Anda di halaman 1dari 38

PROPOSAL SKRIPSI

KAJIAN KOMPARATIF MENGENAI BAHASA ROH DALAM


KISAH PARA RASUL 2:1-13 DAN 1KORINTUS 14:2

HANNA G. OROH
1602044

Proposal Skripsi Yang Ditulis Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Untuk


Memperoleh Gelar Sarjana

INSTITUT AGAMA KRISTEN NEGERI MANADO


FAKULTAS TEOLOGI
PROGRAM STUDI TEOLOGI

2020
FORMAT PERSETUJUAN PROPOSAL SKRIPSI

Lembar Persetujuan Ujian Proposal Skripsi

PERSETUJUAN KOMISI PEMBIMBING


DIPERSYARATKAN UNTUK UJIAN PROPOSAL SKRIPSI

Pembimbing I Pembimbing II

F.B. Arthur Gerung, M.Th. Krueger K. Tumiwa, M.Si.,Teol.


NIP. 19810224 201101 1 006 NIP. 199103222019031017

Mengetahui,
Ketua Program Studi Teologi
IAKN Manado

Alter I. Wowor, M.Th


NIP. 19900430 201801 1 002
Nama : Hanna Glory Oroh
NIM : 1602044
Angkatan : 2016

i
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur, serta limpah banyak terima kasih kepada Tuhan

Yesus Kristus, karena atas kemurahan serta penyertaan-Nya, peneliti dengan

sangat baik dapat menyelesaikan proposal skripsi yang nantinya akan di

ajukan dalam seminar.

Dalam proses penyelesaian proposal skripsi ini pun peneliti menyadari

bahwa hal ini tidak terlepas dari dukungan serta topangan yang diberikan

beberapa pihak kepada peneliti. Dalam hal ini ucapan terima kasih peneliti

sampaikan kepada Dosen Pembimbing I Bapak Arthur Gerung, M.Th selaku

Dekan Fakultas Teologi dan Dosen Pembimbing II Bapak Krueger Tumiwa,

M.Si.,Teol selaku Sekretaris Prodi Teologi, yang dengan setia juga

memberikan arahan, motivasi dan kritikan pada peneliti selama proses

penyelesaian proposal skripsi berlangsung.

Ucapan terima kasih juga peneliti sampaikan kepada Pimpinan IAKN

Manado Dr. Jeane M. Tulung, S.Th, M.Pd, selaku Rektor IAKN Manado, para

Pimpinan Dekanat, Ibu Yemdin Wonte, M.Th dan Ibu Anita I. Tuela, M.Th

selaku Wakil Dekan Fakultas Teologi. Demikian juga ucapan terima kasih

yang sebesar-besarnya disampaikan kepada Pimpinan Prodi Teologi, Bpk.

Alter I. Wowor, M.Th selaku Kaprodi Teologi sekaligus sebagai Dosen

Pembimbing Akademik yang terus mengarahkan, membimbing serta

memotivasi peneliti dalam proses perkuliahan sampai pada proses

iii
penyelesaian proposal skripsi. Juga disampaikan kepada Bapak Yan O.

Kalampung, M.Si.,Teol yang juga memberi dukungan serta membantu

peneliti memperoleh refrensi dalam penyusunan proposal skripsi ini, serta

kepada Dosen Ryanto Adilang M.Th sekaligus motivator yang baik selama

perkuliahan.

Peneliti juga menyadari bahwa segala kerja keras yang dilakukan ini

tidak lepas dari dukungan doa, bimbingan serta kasih sayang dari keluarga.

Oleh sebab itu peneliti mengucapkan banyak terima kasih sedalam-

dalamnya, yakni kepada kedua orang tua, kakak Yosua, serta adik Keren

yang selalu berada bersama peneliti dan terus mengarahkan, memotivasi,

serta terus memberi semangat sehinga boleh ada sampai sekarang ini. Hal

yang sama juga peneliti sampaikan kepada yang Terkasih Sdra. Alfa Walean,

yang terus mendampingi, memberi dukungan serta mendoakan peneliti

sampai saat ini.

Ucapan terima kasih peneliti sampaikan juga kepada teman-teman

seperjuangan, Alicya Meihadi, Christina Taroreh, Yolanda Hosang, Novia

Sumual, Natalia Rolos, Gerry Waworuntu, Stella Banua, Ramely Sengkey;

Kepada semua teman seangkatan Teologi 2016; Teman sekelas Biblika,

yang boleh saling memberi motivasi, mengarahkan bahkan saling membantu

satu dengan yang lain dari perkuliahan sampai dalam proses penyusunan

proposal skripsi ini. Juga kepada teman-teman seperjuangan selama KKN di

iv
Parepei, Citria Lembong, Deisy Lalamentik, Novena Rauan dan Delvis

Hontong juga terus memberi semangat bagi peneliti.

Peneliti sangat berterima kasih kepada semua pihak yang telah

berperan dan terlibat dalam penyusunan proposal skripsi ini. Dalam

penulisan proposal skripsi inipun tentunya peneliti menyadari banyak

kekurangan dan kelemahan, untuk itu mohon maaf yang sebesar-besarnya

dan mengharap kritikan serta saran-saran untuk penyempurnaan, agar

kekurangan dan kelemahan yang ada tidak sampai mengurangi nilai dan

manfaat bagi kita semua.

“ Tuhan Yesus Memberkati ”

Manado, 08 Juni 2020

H. G. O

v
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN.................................................................... i

KATA PENGANTAR............................................................................. iii

DAFTAR ISI.......................................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1

A. Latar Pemikiran dan Alasan Pemilihan Judul...................... 1

B. Rumusan Masalah............................................................... 6

C. Tujuan Penulisan................................................................. 6

D. Metode Penelitian................................................................ 7

E. Sistematika Penulisan......................................................... 12

BAB II KAJIAN TEORI........................................................................ 14

A. Konteks Historis Kitab......................................................... 14

1. Kitab Kisah Para Rasul.................................................... 14

a. Penulis......................................................................... 14

b. Waktu dan Tempat Penulisan..................................... 15

c. Alamat Penerima......................................................... 18

d. Tujuan Penulisan......................................................... 20

vi
e. Garis-garis besar kitab................................................ 21

2. Surat 1Korintus................................................................ 22

a. Penulis......................................................................... 22

b. Waktu dan Tempat Penulisan..................................... 23

c. Alamat Penerima......................................................... 25

d. Tujuan Penulisan......................................................... 26

e. Garis-garis besar kitab................................................ 26

DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 28

vii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Pemikiran dan Alasan Pemilihan Judul

Salah satu topik yang hangat dibicarakan dalam lingkup

bergereja yaitu mengenai “bahasa roh”. Saat ini ada banyak

penafsiran yang berbeda dari berbagai denominasi gereja tentang

bahasa roh. Banyaknya penafsiran itu kemudian memicu terjadinya

perdebatan bahkan perpecahan dalam jemaat. Dari berbagai

denominasi gereja yang ada, aliran gereja Kharismatik dan

Pentakostalah yang paling dominan mempraktekkan bahasa roh

dalam setiap ibadah dan doa mereka. Namun dalam dua aliran ini juga

memiliki berbagai perbedaan dalam karakter dan kebiasaanya, lebih

khusus dalam mempraktekkan bahasa roh. Aliran gereja Pentakosta

lebih terikat dan sangat menekankan karunia-karunia Roh yang salah

satunya ialah bahasa roh, sedangkan aliran gereja Kharismatik tidak

terikat dan tidak terlalu menekankan hal tersebut. 1 Dalam kalangan

Kharismatik dan Pentakosta, setiap orang yang telah dipanggil atau

diselamatkan harus mengalami kepenuhan Roh. Dalam hal tersebut

bahasa roh bisa dikatakan sebagai salah satu karunia Roh yang

favorit, karena dalam prakteknya bahasa roh diyakini menjadi tanda


1
Suprianto, dkk, Merentang Sejarah, Memaknai Kemandirian: menjadi gereja bagi
sesama, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), h.43
1
2

bahwa orang tersebut telah mengalami kepenuhan Roh.2 Dalam KKP3

bahasa roh dipahami sebagai suatu bahasa baru yang diberikan oleh

Roh Kudus kepada orang-orang yang menerima baptisan Roh, dan

bahasa itu tidak dapat dimengerti oleh yang mengucapkan ataupun

yang mendengarkannya.4 Namun berbeda dengan kalangan GM5 yang

memahami bahwa karunia adalah pemberian, jadi tidak bisa

diupayakan, dipaksa apalagi menjadi target. Karena karunia roh

bukanlah ukuran iman seseorang, dan tidak bisa hanya menekankan

pada salah satu karunia saja. Dalam penerapa karunia Roh juga,

kalangan GM sering mengingatkan agar dapat mengetahui apakah itu

memang berasal dari Tuhan atau bukan.6

Dari banyaknya denominasi gereja, beberapa diantaranya

masih saling mempertahankan pendapat untuk menyatakan bahwa

ajaran merekalah yang lebih tepat dalam memahami bahasa roh.

Banyak oknum yang mengatakan bahwa bahasa roh dipakai untuk

menyampaikan suatu hal yang secret kepada Tuhan dalam doa, yang

2
Rijnardus A. van Kooij & Yam’ah Tsalatsa A, Bermain dengan api: relasi antara
gereja-gereja mainstream dan kalangan Kharismatik dan Pentakosta, (Jakarta: Gunung
Mulia, 2007), h. 71
3
Kalangan Kharismatik dan Pentakosta yang termasuk di dalamnya ialah GBI
(Gereja Bethel Indonesia), Gereja Bethany Indonesia, Gereja Tiberias Indonesia, dsb.
4
https://www.academia.edu/36327074/
PANDANGAN_GEREJA_PENTAKOSTA_TERHADAP_BAHASA_ROH (Diakses pada
tanggal 18 April 2020, pukul 17:15 WITA), h.10
5
Gereja Mainstream
6
Rijnardus A. van Kooij & Yam’ah Tsalatsa A, Bermain dengan api: relasi antara
gereja-gereja mainstream dan kalangan Kharismatik dan Pentakosta, (Jakarta: Gunung
Mulia, 2007), h. 45
3

tujuannya agar sesuatu hal yang disampaikan tersebut tidak diketahui

siapapun apalagi diketahui oleh iblis. Banyak orang juga yang tidak

menyetujui hal tersebut, karena dari pemahaman mereka bahasa roh

adalah suatu bahasa yang dapat dimengerti, sehingga menganggap

bahwa orang-orang yang berbicara dengan bahasa roh versi yang

“tidak dimengerti”, terlihat seperti orang aneh bahkan dikatakan

sebagai orang yang kerasukan. Suatu bahasa yang di ucapkan

dengan kata-kata yang “kacau” dan seringkali diucapkan dengan nada

yang cepat dan berteriak membuat bahasa roh ini menjadi suatu

pertanyaan yang besar bagi orang-orang yang belum pernah

merasakan dan mengucapkan hal tersebut. Bahkan tidak sedikit orang

juga yang merasa takut dengan bahasa roh ini dan bertanya-tanya,

bahasa sejenis apa yang di ucapkan oleh orang-orang yang

menggunakan bahasa roh ini.

Dalam Perjanjian Baru, karunia-karunia Roh (salah satunya

bahasa roh) dinyatakan kepada setiap orang yang secara khusus

diberikan oleh Roh Kudus (Lih. 1 Korintus 12:11). Namun tepat kapan

atau dimana, serta dengan cara seperti apa, tidak dituliskan dengan

jelas dalam teks-teks Alkitab. Hal ini justru menghadirkan banyak

penafsiran mengenai karunia-karunia Roh khususnya bahasa roh dari

setiap denominasi gereja. Bahasa roh dan juga karunia-karunia Roh

yang lain dapat dikatakan juga sebagai karunia yang suprantural. Oleh
4

sebab itu hal tersebut terlihat seperti tidak nyata, karena beberapa

orang masih belum sepenuhnya menerima bahkan pun

mempraktekkan itu dalam kehidupan sebagai umat Kristen.

Berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik untuk mengkaji dua

bagian teks dalam Alkitab yang secara khusus menuliskan hal-hal

yang berkaitan dengan bahasa roh, yaitu dalam Kisah Para Rasul 2:1-

13 dan 1Korintus 14:2. Dua bagian teks ini dipilih agar dapat memberi

jawaban dalam permasalahan penafsiran dari berbagai denominasi

gereja mengenai bahasa roh.

Pembahasan mengenai bahasa roh yang diangkat oleh Paulus

dalam konteks jemaat di Korintus, khususnya pada teks yang menjadi

fokus peneliti terlihat seperti suatu penekanan yang dibahas kembali

oleh Paulus, jika dilihat pada pasal sebelumnya.7 Sejumlah orang

Kristen yang ada di Korintus telah menerima karunia bahasa roh dan

tampaknya di mata Paulus mereka menyombongkan karunia itu dan

menempatkan diri mereka terlepas dari persekutuan saudara seiman. 8

Namun menjadi hal yang menarik ketika Paulus menuliskan bahwa

seorang yang berkata-kata dalam bahasa roh, itu berkata-kata kepada

Allah dan bukan kepada manusia bahkan bahasa itu tidak dimengerti

oleh siapapun.9
7
Lih. 1Korintus 12:10
8
David L. Bartlett, Pelayanan dalam Perjanjian Baru, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2003), h. 59
9
Lih. 1Korintus 14:2
5

Berbeda dengan apa yang dituliskan oleh Paulus, karena hal

yang berbeda terlihat pada peristiwa Pentakosta yang tertulis dalam

kitab Kisah Para Rasul 2:1-13. Peristiwa tersebut yang menceritakan

bahwa orang-orang saat itu penuh dengan Roh Kudus, lebih khusus

pada saat mereka mendengar para rasul berbicara dengan bahasa

mereka, yakni mereka yang datang dari berbagai daerah, sedangkan

para rasul adalah orang Galilea. Lewat peristiwa tersebut menjadi

dasar berpikir bahwa bahasa roh dapat dikatakan suatu bahasa yang

dapat dimengerti oleh para pendengar.

Kedua teks ini akan menjadi dasar untuk peneliti memahami

lebih dalam mengenai bahasa roh dengan menggunakan suatu kajian

komparatif untuk dapat mengetahui perbedaan ataupun persamaan

konsep dari kedua teks tersebut untuk melihat permasalahan di

lingkup bergereja. Oleh sebab itu dalam penelitian ini, peneliti

mengusulkan judul: Kajian Komparatif Mengenai “Bahasa roh”

dalam Kisah Para Rasul 2:1-13 dan 1Koristus 14:2.

B. Rumusan Masalah

Yang menjadi rumusan masalah sesuai dengan uraian latar

belakang tersebut ialah:


6

1. Bagaimana konsep pemikiran penulis kitab Kisah Para

Rasul dan surat 1Korintus mengenai bahasa roh ?

2. Bagaimana konteks historis dari Kisah Para Rasul 2:1-13

dan 1 Korintus 14:2 ?

3. Apa yang menjadi perbedaan atau persamaan konsep

penulis Kisah Para Rasul 2:13 dan 1Korintus 14:2 mengenai

bahasa roh.

C. Tujuan Penelitian

Adapun beberapa hal yang menjadi tujuan penulisan dalam

penelitian ini, yaitu:

1. Untuk mengetahui konsep pemikiran penulis kitab Kisah

Para Rasul dan surat 1Korintus mengenai bahasa roh.

2. Untuk mengetahui bagaimana konteks historis dari Kisah

Para Rasul 2:1-13 dan 1 Korintus 14:2.

3. Untuk mengetahui perbedaan atau persamaan konsep

penulis Kisah Para Rasul 2:13 dan 1Korintus 14:2 mengenai

bahasa roh.

D. Metode Penelitian

Peneliti dalam hal ini menggunakan metode Penelitian

Kepustakaan. Sesuai dengan judul yang diusulkan oleh peneliti maka


7

dalam melihat kedua teks tersebut peneliti juga menggunakan Studi /

Kajian Komparatif dan Pendekatan Kritik Historis dalam mendalami

konteks historis dari teks Alkitab yang akan dibahas.

1. Penelitian Kepustakaan

Penelitian kepustakaan adalah metode penelitian yang

memperoleh semua data penelitiannya dengan berbagai

macam literatur serta membatasi kegiatannya hanya pada

bahan-bahan kepustakaan saja tanpa memerlukan riset

lapangan.10 Penelitian kepustakaan ini juga dapat diartikan

sebagai serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan

metode pengumpulan data pustaka, membaca dan

mencatat serta mengolah bahan penelitian. Dalam penelitian

kepustakaan ini ada empat ciri utama yang perlu

diperhatikan: Pertama, bahwa peneliti berhadapan langsung

dengan teks atau data angka, bukan dengan pengetahuan

langsung dari lapangan. Kedua, bahwa data pustaka bersifat

“siap pakai” artinya peneliti tidak terjun langsung kelapangan

karena peneliti berhadapan langsung dengan data

kepustakaan. Ketiga, bahwa data pustaka adalah sumber

sekunder, dalam arti bahwa peneliti memperoleh data dari

10
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2008), h.2
8

tangan kedua dan bukan langsung dari data pertama

lapangan. Keempat, bahwa kondisi data pustaka tidak

dibatasi oleh ruang dan waktu.11

2. Kajian Komparatif

Kajian atau studi komparatif adalah suatu penelitian yang

bersifat membandingkan. Penelitian komparatif dapat

didefinisikan sebagai sejenis penelitian deskriptif yang

berupaya mencari jawaban secara mendasar tentang

hubungan sebab-akibat, dengan menganalisis faktor-faktor

penyebab terjadinya suatu peristiwa tertentu.12 Penelitian ini

juga mempelajari dua atau lebih peristiwa atau kondisi yang

serupa dengan membandingkannya sehubungan dengan

karakteristik tertentu.

Adapun tujuan dari kajian komparatif ini, antara lain:

a) Untuk membandingkan persamaan dan perbedaan

antara dua atau lebih fakta dan sifat objek yang diteliti

dengan didasarkan kerangka pemikiran tertentu.

b) Untuk membuat generalisasi tingkat perbandingan

berdasarkan cara pandang atau kerangka berpikir

tertentu.
11
https://ejournal.undi.ac.id/index.php/lpustaka/article/download/13476/10162
(Diakses pada tanggal 18 April 2020, pada pukul 18:38 WITA), h. 85
12
http://ayo-nambah-ilmu.blogspot.com/2016/06/metode-penelitian-komparatif-
tujuan-dan.html?m=l (Diakses pada tanggal 05 Mei 2020, padal pukul 18:42 WITA)
9

c) Untuk bisa menentukan mana yang lebih baik atau

mana yang sebaiknya dipilih.

d) Untuk menyelidiki kemungkinan hubungan sebab-

akibat dengan cara berdasar atas pengamatan

terhadap akibat yang ada dan mencari kembali faktor

yang mungkin menjadi penyebab melalui data

tersebut.13

Secara khusus mengenai teologi komparatif, yang dalam

praktekknya membahas hal-hal yang berkaitan dengan teologis,

seperti dalam dialog antar agama ataupun dialog antar budaya

(yang dilihat dari perspektif teologi). Penting juga untuk melihat

bahwa teologi komparatif yang dapat diterima harus berjalan

seimbang dengan perkembangan prinsip-prinsip dasar dalam

hermeneutik. Karena teologi komparatif tidak berdiri sendiri

untuk dapat menemukan cara-cara yang dapat dilakukan oleh

teologi Kristen dalam keterlibatannya dengan hal yang lain,

yang religius (yang berkaitan dengan agama).

Dalam bukunya, Paul Hedges juga menuliskan

bagaimana keterlibatan dari teologi komparatif dalam

hemeneutik. Salah satunya melihat pandangan dari Gadamer

13
https://penelitianilmiah.com/penelitian-komparatif/ (Diakses pada tanggal 05 Mei
2020, pukul 19:00 WITA)
10

yang membahas mengenai seorang penerjemah harus

menghormati karakter dari bahasanya sendiri, kemana arah ia

menerjemahkannya, namun disisin lain juga melihat dan

mengakui adanya nilai yang berbeda / bertentangan dari teks.

Selain itu perlu adanya juga “Keramahtamahan” yang

mengarah pada kebijaksanaan terhadap sesuatu yang dapat

dikatakan sebagai sebuah ‘lensa alkitab’ dan hermeneutik untuk

dapat terbuka dan diubah dalam hubungan dengan hal yang

lainnya. Makna yang terkandung dalam sebuah teks dapat

memikat seperti ‘pesona yang indah’, dan hal tersebut yang

membuat para penafsir untuk membuat perbandingan.Tokoh

lainnnya yang juga bergelut dalam teologi komparatif yakni

Vess Roberts, dalam karyanya tidak hanya membandingkan

tetapi juga terlibat dalam karya teologis yang konstruktif.14

3. Kritik Historis

Metode kritik historis adalah sebuah metode yang sangat

diperlukan dalam studi ilmiah dalam menguak makna teks-

teks kuno. Karena Kitab Suci yang digunakan merupakan

“Sabda Allah dalam bahasa manusia” yang disusun oleh

para pengarang, yang dalam bagian tertentu ada beberapa

14
Paul Hedgesm, Comparative Theology: A Critical and Methodological Perspective,
(Netherlands: Koninklijke Brill Nv, 2017), hh. 58-73
sumber-sumber yang mendukung dibelakangnya.15 Ini

merupakan suatu pendekatan terhadap dokumen-dokumen

ataupun teks yang diteliti, yang bersifat historis dan dimana

teks tersebut juga berkaitan dengan sejarah dan memiliki

sejarahnya sendiri.16

Kritik Historis ini pertama kali diperkenalkan pada

pertengahan abad ke-17 sebagai salah satu cara untuk

memahami Alkitab, dan diperjuangkan selama lebih dari 200

tahun untuk diakui secara akademis. Kritik Historis atas

Alkitab juga muncul pertama kali pada masa yang disebut

Age of Reason, yang diberi kurun waktu mulai dari perang

30 tahun di Eropa pada tahun 1648 sampai pada munculnya

Revolusi Prancis pada tahun 1789 dan menurut seorang

tokoh yakni Gerald Bray, masa tersebut adalah masa

dimana filsafat mengambil takhta kuasa dari teologi sebagai

sumber segala kebijakan dan ideologi pencerahan yang

menjadi penguasa pada saat itu.17

Dalam perkembangannya, hubungan penafsiran

alkitabiah dengan teologi pada abad ke-19 sangatlah dekat.


15
Komisi KItab Suci Kepausan, Penafsiran Alkitab dalam Gereja, (Yogyakarta:
KANISIUS, 2003), h. 43
16
Jhon H. Hayes & Carl R.Holiday, Pedoman Penafsiran Alkitab, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2006), h.51
17
Yan O. Kalampung, Melompat Pagar: Sketsa-sketsa Upaya Berteologi Lintas Teks,
(Depok: Komojoyo Press, 2017), h. 7
11
Metode kritik historis sampai dianggap sebagai satu-satunya

jenis penafsiran yang sah, yang sekaligus juga memimpin

para teolog dalam rekonstruksi mereka tentang kepercayaan

dan menyediakan alat untuk mengenali materi-materi teologi

yang ditemukan dalam Alkitab.18

E. Sistematika Penulisan

BAB I : Pendahuluan

Pada bagian ini peneliti membahas mengenai alasan atau latar

pemikiran dalam pemilihan judul, serta uraian mengenai masalah yang

diteliti. Dalam bagian ini juga membahas mengenai tujuan penelitian

yang dilakukan dan metode penelitian apa yang digunakan oleh

peneliti serta sistematika penulisannya.

BAB II : Kajian Teori

Dalam bagian ini peneliti akan menjelaskan serta menguraikan

beberapa hal penting, seperti : Bagaimana latar belakang kitab Kisah

Para Rasul dan surat 1 Korintus, menganalisis konsep berpikir kedua

penulis kitab lewat konteks historis dari teks yang dipilih peneliti, serta

melihat perbedaan ataupun persamaan dari konsep-konsep tersebut.

BAB III : Refleksi Teologis

18
Robert M. Grant & David Tracy, Sejarah Singkat Penafsiran Alkitab, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2000), h. 123
12
Dalam bagian ini peneliti akan menjelaskan permasalahan

kontemporer yang sesuai dengan latar belakang pemikiran peneliti

yang telah diuraikan pada Bab I, kemudian menentukan pokok-pokok

reflektif yang sesuai dengan apa yang telah diuraikan pada Bab II

sesuai dengan tujuan yang dituliskan juga oleh peneliti.

BAB IV : Penutup

Dalam bagian penutup ini akan menguraikan kesimpulan serta

saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti.

13
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Konteks Historis

1. Kitab Kisah Para Rasul

a. Penulis

Dalam kitab ini tidak dituliskan dengan jelas siapa yang

menulis dan menyusunnya. Tetapi, melihat teks yang tertulis

pada pasal 1:1 bahwa tulisan ini ditujukan kepada

seseorang yang bernama Teofilus, yang mungkin saja

sangat jelas mengetahui identitas dari penulis kitab Kisah

Para Rasul ini.

Mengenai siapa yang merupakan penulis kitab ini,

menimbulkan banyak perdebatan, namun menurut tradisi

Gereja Perdana menunjuk nama Lukas, yang juga disebut

sebagai penulis Injil Lukas.19 Jika membandingkannya

dengan teks dalam Injil Lukas:1-3, akan nampak kesamaan

yang menunjukkan hal tersebut.20 Sosok Lukas dikenal

sebagai seorang dokter / tabib, yang juga diketahui pernah

menemani Paulus dalam perjalanan misinya.21


19
Dianne Bergant, Robert J. Karris, Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, (Yogyakarta:
Kanisius, 2002), h. 206
20
Samuel Benyamin Hakh, Perjanjian Baru: Sejarah, Pengantar dan Pokok-pokok
teologisnya, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2019), h. 298
21
Frances Blankenbaker, Inti Alkitab Untuk Para Pemula, (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2007), h. 251
14
15

Beberapa bapa gereja pun, seperti Irenaeus, Klemens,

dan Tertullianus juga menyebutkan Lukas sebagai penulis

kitab ini. Lukas juga diketahui adalah seorang yang bukan

Yahudi. Hal ini didasarkan antara lain pada Kolose 4:11, di

mana ia dibedakan dari teman-teman sekerja-Yahudi

Paulus.22 Meskipun banyak perdebatan mengenai siapa

penulis kitab ini, namun bila dilihat banyak para ahli yang

menyetujui bahwa Lukas (penulis Injil Lukas) yang adalah

penulis kitab Kisah Para Rasul.

b. Waktu dan Tempat Penulisan

Waktu yang tepat untuk kitab ini juga menjadi suatu hal

yang lebih banyak perbedatannya. Karena untuk

menentukannya memang bukanlah suatu hal yang mudah.

Waktu penulisan kitab ini akan tergantung pada waktu yang

telah ditetapkan bagi Injil Lukas, sebab masing-masing

merupakan bagian dari satu karya sejarah dan kitab Kisah

Para Rasul ini terlihat ditulis tidak lama setelah Injil Lukas.

Tetapi ada ahli-ahli yang menganggap bahwa “risalah yang

pertama” yang dilanjutkan oleh kitab ini bukanlah Injil Lukas

yang sekarang ini, melainkan konsep yang lebih dulu, yang

22
H.v.d. Brink, Tafsiran Alkitab Kisah Para Rasul, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2008), h. 10
16

kadang-kadang disebut “Proto-Lukas, dan ini

memungkinkan untuk menentukan waktu penulisan kitab ini

yaitu pada tahun 60-an.23

Menurut Duyverman, kitab Kisah Para Rasul ini

diselesaikan agak jauh jika dibandingkan dengan Injil Lukas,

sebab belum pernah kedua kitab ini didampingkan dalam

kanon. Dalam bukunya memberikan tiga tanggapan untuk

waktu penulisan kitab ini.

1) Pertama, ia mengambil patokan kira-kira kitab ini

ditulis tahun 85. Namun jika menuruti bahwa penulis

kitab ini bukanlah Lukas, maka tahun ini harus

disorong.

2) Kedua, menurut sebuah tesis penulis kitab hidup

sedikit berjauhan dari Paulus. Umumnya, para

penganut tesis itu menempatkan Injil Lukas ditulis

tahun 85 dan kitab ini tahun 95.

3) Banyak juga yang menyusun suatu berita lewat Lukas

1:1, dapatkah hal tersebut ditulis pada tahun 60?

Dari ketiga tanggapan tersebut, tidak secara tertulis

Duyverman juga menyimpulkan tahun penulisan kitab ini. 24


23
F.F. Bruce, Dokumen-Dokumen Perjanjian Baru, terjemahan R. Soedamo,
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), h. 9
24
M.E. Duyverman, Pembimbing ke dalam Perjanjian Baru, (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2016), hh. 81-82
17

Pandangan lain juga dikemukakan oleh Samuel Benyamin

Hakh. Ia menuliskan bahwa waktu penulisan kitab ini juga

berpatokan pada Injil Lukas. Apabila Lukas ditulis pada

tahun 80/85, maka kitab ini ditulis pada tahun 90/100 M.25

Kemudian mengenai tempat penulisan kitab ini.

Diperkirakan tempat penulisannya yaitu di Roma. 26 Namun

menurut Willi Marxsen, tempat penulisan kitab ini tidak jelas

sehingga kurangnya bukti untuk menunjukkan dimana

tempat penulisan kitab ini. Duyverman juga berpendapat

bahwa mengenai tempat penulisan kitab ini tidak ada

ketentuannya.27

Dengan begitu peneliti menyimpulkan bahwa, jika waktu

penulisan kitab ini bergantung pada waktu penulisan Injil

Lukas, maka menurut peneliti waktu penulisan kitab ini

sekitar tahun 90-95 M. Untuk tepatnya dimana tempat

penulisan kitab ini belum diketahui dengan jelas, namun

salah satu sumber menuliskan bahwa tempatnya ialah di

Roma.

c. Alamat Penerima
25
Samuel Benyamin Hakh, Perjanjian Baru: Sejarah, Pengantar, dan Pokok-pokok
Teologisnya, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2019), h. 299
26
Ibid.,
27
M.E. Duyverman, Pembimbing ke dalam Perjanjian Baru, (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2016), h. 83
18

Dalam Kisah Para Rasul 1:1 jelas dituliskan bahwa kitab

ini ditujukan kepada seorang yang bernama Teofilus. Dalam

kitab Injilnya, Lukas memberikan gelar kepada Teofilus.

Tetapi berbeda ketika dalam kitab Kisah Para Rasul ini.

Dalam pasal 1:1-4 gelar itu ditiadakan. Hal itu mungkin saja

terjadi karena yang awalnya Teofilus hanya seorang yang

berminat kemudian telah menjadi seorang yang beriman,

dan dalam kitab kedua dari Lukas ini ia tidak lagi disebut

sebagai orang yang terkemuka, tetapi sebagai saudara atau

teman tanpa gelar.28

Pendapat lain dikemukakan oleh William S. Kurz dalam

buku Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, yaitu mengenai siapa

Teofilus tersebut. Menurutnya, meskipun Teofilus berarti

“kekasih Allah” barangkali ini juga menunjuk pada

seseorang. Seseorang tersebut kemungkinan adalah

pemimpin orang Kristen atau seseorang yang cukup kaya

pada saat itu, yang darinya dapat menyalin dan

membagikan Injil dan Kisah Para Rasul ini menjadi

“penerbit” atau “distributor”.29 Hal itu mungkin saja terjadi

28
H.v.d. Brink, Tafsiran Alkitab Kisah Para Rasul, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2008), h. 11
29
Dianne Bergant, Robert J. Karris, Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, (Yogyakarta:
Kanisius, 2002), h. 205
karena Teofilus bukanlah nama diri Yahudi, karena Teofilus

ini juga mempunyai nama Yunani.30

William Barclay mengungkapkan ada tiga kemungkinan

mengenai seorang Teofilus, yakni:

1) Mungkin saja Teofilus bukan nama sebenarnya. Pada

saat itu kemungkinan sangat berbahaya untuk

seorang Kristen. Kata Teofilus berasal dari dua kata,

theos yang berarti Allah dan filein yang berarti

mengasihi. Jadi mungkin saja Lukas menulis kitab ini

kepada seorang yang mengasihi Allah, di mana

sesungguhnya tidak disebutkan demi keamanan.

2) Jika Teofilus adalah nama sebenarnya, biasa saja dia

adalah seorang pejabat tinggi Kerajaan Romawi.

Mungkin saja Lukas menulis kitab ini untuk

menunjukkan kepadanya mengenai hal kekristenan

dan meyakinkan seorang pejabat agar tidak

menganiaya orang-orang Kristen saat itu.

3) Pada masa itu para dokter biasanya berstatus

sebagai budak. Mungkin saja Lukas adalah dokter

pribadi Teofilus, dan ketika Teofilus sakit keras, Lukas

dengan kemampuan dan pengabdiannya telah


30
B. F. Drewes, Satu Injil Tiga Pekabar, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1998), h. 254
19
menyembuhkan Teofilus. Dan sebagai tanda ucapan

terima kasih Teofilus memerdekakan Lukas. Bisa jadi,

dengan maksud menunjukkan rasa terima kasihnya

atas apa yang dilakukan oleh Teofilus, Lukas menulis

buku tentang Yesus dan mengirimkannya kepada

Teofilus karena itulah hal yang paling berharga yang

ada padanya.31

d. Tujuan Penulisan

Bila seseorang menulis sebuah buku, tentu ada sebuah

tujuan yang melatarbelakangi hal tersebut. Begitu juga

dengan Lukas yang menulis buku keduanya ini. Menurut

Willi Marxsen, tujuan kitab ini ditulis bukanlah semata-mata

untuk menunjukkan kegiatan atau peran dari para tokoh

yang ada. Tetapi pemeran sesungguhnya ialah Tuhan yang

telah ditinggikan, dan Roh-Nyalah yang bekerja di dalam

Gereja melalui manusia.32

Dalam bukunya, John Drane menuliskan ada tiga tujuan

utama mengapa Lukas menulis kitab keduanya ini. Pertama,

Lukas mendorong para pembacanya agar dapat meneladani

orang-orang yang telah menjadi Kristen sebelum mereka,


31
William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: KItab Kisah Para Rasul,
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), hh.3-4
32
Willi Marxen, Pengantar Perjanjian Baru: Pendekatan Kritis Terhadap Masalah-
Masalahnya, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), h. 202
20
dan untuk melakukan bagi generasi mereka seperti apa

yang telah dilakukan oleh Paulus bagi generasinya. Kedua,

Lukas berusaha menekankan bahwa agama Kristen dapat

mempunyai hubungan yang baik dengan kekaisaran Roma,

dan begitupun sebaliknya Lukas meyakinkan pada orang

Roma bahwa orang Kristen dapat dipercayai dan bahwa

agama mereka adalah penerus sejati dari agama Yahudi.

Ketiga, Lukas menuliskan kitab ini agar para jemaat dapat

mengetahui asal-usul serta sejarah mereka.33

e. Garis-garis besar kitab

I. Pendahuluan (1:1-26)

1. Sebelum Kristus naik ke surga (1:1-8)

2. Sesudah Kristus naik Ke Surga (1:9-26)

II. Perkabaran Injil di Yerusalem (2:1-8:3)

1. Pelayan Petrus (2:1-5:42)

2. Pelayan Stefanus (6:1-8:3)

III. Perkabaran Injil di Yudea dan Samaria (8:4-11:18)

1. Pelayanan Filipus (8:4-40)

2. Permulaan pelayanan Paulus (9:1-31)

3. Catatan akhir pelayanan Petrus (9:32-11:18)

33
John Drane, Memahami Perjanjian Baru: Pengantar Historis-Teologis, (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2016), hh. 285-294
21
IV. Perkabaran Injil kepada bangsa-bangsa kafir (11:19-

28:30)

1. Pelayanan Barnabas (11:19-12:25)

2. Pelayanan Paulus (13:1-28:29) 3. Penutup (28:30-

31).34

2. Surat 1 Korintus

a. Penulis

Dalam teks yang tertulis pada pasal 1:1, tertulis dengan

jelas bahwa Pauluslah yang menulis surat kepada jemaat di

Korintus yang pertama ini. Hal yang sama juga dikemukakan

oleh Frances Blankenbaker, yang menyetujui bahwa Paulus

yang merupakan penulis dari surat ini.35 Surat 1 Korintus ini

juga dianggap sebagai surat yang merupakan jawaban

Paulus terhadap laporan-laporan yang masuk kepada

Paulus yang di dalamnya mengatakan keadaan jemaat di

Korintus yang tidak baik.36

Penulis 1 Klemen mengingatkan gereja di Korintus

bahwa surat ini mereka terima dari Paulus dan Ignatius dari

Antiokhia juga empat kali mengutip surat 1 Korintus. Dalam

34
Yusak B.Hermawan, My New Testament, (Yogyakarta: ANDI, 2010), hh. 67-68
35
Frances Blankenbaker, Inti Alkitab Untuk Para Pemula, (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2007), h. 270
36
John Drane, Memahami Perjanjian Baru: Pengantar Historis-Teologis, (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2016), h. 349
22
Kanon Muratori, surat 1 dan 2 Korintus diterima sebagai

surat-surat Paulus.37 Bagaimana dengan Sostenes yang

juga disebutkan dalam surat ini? Sostenes merupakan

seorang pengganti Krispus.38 Ia disebut juga sebagai

seorang rekan kerja Paulus, yang mungkin merupakan

kepala rumah ibadat di Korintus.39

b. Waktu dan Tempat Penulisan

Mengenai waktu penulisan kitab ini, ada banyak

pandangan yang dikemukakan oleh para ahli. Merrill C.

Tenney berpendapat bahwa waktu penulisan surat ini pada

saat akhir persinggahannya di Efesus, karena Paulus sendiri

telah berencana untuk meninggalkan Asia dan mengadakan

kunjungan yang lebih lama ke Makedonia dan Akhaya (1

Korintus 16:5-7). Dengan hal itu mungkin saja Paulus

menulis surat ini pada musim dingin pada tahun 55 TM. 40

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Samuel Benyamin

Hakh mengenai waktu penulisan surat ini yang merujuk

pada tahun 55 M.41 Pandangan lain mengenai waktu


37
Samuel Benyamin Hakh, Perjanjian Baru: Sejarah, Pengantar, dan Pokok-pokok
Teologisnya, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2019), h. 136
38
H.v.d. Brink, Tafsiran Alkitab Kisah Para Rasul, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2008), h. 297
39
W.R.F Browning, Kamus Alkitab, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), h. 419
40
Merril C. Tenney, Survei Perjanjian Baru, (Malang: Gandum Mas, 2017), h. 367
41
Samuel Benyamin Hakh, Perjanjian Baru: Sejarah, Pengantar, dan Pokok-pokok
Teologisnya, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2019), h. 137
23
penulisan surat ini di kemukakan oleh Dianne Bergant dan

Robert J. Karris yakni tahun penulisan surat ini kemungkinan

sekitar tahun 56-58 M.

Kemudian, mengenai tempat penulisan surat ini, segala

sesuatunya merujuk pada Efesus yang dianggap sebagai

tempat asal surat ini. Bukan saja Paulus sendiri yang

mengatakan hal itu (1 Kor 16:8), tetapi melihat juga

hubungan yang lancar antara pengarang dan jemaat

Korintus dari dua tempat yang berdekatan.42 Dalam hal

tempat penulisan surat ini, Yusak Hermawan juga

mempunyai pandangan yang sama yakni merujuk pada

Efesus.43

Dengan beberapa pandangan yang ada, dapat

disimpulkan bahwa waktu penulisan surat ini merujuk pada

tahun 55-56 M dan tempat penulisannya di Efesus.

c. Alamat Penerima

Sudah sangat jelas bahwa penerima surat ini adalah

jemaat di Korintus. Kota Korintus yang merupakan ibu kota

Provinsi Akhaya Romawi44 ini juga dikenal sebagai kota

42
M.E. Duyverman, Pembimbing ke dalam Perjanjian Baru, (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2016) , h. 103
43
Yusak B.Hermawan, My New Testament, (Yogyakarta: ANDI, 2010), h. 94
44
Dianne Bergant, Robert J. Karris, Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, (Yogyakarta:
Kanisius, 2002), h. 273
24
pelabuhan. Sebagai kota pelabuhan, Korintus menjadi pusat

perdagangan dan industri. Selain itu, kota Korintus tidak

hanya dikenal sebagai kota makmur, tetapi dikenal juga

sebagai kota seks. Penyembahan kepada berbagai dewa

juga terjadi dalam kota ini. Penduduk kota ini juga berasal

dari suku bangsa, dinamis dan terbuka terhadap pengaruh

asing.45

Mungkin saja keadaan seperti itu sangat mempengaruhi

jemaat di Korintus. Sehingga jemaat ini merupakan suatu

masalah yang sangat mencuri perhatian Paulus karena

ketidakstabilannya. Sebagian besar dari anggota jemaat ini

bukan orang Yahudi, yang latar belakang keagamaan serta

moral mereka sangat bertolak belakang dengan norma-

norma kristiani (1 Kor 3:1-3).46

d. Tujuan Penulisan

Dalam menulis surat kepada jemaat di Korintus tentu ada

harapan dan tujuan dari Paulus terhadap jemaat ini.

Permasalahan yang terjadi di jemaat Korintus merupakan

suatu masalah yang rumit, sehingga membuat Paulus untuk

menuliskan surat ini. Dengan hal tersebut dapat dipastikan

45
Samuel Benyamin Hakh, Perjanjian Baru: Sejarah, Pengantar, dan Pokok-pokok
Teologisnya, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2019), hh.135-136
46
Merril C. Tenney, Survei Perjanjian Baru, (Malang: Gandum Mas, 2017), h. 365
25
bahwa surat kepada jemaat di Korintus ini bertujuan sebagai

surat penggembalaan yang berusaha menerangkan

berbagai persoalan yang terjadi dalam jemaat dan memberi

jalan keluarnya.47 Witness Lee berpendapat bahwa tujuan

penulisan surat ini yaitu untuk memotivasi jemaat agar

mendambakan pertumbuhan sehingga menjadi rohani.48

e. Garis-garis besar kitab

1) Salam dan Ucapan Syukur (1:1-9)

2) Dipersatukan oleh Salib Kristus (1:10-2:16)

3) Percaya kepada pemberitaan para Rasul (3:1-4:21)

4) Nasihat menyangkut hubungan antarmanusia (5:1-7:40)

5) Menyembah Allah dan bukan berhala-berhala (8:1-11:1)

6) Tuntunan dalam beribadat dan penggunaan karunia-

karunia rohani (11:2-14:40)

7) Makna kemenangan Kristus atas kematian ( 15:1-58)

8) Rencana dan salam terakhir (16:1-24).49

47
Yusak B.Hermawan, My New Testament, (Yogyakarta: ANDI, 2010), h. 94
48
Witness Lee, Pelajaran hayat 1 Korintus, (Yayasan Perpustakaan Injil Indonesia,
2020), h. 23
49
Howard Clark Kee, dkk, Alkitab Edisi Studi, (Jakarta: LAI, 2014), h. 1865

26
27
DAFTAR PUSTAKA

Literatur

Bartlett David L., Pelayanan dalam Perjanjian Baru, Jakarta: BPK Gunung

Mulia, 2003

Bergant Dianne, Karris Robert J., Tafsir Alkitab Perjanjian Baru,

Yogyakarta: Kanisius, 2002

Blankenbaker Frances, Inti Alkitab Untuk Para Pemula, Jakarta: BPK Gunung

Mulia, 2007

Brink H.v.d., Tafsiran Alkitab Kisah Para Rasul, Jakarta: BPK Gunung

Mulia, 2008

Bruce F.F, Dokumen-Dokumen Perjanjian Baru, terjemahan R. Soedamo,

Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011

Chilton Bruce, Studi Perjanjian Baru Bagi Pemula, Jakarta: BPK Gunung

Mulia, 2015

Drane John, Memahami Perjanjian Baru: Pengantar Historis-Teologis,

Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016

Drewes B. F, Satu Injil Tiga Pekabar, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1998

Duyverman M.E, Pembimbing ke dalam Perjanjian Baru, Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 2016

Grant Robert M. & Tracy David, Sejarah Singkat Penafsiran Alkitab, (Jakarta:

BPK Gunung Mulia, 2000)

28
Hakh Samuel Benyamin, Perjanjian Baru: Sejarah, Pengantar dan

Pokok-pokok teologisnya, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2019

Hayes Jhon H. & Holiday Carl R., Pedoman Penafsiran Alkitab, (Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 2006)

Hedges Paul, Comparative Theology: A Critical and Methodological

Perspective, (Netherlands: Koninklijke Brill Nv, 2017)

Hermawan Yusak B, My New Testament, Yogyakarta: ANDI, 2010

Kalampung Yan O, Melompat Pagar: Sketsa-sketsa Upaya Berteologi Lintas

Teks, (Depok: Komojoyo Press, 2017)

Komisi Kitab Suci Kepausan, Penafsiran Alkitab dalam Gereja, (Yogyakarta:

KANISIUS, 2003)

Lee Witness, Pelajaran hayat 1 Korintus, Yayasan Perpustakaan Injil

Indonesia, 2020

LeMon Joel M. & Richards Kent Harold, Method Matters, USA: Society of

Biblical Literature, 2009

Packer J.I, dkk, Dunia Perjanjian Baru, Malang: Gandum Mas, 2004

Suprianto, dkk, Merentang Sejarah, Memaknai Kemandirian: menjadi

gereja bagi sesama, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009

Tenney Merrill C, Survei Perjanjian Baru, Malang: Gandum Mas, 2017

van Kooij Rijnardus A. & Tsalatsa A Yam’ah, Bermain dengan api: relasi

antara gereja-gereja mainstream dan kalangan Kharismatik dan

29
Pentakosta, Jakarta: Gunung Mulia, 2007

William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: KItab Kisah Para

Rasul, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008

Zed Mestika, Metode Penelitian Kepustakaan, Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia, 2008

Jurnal

https://www.academia.edu/36327074/

PANDANGAN_GEREJA_PENTAKOSTA_TERHADAP_BAHASA_ROH

https://ejournal.undi.ac.id/index.php/lpustaka/article/download/13476/10162

Referensi

Alkitab Terjemahan Baru, LAI, 2002

Browning W.R.F, Kamus Alkitab, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011

Kee Howard Clark, dkk, Alkitab Edisi Studi, Jakarta: LAI, 2014

Internet

http://ayo-nambah-ilmu.blogspot.com/2016/06/metode-penelitian-komparatif-

tujuan-dan.html?m=l

https://penelitianilmiah.com/penelitian-komparatif/

30

Anda mungkin juga menyukai