keputusan bagi jemaat. Dan lebih peka terhadap kebutuhan
anggota jemaat dibidang pengajaran, yaitu dengan menghadirkan program-
program jemaat berbasis didaktik, entah melalui khotbah, katekisasi maupun
seminar-seminar dogmatis terlebih khusus tentang Esensi Gereja.

Kata Kunci: Gereja, Diakonia, Kematian Tuhan, Nihilisme.

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, yang atas berkat

pertolongan dan penyertaan-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan

proposal penelitian skripsi ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Ekklesiologi di Jemaat GMIM Smirna Malalayang Dua Manado dari

Perspektif Filsafat Nietzsche Tentang Kematian Tuhan dan Nihilsime

merupakan judul proposal dari peneliti serta ditujukan sebagai salah satu

syarat untuk memperoleh gelar sarjana Teologi di Institut Agama Kristen

Negeri Manado.

Peneliti menyadari bahwa apa yang telah peneliti capai sampai

pada saat ini tidak lepas dari doa, harapan dan cinta kasih dari keluarga

sehingga dari masa perkuliahan, sampai proses penyusunan proposal ini

dapat selesai dengan baik. Untuk itu, pada kesempatan ini peneliti

menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

Ibunda tercinta Grace Wowiling yang selalu ada disamping peneliti

bersama berjuang mendoakan, membimbing, mengarahkan dan mendidik

peneliti dalam proses perkuliahan serta dalam penyusunan proposal, dan

juga kakak (Fergie dan Kel. Raintung Waworuntu) yang selalu membantu

dan memberikan semangat bagi peneliti dalam perkuliahan sampai proses

penyusunan proposal ini.

Selanjutnya, ucapan terima kasih ini peneliti sampaikan kepada

Pimpinan IAKN Manado Dr. Jeane M. Tulung, S.Th, M.Pd, selaku Rektor

IAKN Manado, Bpk. F. B. Arthur Gerung, M.Th, selaku Dekan Fakultas

Teologi, Ibu Anita I. Tuela, M.Th selaku Wakil Dekan I Fakultas Teologi.

iii
Kepada Bpk. David Simanjuntak, M.Pd.K selaku Kaprodi Teologi,

demikian pula ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

Dosen-dosen Prodi Teologi, Ibu Yemdin Wonte, M.Th., Bpk. Alter I.

Wowor, M.Th. dan Wakil Dekan Fakultas Teologi, Dosen Pembimbing

Akademik yang juga merupakan Pembimbing II Bpk. Krueger K. Tumiwa,

M.Si., Teol. Yang terus mengasah, membimbing, mendorong peneliti

untuk memaksimalkan potensi diri baik selama perkuliahan hingga

penulisan serta penyusunan proposal ini. Hal senada juga disampaikan

kepada seluruh pegawai Cleaning Service, Security dan Driver di IAKN

Manado terlebih bagi alm. Om Dolvi Bastian dan alm. Om Rommy

Rorimpandey atas semua atensi dan motivasi selama proses perkuliahan

peneliti.

Terima kasih kepada Bapak Alrik Lapian, M.Sn yang penuh dengan

kedisplinan mengasah, membimbing, mendorong peneliti untuk

memaksimalkan potensi diri dan tidak pernah jemu-jemu memberikan

masukan dan arahan serta memberikan motivasi dan atensi serta jejak

keteladanan, baik selama perkuliahan hingga penulisan serta penyusunan

proposal ini. Juga kepada Pembimbing I Bapak Dr. J. Nikolaas Gara, MA,

atas semua kontribusi yang telah diberikan dan kesabaran dalam

membimbing peneliti disegenap aktivitas perkuliahan hingga penulisan

skripsi ini.

Terima kasih kepada kepada rekan-rekan seperjuangan Teologi

angkatan 2016 (Corona), Reaven Manua, S.Th, Hanna G. Oroh, S.Th,

Randy Y. Langi, S.Th, Christina C. Taroreh, S.Th, Ramely Sengkey, S.Th,

iv
Clarissa Meihadi, S.Th, Stella Banua, S.Th, Natalia Rolos, S.Th, dll;

Kepada teman-teman seperjuangan KKN di Parepei, Deisy Lalamentik,

S.Pd, Citria Lembong, S.Pd, dan Novena Rauan, S.Pd atas semua atensi

dan kebersamaan yang boleh tercipta selama proses perkuliahan.

Terima kasih juga kepada La Beneamata (Yang Terkasih), sdri.

Aprilia H. Kawulusan, S.Pd atas semua kontribusi dan determinasi bagi

peneliti selama masa kuliah hingga penyusunan skripsi, kepada penghuni

kost Natal dan Tim Lincah; Bpk. Jekson Berdame, M.Th., Ibu Pricilia

Soputan, Marselino Christian Runturambi, M.Th., Christy J. Wuisan, S.Th,

dan Jefry Kawuwung, S.Pd serta Bpk. Viq Ketjil. Serta bagi Sekprodi

Teologi sdra. Ryanto Adilang M.Th atas segala atensi yang diberikan

selama proses perkuliahan.

Dan terakhir bagi sang motivator yang dimana penelitian ini juga

didedikasikan kepada ayah alm. Alex Ferry Waworuntu, BBA., yang

dimana tidak dapat bersama-sama secara fisik dengan peneliti tapi telah

memberikan kontribusi yang sangat besar bagi proses perkuliahan,

penyusunan penelitian ini serta kehidupan peneliti. Peneliti berharap

proposal skripsi ini dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu

pengetahuan teologi khususnya bidang Teologi Sistematika konsentrasi

Dogmatika. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca yang bersifat

membangun sangat diharapkan untuk penyempurnaan proposal skripsi

ini. Akhir kata, meminjam perkataan Nietzsche – “ini merupakan sebuah

kumpulan dari kekeliruan yang untuk sementara waktu dibenarkan.”

Malalayang, 21 September 2020

v
G. S. W

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN i

ABSTRAK ii

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR ix

BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Fokus Penelitian 10
C. Rumusan Masalah 11
D. Tujuan Penelitian 11
E. Manfaat Penelitian 11

BAB II: KAJIAN TEORETIK


A. Kematian Tuhan dan Nihilisme 13
1. Biografi Friederich Nietzsche 14
2. Kematian Tuhan dan Nihilisme 19
3. Gereja di Era Nietzsche 23
B. Gereja 30
1. Gereja Menurut Yohanes Calvin 31
2. Gereja Menurut Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia 36
3. Gereja Menurut Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) 40
C. Penelitian yang Relevan 44

BAB III: METODE PENELITIAN


A. Metode dan Prosedur Penelitian 47
B. Waktu dan Tempat Penelitian 48
C. Instrumen Penelitian 49
D. Sumber Data Penelitian 49
E. Prosedur dan Teknik Pengumpulan Data 50
1. Penelitian Kepustakaan 50
2. Observasi 50
3. Wawancara 51
4. Dokumentasi 52
F. Teknik Analisis Data 53
1. Reduksi Data 53

vi
2. Penyajian Data 53
3. Verifikasi/ Kesimpulan 54

BAB IV: PAPARAN DATA, TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Paparan Data 55
B. Temuan Penelitian 77
C. Pembahasan 81
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan 95
B. Saran 97
DAFTAR PUSTAKA 100

LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Data Keanggotaan Jemaat GMIM Smirna Malalayang tahun


2020 62

Tabel 4.2 Struktur Organisasi Jemaat GMIM Smirna Malalayang tahun

2020 65

Tabel 4.3 Daftar wawancara penelitian pada bulan Juli 2020 70

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Presentase Tingkat Pendidikan Anggota Jemaat GMIM

Smirna Malalayang di Tahun 2020 63

Gambar 4.2 Presentase Pekerjaan Anggota Jemaat GMIM Smirna

Malalayang di Tahun 2020 63

ix
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap manusia yang hidup di dunia ini sejatinya ingin memiliki

pedoman dalam kehidupannya. Pedoman yang dimaksudkan adalah

ketika manusia memiliki sesuatu yang dapat menjadi pemandu dan

penjamin dalam menempuh kehidupan. Desakan-desakan inilah yang

membuat manusia merumuskan falsafah penjaga keteraturan dan

penjamin kehidupan yang bersifat absolut. Hasil rumusan dari

desakan-desakan itulah yang dikenal dengan kata Tuhan. Setelah itu,

manusia dengan segala kepentingannya mulai menciptakan tuhan—

tuhan mereka sendiri. Ketika manusia sudah mendapatkan sang

penjamin atau sang Tuhan, maka timbul respon dari manusia itu untuk

menghormati, menyembah, dan mengikat diri dengan Tuhannya yang

bisa dikatakan juga mereka rela mati demi Tuhannya. Respon tersebut

mendorong manusia-manusia ini untuk membuat sebuah komunitas

atau pesekutuan yang bertujuan agar supaya mereka dapat

memahami dan lebih mendalami Tuhan mereka, itulah yang dikenal

sekarang dan disepakati bersama dengan kata Agama.

Gereja merupakan suatu persekutuan dari berbagai macam orang

yang memeluk agama Kristen. Gereja merupakan sebuah persekutuan

orang-orang percaya juga sebagai umat yang terpanggil dan dihimpun

oleh Allah yang keluar dari kegelapan menuju kepada terang dunia

1
2

yaitu Yesus Kristus (1 Pet 2 : 9-10 dan Yoh 8 : 12). Persekutuan

tersebut merupakan saksi serta bukti yang nyata dari kasih Allah

dalam Yesus Kristus kepada dunia ini (Kis 1 : 8). Dengan demikian

Gereja menjadi sebuah persekutuan dimana Kristus yang adalah dasar

terbentuknya. Oleh karena itu, Gereja dipanggil juga diutus untuk

dapat melayani dunia ini. Bukan hanya sekedar melayani, namun juga

Gereja menjalankan misinya yaitu menghadirkan damai sejahtera yang

berasal dari Kristus ke tengah-tengah dunia ini.

Penafsiran terhadap Matius 28:18-20 selalu menjadi landasan yang

kuat dan memiliki peranan yang penting dalam pelaksanaan

pekabaran Injil yang dilakukan oleh misionaris Kristen (Gereja) selama

berabad-abad.1 Berarti alasan keberadaan gereja di dunia adalah

karena misi. Misi inilah yang membuat murid-murid Kristus bersaksi

mengenai iman dalam dirinya.2 Sesuai dengan hakikatnya Gereja

terpanggil untuk memberitakan serta menghadirkan kerajaan Allah di

tengah dunia ini, yaitu melalui karya keselamatan Yesus Kristus.

Tugas dan panggilan inilah yang merupakan pengutusan Gereja

sampai saat ini.3

Sebagai sebuah persekutuan Gereja adalah Esa. Keesaan

merupakan Tubuh Kristus di mana Yesus Kristus yang adalah Kepala

dan dasar dari Gereja. Ide tentang Gereja sebagai tubuh Kristus dapat
1
Widi Artanto, Menjadi Gereja Misioner dalam Konteks Indonesia, (Yogyakarta:
Kanisius, 1997), h. 7.
2
Edgar Walz, Bagaimana Mengelola Gereja Anda, (Jakarta: Gunung Mulia,
2006), h. 3.
3
Ketetapan Persidangan Sinode GPIB XIX, Pokok-Pokok Kebijakan Umum
Panggilan dan Pengutusan Gereja (PKUPPG), Buku II (Jakarta, 2010), h. 3.
3

dijumpai dalam tulisan-tulisan Rasul Paulus dalam Roma 12 dan 1 Kor

12. Adapun pokok utama dari hal ini adalah Gereja yang merupakan

persekutuan timbal balik, saling pengertian, saling merasa bergantung

satu dengan yang lain sebagai anggota persekutuan dalam tubuh

Kristus.4

Pertumbuhan sebuah Gereja ditentukan juga oleh kinerja yang baik

dari para pelayan yang ada dalam melakukan proses penggembalaan

di tengah jemaat. Oleh karena itu maka seorang gembala yang baik

dituntut untuk dapat memimpin serta memelihara domba-domba Allah

dengan baik.5 Namun dewasa ini banyak sekali gembala yang

melupakan tugas ”kegembalaanya” di tengah-tengah jemaat yang

dipimpinnya. Gereja juga harus mempunyai ”Visi” dan ”Misi” yang jelas

dalam menjalankan serta melangsungkan proses penata layanan di

tengah-tengah jemaat. Gereja juga harus dapat melaksanakan dan

menjalankan proses bergereja sesuai ”Visi” dan ”Misi” yang telah

disepakati tersebut.6

Salah satu gereja yang ada di Indonesia dari antara banyaknya

denominasi gereja yang ada ialah Gereja Masehi Injili di Minahasa

(GMIM). Gereja Masehi Injili di Minahasa merupakan bagian dari GPI

(Gereja Protestan Indonesia) yang dulunya dikenal dengan Indische

Kerk. Teologi Gereja ini didasarkan pada ajaran Reformasi dari

4
Avery Dulles. S.J, Model-model Gereja (Ende: Nusa Indah, 1990), h. 48.
5
A.A. Sitompul, Di Pintu Gerbang ”Pembinaan Warga Gereja” II ; Pengembalaan
: Pelayanan Dan Kepemimpinan, (Jakarta: Gunung Mulia, 1980), h. 20.
6
Emanuel Gerrit Singgih, Bergereja, Berteologi dan Bermasyarakat (Yogyakarta:
Taman Pustaka Kristen, 1997), h. 5.
4

Yohanes Calvin (Calvinis). Berdasarkan hasil pertemuan para pendeta

pada tahun 1927, maka pada 23 Maret 1933 terbentuklah Gereja

mandiri di Minahasa yang dikenal sekarang dengan Kerapatan Gereja

Protestan Minahasa (KGPM). Namun, pada 30 September 1934

dengan alasan memenuhi permintaan rakyat Minahasa untuk

mendirikan gereja otonom di Minahasa, maka atas seijin Ratu Belanda

didirikanlah Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM).7

Adapun realita yang terjadi saat ini ialah dimana Gereja yang

menjadi lambang semangat perjuangan dari masyarakat di Minahasa

dahulu, sekarang sudah melupakan atau sudah tidak lagi di hidupi oleh

semangat para pendiri Gereja ini. Gereja yang seharusnya berada di

tanah Minahasa sesuai dengan nomenklaturnya, sekarang sudah

keluar dari Minahasa. GMIM pada saat ini malah lebih semangat untuk

memperluas juga memperlebar pelayanannya, program ini dikenal

dengan sebutan GMIM Global Church yang banyak menuai kontra dari

anggota jemaat GMIM sendiri. Program ini bukannya tidak baik, tapi

hal ini sangat tidak sinkron dengan jati diri GMIM itu sendiri, yang

merupakan persekutuan jemaat yang berada di wilayah Minahasa dan

sekitarnya. GMIM juga dianggap telah tidak sesuai dengan tekad

keesaan GPI. Selain itu, muncul juga program lain dari Sinode GMIM

yaitu G1T (Gerakan Satu Triliun), program ini pun masih menjadi

polemik bagi warga jemaat sekarang. Program yang mempunyai

tujuan untuk penguatan pendanaan GMIM ini pun sangat tidak

7
Th. Van den end, J. Weitjens, Ragi Carita 2: Sejarah Gereja di Indonesia 1860-
an – Sekarang, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), hh. 98-99.
5

disesuaikan dengan konteks seluruh anggota jemaat yang ada. Karena

tidak semua anggota jemaat GMIM berada di atas garis kemiskinan

atau berpenghasilan tetap per bulan. Ditambah lagi dengan yang

menjadi pertanyaan dari anggota jemaat sekarang ialah apakah GMIM

sebagai lembaga masih berkekurangan dalam segi keuangan

sehingga membuat atau memutuskan program ini? Dan apakah

setoran atau sentralsisasi kas jemaat ke sinode itu masih kurang?,

dsb.

Adapun selain kedua masalah besar diatas, didapati juga masalah

yang terjadi serta dikeluhkan oleh warga jemaat GMIM Smirna

Malalayang Dua Manado yaitu tentang masalah keuangan serta

tentang pelayanan. Masalah keuangan yang dimaksud ialah dimana

Gereja pada setiap bulannya mengharuskan anggota jemaatnya untuk

memberikan atau mengisi sampul Persembahan Bulanan Tetap

Keluarga (PBTK), Persembahan Puasa Diakonal dan Persembahan

untuk Pembangunan gedung Gereja per kepala keluarga di setiap

kolom di Jemaat GMIM Smirna Malalayang Dua Manado. Semua

bentuk persembahan itu belum ditambah dengan jumlah persembahan

yang mesti diisi di tiap-tiap ibadah yang dilaksanakan, karena paling

kurang ada 3 pundi persembahan yang dijalankan di setiap ibadah

kolom dan itu belum juga dengan setiap ibadah pelayanan kategorial

BIPRA (Bapak, Ibu, Pemuda, Remaja, Anak) yang dilaksanakan pada

minggu yang berjalan. Masalah keuangan ini menjadi hal yang sangat

meresahkan jemaat, karena mayoritas anggota jemaat GMIM Smirna


6

Malalayang Dua Manado mempunyai pekerjaan sebagai nelayan, dan

wirausaha di pinggir pantai Malalayang yang memiliki jumlah

penghasilan tidak menentu per hari. Dalam prakteknya para pelayan

khusus yang ada di jemaat GMIM Smirna Malalayang Dua Manado

terlebih khusus di kolom dimana peneliti terdaftar, didapati pelayan

khusus kolom mengatakan bahwa anggota kolom harus mengisi

sampul PBTK yang telah diberikan, kalau sudah tidak punya uang

lebih cukup isi saja Rp. 5000,- anggaplah itu untuk mengganti biaya

produksi sampul tersebut oleh BPMJ.

Begitu juga dengan persembahan puasa diakonal, tujuan dari

persembahan ini sangat baik karena dana persembahan ini bagi

anggota jemaat yang sangat membutuhkan. Namun, penerapannya

kepada anggota jemaat dari pelayan khusus yang kurang tepat karena

hal ini sudah dijadikan sebuah keharusan setiap bulannya. Ada juga

masalah tentang dana pembangunan gedung Gereja yang sudah

ditentukan target per kolom setiap bulannya, yang mengharuskan

anggota jemaat di kolom untuk berusaha ekstra mencari uang yang

nantinya akan diberikan demi memenuhi tuntutan dari gereja.

Beberapa masalah ini menjadi topik yang hampir selalu dibahas

oleh setiap anggota jemaat GMIM Smirna Malalayang Dua Manado

karena jujur saja hal-hal yang berkaitan dengan keuangan ini

merupakan hal yang sensitif. Jemaat secara tidak langsung dipaksa

untuk bekerja ekstra demi memenuhi apa yang diharuskan oleh gereja.

Badan Pekerja Majelis Jemaat (BPMJ) seakan tidak melihat konteks


7

anggota jemaatnya yang tidak sesuai dengan apa yang mereka

putuskan serta paksakan. Padahal pada kenyataanya hampir semua

anggota jemaat GMIM Smirna Malalayang Dua Manado merasa tidak

setuju dengan tuntutan keuangan tersebut, namun para anggota

jemaat tidak mampu untuk menyuarakan aspirasi mereka karena para

pelayan khusus hingga pendeta pasti akan membalasnya dari atas

mimbar dengan kata-kata yang bermuatan teologis seperti: “Tuhan

tetap menyediakan semuanya; Banyak memberi, banyak menerima;

Tuhan akan membalasnya berlipat-lipat ganda, dll.” Jika

diperhadapkan dengan perkataan seperti itu maka anggota jemaat

sudah tidak dapat membantah lagi, karena mereka menganggap apa

yang dikatakan oleh pendeta atau pelayan khusus itu adalah kata-kata

yang mengandung “kuasa” yang tidak dapat ditolak. Terlebih dari

semuanya itu, para pendeta ingin supaya setoran dari jemaat mereka

ke sinode itu semakin hari semakin besar dan itu semua karena

kepentingan.

Beberapa masalah tadi juga berdampak dengan pelayanan kepada

anggota jemaat di GMIM Smirna Malalayang Dua Manado. Bukan

hanya masalah keuangan yang menjadi polemik melainkan masalah

pelayanan juga, karena ditemui di lapangan kurangnya perhatian dari

pendeta serta pelayan khusus jemaat kepada anggota jemaatnya.

Para pelayan khusus hingga pendeta kurang memperhatikan anggota

jemaat yang sedang sakit, ataupun anggota jemaat yang sudah kurang

aktif dalam kegiatan ibadah. Masalah ini yang mungkin berdampak dari
8

masalah keuangan yang sudah dibahas tadi, karena ditemui kalau

para pendeta akan lebih akrab dengan anggota jemaat yang banyak

memberi persembahan daripada yang biasa-biasa saja. Dapat ditemui

juga masalah pelayanan dari para pendeta dan pelayan khusus yang

dalam tugas pelayanannya malah lebih fokus kepada

Pencitraan/Eksistensi, yang dimaksud disini ialah dimana para pendeta

dan pelayan khusus dalam tugas pelayanannya ketika sementara

beribadah atau dalam kunjungan-kunjungan doa mereka lebih

mementingkan dokumentasi yang nantinya akan dibagikan melalui

media sosial dan setelah itu pelayanan kepada anggota jemaat hanya

biasa-biasa saja. Pelayanan perkunjungan doa HUT dari para pendeta

dan pelayan khusus di jemaat GMIM Smirna Malalayang Dua Manado

juga menjadi masalah karena program ini tidak berjalan sebagaimana

mestinya karena didapati para pendeta dan pelayan khusus akan pergi

perkunjungan doa bagi anggota jemaat yang hanya ingin mereka pergi

dan yang bersimpati dengan mereka dengan memberikan mereka

sampul tanda terima kasih, dan kalau tidak mereka akan beralasan

bahwa mereka sedang pelayanan di tempat lain atau mereka lupa jika

mereka ada pelayanan pada saat itu.

Para pendeta dan pelayan khusus sudah tidak menjalankan tugas

panggilannya melainkan sudah menyimpang dari itu. Gereja lebih

mempertahankan tradisi sehingga membuat iman anggota jemaatnya

bertumbuh diatas tradisi tersebut dan jika tradisi itu berubah atau harus

menyesuaikan dengan hal yang baru, iman dari anggota jemaatnya


9

pun akan tergoyahkan atau berubah. Gereja lebih mempertahankan

tradisi daripada inovasi. Gereja sekarang sudah lebih organisatoris dan

sudah bukan lagi melaksanakan tugasnya yaitu, Marturia, Koinonia

dan Diakonia. Mereka sudah tidak lagi memfokuskan pelayanan

kepada peningkatan iman jemaat, namun sudah beralih fokus kepada

kuantitas anggota jemaat serta keuangan yang diberikan oleh anggota

jemaat. Gereja sudah tidak dapat mempertahankan esensinya.

Berbagai masalah yang ada dalam gereja ini terlebih di jemaat

GMIM Smirna Malalayang Dua Manado membuat penetili teringat

pada seorang filsuf pada abad ke-19 yang pernah menghantam gereja

dengan keras dengan tujuan mengkritiknya agar gereja dapat

mengevaluasi diri serta berbenah, filsuf itu bernama Friederich

Nietzsche yang mengkritik gereja dengan teorinya tentang Kematian

Tuhan – Nihilisme. Nihilisme sebagai runtuhnya nilai dan makna

absolutisme yang meliputi seluruh bidang kehidupan manusia dan tak

dipungkiri bagi lembaga gereja juga. Tujuan dari teori Kematian Tuhan-

Nihilisme Nietzsche adalah untuk memurnikan kembali Gereja yang

sudah dipolitisasi, sudah ditunggangi oleh penguasa dan memurnikan

kembali Gereja yang sudah tidak murni lagi (sesuai esensinya).

Berdasarkan situasi inilah peneliti tergerak untuk meneliti tentang

makna atau esensi Gereja dengan berbagai masalah yang terjadi saat

ini di Jemaat GMIM Smirna Malalayang Dua Manado dengan

menggunakan teori filsafat Nihilisme dari Nietzsche untuk menjadi

metodologi (Pisau bedah) untuk mengkaji teori dari makna/esensi


10

Gereja. Pemilihan teori filsafat ini oleh peneliti sendiri dikarenakan

ketertarikan peneliti terhadap teori filsafat Kematian Tuhan dan

Nihilisme dari Nietzsche yang pada akhir abad 19 mengguncang Eropa

yang terlebih khusus para filsuf postmoderen, cendekiawan dan

terlebih khusus Gereja pada saat itu. Dengan membunuh Tuhan maka

manusia akan berada di suatu kondisi superior yaitu kondisi yang

bebas nilai (Nihil) menurut Nietzsche. Serangan ini ditujukan kepada

Gereja dan para cendekiawan atau orang-orang sudah tercerahkan

(Aufklarung) pada saat itu. Adapun peneliti merasa kondisi yang terjadi

pada saat itu hampir sama dengan saat ini, dimana Gereja sudah tidak

berjalan sebagaimana mestinya.

Oleh sebab itu, penelitian ini diberi judul “Ekklesiologi di Jemaat

GMIM Smirna Malalayang Dua Manado dari Perspektif Filsafat

Nietzsche tentang Kematian Tuhan dan Nihilisme”.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah, peneliti memfokuskan

penelitian pada “Ekklesiologi di Jemaat GMIM Smirna Malalayang Dua

Manado dari Perspektif Filsafat Nietzsche tentang Kematian Tuhan

dan Nihilisme”. Secara khusus peneliti memfokuskan kepada salah

satu tugas Gereja yakni Diakonia dalam fenomena keuangan dan

pelayanan Gereja yang terjadi di Jemaat GMIM Smirna Malalayang

Dua Manado, yang nantinya akan dikaji lewat teori filsafat Nietzsche

tentang Kematian Tuhan dan Nihilisme.


11

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka, peneliti

merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pemahaman jemaat GMIM Smirna Malalayang Dua

Manado tentang Esensi Gereja?;

2. Bagaimana jemaat menyikapi fenomena keuangan dan

pelayanan yang terjadi di GMIM Smirna Malalayang Dua

Manado?;

3. Bagaimana Esensi Gereja dari Perspektif Filsafat Nietzsche

tentang teori Kematian Tuhan dan Nihilisme?

D. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian

ini, ialah :

1. Untuk mengetahui pemahaman jemaat GMIM Smirna

Malalayang Dua Manado tentang Esensi Gereja;

2. Untuk mengetahui respon jemaat menyikapi fenomena yang

terjadi di GMIM Smirna Malalayang Dua Manado;

3. Untuk mengetahui Esensi Gereja dari Perspektif Filsafat

Nietzsche tentang teori Kematian Tuhan dan Nihilisme.

E. Manfaat Penelitian
12

Adapun manfaat penelitian ini terdiri dari dua bagian. Yakni,

manfaat teoritis yang berdasarkan studi dogmatis, dan manfaat praktis

bagi pemahaman dan pemaknaan tentang Gereja.

Secara teoritis penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi

pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang

dogmatika yang berkenaan dengan Gereja, sembari berharap bisa

menjadi pedoman dan bahan referensi dalam memperoleh

pemahaman yang benar, dan menjabarkannya agar jemaat dapat

memahami makna atau esensi Gereja dengan jelas, sehingga mampu

menerapkannya dengan penuh tanggung jawab di tengah-tengah

masyarakat.

Sedangkan secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat

bermanfaat untuk:

1. Gereja secara Institusi dapat merekonstruksikan kembali

pemahaman dogmatis yang ada, guna memaksimalkan tugas

dan tanggung jawab, serta keterpanggilannya di tengah dunia;

2. Gereja sebagai individu memperoleh bahan referensi serta

dapat meningkatkan kualitas diri;

3. Peneliti, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai pintu masuk

dalam kerangka studi teologi, dan titik tolak dalam melanjutkan

penelitian yang lebih mendalam dalam mengembangkan

pemahaman dogmatis.
13

4. Kampus, memberikan sumbangan pemikiran dan pemahaman

tentang makna atau esensi Gereja (Ekklesiologi) bagi

pendidikan teologi, khususnya studi dogmatika dalam upaya

berteologi.
BAB II

KAJIAN TEORETIK

A. Kematian Tuhan dan Nihilisme

Nietzsche sering dikaitkan dengan post-modernisme, dan ia

juga dikenal sebagai “sang pembunuh Tuhan” dalam Also Sprach

Zarathustra.8 Nietzsche, Marx dan Kierkegaard merupakan pemikir

revolusioner dalam filsafat abad ke-199 karena Nietzsche

memprovokasi dan mengkritik kebudayaan Barat di zamannya

yang sebagian besar dipengaruhi oleh pemikiran Plato dan tradisi

kekristenan.10 Nietzsche melihat bahwa gereja Lutheran Jerman

tidak lebih baik.11 Ada yang mengatakan bahwa Nietzsche

“berfilsafat dengan palu” untuk membongkar semua tradisi dan nilai

kebudayaan Barat.12 Oleh sebab itulah, Nietzsche sendiri melihat

dirinya sebagai penghancur. Nietzsche tidak menulis buku etika.

Tulisan-tulisannya malah semakin penuh kecaman pada etika dan

moralitas.13

1. Biografi Friederich Nietzsche


8
St. Sunardi, Nietzsche, (Yogyakarta: LkiS, 1999), h. 2.
9
Franz Magnis-Suseno, 13 Tokoh Etika: Sejak Zaman Yunani Sampai Abad ke-
19, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), h. 195.
10
Ali Maksum, Pengantar Filsafat: Dari Masa Klasik Hingga Postmodernisme,
(Yogyakarta: Ar Ruzz, 2008), h. 169.
11
Bruce Ellis Berson, Graven Ideologies: Nietzsche, Derrida & Marrion on
Modern Idolatry, (Downers Grove, Illinois: InterVarsity Press, 2002), h.74.
12
Harry Hamersma, Tokoh-tokoh Filsafat Barat Modern (Jakarta: Gramedia,
1990), h. 79.
13
Friedrich Nietzsche, Sämtliche Werke Vol. 15: Kritische Studienausgabe, ed.
Giorgio Colli and Mazzino Montinari, (Berlin; De Gruyter, 1999), h. 59.

14
15

Nietzsche lahir di Röcken, di Saksonia, di Jerman Tengah

pada 15 Oktober 1844.14 Nietzsche mempunyai pemikiran yang

sering kontroversial, radikal, frontal dan ateistik. Ayahnya, Karl

Ludwig Nietzsche (1813-1849), adalah seorang pendeta

Lutheran di desa Röcken, dekat Lützen. Sedangkan ibunya,

Franziska Oehler (1826-1897), juga seorang Lutheran taat yang

berasal dari keluarga pendeta. Ayah Nietzsche meninggal pada

1849 karena sakit keras ketika Nietzsche baru berusia empat

tahun. Keluarga Nietzsche lebih terpukul lagi ketika adik

Nietzsche, Joseph meninggal pada tahun 1845.

Sehingga dalam keluarganya saat itu, Nietzsche merupakan

satu-satunya anak lelaki. Anggota keluarga lainnya adalah ibu,

kakak perempuan, kedua tante dan nenek. Menjelang umur

enam tahun, Nietzsche masuk sekolah gymnasium. Ketika itu

sebenarnya dia sudah bisa membaca dan menulis, sebab dia

sudah diajar oleh ibunya. Di sekolah, Nietzsche tergolongan

orang yang amat pandai bergaul. Dengan cepat dia dapat

menjalin persahabatan dengan teman-teman sekolahnya.

Melalui teman-temannya inilah ia diperkenalkan dengan karya-

karya Goethe dan Wagner.15

Pada umur empat belas tahun Nietzsche pindah ke sekolah

dan sekaligus asrama yang bernama Pforta. Sekolah ini dikenal

cukup keras dan ketat. Selama di Pforta Nietzsche belajar


14
Harry Hamersma, Tokoh-tokoh Filsafat Barat Modern, (Jakarta: Gramedia,
1990), h. 79.
15
St. Sunardi, Nietzsche, (Yogyakarta: LkiS, 1999), h. 3.
16

bahasa Yunani dan Latin secara intensif.16 Dari sinilah ia

mendapatkan bekal untuk menjadi seorang ahli filologi yang

brilian. Di Pforta inilah Nietzsche mulai merasa kagum terhadap

karya-karya Yunani klasik, terhadap kejeniusan para pengarang

Yunani. Di sekolah inilah ia sangat mengagumi semangat

Yunani. Pada tahun-tahun terakhir di Pforta, Nietzsche sudah

mulai mengungkapkan gejolak hatinya yang ingin bebas dan

minta dipahami lewat karyanya yakni Ohne Heimat (Tanpa

Kampung Halaman).

Pada Oktober 1864 Nietzsche melanjutkan studi di

Universitas Bonn untuk memperdalam filologi dan teologi. 17

Tetapi pada tahun 1865 Nietzsche memutuskan untuk tidak

belajar teologi lagi. Keputusan ini sangat erat kaitannya dengan

kepercayaan/iman Nietzsche yang sudah mulai pudar sejak ia

masih tinggal di Pforta. Ia belajar teologi hanya semata-mata

karena cintanya kepada ibu dan ayahnya dan agar ia dapat

melanjutkan profesi kependetaan ayahnya. Sejak di Pforta

Nietzsche merasa tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan

hidupnya. Berkali-kali ia menyatakan mau mengadakan

semacam pencarian dan percobaan (Versuch) dengan

hidupnya, dan keputusannya adalah dengan melepaskan

teologi.18

16
Ibid, h. 4.
17
Harry Hamersma, Tokoh-tokoh Filsafat Barat Modern, (Jakarta: Gramedia,
1990), h. 80.
18
St. Sunardi, Nietzsche, (Yogyakarta: LkiS, 1999), hh. 5-6.
17

Di Bonn, Nietzsche hanya bertahan selama dua semester

saja. Pada pertengahan 1865 ia pindah ke Leipzig untuk belajar

filologi selama empat semester. Pada waktu itu, Nietzsche

sudah melepaskan iman Kristianinya.19 Pada akhir Oktober

1865 Nietzsche membaca karya Schopenhauer – yang mana

memberikan pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan

intelektual Nietzsche (1788-1860) yang berjudul Die Welt als

Wille und Vors-tellung (Dunia sebagai Kehendak dan Ide).

Nietzsche melihat dirinya sebagai pengganti Schopenhauer

yang karena superioritas Schopenhauer terutama sekali dalam

konsistensi dan hubungan doktrinnya.20 Buku lain yang juga

mempengaruhi pemikiran Nietzsche adalah buku karya seorang

neo-Kantian, Friedrich Albert Lange (1828-1975) yang berjudul

Geschichte des Materialismus und Kritik seiner Bedeutung in

der Gegenwart (Sejarah Materialisme dan Kritik Maknanya pada

zaman sekarang).21

Pada tahun 1869 Nietzsche mendapat panggilan dari

Universitas Basel Swiss untuk menjadi dosen filologi. 22 Ia sendiri

merasa heran karena dia belum berumur 25 tahun, dan terlebih

lagi ia belum menyandang gelar doktor. Ternyata itu semua atas

rekomendasi profesornya di Leipzig yaitu Friedrich Ritschl.

19
Franz Magnis-Suseno, 13 Tokoh Etika: Sejak Zaman Yunani Sampai Abad ke-
19, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), h. 196.
20
Bertrand Russel, History of Western Philosophy, (London and New York:
Routledge, 2004), h. 687.
21
St. Sunardi, Nietzsche, (Yogyakarta: LkiS, 1999), hh. 6-7.
22
Bertrand Russel, History of Western Philosophy, (London and New York:
Routledge, 2004), h 689.
18

Bahkan kemudian, sebulan setelah ada panggilan itu ia

mendapat gelar doktor dari Leipzig tanpa ujian dan formalitas

apa pun.23

Masa kariernya sebagai dosen di Basel diwarnai dengan

kondisi kesehatannya yang semakin memburuk dan sama

sekali tidak disenangi oleh profesor lainnya. Berkali-kali ia

harus cuti dan istirahat demi kesembuhan dirinya. Pada masa

istirahat karena sakitnya, ia justru menjadi sangat produktif

untuk menghasilkan karya-karya terbaiknya. Prestasi Nietzsche

ini sangat mengagumkan, karena tahun pada tahun 1879

merupakan tahun kelabu baginya. Ia menderita sakit yang

paling berat selama 118 hari. Keadaan ini memaksa Nietzsche

mau tidak mau mengundurkan diri sebagai dosen.24

Sejak meninggalkan Basel bulan Juni 1879 hidup Nietzsche

banyak diwarnai kesuraman dan kesepian. Untuk itu, ia hidup

berpindah-pindah di beberapa kota di Swiss, Prancis, dan Italia.

Tahun 1889 adalah tahun yang paling menyedihkan bagi

Nietzsche. Ia ditimpa sakit jiwa. Oleh Franz Overbeck, sahabat

karibnya, ia dibawa ke klinik Universitas Basel. Kemudian ia di

pindahkan ke Universitas Jena, akan tetapi usaha pengobatan

itu sia-sia. Akhirnya, pada tahun 1890 ia dipindahkan oleh

ibunya ke Naumburg dan dirawat sendiri di sana. Akan tetapi,

keluarga ini semakin malang, ketika pada tahun 1897 sang ibu
23
St. Sunardi, Nietzsche, (Yogyakarta: LkiS, 1999), h. 8.

24
Ibid, hh. 9-10.
19

meninggal. Saat-saat hidup Nietzsche sungguh tragis. Selama

dua tahun terakhir masa hidupnya ia sudah tidak dapat

mengetahui apa-apa dan tidak dapat lagi berpikir. Bahkan ia

tidak tahu kalau ibunya sudah meninggal dan juga tidak tahu

bahwa dia mulai menjadi masyhur.25 Tahun 1900 ia meninggal,

dan terkenal sebagai “filsuf dengan palu” atau “nabi” kematian

Tuhan.

George Wilhelm Friedrich Nietzsche memiliki pribadi yang

bercabang dua. Pada satu pihak sebagai seorang sastrawan

dan pada pihak lain sebagai seorang filsuf. Hal inilah yang

membedakan Nietzsche dengan para sastrawan lainnya. Hasil

karya Nietzsche, selain bernilai sastra yang tinggi, juga

merupakan hasil perenungan pemikiran filsafat yang mendalam.

Nietzsche sangat ahli dalam memilih kata yang tepat, ungkapan

yang dipakainya tepat mengenai sasaran. Apalagi tulisan-

tulisannya yang berbentuk aforisme26.

2. Kematian Tuhan dan Nihilisme

Kematian Tuhan dan Nihilisme adalah suatu kesatuan yang

tidak bisa dipisahkan seperti sebuah koin mata uang yang

mempunyai dua sisi yang tidak dapat dipisahkan. St. Sunardi


25
St. Sunardi, Nietzsche, (Yogyakarta: LkiS, 1999), h. 12.
26
afo·ris·me/(n) Sas, Pernyataan yang padat dan ringkas tentang sikap hidup
atau kebenaran umum (seperti peribahasa: Tak kenal maka tak sayang). aforisme dalam
bahasa Inggris disebut aphorism dan dalam bahasa Prancis aphorisme. Maksud istilah ini
adalah pernyataan yang padat mengenai suatu kebenaran yang bersifat semesta, niskala
dan arif, istilah ini biasa ditemukan sebagai ciri dari peribahasa.
https://kbbi.web.id/aforisme, diakses pada Rabu, 20 Mei 2020, Pukul 15.00 WITA.
20

mengartikan nihilisme sebagai runtuhnya seluruh nilai dan

makna meliputi seluruh bidang kehidupan (bidang keagamaan

dan ilmu pengetahuan).27 Keruntuhan nilai dan makna itu

disebabkan oleh tindak-tanduk manusia di dunia. Secara

kronologis, dahulu manusia beragama dan secara otomatis ber-

Tuhan. Tuhan, yang adi-kodrati (other world), yang adalah

kepastian absolut. Keadaan seperti ini memang secara historis

adalah bentuk ketakutan, ketidakberdayaan dan ketergantungan

manusia.

Dapat dilihat bagaimana moral Kristen yang absolut

“membelenggu” manusia. Ada empat ‘fungsi’ moral

Kristen. Pertama, sebagai jaminan manusia yang merasa kecil

dan tidak pasti. Kedua, sebagai perintah-perintah Tuhan di

dunia. Ketiga, sebagai pengetahuan nilai-nilai absolut untuk

memahami apa yang paling penting. Keempat, sebagai sarana

pemeliharaan bagi manusia. Keempat ‘fungsi’ moral Kristen,

menurut St. Sunardi, membuat manusia menjadi sedemikian

pasti dan aman akan hidupnya, sehingga sulit melepaskannya. 28

Lambat laun, keabsolutan moral Kristen (moral agama secara

umum) tersebut, akan “tersaingi” oleh manusia dan atau ilmu

pengetahuan yang juga mengalami perkembangan. Sehingga,

manusia dapat “mensejajarkan” untuk tidak mengatakan

“menuhankan” diri dengan Tuhan. Dengan kata lain, manusia


27
St. Sunardi, Nietzsche, (Yogyakarta: LkiS, 1999), h. 22.
28
Ibid, h. 30.
21

dan atau ilmu pengetahuan “mengabsolutkan” diri sendiri.

Bahwa kepastian sesungguhnya adalah Aku. Maka Tuhan-

tuhan kecil pun bermunculan. Dengan paham ateisme yang

dianut Nietzsche, untuk menanggapi keadaan manusia yang

“tergantung”, ia mewartakan kematian Tuhan dan tuhan-tuhan

lewat aforismenya yang sangat terkenal, yakni: “Gott ist tot! Gott

bleibt tot! Und wir haben ihn getotet!29 (Tuhan telah mati! Tuhan

29
Ungkapan ini pertama kali muncul dalam Die fröhliche Wissenschaft, seksi 108
(New Struggles), dalam seksi 125 (The Madman), dan untuk ketiga kalinya dalam seksi
343 (The Meaning of our Cheerfulness). Juga muncul dalam buku klasik Nietzsche, yakni
Also sprach Zarathustra, yang paling bertanggung jawab dalam memopulerkan ungkapan
ini. Gagasan ini dinyatakan oleh 'The Madman' sebagai berikut: “Si orang sinting.
Pernakah kalian mendengar kisah tentang orang sinting, yang menyalakan lentera pada
siang hari bolong, berlarian ke pasar dan bertriak-teriak tanpa henti ‘Aku mencari Tuhan!
Aku mencari Tuhan!- Dan karena persis disana terkumpul banyak orang yang tidak
percaya kepada Tuhan, orang sinting itu mengabaikan gelak tawa yang meriah. Apakah
kita kehilangan Tuhan?, kata yang satu. Apakah Tuhan tersesat seperti anak kecil?, kata
yang lainnya lagi. Atau mungkin dia bersembunyi entah dimana? Apa dia takut sama
kita? Apakah dia sudah pergi? Apakah dia sudah bermigrasi?- demikianlah mereka
berteriak-teriak dan tertawa-tawa sekaligus. Orang sinting itu segera mendatangi orang-
orang tersebut dan memandang dengan tajam mereka ‘Dimana Tuhan?’, teriaknya. Aku
akan mengatakannya kepada kalian. Kita telah membunuhnya-kalian dan aku. Kita
semua adalah pembunuh-pembunuhnya. Tetapi bagaimana mungkin kita telah
melakukannya? Bagaimana mungkin kita mengosongkan lautan? Siapa yang telah
memberikan kepada kita spon untuk menghapus seluruh horizon? Apa yang telah kita
perbuat dengan melepaskan bumi ini dari matahari? Kemana bumi sekarang ini
berputar? Ke mana gerak bumi ini membawa kita sekarang? Jauh dari segala matahari-
matahari? Tidakkah kita terperosok dalam kejatuhan tanpa henti? Terperosok ke
belakang, ke samping, ke depan, ke berbagai arah manapun? Apakah masih ada
namanya atas atau bawah? Tidakkah kita sekarang menyasar-nyasar melewati
kekosongan tanpa batas? Tidakkah kita rasakan embusan kekosongan? Bukankah
rasanya lebih dingin? Tidakkah rasanya menjadi malam, dan semakin lama semakin
malam? Tidak perlukah menyalakan lentera-lentera sejak pagi hari? Apakah kita sama
sekali tidak mendengar suara para penggali kubur yang telah memakamkan Tuhan?
Apakah kita sama sekali tidak menghirup bau pembusukan ilahi?-Tuhan-Tuhan pun
membusuk! Tuhan telah mati! Tuhan tetap mati! Dan kitalah yang telah membunuhnya!
Bagaimanakita menghibur diri kita, pembunuh dari para pembunuh? Apa yang paling
kudus dan paling berkuasa yang dimiliki oleh dunia telah kehilangan darahnya di bilah
pisau kita-siapa yang akan membersihkan darah itu dari tangan kita? Air macam apakah
yang akan bisa membersihkan kita? Penebusan agung macam apa, lomba suci macam
apa yang harus diciptakan untuk menebusnya? Tidakkah kedahsyatan tindakan ini terlalu
besar bagi kita? Tidak haruskah kita sendiri menjadi Tuhan-Tuhan untuk bisa layak atas
tindakan tersebut? Tidak pernah ada tindakan lebih besar dari itu dan siapa pun yang lhir
setelah kita, berkat tindakan kita akan masuk dalam sebuah sejarah yang superior, lebih
superior dari segala sejarah yang sudah ada sampai saat itu! Sampai disini si orang
sinting diam dan memandang tanpa mengerti. Akhirnya, si orang sinting melempar
lenteranya ke tanah sehingga pecah dan padam. ‘Aku datang terlalu awal, katanya
kemudian, waktuku belum tiba. Kejadian dahsyat itu sedang berjalan, dan dalam
22

terus mati! Dan kitalah yang telah membunuhnya). Bahkan ia

“mendoakan” kematian Tuhan: Requiem aeternam Deo!

(semoga Tuhan beristirahat dalam kedamaian abadi).30

Dengan kematian Tuhan yang diwartakan Nietzsche, semua

makna dan nilai yang mencirikan “kewarasan, nilai dan moral”

telah roboh.31 Keadaan seperti ini yang ia maksud Nihilisme.

Keadaan saat nilai dan makna (dan segala jaminan-jaminan

Tuhan) telah runtuh, sementara nilai-nilai baru belum ada. Oleh

karena itu, lanjut Nietzsche, tugas manusia selanjutnya adalah

mengatasi nihilisme tanpa harus menolaknya. Karena mau tidak

mau, menolak atau menerima, nihilisme adalah keniscayaan.

Mengatasi nihilisme tidak dengan diam atau netral. Sikap

seperti ini, disebut dengan nihilisme pasif, yaitu sikap

saat manusia telah mengafirmasi runtuhnya makna dan nilai,

tetapi Ia belum bisa meninggalkan (atau kehilangan)

“romantisme” nilai dan makna terdahulu. Sikap yang

seharusnya diambil adalah melakukan ‘pembalikan nilai-nilai’,

yang kemudian disebut nihilisme aktif. Pembalikan nilai-nilai di

perjalanan. Ia belum sampai ke telinga-telinga manusia. Sambaran geledek dan suara


guruh membutuhkan waktu, cahaya-cahaya bintang membutuhkan waktu, tindakan-
tindakan pun kalau itu sudah dilakukan membutuhkan waktu untuk terlihat dan terdengar.
Tindakan itu masih jauh dari mereka, lebih jauh daripada bintang-bintang yang paling
jauh dan meskipun begitu, merekalah yang telah melakukannya!’ masih diceritakan lagi
bahwa pada hari yang sama si orang sinting itu masuk kedalam gereja yang berbeda-
beda dimana dia mulai menyanyikan lagu Raquiem aeternam Deo (istirahat kekal
Tuhan). Ketika dilemparkan keluar dan harus menjelsakan, tanpa henti-hentinya dia
mulai lagi: ‘Gereja-gereja itu apa sih, kalau bukan rongga-rongga dan kuburan-kuburan
Tuhan?” - Nietzsche, Die fröhliche Wissenschaft, seksi 125. A. Setyo Wibowo, Gaya
Filsafat Nietzsche, (Yogyakarta: PT Kanisius, 2017), hh. 334-336.
30
St. Sunardi, Nietzsche, (Yogyakarta: LkiS, 1996), h. 23.
31
Ibid, h.26.
23

sini adalah mempertanyakan selalu tiada henti nilai dan makna

yang sudah ada dan yang akan ada. Nietzsche bermaksud

untuk mengadakan penilaian kembali kepada seluruh “nilai,

norma,dan aturan” yang sudah ada sampai sekarang, yang

cenderung memfosil sampai sekarang.

Dengan kata lain, Nietzsche menginginkan tidak adanya

“nilai-nilai” dan kebenaran absolut, yang manusia dijamin

olehnya (atau karena Nya). Karena ia beranggapan bahwa

segala sesuatu itu chaos dan manusia harus bebas dari segala

makna absolut yang menjamin dirinya dan dunianya. Ketika

“nilai-nilai” itu sudah (akan) menjadi absolut, maka manusia

harus meninggalkannya. Seperti yang tertuang dalam satu

bagian aforisme Nitzsche berjudul Im Horizont des Unendlichen

(Dalam Horison Ketidakterbatasan). Bahwa Nietzsche tidak mau

mencari pulau atau daratan yang dapat dipakai sebagai tempat

tinggal yang aman. Dia mau mencari sampan kecil untuk

mengarungi samudera raya supaya dapat menikmati

ketakterbatasan dan geloranya. St. Sunardi melanjutkan: kalau

sampan kita sudah aus dan tak dapat digunakan berlayar lagi,

sampan itu harus dihancurkan dan diganti dengan yang sampan

baru.32

3. Gereja di Era Nietzsche

Nietzsche mewartakan kematian Tuhan dan Nihilisme

secara eksplisit yang menunjuk kepada Tuhan kristiani hasil


32
St. Sunardi, Nietzsche, (Yogyakarta: LkiS, 1999), hh. 32-33.
24

tradisi peradaban Eropa, yakni tradisi platoniko kritiani 33.

Ungakapan-ungkapan lain yang eksplisit dari Nietzsche juga

tentang moral kristiani yang di matanya terlalu memanusiakan

Tuhan, sehingga dengan begitu membunuh-Nya. Dalam

kristianisme, ia melihat ada Kristianisme Iya dan Kristianisme

Tidak. Demikian juga dalam Yudaisme, Nietzsche sangat

menyukai Yudaisme sebelum era pembuangan karena di masa

inilah orang-orang Yahudi merupakan kaum yang kuat, yang

alternatif, dan berciri khas hierarkis. Agama dari zaman para

Raja-raja ini sayangnya lalu digantikan oleh Yudaisme Tidak

semenjak mereka kembali dari pembuangan.34

Muncullah yudaisme tidak yang pesimis, penuh larangan

serta sensitif dengan yang namanya dosa. Dalam konteks

zaman seperti ini muncullah Kristianisme Iya dari Yesus. Di

mata Nietzsche, Yesus adalah orang Yahudi yang bisa lolos

dari Yudaisme Tidak di zamannya. Niat baik dari Yesus yang

afirmatif justru kemudian diselewengkan oleh Paulus (anak asuh

hasil Yudaisme tidak). Dengan Paulus muncullah Kristianisme

budak, Kristianisme Tidak yang hasilnya dirasakan peradaban

33
Kristenitas mewarisi gagasan Plato dengan mengajarkan bahwa hidup yang
sebenarnya bukan berada di dunia ini, dunia hanyalah persinggahan yang penuh dengan
kebobrokan akibat dosa dan sekarang ini seluruh umat manusia mengalami kesakitan
seperti layaknya seorang perempuan yang sedang bersalin. Untuk keluar dari polemik
tersebut manusia memerlukan jaminan keselamatan sebagai nilai-nilai luhur yang akan
mengarahkan ke dunia atas (surga). Karenanya sikap terbaik yang perlu dilakukan
manusia adalah beragama. Dalam beragama manusia menggunakan konsep fatal
strategy yaitu pasrah pada semua ketentuan absolut/Tuhan yang tergurat dalam kitab
suci. A. Setyo Wibowo, Gaya Filsafat Nietzsche, (Yogyakarta: PT Kanisius, 2017), hh.
355-357.
34
A. Setyo Wibowo, Gaya Filsafat Nietzsche, (Yogyakarta: PT Kanisius, 2017), h.
357.
25

Eropa di zaman Nietzsche.35 Di mata Nietzsche, Yesus tidak

sama dengan Kristus. Yesus dari dirinya sendiri memiliki Kabar

Baik untuk diwartakan yaitu Kerajaan Allah ada hadir di antara

manusia dan untuk itu manusia tinggal menyatakan iya tanpa

syarat apapun kepadanya. Itulah kabar baik yang dibawa

Yesus, yang memberi afirmasi positif bagi kehidupan

pendengarnya tanpa menurut syarat apapun bagi kehadiran

Kerajaan Allah. Di mata Nietzsche Yesus tidak pernah meminta

syarat apapun kepada para pengikutNya. Ia tidak meminta iman

kepada pendengarNya. sebagaimana Ia mengafirmasi

kehadiran Kerajaan Allah, Ia juga mengafirmasi dan menerima

kehidupan secara Iya Naif.36

Di mata Nietzsche Yesus adalah orang yang baik karena dia

tidak menolak salib dan bahkan memaafkan para

pembunuhnya. Ia diperlihatkan sebagai orang baik yang tidak

sadar dengan kenaifan warta kebaikan yang Ia bawa. 37 Yesus

yang seperti itu, menurut Nietzsche, sangat lain dengan Kristus

ajaran Paulus. Paulus yang dibesarkan dalam tradisi Farisi

(Yudaisme Tidak) tahu betul kecenderungan manusia untuk

menyukai tidak. Ajaran Yesus di ambil alih, di beri bentuk yang

baru, dan di beri berbagai macam syarat tidak. Yesus yang tidak

menuntut syarat apa-apa kini diciptakan Paulus menjadi Kristus

35
St. Sunardi, Nietzsche, (Yogyakarta: LKiS, 2006), hal. 46.
36
A. Setyo Wibowo, Gaya Filsafat Nietzsche, (Yogyakarta: PT Kanisius, 2017), h.
358.
37
Ibid., h. 360.
26

yang mensyaratkan iman bagi harga sebuah kemuridan. Jika

pernah ada orang kristiani tulen, menurut Paulus, orang itu

sudah mati tersalibkan. Yang ada setelahnya hanyalah

Kristianisme deformatif ala Paulus.38

Yesus mewartakan Kerajaan Allah kepada siapa saja, para

pendosa hingga wanita pelacur. Paulus menawarkan yang

sama, tetapi dengan memberi syarat seperti harus percaya dulu

pada Kristus baru dibaptis. Paulus justru menekankan figur

Kristus Penyelamat yang mewartakan bahwa siapa saja bisa

selamat ‘asal...’. Di situlah aspek tidak yang dimasukkan Paulus

dalam Kristianisme. Psikologi Yudaisme Tidak yang diselipkan

Paulus dalam Kristianismenya adalah psikologi kaum budak

yang kembali dari pembuangan. Dari kacamata genealogis39

bisa dipahami bahwa kelemahan dan keterserakan kaum budak

itu sendirilah yang membuat mereka curiga dan takut pada

realitas. Terobosan radikal Nietzsche mengobrak-abrik hakikat

kekristenan ini menyebabkan kebencian kaum agamawan

terhadap Nietzsche bahkan hingga saat ini karena konsepnya

menjadi ancaman besar bagi stabilitas kehidupan umat

beragama.40 Agama tidak lain adalah sebuah strategi untuk

38
Ibid., h. 361.
39
Genealogi, bagi Nietzsche, adalah pernyataan tentang “apa yang kumaui
sesungguhnya saat aku menghendaki sesuatu”. Sesuatu yang dikehendaki oleh
kehendak, itulah yang dilacak dan dicari. A. Setyo Wibowo, Gaya Filsafat Nietzsche,
(Yogyakarta: PT Kanisius, 2017), h. 213.
40
Frederick Copleston, A History of Philosophy: Modern Philosophy From Post-
Kantian to Nietzsche (Vol. VII), (New York: Image Books, 1994), h. 257.
27

menghilangkan sengat manusia, sehingga melaluinya manusia

digiring untuk menegasi realitas inderawi.

Kritik Nietzsche terhadap kekristenan dapat kita temukan

dalam beberapa karyanya. Dalam bukunya Genealogie der

Moral, Nietzsche menggambarkan dua moralitas yaitu moralitas

tuan (Herrenmoral) dan moralitas budak (Herdenmoral).41 Bagi

para tuan, moralitas adalah ungkapan hormat dan penghargaan

terhadap diri mereka sendiri. Moralitas tuan tidak menunjukkan

bagaimana harus bertindak, tetapi bagaimana tuan itu

menyatakan tindakan. Hal ini berbeda dengan moralitas budak.

Maka bagi para kaum budak, yang dianggap baik bukanlah

kedaulatan diri, dan kekuasaan melainkan simpati,

kelamahlembutan, kerendahan hati yang di ajarkan oleh

Gereja.42

Nietzsche melukiskan penjungkirbalikan nilai-nilai dalam

kekristenan dengan istilah “Ressentiment”, yaitu sentimen

kebencian terpendam yang dipelihara kaum budak. 43 Menurut

Nietzsche, moralitas budak menguasai agama Kristen. Karena

segala yang rendah, lemah, celaka, jelek dan menderita malah

disebut “baik”, sedang yang luhur, agung, berdaulat, bagus,

malah disebut “jahat”. Apalagi diperparah dengan istilah “suara

hati” (Gewissen) atau subjektivitas moral. Nietzsche

41
Ibid., h. 264.
42
F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: Dari Machiavelli sampai Nietzsche,
(Jakarta: PT Gramedia, 2007), hal. 268
43
Frederick Copleston, A History of Philosophy: Modern Philosophy From Post-
Kantian to Nietzsche (Vol. VII), (New York: Image Books, 1994), h. 261.
28

menggangap “suara hati” tak kurang daripada suatu kegagalan

melampiaskan ressentiment.44

Kritiknya di sini bukan ditujukan kepada relasi antar manusia

(agama lain), tetapi pada nilai-nilai agama Kristen yang juga

adalah Gereja yang menurutnya telah memperbudak kehendak

manusia. Agama Kristen menawarkan konsep cinta kasih,

kerendahan hati, menerima setiap penderitaan. Bagi Nietzsche

itu merupakan mentalitas kaum budak. Konsep agama Kristen

hanya bisa diterima oleh kaum budak yang bergantung pada

tuan (Allah) mereka.45 Mentalitas kaum budak ini yang membuat

manusia tidak kritis terhadap segala yang mereka terima dan

alami dalam hidupnya. Ajaran Gereja telah meracuni kehidupan

mereka. Dengan mentalitas kaum budak ini, orang tidak

berupaya untuk merekonstruksi keadaan, melainkan hanya

menerimanya. Satu-satunya cara bagi kaum budak untuk

menghibur diri agar terlepas dari ketertindasan mereka adalah

merekonstruksikan gambar Allah. Allah menjadi sandaran dari

ketertindasan mereka.

Tentu keinginan Nietzsche itu bukan tanpa alasan. Di tahun-

tahun ia hidup, pandangan tentang Tuhan cukup

mengkuatirkan. Tuhan di tangan kaum hierarki gereja yang

kaku. Tuhan menjadi sosok yang lebih menghukum dan perlu

44
F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: Dari Machiavelli sampai Nietzsche,
(Jakarta: PT Gramedia, 2007), hal. 144.
45
F. Budi Hardiman, Filsafat Barat Modern, (Jakarta:PT Gramedia, 2004), hal.
281.
29

ditaati daripada Tuhan yang penuh cinta dan Maha Pengampun.

Tuhan lantas menjadi ke-manusia-manusia-an atau Tuhan

antrophomorfistik.46 Dan manusia, salah satunya Nietzsche,

akhirnya tidak melihat Tuhan pada dirinya sendiri. Tuhan yang

mestinya selalu penuh misteri dan tak pernah habis

terdefinisikan berhasil didefinisikan secara kaku oleh para

pengkhotbah, kaum biarawan-biarawati, hierarki, dan umat yang

hidup saat itu, entah melalui doktrin-doktrin keagamaan atau

dalam ungkapan sehari-hari.47 Jelas bahwa ini adalah kritikan

yang disampaikan kepada kaum fundamentalis agama. Orang

yang terlalu “dekat” dengan Gereja atau mendarahdagingkan

doktrin-doktrin bisa paling cepat mengadili orang lain;

menyamakan suaranya dengan suara Tuhan, menganggap

kemarahan dan ketidaksenangannya sebagai kemarahan dan

ketidaksenangan Tuhan. Di zaman Nietzsche itu, juga kelihatan

jelas, orang yang “mabuk” karena agama memang benar-benar

lebih berbahaya daripada orang yang mabuk karena alkohol.

Pembunuhan, misalnya bisa dibenarkan atas nama agama. Tak

salahlah jika Nietzsche lantas menyamakan saja Gereja dengan

kuburan Tuhan. Dari latar belakang itu, bisa ditafsir bahwa

ungkapan “Tuhan sudah mati” merupakan suatu sindiran yang

46
A. Setyo Wibowo, Gaya Filsafat Nietzsche, (Yogyakarta: PT Kanisius, 2017), h.
365.
47
Henry D. Aiken, Abad Ideologi: Dari Kant sampai Kierkegaard, (Yogyakarta:
RELIEF, 2009), h. 233.
30

dialamatkan kepada, salah satunya, Gereja dan tentunya bagi

orang-orang yang sudah fanatik dengan agama.48

Nietzsche sangat tidak setuju juga dengan ajaran-ajaran

ataupun kekuasaan gereja yang sangat otoriter, yang mampu

masuk ke segala lini sosial masyarakat dan membawa nama

Tuhan dalam segala keputusan yang di buat. Gereja juga

melihat bahwa manusia sangat butuh sesuatu yang Absolut,

manusia tidak paham dengan hal-hal yang berkaitan dengan

Sakralitas dan penjamin dalam kehidupannya. Oleh sebab itu

gereja selalu mengajarkan dan seakan-akan menakuti manusia

dengan Tuhan yang absolut, aturan-aturan gereja yang absolut

dan tidak dapat dibantah dan jika membantah maka itu adalah

dosa. Gereja menjadikan para jemaatnya menjadi budak, dan

tak heran Nietzsche menyebut moral Kristen sebagai moral

budak. Oleh karena itulah warta Kematian Tuhan dan Nihilisme

itu diwartakan. Supaya manusia dapat menjadi kritis kembali

dan dapat menjadi manusia “Tuan” yang sesungguhnya.

B. Gereja

Secara etimologi, istilah gereja berasal dari Bahasa Portugis igreja.

Istilah ini dipakai untuk menerjemahkan kata εκκλησία49 (ekklêsia) yang


48
Frans Magnis Suseno, Menalar tuhan, (Yogyakarta: Kanisius, 2006), h. 79.
49
Chr. De Jonge, Jan S. Aritonang, Apa dan Bagaimana Gereja, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2013), h. 10.
31

berarti dipanggil keluar (ek=keluar; kaleo=memanggil), dan dalam

terjemahan bahasa Inggris yakni “church”. Menurut KBBI gereja berarti

1. Gedung (rumah) tempat berdoa dan melakukan upacara agama

Kristen: di situ ada -- yang besar; 2. Badan (organisasi) umat Kristen

yang sama kepercayaan, ajaran, dan tata cara ibadahnya (Katolik,

Protestan, dan sebagainya).50 Ekklesia atau gereja (igreja) berarti

kumpulan atau persekutuan orang-orang yang dipanggil keluar dari

kegelapan dosa untuk datang menghadap dan menerima anugerah

penyelamatan Allah melalui Yesus dan Roh Kudus. Gereja adalah

kumpulan umat pilihan Allah yang telah diselamatkan untuk memuji

serta memuliakan namaNya, dan terikat oleh perjanjian Allah untuk

melayani Dia dalam dunia yang kemudian Gereja memiliki tugas utama

yaitu melaksanakan Amanat Agung (Matius 28:18-20). 51 Jadi, Gereja

bukanlah sebuah gedung.52

Setidaknya ada tiga komponen yang terkandung dalam pengertian

gereja tersebut yakni kumpulan orang-orang (lembaga atau

komunitas), ada subjek yang memanggil (Tuhan) dan transformasi

atas kondisi orang-orang yang dipanggil atau dikumpulkan. Gereja

diartikan suatu komunitas orang kristen yang secara historis terbentuk

sebagai buah dari pekerjaan penginjilan yang dilakukan terhadap etnis

tertentu. Keanggotaaan komunitas Kristen (gereja) merupakan jaringan


50
https://kbbi.web.id/gereja. Definisi tentang gereja ini di akses pada Minggu, 26
April 2020, Pukul 02.35 WITA.
51
Browning W.R.F, Kamus Alkitab, Cet. Ke- 2, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2007), h. 118.
52
Thomas Michel. Pokok-pokok Iman Kristiani. Terjemahan oleh Y.B.
Adimassana dan F. Subroto Widjojo, (Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2001), h.
78.
32

yang saling mengenal dan merupakan bagian dari satu keluarga (etnis)

tertentu. Etnis atau etnisitas, seperti kata Daniel Perret adalah

perasaan menjadi bagian dari yang dibawa seolah-olah sejak lahir dan

yang mendasari sebuah identitas budaya primordial. 53 Berekklesiologi

pada dasarnya adalah upaya untuk menjawab atau menggambarkan

makna dan tugas panggilan gereja dalam jemaat.54

1. Gereja menurut Yohanes Calvin

Calvin memiliki konsep tentang Gereja yang berbeda

dengan apa yang telah dikatakan oleh Luther. Luther melihat

Gereja itu hanya secara obyektif. Artinya, gereja dipahami

sebagai tempat yang diberikan oleh Tuhan di mana kabar Injil

tentang pembenaran manusia oleh rahmat Tuhan diberitakan

melalui khotbah-khotbah dan sakramen-sakramen.55 Luther

menganggap manusia (jemaat), sebagai pendengar Firman

Tuhan. Dengan kata lain, Gereja adalah tempat manusia

bertemu dengan Firman Allah. Luther memahami gereja

sebagai persekutuan orang berkumpul untuk mendengar Firman

Allah.

Calvin melihat Gereja Kristus bukan hanya tempat yang

obyektif untuk pemberitaan keselamatan, ibu semua orang

beriman, tetapi juga secara subyektif. Gereja, selain menjadi

53
Daniel Perret, Kolonialisme dan Etnisitas: Batak dan Melayu Sumatera Utara,
(Jakarta: Kepustakaan Popular Gramedia 2010), hh. 4-6.
54
G.C. Van Niftrik & B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini, (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2001), h. 359.
55
Alister E. McGrath, Sejarah Pemikiran Reformasi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2000), hh. 246-247.
33

tempat di mana Injil diwartakan, juga dipahami sebagai

persekutuan orang-orang yang percaya akan Kristus. Mereka

adalah jemaat kudus yang hanya diperintahkan oleh Kristus

saja dan wajib mewartakan Injil kerajaan Tuhan ke seluruh

dunia.56 Nampak ada perkembangan pemahaman tentang

Gereja dari Luther menuju Calvin. Calvin melihat Gereja

sebagai sarana yang diberikan Allah kepada orang-orang

percaya yang lemah untuk membina dan memelihara mereka

dalam iman akan Kristus.

Oleh karena diberikan Allah, maka manusia tidak dapat

meremehkannya. Calvin menegaskan pentingnya keberadaan

Gereja. Sebab menurutnya mustahil bahwa orang yang tidak

mengakui gereja sebagai ibunya mempunyai Allah sebagai

Bapa. Apa yang hendak dikatakan oleh Calvin adalah bahwa

Gereja dalam arti sebenarnya adalah yaitu ibu yang membina

dan memelihara anak-anaknya dalam iman. Yang dapat dilihat

adalah persekutuan orang-orang yang yang berkumpul untuk

mendengar Firman Allah yang diberitakan oleh orang-orang

yang lain. Kesetiaan dalam Firman Allah menentukan sampai di

mana gereja-gereja yang kelihatan betul-betul gereja yang

diakui dalam pengakuan Iman Rasuli.57

Di sini tampak jelas gagasan Calvin tentang apa yang

menentukan sebuah Gereja sungguh-sungguh disebut Gereja


56
H. Berkholf, Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1991), hh. 173-174.
57
Christian de Jonge, Apa itu Calvinisme?, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001),
h. 99.
34

yaitu ketika Firman Allah itu diwartakan dan sakramen-

sakramen itu dilayankan. Konsep ini memempunyai

konsekuensi bahwa selama Firman Allah diberitakan, biarpun

dengan cara yang jauh dari sempurna, dan sakramen-sakramen

dilayankan, selama itu pula Gereja itu ada. Ringkasnya, Calvin

mengatakan bahwa di mana saja Firman Allah diberitakan

dengan murni dan didengarkan dan sakramen-sakramen

dilayankan menurut apa yang telah dikatakan Kristus, di sana

Gereja ada. Bagi Calvin keesaan Gereja tidak perlu terwujud

dalam keesaan organisatoris. Organisasi Gereja dapat berbeda

dari kota ke kota dan dari negara ke negara, tetapi selama

Gereja-gereja dan jemaat-jemaatnya saling mengakui sebagai

Gereja yang memiliki Firman dan sakramen, keesaan Gereja itu

terwujud.58

Bagi calvin Gereja memiliki peran penting bagi keselamatan

manusia. Sebagaimana pada awalnya, Allah memulai karya

penebusannya bagi manusia melalui peristiwa inkarnasi,

demikianlah dalam proses yang sama yaitu dengan mendirikan

suatu lembaga yang diabdikan untuk tujuan itu. Allah

mempergunakan cara-cara duniawi tertentu untuk mewujudkan

keselamatan atas orang-orang pilihannya.59 Di sini kita melihat

bagaimana Calvin memahami Gereja sebagai suatu lembaga

58
Ibid, h. 34
59
Alister E. McGrath, Sejarah Pemikiran Reformasi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2000), h. 259.
35

yang dibangun secara ilahi dan yang di dalamnya Allah

melakukan penyucian umatNya.

Konsep Calvin tentang Gereja mendapat pengaruh kuat dari

Augustinus. Sebagaimana Agustinus, Calvin memperlihatkan

dua bentuk Gereja.60 Pertama, Gereja yang kelihatan. Apa yang

dimaksud dengan Gereja yang kelihatan adalah Gereja yang

hadir atau tampak di dunia. Gereja ini terbentuk dari orang-

orang yang tersebar hampir di seluruh dunia yang hanya

menyembah kepada satu Tuhan. Mereka adalah kumpulan

orang-orang baik maupun jahat. Bagi calvin, yang harus diakui

sebagai anggota-anggota Gereja adalah orang-orang yang

melalui pengakuan iman, teladan iman dan keikutsertaannya

dalam sakramen-sakramen, yang mengakui Allah dan Kristus.

Kedua, Gereja yang tidak kelihatan. Gereja yang

sesungguhnya, bagi Calvin adalah sebagai tubuh Kristus yang

terdiri atas semua orang pilihan Allah, baik yang masih hidup

maupun yang telah meninggal. Gereja ini hanya dapat dilihat

oleh Allah, sebagai Bapa yang mengenal anak-anakNya.

Manusia hanya dapat percaya bahwa gereja ini sungguh-

sungguh ada, sebab yang dapat dilihat adalah persekutuan-

persekutuan yang terdiri atas orang saleh maupun berdosa,

orang yang sungguh-sungguh percaya dan orang yang munafik

saja.

60
Christian de Jonge, Apa itu Calvinisme?, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001),
hh. 99-100.
36

Secara eksplisit Calvin membedakan pula Gereja kelihatan

yang bersifat universal dengan Gereja lokal. Menurutnya,

Gereja universal meliputi semua orang yang mengakui Kristus

yakni Gereja Katolik. Disebut universal oleh karena Gereja

tersebut satu dan bahwa semuanya disatukan dengan Kristus

dalam satu iman, harapan dan cinta dan diberi daya oleh Roh

yang sama. Calvin mengatakan bahwa Allah menyediakan

orang-orang yang diberi tugas untuk memberitakan firman dan

melayankan sakramen-sakaramen, gembala-gembala yang

memimpin dan membina para anggota Gereja. 61

Inilah suatu anugerah besar yang diberikan Allah bahwa ia

menyediakan orang-orang khusus untuk dapat menyampaikan

pesan dari Allah. Dalam kerangka berpikir demikian,

sebagaimana digagas oleh Luther, keselamatan itu berasal dari

Allah saja. Dengan demikian tidak perlu lagi apa yang disebut

dengan imamat khusus untuk menyalurkan keselamatan

kepada manusia. Ini tidak berarti bahwa Gereja Protestan tidak

membutuhkan jabatan ministerial dalam Gereja. Dengan kata

lain, Calvin lebih menekankan suksesi apostolik dengan jalan

setia meneruskan ajaran para rasul dan bukan suksesi

ministerial dengan jalan penumpangan tangan.62 Dengan kata

lain, Gereja ada ketika mereka yang menjadi pengikut Kristus

61
Alister E. McGrath, Sejarah Pemikiran Reformasi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2000), h. 265.
62
Christian de Jonge, Apa itu Calvinisme?, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001),
h. 107.
37

meneruskan ajaran para rasul. Calvin tidak mengakui adanya

suksesi apostolik dari para rasul kepada para uskup

sebagaimana yang terjadi dalam Gereja Katolik Roma.

2. Gereja menurut Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI)

Adapun pemaknaan gereja oleh PGI yang dirumuskan di

dalam Dokumen Keesaan Gereja (DKG)63 :

Kami percaya bahwa:


1. Roh Kudus menghimpun umat-Nya dari segala
bangsa, suku, kaum, dan bahasa, ke dalam suatu
persekutuan yaitu gereja, di mana Kristus adalah Tuhan
dan Kepala (Ef. 4:3-16; Why. 7:9). Roh Kudusjuga
telah memberi kuasa kepada gereja dan
mengutusnya ke dalam dunia untuk menjadi saksi,
memberitakan Injil Kerajaan Allah, kepada segala
makhluk di semua tempat dan sepanjang zaman (Kis.
1:8; Mrk. 16:15; Mat. 28:19-20). Dengan demikian
gereja tidak hidup untuk dirinya sendiri. Sama seperti
Kristus telah meninggalkan kemuliaan-Nya di surga,
mengosongkan diri, dan menjadi manusia (Yoh. 1:14;
Flp. 2:6-8), dan tergerak hati-Nya oleh sebab belas
kasihan kepada semua orang yang sakit, lelah dan
telantar seperti domba tanpa gembala, demikian pulalah
gereja dipanggil untuk selalu menyangkal diri dan
mengur-bankan kepentingannya sendiri, agar semua
orang yang menderita karena pelbagai penyakit dan
kelemahan yang merindukan kelepasan, dan
mengalami pembebasan dan penyelamatan Allah dalam
Yesus Kristus (Mat. 9:35-38; Luk. 4:18-19). Dengan
demikian, gereja dan warganya akan dapat menghayati
dengan sungguh-sungguh makna dari baptisan dan
perjamuan kudus yang senantiasa dilayankan bersama-
sama dengan pemberitaan Firman Allah di tengah-
tengah ibadat gereja sebagai tanda keberadaan dan
kekudusannya.
2. Gereja ada di tengah-tengah dunia ini sebagai arak-
arakan umat Allah (Kej. 12:3; Mzm. 84:8; Yes. 2:2-3; Ibr.
63
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia, Dokumen Keesaan Gereja
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (DKG-PGI): Keputusan Sidang Raya XIV PGI,
Wisma Kinasih, 29 November - 5 Desember 2004, (Jakarta: Gunung Mulia, 2006), hh.25-
27.
38

12:1; Kis. 1:8; 2Kor. 2:14), yang terus bergerak menuju


kepenuhan hidup di dalam Kerajaan Allah (Flp. 3:12-
14). Ia dituntut untuk selalu terbuka kepada dunia ini,
agar dunia ini terbuka kepada undangan Allah untuk
turut serta di dalam arak-arakan orang percaya
menuju pemenuhan janji Allah akan Kerajaan-Nya di
dalam Yesus Kristus (1Ptr. 2:9-10; 3:15-16). Dengan
senantiasa menguji setiap roh, apakah roh itu berasal
dari Roh Allah (1Yoh. 4:1). Gereja dipanggil untuk
membina hubungan dan kerja sama dengan pemerintah
dan semua pihak di dalam masyarakat untuk
mendatangkan kebaikan dan damai sejahtera bagi
semua orang, dalam rangka mewujudkan dan mendirikan
tanda-tanda Kerajaan Allah menuju ke kesempurnaannya
di dalam Yesus Kristus.
3. Gereja ditempatkan oleh Tuhan sendiri untuk melak-
sanakan tugas panggilannya dalam konteks sosial
politik, ekonomi, dan budaya tertentu. Demikianlah
halnya, gereja-gereja di Indonesia dipanggil dan
ditempatkan oleh Tuhan sendiri untuk melaksanakan
tugas panggilannya di tengah bangsa dan negara
kesatuan Republik Indonesia yang merdeka dan
berdaulat berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945 yang diyakini sebagai anugerah dari
Tuhan. Kehadiran gereja-gereja di Indonesia dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan
tanda pengutusan Tuhan sendiri agar gereja-gereja
secara aktif mengambil bagian dalam mewujudkan
keadilan dan keutuhan ciptaan di Indonesia. Di samping
itu, gereja terpanggil secara aktif dan kreatif mengambil
bagian dalam usaha mencegah segala hal yang
merongrong dan merendahkan harkat dan martabat
manusia Indonesia serta segala hal yang merusak
lingkungan alam Indonesia. Tugas panggilan itu
dilaksanakan melalui berbagai upaya pencegahan
sekali-gus upaya pembelaan dan penegakan hukum/
keadilan bagi seluruh rakyat dan tanah tumpah darah
Indonesia.
4. Gereja mengakui bahwa negara adalah alat dalam
tangan Tuhan yang bertujuan untuk menyejahterakan
manusia dan memelihara ciptaan Allah. Oleh karena
itu gereja dan negara harus bahu membahu dalam
mengusahakan penegakan keadilan dan
mengusahakan kesejahteraan seluruh rakyat serta
keutuhan ciptaan. Akan tetapi sebagai lembaga
keagamaan yang otonom, gereja mengemban fungsi
dan otoritas yang bebas dari pengaruh negara, dan
sebaliknya gereja tidak berhak untuk mengatur
39

kehidupan negara oleh karena negara mempunyai


fungsi tersendiri dalam menjalankan panggilannya di
dunia (Rm. 13:16-17; 1Ptr. 2:13-14). Dengan demikian
gereja dan negara harus membina hubungan yang
kondusif dan bukan hubungan subordinatif di mana yang
satu menguasai yang lain. Gereja dan negara masing-
masing mempunyai tugas panggilannya yang harus
dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab untuk
kebaikan seluruh manusia bahkan seluruh ciptaan.
Gereja mempunyai kewajiban untuk menaati hukum
negara, sebaliknya negara berkewajiban mengayomi dan
melindungi seluruh rakyatnya, termasuk gereja agar
leluasa dalam menjalankan fungsi dan panggilannya
masing-masing (1Ptr. 2:16).
5. Dalam hidup dan pelaksanaan tugas panggilannya,
gereja yang terdiri dari orang-orang berdosa yang telah
dibenarkan oleh anugerah Allah berdasarkan iman
kepada Yesus Kristus (Rm. 3:28), selalu memerlukan
pertobatan dan pembaruan yang terus-menerus. Untuk
itu ia senantiasa memerlukan kehadiran, pernyataan,
bimbingan, pemeliharaan dan teguran Roh Kudus
yang terus-menerus membarui, membangun dan
mempersatu-kannya serta yang memberinya kuasa untuk
menjadi saksi.
6. Allah menjadikan gereja itu sebagai suatu persekutuan
yang mengaku satu tubuh, satu Roh dalam ikatan damai
sejahtera, satu pengharapan, satu Tuhan, satu iman,
satu baptisan, satu Allah dan Bapa dari semua (Ef. 4:4-
6). Dengan demikian gereja itu esa. Keesaan gereja
bukanlah keesaan menurut dunia, melainkan keesaan
seperti Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus (Yoh.
17:21-22). Maka keesaan itu tidak didasarkan pada
kekuasaan duniawi, melainkan pada persekutuan dan
kasih. Sebagai persekutuan kasih, gereja adalah
keluarga dan kawan sekerja Allah (Ef. 2:19; 1Kor.
3:9) yang dituntut untuk hidup di dalam kasih, sehati
sepikir, dalam satu tujuan, dengan tidak mencari
kepentingan sendiri melainkan selalu berbuat untuk
kepentingan orang lain juga, dan anggota yang satu
mendukung anggota yang lain lebih utama daripada
dirinya sendiri (Flp. 2:1-4). Kristus menghendaki
keesaan seperti itu (Ef. 4:3) yang merupakan suatu
kesaksian kepada dunia ini agar dunia percaya bahwa
sesungguhnya Yesus Kristus telah diutus oleh Allah
(Yoh. 17:12-23) dan bahwa gereja telah beroleh mandat
dari Yesus Kristus untuk memberitakan pendamaian dan
penyelamatan Allah dalam Yesus Kristus bagi dunia ini.
40

7. Persekutuan ini dikuduskan dalam kebenaran (Yoh.


17:17-19). Dengan demikian gereja itu kudus.
Pengudusan itu dilakukan oleh Kristus yang telah
menguduskan diri-Nya bagi gereja (Yoh. 17:19) dan
menguduskan gereja itu sebagai umat kepunyaan-Nya
(Tit. 2:14; 1Ptr. 2:9). Persekutuan yang dikuduskan itu
diutus-Nya ke dalam dunia. Maka gereja itu ada di dunia
tapi bukan dari dunia (Yoh. 17:14-18).
8. Persekutuan ini mencakup semua orang percaya dari
segala tempat dan sepanjang zaman, dan mencakup
segala suku, bangsa, kaum, dan bahasa, dan dari
pelbagai lapisan sosial yang dipersekutukan ke dalam
tubuh Kristus yaitu gereja. Dengan demikian gereja itu
am (katolik). Sebagai persekutuan yang am, gereja
tidak mengenal perbedaan-perbedaan maupun
pembatasan-pembatasan menurut kaidah-kaidah dunia
ini (Gal. 3:28; 1Kor. 11:7-12; Why.7:9). Persekutuan
baru ini mencakupi bahasa, suku, kaum, dan bahasa,
orang tua, pemuda/remaja, anak-anak, laki-laki dan
perempuan, penguasa dan rakyat jelata, yang kaya dan
yang miskin; yang cacat dan yang sehat, yang bodoh dan
yang pandai, semuanya diberi tempat oleh Allah dalam
persekutuan baru itu, semuanya dipanggil dan dilengkapi
untuk menjadi saksi Injil Kerajaan Allah dalam Yesus
Kristus di tengah-tengah dunia.
9. Persekutuan ini bertekun dalam dan dibangun di atas
pengajaran para rasul tentang Injil Yesus Kristus (Kis.
2:42; 2:20). Dengan demikian gereja itu rasuli.
Persekutuan yang rasuli itu terpanggil untuk
memelihara ajaran para rasul itu (2 Tes. 3:6; 1 Tim.
1:3) dan dengan senantiasa memerhatikan tanda-tanda
zaman dan mene-ruskannya kepada semua orang
percaya di segala tempat dan di sepanjang zaman (Flp.
1:6; Kol. 1:25).
10. Oleh karena itu gereja dan orang-orang percaya laki-laki
dan perempuan di segala tempat dan sepanjang zaman
terpanggil untuk mewujudkan keesaaan, kekudusan, dan
keaman (kekatolikan), dan kerasulannya, baik dalam
kehadiran gereja secara sendiri-sendiri maupun secara
bersama-sama dalam pengamalan tugas panggilannya
sehari-hari. Dengan demikian semua bentuk kehadiran
gereja itu untuk menjadi saksi Yesus Kristus ke ujung
bumi adalah ungkapan dari gereja yang esa, kudus, am,
dan rasuli.

3. Gereja menurut Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM)


41

Adapun rumusan atau kesepakatan pemaknaan Gereja oleh

GMIM terdapat dalam rumusan Pengakuan Iman GMIM

(Panjang)64 :

Pasal 1
Terbentuknya Gereja
Kami mengaku:

1. Bahwa Yesus Kristus telah membangun Gereja-Nya (Mat.


16:18), dan Dialah Kepala Gereja (Ef. 4:15-16, 5:23; Kol. 1:18-
20). Bahwa Allah tetap hadir dan bekerja sepanjang masa dan di
segala tempat (Yoh. 9:4; Rm. 8:28) melalui Roh Kudus yang
diutus Kristus (Yoh. 15:26; Kis. 1:8), bekerja melalui pem-
beritaan Injil (Rom. 1:16-17; Gal. 3:5), menghimpun orang-orang
percaya (semua gereja Tuhan yang ada) ke dalam Gereja
sebagai tubuh Kristus, yang kudus, am, injili dan Oikumenis. (1
Kor. 1:2; 1 Pet. 2:9-10)
2. Bahwa Gereja hadir di segala abad dan tempat, termasuk di
Indonesia dan secara khusus di tanah Minahasa, tempat Gereja
Masehi Injili di Minahasa (GMIM) ber-tumbuh dan berkembang,
serta menjadi pusat kegiatan pelayanan GMIM dalam
pelaksanaan tugas panggilannya me-layani ke seluruh dunia.
[1] (Kis. 1:8).

Pasal 2
Tugas Panggilan Gereja
Kami mengaku:

1. Bahwa Gereja hadir di dalam dunia mengemban tugas


panggilan bersekutu untuk menghayati keselamatan,
[2] bersaksi untuk memberitakan Injil keselamatan,
dan berdiakonia untuk mewujudnyatakan secara konkrit
keselamatan itu kepada manusia di seluruh dunia dalam kasih
persaudaraan yang rukun (Mzm. 133), tanpa mengenal batasan
tempat, bahasa, bangsa dan budaya. (Rm. 10:12 ; Gal. 3:28 ;
Kis. 10:34-35).
2. Bahwa Gereja adalah esa dan karena itu terpanggil untuk
senantiasa menyatakan keesaannya melalui kehadiran bersama
di segala tempat dalam semangat keber-samaan agar dunia
percaya bahwa Allah di dalam Kristus Yesus (Yoh. 17:21) telah
menyelamatkan manusia dan dunia ciptaan-Nya.

64
https://www.gmim.or.id/pengakuan-iman-gmim-panjang/bab-iv-gereja/.
Halaman ini diakses oleh peneliti pada Kamis, 30 April 2020, Pukul 15.00 WITA.
42

3. Bahwa dalam perbedaan kultur, strata sosial, ekonomi,


pendidikan, Gereja terpanggil untuk memelihara persatuan dan
kesatuannya (Yoh.17; 1 Kor. 12:27).
4. Bahwa kendati pun dalam kesukaran, hambatan dan tantangan
(Mat. 10:16-31; Rom. 8:31-39), Gereja terpanggil untuk
memperjuangkan pembebasan manusia dari segala belenggu
yang merendahkan harkat dan martabat kemanusiaan dan
mengupayakan kesejahteraan yang ber-keadilan bagi semua
orang.[3] ( 42:6,7; Luk. 4:18-19)
5. Bahwa dalam mewujudkan panggilan Gereja, Tuhan
menetapkan para pe-layan-Nya yaitu; pendeta, penatua,
syamas, dan guru agama untuk mem-perlengkapi orang-orang
kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pemba-ngunan tubuh
Kristus (Ef. 4:11-12) demi kemuliaan nama Tuhan semata.
6. Bahwa melalui persidangan gerejawi secara berkala dalam
tuntunan kuasa Roh Kudus, GMIM merumuskan, meng-evaluasi
dan melaksanakan program pelayanannya. ( 10:16; Ams. 24:6;
Mrk. 6: 30; Rom. 12:16; Kis. 14:27; 15:6,7)
Pasal 3
Gereja, Alam dan Sumber-sumber daya, serta Lingkungan Hidup
Kami mengaku:

1. Bahwa alam dan sumberdayanya serta lingkungan hidup,


diciptakan Tuhan bagi manusia dan seluruh makhluk lainnya
agar kehidupan tetap berlangsung de-ngan baik. Karena itu,
GMIM, ikut terpanggil bersama segenap komponen Bangsa dan
Negara untuk menjaga dan memelihara kelestarian alam
(konservasi) dan sumberdayanya serta lingkungan hidup. (Kej. 1
; 2:15 ; Yer. 29:7).
2. Bahwa GMIM harus terlibat secara aktif dalam pengawasan,
pengelolaan alam dan sumberdayanya serta lingkungan hidup,
dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
tepat guna, aman dan dapat dipertanggung- (Kej. 41:47-49; Im.
25:1-7).
3. Bahwa GMIM juga terpanggil untuk ikut serta mengendalikan
nafsu tamak manusia yang mengeksploitasi alam demi
kepentingan dan keuntungan pribadi, kelompok dan golongan,
yang bukan hanya menimbulkan berbagai konflik, tetapi juga
mengakibatkan kerusakan alam, dan sumberdayanya serta
lingkungan hidup. (Yes. 1:16-17 ; Rm. 13:13-14 ; Kol. 3:5).
Pasal 4
Gereja dan Negara
Kami mengaku:

1. Bahwa Tuhan Allah yang mendirikan (membentuk) Negara dan


menetapkan pemerintah selaku hamba-hamba-Nya untuk
menghadirkan ketertiban, keter-aturan, menegakkan hukum,
keadilan, mencegah dan memberantas kejahatan, membela
43

orang benar, mengupayakan kesejahteraan serta kemakmuran


ber-sama (Rm. 13:1-7).
2. Bahwa sebagai hamba Allah, Negara dan pemerintahannya
menerima kuasa dan wewenang dari Allah (Rm. 13:4; Luk.
20:25)
3. Bahwa sebagai warga gereja harus taat hukum dan berhak
mendapat perlin-dungan hukum (Mat. 22:21; I Pet. 2:13-14 ;
Tit.3:1)
4. Bahwa kendati pun Gereja dan Negara yang sama-sama hamba
Allah, terpanggil untuk menghadirkan tanda-tanda Ke-rajaan
Allah, namun memiliki tugas pang-gilan yang berbeda dan
khusus, sehingga Negara tidak mencampuri urusan Gereja, dan
demikian pula sebaliknya, Gereja tidak mencampuri urusan
Negara (Mrk. 12:17).
5. Bahwa kuasa yang diterima oleh Peme-rintah dapat saja
disalahgunakan, yang menimbulkan kesewenang-wenangan dan
kelaliman. Dalam hal ini, Gereja wajib memperdengarkan suara
kenabiannya bagi pemerintah melalui jalur yang sesuai dengan
perundang-undangan yang ber- (Dan. 4:25; Kis. 5:29; I Tim. 2:1-
2).
6. Dalam terang pengakuan kepada Yesus Kristus, maka sebagai
warga negara Indonesia, Gereja mengakui Pancasila sebagai
satu-satunya asas kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
berne-gara serta mengakui UUD 45, Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) dan Bhinneka Tunggal Ika.(Tit. 3:1-2).
7. Bahwa Gereja tidak akan bersikap seba-gai gerakan radikalisme
dan fundamen-talisme dan secara kritis bekerja sama de-ngan
pemerintah melalui lembaga Forum Kerukunan Umat Beragama
(FKUB), Badan Kerjasana Antar Umat Beragama (BKSAUA) dan
Badan Musyawarah Antar Gereja (BAMAG) (Mat. 22:37-40; Tit.
3:1-2; 12 : 14).
Pasal 5
Gereja dan Sakramen
Kami mengaku:

1. Bahwa GMIM, bersama-sama Gereja-gereja Reformasi lainnya,


hanya melayani dua sakramen, yakni Sakramen Baptisan Kudus
dan Sakramen Perjamuan Kudus. (Mat. 28:19-20 ; I Kor. 11:23-
26).
2. Bahwa Sakramen Baptisan Kudus ber-laku satu kali untuk
seumur hidup, dan dengan demikian kami menolak baptisan
ulang. (Rm. 6:4-5; 2:11-12;1 Pet. 3:18-21; Ibr. 9:27-28).
3. Bahwa Baptisan Kudus adalah tanda yang tampak dari
Anugerah Allah di dalam Kristus, dan manfaat dari per-janjian
anugerah yang dihadirkan, dime-teraikan dan diterapkan dalam
kehidupan orang-orang percaya, tetapi juga sekali-gus
merupakan ekspresi iman orang-orang percaya dan tanda
44

kesetiaan me-reka kepada Tuhan. (Kol. 2:12 ; Mrk. 16:16 ; Gal.


3:27)
4. Bahwa GMIM melaksanakan pembap-tisan anak dan dewasa
dengan cara percik/curah. (Mrk. 9:37; 10:13-16; Kis. 9:17-18;
16:15;18:8).
5. Bahwa yang menjadi saksi baptisan ada-lah orang tua dan
orang tua baptisan yang telah menjadi sidi jemaat. (Ul. 6:4-9;
Mat. 28:19-20)
6. Bahwa Perjamuan Kudus adalah tanda peringatan dan
persekutuan dengan tu-buh dan darah Yesus Kristus yang mati
dan bangkit sekaligus sebagai pembe-ritaan dan ucapan syukur
serta terima kasih Gereja atas segala berkat Tuhan.[4] (I Kor.
11:23-26) Diadakan pada pera-yaan Jumat Agung, salah satu
minggu di bulan Juni (dalam rangka HUT PI dan Pendidikan
Kristen), Hari raya Perjamuan Kudus se-dunia di bulan Oktober,
salah satu minggu advent dan juga dalam persidangan gerejawi.
Pasal 6
Gereja Harus Menyatakan Kasih Allah terhadap Dunia
Kami mengaku:

1. Bahwa Gereja harus menyatakan kasih Allah yang bukan hanya


tertuju kepada manusia saja, tetapi juga kepada selu-ruh
ciptaan-Nya. (Kej. 1:28; Mzm. 104:24 ; Mrk. 16:15 )
2. Bahwa Gereja harus senantiasa mem-beritakan kematian dan
kebangkitan Yesus Kristus, (I Kor. 11:23-26); Allah
mendamaikan dunia dengan diri-Nya (2 Kor. 5:18-19; Kol. 1:20),
dan menya-takan serta menghadirkan kasih-Nya yang begitu
besar bagi dunia ini (Yoh. 3:16).
3. Bahwa Gereja harus terus-menerus mem-beritakan perbuatan
besar Allah (1 Pet. 2:9) yang telah menggenapi rencana
keselamatan-Nya bagi dunia ini melalui Yesus Kristus, yang
terus berlanjut hingga sekarang ini, dan yang akan terwujud
sepenuhnya pada kedatangan-Nya kem-bali (1 Kor. 15:22-25;
Ibr. 9:28).

[1] Sesuai keputusan SMSI ke-78 ini, GMIM menjadi gereja


lokal, nasional dan global; [2] Termasuk di sini Gereja
bersekutu (beribadah) di hari minggu sebab hari minggu
mengingatkan kemenangan Kristus atas dosa dan maut
(Paskah) dan bukan sabat dalam PL (Mat. 28:1-10; Mrk.16:1-8;
Luk. 23:56b-24:12); [3] Di sini GMIM sebagai Gereja Tuhan
terpanggil mewujudkan karya Tuhan Allah secara inklusif artinya
menerobos ke semua aspek hidup seluruh umat manusia
(agama-agama dan bangsa-bangsa di dunia); [4] Perjamuan
kasih dapat dilaksanakan dengan me-nonjolkan persekutan
beriman orang percaya tanpa dibatasi dengan persyaratan yang
hadir hanya sidi jemaat. Semua anggota jemaat dapat
berpartisipasi dalam perjamuan kasih dan dapat menonjolkan
45

makanan dan minuman yang menopang nilai kearifan lokal (air


jahe dan gula aren, ubi kayu, dsb).
C. Penelitian yang Relevan

Topik mengenai Nietzsche dan teori filsafatnya, pada

kenyataannya merupakan pembahasan sangat kompleks dan takan

pernah usai untuk dibahas, mengingat masih terdapat begitu

banyak kontroversi. Ekkelsiologi/Gereja pun tidak kalah, karena

saking banyaknya pembahasan tentang Gereja jadi sangat mudah

untuk mencari karya tulisan ilmiah tentang gereja.

Sesuai data yang diperoleh oleh peneliti, ditemukan bahwa

pada tahun 2018 ada tulisan yang ditulis oleh Muslih dan Haryanto

dari Universitas Darussalam Gontor membahas tentang Nietzsche

dalam sebuah jurnal yang berjudul “Konsep Tuhan Nietzsche dan

Pengaruhnya terhadap Pemikiran Liberal”. Muslih dan Haryanto

berpendapat bahwa Kematian Tuhan dari Nietzsche ini merupakan

pengaruh yang sangat negatif terhadap pemikiran liberal kaum

intelektual yang diantaranya seperti para mahasiswa yang ada di

peruguruan tinggi Islam negeri yang sudah menterjemahkan secara

mentah-metah kata Tuhan telah Mati dari Nietzsche yang berakibat

buruk bagi diri mahasiswa-mahasiswa tersebut serta bagi lembaga

pendidikanya yang pada akhirnya akan berimbas pada lingkungan

sekitar.65

Dari pemaparan diatas tengan penelitian dari Muslih dan

Haryanto maka dapat ditemukan perbedaan dari objek penelitian


65
Kalimah: Jurnal Studi Agama-Agama dan Pemikiran Islam, Konsep Tuhan
Nietzsche dan Pengaruhnya terhadap Pemikiran Liberal, ed. Moh. Muslih dan Haryanto,
Vol. 16 No. 2, 2018, hh-135-150.
46

yang dilakukan. Peneliti sendiri memfokuskan penelitian ini kepada

bagaimana Gereja dilihat dar kacamata teori Kematian Tuhan dan

Nihilisme Nietzsche yang didalamnya malah tidak

mempermasalahkan tentang kata Kematian Tuhan seperti

penelitian yang dilakukan oleh Muslih dan Haryanto. Pemahaman

tentang Kematian Tuhan ini pun sangatlah berbeda dengan apa

yang dipahami oleh peneliti, karena untuk teori ini sendiri sudah

dipelajari berulang-ulang oleh peneliti yang membuat peneliti tidak

hanya menafsirkan teori Nietzsche ini secara harafiah, tapi

menggali apa makna dan tujuan sebenarnya dari teori filsafat

Kematian Tuhan dan Nihilisme dari Nietzsche.

Muslih dan Haryanto pun beranggapan bahwa Nietzsche

salah menanggapi Kematian Tuhan, karena dikatakan bahwa

pewartaan kematian Tuhan ini di wartakan Nietzsche karena

ketidakpahaman atau ketidakmengertian Nietzsche terhadap Tuhan

itu sendiri, oleh sebab itu maka menjadi alasan yang kuat untuk

membunuh atau meniadakan-Nya. Perbedaan lainya juga terdapat

dalam locus yang dipilih oleh peneliti dan Muslih dan Haryanto.

Tempat penelitian Muslih dan Haryanto ialah Perguruan tinggi

Islam negeri seperti, UIN Makassar dan IAIN Sunan Ampel

Surabaya.66 Sedangkan tempat penelitian yang ditetapkan oleh

peneliti ialah lembaga Gereja khususnya pada GMIM Smirna

Malalayang Dua Manado. Dan yang menjadi persamaan dari kedua


66
Kalimah: Jurnal Studi Agama-Agama dan Pemikiran Islam, Konsep Tuhan
Nietzsche dan Pengaruhnya terhadap Pemikiran Liberal, ed. Moh. Muslih dan Haryanto,
Vol. 16 No. 2, 2018, h. 155.
47

penelitian ini ialah dimana sama-sama menggunakan teori filsafat

Kematian Tuhan dan Nihilisme dari Nietzsche, yang digunakan

sebagai teori dalam penelitian ini.


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Metode dan Prosedur Penelitian

Penelitian merupakan suatu kegiatan (ilmiah) yang ditempuh

melalui serangkaian proses yang panjang. Dalam konteks ilmu sosial,

kegiatan penelitian diawali dengan adanya minat untuk mengkaji

secara mendalam terhadap munculnya fenomena tertentu. 67 Sebagai

langkah awal dalam mengkaji fenomena yang ada, maka pada

kesempatan ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif

dalam memperoleh data lapangan, dimana untuk mendapati makna

tidak dengan melakukan generalisasi tetapi lebih menekankan pada

informasi, sehingga bisa sampai pada tingkat makna.

Penelitian kualitatif menunjuk bahwa penelitian ini memang terjadi

secara alamiah, apa adanya, dalam situasi normal dan tidak

dimanipulasi keadaan atau kondisinya, serta menekankan pada

deskripsi secara alami. Dengan sifatnya ini, peneliti dituntun secara

langsung di lapangan.68 Sebab penelitian kualitatif adalah penelitian

yang bersifat interpretif (menggunakan penafsiran) yang melibatkan

banyak metode, dalam menelaah masalah penelitiannya.69 Penelitian

kualitatif berfokus pada fenomena sosial dan pada pemberian suara

67
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta : Rajawali Pers,
2011 ) h 75.
68
Arikuno Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2006), h. 12.
69
Dedy Solatun, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2008), h. 5.

48
49

pada perasaan dan persepsi dari partisipasi di bawah studi. 70

Sedangkan pendekatan kualitatif merupakan suatu pendekatan primer

yang menggunakan paradigma pengetahuan berdasarkan pandangan

konstruktif (seperti makna jamak dari pengalaman individu, makna

yang secara sosial dan historis dibangun dengan maksud

mengembangkan suatu teori atau pola).71

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Berkenaan dengan judul penelitian ini, maka yang menjadi tempat

berlangsungnya penelitian ini ialah, bertempat di Perpustakaan Institut

Agama Kristen Negeri (IAKN) Manado dan di Jemaat GMIM Smirna

Malalayang II. Jemaat ini terletak secara teritorial berada di

Keluarahan Malalayang II, Kecamatan Malalayang, Kota Manado,

Sulawesi Utara. Jemaat di mana penelitian ini berlangsung merupakan

anggota Sinode Gereja Masehi Injili di Minahasa wilayah Manado

Malalayang Barat.

Adapun rentang waktu pelaksanaan yang dibutuhkan peneliti dalam

melakukan penelitian ini, terhitung sejak pengajuan proposal skripsi

diterima dan dinyatakan layak untuk dilanjutkan ke tahapan berikutnya.

Oleh karena itu, kurun waktu yang dibutuhkan peneliti dalam meneliti

kurang lebih dua bulan, dimulai dari bulan Juni sampai dengan bulan

Juli 2020, sebagaimana kalender akademik yang dikeluarkan oleh

Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) Manado.

70
Emzir, Metode Penelitian Kualitatif Analisis Data, (Jakarta: Rajawali Pers,
2011), h. 2.
71
Emzir, Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2011), h. 28.
50

C. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif instrument utamanya adalah peneliti

sendiri, namun selanjutnya setelah fokus penelitian menjadi jelas,

maka kemungkinan akan dikembangkan instrument penelitian

sederhana yang diharapkan dapat melengkapi data dan

membandingkannya dengan data yang ditemukan melalui observasi,

wawancara dan dokumentasi.72 Jadi, dalam penelitian ini yang menjadi

instrument penelitian adalah peneliti sendiri yang kemudian ditunjang

oleh peralatan yang digunakan dalam penelitian berupa buku catatan

untuk mencatat semua hal-hal penting yang diamati selama proses

penelitian.

D. Sumber Data Penelitian

Dalam penelitian ini, sumber data diperoleh dengan cara

mengumpulkan data dari kepustakaan, berupa buku penunjang

sebagai bahan referensi. Sedangkan untuk memperoleh data

lapangan, data peneliti diperoleh dari hasil observasi melalui

pengamatan dan dokumentasi dari data-data atau dokumen-dokumen

gereja, serta melalui wawancara dari para informan yang ada di jemaat

GMIM Smirna Malalayang. Dalam hal ini, para informan adalah

anggota sidi jemaat, baik anggota (kaum awan), pelayan khusus,

maupun Pendeta yang nanti akan dibagi juga kedalam beberapa

pembagian golongan umur. Golongan 1: Umur 20 – 35, Golongan 2:

Umur 36 – 50, dan Golongan 3: Umur 51 – 69.

72
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, (Bandung; Alfabeta
2008), hh. 223-224.
51

E. Prosedur dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, proses pengumpulan data yang dilakukan

peneliti terakumulasi dari beberapa teknik. Antara lain sebagai berikut:

1. Penelitian Kepustakaan

Pada hakikatnya data yang diperoleh dengan penelitian

kepustakaan dapat menjadi landasan dasar dan alat utama bagi

pelaksanaan penelitian lapangan.73 Penelitian kepustakaan

dilaksanakan dengan cara pengumpulan data dan informasi

berasal dari dokumen-dokumen, buku-buku, majalah, jurnal dan

catatan-catatan, atau berbagai literatur maupun referensi yang

berkaitan dengan Gereja juga Filsafat Nietzche. Hal ini dilakukan

dengan tujuan, agar supaya pandangan-pandangan yang sudah

bisa menjadi acuan dasar dalam penelitian yang akan dilakukan.

2. Observasi

Observasi (Pengamatan) adalah pengumpulan data dimana

peneliti mencatat informasi sebagaimana yang di saksikan selama

penelitian. Oleh karena itu teknik observasi atau pengamatan dapat

didefinisikan sebagai perhatian yang terfokus terhadap kejadian,

gejala, atau segala yang berkenaan yang yang akan diteliti dengan

maksud menafsirkannya, mengungkapkan faktor-faktor penyebab,

dan menemukan kaidah-kaidah yang mengaturnya.74 Dalam

menggunakan teknik observasi cara yang paling efektif adalah

73
Mardalis, Metode Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 28.
74
Emzir, Metode Penelitian Kualitatif Analisis Data, (Jakarta: Rajawali Pers,
2011), h. 38.
52

melengkapinya dengan format atau belangko pengamatan sebagai

instrument, format yang disusun berisi item-item tentang kejadian

atau tingkah laku yang digambarkan akan terjadi.75 Adapun dalam

observasi ini dilakukan pengamatan-pengamatan yang terjadi

dalam jemaat. Dalam melakukan pengamatan peneliti

berpartisipasi langsung dan berperan serta dalam kegiatan

pengamatan. Keikutsertaan peneliti bertujuan untuk mengamati

lebih dalam agar mendapati data yang sebenarnya.

3. Wawancara

Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, di

mana seorang dari mereka mengajukan pertanyaan-pertanyaan,

berdasarkan tujuan tertentu dengan maksud menggali informasi

dari seorang yang lain.76 Apabila teknik ini dilakukan dengan baik.

Maka, akan meghasilkan data yang mendalam, yang tidak mungkin

diperoleh melalui angket, sebab pewawancara dapat

mengkomunikasikan kembali jika memperoleh jawaban yang

kurang jelas atau lengkap.77 Adapun secara garis besar teknik

wawancara dapat dibagi dua. Pertama, wawancara terstruktur atau

wawancara baku. Teknik ini harus dimulai dengan persiapan yang

matang dari pewawancara dalam menyusun pertanyaan yang akan

dilayangkan kepada informan. Kedua, wawancara tidak terstruktur

75
Arikunto Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2006), h. 229.
76
Dedy Muliana, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2006), h. 180.
77
Hamid Darmi, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2011), h.
158.
53

atau wawancara mendalam.78 Dalam teknik ini, pewawancara

mengajukan pertanyaan secara bebas, pokok-pokok pertanyaan

yang dirumuskan tidak perlu ditanyakan secara berurutan dan

pemilihan kata-katanya tidak baku tetapi dimodifikasi pada saat

wawancara berdasarkan situasinya. Pihak yang diwawancara

diminta pendapat atau ide-idenya tanpa terikat pada apapun.79

Berdasarkan kedua metode di atas untuk memperoleh data

penunjang penelitian. Maka dalam penelitian ini, wawancara

dilakukan dengan cara menggunakan teknik mix atau

mengabungkan antara wawancara yang terstruktur dan tak

terstruktur, agar memperoleh hasil yang maksimal.

4. Dokumentasi

Selain observasi dan wawancara peneliti juga akan

menggunakan dokumentasi untuk pengumpulan data. Dokumen

merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu dan

dideskripsikan dalam bentuk tulisan serta gambar.80 Dalam hal ini

peneliti akan mengkaji catatan-catatan atau dokumen gereja

kemudian menghubungkannya dengan masalah yang diteliti.

Selain itu, peneliti juga akan mengambil gambar untuk mendukung

proses penelitian.

F. Teknik Analisis Data

78
Dedy Muliana, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2006) h. 183.
79
Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung:
Alfabeta 2011), h. 135.
80
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2007), h. 82.
54

Analisa data adalah proses mencari dan menyusun secara

sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan

lapangan, dan bahan-bahan lainnya, sehingga dapat dengan mudah

dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.

Cara menganalisa data adalah dengan mengorganisasikan data,

menjabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke

dalam pola, memilih mana yang akan dipelajari dan dianggap penting,

dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain. 81

Sedangkan analisis data kualitatif adalah analisis yang bersifat induksi,

yaitu bentuk pengembangan dari data yang diperoleh menjadi sebuah

hipotesis.82 Adapun dalam penelitian ini, teknik analisis data dilakuakan

dengan cara:

1. Reduksi Data

Reduksi data dilakukan secara berkesinambunggan dari

awal hingga akhir penelitian, yaitu dengan memilah dan memilih

hal-hal yang penting, kemudian memfokuskan pada hal-hal

tersebut, agar dapat memberikan gambaran yang jelas dan

mempermudah dalam proses pengumpulan data.83

2. Penyajian Data

81
Ibid., h. 88.
82
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2011), h. 335.
83
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, (Bandung; Alfabeta,
2008) h. 247.
55

Setelah menyelesaikan proses reduksi, langkah selanjutnya

ialah menyajikan atau memaparkan data tersebut sebagai

kumpulan informasi terstruktur yang memungkinkan untuk

mengambil kesimpulan atau tindakan dalam penelitian sesuai

dengan tujuan yang hendak dicapai.

3. Verifikasi / Kesimpulan

Pada bagian terakhir ialah pengambilan kesimpulan. Namun,

hal ini harus dilakukan jika telah didukung oleh bukti yang valid dan

konsisten, barulah kesimpulan tersebut sudah kredibel. Entah itu

berupa temuan baru yang belum pernah ada, atau berupa

deskripsi, maupun gambaran suatu objek yang sebelumnya masih

gelap.84

84
Ibid., h. 253.
56

BAB IV

PAPARAN DATA, TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Paparan Data

Mengacu dari metode yang digunakan dalam memperoleh data

lapangan, maka pada bagian ini peneliti mengelompokan paparan data

ke dalam tiga bagian yang bersumber dari dokumentasi atau data-data

dokumen gereja, kemudian dari hasil observasi terhadap keadaan

jemaat baik dari perspektif sosial maupun spiritualitas, dan terakhir

data diperoleh dari wawancara dengan para informan yang berdomisili

dalam wilayah penelitian. Dalam hal ini adalah jemaat GMIM Smirna

Malalayang Dua Manado.

1. Berdasarkan Dokumentasi

Jemaat GMIM Smirna Malalayang Dua Manado pada

dasarnya merupakan gereja yang secara administratif termasuk

dalam organisasi Sinode Gereja Masehi Injil di Minahasa

(GMIM), dan secara teritorial berada di Wilayah Manado

Malalayang Barat, yang beralamatkan di Jl. Kokima, Lingkungan

VIII, Kelurahan Malalayang Dua, Kecamatan Malalayang, Kota

Manado, No Telp. 0431 832065, dan alamat email: smirna

gmim@yahoo.co.id
57

1.1 Sejarah Jemaat

1.1.1 Perubahan Nama Jemaat

Jemaat Smirna pada waktu berpisah

dengan jemaat GMIM Sion Malalayang sebagai

induk, bernama jemaat Kiaeng Kolongan pada

Tahun 1946. Tahun 1976 berdasarkan

peresmian gedung gereja kemudian berubah

menjadi jemaat Kokima sesuai dengan nama

kompleks. Kemudian tahun 1986 berubah

menjadi Jemaat GMIM Smirna Malalayang Dua

Manado.

1.1.2 Perkembangan

Sebagaimana yang telah diuraikan

dalam buku sejarah jemaat, bahwa jemaat

Kiaeng Kolongan beribadah sendiri mulai tahun

1946 sebagai kanisah dan diresmikan pada

tahun 1953 dengan jumlah anggota 65 kepala

keluarga. Kiaeng adalah jaga/dusun VII

pemerintahan Malalayang yang meliputi

wilayah pesisir pantai berbatasan dengan

Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC)

sekarang dan dulunya disebut Kampung

Kinamang yang dihuni oleh sebagian besar


58

bekas penderita kusta yang sudah sembuh dan

sekarang mereka sudah dipindahkan ke Desa

Pandu. Wilayah ini meliputi pinggiran pantai

depan pompa bensin Malalayang sekarang.

Sedangkan Kolongan adalah wilayah yang

meliputi batas Kiaeng sekitar sungai Kolongan

sampai perbatasan kota sekarang. Pada

umumnya rumah-rumah anggota jemaat

sebagian besar berada di pinggiran pantai

sekalipun ada sebagian kecil yang tersebar di

perkebunan milik orang bantik Malalayang.

1.1.3 Latar Belakang Kehidupan Jemaat

Jemaat Kiaeng Kolongan sejak

berdirinya sampai dengan tahun 1983 terdiri

dari 80% warga Sangihe Talaud, 15% suku

Minahasa dan 5% suku lainnya. Mata

pencaharian 76% petani, penggarap, dan

nelayan, 20% tukang/buruh bangunan dan 5%

PNS atau swasta. Sifat gotong-royong jemaat

sudah tercipta begitu baik yang tidak lepas dari

prakarsa tokoh-tokoh jemaat dan mesjid antara

lain: Pembelian lahan pekuburan dengan

membentuk satu rukun Perkumpulan Amal

Kiaeng Kolongan Togas (PAKKT). Perluasan


59

desa, pembelian tanah kompleks KOKIMA oleh

Badan Perluasan Kemakmuran Desa (BPKD).

Pembangunan Mesjid lama dan Gereja GMIM

Kokima yang dibangun bersama-sama antara

warga Muslim dan Kristen secara bergantian

dengan melaksanakan Pesparawi. Kompleks

Kokima dibagi-bagi kepada masyarakat yang

belum mempunyai lokasi atau kintal dengan

harga 1 kavling Rp. 1,500,- di Tahun 1968

dengan cara di cicil lewat iuran melalui ibadah

di rumah anggota jemaat. Dari 56 kavling, 4 di

antaranya diberikan cuma-cuma oleh Panitia

yaitu: Balai Desa, Puskesmas, Mesjid dan

Gereja GMIM dengan ukuran lahan kurang

lebih 20 m x 50 m. Nama Kokima sendiri

adalah singkatan dari “Koordinasi Kemakmuran

Idaman Masyarakat”.

1.1.4 BPMJ dari Periode ke Periode

Periode Tahun 1977 – 1981


Ketua Jemaat : Pnt. Ny. C. Salunusa-Kaloke

Wakil Ketua : Pnt. B. Hamaral


Sekretaris : Pnt. J. Onsu
Bendahara : Bpk. N. Horimu
60

Periode Tahun 1982 – 1985

Ketua Jemaat : Pnt. Ny. C. Salunusa-Kaloke


Wakil Ketua : Pnt. B. Hamaral
Sekretaris : Pnt. J. Onsu
Bpk. W. Harikedua
Bendahara :
Bpk. J. E. Sompotan

Periode Tahun 1986 – 1990

Ketua Jemaat : Pnt. Drs. J. E. Sompotan

Wakil Ketua : Pnt. B. Hamaral

Sekretaris : Pnt. Ny. Milka Rana

Bendahara : Bpk. G. Panila

Periode Tahun 1991 – 1996

Ketua Jemaat : Pnt. Drs. J. E. Sompotan

Wakil Ketua : Pnt. J. Onsu

Sekretaris : Pnt. Ny. Milka Rana

Bendahara : Sym. Josef Gaghana, SE

Periode Tahun 1996 – 2000

Ketua Jemaat : Pnt. Drs. F. D. Sumayku


Wakil Ketua : Pnt. J. Onsu
Sekretaris : Pnt. Drs. A. Komansilan, MS
Bendahara : Sym. Josef Gaghana, SE
61

Periode Tahun 2000 – 2005

Ketua Jemaat : Pdt. J. F. Posumah, S.Th


Wakil Ketua : Pnt. J. Onsu
Sekretaris : Pnt. Drs. A.H. Mondolang, M.Pd
Bendahara : Sym. H. R. Koropit

Periode Tahun 2005 – 2009

Ketua Jemaat : Pdt. A. Hengstz-Mamesah, S.Th


Wakil Ketua : Pnt. Daniel Paraisu
Sekretaris : Pnt. Drs. A. H. Mondolang, M.Pd
Bendahara : Sym. H. R. Koropit

Periode Tahun 2010 – 2014

Ketua Jemaat : Pdt. M. Najoan-Karundeng, M.Teol


Wakil Ketua : Pnt. Daniel Paraisu
Sekretaris : Pnt. Drs. Harry Tangkilisan
Bendahara : Sym. Boyke J. Lantang

Periode Tahun 2015 – 2019

Ketua Jemaat : Pdt. N. Sumendap-Sumajow, S.Th


Wakil Ketua : Pnt. Alex Ferry Waworuntu, BBA
Sekretaris : Pnt. Dr. A. H. Mondolang, M.Pd
Bendahara : Sym. Abraham F. Mandagi, SE
62

Periode Tahun 2020 – Sekarang

Ketua Jemaat : Pdt. Gammy Porong-Weol, M.Th


Wakil Ketua : Pnt. Prof. Dr. F. Kerebungu
Sekretaris : Pnt. Dr. J. Kumendong
Bendahara : Sym. Dr. N. W. Suriani, M.Si

Jemaat GMIM Smirna pada saat ini memiliki 11

kolom yang tersebar dalam teritorial atau wilayah

pelayanan yang mencakup sebagain besar daerah

Malalayang II, mulai dari daerah batas kota Manado

(Area Boboca) hingga SPBU Malalayang. Di samping

itu, secara administratif tercatat jumlah anggota

jemaat sebanyak 1064 yang terdiri dari 304 kepala

keluarga dengan jumlah anggota sidi jemaat

berjumlah 627 orang dan anggota baptis berjumlah

889 jiwa.

Adapun program-program pelayanan yang

dilaksanakan di jemaat GMIM Smirna ialah; Ibadah

Hari Minggu yang dilaksanakan sebanyak tiga kali,

yaitu subuh, pagi dan malam. Ibadah kolom, Ibadah

BIPRA di tiap-tiap kolom, maupun di tingkat jemaat

sampai wilayah. Perkunjungan orang sakit,

perkunjungan syukur HUT baik HUT pribadi maupun


63

perkawinan, ibadah hari-hari raya gerejawi

berdasarkan kalender gereja.

1.2 Statistik Jemaat


1.2.1 Keanggotaan

ANGGOTA BAPTIS SIDI


JUMLAH
KOLOM L P JML L P JML L P JML
KK

I 36 66 59 125 61 35 96 45 21 66

II 37 60 69 129 35 54 89 21 46 67

III 30 59 47 106 55 42 97 35 24 59

IV 20 25 32 57 21 30 51 14 28 44

V 28 54 42 96 48 38 86 29 27 56

VI 22 31 46 77 29 43 72 24 29 53

VII 23 50 31 81 48 30 78 33 21 54

VIII 29 45 47 92 37 38 75 29 31 60
64

IX 27 43 38 81 42 32 74 25 23 48

X 36 64 57 121 62 53 115 39 41 80

XI 16 51 48 99 32 24 56 21 19 40

TOTAL 304 K.K. 1064 Jiwa 889 Org 627 Org

Tabel 4.1 Data Keanggotaan Jemaat GMIM Smirna Malalayang Tahun


2020
1.2.2 Statistik Tingkat Pendidikan Anggota Jemaat

SMP
SD 19%
22%

PER- SMA
GU- 33%
RUAN
TINGGI
27%

Gambar 4.1: Presentase Tingkat Pendidikan Anggota Jemaat


GMIM Smirna Malalayang di Tahun 2020.

1.2.3 Statistik Pekerjaan Anggota Jemaat


65

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
RU an DL
L NI S G TA
BU lay TA PN AN AS
e G
N DA SW
PE

Gambar 4.2: Presentase Pekerjaan Anggota Jemaat GMIM


Smirna Malalayang di Tahun 2020.

1.3 Struktur Kelembagaan

Badan Pekerja Majelis Jemaat (BPMJ)


Ketua Pdt. Gammy Porong-Weol, M.Th
Wakil Ketua Pnt. Prof. Ferdinand Kerebungu, M.Si
Sekretaris Pnt. Dr. Jemmy S. Kumendong
Bendahara Sym. Dr. N. W. Suryani, M.Si
Anggota Pnt. Innov Th.S. Walelang, S.Sos, M.Si
Pnt. Stien Silap-Malingkonor
Pnt. Romy Kanakan, SP

Badan Pengawasan Perbendaharaan Jemaat (BPPJ)


Bpk. Jantje Onsu, S.Pd
66

Komisi-Komisi Kerja
Kesenian Bpk. Maurits Gaghana, SE
PDP Ibu. Meiske Kelatow-Sumual
Kelompok Lansia Ibu. Anita Titing-Sawang

Pelayan Khusus BIPRA


Pria Kaum Bapa Pnt. Innov Walelang, S.Sos, M.Si
Wanita Kaum Ibu Pnt. Stien Silap-Malingkonor
Pemuda Pnt. Romy Kanakan, SP
Remaja Pnt. Winston Harikedua
Anak Sekolah Minggu Pnt. Cinthya Komansilan, M.Th

Pelayan Khusus Di Tiap-Tiap Kolom


Kolom 1 Pnt. Christian Tinungki
Sym. Joice Gurumanis-Nikodemus
Kolom 2 Pnt. Heidy N. Pelleng
Sym. Kitti Moningka-Tombokan
Kolom 3 Pnt. Ir. Ari B. Rondonuwu, M.Sc
Sym. Abraham F. Mandagi, SE
Kolom 4 Pnt. Dr. A. H. Mondolang, M.Pd
Sym. Boyke J. Lantang
Kolom 5 Pnt. Meygie M. Rondonuwu-Iroth
Sym. Hernimus Sabudu
Kolom 6 Pnt. Daniel Paraisu
Sym. Dr.N.W. Komansilan-Suryani, M.Si
Kolom 7 Pnt. Prof. Ferdinand Kerebungu, M.Si
Sym. Stien Silap-Malingkonor
Kolom 8 Pnt. Jans M. Sugianto-Pandey, S.Kep
Sym. Yunita Makalangi, SE
Kolom 9 Pnt. Erold R. Onsu
67

Sym. Joiker Baris


Kolom 10 Pnt. Dr. Jantje A. Masengi
Sym. Christo H. Wohon
Kolom 11 Pnt. Dr. Jemmy S. Kumendong
Sym. Dra. Jetje F. Mamudi-Piri
Tabel 4.2 Struktur Organisasi Jemaat GMIM Smirna Malalayang
tahun 2020

1.4 Sistem atau Tata Gereja

Sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, bahwa

jemaat Smirna merupakan bagian dari Gereja Masehi

Injili di Minahasa (GMIM). Oleh karena itu, sistem atau

tata gereja yang dimiliki bersumber dan selalu mengacu

pada tata kelola dari organisasi induk yaitu sinode

GMIM. Adapun yang menjadi sistem gereja ialah sistem

Presbiterial Sinodal yang berdasarkan pemerintahan

Tuhan Allah dalam Yesus Kristus.85

Kata Presbiterial Sinodal berasal dari bahasa Yunani,

yaitu Presbyteros artinya tua-tua atau yang dituakan

(Syamas, Penatua, Guru Agama dan Pendeta),

sedangkan kata Sinodal artinya berjalan bersama. Jadi

sistem Presbiterial Sinodal adalah sistem yang

menekankan kepemimpinan kepelayanan dan

pengambilan ketetapan atau keputusan dijalankan

85
Tim penyusun, Tata Gereja 2007 dan Adendum 2012, (Tomohon: BPMS
GMIM, 2013), h. 5.
68

secara musyawarah untuk mufakat oleh para presbiter

pada persidangan disetiap aras.86

1.5 Ajaran tentang Gereja (Ekklesia)

Seperti halnya dengan penerapan sistem atau tata

gereja yang berlaku, di mana Jemaat selalu mengacu

pada sinode GMIM. Maka dalam segi ajaran pun Jemaat

GMIM Smirna Malalayang Dua Manado senantiasa

melakukan hal yang sama yakni berpatokan kepada

pengajaran dan pengakuan GMIM tentang Gereja.

2. Berdasarkan Observasi

Setelah memperoleh data dari dokumen-dokumen gereja,

selanjutnya peneliti mengumpulkan data lewat observasi atau

pengamatan. Dalam melaksanakan observasi, peneliti

melibatkan diri secara langsung dalam kegiatan gerejawi, baik

dalam bentuk mengikuti ibadah maupun memimpin ibadah.

Disamping itu, peneliti juga turut berperan aktif dalam berbagai

kegiatan kemasyarakatan, seperti kerja bakti dan menjaga

keamanan. Hal ini terjadi karena peneliti pada kenyataannya

merupakan anggota masyarakat dan jemaat di tempat

berlangsungnya penelitian.

Sejauh pengamatan yang dilakukan, dapat dikatakan bahwa

sebagian besar masyarakat yang berdomisili di tempat

penelitian memiliki latar belakang yang berbeda-beda, mulai

dari tingkat pendidikan, ekonomi hingga sosial-kultural. Hal ini


86
Ibid., h. 5.
69

sebagian besar terjadi karena secara geografis, daerah ini

berada dalam wilayah Trans Sulawesi dan merupakan pintu

gerbang kota Manado dari arah Barat. Kehadiran terminal dan

pariwisata pantai juga turut menjadikan wilayah ini sebagai

destinasi dari berbagai macam suku untuk datang, tinggal dan

menetap.

Sebagaimana keanekaragaman yang ada dalam lingkup

masyarakat hal yang sama pula terjadi dalam lingkup jemaat,

karena sebagian besar anggota jemaat pada dasarnya

bukanlah penduduk asli, atau dengan kata lain hanya

merupakan pendatang yang tinggal dan menetap. Sehingga

kemajemukan dari perspektif sosial, kultur, ekonomi, maupun

tingkat pendidikan merupakan hal yang tak bisa dihindari dan

dipisahkan dari kehidupan berjemaat. Keadaan ini secara tidak

langsung membuat kehidupan berjemaat menjadi individualis

dan terkotak-kotak, serta terkesan berjarak antara satu kolom

dengan kolom yang lainnya. Di samping itu, besarnya teritorial

atau cakupan wilayah pelayanan gereja (± 2 KM / muliai dari

batas kota Manado hingga SPBU Malalayang).

Di samping itu, peneliti juga mengamati tingkat antusiasme

dan minat dari jemaat dalam melibatkan diri dan berpartisipasi

aktif dalam menyukseskan program-program yang telah

diagendakan baik yang bertaraf jemaat maupun sinodal. Pada

bagian ini keterlibatan dari anggota jemaat terbilang cukup


70

rendah, dan mungkin berada pada titik mengkhawatirkan.

Keadaan ini sangat jelas tervisualisasikan dari persentase

kehadiran anggota jemaat yang hanya berada dikisaran 30%

disetiap kegiatan, baik dalam peribadatan maupun kegiatan

lainnya. Situasi ini dilatar belakangi oleh berbagai sebab, di

antaranya ialah kesibukan kerja, malas beribadah, dan

kurangnya perhatian dari para pimpinan gereja yang berada di

aras kolom, tingkat jemaat, maupun pendeta terhadap anggota

yang kurang aktif, serta peranan gereja yang lebih memilih

mengedepankan segi-segi sosialnya dari pada spiritualitas.

Hal ini jelas terlihat dari khotbah-khotbah yang disampaikan,

sebagian besar mengarah pada ceramah moral ketimbang

unsur-unsur dogmatis. Senada dengan itu, program-program

gereja lebih banyak berorientasi pada pembinaan kebersamaan

antar anggota jemaat dari pada menumbuh kembangkan nilai-

nilai keimanan. Hal ini dipertegas dengan pelaksanaan

ketekisasi sidi jemaat yang asal-asalan dengan tanpa adanya

klasifikasi atau standart kelulusan yang jelas. Ini

mengindikasikan bahwa pimpinan jemaat lebih mengedepankan

status keanggotaan dari pada pengembangan pemahaman

anggota sidi jemaat. Terakhir, pegamatan dilakukan dengan

bertititk tolak dari tata kelola kelembagaan. Dalam hal ini

peranan dari Ketua Jemaat dan tua-tua jemaat masih sangat

mendominasi setiap keputusan-keputusan rapat kerja dan


71

senantiasa menjadi faktor pembeda dalam kerangka kerja

pelayanan jemaat.

3. Berdasarkan Wawancara

Setelah melakukan observasi demi menunjang penelitian,

maka pada bagian ini, peneliti mendeskripsikan wawancara

yang dilakukan kepada 2 orang Pendeta, dan 18 anggota sidi

jemaat termasuk Pelayan Khusus jemaat GMIM Smirna

Malalayang Dua Manado dengan jenis pertanyaan bersifat

terbuka dalam pertimbangan adanya kecenderungan

perkembangan atau perluasan pertanyaan sesuai dengan

kebutuhan dalam proses wawancara. Adapun jawaban dari

setiap pertanyaan yang ada berdasarkan wawancara beraneka

ragam. Untuk data pelaksanaan wawancara penelitian terlampir.

No Pertanyaan Informan Hasil/Kesimpulan


Wawancara

1 Adakah pengaruh Modernisasi membuat


Y.H, G.S, C.P,
modernisasi terhadap anggota jemaat menjadi
A.H
malas dalam beribadah.
kekristenan saat ini?
Pada saat ini, banyak
anggota jemaat yang lebih
memilih untuk berdiam diri
di rumah atau berwisata
S.T, G.R, N.B,
dan menghabiskan waktu
G.T, V.K
dengan nikmati hidup dari
pada mengambil bagian
dalam peribadatan maupun
kegiatan gerejawi lainnya.

A.T, T.G, G.W, Ya, ada. Seperti


72

kemudahan dalam
beribadah dalam masa
J.T, A.K, pandemi covid 19 dan
M.S, A.W, R.P, banyak kemudahan kepada
S.K, W.H, I.K jemaat dalam proses
peribadatan di gedung
Gereja.

2 Apa dampak yang Dampak modernisasi pada


S.T, G.R, G.S,
dihasilkan saat ini ada dari segi positif
N.B, A.H, Y.H
modernisasi saat ini? dan juga negatif.

Dampak yang terjadi saat


ini di mana semua hal
menjadi lebih mudah untuk
di akses, sampai untuk
S.K, W.H, I.K,
ibadah saja kita sudah tidak
C.P, G.T, V.K
harus berada di Gereja,
namun sudah bisa lewat
teknologi seperti Hp dan
media lainnya.

Perkembangan modernisasi
yang terjadi dewasa ini
telah membuat anggota
A.T, T.G, G.W, jemaat lebih banyak
J.T, A.K, referensi dari berbagai
M.S, A.W, R.P macam sumber yang
bertujuan untuk
mengembangkan
pengetahuan teologis.

3 Menurut anda, Y.H, G.S, C.P,


pentingkah S.T, V.K, A.T,
mempelajari ajaran- T.G, G.W, J.T,
ajaran gereja yang A.K, M.S, A.W, Ya, Penting.
kita anut? R.P, A.H, G.R
N.B, G.T, S.K,
Mengapa? W.H, I.K

J.T, A.K, M.S, Bahwa dengan hal ini,


A.W, R.P jemaat dapat memahami
dan lebih bertanggung
jawab dengan apa yang
73

diimani.

Dengan mempelajari ajaran


gereja maka jemaat akan
G.T, S.K, A.H, dapat mengenal gereja
G.R, N.B, Y.H, yang dianut, dan mampu
G.S, C.P, S.T, melindungi diri dari
V.K pengaruh-pengaruh ajaran
yang berada di luar gereja
(GMIM).

Memperlajari ajaran gereja


memang penting, namun
yang lebih penting dari itu,
A.T, W.H, G.R, ialah pengaktualisasian
G.W ajaran tersebut ke dalam
kehidupan bermasyarakat,
karena apa gunanya
berilmu tapi tak beraksi.

Karena kita mempelajari


sesuatu yang seharusnya
kita tahu dan menjadi
landasan beriman kepada
Yesus, dan sebaiknya bagi
I.K Gereja dan atau para
pengajar dapat
mengajarkan ajaran-ajaran
itu yang sebaiknya tidak
mencoreng nilai-nilai
pluralitas.

4 Bagaimana anda I.K, A.T, W.H, Sebagian besar jawaban


mendefinisikan G.R, G.T, S.K, dari para informan
Gereja ? A.H, G.R, N.B, mengarah pada Gereja
S.T, V.K, A.W yang adalah Persekutuan,
Gedung dan Tubuh individu
itu sendiri.

G.S, J.T, M.S, Gereja adalah orang-orang


R.P, G.W, T.G, yang dipanggil keluar dari
C.P, Y.H kegelapan menuju terang
Yesus Kristus.
74

5 Apa yang anda A.T, G.T, A.H, Tri Tugas Gereja adalah
ketahui tentang Tri S.K, J.T, G.S, Bersekutu, Bersaksi dan
Tugas Gereja? N.B, W.H, I.K Melayani (Diakonia,
Marturia, dan Koinonia) dan
hal ini merupakan tugas
serta misi Gereja di tengah
dunia.

A.K, M.S, A.W, Menjawab tidak tahu sama


R.P, Y.H, C.P, sekali tentang Tri Tugas
S.T, V.K, T.G, Gereja.
G.W, G.R

6 Menurut anda, Diakonia yang mereka


apakah yang pahami adalah
A.T, G.T, A.H
dimaksud dengan Melayani/Pelayanan
Diakonia dalam Tri kepada orang lain.
Tugas Gereja?
Diakonia adalah
S.K, J.T, G.S, Persembahan yang
N.B, W.H, I.K berbentuk materi dan
rohani kepada Tuhan.

Diakonia itu adalah


M.S, A.K, A.W,
persembahan yang
R.P, Y.H, C.P,
berbentuk materi yang
S.T, V.K, T.G,
diberikan kepada Tuhan
G.W, G.R
lewat Gereja.

7 Menurut anda, Gereja sudah,


apakah Gereja saat sementara/tetap
A.T, G.T, S.K,
ini sudah menjalankan tugas
J.T, G.S, A.H
menjalankan Pelayanannya kepada
tugasnya (Diakonia)? jemaat.

Gereja telah melaksanakan


tugasnya namun masih
N.B, W.H, I.K belum maksimal
penerapannya kepada
anggota jemaat.

T.G, A.K, M.S, Gereja belum menjalankan


A.W, R.P, Y.H, tugas Pelayanannya bagi
C.P, S.T, V.K, anggota jemaat.
75

G.W, G.R

8 Sejauh mana Bentuk Pelayanan yang


Diakonia yang dilakukan oleh Gereja saat
dilakukan oleh T.G, A.K, A.T, ini dalam bentuk
gereja? Dan G.T, S.K, J.T, pelaksanaan kegiatan
bagaimana G.S, A.H, I.K, Ibadah Minggu, Ibadah
bentuknya? N.B Kolom, perkunjungan HUT,
dan perkunjungan orang
sakit.

Pelayanan yang telah di


sepakati dan di
sosialisasikan oleh para
A.W, R.P, M.S,
pelayan khusus serta ketua
Y.H, C.P, S.T,
jemaat itu hanya bagi
V.K, G.W, G.R,
anggota jemaat golongan
W.H
tertentu, dan menjadi
wacana bagi anggota
jemaat lainnya.

9 Menurut anda, apa Y.H, G.S, C.P, Persembahan merupakan


itu persembahan? S.T, V.K, A.T, sebuah simbolisasi yang
T.G, G.W, J.T, lain dari ucapan syukur
A.K, M.S, A.W, kepada Tuhan.
R.P, A.H, G.R
N.B, G.T, S.K,
W.H, I.K

10 Menurut anda, Persembahan ini bersifat


G.S, V.K, T.G,
apakah wajib untuk diberikan,
G.W, A.K, M.S,
persembahan itu karena itu merupakan tanda
A.W, A.H, G.R,
wajib diberikan? ungkapan terima kasih
I.K
Mengapa? kepada Tuhan.

Persembahan itu bersifat


R.P, Y.H, C.P, wajib diberikan karena jika
S.T, A.T, G.T, tidak maka Tuhan akan
S.K, J.T menutup pintu berkat bagi
manusia.

N.B, W.H Persembahan ini bersifat


tidak wajib dan tidak
dipaksakan karena
76

Persembahan yang baik,


benar dan tepat adalah
persembahan yang di
berikan dengan tulus hati.

11 Bagaimana menurut Sampul persembahan ini


anda tentang sampul R.P, Y.H, C.P, hampir sama dengan
persembahan? S.T, A.T, G.T, persembahan pada
S.K, G.S, V.K, umumnya tapi bentuknya
T.G, G.W, A.K, yang berbeda saja karena
M.S, A.W, A.H, harus memasukannya ke
G.R, I.K dalam amplop yang telah di
sediakan oleh Gereja.

Pada penerapan untuk


pemeberian sampul
persembahan itu tidak bisa
N.B, W.H, J.T dipaksakan tapi harus
menyesuaikan dengan
kondisi perekonomian
anggota jemaat itu sendiri.

12 Sepengetahuan anda Ada banyak sampul


Y.H, G.S, C.P,
ada berapa banyak persembahan yang ada dan
S.T, V.K, A.T,
sampul persembahan yang diberikan oleh Gereja
T.G, G.W, J.T,
yang ada di gereja? bagi jemaat (Lebih dari 3
A.K, M.S, A.W,
sampul) dan saking
R.P, A.H, G.R
banyaknya seluruh
N.B, G.T, S.K,
informan tidak dapat
W.H, I.K
menyebutkan satu per satu.

13 Bagaimana menurut Sampul persembahan itu


anda tentang sampul R.P, Y.H, C.P, wajar dan baik kegunaanya
persembahan yang S.T, A.T, G.T, kerena itu adalah untuk
ada di gereja? S.K, J.T, G.S Tuhan dan Tuhan akan
membalasnya berlipat-lipat.

Sampul persembahan itu


wajar dan baik selama
M.S, G.R
pengeloloaanya dengan
benar.

A.K, A.W, V.K, Sampul persembahan itu


T.G, N.B, W.H seharusnya di satukan
77

dengan persembahan
biasa, karena sampul
persembahan sudah
menjadi sesuatu yang di
haruskan oleh Gereja,
sehingga jemaat harus
membutuhkan usaha ekstra
untuk mendapatkan uang di
setiap bulannya yang
bertujuan bukan hanya
G.W, I.K, A.H untuk memenuhi kebutuhan
hidup keluarga namun juga
untuk mengisi sampul yang
diberikan oleh Gereja. Dan
sebisanya sampul
persembahan itu bukan
menjadi sebuah
pemaksaan bagi anggota
jemaat, karena ini bertujuan
untuk pelayanan Gereja
atau untuk Tuhan.

14 Menurut anda, apa Masalah Ekonomi dari


hambatan jemaat anggota jemaat itu sendiri,
untuk mengisi sampul apakah itu karena
persembahan di penghasilan yang tidak
gereja? menentu dan pas-pasan
J.T, A.W, V.K, per bulan, tidak adanya
T.G, N.B, W.H pekerjaan tetap dari
G.W, I.K, A.K, anggota jemaat, dan ada
G.R, G.S, anggota jemaat yang
memang tidak
berkecukupan untuk
membagi keuangan untuk
hidup sehari-hari dengan
sampul persembahan.

M.S, R.P, Y.H, Hambatan bagi anggota


C.P, S.T, A.T, jemaat untuk mengisi
G.T, S.K, A.H sampul persembahan
adalah kurangnya rasa
bersyukur kepada Tuhan
atas apa yang sudah di
78

berikan oleh Tuhan.

15 Apakah anda pernah Y.H, G.S, C.P,


mendengar atau S.T, V.K, A.T,
pernah tahu tentang T.G, G.W, J.T,
Tidak pernah mendengar
seorang Filsuf asal A.K, M.S, A.W,
tentangnya.
Jerman yang R.P, A.H, G.R
bernama Friederich N.B, G.T, S.K,
Nietzsche? W.H, I.K

16 Apakah anda pernah Y.H, G.S, C.P,


mendengar atau S.T, V.K, A.T,
pernah tahu tentang T.G, G.W, J.T,
Konsep Tuhan Telah A.K, M.S, A.W, Belum pernah.
Mati? R.P, A.H, G.R
N.B, G.T, S.K,
W.H, I.K

17 Apakah anda pernah Y.H, G.S, C.P,


mendengar atau S.T, V.K, A.T,
pernah tahu tentang T.G, G.W, J.T,
Konsep Nihilisme? A.K, M.S, A.W, Belum pernah.
R.P, A.H, G.R
N.B, G.T, S.K,
W.H, I.K

Keterangan : Wawancara dilakukan pada bulan Juli 2020.

Tabel 4.3 : Daftar wawancara penelitian pada bulan Juli 2020.

B. Temuan Penelitian

Setelah melakukan analisis terhadap data yang diperoleh, maka

selanjutnya peneliti memperoleh hasil temuan sebagai beikut:

1. Berdasarkan Dokumentasi

Hasil temuan berdasarkan dokumentasi peneliti menemukan

adanya sistem kelembagaan yang kurang tertata dan tak sesuai

dengan sistem yang dianut sehingga terjadi pendeskreditan

peranan dogmatis gereja. Adapun pemaknaan jemaat tentang


79

Gereja yang di ajarkan hanya sebatas mengetahui tentang

Gereja yang merupakan persekutuan, gedung dan diri sendiri.

Juga dengan dogma GMIM tentang gereja tidak di ajarkan serta

di sosilisasikan kepada warga jemaat. Atau dengan kata lain,

ajaran yang telah di berikan masih terkesan abstak dan belum

mampu menjawab kebutuhan jemaat.

2. Berdasarkan Observasi

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan,

sebagaimana paparan di atas. Maka peneliti menemukan

adanya pergeseran fungsi atau tugas dari gereja karena lebih

memilih mengedepankan segi sosialnya dengan menekankan

pada nilai-nilai etis yang dianut masyarakat dan tuntutan

lingkungan dari pada mengabarkan kesaksian tentang Allah

kepada setiap anggota jemaat melalui pengajaran-pengajaran

yang bersifat dogmatis, dan terkesan aspek sosial telah

menguasai tubuh gereja. Pengabaian terhadap hal ini telah

mengakibatkan antusiasme dan minat anggota jemaat dalam

mempelajari hal-hal dogmatis menjadi berkurang karena

dianggap tidak penting dan kurang bermanfaat bagi

pengembangan diri.

Adapun peranan dari tua-tua jemaat yang terlalu

mendominasi dan memberikan apresiasi yang berlebihan

terhadap tradisi gereja, turut menjadikan jemaat menjadi

tertutup terhadap perkembangan-perkembangan teologis, yang


80

pada akhirnya menghambat perkembangan spiritual jemaat itu

sendiri. Di samping itu, pelaksanaan ketekisasi yang

seharusnya menjadi wadah dalam menyampaikan pengajaran

belum dimaksimalkan dan memiliki bobot yang tak seimbang

dengan kebutuhan jemaat yang mulai bersikap kritis terhadap

pengajaran yang diterima.

3. Berdasarkan Wawancara

Pada bagian ini, peneliti menganisis hasil wawancara

dengan mengklasifikasikan para informan ke dalam kelompok-

kelompok yang di bedahkan berdasarkan tingkatan usia.

Kelompok yang pertama terdiri dari jemaat yang berusia 20 – 35

tahun, kelompok kedua terdiri dari jemaat yang berusia 36 – 50

tahun, dan kelompok yang terakhir dari jemaat yang berusia 51

– 69 tahun. Berdasarkan hasil wawancara yang didapatkan dan

telah dipaparkan diatas, maka pada bagian ini, peneliti

menganalisis hasil wawancara dan mendapatkan temuan

sebagai berikut:

Kurangnya pemahaman jemaat tentang Gereja serta tugas

dan fungsinya, karena ditemukan informan menjawab bahwa

Gereja adalah gedung, persekutuan dan diri sendiri tanpa

mengetahui tugas, misi, dan fungsi dari Gereja itu sendiri.

Diakonia itu sendiri didapati dalam wawancara masih di pahami

oleh sebagian besar informan sebagai persembahan kepada

Tuhan. Hanya sedikit yang menegetahui Diakonia itu


81

merupakan Pelayanan Gereja bagi jemaatnya. Tidak heran jika

dalam penerapannya banyak anggota jemaat yang tidak

mengerti dengan benar bagaimana sebenarnya Diakonia ini.

Masih kurangnya pengetahuan jemaat tentang ajaran atau

dogma yang seharusnya di ajarakan kepada seluruh jemaat.

Selanjutnya pertanyaan peneliti tentang persembahan

kepada informan yang di pahami dan di mengerti oleh jemaat

adalah ucapan syukur bagi Tuhan yang bersifat wajib diberikan.

Hanya sedikit dari informan yang mengatakan bahwa

persembahan itu bersifat tidak wajib karena harus di sesuaikan

dengan keadaan dari masih-masing anggota jemaat. Kemudian

peneliti meminta pendapat para informan tentang sampul

persembahan dan hampir semua informan berpendapat kalau

sampul persembahan itu hampir sama dengan persembahan

pada umumnya namun bentuknya yang beda karena harus di

masukan dalam amplop. Begitu juga dengan pertanyaan peneliti

tentang ada berapa banyak sampul persembahan dan apa

pendapat mereka. Hampir semua informan berpendapat kalau

sampul persembahan itu wajar selama pengelolaannya tepat

sesuai tujuan. Namun ada beberapa informan yang

berpendapat kalau, sebaiknya sampul persembahan itu di

satukan saja dengan persembahan biasa, karena sampul

persembahan ini secara tidak langsung sudah menjadi sebuah


82

paksaan bagi jemaat yang mayoritas memiliki penghasilan tidak

tetap per bulan.

Setelah itu, peneliti menanyakan tentang hambatan dalam

pemberian sampul persembahan. Hampir seluruh informan

menjawab kalau hambatan terbesar adalah tentang

perekonomian dari anggota jemaat itu sendiri yang tidak

mampu. Namun, ada beberapa informan juga yang mengatakan

kalau hambatan dari pemberian sampul persembahan ini adalah

kurangnya rasa syukur kepada Tuhan. Kemudian peneliti

bertanya tentang penegtahuan para informan akan seorang

filsuf yang bernama Friederich Nietzsche dengan teori kematian

Tuhan dan Nihilismenya, dan seluruh informan menjawab kalau

mereka tidak tahu dengan filsuf ini juga dengan teori-teorinya.

Mereka malah mengatakan kalau mungkin filsuf ini berkaitan

erat dengan atheisme.

C. Pembahasan

1. Bagaimana pemahaman jemaat GMIM Smirna Malalayang

Dua Manado tentang Esensi Gereja?;

Dalam lingkup pelayanan jemaat GMIM Smirna Malalayang

Dua Manado didapati kurangnya pemahaman jemaat tentang

Gereja serta tugas dan fungsinya, karena ditemukan informan

menjawab bahwa Gereja adalah gedung, persekutuan dan diri

sendiri tanpa mengetahui tugas, misi, dan fungsi dari Gereja itu
83

sendiri. Juga terdapat pergeseran terhadap fungsi utama

Gereja, yang seyogianya menjadi tempat tumbuh kembangnya

prinsip-prinsip keimanan, namun sekarang telah digerogoti oleh

penghayatan yang berlebihan terhadap nilai-nilai sosial.

Contohnya seperti setiap kolom harus mengutus anggota

jemaatnya untuk mengambil bagian dalam pembangunan

gedung Gereja, di momen-momen tertentu dari kelompok

BIPRA atau kolom sering melakukan pengumpulan dana

dengan metode kantin pengumpulan dana di depan lorong

kompleks jemaat tinggal, dll. Hal-hal seperti ini sangat di

tunggu-tunggu oleh warga jemaat karena sifatnya yang santai.

Keadaan ini membuat arah penatalayanan menjadi berubah

haluan dan lebih memilih untuk membangun relasi antar

sesama anggota dengan melaksanakan program-program

jemaat yang bersifat membangun nilai-nilai kekerabatan dan

kebersamaan di bandingkan dengan program-program yang

dapat menumbuh kembangkan iman serta kualitas iman jemaat.

Pelayanan (Diakonia) Gereja kepada jemaat hanya berorientasi

pada kegiatan ibadah Minggu, ibadah kolom, perkunjungan

orang sakit dan perkunjungan HUT. Sebenarnya jemaat

membutuhkan lebih lagi intervensi dari Gereja dalam kehidupan

mereka sebagai anggota jemaat, karena jemaat menganggap

hal itu sudah seharusnya menjadi tugas Gereja dan Gereja

dapat memberikan bantuan serta jalan keluar. Bukan seperti


84

yang terjadi saat ini dimana para pendeta dan pelayan khusus

hanya melakukan pelayanan dari rumah ke rumah jika ada

kepentingan, tidak maksimalnya dalam melakukan program

pelayanan perkunjungan HUT dan orang sakit, dan belum

maksimal dalam upaya peningkatan kualitas iman anggota

jemaat.

Jadi, dapat dilihat bahwa ibadah dan keingintahuan akan

hal-hal yang bersifat dogmatis sudah bukan lagi suatu

kebutuhan dasar, karena kemudahan-kemudahan yang ada di

internet pada saat ini, berubahnya pola hidup karena kemajuan

teknologi dan mulai tergerusnya nilai-nilai moral yang membuat

ibadah dan pengetahuan-pengetahuan yang bersifat dogmatis

sudah tidak menjadi hal yang penitng lagi. Ibadah yang

sebenarnya merupakan tempat atau wadah yang dapat

menjawab aspirasi atau pun kebutuhan jemaat lewat Firman

Tuhan, pada saat ini sudah beralih fungsi. Dimana didapati

pada saat ini ibadah yang di laksanakan di jemaat GMIM

Smirna Malalayang Dua Manado itu lebih di tekankan semata-

mata kepada kebutuhan institusi Gereja untuk melayani anggota

jemaat seperti tradisi yang selama ini berjalan, tapi juga ibadah

yang dilakukan itu lebih ditekankan juga pada kebutuhan

institusi Gereja untuk dilayani oleh anggota jemaat. Jadi,

kegiatan peribadatan yang dilaksanakan oleh Gereja hanya

berorientasi pada ibadah hari Minggu, ibadah kolom, dan ibadah


85

BIPRA seperti yang menjadi tradisi sejak gereja ini berdiri.

Malahan sekarang dapat dilihat bahwa Gereja yang dilayani

oleh jemaat dan bukan jemaat yang dilayani, itu karena Gereja

tidak mau berinovasi dengan hal-hal yang baru dan lebih

nyaman untuk mempertahankan pola-pola lama serta saat ini

ibadah yang dilakukan sekarang cenderung lebih ditekankan

kepada pemberian persembahan yang dimana semuanya itu

merupakan kepentingan Gereja yang dilayani oleh anggota

jemaat.

Setiap kepercayaan di dunia ini memiliki sebuah kelompok

atau perkumpulan dari setiap orang yang mempercayai serta

mengimani kepercayaan yang di anut. Begitu pula dengan

orang Kristen, dimana perkumpulan dari orang-orang yang

berbeda namun bersepakat bersama untuk mempercayai Yesus

Kristus sebagai Tuhan disebut dengan Gereja. Gereja

merupakan sebuah persekutuan orang yang dipanggil keluar

dari kegelapan menuju kepada terang Kristus. Namun bukan

hanya itu saja, Gereja juga berarti sebuah gedung yang dimana

merupakan tempat untuk melakukan tradisi ritual keagamaan

Kristen. Gereja juga berarti sebagai tubuh Kristus yang terdiri

dari semua manusia pilihan Allah (Orang Kristen).

Sifat-sifat dari Gereja itu terdiri dari Gereja yang Esa, Kudus,

Katolik dan Apostolik. Gerja yang Esa adalah Gereja yang

tampak sebagai perwujudan tunggal dari Yesus Kristus dalam


86

Roh Kudus untuk tetap hadir di tengah-tengah manusia dan

untuk menyelamatkannya. Gereja yang Kudus itu bukan karena

Gereja memang sudah kudus adanya, namun Gereja menjadi

Kudus karena di kuduskan oleh Kristus. Gereja yang Katolik

adalah Gereja yang Am dan Universal yang tersebar di seluruh

dunia. Gereja harus bersifat universal sebab kasih Allah itu di

tunjukan kepada dunia dan bukan hanya untuk sekelompok

golongan saja. Gereja yang Apostolik adalah Gereja yang di

bangun di atas dasar para rasul, yakni jemaat yang di bangun

berdasarkan injil yang mereka kabarkan dan harus

mempertahankan kesetiaan iman dalam Kristus.

Adapun tugas dari gereja yaitu, Koinonia (Bersekutu),

Marturia (Bersaksi), dan Diakonia (Melayani). Koinonia

(Bersekutu) merupakan tugas Gereja yang di mana dalam tubuh

Kristus, semua orang menjadi satu, dan satu di dalam semua

oleh Kristus (1 Kor.12:26). Persekutuan itu dialaskan atas dasar

firman Allah, Baptisan dan Roh Kudus. Koinonia itu bukan

hanya merupakan perkumpulan begitu saja, melainkan

persekutuan yang bersifat Soteriologis (Keselamatan). Marturia

(Bersaksi) adalah Pemberitaan dan kesaksian yang dilakukan

oleh orang percaya baik secara individu maupun sebagai

persekutuan. Seluruh orang percaya dipanggil oleh Tuhan

Yesus secara individu maupun persekutuan untuk

melaksanakan misi Tuhan di bumi. Diakonia (Melayani) yakni,


87

Pemberitaan injil dan kesaksian tentang Kristus tidaklah selalu

di lakukan dengan kata-kata tetapi juga dengan perbuatan atau

pelayanan. Hanya dengan pemahaman pelayanan diakonia

yang demikian, maka gereja dapat berfungsi sebagai agen

transformasi ditengah masyarakat sebagai pewujudan karya

keselamatan Yesus Kristus. Gereja menjadi garam dan terang

dunia.

Kristen bukanlah merupakan agama satu-satunya yang ada

di dunia ini oleh sebab itu maka model pengajarannya pun

berubah-ubah, pembaharuan model pengajaran yang

disesuaikan dengan kebutuhan Gereja dan jemaatnya, dengan

tidak melupakan makna Gereja yang sesungguhnya. Secara

etimologis kata Katekese berasal dari bahasa Yunani

“katekhein” yang artinya “memberitahukan, menjelaskan dan

mengajar”.87 Katekisasi merupakan kegiatan pengajaran iman

yang membimbing seseorang bahkan agar dapat melakukan

apa yang di ajarkan kepadanya yaitu menentukan pilihan iman

yang di percayai yaitu iman Kristen.88 Katekisasi berfungsi untuk

dapat mempersiapkan orang-orang yang ingin mengikuti jalan

keselamatan Yesus Kristus, dan juga untuk mendidik,

membimbing dan mengarahkan anggota jemaat tentang

kehendak Allah supaya mereka dapat menjadi pelayan yang

87
Marinus Talambanua, Ilmu kateketik; Hakikat, Metode dan Katekese Gerejawi,
(Jakarta: Obor, 1999), h.4.
88
Homrighausen dan Dr. I.H. Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2014), h.109.
88

melayani Gereja dan masyarakat secara bertanggung jawab

sesuai dengan ajaran Kristus.

2. Bagaimana jemaat menyikapi fenomena keuangan dan

pelayanan yang terjadi di GMIM Smirna Malalayang Dua

Manado?;

Di dapati dalam wawancara penelitian, kalau jemaat

menganggap bahwa Diakonia itu merupakan sebuah

pemberian dalam bentuk materi (uang) kepada Gereja. Hal ini

lah yang telah menjadi sebuah kesalahpahaman dari anggota

jemaat yang telah terpelihara sejak dahulu dan tidak ada usaha

dari pendeta serta pelayan khusus lainnya untuk memperbaiki

kesalahpahaman ini. Berawal dari kesalahpahaman inilah yang

membuat anggota jemaat pada saat ini hanya mengikuti apa

yang di katakan serta di putuskan oleh para pelayan khusus

mengenai sampul persembahan dengan tidak adanya sikap

kritis sama sekali. Dampak yang terjadi adalah di mana saat ini

setiap anggota jemaat pada setiap bulannya harus

mengumpulkan atau mencari penghasilan yang lebih untuk

memenuhi bukan saja kebutuhan hidup keluarga tapi juga demi

mengisi sampul persembahan yang telah di siapkan oleh

Gereja. Anggota jemaat sudah tidak dapat membantah atau

menyuarakan aspirasinya karena mereka takut dan tahu pasti

aspirasi mereka itu tidak akan mengubah apapun, malah


89

sebaliknya para pelayan khusus akan membalasnya dengan

menggunakan mimbar ibadah yang bertujuan untuk

mengembalikan pemahaman jemaat kalau pemberian

persembahan itu bersifat wajib dan penting karena itu semua

untuk Tuhan.

Saat ini respon dari anggota jemaat mengenai fenomena

pelayanan dan keuangan tersebut hanyalah dengan tidak

membicarakan mengenai hal ini sama sekali, dan juga mereka

hanya bisa mengikuti apa yang menjadi arahan dari Gereja

yang didalamnya adalah Pendeta, Penatua dan Syamas.

Walaupun ada beberapa orang yang ingin mengkritisi kebijakan

dari Gereja namun mereka tidak mampu, karena para Pendeta

serta pelayann khusus akan membalasnya lewati khotbah di

ibadah-ibadah. Juga para anggota jemaat menganggap bahwa

kata-kata yang keluar dari mulut Pendeta dan Pelayan Khusus

merupakan kata-kata yang “mengandung kuasa” yang tak dapa

di tolak. Pada akhirnya anggota jemaat sudah tidak dapat

berkata apa-apa lagi dan menjauhkan diri dari pembahasan

tentang persembahan dan Pelayanan.

3. Bagaimana Esensi Gereja dari Perspektif Filsafat Nietzsche

tentang teori Kematian Tuhan dan Nihilisme?

Pemahaman tentang Gereja yang begitu dangkal dan tidak

di dukungnya kebutuhan ini oleh para pendeta dan pelayan

khusus membuat anggota jemaat terus terperosok dalam


90

lubang kesalahan yang tidak ada dasarnya. Permasalahan

seperti ini membuat peneliti teringat kepada Gereja di Jerman

pada akhir abad ke 19, yang di kritik oleh seorang filsuf

bernama Friederich Nietzsche dengan teori Kematian Tuhan

dan Nihilisme-nya. Tujuan dari teori ini adalah menghilangkan

nilai-nilai dan moral baku yang bersifat absolut, sakral dan

mengandung konsep jaminan kepastian kehidupan. Jadi,

Nietzsche mengkritik pada saat itu karena Gereja sudah tidak

lagi sesuai dengan ajaran Yesus (Kristianisme Iya) yang telah di

selewengkan oleh ajaran Paulus (Kristianisme Tidak).

Hal senada juga yang terjadi kepada jemaat GMIM Smirna

Malalayang Dua Manado, dimana perihal Pelayanan para

pendeta dan pelayan khusus, Persembahan dan Sampul

Persembahan sudah menjadi sesuatu yang absolut dan tidak

bisa di tolak. Pembahasan antar anggota jemaat tentang

Pelayanan para pendeta dan pelayan khusus, Persembahan

dan Sampul Persembahan merupakan sesuatu yang sebisa

mungkin untuk tidak di bahas dan di hindari. Para para pendeta

dan pelayan khusus pun di setiap khotbah pasti menyinggung

tentang kewajiban jemaat mengisi persembahan bagi gereja

dan akibat dari tidak mengisi persembahan tersebut, yang

dimana setelah itu mereka pasti akan mengatakan kalau jika

banyak memberi pasti akan banyak menerima dan akan

disediakan tempat yang baik di surga nanti. Oleh sebab itu


91

maka pada penelitian yang peneliti lakukan saat ini, peneliti

sangat tertarik untuk menggunakan teori Kematian Tuhan dan

Nihilisme sebagai pisau bedah penelitian (Metodologi) untuk

melihat konsep Gereja yang di pahami oleh jemaat GMIM

Smirna Malalayang Dua Manado. Teori ini dalam penerapannya

adalah untuk menghilangkan nilai-nilai, moral serta aturan yang

sudah baku dan menggantinya dengan nilai-nilai, moral dan

aturan yang baru sesuai dengan konteks. Jadi, pada penelitian

ini peneliti menemukan sebuah fenomena yang menarik di

jemaat GMIM Smirna Malalayang Dua Manado.

Dimana Gereja mengabsolutkan dirinya sendiri dengan

segala kepentingannya, seperti persembahan dan sampul

persembahan yang sebenarnya merupakan sesuatu yang tidak

wajib bagi anggota jemaat namun di wajibkan atau hal ini

dijadikan idee fixe89 oleh para pendeta dan pelayan khusus. Di

dapati juga ketika dalam kehidupan antar jemaat satu dengan

lainnya untuk tidak membahas atau menjauhi diri dari

pembahasan tentang pelayanan pendeta dan pelayan khusus

serta persembahan dan sampul persembahan karena bersifat

tidak bisa di rubah, sakral atau suatu idee fixe. Adapun yang

89
Idée fixe menurut Nietzsche merupakan pengagungan dang pengekalan
sebuah sebab akhir, yang adalah manifestasi kebutuhan manusia akan pegangan. Dimaa
Nietzsche, fiksasi dalam sains adalah salah satu ujud di antara sekian banyak ujud
lainnya dari kekonyolan dan ketidakberanian manusia hidup apa adanya di depan realitas
seadanya yang fluktuatif. Kata ini berasal dari idée Prancis [i.de], "ide" dan fixe [fiks], "fix.
Pola berfikir yang menganggap suatu hal itu salah, apabila tidak sejalan dengan nilai
yang dipercayainya atau tidak baku. Sains sebagai sebuah representasi sebuah idee fixe,
menggambarkan bahwa segala sesuatu harus diteliti secara ilmiah dan obyektif. A. Setyo
Wibowo, Gaya Filsafat Nietzsche, (Yogyakarta: PT Kanisius, 2017), hh.224-228.
92

peneliti temukan ialah di mana dalam setiap ibadah yang ada di

GMIM Smirna Malalayang Dua Manado, para pendeta dan

pelayan khusus akan membahas tentang kewajiban untuk

memberikan persembahan kepada seluruh anggota jemaat,

dimana ketika anggota jemaat memberikan persembahan maka

akan di sediakan tempat di surga nanti atau Tuhan akan

mengembalikan apa yang jemaat berikan itu berlipat-lipat

banyaknya, dll; dan kalau jemaat tidak mengisi persembahan

tersebut maka akibatnya jemaat tidak akan bersama dengan

Tuhan di surga nanti. Dari berbagai fenomena pelayanan dan

persembahan serta pemahaman tentang Gereja yang ada di

jemaat GMIM Smirna Malalayang Dua Manado dapat peneliti

katakan bahwa berdasarkan metodologi untuk melihat

fenomena ini dan pemahaman jemaat tentang Gereja, maka di

temukan sebuah kesenjangan antara Ajaran tentang Gereja

yang berdasarkan Alkitab dan dogma GMIM tentang Gereja

dengan realita yang terjadi di jemaat GMIM Smirna Malalayang

Dua Manado.

Gereja telah berubah menjadi kuburan Tuhan, dan

digantikan dengan tuhan-tuhan konsepsi. Mimbar-mimbar

peribadatan menasbihkan diri sendiri dan menjadi kehendak

langsung dari Tuhan. Dogma-dogma (Kebijakan, Keputusan

serta Aturan dari Gereja) final dan absolut menjadi makanan

sehari-hari para anggota jemaat. Tuhan mati dalam mimbar-


93

mimbar ibadah. Tuhan seakan-akan statis, diam, dan kerdil

dalam konsepsi para pengkhotbah. Inilah kematian Tuhan, dan

akibatnya menerbitkan “tuhan-tuhan” baru. Tuhan terkubur

dalam konsepsi manusia, dan Tuhan seakan-akan dipaksakan

dalam isi kepala manusia. Mimbar-mimbar dalam peribadatan

telah menjadi corong pemberitaan dogma-dogma kepentingan.

Dimana pemahaman jemaat tentang Gereja itu masih sangat

dangkal dan tidak di perhatikan oleh para pendeta dan pelayan

khusus, serta Gereja membuat persembahan dan pelayanan

pendeta dan pelayan khusus sebagai hal yang absolut, sakral,

dan mereka membungkusnya dengan jaminan/kepastian jemaat

setelah meninggal nanti. Hal ini dapat dikatakan cukup serupa

dangan apa yang di kritik oleh Nietzsche dengan teori Kematian

Tuhan dan Nihilisme kepada Gereja di Jerman pada akhir abad

19. Gereja yang dimaksud ialah GMIM Smirna Malalayang Dua

Manado seharusnya pada saat ini menerapkan Nihilisme Aktif,

di mana ketika telah melakukan Nihilisme dengan menihilkan

segala tata aturan yang dibuat dan setelah itu membuat nilai

baru atau aturan baru yang sesuai dengan konteks jemaat pada

saat ini dan bukan sesuai dengan kepentingan golongan

tertentu, dan aturan atau nilai itu tidak menjadi baku tapi akan

menjadi dinamis, akan terus berubah sesuai dengan kebutuhan

dan konteks jemaat demi terwujudnya Koinonia, Marturia dan

Diakonia Gereja di GMIM Smirna Malalyang Dua Manado.


94

Dari hasil dokumentasi, observasi, dan wawancara yang

peneliti lakukan dapat dikatakan bahwa Gereja GMIM Smirna

Malalayang Dua Manado sudah tidak sesuai lagi atau tidak

menjalankan tugasnya menurut Alkitab dan dogma GMIM

tentang Gereja. Gereja seyogianya harus melakukan tugas

panggilannya serta misi-nya di tengah dunia ini dengan terus

melakukan Persekutuan (Koinonia), Marturia (Bersaksi), dan

Pelayanan (Diakonia) bagi siapa saja, terlebih bagi anggota

jemaat itu sendiri. Agar supaya tujuan dan tugas dari Gereja itu

sendiri dapat terlaksana sesuai dengan amanat Yesus dalam

Matius 28:18-20 dan supaya iman anggota jemaat dapat

bertumbuh juga dapat berbuah, bukan hanya bagi satu individu

saja melainkan kepada seluruh iman orang percaya. Memang

disadari bahwa tugas Gereja ini bukanlah sesuatu yang mudah

untuk dijalankan dan sangat jauh dari sebuah kesempurnaan,

tapi yang penting adalah bagaimana sebenarnya komitmen

iman kepada Kristus.

Persembahan terbaik adalah persembahan kepada Tuhan

yang semata-mata karena syukur atas keselamatan yang telah

di berikan, pemeliharaan hidup dan segala berkat yang

dikaruniakan-Nya. Bukan untuk menyucikan harta yang dimiliki,

apalagi sebagai bentuk kebanggaan dan kesombongan. Oleh

karena itu, persembahkanlah yang terbaik yaitu hidup ini sendiri

dan juga persembahan syukur lain yang berasal dari hasil kerja
95

dan usaha yang benar, adil, dan jujur. Persembahkanlah syukur

dengan hidup yang sungguh-sungguh melakukan kebenaran,

keadilan, kejujuran dan bukan kemunafikan berbalut kesalehan

semu. Persembahan syukur terbaik adalah hidup ini sendiri

yang melakukan kebenaran dan keadilan, bukan kemunafikan.

Gereja merupakan sebuah persekutuan umat percaya yang

berasal dari latar belakang yang berbeda-beda dan memiliki

kelebihannya masing-masing. Sudah seharusnya bagi sebuah

persekutuan jemaat unutk dapat saling mendorong dan

menguatkan antara satu dan lainnya, dan keterbukaan hati dari

pelayan khusus untuk dapat menerima kritikan yang

membangun Gereja itu sendiri. Pemahaman tentang

Ekklesiologi memang tidak mudah untuk dipahami secara cepat

dan sekaligus, tapi hal itu bukanlah sebuah tantangan yang

terlalu sulit untuk di lewati namun itu adalah sebuah tantangan

agar supaya setiap anggota jemaat dapat menumbuhkan iman-

nya dalam Yesus Kristus lewat pemahaman dan pengenalan

setiap anggota jemaat akan Gereja.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka

peneliti dapat menyimpulkan bahwa Gereja merupakan sebuah

persekutuan orang yang dipanggil keluar dari kegelapan menuju

kepada terang Kristus. Namun bukan hanya itu saja, Gereja juga

berarti sebuah gedung yang dimana merupakan tempat untuk

melakukan tradisi ritual keagamaan Kristen. Gereja juga berarti

sebagai tubuh Kristus yang terdiri dari seluruh umat pilihan Allah.

Gereja itu pun harus terdiri dari Gereja yang Esa, Kudus, Katolik

dan Apostolik. Gereja pun memliki tugas di tengah dunia ini yakni,

Koinonia (Bersekutu), Marturia (Bersaksi), dan Diakonia (Melayani).

Dalam pemahaman jemaat GMIM Smirna Malalayang Dua

Manado tentang Gereja itu hanya sebatas Gereja sebagai

persekutuan, gedung dan tubuh. Pemahaman yang dangkal ini

hanya di biarkan atau mungkin tidak di perhatikan oleh para

pendeta dan pelayan khusus, dengan tidak adanya kepedulian

untuk bagaimana kira-kira cara agar supaya anggota jemaat dapat

menumbuhkan iman-nya akan Yesus Kristus.

Disamping itu, di dapati fenomena keuangan dan pelayanan

yang terjadi di dalam jemaat GMIM Smirna Malalayang Dua

Manado. Kemudian hal ini yang berawal dari ketidakpahaman

jemaat akan arti dari Diakonia itu sendiri yang telah di selewengkan

96
97

oleh para pelayan khusus yang merupakan juga tua-tua jemaat

dengan menginterpretasikan Diakonia itu sebagai persembahan

dalam bentuk materi (uang) yang bersifat wajib di berikan kepada

Gereja, dan anggota jemaat saat ini mencoba untuk menjauhkan

diri dari perbincangan atau pembahasan tentang persembahan,

sampul persembahan dan pelayanan dari para pendeta serta

pelayan khusus. Mereka tidak mau membahas itu karena anggota

jemaat sudah di tanamkan bahwa persembahan itu sifatnya absolut

dan wajib di berikan kepada Gereja, kemudian anggota jemaat pun

tidak mau terlalu mengintervensi dan membahas tentang masalah

keuangan dan pelayanan ini karena mereka menganggap itu

adalah sebuah hal yang tidak bisa di rubah dan sakral. Tidak

sampai di situ saja, ditemukan bahwa dalam setiap ibadah yang

ada di jemaat GMIM Smirna Malalayang Dua Manado para pendeta

dan pelayan khusus akan membahas tentang kewajiban untuk

memberikan persembahan kepada seluruh anggota jemaat, dimana

ketika anggota jemaat memberikan persembahan maka akan di

sediakan tempat di surga nanti atau Tuhan akan mengembalikan

apa yang jemaat berikan itu berlipat-lipat banyaknya, dll.

Jadi, Ekklesiologi di jemaat GMIM Smirna Malalayang Dua

Manado dari perspektif Filsafat Nietzsche tentang Kematian Tuhan

dan Nihilisme adalah tentang bagaimana Gereja pada saat ini

untuk dapat lebih memperhatikan jemaat dan melihat apakah ada

masalah yang terjadi pada jemaat akibat keputusan atau kebijakan


98

dari Gereja. Gereja sudah pasti harus melakukan perombakan

segala nilai dan aturan yang telah ada dan yang terus berjalan

sampai hari ini. Di mana nilai-nilai atau aturan yang tidak sesuai

dengan konteks anggota jemaat GMIM Smirna Malalayang Dua

Manado, harus di lakukan dekonstruksi serta penyesuaian kembali

kepada warga jemaat. Adapun nilai-nilai atau aturan-aturan yang

telah di sesuaikan dengan konteks anggota jemaat ini pun tidaklah

menjadi baku, namun nilai dan aturan itu harus bersifat dinamis,

bisa di rubah kembali sesuai dengan perkembangan yang terjadi

dalam konteks kehidupan anggota jemaat serta pelayanan dari

Gereja kepada jemaat. Gereja harus berintrospeksi diri dengan

menggunakan Alkitab dan pengajaran GMIM tentang apa dan

bagaimana itu Gereja. “Church back to the Church”.

B. Saran

Dari hasil kesimpulan yang telah dipaparkan di atas, maka

pada kesempatan ini peneliti hendak mengajukan saran dan

masukan, yang sekiranya dapat dijadikan bahan pertimbangan.

Yakni sebagai berikut:

Gereja atau dalam hal ini Sinode GMIM yang merupakan

organisasi induk dari jemaat GMIM Smirna Malalayang Dua

Manado juga dari 127 Wilayah yang di dalamnya terdapat 1.003

jemaat, dan sebagai satu-satunya institusi yang mewartakan

kebenaran firman Tuhan, sekiranya dapat merekonstruksi atau


99

setidaknya meninjau kembali konsep pelayanan, keuangan,

pengajaran atau katekisasi serta transparan kepada seluruh warga

jemaat yang ada. Hal ini bertujuan untuk menggapai visi GMIM,

yaitu “GMIM yang Kudus, Am, dan Rasuli”. Hal ini juga berdampak

besar bagi warga gereja, dimana seluruh anggota jemaat dapat

berkembang dan meningkatkan kualitas iman kepada Kristus dan

juga sebagai modal untuk memperdalam pengetahuan dogmatis

tentang Gereja itu sendiri, yang dimana pada saat ini sudah banyak

kelompok yang ingin memecah belahkan persekutuan orang-orang

Kristen dan yang menjadi tantangan adalah ketika jemaat tidak

dapat mempertahankan apa yang di imani atau percayai maka

mereka akan tergiur dengan ajaran baru yang di tawarkan kepada

mereka. Gereja seharusnya melakukan sosialisasi kembali serta

pengenalan kembali kepada warga jemaat tentang ajaran-ajaran

yang bersifat dogmatis, sehingga Gereja mampu mewujudkan

karya nyata keterpanggilannya di tengah-tengah dunia.

Selanjutnya untuk pimpinan jemaat, diharapkan memiliki

kepekaan dan rasa tanggung jawab terhadap tugas yang diemban,

karena keberagaman pandangan dan ketidaktahuan dari anggota

jemaat tentang Gereja dan semua yang telah di putuskan dan di

paksakan lewat persembahan dan sampul persembahan itu adalah

cerminan dari sejatinya diri para pimpinan jemaat dan kinerja yang

selama ini dikerjakan. Untuk itu, agar jemaat tidak lagi

dibingungkan dan mencari pemahaman di tempat lain ataupun


100

pindah keagama atau denominasi lain, diharapkan para pimpinan

gereja seyogianya memiliki motivasi untuk lebih giat dalam belajar

dan mengajar, serta melengkapi juga melihat kembali segala

keputusan yang telah di putuskan dan di wajibkan kepada jemaat,

supaya selanjutnya setiap keputusan dan kebijakan dari pimpinan

Gereja tidak berat sebelah dan lebih kontekstual sesuai dengan

kebutuhan anggota jemaat.

Kemudian, untuk anggota jemaat diharapkan senantiasa

untuk dapat mengembangkan diri dalam kebenaran firman Tuhan

dan pengajaran yang bersifat dogmatis, serta di harapakan agar

dapat lebih kritis lagi sebagai anggota jemaat. Hal ini bertujuan

untuk meningkatkan kualitas diri untuk menjadi orang yang

beriman dan juga berilmu, agar tak mudah di ombang-ambingkan

oleh rupa-rupa pengajaran.

Terakhir untuk institusi, Institut Agama Kristen Negeri (IAKN)

Manado, diharapkan untuk senantiasa menjaga, meningkatkan

mutu atau kualitas serta dapat mengembakan potensi para peserta

didik dalam kerangka pemenuhan TRIDHARMA perguruan tinggi

dan terwujudnya cendikiawan Kristiani berperadaban Indonesia.


DAFTAR PUSTAKA

Aiken, Henry A., Abad Ideologi: Dari Kant sampai Kierkegaard,


Yogyakarta: RELIEF, 2009.
Artanto, Widi, Menjadi Gereja Misioner dalam Konteks Indonesia,
Yogyakarta: Kanisius, 1997.
Berkholf, H., Sejarah Gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1991.
Berson, Bruce Ellis, Graven Ideologies: Nietzsche, Derrida & Marrion on
Modern Idolatry, Downers Grove, Illinois: InterVarsity Press, 2002.
Bungin, Burhan, Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta : Rajawali Pers,
2011.
Copleston, Frederick, A History of Philosophy: Modern Philosophy From
Post-Kantian to Nietzsche (Vol. VII), New York: Image Books, 1994.
Darmi, Hamid, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Alfabeta, 2011.
De Jonge, Chr, Aritonang, Jan S., Apa dan Bagaimana Gereja, Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2013.
, Apa itu Calvinisme?, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001.
Dulles, Avery., S.J, Model-model Gereja, Ende: Nusa Indah, 1990.
Emzir, Metode Penelitian Kualitatif Analisis Data, Jakarta: Rajawali Pers,
2011.
, Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif, Jakarta:
Rajawali Pers, 2011.
End, Th. Van den, Weitjens, J, Ragi Carita 2: Sejarah Gereja di Indonesia
1860-an – Sekarang, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012.
Hamersma, Harry, Tokoh-tokoh Filsafat Barat Moderen, Jakarta:
Gramedia, 1990.
Hardiman, F. Budi, Filsafat Modern: Dari Machiavelli sampai Nietzsche,
Jakarta: PT Gramedia, 2007.
, Filsafat Barat Modern, Jakarta: PT Gramedia, 2004.
Homrighausen, Enklaar, I.H., Pendidikan Agama Kristen, Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2014.
Maksum, Ali, Pengantar Filsafat: Dari Masa Klasik Hingga
Postmodernisme, Yogyakarta: Ar Ruzz, 2008.
Mardalis, Metode Penelitian, Jakarta: Bumi Aksara, 2009.

101
102

McGrath, Alister E., Sejarah Pemikiran Reformasi, Jakarta: BPK Gunung


Mulia, 2000.
Michel, Thomas, Pokok-pokok Iman Kristiani. Terjemahan oleh Y.B.
Adimassana dan F. Subroto Widjojo, Yogyakarta: Universitas Sanata
Dharma, 2001.
Muliana, Dedy, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2006.
Nietzsche, Friedrich, Sämtliche Werke Vol. 15: Kritische Studienausgabe,
ed. Giorgio Colli and Mazzino Montinari, Berlin: De Gruyter, 1999.
Perret, Daniel, Kolonialisme dan Etnisitas: Batak dan Melayu Sumatera
Utara, Jakarta: Kepustakaan Popular Gramedia 2010.
Russel, Bertrand, History of Western Philosophy, London and New York:
Routledge, 2004.
Satori, Djam’an, Komariah, Aan, Metodologi Penelitian Kualitatif,
Bandung: Alfabeta 2011.
Singgih, Emanuel Gerrit, Bergereja, Berteologi dan Bermasyarakat,
Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen, 1997.
Sitompul, A. A., Di Pintu Gerbang ”Pembinaan Warga Gereja” II ;
Pengembalaan : Pelayanan Dan Kepemimpinan, Jakarta: Gunung
Mulia, 1980.
Solatun, Dedy, Metode Penelitian Komunikasi, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2008.
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2007.
, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Bandung; Alfabeta
2008.
, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Alfabeta, 2011.
Suharsimi, Arikuno, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik,
Jakarta: Rineka Cipta, 2006.
Sunardi, St., Nietzsche, Yogyakarta: LkiS, 1999.
Suseno, Franz Magnis, 13 Tokoh Etika: Sejak Zaman Yunani Sampai
Abad ke-19, Yogyakarta: Kanisius, 1997.
, Menalar tuhan, Yogyakarta: Kanisius, 2006.
Talambanua, Marinus, Ilmu kateketik; Hakikat, Metode dan Katekese
Gerejawi, Jakarta: Obor, 1999.
103

Van Niftrik, G.C., Boland, B.J., Dogmatika Masa Kini, Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2001.
Walz, Edgar, Bagaimana Mengelola Gereja Anda, Jakarta: Gunung Mulia,
2006.
Wibowo, A. Setyo, Gaya Filsafat Nietzsche, Yogyakarta: Kanisius, 2017.

JURNAL
Kalimah: Jurnal Studi Agama-Agama dan Pemikiran Islam, Konsep Tuhan
Nietzsche dan Pengaruhnya terhadap Pemikiran Liberal, ed. Moh.
Muslih dan Haryanto, Vol. 16 No. 2, 2018.

REFERENSI
Browning W.R.F, Kamus Alkitab, Cet. Ke- 2, Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2007.
Ketetapan Persidangan Sinode GPIB XIX, Pokok-Pokok Kebijakan Umum
Panggilan dan Pengutusan Gereja (PKUPPG), Buku II, Jakarta,
2010.
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia, Dokumen Keesaan Gereja
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (DKG-PGI): Keputusan
Sidang Raya XIV PGI, Wisma Kinasih, 29 November - 5 Desember
2004, Jakarta: Gunung Mulia, 2006.
Tim penyusun, Tata Gereja 2007 dan Adendum 2012, Tomohon: BPMS
GMIM, 2013.

INTERNET
https://kbbi.web.id/aforisme, diakses pada Rabu, 20 Mei 2020, Pukul
15.00 WITA.
https://kbbi.web.id/gereja. Definisi tentang gereja ini di akses pada
Minggu, 26 April 2020, Pukul 02.35 WITA.
https://www.gmim.or.id/pengakuan-iman-gmim-panjang/bab-iv-gereja/.
Halaman ini diakses oleh peneliti pada Kamis, 30 April 2020, Pukul
15.00 WITA.

Anda mungkin juga menyukai