Anda di halaman 1dari 118

Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis

NABI ISMAILDALAM ISLAM


(Dalam Perspektif Islamologi)
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Teologi (S.Th.)

SKRIPSI

OLEH:
MIATI AYU MAGHDALENA
NIM: 16.20.77

Program Sarjana Studi Teologi


BANJARMASIN NOVEMBER
2020
Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis

LEMBAR PERNYATAAN ORSINALITAS

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Miati Ayu Maghdalena

NIM : 16.20.77

Menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya dan bukan merupakan

duplikasi sebagian atau seluruhnya dari karya orang lain, kecuali yang secara tertulis

diacu dalam skripsi ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Pernyataan ini dibuat dengan

sebenar-benarnya secara sadar dan bertanggung jawab dan saya bersedia menerima sanksi

pembatalan skripsi dan pencabutan gelar akademik apabila di kemudian hari terbukti

melakukan duplikasi terhadap skripsi atau karya ilmiah lain yang sudah ada

Banjarmasin, November 2020

Yang Menyatakan

Miati Ayu Maghdalena

i
Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Miati Ayu Maghdalena

NIM : 16.220.77

Konsentrasi : Islamologi

Judul Skripsi : Nabi Ismail Dalam Islam (Perspektif Islamologi)

Telah dipertahankan di hadapan Pembimbing dan Penguji dalam Ujian Skripsi

pada tanggal -0. Telah diperbaiki dan diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Teologi (S.Th) pada Program Sarjana Program Studi Teologi di Sekolah Tinggi

Teologi Gereja Kalimantan Evangelis.

Disetujui,
Pembimbing/Penguji I

Pdt. Enta Malasinta Lantigimo, D.Th

Penguji II Penguji III

Pdt. Dr. May Linda Sari Pbrt. Dr. Tulus To’u, M. Pd

Diketahui
Ketua STT GKE

Pdt. Kinurung Maleh, D.Th

ii
Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpah berkat

serta penyertaan-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Nabi

Ismail Dalam Islam” tepat pada waktunya. Penulisan skripsi ini diajukan kepada Program

Strata Satu Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis (STT GKE), sebagai

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teologi (S.Th).

Atas diselesaikannya skripsi ini, penulis tidak lupa mengucapkan terimakasih

kepada semua pihak yang terlibat langsung mendukung penulis dalam hal memperkaya

penulisan skripsi ini, sehingga skripsi ini dapat menjadi suatu tulisan yang berguna untuk

setiap pembacanya terutama dalam mata kuliah Islamologi. Dalam penulisan skripsi ini,

penulis juga menyadari bahwa tentu ada banyak kekurangan yang dikarenakan suatu

keterbatasan penulis. Oleh sebab itu penulis juga mengharapkan adanya kritik dan saran

yang bersifat membangun, sehingga tulisan ini semakin diperkaya di masa yang akan

datang. Akhir kata penulis sampaikan terimakasih.

Penulis

Miati Ayu Maghdalena

iii
Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis

UCAPAN TERIMAKASIH

Bukan hal yang mudah untuk dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini, dalam

prosesnya terkadang penulis berpikir untuk menyerah bahkan ada rasa takut untuk terus

melanjutkan penulisan. Namun Tuhan Yesus Kristus begitu baik. Ia memampukan

sehingga penulis tetap bertahan dan berdiri tegak untuk terus berjuang menjadi yang

terbaik.

Terimakasih Tuhan Yesus karena senantiasa menyertai dan memberkati terlebih

memberi kesempatan dan ketekunan kepada penulis untuk menyelesaikan tulisan skripsi

ini. Terimakasih Tuhan Yesus karena telah menitipkan orang-orang baik yang senantiasa

mendukung dan memberi semangat kepada penulis untuk terus tegar berjuang dalam

setiap proses yang telah penulis lalui. Oleh sebab itu tulisan ini penulis persembahkan

kepada-Mu sebagai bentuk ungkapan syukur dan terimakasih penulis atas setiap

kebaikan-Mu.

Secara khusus skripsi ini juga penulis persembahkan kepada orang-orang yang

telah mendukung penulis untuk menyelesaikan tulisan ini dengan baik seraya

mengungkapkan terimakasih yang sedalm-dalamnya, kepada:

1. Terimakasih kepada orang tua: Big Boss (Istono) dan Mami Boss (Misleluni)

selaku donator tetapku, selalu mendukung, mendorong serta memberi semangat

untukku terus belajar, sehingga aku dapat melalukan segala sesuatu dengan penuh

keyakinan, termasuk keyakinan untuk terus berjuang menjadi yang terbaik.

Karena kalianlah alasan untuk aku bisa dan bertahan, untuk itulah aku

mempersembahkan semua ya ng terbaik dariku.

2. Terimakasih kepada saudariku tersayang Ekelsia (Cia) dan Glosolalia (Lalapo)

yang terkasih. Terimakasih karena selalu memberi semangat sukacita dikala aku

mau menyerah dalam penulisan skripsiku dan memberi keyakinan yang kuat,

iv
Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis

kalian meskipun kecil tetapi mampu menunjukan bahwa kalian ade-ade yang

hebat.

3. Terimakasih kepada sahabat-sahabatku (Lambe Turah), Tria Yustika (iyot), Seplia

Anugrahni (Lia Cuy), Kusuma Jayanti (Sumeng), Yeyiola Deselda (yeying),

Dayansi Milawati (Anci), Novita Sari (Ayie), Feby Apriani (Febing), Srimasloli

(Ayang Lolol), Trio Lousania (Oca), Monica Berliana (Onic), Riska Puspita Sari

(Raiska). Terimakasih atas kebersamaan kita. Kita dipertemukan dengan begitu

banyak perbedaan baik dari sisi cara pandang, perkataan, bahasa, budaya, pola

pikir, perilaku dan banyak hal lainnya. Tidak jarang itu menjadi perdebatan tetapi

di sisi lain itu juga menjadi hal yang menyatukan kita dan membuat kenangan

manis yang tidka dapat dilupakan selama kita bersama menempuh pendidikan

atau lagi kumpul bersama di base camp. Terimakasih sudah memberikan banyak

pelajaran, teguran, candaan, serta menjadi motivasi ketika orang lain selalu

menghujat kita.

4. Terimakasih kepada Dosen pembimbing ku Pdt. Enta Malasinta, terimakasih

sudah membimbing sejak mengambil pilmin Islamologi sampai penulisan Skripsi.

Terimakasih atas setiap pengajaran, masukan, nasihat-nasihat setaiap semangat

yang diberikan.

5. Terimakasih kepada Dosen Waliku Pdt. May Linda Sari (Bunda May),

terimakasih sudah memberikan naungan dan menajdi orang tua pengganti selama

aku berkuliah di STT GKE, terimakasih atas kasih saying dan nasihat-nasihat.

6. Terimakasih kepada setiap dosen terutama kepada Pdt. Kinurung dan Pdt Sudianto

yang telah menjadi ayah serta pemotivasi yang tak pernah berhenti. Sehingga

penulisan skripsi ini dapat selesai dengan sebaik mungkin.

v
Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ORSINALITAS.......................................................................i

LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................................ii

KATA PENGANTAR........................................................................................................iii

UCAPAN TERIMAKASIH................................................................................................iv

DAFTAR ISI.......................................................................................................................vi

BAB I...................................................................................................................................1

PENDAHULUAN...............................................................................................................1

1.1. Latar Belakang Masalah............................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah......................................................................................................6

1.2.1. Bagaimana hak waris Ismail menurut ajaran Alquran dan para Ulama?..........6

1.2.2. Bagaimana pemahaman umat terhadap hak waris Ismail dalam Islam?...........6

1.2.3. Mengapa terjadinya perbedaan pemahaman makna hak waris dalam Islam?. .6

1.2.4. Bagaimana nilai-nilai positif bagi gereja khususnya bagi Warga Jemaat

GKE?.............................................................................................................................7

1.3. Tujuan Penulisan.......................................................................................................7

1.3.1. Memaparkan mengenai hak waris Ismail menurut ajaran Alquran dan Para

Ulama............................................................................................................................7

1.3.2. Menjelaskan realitas waris di dalam umat Islam,.............................................7

vi
Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis

1.3.3. Menjelaskan mengapa terjadi perbedaan pemahaman makna hak

waris dalam Islam..........................................................................................................7

1.3.4. Memberikan nilai-nilai positif bagi Warga Jemaat GKE..................................7

1.4. Batasan Masalah........................................................................................................7

1.5. Hipotesa.....................................................................................................................7

1.6. Signifikansi Penulisan...............................................................................................8

1.6.1. Signifikansi teoritis, tulisan ini berguna dalam hal referensi dan menjadi

acuan mata kuliah Islamologi di Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan

Evangelis (STT GKE)...................................................................................................8

1.6.2. Signifikansi praktis, tulisan ini bertujuan untuk menambah wawasan dan

pengetahuan untuk memahami makna qurban dalam Islam. Penulisan mengenai hak

waris Ismail dalam Islam ini ditujukan sebagai salah satu syarat untuk penulisan

skripsi............................................................................................................................8

1.7. Kerangka Teoritis....................................................................................................8

1.7.1. Tinjauan Pustaka.................................................................................................8

1.7.2. Landasan Teori....................................................................................................9

1.8. Metode Penelitian....................................................................................................11

1.8.1. Sifat Penelitian..................................................................................................11

1.8.2. Satuan Unit Kajian............................................................................................11

1.8.3. Teknik Alat dan Pengumpulan Data.................................................................12

1.9. Teknik Analisis Data...............................................................................................12

1.9.1. Reduksi Data...................................................................................................12

vii
Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis

1.9.2. Penyajian Data.................................................................................................12

1.9.3. Verifikasi...........................................................................................................13

1.10. Tempat dan Waktu Penelitian................................................................................13

1.11. Kerangka Penulisan...............................................................................................13

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................13

BAB II HAK WARIS ISMAIL MENURUT AJARAN ALQURAN SERTA

PARA ULAMA...........................................................................................................13

BAB III PEMAHAMAN UMUM UMAT ISLAM TERHADAP HAK

WARIS........................................................................................................................13

BAB IV ISMAIL SEBAGAI ANAK SULUNG IBRAHIM DAN PERBEDAAN

PEMAHAMAN MAKNA HAK WARIS DALAM ISLAM......................................14

BAB V NILAI-NILAI POSITIF BAGI GEREJA KHUSUSNYA BAGI

WARGA JEMAAT GKE............................................................................................14

BAB VI PENUTUP.....................................................................................................14

BAB II................................................................................................................................15

HAK WARIS ISMAIL MENURUT AJARAN ALQURAN DAN PARA ULAMA.......15

2.1. Sejarah Hak Waris Ismail........................................................................................15

2.1.1. Poligami Nabi Ibrahim6....................................................................................18

2.2. Hak Waris Menurut Alquran...................................................................................21

2.3. Hak Waris Ismail Menurut Alquran........................................................................22

2.4. Hak Waris Ismail dalam Pendapat Ulama...............................................................26

BAB III..............................................................................................................................31
viii
Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis

PEMAHAMAN UMUM UMAT ISLAM TERHADAP HAK WARIS...........................31

3.1. Pro dan Kontra pada Hak Waris Nabi Ismail dalam Islam......................................32

3.1.1. Pro pada Hak Waris Nabi Ismail dalam Islam..................................................32

3.1.2. Kontra pada Hak Waris Nabi Ismail dalam Islam.............................................35

3.2. Pesan Religius dan Keagamaan...............................................................................39

BAB IV..............................................................................................................................43

ISMAIL SEBAGAI ANAK SULUNG IBRAHIM DAN PERBEDAAN PEMAHAMAN

MAKNA HAK WARIS DALAM ISLAM........................................................................43

4.1. Analisis Mengenai Ismail sebagai Anak Sulung Ibrahim.......................................43

4.1.1. Hak Waris Ismail dalam Alquran dan Para Ulama...........................................43

4.2. Analisis Perbedaan Pemahaman Makna Hak Waris dalam Islam...........................52

4.2.1. Penyebab Terjadinya Perbedaan Pemahaman Makna.......................................52

4.2.2. Akibat Kurangnya Pemahaman tentang Hak Waris..........................................55

4.3. Kesimpulan Mengenai Perbedaan Pemahaman Makna Waris Ismail dalam Islam 59

BAB V................................................................................................................................62

NILAI-NILAI POSITIF DAN TANGGAPAN KRITIS DARI HAK WARIS ISMAIL

DALAM ISLAM...............................................................................................................62

5.1. Membangun Kesalehan...........................................................................................65

5.2. Percaya Qadha dan Qadar Allah SWT Ta'ala..........................................................69

5.3. Istri Salehah adalah Keberkahan bagi Keluarga......................................................72

5.4. Ayah yang Selalu Memperhatikan Kondisi Anak-anaknya dan Memberi Nasihat.74

5.5. Tidak Mau Mendengar Bisikan Waswas dari Setan................................................78


ix
Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis

5.6 Tanggapan Kritis......................................................................................................79

5.6.1 Qodha dan Qadar................................................................................................79

5.6.2 Poligami..............................................................................................................80

BAB VI..............................................................................................................................82

PENUTUP..........................................................................................................................82

6.1. Kesimpulan..............................................................................................................82

6.2.Saran.........................................................................................................................84

6.2.1. Saran Bagi Mahasiswa Sekolah Tinggi Teologi...............................................85

6.2.2. Saran bagi Sekolah Tinggi Teologi...................................................................86

6.2.3. Saran bagi Umat Islam Secara Umum..............................................................87

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................89

LAMPIRAN.......................................................................................................................93

x
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Pemikiran keagamaan seringkali tidak bisa membedakan antara aspek

doktrinal-teologis1 ajaran agama-agama dengan aspek kultural-sosiologis2 yang

merupakan hasil dari penafsiran ajaran agama-agama. Persoalan ini telah

memperumit masalah keagamaan pada wilayah sejarah kemanusiaan. Umat

beragama akhirnya sulit membedakan antara mana yang doktrin yang bersifat

normatif yang bisa dilandasi oleh ayat-ayat Kitab Suci dan mana yang disebut

penafsiran seseorang atau kelompok terhadap doktrin yang seringkali dimuati dan

tercampur oleh kepentingan-kepentingan kultural-sosiologis-politis.3

Pemikiran yang berisi fakta teologis berkembang dengan cepat dalam

kehidupan umat beragama terutama umat Kristen maupun Islam. Hal ini juga

diperkuat oleh para Da’i dan Misionaris dengan landasan Kitab Suci masing-

masing. Kenyataan ini sangat sulit untuk dilerai hanya dengan menggunakan cara-

cara konvensional, seperti melewati Dakwah, Khotbah atau dialog-dialog agama,

1
Doktrinal: sebuah ajaran pada suatu aliran politik dan keagamaan serta pendirian segolongan
ahli ilmu pengetahuan, keagamaan, ketatanegaraan secara bersistem, khususnya dalam
penyusunan kebijakan negara. Secara singkat, doktrin ialah ajaran yang bersifat mendorong
sesuatu seperti memobilisasinya. Teologis: ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan
dengan keyakinan beragama. Teologi meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan
Tuhan.https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/doktrin diakses 23 April 2020 pukul 21:08 WITA.
2
Kultural: hal-hal yang berkaitan dengan budi, dan akal manusia. Sosiologis: ilmu yang
mempelajari tentang perilaku sosial antara individu dengan individu, individu dengan kolompok,
dan kelompok dengan kelompok. Syarifudin Jurdi, sosiologi Islam & Masyarakat Modern (Jakarta:
Kencan, 2010), 129.
3
Yunus Muhammad & Rahmatia Yunus, Rekonsiliasi Manusia Ekonomi: Tuma’ninah vs
self- interest. Kajian Hikmah dan Makna Makro-Mikro Al Quran. Ed 1; Cet-1(Jakarta: Feliz Book,
2013),
401.

1
Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis

dengan cara baik dan jujur, maupun melalui studi agama-agama4 Hal in juga

sangat mempengaruhi dalam pemahaman tentang hak Waris Ismail di dalam

Islam.

Umat Muslim merayakan hari lebaran Idul Adha dan festival kurban, untuk

memperingati kepatuhan Nabi Ibrahim terhadap perintah Allah SWT untuk

menyembelih Ismail putranya, dan kerelaan Ismail untuk dikorbankan. Alquran

menekankan aspek ketaatan mereka dalam berserah diri kepada Allah SWT.

Alquran sesungguhnya tidak menyebutkan secara eksplisit identitas hak Waris

bagi Ismail dan Ishaq. Para ahli tafsir (mufassir) modern memang berasumsi

bahwa Ismail adalah anak yang dimaksud, kendati sumber-sumber tafsir awal

mengindikasikan adanya perbedaan pendapat dalam soal tersebut.5 Begitupun

sejarah Nabi Ismail di dalam pemahaman umat Muslim.

Menurut sejarah, karena lama tidak mempunyai anak, Sarah (yang saat itu

masih bernama Sarai, isteri Ibrahim, mengambil Siti Hajar, hambanya, orang

Mesir itu, lalu memberikannya kepada Ibrahim, suaminya, untuk menjadi

isterinya. Ketika itu Ibrahim (waktu itu masih bernama Abram) telah 10 tahun

tinggal di tanah Kanaan dan berusia 85 tahun. Menurut adat waktu itu, anak dari

Siti Hajar akan menjadi anak Sarah dan Ibrahim. Hal ini merupakan usaha Sarah

untuk memenuhi janji Tuhan bagi Ibrahim mengenai putranya.6

Tetapi Ketika berusia 13 tahun, Ismail disunat bersama-sama semua pria di

rumah Ibrahim sebagai bagian tanda perjanjian antara Allah SWT dengan

Ibrahim dan keturunannya. Ibrahim disunat pada hari yang sama, ketika berusia

99 tahun. Dalam

4
Ruslani. Masyarakat Kitab dan Dialog Antaragama (Yogyakarta: Yayasan Bentang
Budaya,2000), xii-xiii.
2
Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis

5
Ibid.
6
H. Salim Bahreisy. Sejarah Hidup Nabi-Nabi (Surabaya: PT BINA ILMU, 1980), 87.

3
peristiwa itu Allah SWT mengganti nama Abram menjadi Ibrahim, dan Sarai

menjadi Sarah. Allah SWT berjanji bahwa Ia akan memberkati Sarah, dan dari

padanya juga Ia akan memberikan kepada Ibrahim seorang anak laki-laki,

bahkan Allah SWT akan memberkatinya, sehingga Sarah menjadi ibu bangsa-

bangsa; raja-raja bangsa-bangsa akan lahir dari padanya.

Dalam pemahaman hak Waris “Ismail (bahasa Arab: Ismā'īl) dikenal

sebagai salah satu nabi dan bapa leluhur umat Islam. Tradisi Islam menganggap

Ismail sebagai leluhur bangsa Arab, tetapi bukan orang-orang Arab yang adalah

keturunan Ya'rub. Bangsa Arab keturunan Ismail biasanya disebut "Arabized-

Arab”.7 Nabi Muhammad termasuk bangsa ini, di dalam Alquran, Ismail

disebutkan 10 kali, kebanyak bersama leluhur dan nabi-nabi zaman dahulu. Dalam

cerita pengorbanan putra Ibrahim, nama putra ini di dalam Alquran adalah Ismail.

Kebanyakan orang Islam menafsirkan sebagai Ismail, meskipun Tabari menulis

bahwa putra ini adalah Ishaq. Kebanyakan komentator modern menganggap

identitas putra itu tidak penting, karena yang dipentingkan identitas putra itu

tidak penting, karena yang dipentingkan adalah ajaran moralnya.8

7
Alquran dan Terjemahan. Surat: Ash-Shaaffat. (Jakarta: Salman Harun Intitute, 2008).
8
Glasse, C., "Ishmael", Concise Encyclopedia of Islam (New York: Harper Collins Publisher,
1991), 214.
Dalam berbagai “komentari Alquran dan sejumlah koleksi cerita nabi, Ismail

mempunyai peran besar dalam mendirikan Kaabah. Menurut tradisi Islam, Ismail

dikuburkan di Hijir Ismail, di dalam Masjidil Haram.”9 Dalam tradisi Islam, ketika

Ibrahim meninggalkan Siti Hajar dan Ismail di padang gurun, Siti Hajar kehabisan

air dan untuk mencarikan minum bagi Ismail yang menangis kehausan, Siti Hajar

berlari 7 kali antara bukit-bukit Al-Safa dan Al-Marwah, sampai kemudian Allah

SWT menunjukkan mata air yang membual. Mata air itu dikenal sebagai sumur

Zam- zam. Untuk memperingati peristiwa ini, orang-orang Islam pada waktu
4
menunaikan ibadah Haji lari di antara kedua bukit yang sama. “Ketika pergi ke

Mekah, Ibrahim dikatakan meminta Ismail untuk membantunya mendirikan

Kaabah.”10
tradisi Islam, Kaabah pertama kali didirikan oleh Adam. Ibrahim dan

Ismail membangunnya kembali di atas landasan yang lama. Menurut silsilah yang

disusun oleh pakar Islam, Muhammad adalah keturunan Ismail melalui garis

keturunan leluhur yang bernama Adnan.

Demikianlah hal tersebut membuktikan bahwa betapa totalitas keimanan dan

kesabaran Ibrahim menerima perintah Allah SWT. “Berkenaan dengan hal

tersebut ada hal-hal yang harus menjadi perhatian mengenai kedudukan Ismail: “11

1. Perbedaan yang sangat mencolok adalah dalam agama Islam, Ismail yang

hendak di kurbankan. Sedangkan dalam agama Kristen, Ishaq lah yang hendak

di kurbankan. Ismail merupakan anak sah Ibrahim, sehingga hak Warisnya

adalah sah dan benar. Seperti ketetapan janji Allah SWT kepada Ismail:

"Apabila seorang laki-laki mempunyai dua istri, yang seorang dicintai dan

yang seorang

9
E.J. Brill’s, Encyclopedia of Islam Volume 4, Ismail. (New York: Laiden, 1993).
10
Azraqi, Akhbar Makkah Volume 1 (New York: Darussalam), 58-66.
11
https://christology.wordpress.com/2014/10/05/ismail-dalam-islam-dan-ishaq-dalam-
kristen/ Diakses 16 Mei 2020 Pukul 08:28 WITA.

5
tidak dicintainya, dan mereka melahirkan anak laki-laki baginya, baik istri yang

dicintai maupun yang tidak dicintainya, dan anak sulung adalah anak dari istri

yang tidak dicintai, maka pada waktu dia membagi warisan hartanya kepada

anak-anaknya itu, tidak boleh dia memberikan bagian anak sulung kepada anak

dari istri yang dicintai, merugikan anak dari istri yang tidak dicintai, yang

merupakan anak sulung". Hukum ini jelas menyatakan bahwa hak Waris

dimiliki oleh Ismail. Sebagaimana telah diketahui, kaum nomaden tidak

mewariskan tanah ataupun tempat pengembalaan. Menurut hukum yang

berlaku, anak bungsu berhak mewarisi kemah ayahnya. Sedangkan anak sulung

akan menggantikan kedudukan ayahnya sebagai pemimpin, kecuali si sulung

tidak cakap memimpin. Ismail dan keturunannya berhak menerima warisan

sebagai anak sulung Ibrahim, bukan dalam bentuk kemah atau hewan yang

biasa ditunggangi ayahnya, tetapi berupa penundukan semua negeri yang

terbentang dari Sungai Nil sampai Sungai Eufrat beserta seluruh penduduknya.

Ismail dikirim ke Hijaz untuk menjaga Baitullah yang telah dibangun bersama

ayahnya. Suatu kenyataan yang terjadi sampai saat ini adalah semua kawasan

tersebut tidak pernah dibawah kekuasaan keturunan Ishaq, melainkan keturunan

Ismail. Di Hijaz Ismail menetap bersama kabilah-kabilah Arab yang beriman

kepadanya. Ismail menyebarkan agama melalui syariat khitan. Keturunannya

berkembang biak seperti bintang-bintang dilangit. Setelah wafat bangsa Arab

tetap tinggal di semenanjung Arab, tanpa pernah ditaklukan oleh bangsa

Romawi dan Persia. Walaupun kemudian mereka menjadi kaum pagan, mereka

tetap tidak bisa melupakan Allah SWT, Ibrahim, Ismail dan nabi-nabi lainnya,

6
2. Islam mengimani kenabian Ishaq dan Ya'qub sebagaimana mengimani semua

nabi yang dikisahkan dalam Alquran. Dari semua kisah tersebut kita

menemukan fakta bahwa perjanjian agung antara Allah SWT kepada Ibrahim

memang ditujukan kepada Ismail. Karena melalui keturunannya, Muhammad

telah dipersatukannya seluruh kabilah Arab melalui panji-panji Islam yang

kemudian memenangi semua kawasan yang dijanjikan. Semua janji tersebut

digenapi dan nubuatan mengenai kedatangan nabi agung yang memiliki

kekuasaan yang luar biasa, memiliki kerajaan sampai akhir jaman dan nabi yang

membawa risalah penghabisan sebagai penyempurna risalah-risalah terdahulu

telah tergenapi, melalui jalur keturunan Ismail.12

Agama pada umumnya mempunyai ajaran-ajaran yang bersifat mutlak

benar dan tidak berubah-ubah. Paham mutlak benar dan tidak berubah-ubah

mempunyai pengaruh bagi sikap mental dan tingkah laku pemeluknya. Umat

beragama tidak mudah menerima perubahan dan cenderung untuk

mempertahankan tradisi yang berlaku. Dapat dikatakan kurang terbuka dengan

perubahan dan kemajuan suatu masyarakat.13 Demikianlah alasan penulis

sehingga mengangkat tema mengenai Hak Waris Ismail dalam Islam.

1.2. Rumusan Masalah

1.2.1. Bagaimana hak waris Ismail menurut ajaran Alquran dan para Ulama?

1.2.2. Bagaimana pemahaman umat terhadap hak waris Ismail dalam Islam?

1.2.3. Mengapa terjadinya perbedaan pemahaman makna hak waris dalam Islam?

12
https://christology.wordpress.com/2014/10/05/ismail-dalam-islam-dan-ishaq-dalam- kristen/ diakses 16 Mei 2020 Pukul
09:50 WITA.
Kabilah : kaum yang berasal dari satu ayah. https://kbbi.web.id/kabilah Diakses 05 November
2020 Pukul 11:28 WITA.
13Harun Nasution, Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran (Bandung: Mizan, 1995), 167.

7
1.2.4. Bagaimana nilai-nilai positif bagi gereja khususnya bagi Warga Jemaat
GKE?

1.3. Tujuan Penulisan

1.3.1. Memaparkan mengenai hak waris Ismail menurut ajaran Alquran dan Para

Ulama.

1.3.2. Menjelaskan realitas waris di dalam umat Islam,

1.3.3. Menjelaskan mengapa terjadi perbedaan pemahaman makna hak

waris dalam Islam.

1.3.4. Memberikan nilai-nilai positif bagi Warga Jemaat GKE.

1.4. Batasan Masalah

Perlunya batasan masalah ini yaitu agar menghindari meluasnya topik atau

pokok dari yang akan penulis paparkan. Untuk memfokuskan tulisan agar menjadi

terarah, maka penulis memfokuskan kepada pemaparan mengenai pengertian dan

makna hak waris Ismail dalam Islamsecara khusus di dalam Alquran, Hadist dan

Hukum Islam. Melihat pemahaman akan makna hak waris Ismail tersebut dalam

Islam saat ini.

1.5. Hipotesa

Hipotesa adalah jawaban sementara atas pokok masalah penulisan yang

masih berupa dugaan-dugaan.14 Hipotesa awal dalam penulisan ini, yaitu

umat Islam

14
Sanon dan Sudianto, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Makalah, Laporan, Proposal
Skripsi, Skripsi, Proposal Tesis, dan Tesis (Banjarmasin: Unit Publikasi Informasi Sekolah Tinggi
Teologi GKE, 2019), 38.

8
sangat menganggap penting Hak waris sehingga ini merupakan suatu hal untuk

memahami siapa Nabi terdahulu bagi umat Islam. Meskipun dari masa ke masa

hak waris Ismail memiliki perbedaan makna bagi umat Islam, perubahan pasti

akan terjadi seiring berjalannya waktu. Terjadinya pergeseran makna ini

memperlihatkan bahwa ajaran itu akan ikut berkembang dan dapat berubah

dikarenakan banyak orang yang kurang memahami tentang makna waris Ismail itu

sendiri.

1.6. Signifikansi Penulisan

Signifikansi penulisan memuat rumusan-rumusan yang menunjuk kegunaan

atau manfaat tulisan.15

1.6.1. Signifikansi teoritis, tulisan ini berguna dalam hal referensi dan menjadi

acuan mata kuliah Islamologi di Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan

Evangelis (STT GKE).

1.6.2. Signifikansi praktis, tulisan ini bertujuan untuk menambah wawasan dan

pengetahuan untuk memahami makna qurban dalam Islam. Penulisan

mengenai hak waris Ismail dalam Islam ini ditujukan sebagai salah satu

syarat untuk penulisan skripsi.

1.7. Kerangka Teoritis

1.7.1. Tinjauan Pustaka

Tulisan yang berkaitan dengan pokok pembahasan terlihat dalam tulisan

Musyrifah mengenai Teologi dan Manuver Yahudi Nasrani Menurut penafsiran

Sayyid Quthb dalam Kitab Tafsir Fi Zhilal Al-Quran. Dalam hal ini berbicara

mengenai perebutan hak Waris dan perjanjian yang membuat keturunan


15
Ibid., 39

9
Ibrahim memperebutkan kekuasaan wilayah yang terbentang dari sungai Nil di

Mesir sampai sungai Efrat di Irak yang di diami puluhan bangsa. Sampai pada hal

yang mendasar seperti munculnya konsepsi tentang Tuhan. Tulisan yang dibuat

oleh penulis berbicara mengenai Hak Waris Ismail dalam Islam menurut Alquran,

para Ulama dan bagaimana refleksi teologis bagi warga Jemaat GKE. 16

1.7.2. Landasan Teori

Para tokoh berpendapat bahwa anak pertama merupakan anak yang sah dan

di akui di dalam Islam. Seperti yang dikatakan bahwa Islam memberikan hak-hak

sah kepada masing-masing istri dan membuat laki-laki bertanggung jawab secara

hukum kepada setiap istrinya dan karenanya dari mereka lahir anak-anak yang sah

dan terhormat di mata masyarakat dan hukum. Hak waris Ismail dalam

Alquran terdapat dalam Surat Ash Shafaat Ayat 101-113 “Maka kami beri dia

kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. Maka tatkala anak itu

sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata:

“hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku

menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu”. Ia menjawab “hai bapakku,

kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah SWT kamu akan

mendapatkan aku termasuk orang- orang sabar” dst. 17

Ibrahim berkata pada putranya, “Hai anakku sesungguhnya aku melihat

dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu.” Perlu dipahami bahwa mimpi para

Nabi itu wahyu yang mesti dipenuhi. Dalam hadits mawquf –hanya sampai

pada

16
Musyrifah, Teologi dan Manuver Yahudi Nasrani Menurut Penafsiran Sayyid Quthb dalam Kitab Tafsir Fi Zhilal
Al-Quran (Banjarmasin: UIN Antasari, 2009)1-3. Pengelola File:///Telepone/ Downloads/Documents/BAB I.pdf
17
H. Salim Bahreisy. Sejarah Hidup Nabi-Nabi (Surabaya: PT BINA ILMU, 1980), 112-113.

10
perkataan sahabat Ibnu ‘Abbas- disebutkan, “Penglihatan para nabi dalam mimpi

itu wahyu.” (HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak 2: 431. Hadits ini kalau

dikatakan marfu’ –sabda Nabi- itu dha’if. Yang benar, hanyalah perkataan sahabat

atau hadits mawquf. Lihat tahqiq Tafsir Ibnu Katsir, 6: 386 oleh Syaikh Abu Ishaq

Al-Huwaini hafizhahullah). 18

Menurut Irwan Winardi dalam memahami hak anak pertama atau hak waris

yaitu terdapat dalam sebuah poligami Islam, semua istri adalah istri resmi, para

istri memiliki status, kedudukan, hak dan kewajiban yang setara dalam rumah

tangga. Demikian juga dengan anak-anak yang dilahirkannya, anak dari istri

pertama, kedua, ketiga dan keempat semuanya mempunyai status dan hak yang

sama, baik dari segi nafkah maupun dalam masalah waris.19 Dalam hal ini

ditunjukan bahwa semua anak di anggap sama meskipun lahir dari istri pertama,

kedua, ketiga. Hanya saja pembedaan terjadi dikalangan masyarakat yang

membuat anak pertama memiliki ke istimewaan yang berbeda.

Menurut Cholis Akbar setelah tuan menggauli budak wanitanya, maka

diharamkan atas tuannya ibu dan anak-anak perempuan budak itu selamanya.

Demikian juga budak itu haram bagi anak-anaknya serta ayah sang tuan.

Demikian pula haram bagi tuan saudari-saudari budak yang digaulinya, bibinya,

anak perempuan saudarinya juga anak perempuan saudaranya, sebagaimana dalam

pernihakan. (Syarh Al-Minhaj dan Hasyiyah AlQalyubi, 3/243).

Kemudian ketika budak ini memberikan seorang anak maka sebagaimana

seharusnya perempuan ini merdeka menjalani masa iddah, yang disebut sengan

18
https://rumaysho.com/11623-pelajaran-dari-kisah-nabi-ibrahim-menyembelih-
ismail.html di akses 29 Maret 2020, pukul 22:22 WITA.
19
Irwan Winardi, Monogami VS Poligami (Bandung: Bumi Rancaekek Kencana, 2006), 22
istibra’. Istibra’ disyariatkan karena pergantian status, dari asalnya merdeka

kemudian manjadi budak atau sebaliknya, juga perpindahan kepemilikan seorang

budak. Jika seorang budak wanita digauli oleh tuannya, dan ia melahirkan anak

tuannya, maka budak itu disebut sebagai umm walad, dimana anak-anak yang lahir

dari hubungannya dengan tuannya adalah anak-anak yang merdeka.20

1.8. Metode Penelitian

1.8.1. Sifat Penelitian

Sifat penelitian yang digunakan yakni kualitatif. Penelitian kualitatif

merupakan suatu prosedur penelitian yang berupaya mendeskripsikan dan

menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi,

pemikiran secara individual atau kelompok.21 Penelitian kualitatif memandang

obyek sebagai sesuatu yang utuh dinamis, hasil rekontruksi pemikiran dan

interpretasi terhadap gejala yang diamati, serta utuh karena setiap aspek dari obyek

itu mempunyai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.22

1.8.2. Satuan Unit Kajian

Satuan unit kajian merupakan satuan objek studi yang menjadi fokus

perhatian dalam penelitian penulis.23 Subyek penelitian penulis menunjuk pada

individu dan kelompok yang dijadikan unit atau hal yang diteliti.24

20
https://www.hidayatullah.com/artikel/tsaqafah/read/2019/10/02/171572/milkul-
yamin- dalam-pandangan-syariat.html diakses pada Rabu 11 Maret 2020 Pukul 20:02
21
Asep Saepul Hamdi, Metode Penelitian Kuantitatif Aplikasi dalam Pendidikan
(Yogyakarta: CV Budi Utama, 2014), 234.
22
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Bandung: Alfabeta, 2016), 22.
23
Sanon dan Sudianto, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Makalah, Laporan, Proposal
Skripsi, Skripsi, Proposal Tesis, dan Tesis (Banjarmasin: Unit Publikasi Informasi Sekolah Tinggi
Teologi GKE, 2019), 41.
24
Husaiani Usman dan Purnomo Setiadi Akbar, Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta: Bumi
AkSarah, 1996), 109
1.8.3. Teknik Alat dan Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu dengan melakukan:

1.8.3.1. Studi Pustaka


Studi pustaka merupakan cara memperoleh data dan informasi berkaitan

dengan penelitian dengan menggunakan literatur-literatur, sekaligus

memanfaatkan sumber perpustakaan. Karena tulisan ini merupakan studi

pustaka.25

1.8.3.2. Alat Pengumpulan Data


Alat yang digunakan penulis untuk mengumpulkan data adalah buku dari

perpustakaan atau ebook dan alat tulis.

1.9. Teknik Analisis Data


Teknik analisis data menggunakan proses mencari, memilih dan menyusun

data yang diperoleh secara sistematis sehingga dapat dipahami. Menggunakan

langkah-langkah yaitu reduksi data, penyajian data, dan verifikasi, yang akan

dijelaskan sebagai berikut.26

1.9.1. Reduksi Data


Reduksi data adalah upaya merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, mencari tema dan polanya.27

1.9.2. Penyajian Data


Penyajian data adalah upaya menyajikan data yang dilakukan dalam bentuk

uraian singkat, hubungan antar kategori dan sejenisnya.28

25
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), 1-
2.
26
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2016),
246.
27
Ibid.,
247.
28
Ibid.,
249.
1.9.3. Verifikasi

Verifikasi adalah penarikan kesimpulan. Kesimpulan berupa temuan baru

berupa deskripsi atau gambaran masalah yang masih belum jelas sehingga menjadi

jelas.29

1.10. Tempat dan Waktu Penelitian


Tidak ada tempat penelitian secara khusus, karena tulisan skripsi ini murni

studi pustaka.

1.11. Kerangka Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab I ini berisikan pemaparan tentang latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penulisan, batasan masalah, hipotesa, signifikansi penulisan,

kerangka teoritis, metode penelitian, kerangka penulisan.

BAB II HAK WARIS ISMAIL MENURUT AJARAN ALQURAN SERTA


PARA ULAMA
Bab II ini akan membahas hak waris Ismail menurut Alquran dan Para

Ulama. Memaparkan pengertian serta pemahaman hak Waris dalam Alquran dan

Para Ulama.

BAB III PEMAHAMAN UMUM UMAT ISLAM TERHADAP HAK


WARIS
Bab III ini akan lebih membahas bagaimana sejarah waris Ismail dalam

Islam dan ketentuan-ketentuan hak waris tersebut. Memparkan lebih

mendalam realitas hak waris Ismail dan ketentuan-ketentuannya.

29
Ibid., 253.
BAB IV ISMAIL SEBAGAI ANAK SULUNG IBRAHIM DAN PERBEDAAN
PEMAHAMAN MAKNA HAK WARIS DALAM ISLAM
Bab IV ini membahas bagaimana Islam mengakui Ismail sebagai anak sulung

serta mengapa terjadi perbedaan pengertian atau pemahaman hak waris dalam

umat Islam dan Kristen. Memaparkan pemahaman umat dalam memahami hak

waris.

BAB V NILAI-NILAI POSITIF BAGI GEREJA KHUSUSNYA BAGI


WARGA JEMAAT GKE
Bab V akan membahas mengenai pemaparan nilai-nilai positifyang dapat

diambil secara kekristenan sehingga nilai-nilai positif itu dapat digunakan untuk

menguatkan dan mengokohkan iman kepercayaan sebagai seorang Kristen.

BAB VI PENUTUP

Bab VI akan berisi kesimpulan dan memuat Saran-Saran sebagai sumbangan

pemikiran yang dianggap perlu untuk penulis cantumkan demi pemahaman

bersama mengenai makna hak waris dalam Islam.


BAB II
HAK WARIS ISMAIL MENURUT AJARAN ALQURAN DAN PARA
ULAMA

2.1. Sejarah Hak Waris Ismail

Ismail adalah tokoh dalam Alquran. Dalam Islam, dia dipandang sebagai

nabi, Ismail juga dikaitkan dengan Makkah dan pembangunan Ka’abah. Ismail

merupakan anak pertama Ibrahim. Keturunannya disebut Arab al-Musta’ribah

(Arab-yang- di Arabkan), karena mereka bukan asli arab dan memperlajari bahasa

Arab dari penduduk asli setempat. 1

Ismail berasal dari dua kata "dengarkan" (isma) dan "Tuhan" (al/il), yang

artinya "Dengarkan (doa kami wahai) Tuhan. Alquran menyebutkan bahwa

Ibrahim dan kafilah pengikutnya hijrah dari Iraq ke Syam.2 Namun Syam

mengalami

paceklik hebat sehingga mereka pergi ke Mesir. Dalam sebuah riwayat disebutkan

bahwa raja memerintahkan untuk membawa Sarah, istri Ibrahim, ke istananya saat

mendengar laporan dari para punggawanya mengenai kecantikan Sarah. Saat

utusan raja tiba dan menanyai mengenai Sarah, Ibrahim menjawab bahwa dia

adalah saudarinya. Ibrahim juga berpesan kepada Sarah agar mengaku sebagai

saudarinya, agar raja tersebut tidak membunuh Ibrahim. (HR. Bukhari 2217)

Setelah Sarah dibawa ke istana, raja berusaha menyentuh Sarah, tetapi

tangannya menjadi lumpuh mendadak. Raja memohon agar Sarah berdoa pada

Allah SWT untuk menyembuhkannya dan Sarah melakukannya. Setelah

tangannya pulih, raja kembali mengulangi perbuatannya, tetapi dia mengalami

kelumpuhan

yang lebih berat dari sebelumnya. Raja kembali meminta Sarah mendoakannya

15
Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis

1
Omar Hashem. Muhammad Sang Nabi: Penelusuran Sejarah Nabi Muhammad Secara
Detail. Bab 1. Kondisi Geografis - Kafilah Nabi Ibrahim. 10.
2
Ibid.
Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis

dan berjanji tidak akan mengganggunya lagi. Setelahnya, raja memerintahkan agar

Sarah dipulangkan kepada Ibrahim. Sarah juga diberi budak perempuan bernama

Hajar sebagai hadiah.3 Peristiwa Ibrahim dan Sarah di Mesir tidak tercantum

dalam Alquran.

Ibrahim dan Sarah kembali ke Syam. Setelah sekian tahun tinggal di sana,

mereka tidak juga memiliki keturunan. Ibnu Katsir dalam karyanya, menuliskan

bahwa Sarah kemudian memberikan Hajar sebagai selir atau menjadi istri Ibrahim

lantaran dia sudah yakin tidak akan memiliki anak. Namun setelah mengandung,

Hajar menjadi merasa lebih mulia dari Sarah dan itu membuat marah Sarah

sehingga dia memberi hukuman yang berat kepada Hajar. Hajar kemudian

melarikan diri, tetapi dia didatangi malaikat yang menyuruhnya untuk kembali

sembari menenangkannya bahwa Allah SWT akan memperbanyak keturunannya

sampai tak bisa dihitung, juga menyuruhnya untuk memberikan anaknya dengan

nama Ismail karena Allah SWT mendengar penindasan atas Hajar. Disebutkan

bahwa Ismail lahir pada saat Ibrahim berusia 86 tahun.4

Pandangan mengenai waktu saat Hajar dan Ismail diungsikan ke Arab. Meski

Alquran sendiri tidak mengisahkan peristiwa ini, hadits dan tafsiran para ulama

sepakat bahwa Hajar dan Ismail diungsikan saat Ismail masih kecil dan menyusu.

Dalam sebuah riwayat hadits diterangkan bahwa Ibrahim mendapat perintah untuk

mengungsikan Hajar dan Ismail dari Syam dan menempatkan mereka di tengah

padang pasir tak berpenghuni. Saat Ibrahim beranjak pergi, Hajar membuntutinya

3
Ibnu Katsir. Shahih Tafsir Ibnu Katsir (Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir, 2014), 214-217.
4
Ibid., 219-220.

17
dan bertanya, "Wahai Ibrahim, engkau hendak ke mana? Apakah kamu akan

meninggalkan kami di lembah yang tidak ada seorang manusia dan tidak ada suatu

tanamanpun ini?" Namun Ibrahim tetap tidak menjawab meski Hajar bertanya

berkali-kali. Setelahnya, Hajar mengganti pertanyaannya, "Apakah Allah SWT

yang memerintahkanmu melakukan semuanya ini?" Barulah Ibrahim memberi

jawaban, "Iya." Hajar kemudian membalas, "Jika demikian, Allah SWT tidak akan

menelantarkan kami." (HR. Al-Bukhari, 3364).

Hal ini menjelaskan bahwa Ismail diungsikan pada sekitar usia enam belas

tahun. Disebutkan bahwa Ismail lahir saat Ibrahim berusia 86 tahun dan Ishaq lahir

saat Ibrahim berusia 100 tahun sehingga keduanya terpaut sekitar empat belas

tahun. Saat pesta penyapihan Ishaq, Sarah melihat Ismail bermain bersama Ishaq

dan dia tidak menyukai hal tersebut. Sarah mengatakan pada Ibrahim, "Usirlah

hamba perempuan itu beserta anaknya, sebab anak hamba ini tidak akan menjadi

ahli waris bersama-sama dengan anakku Ishaq.” Meski Ibrahim kesal dengan

perkataan Sarah, Allah SWT memerintahkan Ibrahim mendengar perkataan Sarah.

Ibrahim kemudian meminta mereka pergi dan Hajar kemudian menggendong

perbekalan berikut Ismail di bahunya sampai padang gurun.

Ismail dipandang sebagai nabi dan rasul. Ibnu Katsir menyebutkan bahwa

Ismail diutus untuk berdakwah pada penduduk Makkah dan sekitarnya, seperti

kabilah Jurhum, Amaliq, dan penduduk Yaman. Penyebutan Ismail dalam Alquran

seringnya tidak terkait kisahnya. Kisah Ismail yang terdapat dalam Alquran sendiri

adalah sepintas tentang haji dan pembangunan Ka'bah (Al-Baqarah 02: 125-127).

Bagian kisah Ismail yang lain diambil dari sumber non-Quran, seperti riwayat

hadits, tafsiran ulama, dan sumber-sumber Yahudi dan Kristen. Dalam Alquran,

18
nama Ismail hampir selalu dirangkaikan dengan para nabi yang lain. Disebutkan

bahwa Ismail (dan beberapa nabi yang lain) dilebihkan derajatnya di atas umat

yang lain, sosok pilihan Allah SWT, dan dianugerahi petunjuk ke jalan yang lurus

(Al-An'am

06: 86-87). Dia juga disebut sebagai sosok yang benar janjinya dan seorang yang

diridhai Allah SWT.Ismail juga disifati sebagai orang yang sabardan termasuk

orang- orang yang terbaik.

Ismail juga erat kaitannya dengan Ka'bah yang menjadi kiblat umat Islam.

Meski beberapa tradisi mencatat Ka'bah sudah dibangun sebelumnya (sebagian

pendapat menyatakan pendirinya adalah Adam, sebagian menyatakan para

malaikat), Ibrahim dan Ismail berperan sebagai pembangun ulang. Keduanya juga

mengajarkan syariat haji dan rukun Islam kelima ini menjadi ibadah yang Saraht

kenangan dan keteladanan akan sosok Ibrahim, begitu juga dalam hari raya Idul

Adha. 5

Dari penjelasan diatas di lihat bahwa adanya perkawinan Nabi Ibrahim

dengan Hajar merupakan contoh sebuah poligami yang dilatarbelakangi alasan

personal. Disebut alasan personal sebab dilatarbelakangi oleh faktor internal

pasutri, yakni keinginan untuk segera memiliki anak karena hingga hampir usia

lebih dari 80 tahun Nabi Ibrahim belum dikaruniai seorang anak.

2.1.1. Poligami Nabi Ibrahim6

Secara etimologi kata poligami berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri atas

katapoly (polus) yang berarti banyak dan gamein yang berarti kawin atau
5
Firestone, Reuven. Journeys in Holy Lands: The Evolution of the -Ishmael Legends in Islamic
Exegesis. (New York: SUNY Press, 1990), 98. ISBN 978-0791403310.
6
Iqbal Harahap. Ibrahim Bapa Semua Agama: Sebuah Rekonstruksi Sebuah Sejarah Kenabian
Nabi Ibrahim As Sebagaimana Tertuang Dalam Taurat, Injil dan Alquran (Jakarta: Lentera Hati,
2014), 243-244.

19
perkawinan.7 Dalam bahasa Arab, poligami disebut dengan ta’adud al-zaujah,

yaitu berbilangnya pasangan. Jadi, poligami berarti “suatu perkawinan yang

banyak” atau suatu perkawinan jamak.8

Menurut istilah, para ahli memberikan pengertian yang berbeda-beda

mengenai poligami. Poligami berarti ikatan perkawinan yang salah satu pihak

(suami) mengawini beberapa lebih dari satu istri dalam waktu yang bersamaan,

bukan saat ijab qabul melainkan dalam menjalani hidup berkeluarga. Poligami

adalah suatu bentuk perkawinan di mana seorang pria dalam waktu yang sama

mempunyai istri lebih dari seorang wanita.

Menurut para ahli sejarah poligami mula-mula dilakukan oleh raja-raja

pembesar Negara dan orang-orang kaya. Mereka mengambil beberapa wanita, ada

yang dikawini dan ada pula yang hanya dipergunakan untuk melampiaskan hawa

nafsunya akibat perang, dan banyak anak gadis yang diperjual belikan, diambil

sebagai pelayan kemudian dijadikan gundik dan sebagainya. Makin kaya

seseorang makin tinggi kedudukanya, makin banyak mengumpulkan wanita.

Dengan demikian poligami itu adalah sisa-sisa pada waktu peninggalan zaman

perbudakan yang mana hal ini sudah ada dan jauh sebelum masehi.

Namun dalam Islam, poligami mempunyai arti perkawinan yang lebih dari

satu dengan batasan. Umumnya dibolehkan hanya sampai empat wanita saja.

Dasar hukum poligaimi yaitu terletak dalam surat An-Nisa` ayat 3:

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-
wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak
akan dapat berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu
miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”

7
Hassan Shadily, Ensiklopedi Indoneasia (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1989), 27.
8
Rahmat Hakim. Hukum Perkawinan Islam (Bandung: Pustaka Setia. 2000), 133.

20
Maksudnya berlaku adil ialah perlakuan yang adil dalam meladeni isteri

seperti pakaian, tempat, giliran dan lain-lain yang bersifat lahiriyah. Islam

memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu. sebelum turun ayat Ini

poligami sudah ada, dan pernah pula dijalankan oleh para nabi sebelum nabi

Muhammad SAW. Ayat Ini membatasi poligami sampai empat orang saja.

2.1.1.2. Poligami Ibrahim

Poligami yang dilakukan Nabi Ibrahim dilatarbelakangi alasan sosial

sebagaimana dilakukan Rasulullah atas perintah Allah SWT guna mengatasi

masalah kemiskinan. Konteks di zaman itu, perempuan umumnya tidak bekerja

dan hanya berurusan dengan dapur, sumur dan mengikuti keinginan suami saja

sehingga ketika banyak suami meninggal dunia akibat perang, hancurlah ekonomi

keluarga mereka. Sementara panti-panti asuhan untuk anak-anak yatim dan

lembaga-lembaga sosial lainnya untuk menolong para janda miskin belum

terbentuk dengan baik saat itu.

Hal menarik untuk diperhatikan terkait poligami karena alasan personal ini

adalah bahwa inisiatif poligami tidak berasal dari suami tetapi dari istri. Dalam

poligami yang dilakukan Nabi Ibrahim, Sarah adalah inisiator. Artinya poligami

yang dijalani Nabi Ibrahim atas rekomendasi Sarah setelah menyadari

perkawinannya dengan Nabi Ibrahim yang sudah berjalan puluhan tahun belum

menurunkan seorang anakpun. Sebelumnya, Sarah menyarankan kepada Nabi

Ibrahim untuk menikahi Hajar yang tak lain adalah pembantunya sendiri.

Pernikahan Nabi Ibrahim dengan Hajar menurunkan Nabi Ismail.

Poligami Nabi Ibrahim sesungguhnya menjadi acuan moral (akhlak) bahwa

poligami yang dilatarbelakangi alasan personal sebaiknya atas rekomendasi pihak

perempuan atau istri. Jadi bukan atas inisiatif sepihak dari laki-laki atau suami.

21
Dengan kata lain, istri adalah pihak yang secara moral menjadi penentu

apakah seorang suami sebaiknya berpoligami atau tidak untuk keluar dari

persoalan yang mereka hadapi. Dalam poligami yang dilatarbelakangi alasan

sosial, hak poligami ada pada suami dengan syarat mampu secara ekonomi karena

bertujuan mengatasi masalah kemiskinan. Selain itu harus sanggup berlaku adil

kepada para istri dan anak-anaknya. Jadi poligami dengan alasan sosial

sesungguhnya sangat berat karena menguras banyak sumber sebagai pengorbanan.

2.2. Hak Waris Menurut Alquran


Ada beberapa istilah yang sering digunakan Alquran untuk menunjuk

kepada pengertian “anak”, antara lain kata “al-walad” atau “al-aulad” (seperti

yang tercantum dalam QS.al-Balad: 3, QS.at-Taghabun: 15, QS. Al-Anfal: 28 dan

QS at- Taghabun: 14), “al-ibnu” atau “al-banun” (seperti yang tercantum

dalam QS. Luqman: 13, QS. Al- Kahfi: 46, QS. Ali Imron: 14), “al-ghulam”

(seperti yang tercantum dalam QS. Maryam: 7, QS. As- Shaffat: 101). Demikian

pula dalam hadits-hadits Nabi, istilah al-walad, al-aulad, al-maulud, al-ibnu, al-

banin, dan al- ghulam sering digunakan untuk memberikan pengertian anak ini,

disamping kadang-kadang juga menggunakan istilah lain seperti “at-thiflu”.

Dalam sebuah hadits riwayat Bukhari-Muslim, Nabi Saw, bersabda: “Anak-anak

itu bagaikan kupu-kupu surga”. Adanya ayat-ayat Alquran dan al-Hadits yang

berbicara tentang anak seperti di atas, dan sebenarnya masih banyak lagi dalam

ayat atau hadits Nabi yang lain, menunjukkan betapa perhatian Islam terhadap

anak atau dengan perkataan lain, Islam memandang bahwa anak sulung memiliki

kedudukan atau fungsi yang sangat penting, baik untuk orang tuanya sendiri,

masyarakat maupun bangsa secara keseluruhan.

Umumnya orang sudah maklum, bahwa yang dimaksud hak ialah sesuatu

yang mestinya didapatkan atau diperoleh untuk dirinya dari orang lain. Lawan dari

22
kata hak ialah kewajiban, yaitu sesuatu yang harus diberikan atau dilakukan

dirinya untuk keuntungan orang lain. Jadi yang dimaksud hak anak ialah segala

sesuatu, baik itu berupa hal yang konkrit maupun yang abstrak, seperti hak untuk

hidup dan berkembang, hak mendapatkan perlindungan dan penjagaan dari siksa

api neraka, hak untuk mendapatkan nafkah dan kesejahteraan, hak mendapatkan

keadilan dan persamaan derajat9 yang semestinya didapatkan atau diperoleh oleh

anak dari orang tuanya atau walinya. Apa yang menjadi hak anak, berarti menjadi

kewajiban bagi orangtua atau walinya.

2.3. Hak Waris Ismail Menurut Alquran

Sarah, yang walaupun sudah bertahun-tahun bersuamikan Nabi Ibrahim,

ternyata bahwa ia adalah seorang wanita mandul yang tidak dapat diharapkan akan

memberikan keturunan bagi Nabi Ibrahim yang sangat dirindukan dan yang selalu

dalam tiap kesempatan menguraikan kepada istrinya bahwa ingin sekali

memperoleh seorang putera yang akan meneruskan usahanya dan melanjutkan

tugas menyebarkan iman dan tauhid kepada masyarakat yang masih berada dalam

kegelapan. 10

Sarah sebagai wanita yang bijaksana dapat mengerti dan memahami

keinginan suaminya yang memang sudah menjadi ketentuan umum, bahwa tiap

9
Ali Ghufran. Lahirlah dengan Cinta: Fikih Hamil dan Menyusui. (Jakarta: Amzah, 2007),
70.
10
Ibnu Katsir. KISAH PARA NABI: Sejarah Lengkap Kehidupan Para Nabi Sejak Adam
Hingga Isa. (Jakarta: Qisthi Press, 2015), 284-285.

23
suami dan kepala keluarga mendambakan keturunan untuk meneruskan misi Nabi

Adam yang ditentukan Allah SWT tatkala diturunkan ke bumi. Dengan menyadari

hal tersebut dan menyadari bahwa dirinya sendiri tidak dapat memenuhi keinginan

suaminya itu, maka dengan menekan sifat egoisme dan cemburu yang ada dalam

hatinya, bahkan dalam hati tiap wanita, Sarah memberikan ijin kepada Nabi

Ibrahim untuk mendekati Hajar, dayang hadiah yang diperolehnya dari Raja

Mesir. Kemudian hasil pendekatan Nabi Ibrahim dan Hajar, lahirlah Ismail putera

pertamanya. 11

Sesungguhnya Ismail telah di puji Allah SWT sebagai seorang yang

penyantun, sabar, rendah hati, tepat janji dan selalu menjaga shalat. Ismail

memerintahkan keluarganya untuk selalu mengerjakan shalat agar terhindar dari

azab dan senantiasa berdoa kepada Allah SWT.

Allah SWT berfirman:

“maka kami beri ia kabar gembira dengan seorang anak yang sangat sabar. Maka

tatkala anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersama-samanya,

(Ibrahim) berkata: wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku

menyembelihmu maka pikirkanlah apa pendapatmu! Ia (Ismail) menjawab: wahai

ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan (Allah SWT) kepadamu. In Syaa

Allah SWT engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS.

Ash-Shaffat:

102-102)

Allah SWT berfirman:

“Dan ceritakanlah (wahai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang

tersebut)

24
11
Ibid., 284-285.

25
dalam Alquran, sesungguhnya, dia adalah seorang yang benar janjinya dan ia

adalah seorang rasul dan nabi. Dan ia menyuruh ahlinya (keluarganya) untuk

mengerjakan shalat dan menunaikan zakat dan ia adalah seorang yang diridhai di

sisi Tuhannya.” (QS. Maryam: 54-55)

Allah SWT berfirman:

“katakanlah (hai orang-orang Mukmin): ‘kami beriman kepada Allah SWT dana

pa yang diturunkan kepada kami dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail,

Ishaq, Yakub dan anak cucunya’.” (QS. Al-Baqarah: 136)

Allah SWT berfirman:

“Dan ingatlah hamba-hamba kami: Ibrahim, Ishaq, dan Ya’qub yang mempunyai

perbuatan-perbuatan besar dan ilmu-ilmu yang tinggi. Sesungguhnya kami telah

menyucikan mereka (dengan menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang

tinggi, yaitu selalu mengingatkan kepada (manusia) negeri akhirat. Dan

sesungguhnya mereka pada sisi kami benar-benar termasuk pada orang-orang

pilihan yang paling baik. Dan ingatlah tentang Ismail, Ilyasa, Dzulkifli, semuanya

termasuk orang- orang yang baik.” (QS- Shad: 45-48)

Dapat dipastikan bahwa putera pertama Nabi Ibrahim adalah Ismail dan hal

ini tidak diragukan lagi kebenarannya. Dengan demikian, Ismail disebut sebagai

putera Nabi Ibrahim satu-satunya, baik dari sisi wujud keberadaannya atau makna

yang sebenarnya. Adapun dari sisi wujud keberadaannya, dapat diketahui bahwa

Nabi Ibrahim memiliki putera lagi setelah Ismail berusia 13 tahun. Sementara itu

dilihat dari sisi maknanya, dapat diketahui Ismail ikut hijrah bersama ayah dan

ibunya yaitu Nabi Ibrahim dan Hajar. Nabi Ibrahim menempatkan Ismail dan

Hajar di lembah Gunung Faran, yaitu disekitaran Gunung dekat Mekah yang

letaknya sangat strategis.

Ali bin Abi Thalib karya Ali Audah dijelaskan bagaimana kisah di balik

pendirian Ka’bah di masa itu. Kedatangan Nabi Ibrahim ke Makkah usai


26
meninggalkan istrinya, Siti Hajar, bersama Ismail. Kala itu, Nabi Ismail sudah

menikah dengan gadis keluarga Jurhum dan telah memiliki beberapa anak. Dalam

kedatangannya itu, Nabi Ibrahim menyampaikan kepada anaknya tentang perintah

untuk mendirikan Ka’bah dari Allah SWT.

Nabi Ismail pun ikut serta membangun Ka’abah di kawasan tersebut. Mereka

berdua segera bekerja keras membangunnya. Nabi Ismail mengangkut batu dan

Nabi Ibrahim menyusunnya sehingga menjadi sebuah bangunan yang kuat. Bila

bangunan itu sudah setinggi Nabi Ibrahim saat berdiri, Nabi Ismail membawa

sebuah batu besar sebagai tempat untuk menopang ayahnya berdiri. Hingga

kemudian selesailah pekerjaan mereka dan kemudian terciptalah Ka’bah. Alquran

menyebutnya dengan kata al-bait (rumah) atau lebih tepatnya dengan redaksi baiti

(rumahku) sebagaimana yang disebutkan dalam Surah Al-Baqarah ayat 125.

Salah satu bagian Ka’bah terdapat batu hitam bernama hajar aswad.

Sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Katsir bahwa saat pembangunan Ka’bah hampir

selesai, saat itu masih ada ruang kosong untuk menutupi temboknya. Berkatalah

Nabi Ibrahim pada anaknya, Ismail. Meminta ia untuk mencari sebuah batu agar

ruang kosong itu bisa tertutupi. ‘Pergilah engkau mencari sebuah batu yang bagus

untuk aku letakkan di salah satu sudut Ka’bah sebagai penanda bagi manusia.”

Ismail pun menuruti perintah ayahnya dan pergi menuju suau bukit ke bukit

lainnya untuk mencari batu terbaik. Saat dalam pencariannya, Ismail bertemu

dengan malaikat Jibril yang memberinya batu hitam (Hajar Aswad) yang paling

bagus. Dengan gembira, Ismail pun menerimanya dan segera memberikan batu

tersebut pada sang ayah. Nabi Ibrahim pun ikut bergembira dan mencium batu itu

berkali-kali.

Sedangkan dalam buku Ibnu Katsir disebutkan bahwa saat Nabi Ibrahim

meminta Ismail untuk mencari batu tersebut, Ismail merasa Lelah dan ia pun

27
mengeluh pada ayahnya. Hingga akhirnya Ibrahim berakat, “Biar aku saja yang

mencari.” Lalu ia pergi menemui malaikat Jibril yang membawakan batu hitam

dari India yang sebelumnya batu itu berwarna putih bersih seperti permata. nabi

Adam lah yang membawa batu itu ketika ia turun dari surga. batu itu kemudian

berubah warna menjadi hitam karena dosa-dosa manusia.

Nabi Ismail kemudian datang membawa sebuah batu, namun ia telah melihat

batu tersebut di salah satu sisi Ka’bah. Ismail berkata, ''Wahai ayahku, siapakah

yang membawa batu ini.'' Ibrahim menjawab, ''Yang membawa adalah yang lebih

giat darimu.'' Lalu keduanya melanjutkan pembangunan Ka'bah sambil berdoa,

''Ya Tuhan kami, terimalah dari kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah

Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.'' (QS Al-Baqarah 2: 127).

2.4. Hak Waris Ismail dalam Pendapat Ulama

Imam masjid Quba Madinah al-Munawwarah Arab Saudi, sebagaimana

ditulis Said Hijazi dan Abdul Wahab ‘Isiy dalam surat kabar al-Wathan beberapa

waktu lalu. Al-Maghāmisi mengatakan bahwa yang dijadikan qurban itu Ishaq AS

bukan Ismail. Ia merujuk pendapat Qurthubi dan al-Thabari. Al-Qurthubi dalam

Tafsirnya menulis bahwa para ulama berbeda pendapat tentang orang yang

28
dijadikan qurban, kebanyakan mereka berpendapat Ishaq. Orang yang berpendapat seperti

itu al-Abbas bin Abdul Muthalib dan putaranya (Abdullah bin Abbas).12

Al-Qurthubi memperkuat pendapatnya, bahwa sejumlah sahabat berpendapat yang

dijadikan qurban itu Ishaq. Para Tabiin juga berpendapat seperti itu, antara lain Alqamah,

al-Sya’bi, Mujāhid, Sa’id bin Jubair, Ka’ab bin al-Ahbār. Qutadah, Masrūq, Ikrimah, al-

Qāsim bin Barrah, Athõ, Maqātil, Abdurrahman bin Sābith, al- Zuhri, al-Saddi, Abdullah

bin Abi Hudail, dan Mālik bin Anas, semuanya mengatakan bahwa yang dijadikan

qurban itu Ishaq. Orang-orang yang tidak sepaham dengan al-Maghāmisi

menggunakan pendapat ijma ulama, bahwa yang dijadikan qurban itu Ismail. Selaras

dengan fatwa al-Azhar yang disampaikan al- Syaikh ‘Athiyyah Shofar bahwa yang

dijadikan qurban itu Ismail bukan Ishaq AS. Kelompok terakhir ini memperkuat

pendapatnya dengan 10 alasan: 13

1. Tatkala Nabi Ibrahim diselamatkan Allah SWT dari api, lalu ia hijrah dari Iraq

ke Syam, Alquran menarasikannya: “Dan Ibrahim berkata: "Sesungguhnya aku

pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku.”

(QS As-Saffat: 99) Lalu ia memohon kepada Rabnya agar diberi seorang anak:

“Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-

orang yang saleh. Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak

yang amat sabar.” (QS As-saffaat: 100-101) Anak yang disebut dalam ayat itu

adalah anak yang lahir dari ibunda Hajar yaitu Ismail. Kala itu Sarah belum

dikaruniai

12
https://republika.co.id/berita/qdhaiu320/siapa-yang-akan-diqurbankan-ibrahim-ishaq-
atau- ismail-as diakses pada senin 07 September 2020 pukul 12:19 WITA.

29
13
Ibid

30
anak, maka muncullah rasa cemburu. Kemudian Allah SWT SWT

memerintah Ib rahim untuk menjauhkan Hajar dan anaknya (Ismail RA) dari

istri pertamanya.

Lalu mereka ditempatkan di suatu tempat di Makkah. Lantas Allah

SWT SWT menguji Ibrahim agar menyembelih anak semata wayang (Ismail),

dan ujian itu terlaksaana di Makkah. Adapun Ishaq merupakan kabar gembira

setelah Allah SWT memberi kabar gembira dengan kelahiran Ismail.

Sebagaimana yang ditunjukkan ayat-ayat yang menyebutkan mimpi dan awal

qurban, kemudian Allah SWT memberi contoh Ismail sebagai qurban agung.

Setelah itu, muncullah berita gembira tentang kelahiran Ishaq.

2. Kehidupan Nabi Ibrahim dipenuhi rangkaian ujian, kebanyakannya berkaitan

dengan kehidupan Hajar dan anaknya, Ismail. Sewaktu ia letakkan keduanya di

sebuah lembah tanpa ada tanaman, ia menyerahkan urusan keduanya kepada

Allah SWT, sedangkan Ibrahim sendiri tinggal di Syam jauh dari Hajar dan

anaknya. Dalam waktu-waktu tertentu ia menjenguknya. Lalu ujian itu

meningkat dengan mimpi menyembelih buah hatinya yang tak lain adalah

Ismail.

3. Ada perbedaan situasi dan kondisi, ketika Ibrahim mendapat kabar gembira

kelahiran kedua putranya (Ismail dan Ishaq). Kabar gembira kelahiran Ismail

ketika ia hijrah dari Iraq, waktu itu ia memohon kepada Allah SWT agar diberi

anak, sedangkan berita gembira kelahiran Ishaq yaitu ketika kedatangan

Malaikat yang akan menemui kaum Luth, sewaktu itu Ismail beserta ibunya

Hajar jauh dari rumah. Di rumah Ibrahim itu hanya ada Sarah yang terkaget-

kaget akan punya anak, padahal ia tua dan mandul bersama seorang kakek-

kakek yang tua renta, tidak ada permintaan dari keduanya untuk punya anak.
31
Ujian untuk menyembelih anak yang diminta dan yang dikangeninya, yaitu

Ismail merupakan ujian yang sangat berat baagi Nabi Ibrahim.

4. Pengorbanan Ismail diikuti berbagai peristiwa yang menunjukkan bahwa yang

dimaksud untuk dijadikan qurban itu Ismail bukan Ishaq. Yaitu yang

mengatakan bahwa Nabi Ibrahim membawa keluar anaknya dari rumahnya

untuk dijadikan qurban jauh dari ibunya, lalu di perjalanan bertemu dengan

syaithan yang menggodanya agar tidak melaksakan maksudnya, maka di

berbagai tempat Ibrahim melempar syaithan. Peristiwa ini dilanjutkan secara

simbolis dalam melempar Jamrah pada pelaksanaan ibadah haji. Peristiwa itu

terjadi di Makkah bukan di Syam.

5. Tatkala Allah SWT melalui malaikat membawa kabar gembira tentang

kelahirang Ishaq, Allah SWT berfirman: “Maka Kami sampaikan kepadanya

berita gembira tentang (kelahiran) Ishaq dan dari Ishaq (akan lahir putranya)

Ya'qub.” (QS Hud: 71). Maksudnya, bahwa Ishaq akan lahir, akan nikah,

dan akan punya putra bernama Ya’qub. Apakah masuk akal jika setelah

senang atas kehidupan Ishaq, lalu ayahnya menyembelihnya? Jika benar terjadi

bapaknya (Nabi Ibrahim) menjadikannya sebagai qurban, lalu dari mana

munculnya Ya’qub? Alasan ini menunjukkan secara kuat bahwa yang dijadikan

qurban itu Ismail.

6. Berita gembira kelahiran Ismail dinarasikan dengan menggunakan diksi ghulām

halīm (anak sabar), sifat ini sangat cocok bagi orang yang mentaati perintah

Tuhannya, membenarkan mimpi bapaknya, tidak marah dan tidak

membangkang. Tokoh ini tak lain adalah Ismail. Adapun berita gembira

kelahiran Ishaq dinarasian dengan diksu ghulām alīm (anak pintar), sifat ini

sangat cocok dengan keturunan Ishaq, Ya’qub, dan Bani Israil.

32
BAB III

PEMAHAMAN UMUM UMAT ISLAM TERHADAP HAK WARIS

Agama Islam digunakan sebagai instrument untuk memahami dunia atau

ajarannya sendiri. Dalam konteks ini agama tetap memainkan perannya di tengah

proses globalisasi. Agama Islam tidak akan berada di pinggiran dalam proses

tersebut. Baik secara teologis maupun sosiologis, agama Islam di pandang sebagai

instrument untuk memahami dunia.1 Meskipun demikian, penting untuk diketahui

bahwa kehadiran agama Islam selalu disertai dengan “Dua Muka (Janus Face)”.

Pada satu sisi, secara yang melekat pada agama Islam memiliki identitas yang

bersifat khusus, kepentingan individu dan menjunjung tinggi ikatan social yang

berupa ajaran-ajaran. Akan tetapi pada waktu yang sama agama Islam juga kaya

akan identitas yang bersifat menempatkan diri ke cara pendang orang lain,

memiliki dalil yang umum, dan kesadaran akan ke-Tuhanan serta kesadaran

manusia akan ajaran-ajaranya. 2

Jadi ada dua hal yang harus dilihat dari gambaran penjelasan itu. Yaitu

memahami posisi agama Islam dan meletakannya dalam situasi yang lebih nyata.

Agama Islam secara empirik dihubungkan dengan berbagai persoalan masyarakat

dan dalam konteks yang terakhir ini sering ditemukan ketegangan-ketegangan

anatara umat maupun agama lain.

1
Robert, N. Bellah. Islamic Tradition and the Problems of Modernization (Los Angeles:
University of California Press, 1991), 146.
2
Jose Casanova. Public Religions in the Modern Word, 4.

31
Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis

Pemahaman latar historis sebagai pembentukan jati diri agama Islam

sangat penting, agar nilai-nilai terbaik yang pernah dimiliki suatu bangsa

khususnya bagi masyarakat Banjarmasin terus menerus dilestarikan dan

diwariskan secara alami kepada penerusnya. Pewarisan nilai-nilai ajaran Islam

yang terkadung dalam kisah sejarah Nabi Ismail memberi makna terdalam bagi

generasi muda sekaligus memberi rasa bangga dan pesan moral akan identitas

agama Islam.

3.1. Pro dan Kontra pada Hak Waris Nabi Ismail dalam Islam

Jenis dan wujud pesan moral yang terdapat dalam kisah Nabi Ismail akan

tergantung pada keyakinan, keinginan dan pemahaman umat yang bersangkutan.

Terlebih dalam pro dan kontra yang terjadi, hal ini di lihat dari pemahaman umat.

Jenis dan wujud pesan moral mencakup seluruh persoalan kehidupan, serta

menyangkut harkat dan martabat Nabi Ismail. Persoalan kehidupan manusia

tersebut dapat dibedakan ke dalam persoalan hubungan manusia dengan diri

sendiri, hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkup sosial termasuk

hubungannya dengan lingkungan alam, dan hubungan manusia dengan Tuhannya.4

3.1.1. Pro pada Hak Waris Nabi Ismail dalam Islam

Hak Waris Ismail banyak menuai kesalahpahaman dalam kalangan umat

Islam sendiri, yang berpendapat bahwa yang disembelih ialah Ismail antara lain

Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar, Ali bin Abi Thalib, Abu Hurairah, dan

Abu at-Thufail ‘Amir bin Watsilah. Dari kalangan tabiin antara lain Sa’id bin al-

Musayyib, Sa’id bin Jubair, Al-Hasan al-Bashri. Kalangan mufasir yang

4
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi. (Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, 1995
324.

32
mendukung pendapat ini ialah Wahbah az-Zuhaili, Ar-Razi, At-Thabrisi,

Thabathabai, Al-Qurthubi, Ibnu Katsir, Thabathabai, An-Nasafi, Sa’id Hawa’,

Thahir ibnu ‘Asyur. Argumentasi pertama, anak yang menggembirakan Ibrahim

untuk pertama kali atas kelahirannya adalah Ismail. Adapun Ishaq lahir setelah

Ismail. Dengan demikian, Ismail adalah anak tertua dan yang disembelih. Dalam

sebuah riwayat disebutkan bahwa ketika Ismail dilahirkan, Ibrahim berumur 86

tahun, sedangkan sewaktu Ishaq lahir, Ibrahim berumur 99 tahun. Kedua, riwayat

dari al-Hakim dalam al-Manaqib yang menyebutkan bahwa Nabi SAW bersabda:

Saya adalah keturunan orang yang disembelih yaitu Ismail yang kemudian lahir

Nabi Muhammad melalui jalur Abdullah. Ketiga, riwayat dari al-Ashma’i bahwa

Ismail yang berada di Makkah dan Ishaq tidak pernah di sana. Ismail membangun

Ka’bah bersama ayahnya, Ibrahim. Keempat, Allah menyifati Ismail dengan as-

shabr (sabar), sedangkan Ishaq tidak demikian, sebagaimana tertera dalam QS Al-

Anbiya’ 21:85, ”Dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris, dan Zulkifli, semua mereka

termasuk orang-orang sabar.”

Para ahli tafsir (mufassir) modern memang berasumsi bahwa Ismail adalah

anak yang dimaksud, kendati sumber-sumber tafsir awal mengindikasikan adanya

perbedaan pendapat dalam soal tersebut. Baru pada masa Ibnu Taimiyah dan

dikukuhkan oleh muridnya, Ibnu Katsir, identifikasi Ismail mendapat pengakuan

luas dan diikuti kaum Muslim hingga sekarang. Untuk mendukung pandangannya,

Ibnu Taimiyah bukan hanya mengaitkan berbagai kisah Ibrahim dalam Alquran

tapi juga merujuk pada Alkitab. Misalnya, ia berargumen bahwa Ibrahim

diperintahkan untuk mengorbankan anak satu-satunya (Kitab Kejadian 22:2), tapi

orang-orang Yahudi dan Kristen menambahkan nama Ishaq. Tidak dijelaskan dari

mana penambahan nama Ishaq itu diperoleh. Di tangan Ibnu Katsir, pandangan

pro-Ismail
dipromosikan sebagai paham ortodoksi. Pendapat yang berbeda dituduh “kidzb wa

buhtan” (bohong dan dusta), yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam dan

diambil dari cerita-cerita ahli kitab (isra’iliyat).5

Bagi umat Islam secara umum, Ismail memainkan peran lebih menonjol dan
penting dari figur Ishaq. Menurut kesepakatan kaum muslim dan kaum Ahli Kitab,

bahkan di dalam nas kitab-kitab disebutkan bahwa ketika Ibrahim mempunyai

anak

Ismail, ia berusia delapan puluh enam tahun. Dan ketika beliau mempunyai anak

Ishaq, usia beliau sembilan puluh sembilan tahun. Sebenarnya keberadaan Ismail

dalam Alquran tidak terlalu signifikan, terkecuali bahwa ia digambarkan sebagai

anak yang membantu Ibrahim membangun fondasi Ka’bah (Q. 2:127). Keduanya

mengajarkan ritual haji yang kelak menjadi bagian dari rukun Islam. Walaupun

peran Ismail masih berada di bawah Ibrahim, sumber-sumber Muslim di luar

Alquran menekankan keutamaan garis genealogi Ismail sehingga Nabi

Muhammad pun diyakini sebagai keturunannya.

Salah satu aspek cukup menonjol dalam perkembangan identitas hak Waris

Ismail dalam sumber-sumber Islam ialah posisinya sebagai bapak orang-orang

Arab. Menurut ahli nasab, seluruh kaum Arab berasal dari keturunan satu di antara

dua pendahulu mereka: Qathan dan Adnan. Yang pertama dianggap sebagai Arab

asli, sebuah sebutan yang meliputi suku Jurhum. Dalam sistem nasab yang disusun

oleh Ibnu al-Kalbi pada abad kesembilan dan kemudian diterima luas, Ismail

disebut sebagai kakek-moyang suku-suku Arab utara yang dikenal dengan Adnan.

Ismail kawin dengan wanita dari suku Jurhum, yang berafiliasi dengan kota

Mekkah. Perkawinannya dengan wanita Jurhum telah menjadikan Ismail sebagai

seorang Arab karena Jurhum termasuk dari Qathan, Arab asli dari selatan.6
5
Mun’im Sirry. Scriptural Polemics: The Qur’an and Other Religions (Oxford: Oxford
University Press, 2014). 224.
Rentetan genealogi di atas hendak memperlihatkan bahwa dalam figur Ismail

bersatu suku-suku Arab kutub utara dan selatan, yang menjadi asal-muasal

Quraisy- suku Arab yang melahirkan Nabi Muhammad. Walaupun Ismail berasal

dari suku Adnan, proses Arabisasi Ismail menjadi sempurna melalui

perkawinannya dengan wanita suku Jurhum. Sistem nasab tersebut juga

menggambarkan skema Arabisasi figur Bible Ismail yang tak lain adalah putra

patriakh Ibrahim yang berasal dari kota Ur di lembah Babilonia. Para ahli nasab

Muslim Arab telah menggabung- gabungkan sistem genealogi Arab pra-Islam dan

narasi Alkitab untuk meng-Arab- kan Ismail dan menjadikannya kakek-moyang

Nabi Muhammad. 7

3.1.2. Kontra pada Hak Waris Nabi Ismail dalam Islam

Umat yang berpendapat yang disembelih ialah Ishaq antara lain ‘Umar bin

Khatthab, Jabir, Al-’Abbas, dan Ka’ab al-Akhbar. Dari kalangan tabiin ialah

Qatadah, Masruq, ‘Ikrimah, ‘Atha’, Muqatil, Az-Zuhri, As-Saddi, dan Malik bin

Anas.8 Argumen yang menyebut Ishaq yang disembelih Pertama, pada ayat QS

As-Shaffat 37:99 disebutkan, ”Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada

Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” Maksudnya ialah Ibrahim

berhijrah dari negeri kaum yang telah menyakitinya lantaran fanatik terhadap

sesembahan-sesembahan yang berupa patung, dan atas kekufuran kepada Allah

dan kedustaan pada rasul-rasul-Nya. Ibrahim hijrah ke Syam. Di sana ia berdoa

agar dianugerahi seorang anak saleh yang dapat memotivasinya untuk senantiasa

taat kepada Allah. Untuk itu, Allah menggembirakannya dengan seorang anak

yang sangat sabar. Anak tersebut, menurut mereka, adalah Ishaq.

6
Mun’im Sirry. Polemik Kitab Suci: Tafsir Reformis atas Kritik Al-Quran terhadap Agama
Lain (Jakarta: Gramedia, 2013), 82-83.
Kedua, tulisan Ya’qub kepada Yusuf, ”Dari Ya’qub Israil Nabi Allah putra

Ishaq yang disembelih Allah putra Ibrahim Khalilullah.” Ketiga, sebuah riwayat

yang bersumber dari Abdullah bin Mas’ud bahwa seseorang berkata kepadanya:

”Wahai anak orang tua yang mulia.” Abdullah bin Mas’ud berkata: “Orang itu

adalah Yusuf bin Ya’qub bin Ishaq sembelihan Allah bin Ibrahim Khalilullah

‘alaihis salam.” (Wahbah az-Zuhaili, at-Tafsir al-Munir, Juz XXIII, h. 126).

Para mufassir awal cenderung menyebut Ishaq sebagai anak yang

dikorbankan, bukan Ismail. Muqatil B. Sulaiman, ahli tafsir paling awal yang

karya utuh tafsirnya sampai kepada kita sekarang, secara tegas menyebut Ishaq

sebagai dzabih (anak yang disembelih). Bahkan, hingga abad kesepuluh (atau

keempat Hijriah) jumlah riwayat yang pro-Ishaq dan pro-Ismail masih berimbang.

Hal itu dapat dilihat dalam tafsir al-Tabari (w.310/923), yang merekam beragam

pendapat para ulama terdahulu. Dalam magnum opus-nya, Jami’ al-Bayan fi

Ta’wil Ay al- Qur’an, Tabari mencatat 17 riwayat yang mengidentifikasi Ishaq

sebagai korban. Dari sekian riwayat tersebut, misalnya, terdapat pernyataan para

sahabat dan tabi’in

yang menyebut “al-dzabih huwa Ishaq” (yang disembelih ialah Ishaq).9

Pada sisi lain, Tabari menyebut 24 riwayat pro-Ismail, termasuk pernyataan

yang dinisbatkan pada Nabi Muhammad. Yang menarik ialah Tabari sendiri

memilih pendapat yang mengakui Ishaq sebagai korban. Ia memulai pendapatnya

dengan kalimat “awla al-qaulain bi al-shawab” (pendapat yang paling mendekati

kebenaran di antara keduanya). Pertimbangan Tabari semata didasarkan pada

makna tekstual dari Alquran (‘ala dhahir al-tanzil).

7
Mun’im Sirry. Polemik Kitab Suci: Tafsir Reformis atas Kritik Al-Quran terhadap Agama
Lain (Jakarta: Gramedia, 2013), 84.
8
Wahbah az-Zuhaili. At-Tafsir al-Munir. (Juz XXIII), 126.
https://mediaindonesia.com/read/detail/120276-kurban-ismail-atau-ishaq diakses 19 Oktober 2020
pukul 14:40 WITA.
9
Mun’im Sirry. Islam Revisionis: Kontestasi Agama Zaman Radikal (Yogyakarta: Suka Press,
2018), 102.
Selain itu hak Waris Nabi Ismail tidak lepas dari kontra bagi umat

Islam, dikarena lahir dari istri kedua Nabi Ibrahim yang merupakan seorang

budak. Hal ini ada karena adanya poligami yang terjadi. Poligami termasuk

masalah serius atau kontra yang selalu ditatap tajam oleh kaum hawa. Menurut

Soemiyati; poligami adalah perkawinan antara seseorang laki-laki dengan lebih

seorang perempuan dalam waktu yang sama.10 Sedangkan Bibit Suprapto,

mengatakan bahwa poligami adalah perkawinan antara seorang laki-laki dengan

banyak perempuan.11 Murthada Muthahari menyebutnya sebagai kondisi

pemilikan bersama atas istri atau suami .12

Menurut mereka legalitas poligami dalam agama Islam hanya akan

mendorong martabat kaum hawa semakin terperosok kebelakang. Bahkan,

menurut mereka merebaknya poligami semakin menguatkan asumsi publik bahwa

wanita hanya selalu dijadikan alat pelampiasan nafsu belakang oleh kaum adam.

Sementara di sisi yang lain, sejumlah aktifis dakwah berkata lain mengenai

legalitas poligami ini. Mereka justru berusaha untuk mensosialisasikan ke

khalayak umum

bahwa praktek poligami sudah mendapat stempel halal dari syariat.

Alasan yang berikan oleh penentang poligami adalah pertama, dari segi

ushul-fiqh juga, bahwa perintah menikah yang diambil dari dalil tersebut (QS. an-

Nisaa: 3), jenis hukumnya masih belum dapat dipastikan, apakah menikah itu

sunnah, wajib, halal, haram, atau makruh. Yang menjadi kesepakatan bersama

para ahli ushul-fiqh dan fukaha, bahwa hukum asal menikah adalahmubah, bukan

wajib, begitu juga dengan hukum asal poligami, mubah, bukan sunnah apalagi

wajib.

10
Soemiyari. Hukum-Hukum Perkawinan Islam dan UU Perkawinan (Yogyakarta: Liberty,
1997), 74.
11
Bibit Suprapto. Liku-Liku Poligami (Yogyakarta: Al-Kautsar, 1990), 71.
12
Murthada Muthahari. Wanita dan Hak-Haknya Dalam Islam (Bandung: Pustaka, 1985), 270.
Dalam hal ini, berarti hukum berpoligami dari sudut pandang ushul-fiqh,

mulanya bersifat nihil, tidak ada ikatan, tidak ada aturan, yang dalam bahasa

fikihnya disebut dengan “ibahah” (mubah) atau bebas.

Sedangkan kemaslahatan bagi kaum perempuan yang selalu saja diangkat

oleh mereka yang menghalalkan poligami, lebih tertuju pada penilaian subjektif

yang menyebutkan bahwa jumlah perempuan lebih banyak dari laki-laki. Mereka

mengkhawatirkan banyak perempuan yang tidak memperoleh suami jika poligami

dilarang atau diharamkan, yang akibatnya akan mengganggu etika sosial.

Dikatakannya, banyak perempuan yang tidak bersuami kemudian menjual diri,

mencari kesenangan dengan menggoda para lelaki dan bahkan para suami, yang

bisa jadi akan membuat rumah tangga orang menjadi berantakan. Menurut mereka,

poligami akan mengurangi problema sosial yang demikian dan poligami akan

mengurangi bahkan akan meniadakan perempuan yang merasa tidak kebagian

suami. Padahal, penggambaran kasus sosial seperti ini, jelas sekali sangat

merendahkan kaum perempuan.

Pada zaman primitive atau zaman jahiliyah, mungkin bisa diterima karena

para perempuan kala itu masih terbelakang, masih seperti budak zaman Jahiliyah,

dan masih memunyai ketergantungan hidup pada lelaki yang menyintainya atau

kepada suaminya, tetapi untuk zaman sekarang dan nanti, di mana kaum

perempuan secara umum sudah mulai berpendidikan, bahkan sudah banyak yang

mengalahkan kaum lelaki dalam berkarir, maka secara otomatis kemaslahan bagi

kaum perempuan tidak lagi berkisar pada penampungan seks laki-laki dan dalam

konteks seksualitas akan lebih memilih suami yang belum mempunyai istri.

Solidaritas kaum perempuan sudah mulai tumbuh, ditandai dengan kian

banyaknya kaum istri yang memilih lebih baik hidup sendiri daripada harus

membagi suami (dipoligami). Dalam konteks ini, keihlasan seorang istri bukan
terletak pada ketaatan terhadap kemauan suami yang ingin menikah lagi

(poligami), melainkan terletak pada keteguhan sang istri untuk terus berusaha agar

sang suami tetap menyayangi dirinya tanpa orang ketiga (selingkuhan/istri selain

dirinya). Inilah yang menjadi kenyataan di dalam umat Islam umunya terutama

kaum hawa. 13

3.2. Pesan Religius dan Keagamaan

Bagi umat Islam kehadiran unsur religius dan keagamaan dalam kisah Nabi

Ismail adalah suatu keberadaan kisah itu sendiri. Bahkan, kisah tumbuh dari

sesuatu

yang bersifat religius. Istilah “religius” membawa konotasi pada makna agama.

Religius dan agama memang erat berkaitan, berdampingan bahkan dapat melebur

dalam satu kesatuan, namun sebenarnya keduanya menyarankan pada makna yang

berbeda. Religius bersifat mengatasi lebih dalam, dan lebih luas dari agama yang

tampak, formal, dan resmi. Sedangkan keagaman lebih menunjukkan pada

kelembagaan kebaktian kepada Tuhan dengan hukum-hukum yang resmi. 14

Pesan Religius yang terdapat pada kisah Ismail adalah Allah SWT maha

pengasih dan penyayang agar bagi umat Islam untuk segera menunaikan ibadah

haji dan selalu berbuat amal saleh di jalan Allah SWT terlebih dalam memahami

pengambilan anak pertama di dalam keluarga.

Bagi umat Islam Ismail adalah karunia luar biasa bagi Nabi Ibrahim. Tapi

Allah SWT memintanya untuk disembelih. Sangat berat, tapi harus dilaksanakan.

Nabi Ibrahim menyampaikan perintah Allah SWT itu kepada Ismail. Di luar

dugaan, Ismail justru mempersilakan orang tuanya menyembelih dirinya.

Dua pembelajaran muncul pada sepenggal cerita itu. Kesabaran dan

ketaqwaan. Bersabar dalam mengharapkan ridho Allah SWT. Yakni ridho untuk

13
file:///C:/Users/ACER/AppData/Local/Temp/9-Article Text-27-1-10-20180203.pdf diakses
26 September 2020 Pukul 21:56 WITA
14
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi. (Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, 1995),
327.
memiliki momongan. Lalu bersabar dalam menerima ujian Allah SWT untuk

menyembelih anak kesayangannya itu. Pembelajaran berikutnya adalah

ketaqwaan. Wujudnya, sikap Nabi Ibrahimdan kesediaan Nabi Ismail untuk

menjalankan perintah Allah SWT. Teladan yang luar biasa. Keduanya ihlas

merelakan apa yang dimiliki untuk menjalankan perintah Allah SWT. Ketaqwaan

untuk mendapat ridho dari Allah SWT.

Agama Islam, merupakan salah satu agama terbesar yang dianut oleh umat

Islam di dunia, salah satu ajarannya ialah untukmenjamin kebahagiaan hidup

pemeluknya di dunia dan di akhirat yang termaktubdalam Alquran dan Hadist.

Agama Islam adalah agama universal yang mengajarkan kepada umat manusia

mengenai hidup dalam kerukunan yang mengingatkan manusia bahwa jalan

menuju kebahagiaan membutuhkan pengorbanan dalam sebuah keluarga atau

lingkungan sekitarnya. Dalam hal ini di lihat bagaimana pengorbanan Sarah

sebagai istri Nabi Ibrahim berkorban adanya kebahagiaan dalam diri Nabi Ibrahim

untuk mendapatkan keturunan.

Perintah Allah SWT kepada Nabi Ibrahim untuk menyembelih Ismail,

kemudian dibatalkan dan Allah SWT menebusnya dengan domba dapat dimaknai

bahwa tiada sesuatu yang mahal untuk dikurbankan kalau panggilan Ilahi telah

datang. Ini memunjukan bahwa apa yang harus di kurbankan dalam diri manusia

adalah adalah sifat-sifat kebinatangan dalam diri manusia itu sendiri, yakni rakus,

ingin menang sendiri, mengabaikan norma dan nilai. Dr. H. Muh. Guntur Alting,

M.Pd, M.Si dalam ceramahnya menjelaskan cara memahami Waris seperti itu

bukan hanya ujian untuk keduanya, Nabi Ibrahim dan Ismail, tetapi juga untuk

menjelaskan kepada siapa saja.

Bagi umat Islam hak Waris Nabi Ismail menjadi contoh dalam membangun

generasi yang berkarakter. Setidaknya terdapat tiga pola Nabi Ismail yang penting

diteladani umat Islam untuk mencetak generasi penerus. Pertama, konsistensi pada

kesalehan. Nabi Ismail selalu bertanya, “apa yang kau sembah sepeninggalku”
Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis

dan tidak bertanya “apa yang akan dimakan oleh anaknya”. Artinya, Nabi Ismail

lebih memprioritaskan pembangunan mental dan karakter sebagai bekal dan

benteng utama menuju kehidupan yang lebih baik. Teladan kedua, Nabi Ismail

sangat selektif memilih lingkungan pendidikan yang tepat baginya Nabi

Ibrahim senantiasa memproteksi Nabi Ismail agar tidak terkontaminasi ajaran

berhala yang kala itu cukup kuat. Ketiga, dalam menerapkan pendidikan, Nabi

Ismail bukan hanya memacu kecerdasan intelektual, tetapi juga penguatan

spritualnya.

Dapat di lihat dari penjelasan di atas bahwa setidaknya terdapat empat

dimensi nilai ibadah Nabi Ismail yang patut dijadikan pelajaran yaitu tauhid,

spiritual, moral, dan social. Dimensi tauhid seperti dicontohkan Ibrahim yang

mengorbankan Ismail semata-mata karena perintah Allah SWT. Nabi Ibrahim

mampu mengusir kepentingan pribadinya, dan mengedepankan cintanya kepada

Allah SWT dari yang lain. Dimensi kedua adalah spiritual yakni Sarana

pembuktian, keimanan, dan ketaatan Nabi Ismail kepada Allah SWT yang dengan

ikhlas seperti perintah Allah SWT dalam Alquran. Dimensi moral adalah

pengorbanan dapat menjadi solusi permasalahan umat. Dimensi terakhir adalah

sosial yakni ibadah Nabi Ismail bukan hanya mencapai kebahagiaan di akhirat,

tapi juga kemaslahatan dunia.

Sementara itu, dosen Universitas Utara Malaysia, Prof Dr Syafi’i Anwar

dalam khotbah Idul Adha 1435 Hijriah dihadapan seribu lebih warga negara

Indonesia di Malaysia mengingatkan tentang peristiwa pengorbanan Nabi Ibrahim

dan Nabi Ismail yang menghubungkannya dengan konteks saat ini baik di

Indonesia maupun di Malaysia. Menurut Syafi’i, sudah sepatutnya dalam

bermasyarakat dan bernegara lebih mengedepankan musyawarah terutama saat

44
Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis

mengambil keputusan yang berkaitan dengan kepentingan orang banyak. Oleh

karena itu, baik Indonesia dan Malaysia apabila menghadapi permasalahan sudah

selayaknya mengedepankan musyawarah. Dari hal ini di perlihatkan bahwa umat

Islam di Indonesia belajar untuk menghadapi permasalahan dengan melakukan

musyawarah bersama.

Dari segi formulasi, pola hubungan antara agama Islam dan Negara

Indonesia bersifat unik. Yaitu bahwa Indonesia bukanlah negara sekular atau

negara agama. Dengan itu yang hendak dikatakan bahwa Indonesia, meskipun

mayoritas penduduknya beragama Islam, bukanlah komunitas sosial-politik yang

secara teokratis Islam. Tetapi Indonesia juga bukan komunitas yang ditata secara

sekular yang tak memperhatikan kepentingan keagamaan warganya. Sebagai

negara yang sekular, Indonesia memberi kesempatan dan bahkan membantu

warganya dalam menjalankan ajaran agama.15

Dalam kerangka seperti itu, sebenarnya konsep hubungan antara agama

Islam dan masalah-masalah kemasyarakatan di Indonesia sejalan dengan teori-

teori yang tidak meletakan hubungan antara kedua wilayah itu dalam mekanistik

atau formalistik. Tetapi lebih distrukturkan dalam dimensi-dimensi etika dan

moral: subtansi.

15
Djohan Effendi. Agama dan Pembangunan Nasional: Himpunan Sambutan Presiden
Soeharto (Jakarta: Pustaka Biru,1981), 68.
45
BAB IV
ISMAIL SEBAGAI ANAK SULUNG IBRAHIM DAN PERBEDAAN

PEMAHAMAN MAKNA HAK WARIS DALAM ISLAM

Pada bab IV ini penulis akan memaparkan mengenai hasil analisis mengenai

masalah yang terjadi di ruang lingkup umat Islam dalam pengakuan umat terhadap

Nabi Ismail sebagai anak sulung Nabi Ibrahim dan pergeseran makna hak Waris

dalam Islam. Analisi dalam bab IV ini membahas mengenai pengakuan umat

terhadap sahnya Nabi Ismail sebagai anak sulung Nabi Ibrahim yang di lengkapi

oleh pengertian hak Waris dalam Alquran dan pendapat para ulama. Penulis juga

akan menganalisi mengapa terjadinya pergeseran makna hak Waris di dalam

Islam.

4.1. Analisis Mengenai Ismail sebagai Anak Sulung Ibrahim

Berdasarkan data informasi yang di dapatkan melalui buku dan internet,

penulis akan menganalisis kasus yang terjadi terhadap umat Islam yang

menjadikan Nabi Ismail sebagai Nabi terdahulu umat Islam. Penulis akan

memaparkan hak waris Nabi Ismail dalam Islam dan menurut para Ulama,

kemudian menganalisi pemahaman umat Islam terhadap hak Waris itu sendiri.

4.1.1. Hak Waris Ismail dalam Alquran dan Para Ulama

Menurut Omar Hashem yang mengatakan dalam bukunya Muhammad Sang

Nabi menuliskan bahwa Ismail adalah tokoh dalam Alquran, Alkitab, dan Tanakh.

Dalam Islam, dia dipandang sebagai nabi. Ismail juga dikaitkan dengan Makkah

dan pembangunan Ka'bah. Ismail merupakan anak pertama Ibrahim dan moyang

Muhammad. Keturunannya disebut `Arab al-Musta`ribah ("Arab yang di-Arab-

46
Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis

kan"), karena mereka bukan asli Arab dan mempelajari bahasa Arab dari

penduduk asli setempat.1 Mengapa ada bagian dari kisah Ismail yang dikatakan

Arab yang di Arabkan? Menurut penulis ini adalah politik, karena mulanya

kebanyakan bangsa- bangsa ini bukanlah bangsa Arab yang asli, melainkan

menjadi bangsa Arab karena diarabkan atau terarabkan. Meski menjadi bangsa

Arab karena diarabkan (Arabisasi) bukan berarti kearaban diri Ismail tidak kuat:

orang yang seperti ini semuanya mengidentifikasikan dirinya sebagai bangsa Arab

oleh karena berbahasa Arab dan kearaban ('Urubah) bangsa-bangsa itu tetap

bertahan hingga kini.

Menurut Omar Hashem Ismail berasal dari dua kata "dengarkan" (isma) dan

"Tuhan" (al/il), yang artinya "Dengarkan (doa kami wahai) Tuhan. Dilihat dari arti

nama Ismail pun memperlihatkan bahwa nama Ismail jawaban doa Ibrahim. Hal

ini juga memperlihatkan memang benar hak waris diberikan kepada Ismail.

Mengapa demikian? Karena jawaban doa Ibrahim ada di Siti Hajar yang

memberikan Ibrahim keturunan kemudian lahirlah Ismail yang merupakan

jawaban doa Ibrahim.

Alquran menyebutkan bahwa Ibrahim dan kafilah pengikutnya hijrah dari

Iraq ke Syam. Namun Syam mengalami paceklik hebat sehingga mereka pergi ke

Mesir2. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa raja memerintahkan untuk

membawa Sarah, istri Ibrahim, ke istananya saat mendengar laporan dari para

punggawanya mengenai kecantikan Sarah. Saat utusan raja tiba dan menanyai

mengenai Sarah, Ibrahim menjawab bahwa dia adalah saudarinya. Ibrahim juga

berpesan kepada Sarah agar mengaku sebagai saudarinya, agar raja tersebut tidak

membunuh Ibrahim. (HR. Bukhari 2217) Mengapa hal ini terjadi? Di satu sisi

Ibrahim seperti ingin memperlihatkan bahwa dia ingin melindungi Sarah dari raja
47
Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis

1
Lihat Bab II, halaman 18.
2
Ibid.

48
yang menginginkan Sarah. Disisi lain Ibrahim egois karena ingin melindungi

dirinya sendiri dari para utusan raja yang ingin membawa Sarah. Sehingga

Ibrahim berpesan untuk Sarah menganggap dirinya adalah saudarinya. Dua sisi ini

menunjukan bahwa Ibrahim sangat mencintai Sarah, tetapi juga sangat egois

dalam dirinya karena hanya ingin melindungi dirinya sendiri.

Penulis menganalisis bahwa kisah Ismail yang terdapat dalam Alquran

sendiri adalah sepintas tentang haji dan pembangunan Ka'bah (Al-Baqarah 02:

125-127).3 Bagian kisah Ismail yang lain diambil dari sumber non-Quran, seperti

riwayat hadits, tafsiran ulama, dan sumber-sumber Yahudi dan Kristen. Dalam

Alquran, nama Ismail hampir selalu dirangkaikan dengan para nabi yang lain.

Disebutkan bahwa Ismail (dan beberapa nabi yang lain) dilebihkan derajatnya di

atas umat yang lain, sosok pilihan Allah SWT, dan dianugerahi petunjuk ke jalan

yang lurus (Al-An'am 06: 86-87). Ismail juga mengajarkan syariat haji dan rukun

Islam kelima ini menjadi ibadah yang Saraht kenangan dan keteladanan akan

sosok Ibrahim, begitu juga dalam hari raya Idul Adha.4 Hal ini memperlihatkan

bahwa sosok Ismail merupakan anak yang di ridhai Allah SWT. Penulis melihat

banyak hal dari sisi Ismail yang membuat Ismail menjadi anak sulung Ibrahim,

terlebih dari dari kisah-kisah yang terpapar kemudian dari para ulama dan

sumber-sumber non-Quran. Penulis juga melihat bahwa derajat Ismail lebih

ditinggikan dan dia sosok pilihan Allah SWT. Hal ini dikarenakan keikhlasan

Ismail, ikhlas memang tidak semudah seperti apa yang diucapkan. Butuh

pengorbanan, bahkan butuh proses dan penempaan diri. Keikhlasan juga menjadi

kadar keimanan seseorang. Makin tinggi derajat keikhlasan manusia, makin ia

3
Ibid., 20.

49
ikhlas terhadap apa yang telah digariskan Allah SWT. Ini juga memperlihatkan

bahwa Ismail lah anak sulung Ibrahim. Ismail dikenal sebagai anak yang taat

kepada Allah SWT dan berbakti kepada orangtua. Ketika Nabi Ibrahim menerima

perintah untuk menyembelih anaknya Ismail, beliau sama sekali tidak

menentangnya. Justru Ismail menunjukkan sifat mulia, ridha terhadap kehendak

Allah SWT.

Mengapa Ismail menjadi pemilik hak waris dari nabi Ibrahim? Menurut

penulis perjanjian ini dibuat sebelum Ishaq dilahirkan. Apabila Ishaq disapih (kira-

kira) umur 2-5 tahun maka umur Ismail saat itu sekitar 16-21 tahun dan Ibrahim

berumur 102-105 tahun. Mana yang lebih mungkin untuk menjadi anak sulung?

Hak anak sulung atau hak anak pertama untuk mewarisi kepemimpinan keluarga,

membawa hak-hak kepemilikan tertentu dan biasanya untuk gelar-gelar tertentu

seperti kependetaan tinggi atau kerajaan. Sejak Ismail kecil hingga dewasa telah

memperlihatkan jiwa yang taat kepada Allah SWT dan jiwa yang mampu

memimpin bangsa. Kelahiran anak pertama sangat diharapkan oleh Ibrahim, ini

tercermin pada doa permohonannya anak itu dinamakan Ismail. Menceritakan janji

Allah SWT pada Ibrahim tentang keturunannya dan tidak disebutkan keturunan

anak yang mana (saat itu Ibrahim beranak tunggal dan Ismail dinyatakan sebagai

keturunannya). Ketika Nabi Ibrahim bermimpi menyembelih putranya Ismail

dan ini terjadi di kehidupan nyatanya. Nilai dari hal ini adalah Sabar, seorang ayah

yang hatinya mulia di perintahkan Allah SWT untuk menyembelih putranya

sendiri, ini lah salah satu syarat bahwasanya Ismail ditukar Allah SWT cepat-cepat

dengan seekor anak domba jantan. Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail mendirikan

Ka’bah. Apa nilai dari pembangunan Ka’abah ini? Nilai dari hal ini adalah Taat

kepada Allah SWT, ini merupakan tempat sujud atau rumah Allah SWT yang

sampai sekarang umat Islam bisa menikmatinya. Hal inilah yang menunjukan

50
Ismail menjadi anak sulung Ibrahim dan tidak dapat di pungkiri bahwa banyak

tulisan baik internet maupun buku menunjukan kebenaran itu.

4.1.1.1. Hak Waris Menurut Alquran

Dalam jurnal Reuven yang berjudul Journey in Holy Lands ada beberapa

istilah yang sering digunakan Alquran untuk menunjuk kepada pengertian “anak”,

antara lain kata “al-walad” atau “al-aulad” (seperti yang tercantum dalam QS.al-

Balad: 3, QS.at-Taghabun: 15, QS. Al-Anfal: 28 dan QS at-Taghabun: 14), “al-

ibnu” atau “al-banun” (seperti yang tercantum dalam QS. Luqman: 13, QS. Al-

Kahfi: 46, QS. Ali Imron: 14), “al-ghulam” (seperti yang tercantum dalam QS.

Maryam: 7, QS. As- Shaffat: 101).5

Mengapa tidak begitu banyak ayat untuk mendefiniskan Ismai di dalam

Alquran atau sejenisnya? Penulis melihat banyak kisah Ismail digabungkan

dengan kisah-kisah nabi sepertinya. Di dalam kitab-kitab pun tidak banyak

dijelaskan secara spesifik bahwa Ismail sebagai anak sulung Ibrahim melalui

pengorbanan sembelihan, hanya saja umat Islam secara umum dan poltik arab

membuat Ismail menjadi anak sulung dan ini sudah menajdi turun temurun.

Sehingga banyak tulisan yang memperlihatkan bahwa Ismail benarlah anak sulung

yang sah Ibrahim. Penulis menganalisis hal ini yaitu perintah Allah SWT kepada

Ibrahim untuk menyembelih anaknya dilihat sebagai ujian ketaatan. Sekilas, tidak

ada yang salah dengan anggapan ini, meski sebenarnya kurang tepat.

Dikisahkan bahwa perintah melalui mimpi agar Ibrahim menyembelih

putranya justru semata-mata pengingat terhadap apa yang Ibrahim nadzarkan sejak

5
Lihat Bab II, halaman 21.

51
lama. Dulu, saat malaikat mengabarkan kabar gembira kelahiran calon putranya

(Ishaq), Ibrahim bernadzar akan mempersembahkan anaknya kepada Tuhan

sebagai sesembelihan. Momen di mana Ibrahim meminta pendapat anaknya,

seperti dijelaskan dalam Tafsir al-Thabari, jarang diketahui dan sangat miris

dikisahkan. Bayangkan saja, ketika itu Ismail diajak ke tempat penyembelihan

sambil membawa pisau dan tali seolah tidak ada apa-apa. Tetapi ketika Ismail siap

untuk jadi Kurban kepada Allah SWT, karena ketaatan Imsail kepada ayahnya dan

ketaatan Ibrahim kepada Allah SWT, nyawa Ismail di ganti dengan domba jantan.

Seperti yang penulis ketahui, persembahan berupa manusia (human sacrifice)

yang ditujukan kepada Tuhan telah ada sejak lama. Sejarah mencatat, pertama kali

dilakukan di India era Peradaban Lembah Hindu (Indus Valley Civilization)

pada 2600-1900 SM. Sementara Ibrahim hidup di antara 1996-1821 SM, besar

kemungkinan budaya persembahan manusia kepada Tuhan masih lazim dan

karenanya agama yang dibawa Ibrahim bermaksud menghentikan tradisi yang

membudaya tersebut. Ketika melihat realitas yang terjadi, pengorbanan serorang

anak pertama dalam keluarga terutama anak laki-laki yang taat kepada kedua

orang tuanya tidak hanya sebatas materi saja, melainkan fisik yang harus di

korbankan untuk menggantikan ayahnya sebagai tulang punggung di dalam

keluarga.

Inilah bagi penulis yang menjadi perbedaan pemahaman makna anak sulung

di umat Islam secara umum. Bagi umat seorang anak laki-laki tidak hanya duduk

diam bersantai di dalam rumah, melainkan juga harus mencari pekerjaan yang

halal untuk menghidupkan dirinya sendiri ataupun keluarganya.

52
Islam memandang bahwa anak sulung memiliki kedudukan atau fungsi

yang sangat penting, baik untuk orang tuanya sendiri, masyarakat maupun bangsa

secara keseluruhan. Tetapi bagi penulis hal ini hanya semata-mata sebuah tulisan

saja. Anak sulung tidak sepenuhnya merasakan atau memiliki fungsi yang penting

di dalam sebuah keluarga. Terlihat dalam kisah Ismail bahwa dirinya dan Siti

Hajar di tinggalkan oleh Ibrahim kemudian tidak pernah kembali lagi.

Kedudukan Ismail sebagai anak sulung hanya sebagai cap atau stempel

semata karena Ismail lahir sebelum Ishaq. Sampai pada masa sekarangpun begitu

adanya, ketika suami memiliki anak pertama dari perempuan lain yang merupakan

bukan istri sah atau poligami, anak tersebut hanya memiliki cap sebagai anak

pertama tetapi tidak mendapatkan kedudukan dan fungsi yang sangat penting.

Melihat dalam Alquran yaitu QS. Ash-Shaffat: 102-102, QS. Maryam: 54-

55, QS. Al-Baqarah: 136, dan QS- Shad: 45-48. Bagi penulis dapat dipastikan

bahwa putera pertama Nabi Ibrahim adalah Ismail dan hal ini tidak diragukan lagi

kebenarannya. Dengan demikian, Ismail disebut sebagai putera Nabi Ibrahim satu-

satunya, baik dari sisi wujud keberadaannya atau makna yang sebenarnya.

Nabi Ibrahim menempatkan Ismail dan Hajar di lembah Gunung Faran, yaitu

disekitaran Gunung dekat Mekah yang letaknya sangat strategis.6

4.1.1.2. Hak Waris Menurut Para Ulama

Menurut Imam masjid Quba Madinah al-Munawwarah Arab Saudi,

sebagaimana ditulis Said Hijazi dan Abdul Wahab ‘Isiy dalam surat kabar al-

Wathan. Al-Maghāmisi mengatakan bahwa yang dijadikan anak sulung dan

memiliki hak waris dari Nabi Ibrahim adalah Ismail, segi makna yang di lihat dari

ucapan nya adalah hak anak sulung yang diwriskan Ibrahi kepada Ismail melalui

53
teladan dan contoh kehidupan yang di perlihatkan Ismail kepada orang tuanya,

lingkungannya, terlebih Allah SWT.7

Fatwa al-Azhar yang disampaikan al-Syaikh ‘Athiyyah Shofar bahwa yang

dijadikan qurban itu Ismail bukan Ishaq AS. Ini memperlihatkan bahwa para

Ulama berpendapat qurban adalah lambang hak waris seorang anak terlebih apa

yang terjadi terhadap Ismail. Dari kelahirannya hingga kematiannya Ismail

memperlihatkan bahwa Ismail adalah seorang yang di ridhoi Allah SWT.

Menurut dosen Universitas Utara Malaysia, Prof Dr Syafi’i Anwar dalam

khotbah Idul Adha 1435 Hijriah dihadapan seribu lebih warga negara Indonesia di

Malaysia mengingatkan tentang peristiwa pengorbanan Nabi Ibrahim dan Nabi

Ismail yang menghubungkannya dengan konteks saat ini baik di Indonesia maupun

di Malaysia. Menurut Syafi’i, sudah sepatutnya dalam bermasyarakat dan

bernegara lebih mengedepankan musyawarah terutama saat mengambil

keputusan yang berkaitan dengan kepentingan orang banyak.8 Dalam hal ini

penulis menganalisis bahwa teladan Ismail dalam menyelesaikan masalah sangat

berpengaruh bagi umat Islam secara khususnya untuk menyelesaikan masalah

dengan cara bermusyawarah terutama dalam kepentingan umum. Hal ini sangat

berkaitan dengan Ibrahim dan Ismail dalam menyelesaikan masalah diantara

mereka, terutama ketika peristiwa pengorbanan terjadi. Disinilah terjadi

rekonsiliasi, jangankan pada konflik besar yang melibatkan orang banyak, konflik

kecil dalam keluarga pun, Allah SWT mendorong agar memilih jalan rekonsiliasi

agar hubungan keluarga tetap utuh.

Rekonsiliasi adalah pilihan yang terbaik dari penyelesaian konflik,

perseteruan dan pertikaian. Teladan Ibrahim dan Ismail tentang rekonsiliasi layak

diaktualisasikan untuk konteks saat ini. Ketika konflik dengan latar apa pun sering

berujung pada penghilangan nyawa manusia atau polarisasi tanpa ujung, maka
54
jalan rekonsiliasi menjadi harapan agar keutuhan bangsa, masyarakat, dan

keluarga terselamatkan. Sudah menjadi sunatullah, perbedaan itu akan menjadi

bagian tak terpisah dari kehidupan. Jika perbedaan itu tidak dikelola dengan

baik, maka ujungnya pasti konflik dan tidak ada yang diharapkan dari konflik,

pertikaian, atau permusuhan kecuali kehancuran seperti yang kini dapat

disaksikan di banyak negara yang dilanda peperangan akibat konflik yang tak

berkesudahan dan tidak memilih jalan rekonsiliasi.

Terdapat tiga pola Nabi Ismail yang penting diteladani umat Islam untuk

mencetak generasi penerus. Pertama, konsistensi pada kesalehan. Nabi Ismail

selalu bertanya, “apa yang kau sembah sepeninggalku” dan tidak bertanya “apa

yang akan dimakan oleh anaknya”. Artinya, Nabi Ismail lebih memprioritaskan

pembangunan mental dan karakter sebagai bekal dan benteng utama menuju

kehidupan yang lebih baik. Dengan karakter yang baik, tidak bisa terpengaruh

cara-cara yang salah dan melanggar aturan. Dengan karakter yang baik, harus

melakukan sesuatu dengan cara yang benar dan sikap yang baik, karena karakter

yang baik akan membawa pada kebaikan perbuatan dan akan mendapatkan hasil

yang baik. Teladan kedua, Nabi Ismail sangat selektif memilih lingkungan

pendidikan yang tepat baginya. Nabi Ibrahim senantiasa memproteksi Nabi Ismail

agar tidak terkontaminasi ajaran berhala yang kala itu cukup kuat. Ketiga, dalam

menerapkan pendidikan, Nabi Ismail bukan hanya memacu kecerdasan intelektual,

tetapi juga penguatan spritualnya.

Penulis melihat dari pemahaman umat Islam bahwa tidak ada hal buruk bagi

umat menganggap Ismail sebagai Nabi terdahulu umat Islam. Setidaknya terdapat

empat dimensi nilai ibadah Nabi Ismail yang patut dijadikan pelajaran yaitu

tauhid, spiritual, moral, dan sosial. Dimensi tauhid seperti dicontohkan

Ibrahim yang

55
mengorbankan Ismail semata-mata karena perintah Allah SWT. Nabi Ibrahim

mampu mengusir kepentingan pribadinya, dan mengedepankan cintanya kepada

Allah SWT dari yang lain. Dimensi kedua adalah spiritual yakni Sarana

pembuktian, keimanan, dan ketaatan Nabi Ismail kepada Allah SWT yang dengan

ikhlas seperti perintah Allah SWT dalam Alquran. Dimensi moral adalah

pengorbanan dapat menjadi solusi permasalahan umat. Dimensi terakhir adalah

sosial yakni ibadah Nabi Ismail bukan hanya mencapai kebahagiaan di akhirat,

tapi juga kemaslahatan dunia. Inilah yang menjadi tolak ukur utama yang

menajdi awal pemahaman umat Islam dalam menganggap hak Waris diberikan

kepada Ismail serta menjadikannya Nabi.

4.2. Analisis Perbedaan Pemahaman Makna Hak Waris dalam Islam

4.2.1. Penyebab Terjadinya Perbedaan Pemahaman Makna

Umat Islam merupakan umat yang melaksanakan berbagai kegiatan demi

mendalami dan memaparkan mengenai ajaran-ajaran dalam agama Islam. Tetapi

dari kegiatan yang di lakukan umat tidak mengerti makna atau arti yang

terkandung di dalamnya. Begitu pula dengan hak waris yang sudah lama

mendarah daging di dalam diri umat manusia terlebih di dalam agama Islam

sampai saat ini. Ada hal yang sangat menjadi permasalahan tersendiri di dalam

umat Islam, yaitu poligami yang di lakukan oleh suami.9

Hal ini memberikan dampak di dalam rumah tangga yang dibangun.

Mengapa demikian? Terjadinya perkawinan, kemudian memiliki anak tanpa

sepengetahuan istri. Ini membuat sang istri sah tidak ingin mengakui anak tersebut

sebagai anak dari suaminya. Inilah yang akan menjadi awal dari pergeseran

makna hak waris bagi umat Islam sampai saat ini. Sering penulih mendengar

kampanye bahwa poligami adalah bagian dari syariat Islam dan bisa dilakukan
56
asal adil kepada para istri. Tetapi, apa yang terjadi di masyarakat? Pada

kenyataannya, mayoritas praktik poligami melenceng dari prinsip keadilan yang

harus menjadi syarat ketika seorang lelaki Muslim menikahi lebih dari satu

perempuan. Meski ada slogan-slogan seperti poligami adalah bagian dari syariat,

sunnah Rasul, lebih baik daripada zina, dan solusi bagi prostitusi, penulis

menunjukkan bahwa mayoritas lelaki praktisi poligami melandasi pernikahannya

dengan beragam alasan mulai dari ingin mendapat keturunan, pemuasan hasrat

seksual, dan ‘jalan keluar’ dari perselingkuhan. Sementara itu, banyak perempuan

yang dipoligami merasa dikhianati. Alasan keagamaan bahwa “poligami adalah

bagian dari syariat” memberikan justifikasi bagi tekanan sosial terhadap para

perempuan ini ketika mereka ingin melawan, sehingga bukannya suami yang

dipertanyakan, malah istri yang dituding idak bisa melayani suami dengan baik.

Oleh sebab itu yang lebih mendasar lagi dari soal pengetatan aturan poligami dan

perlindungan perempuan dalam pernikahan poligami sebenarnya ada dalam

persoalan cara pandang: yang lebih dominan bersuara dalam konstruk hukum

perkawinan masih lelaki. Suara perempuan sendiri, sebagai pihak yang dipoligami,

kurang mendapat nilai dengar yang setara sebagaimana lelaki. Maka, bila ada

upaya pembaruan hukum perkawinan, pertama-tama ia harus didasari pada

penelitian terhadap praktik poligami selama ini: apakah mayoritas dari praktik-

praktik itu benar-benar berjalan adil dan, tak kalah penting, mengangkat suara

perempuan sebagai subjek bagi diri mereka sendiri.

Terdapat perihal yang menjadi penyebab perbedaan pemahaman makna hak

8
Lihat Bab III, Halaman 34.

57
waris dalam umat Islam. Pada saat ini hak waris anak dari istri kedua (nikah siri)

dianggap tidak terdaftar dalam akta kelahiran. Salah satu syarat utama untuk

membuat akta kelahiran adalah buku nikah. Keadaan ini, sering menjadi awal

kehancuran biduk rumah tangga. Istri kedua yang dinikahi secara siri pada situasi

ini biasanya menjadi iri dan akan menuntut sang suami untuk mengesahkan status

pernikahannya. Menurut penulis jika dilihat dari dimensi teologis poligami

memang adalah hal yang biasa saja karena diperbolehkan dalam ajaran agama

Islam. Tapi dari aspek sosiologisnya ada dua pendapat berbeda. Pendapat yang

pertama adalah melarang praktik poligami karena menyakiti hati kaum

perempuan. Sedangkan yang kedua, poligami diperbolehkan asalkan dapat

berlaku adil dan bijaksana kepada istri serta anak-anaknya. Kelompok perempuan

yang hanya membaca teks saja tanpa berpikir kritis cenderung menerima poligami

yang dilakukan suaminya, karena itulah tanda pengabdian mereka terhadap

agama. Perceraian hanya akan membuat mereka kesepian dan membiarkan istri

kedua menang. Kelompok perempuan semi-tekstualis hanya beda sedikit, yakni

bahwa mereka sebenarnya ingin bercerai daripada terjebak dalam pernikahan

poligami, tetapi memilih bertahan karena mempertimbangkan nasib anak-anak

mereka.

Pada saat ini umat Islam terutama kaum ibu-ibu sangat anti terhadap

poligami. Karena prinsipnya tidak mungkin bisa berlaku adil, terutama dalam hal

nafkah batin. Menurut kaum ibu-ibu kecenderungan suami berpoligami di

Indonesia dilakukan secara siri dan dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Sebab

mereka sulit mendapatkan izin berpoligami dari istri yang harus dilakukan di

Pengadilan Agama setempat. Peran para tokoh agama dalam menyebarkan ajaran

agama Islam di media sosial juga turut mempengaruhi suami melakukan poligami.

58
Yang juga logis sebagai implikasi, para suami yang berpoligami sulit untuk

membagi waktu dan kasih sayang kepada para istri beserta dengan anak-anaknya.

Karena sebagai kepala keluarga, suami pasti sibuk bekerja guna memenuhi

kebutuhan ekonomi para istri dan anak-anaknya terlebih ketika istri pertama tidak

bisa memberikan keturunan, kasih saying seorang suami akan diberikan

sepenuhnya kepada istri kedua yang memberikan keturunan kepada suami. Inilah

pergeseran makna hak Waris yang terjadi, yang berawalkan dari poligami yang

tidak dikehendaki oleh istri pertama, ini menyebabkan suami melakukan nikah siri

secara diam-diam guna untuk mendapatkan anak dari perempuan lain. Tetapi

secara hukum Islam anak ini tidak menjadi anak sah karena tidak mendapatkan

akta kelahiran dan tidak menjadi anak sulung atau menjadi ahli waris dalam

keluarga.

Perihal hal tersebut yaitu kurangnya ajaran dari orang-orang yang mengerti

agama Islam yaitu kurangnya dalam membina umatnya untuk dapat mendalami

dan memahami bersama mengenai ajaran yang ada, sehingga dapat semakin

memahami dan menghayati hal yang ia jalani. Sebagai seseorang yang memahami

agama Islam ternyata kurang dalam menjelaskan secara mendalam mengenai

ajaran yang harus untuk dilaksanakan, sama seperti hak waris yang kurang

ditegaskan mengenai makna dan tujuan umat Islam memahaminya.10

4.2.2. Akibat Kurangnya Pemahaman tentang Hak Waris

Memiliki pemahaman yang benar dan banyak mengenai ajaran yang ada

dalam agama yang dianut merupakan suatu hal yang baik, sehingga dapat

melaksanakan setiap ajaran dengan benar dan tahu makna yang ada di dalamnya.

Memiliki pemahaman yang luas memang sangat baik, sehingga ketika kurang

59
dalam memaknai setiap ajarannya maka ketika melaksanakan ajaran akan

maknanya berkurang. Terlebih tentang hak waris anak dan poligami tersebut.

Umat yang memiliki pemahaman yang luas tentang hal ini tidak akan

terjadi pro dan kontra dalam kalangan umat Islam sendiri. Kurangnya pemahaman

yang terjadi dalam umat Islam yaitu ketidaktahuan dalam ajaran tersebut secara

penuh. Kebanyakan melihat sisi buruknya dan asal-asalan memahami poligami

serta ingin anak saja, terlebih hal ini terjadi hanya karena hawa nafsu saja.

Kurangnya pemahaman serta ajaran dari hal ini yaitu karena pengetahuan

yang sedikit tentang poligami serta tentang hak waris anak atau ahli waris. Ini juga

kemudian berdampak pada anak yang dilahirkan dari pernikahan yang tidak sah,

terutama anak tersebut anak pertama dari sang suami dan istri kedua. Oleh sebab

itu diperlukan pendidikan, tingkat pendidikan membantu orang mendapatkan rasa

hormat dan pengakuan ini adalah bagian tak terpisahkan dan kehidupan baik

secara pribadi maupun sosial. Pendidikan agama Islam sangat erat sekali kaitannya

dengan pendidikan pada umumnya, pendidikan Islam bertujuan untuk

meningkatkan ketaqwaan anak terhadap Allah SWT. Tujuan pendidikan Islam

yang sejalan dengan misi Islam yaitu mempertinggi nilai-nilai akhlak. Tujuan dari

pendidikan Islam adalah pembentukan akhlak yang sanggup menghasilkan orang-

orang yang bermoral, jiwa yang bersih, kemauan yang keras, cita-cita yang benar

dan akhlak yang tinggi.

Orang tua dan anak-anak pada umumnya memiliki hubungan yang sangat
erat

baik secara fisik maupun secara emosional. Dari sinilah penulis mengambil sebuah

keputusan bahwa orang tualah yang sangat berperan penting dalam mengajarkan

agama seorang anak. Jika seorang anak tidak ditanamkan nilai agama sejak kecil

maka seorang anak inilah adalah salah satu generasi yang akan menghancurkan

dunia. Terlebih anak tersebut hasil dari pernikahan siri. Sang anak akan merasa
60
sakit, baik secara emosional atau fisiknya. Pendidikan agama dan bimbingan

dimulai sejak usia dini tujuannya dalah agar membuat anak memiliki kepribadian

yang Islami, dengan karakter dan moral yang baik, prinsip-prinsip Islami yang

kuat, memiliki Sarana untuk menghadapi tuntutan hidup dengan cara yang matang

dan bertanggung jawab. Dengan diberikannya pendidikan agama pada anak sejak

usia dini akan, menjadikan seorang anak menjadi lebih baik, beragama, bermoral

dan bernilai pekerti yang baik.

Melihat kenyataan sekarang agama di zaman ini hanyalah menjadi bahan

pendidikan yang tidak penting dan menjadi jalan kosong dalam perkembangan

bangsa ini, umat tidak sadari bahwa agama mampu dalam memperkembangkan

bangsa ini menjadi bangsa yang maju. Mengapa agama mampu mengembangkan

bangsa ini? Bagi penulis ini dapat untuk meminimalisir kesalahan dalam

pendekatan iman seperti itu akan menumbuhkan fanatisme keagamaan yang kental

dan pada akhirnya nilai-nilai toleransi dan pluralisme yang diemban oleh penganut

agamakehilangan nilai signifikansinya dalam memupuk persaudaraan sesama

umat manusia. Untuk meminimalkan kesalahan pendekatan dalam pengajaran

agama, ada beberapa solusi alternative yang diusulkanpenulis, yaitu: pengalaman,

imajinasi dan pemikiran.

Pendidikan agama seharusnya dapat membantu umat Islam secara umum

merasakan apa yang dialami dan dirasakan orang lain. Untuk membantu seorang

yang kurang pemahamannya merasakan apa yang dialami oleh orang lain,

imajinasi diperlukan. Imajinasi bisa membantu melatih emosi. Dalam pendidikan

agama, imajinasi bisa membantu seseorang memahami pengalaman agama orang

lain. Karena dengan adanya pemahaman yang baik teradap ajaran-ajaran

agamanya,

61
umat mempunyai nilai-nilai moral yang biasa menghasilkan dampak positif,

memberikan rasa kenyamanan dalam umat yang selama ini dihantui oleh hal-hal

yang bersifat tidak baik secara individu atau kelompok dan pastinya mengurangi

angka poligami dan pembulian terhadap anak yang lahir diluar pernikahan secara

tidak sah, terutama anak pertama dari nikah siri.

Penulis melihat dampak terjadinya poligami adalah anak kurang

mendapatkan perhatian dan pegangan hidup dari orang tuanya, dalam arti mereka

tidak mempunyai tempat dan perhatian sebagaimana layaknya anak-anak yang

lain yang orang tuanya selalu kompak. Adanya keadaan demikian disebabkan

karena ayahnya yang berpoligami, sehingga kurangnya waktu untuk bertemu

antara ayah dan anak, maka anak merasa kurang dekat dengan ayahnya dan

kurang mendapatkan kasih sayang seorang ayah.

Kurangnya kasih sayang ayah kepada anaknya, berarti anak akan menderita

karena kebutuhan batinnya yang tidak terpenuhi. Selain itu, kurangnya perhatian

dan kontrol dari ayah kepada anak-anaknya maka akan menyebabkan anak

tumbuh dan berkembang dengan bebas. Dalam kebebasan ini anak tidak jarang

mengalami kemorosotan moral, karena dalam pergaulannya dengan orang lain

yang terpengaruh kepada hal-hal yang kurang wajar.

Kebanyakan umat hanya akan melaksanakan segala ketentuan dan tuntutan

agama karena merasa diharuskan dan diwajibkan sejak lama, namun kurang dalam

memahami alasan ajaran tersebut harus dan wajib dalam agamanya. Akibat yang

terjadi merupakan hal yang sangat kurang baik, karena iman buta ini membuat

semua umat berpikir bahwa ajaran mengenai hak Waris anak hanya sebagai

rutinitas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan.

62
4.3. Kesimpulan Mengenai Perbedaan Pemahaman Makna Waris

Ismail dalam Islam

Melalui setiap sumber terutama buku dan realitas yang didapatkan, penulis

kemudian melihat bahwa qurban merupakan ajaran yang diharuskan dan sangat

ditekankan secara turun temurun. Hak waris Ismail merupakan ajaran yang masih

tidak sepeunhnya diajarkan kepada umat Islam. Hal ini ditemukan dalam

realitasnya banyak umat yang masih belum memahami seperti apa hak waris

Ismail tersebut. Umat Islam seringkali menjawab bahwa hak waris Ismail

merupakan suatu hak waris bagi anak pertama dari istri sah. Oleh sebab itu ini

makna yang penting namun tidak di anggap penting oleh umat Islam pada

umumnya.

Hak waris Ismail hanya dipahami oleh sebagian orang yang memiliki

pendidikan Islam yang tinggi dan dianggap pembicara didepan umat Islam pada

umumnya. Tetapi realitasnya, para pemuka agama hanya sebagian saja yang

menjelaskan atau memberikan pengertian secara khusus tentang hak waris Ismail,

oleh sebab itu banyak umat yang hanya mengerti luarnya saja tanpa milhat kilas

balik kehidupan Ismail yang merupakan anak hasil dari poligami. Ini juga yang

membuat banyak umat Islam menentang bahwa Ismail merupakan anak

Sulung Nabi Ibrahim dan yang memegang hak waris Nabi Ibrahim.

Dengan demikian ajaran Islam harus benar-benar di perhatikan dan diajarkan

secara benar atau menyeluruh kepada umat. Hal ini agar menjadi luaslah wawasan

ilmu seseorang itu tentang Islam sehingga semakin lapang dada untuk menerima

segala kebenaran mutlak. Menjadi seseorang yang memahami ajaran dalam

63
agamanya tidak seharusnya untuk menghindar dan menyarankan bertanya dengan

orang lain yang dianggap lebih memahami.

Dunia memiliki suatu perkembangan dan di dalamnya juga tentu terdapat

suatu perubahan dari masa ke masa, hal ini terlihat pula dalam ajaran yang ada

dalam berbagai agama. Setiap agama memiliki suatu kedisiplinan berbeda dalam

memaknai ajarannya sendiri, ada yang berpegang teguh sehingga tidak boleh ada

suatu perubahan dalam ajarannya dan ada pula yang memaknai ajaran dengan

terus mengikuti setiap perkembangan jaman.

Harun Nasution dalam bukunya Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran

mengungkapkan bahwa agama pada umumnya mempunyai ajaran-ajaran yang

bersifat mutlak benar dan tidak berubah-ubah. Paham mutlak benar dan tidak

berubah-ubah mempunyai pengaruh bagi sikap mental dan tingkah laku

pemeluknya. Umat beragama tidak mudah menerima perubahan dan cenderung

untuk mempertahankan tradisi yang berlaku, dapat dikatakan kurang terbuka

dengan perubahan dan kemajuan suatu masyarakat.11

Kenyataan saat ini yang terjadi adalah umat Islam menganggap bahwa

ajaran mengenai hak waris Ismail yang didasarkan poligami merupakan ajaran

yang mutlak benar di dalam Islam, namun yang terjadi adalah umat Islam kurang

setuju, memahami dan mendalami ajarannya sehingga berkuranglah makna yang

ada di dalamnya.

Berbedanya pemahaman makna hak waris Ismail dalam Islam disebabkan

oleh kurangnya pendidikan dan pengetahuan Islam secara mendalam. Hak waris

Ismail hanya dipahami oleh orang-orang yang memiliki

pendidikan dan pengetahuan mengenai Islam secara mendalam, seperti seorang

11
Lihat Bab I, halaman 8.

64
Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis

ulama dan juga orang-orang yang memiliki pengetahuan mendalam karena bergaul

dengan orang yang memang memiliki pengetahuan luas mengenai Islam. Hak

Waris Ismail memang dapat dikatakan kerap disampaikan dan diingatkan ketika

menyambut hari raya Idul Adha itu sendiri, namun penyampaian tidak secara

mendalam sehingga umat pun tidak semua dapat memahami makna, tujuan, dan

hukum hak anak sulung dalam Islam.

Pemahaman dan pengertian yang diberikan oleh pemuka agama akan

memberikan ajaran yang mendalam bagi umat. Hal inipun akan membuat umat

semakin menghayati dan tidak buta terhadap iman mereka. Perlu juga niat umat

Islam yang tidak memiliki pendidikan atau pengetahuan luas tentang Islam untuk

mau memahami, dan ketika disampaikannya ceramah haruslah dihayati dengan

serius. Perlunya pemahaman serius dari umat dan pembinaan serius pula dari

orang- orang yang memiliki pendidikan atau pengetahuan mengenai Islam, dalam

artian saling melengkapi.

65
BAB V

NILAI-NILAI POSITIF DAN TANGGAPAN KRITIS DARI HAK WARIS

ISMAIL DALAM ISLAM

Sumbangsih teologis pada bab V ini akan memaparkan nilai-nilai positif

dan tanggapan kritis dalam hak waris Ismail yang dapat di ambil secara ke

Kristenan untuk menguatkan dan mengokohkan iman kepercayaan sebagai orang

Kristen. Nilai positif yang dimaksud dalam tulisan ini yaitu nilai ajaran hak waris

Ismail melalui poligami Nabi Ibrahim. Disini penulis mengajak untuk melihat sisi

positif yang dapat di ambil melalui ajaran ini, sehingga dapat menjadi contoh dan

teladan untuk menguatkan iman dan percaya kepada Tuhan. Nilai positif yang

boleh dilihat bagi kehidupan orang Kristen masa kini khususnya Gereja

Kalimantan Evangelis (GKE) dan Sekolah Tinggi Teologi (STT) GKE.

Nilai-nilai positif bagi umat Kristen dalam hal ini sulit untuk ditemukan. Hal

yang harus dilakukan yaitu melihat lebih dalam agar mendapat sisi positif untuk

membangun iman setiap orang yang di luar Islam. Memahami makna dari ajaran

dalam agama lain haruslah mulai dari mendalaminya dengan pandangan terbuka.

Sisi positif akan dapat dilihat ketika seseorang memiliki keterbukaan kepada

agama lain dan percaya bahwa tidak semua ajaran itu negatif, karena jika

kebanyakan hanya negatif tentu agama tersebut tak mampu untuk bertahan.

Agama Islam digunakan sebagai instrument untuk memahami dunia atau

ajarannya sendiri, seperti halnya dalam ajaran hak Waris Ismail yang diiringi

dengan poligami Nabi Ibrahim. Dalam konteks ini agama tetap memainkan

perannya di tengah proses pergeseran makna hal tersebut. Agama Islam tidak akan

66
Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis

berada di pinggiran dalam proses tersebut. Baik secara teologis maupun sosiologis,

agama Islam di pandang sebagai instrument untuk memahami dunia dan ajarannya

dengan baik. Jadi ada dua hal yang harus dilihat dari gambaran penjelasan itu.

Yaitu memahami posisi agama Islam dan meletakannya dalam situasi yang lebih

nyata. Hak Waris merupakan hal yang unik dan memiliki nilai positif yang

terkadung di dalamnya dan dapat dipelajari. Penulis melihat berdasarkan ajaran

tersebut, umat Islam memiliki ketaatan besar kepada Tuhan karena umat

mengikuti ajaran tersebut dengan sungguh-sungguh meskipun terjadi kontra di

dalam ajaran tersebut.

Realita kehidupan dewasa ini memperlihatkan ada banyak peristiwa yang

mengisahkan seorang isteri ditinggalkan suami. Ada banyak faktor dan alasan

yang menyebabkan isteri ditinggalkan suami. Misalnya, suami meninggal karena

mengikuti perang demi membela dan mempertahankan tanah air. Suami

meninggal karena menderita sakit parah. Selain itu, terjadi keretakan rumah

tangga yang berakibat pada perceraian. Dalam keadaan seperti ini, ada isteri yang

bisa menerima, menanggung beban yang ada, dan menjalaninya dengan baik.

Tetapi ada juga isteri yang tidak bisa menerima, putus asa, dan tidak mempunyai

harapan hidup lagi.

Seperti dijelaskan sebelumnya, Siti Hajar lahir sebagai budak. Siti Hajar

mengabdi pada keluarga Ibrahim dan diusir dari keluarga yang seharusnya

memberikan perlindungan. Peristiwa pengusiran terjadi karena Sarah sangat

cemburu dengan kehadiran Siti Hajar dan Ismael. Dalam keadaan seperti ini, Siti

Hajar harus berjuang sendirian. Mempertahankan hidup Ismael dan dirinya

sendiri. Pada titik tertentu, Siti Hajar merasa putus asa dan tidak mempunyai

67
Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis

harapan lagi. Karena tidak ada orang yang membantu, Siti Hajar hampir

membuang Ismael.

68
Pada akhirnya Siti Hajar mampu bangkit, malaikat Tuhan memberikan

pertolongan. Siti Hajar menjadi leluhur bangsa-bangsa di sekitar bangsa Israel

(Yakub), cucu dari keponakannya sendiri. Hal ini memperlihatkan bahwa Allah

SWT tetap setia pada janji-Nya, tidak membiarkan Siti Hajar dan Ismael mati

dalam penderitaan. Kisah Siti Hajar dan Ismail dapat ditempatkan sebagai simbol

perempuan tertindas. Dalam keadaan tertindas, Siti Hajar mampu bertahan dan

bangkit dari keterpurukan. Namun, ini bukan pertama-tama kisah Siti Hajar, tetapi

kisah Allah SWT yang tidak bisa diam saja ketika ada orang yang menderita dan

putus asa. Allah SWT tetap peduli dan mengasihi siapa saja tanpa memandang

muka, suku, asal-usul, dan sebagainya.

Kita harus meyakini kasih Allah SWT mengalir terus-menerus. Allah SWT

memberikan pertolongan, membantu setiap orang yang mengalami penderitaan

dan penindasan. Allah SWT mengulurkan tangan-Nya untuk merangkul orang-

orang yang merasa diri ditinggalkan, putus asa, dan tidak mempunyai harapan

hidup. Oleh karena itu, seberapa pun berat permasalahan yang kita hadapi saat ini,

kita harus percaya bahwa Allah SWT tidak pernah meninggalkan kita. Allah SWT

selalu memberikan yang terbaik dan membantu mengatasi kesulitan dan beban

hidup yang kita rasakan. Ketika ditinggalkan suami, kita harus yakin bahwa Allah

SWT selalu menyertai dan memberikan pertolongan. Karena Allah SWT sangat

mencintai dan menyayangi kita, sekalipun kita adalah pendosa. Perlu diingat kasih

Allah SWT bersifat universal, berlaku untuk siapa saja. Keputusan Allah SWT

tidak terselidiki. Selain itu, jalan-Nya juga tidak terselami. Dia memilih yang satu,

tanpa menolak yang lain. Memperkaya yang seorang, tanpa merugikan yang lain.

Dia ingin mempersatukan yang tercerai berai. Demikian berita gembira yang kita

peroleh dari kisah yang sangat memilukan ini.

69
Allah SWT mempunyai rencana besar. Tetapi rencana ini hanya bisa

terlaksana kalau ada yang mau berkorban seperti Ibrahim. Allah SWT bekerja

melalui kelemahan-kelemahan manusiawi. Ibrahim yang kita lihat dalam kisah

tersebut adalah orang yang mempunyai iman kuat.

Allah SWT memilih Ishaq, tetapi Dia juga memberkati dan menyertai

Ismael. Siti Hajar diusir dan dibuang oleh tuannya. Tetapi Allah SWT menerima

dia dan mendengarkan jeritan hatinya. Di hadapan Allah SWT tidak ada orang

yang terbuang. Dia adalah Allah SWT yang senantiasa mengangkat orang yang

hina dina. Jika Allah SWT murah hati kepada yang seorang, itu tidak berarti

bahwa Dia bertindak tidak adil terhadap yang lain. Allah SWT itu lebih murah

hati daripada adil. Beberapa hal yang menjadi nilai positif hak Waris Ismail dalam

Islam, sebagai pelajaran menguatkan dan mengokohkan iman kepercayaan sebagai

seorang Kristen akan dipaparkan sebagai berikut.

5.1. Membangun Kesalehan

Kisah Ismail adalah potret dari kepatuhan yang demikian total dari seorang

hamba kepada Tuhannya. Ibrahim mencintai Allah SWT melebihi segalanya.

Kecintaan Nabi Ibrahim terhadap putra kesayangannya juga tidak bisa diragukan

lagi. Namun, demi sebuah kurban yang diperintahkan Allah SWT, Ibrahim pun

tunduk dan patuh tanpa syarat. Itulah yang kemudian kurban menjadi sebuah kata

yang mengandung dimensi spiritual, dimensi teologis, hubungan hamba dan

Tuhan, serta ibadah mahdhah. Bagaimana totalitas kepercayaan dan kepatuhan

Ibrahim kepada Tuhan, hal itu tergambar jelas dari kisah hidup sosok ini. Ibrahim

adalah manusia yang sangat taat beragama. Ibrahim sendiri disebut sebagai

penganut agama hanif, yakni agama yang lurus penuh kepasrahan total terhadap

Tuhan Yang Maha Esa, agama tauhid, monoteis.

70
Kepasrahan total itu kemudian terwujud ketika ia hendak mengambil risiko

sangat berat: menyembelih Ismail. Seorang ayah diperintahkan untuk membunuh

anaknya sendiri? Ibrahim, begitu pula Ismail, tidak pernah membangkang terhadap

perintah Tuhan. Keduanya patuh dan pasrah, tanpa protes, karena mereka yakin,

Tuhan pasti punya rahasia besar yang ingin diungkapkan- Nya.

Kepasrahan dan kepatuhan Ibrahim ini bukan kali pertama. Ibrahim pernah

meninggalkan istrinya, Hajar dan Ismail di sebuah padang tandus hanya untuk

memenuhi kehendak Tuhan. Ketika Ibrahim hendak pergi meninggalkan mereka,

Hajar bertanya, “Wahai Ibrahim, apakah Engkau tinggalkan kami di sini karena

kehendakmu, atau karena kehendak Tuhan?” Ibrahim menjawab, “Ini kehendak

Tuhan.” Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail adalah simbol kesalehan dan kepatuhan

kepada perintah Tuhan. Ketaatannya total pada perintah Tuhan dan terhadap

perintah atau ajaran-ajaran agama. Sang Nabi menjalankan perintah Tuhan tanpa

mempertimbangkan untung-rugi. Dalam konteks ini, ada pesan yang teramat

dalam, “Berilah kurbanmu, tapi tidak dengan membunuh sesamamu. Selamatkan

manusia dari kematian.” Pesan tersirat dari adegan ini yakni bahwa Islam begitu

menghargai betapa pentingnya nyawa manusia.

Pesan yang tersirat dalam hal ini di lihat dalam Alkitab yaitu bagi orang

Kristen yaitu betapa pentingnya menjadi orang percaya yang setia dan taat kepada

perintah Tuhan serta ajaran- ajaranNya. Tanpa protes dan tidak menuntut banyak

hal dari Tuhan, mengikuti apa yang Tuhan mau di dalam kehidupan kita sebagai

orang Kristen. Terkhususnya bagi warga Jemaat GKE dalam membangun

moralitas dan kesetian pribadi atau kelompok di dalam gereja kepada Tuhan.

71
Menguatkan dan mengokohkan iman percaya terhadap janji Tuhan

kepada umat manusia. Dalam Injil dikisahkan mengenai wanita yang kedapatan

berzinah, masyarakat dapat menghukum wanita itu dengan melempari batu. Tetapi

ironinya, pria yang menjadi pasangan wanita tersebut tidak mendapat sanksi yang

sama dengan wanita tersebut. Dalam hal ini nampak diskriminasi, perlakuan

terhadap pria dan wanita yang tidak adil. Kesalehan hidup masyarakat semacam

itu sesungguhnya adalah kesalehan yang bercacat.

Tuhan Yesus menentang dan tidak menghendaki kesalehan agamani

semacam itu. Tuhan Yesus datang untuk merevolusi kembali ajaran yang salah

kemudian meletakkan kembali kedasar awal yang benar : dalam hal zinah Tuhan

mengajarkan setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya,

sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya (Matius 5:28). Itulah sebabnya terjadi

konflik antara pemimpim-pemimpin agama Yahudi dengan Tuhan Yesus.

Mereka memandang ajaran Tuhan Yesus sangat berat untuk mereka kenakan dan

mereka yang menolak ini adalah mereka yang sudah terbiasa hidup didalam

kedagingan. Kesucian hidup orang percaya memiliki ukuran yang sangat tinggi

yaitu menurut standar kesucian Tuhan Yesus Kristus.

Tuhan Yesus Kristuslah ukuran kesalehan dan kesucian orang percaya satu-

satunya. Itulah sebabnya setiap orang percaya harus memiliki pergaulan pribadi

yang harmonis dengan Tuhan. Dalam pergaulan pribadi tersebut orang percaya

akan dimuridkan secara pribadi oleh Tuhan Yesus agar bisa memiliki hidup seperti

Dia hidup.

Hal ini sesuai dengan Amanat Agung Tuhan Yesus yang menyatakan agar

jadikanlah semua bangsa murid-Nya. Hal ini menunjuk dimana setiap kita juga

dipanggil untuk dimuridkan secara pribadi oleh Tuhan Yesus serta menularkannya,

mengajarkan segala sesuatu kepada orang lain sesuai apa yang telah kita terima
72
dari hasil pemuridan yang Tuhan Yesus ajarkan didalam kehidupan kita.

Perlu dicatat disini, menjadi orang saleh bukan bermaksud supaya kita beroleh

selamat. Sebab keselamatan bukan karena kesalehan kita, tetapi oleh karena

anugerah Tuhan Yesus Kristus. Ini harga mati yang tidak dapat diubah sama

sekali.

Tetapi setelah kita memiliki kesempatan diperdamaikan dengan Allah, kita

harus bertumbuh menjadi manusia yang saleh seperti kesalehan yang dikenakan

atau diperagakan oleh Tuhan Yesus. Hanya dengan memiliki kesalehan seperti

Tuhan Yesus seseorang dapat memiliki persekutuan yang harmoni dengan Tuhan.

Itulah sebabnya Tuhan berfirman: Kuduslah kamu sebab Aku kudus (1 Petrus

6:14-16).

Seharusnya perjuangan untuk menjadi saleh, artinya memiliki kekudusan,

haruslah merupakan perjuangan yang tidak boleh berhenti sampai kapanpun

sampai hari dimana kita menutup mata. Idealnya ini adalah merupakan prioritas

perjuangan yang harus kita miliki sebagai orang yang terpilih, yaitu sebagai anak-

anak Allah. Terkait dengan hal ini harus diingatkan bahwa menjadi anak Allah

bukan sekadar status, tetapi keberadaan. Semua manusia pada dasarnya adalah

anak Allah, tetapi hanya mereka yang mengikuti perlombaan yang diwajibkan dan

berhasil memiliki iman yang sempurna, artinya berkelakukan seperti Tuhan Yesus,

yang disebut sebagai anak Allah yang sah bukan anak-anak gampang/anak yang

tidak sah/anak anak yang tidak mau belajar dan tidak mau menerima didikan dari

Tuhan guna dibentuk menjadi manusia yang berkodrat Ilahi yang selalu dapat

mengambil bagian didalam kekudusan-Nya; Ibrani 12:1-10.

5.2. Percaya Qadha dan Qadar Allah SWT Ta'ala

73
Beriman kepada qadha dan qadar merupakan salah satu rukun iman, dimana

tidaklah sempurna dan sah iman seseorang kecuali beriman kepada perkara ini. leh

karena itu, iman kepada qadha dan qadar ini merupakan faridhah dan kewajiban

yang harus dilakukan setiap muslim dan mukmin. Seperti yang dilakukan oleh

Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Beriman kepada qadha dan qadar berarti harus

beriman kepada Ilmu Allah SWT yang merupakan deretan sifat-sifat-Nya sejak

azali. Dia mengetahui segala sesuatu. Tidak ada makhluk sekecil apa pun di langit

dan di bumi ini yang tidak Dia ketahui. Dia mengetahui seluruh makhluk-Nya

sebelum mereka diciptakan. Dia juga mengetahui kondisi dan hal-ihwal mereka

yang sudah terjadi dan yang akan terjadi di masa yang akan datang oleh karena

ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu. Dialah Tuhan Yang Mengetahui

yang gaib dan yang nyata.

Di sini mukmin harus beriman bahwa Allah SWT Ta’ala menulis dan

mencatat takdir atau ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan kehidupan

manusia dan sunnah kauniah yang terjadi di bumi di Lauh Mahfuzh “buku catatan

yang dijaga”. Tidak ada suatu apa pun yang terlupakan oleh-Nya. Seorang

mukmin yang telah mengimani qadha dan qadar harus mengimani masyi`ah

(kehendak) Allah SWT dan kekuasaan-Nya yang menyeluruh. Apa pun yang Dia

kehendaki pasti terjadi meskipun manusia tidak menginginkannya. Begitu pula

sebaliknya, apa pun yang tidak dikehendaki pasti tidak akan terjadi meskipun

manusia memohon dan menghendakinya. Hal ini bukan dikarenakan Dia tidak

mampu, melainkan karena Dia tidak menghendakinya.

74
Allah SWT Ta’ala berfirman “Sesungguhnya iman kepada qadar adalah

wajib sebagaimana berusaha juga wajib. Keduanya tidak saling menghilangkan.

Rasul shallAllah SWTu ‘alaihi wa sallam dan sahabatnya beriman kepada qadha

dan qadar akan tetapi mereka tidak meninggalkan usaha. Hidayah adalah qadar

dari qadar-qadar Allah SWT untuk manusia. Allah SWT memberi hidayah kepada

siapa yang dikehendaki dan menyesatkan orang yang dikehendaki. Dengan

pengetahuan seperti ini Rasul shallAllah SWTu ‘alaihi wa sallam dan sahabatnya

mendakwahi manusia kepada Allah SWT, berjihad dan terbunuh (berperang) di

jalanNya. Rejeki juga merupakan qadar dari qadar-qadar Allah SWT. Dengan

pengetahuan seperti ini mereka bekerja dalam mencari rizki. Kesehatan dan sakit

adalah qadar dari qadar-qadar Allah SWT. Dengan keyakinan ini Rasul shallAllah

SWTu‘alaihi wa sallam memerintahkan orang-orang beriman untuk berobat. Sabar

dalam menghadapi segala problematika kehidupan. Karena jiwa yang beriman itu

mengetahui bahwa Allah SWT yang telah menentukan kebaikan dan keburukan itu

Maha Bijaksana dan Maha Penyayang. Karenanya, ia tidak congkak saat

mendapat satu kenikmatan dan tidak akan berkeluh kesah manakal mendapat

musibah. Ia akan senantiasa bersyukur saat mendapatkan kebahagiaan dan

bersabar ketika mendapatkan penderitaan.”

Segala hal yang menjadi ketentuan Tuhan dalam umat adalah baik adanya,

tidak pernah ada rancangan-rancangan jahat yang ingin diberikan kepada umatnya.

Begitu juga apa yang di rancangan Tuhan dalam diri orang percaya. Bahwa

ketetapan Tuhan ini bersifat kekal. Ketetapan- ketetapan itu merupakan rencana

abadi Allah. Ia tidak membuat rencana-Nya  atau mengubah rencana yang sudah

ada menurut perkembangan sejarah manusia. Ia membuat rencana-rencana di

dalam kekekalan, dan karena Ia tidak berubah maka semua rencana tersebut tidak

pernah berubah (Mazmur 33:11; Yakobus 1:17). Dengan demikian, tidak ada satu

75
hal pun yang terlalu besar atau terlalu kecil untuk dimasukkan atau dikeluarkan

dari determinasi tersebut. Ada dua Aspek Ketetapan Allah yaitu: Kehendak Allah

yang mengarahkan (efektif) dan kehendak Allah yang mengizinkan (permisif).

Ada hal-hal yang direncanakan Allah dan yang ditetapkan-Nya harus terjadi secara

efektif dan ada hal-hal lainnya yang sekadar diizinkan Allah untuk terjadi (Roma

8:28). Beberapa hal dimana Allah terlihat sebagai penggerak yang secara aktif

menjadikan semua peristiwa, yaitu : menciptakan (Yesaya 45:18); mengontrol

alam semesta (Daniel 4:35); menetapkan penguasa (Daniel 2:21); memilih orang

untuk diselamatkan (Efesus 1:4). Bebarapa hal menunjukkan kehendak Allah yang

permisif, yaitu: Allah mengizinkan kejatuhan dan dosa, tetapi Ia bukan pencipta

dosa. Perbuatan-perbuatan dosa tidak akan menggagalkan rencanaNya. Akan

tetapi, dalam hal ketetapan-ketetapan yang permisif itu pun, Allah mengarahkan

semuanya bagi kemuliaan-Nya (Matius 18:7; Kisah Para Rasul 2:23). Hal ini

memperlihatkan bahwa ketetapan-ketetapan Allah meliputi segala sesuatu yang

terjadi dan ada. Ketetapan-ketetapan itu meliputi segala sesuatu di masa lampau,

masa kini, dan masa depan; ketetapan-ketetapan itu meliputi juga hal-hal yang

diadakannya secara efektif dan hal-hal sekedar yang diizinkannya (Yesaya 46:10-

11), dengan kata lain, dengan kuasa dan kebijaksanan yang tidak terbatas, sejak

segenap kekekalan yang silam, Allah telah memutuskan dan memilih serta

menentukan jalannya semua peristiwa tanpa kecuali bagi segenap kekekalan yang

akan datang. Sudah sepatutnya orang Kristen melihat titik balik dalam beriman

kepada Tuhan dan ilmu- ilmu yang diberikan, baik melalui Alkitab dan dogma-

dogma yang ada. Beriman terhadap apa yang diberikan oleh Alkitab merupakan

suatu landasan dalam memahami seperti apa menjalani kehidupan di dunia.

76
5.3. Istri Salehah adalah Keberkahan bagi Keluarga

Istri saleha dalam hal ini adalah penulis ambil SIti Siti Hajar, beliau adalah

seorang hamba sahaya (budak) yang dihadiahkan oleh raja Mesir kepada Nabi

Ibrahim dan istrinya Sarah. Meski seorang budak, Hajar adalah sosok wanita yang

beriman kepada Allah SWT dan patuh terhadap ajaran Nabi Ibrahim. Hajar

kemudian diambil istri oleh Nabi Ibrahim atas permintaan Sarah. Hal ini dilakukan

karena Sarah telah berusia lanjut dan merasa dirinya tidak mampu lagi memberi

keturunan. Dari pernikahannya dengan Nabi Ibrahim, Hajar melahirkan seorang

bayi bernama Ismail. Keluarga Nabi Ibrahim menyambut gembira dan penuh rasa

syukur. Betapa tidak, di usia yang telah senja, Allah SWT masih berkenan

memberi anugerah keturunan yang kelak akan melanjutkan perjuangan Nabi

Ibrahim dalam siar agama Islam.

Kelahiran Ismail tidak lantas menjadikan Nabi Ibrahim terlena dengan

kegembiraan sehingga beliau tidak lagi mengindahkan perintah Allah SWT.

Tidak. Nabi Ibrahim tetap menempatkan Allah SWT sebagai Dzat tertinggi yang

wajib dipatuhi segala perintah-Nya. Pada suatu ketika Allah SWT berkenan

menguji keimanan Nabi Ibrahim dengan memerintahkan agar beliau membawa

Hajar dan Ismail pergi dari rumah.

Sebagai istri yang solehah, Hajar pun patuh kepada suaminya. Ia tidak

menolak ketika Nabi Ibrahim mengajaknya pergi meninggalkan rumah bersama

Ismail dalam gendongan menuju suatu tempat yang sangat jauh. Hajar pun tidak

marah ketika Nabi Ibrahim meninggalkan dirinya beserta bayi Ismail di tengah

gurun pasir tak berpenghuni tanpa sepatah kata terucap dari mulut suaminya itu.

Hajar dengan kesabaran dan ketabahannya mencoba memahami apa yang tengah

terjadi. Ia yakin apa yang dilakukan Nabi Ibrahim dengan meninggalkan anak dan

istri di padang tandus tak berpenghuni, adalah salah satu ujian dan perintah dari

77
Allah SWT. Keyakinan itulah yang menjadikan hati dan perasaan Hajar tenang

dan ikhlas. Sepeninggal Nabi Ibrahim, Hajar harus berjuang seorang diri agar bisa

bertahan hidup. Bayi Ismail menangis kehausan membuatnya harus rela berlari-

lari sepanjang bukit Safa dan Marwa. Sembari tiada henti berdoa memohon

pertolongan Allah SWT agar ia dipertemukan dengan sebuah mata iar.

Hajar sebagai seorang istri meletakan Allah SWT di dalam kehidupannya

dan tetap taat kepada suami, inilah yang dapat umat Kristen ambil dalam

mengambil keputusan dan tetap meletakan Allah sebagai kepala keluarga, setia

dan taat terhadap suami dalam hal apapun, baik suka dan duka. Isteri yang

cakap siapakah akan mendapatkannya? Ia lebih berharga dari pada permata. Hati

suaminya percaya kepadanya, suaminya tidak akan kekurangan keuntungan. Ia

berbuat baik kepada suaminya dan tidak berbuat jahat sepanjang umurnya. Ia

mencari bulu domba dan rami, dan senang bekerja dengan tangannya. Ia serupa

kapal-kapal saudagar, dari jauh ia mendatangkan makanannya. Ia bangun kalau

masih malam, lalu menyediakan makanan untuk seisi rumahnya, dan membagi-

bagikan tugas kepada pelayan-pelayannya perempuan. Ia membeli sebuah ladang

yang diingininya, dan dari hasil tangannya kebun anggur ditanaminya. Ia mengikat

pinggangnya dengan kekuatan, ia menguatkan lengannya. Ia tahu bahwa

pendapatannya menguntungkan, pada malam hari pelitanya tidak

padam. Tangannya ditaruhnya pada jentera, jari-jarinya memegang pemintal. Ia

memberikan tangannya kepada yang tertindas, mengulurkan tangannya kepada

yang miskin. Ia tidak takut kepada salju untuk seisi rumahnya, karena seluruh isi

rumahnya berpakaian rangkap. Ia membuat bagi dirinya permadani, lenan halus

dan kain ungu pakaiannya. Suaminya dikenal di pintu gerbang, kalau ia duduk

bersama-sama para tua-tua negeri. Ia membuat pakaian dari lenan, dan

menjualnya, ia menyerahkan ikat pinggang kepada pedagang. Pakaiannya adalah

78
kekuatan dan kemuliaan, ia tertawa tentang hari depan. Ia membuka mulutnya

dengan hikmat, pengajaran yang lemah lembut ada di lidahnya. Ia mengawasi

segala perbuatan rumah tangganya, makanan kemalasan tidak dimakannya, Amsal

31:10-27. Umat Kristen yang meletakan Allah sebagai kepala keluarga dapat

melihat bagaimana Allah bekerja dalam keluarga tersebut. Nilai kehidupan yang

diberikan Ibrahim dan Hajar merupakan tolak ukur dalam menjalankan rumah

tangga ketika terdapat masalah yang tidak dapat diatasi.

5.4. Ayah yang Selalu Memperhatikan Kondisi Anak-anaknya dan

Memberi Nasihat.

Ayah dan ibu memiliki peran penting masing-masih dalam tumbuh kembang

anak-anaknya. Bila ayah menunjukkan dunia, ibu akan memberikan cara

bagaimana untuk hidup di dunia. Jika ibu tampil dengan sosok lembut, ayah

biasanya akan tampak memiliki karakter yang bijaksana dan penyayang. Dalam

Islam, ayah memiliki peran khusus untuk anak. Di sinilah perlu kedekatan

spiritual,

emosi, dan juga fisik dengan seorang ayah. Idealnya, ayah selalu dekat dengan
anak

sehingga anak merasa aman, nyaman, dan bisa berkomunikasi dengan harmonis.

Seorang gadis akan terarah kehidupan akhirat dan dunianya ketika ayahnya selalu

dekat hatinya. Hal yang terpenting yang harus diperhatikan ayah terhadap

anaknya adalah memenuhi kebutuhan emosionalnya dengan cara mencurahkan

kasih saying dan perhatian, agar dirinya tidak merasa kebutuhan yang satu ini

tidak terpenuhi. Ini menjadi unsur utama dalam mendidik anak, terutama anak

pertama, karena sensitivitas dan sentimental memang sudah menjadi tabiat anak.

Peran ayah menurut Islam untuk anak yang selanjutnya adalah ayah

memiliki tempat tersendiri di hati anak. Karena itulah, jika kedekatan terjalin,

79
anak akan dengan senang hati akan mentaati ayah sekaligus menjadikannya

panutan. Sehingga di samping ibu, ayah bisa menjadi sosok yang bisa berbagi

perhatian, perasaan dan meminta nasihat. Ayah memiliki peran sebagai panutan

untuk anak dalam Islam.

Tentunya semua ini bukan saja karena ayahnya adalah utusan Allah SWT

yang harus dijadikan panutan, akan tetapi disebabkan beliau adalah sosok ayah

yang sangat menyayangi dan memperhatikan anaknya, serta memenuhi

kehidupannya dengan cinta dan kasih sayang.

Ayah memiliki tanggung jawab besar dalam membentuk corak dan warna

anak di masa depan. Anak yang terbiasa dekat dan akrab dengan ayahnya, insyaa

Allah SWT ia akan mudah diarahkan ayahnya, memiliki rasa percaya dan

kepribadian positif, tidak mudah stres/frustrasi, bertanggung jawab dan optimis.

Dalam rangka memenuhi tanggung jawab keagamaan dan kemanusiaan,

Nabi Ibrahim melakukan evaluasi dini terhadap Ismail untuk meninjau sikap

terhadap agamanya dan kemanusiaannya. Maka sudah saatnya umat Islam

meninjau kembali tentang bagaimana sikap selama ini dan yang akan datang

terhadap anak-anak. Sebagai masa depan masyarakat dan bangsa sangat erat

hubungannya dengan bagaimana sikap dan perilaku terhadap mereka pada saat

sekarang.

Nilai postitif dari kisah Ismail ini yaitu rasa kekeluargaan yang tinggi

diantara Ismail dan Ibrahim yang terlihat ketika Ibrahim memperhatikan

keagamaan dan sisi kemanusiaan Ismail terhadap Allah SWT dan sesamanya.

Meskipun di dalam kesibukan yang tidak pernah putus. Bagi warga Jemaat GKE

khususnya dalam hal belajar para orang tua sangat perlu meninjau dan

memperbaiki sikap dan perlakuannya terhadap anak sehingga tidak akan

menimbulkan penyesalan dan disalahkan oleh mereka dimasa-masa yang akan

80
datang. Kasih sayang Tuhan kepada kita hadir dalam bentuk yang begitu intim,

begitu dekat, seperti kedekatan seorang ayah dengan anaknya. Lagu Jeffry S

Tjandra di atas sepertinya terinspirasi dari apa yang dikatakan oleh Daud yang

tertulis dalam kitab Mazmur: "Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya,

demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia." (Mazmur

103:13). Ya, Tuhan sangat mengasihi kita.

Agar tidak bingung, maka Tuhan pun memberikan contoh yang tentu mudah

kita terima. Seperti ayah yang baik menyayangi kita, seperti itulah Tuhan mengasihi

anak-anakNya yang taat dan tidak mau mengecewakanNya.Itu tentu tidak sulit

untuk dipahami bukan? Dalam banyak kitab lainnya kita bisa menemukan

gambaran yang sama akan Allah yang berperan sebagai Bapa yang penuh kasih

kepada kita anak-anakNya. Misalnya dalam kitab Yesaya: "Bukankah Engkau Bapa

kami? Sungguh, Abraham tidak tahu apa-apa tentang kami, dan Israel tidak

mengenal kami. Ya TUHAN, Engkau sendiri Bapa kami; nama-Mu ialah "Penebus

kami" sejak dahulu kala." (Yesaya 63:16), atau dalam Maleakhi dikatakan: 

"Mereka akan menjadi milik kesayangan-Ku sendiri, firman TUHAN semesta alam,

pada hari yang Kusiapkan. Aku akan mengasihani mereka sama seperti seseorang

menyayangi anaknya yang melayani dia." (Maleakhi 3:17). Lebih jauh lagi kita

tentu bisa melihat bagaimana Yesus selalu mengajarkan kita untuk menyebut Tuhan

sebagai Bapa. Seperti halnya ayah kita di dunia menyediakan segalanya bagi kita,

melindungi kita, demikian pula Bapa di Surga. Tapi di sisi lain, ketika kita

melakukan kesalahan, ayah biologis kita terkadang perlu mendisiplinkan kita, dan

salah satunya adalah melalui hukuman. Hal yang sama pula oleh Bapa Surgawi kita.

Tuhan terkadang perlu menjatuhkan hukuman untuk mengajarkan dan

mendisiplinkan dan itu semua demi kebaikan anak sendiri. Orangtua sangat perlu

memberikan bantuan dalam rangka mengantarkan mereka kepada sikap belajar

81
yang benar dan efektif sehingga pengetahuan, keterampilan dan keluhuran budi

akan menghiasi kepribadiannya.

Kesibukan orang tua dalam mencari nafkah keluarga, hendaknya tidak

mengorbankan masa depan anaknya. Sebelum terlambat sebaiknya orangtua dapat

mengatur waktunya, karena hal itu lebih penting daripada menangisi kesalahan

dimasa yang akan datang. Karena masa depan anak sangat erat hubungannya

dengan apa dan bagaimana kehidupan belajar yang dibiasakan dalam kehidupan

belajar yang diterapkan oleh orangtua dimasa kini. Orangtua yang baik dan

bijaksana akan memikirkan dan berbuat sesuatu yang baik bagi kehidupan anak-

anaknya dimasa datang. Istilahnya, walau kaki menjadi kepala dan kepala menjadi

kaki, orangtua akan berusaha sekuat tenaga demi masa depan anak-anaknya.

Anak yang ideal yang selalu kita do’akan dan harapkan kehadirat Allah

SWT adalah mereka yang mempunyai keadaan yang baik, bukan saja dalam aspek

fisik biologis tetapi juga psikis dan sosial serta keagamaannya. Orang Kristen

selalu mendambakan anak-anak menjadi buah hati dan harapan dimasa depan.

Yakni anak-anak yang cerdas, terampil, dan taqwa. Jadi bukan saja orang Kristen

upayakan anak-anak yang ayu, cantik, gagah, dan sehat, tetapi juga luhur budi

pekertinya.

Anak-anak dan remaja pada masa sekarang perlulah mendapatkan perhatian

dan bimbingan yang penuh kasih saying dari kedua orang tuanya dan orang-orang

dewasa lainnya dalam rumah tangga, agar mereka dapat mengalami pertumbuhan

dan perkembangan yang terarah kepada kebahagiaannya antara lain dalam bidang

proses belajar. Tidaklah tepat jika kita membiarkan tanpa pengarahan yang tepat

atau menyerahkan seutuhnya kepada bapak dan ibu guru di sekolah, sebab

disamping waktu yang sangat terbatas juga perhatian dan kasih saying yang tulus

seperti yang didapatkan dari ayah dan ibu. Orangtua yang baik pasti bukan hanya

82
akan memperhatikan aspek lahiriah dan badaniah saja, namun tidak kurang

pentingnya juga memperhatikan permasalahan perkembangan rohaniah dan

keadaan belajarnya. Dalam aspek lahiriah, orangtua dapat memberikan makanan

dan pakaian yang cukup, namun anak sangat memerlukan perhatian dan

bimbingan dalam kegiatan belajar dan sekolahnya.

5.5. Tidak Mau Mendengar Bisikan Waswas dari Setan

Pada hakikatnya, was was adalah penyakit berbahaya, ia termasuk tipu daya

setan kepada anak manusia, ia ingin menyempitkan, menyesatkan, dan

menyibukkan mereka dari berbuat taat kepada Rabb mereka. Karena alasan inilah,

Allah SWT memerintahkan NabiIbrahim dan Ismail agar berlindung dari waswas

ini dan menurunkan satu surat lengkap tentang hal itu, firman Allah SWT. Setan

mempunyai (kemampuan melakukan) waswas kepada anak cucu Adam, dan hal

itu sangat kuat dalam diri orang-orang yang beriman. Hal inilah yang dapat di

ambil orang Kristen dalam menjalani kehidupan untuk tidak memperdulikan

kepada waswas ini, bahkan menolaknya secara sempurna, karena ia adalah setan

dan (yang demikian) tidak membahayakannya. Menyibukkan diri berdoa

kepada Tuhan, karena seorang pengikut Allah SWT apabila sibuk berdoa

kepada Allah SWT, niscaya setan menjauh darinya. Karena inilah, Allah SWT

berfirman, “Setan yang biasa bersembunyi” maksudnya ia membisikkan kejahatan

kepada hamba di saat seorang hamba lupa dari berdoa kepada Allah SWT dan

karena alasan inilah, Dia menggambarkan bahwa dia adalah setan yang

bersembunyi. Bagi umat Kristen, Petrus memperingatkan kita, “Sadarlah, dan

berjaga-jagalah! Lawanmu, si iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang

mengaum-ngaum dan mencari orang yang dapat ditelannya” (1 Petrus 5:8). Dia

yang memiliki kekuatan lebih besar daripada Lusifer, Dia yang adalah benteng kita

serta kekuatan kita, dapat mendukung kita di saat-saat godaan besar. Sementara
83
Tuhan tidak akan pernah secara paksa membawa seseorang keluar dari dosa atau

dari lengan para penggoda, Dia menggerakkan Roh-Nya untuk membujuk si

pendosa untuk melakukannya dengan bantuan ilahi. Dan orang yang tunduk

kepada pengaruh dan permohonan manis dari Roh serta melakukan segalanya

dalam batas kemampuannya untuk bertahan dalam sikap bertobat diberi jaminan

perlindungan, kekuatan, kebebasan serta sukacita.

5.6 Tanggapan Kritis

5.6.1 Qodha dan Qadar

Qadha secara bahasa yang berarti hukum, ketetapan, dan kehendak Allah.

Semua yang terjadi berasal dari Allah SWT, sang pemilik kehidupan. Sebelum

adanya proses kehidupan, Allah sudah menuliskan apa saja yang akan terjadi.

Baik itu tentang kebaikan, keburukan dan juga tentang hidup atau mati. Qadar

secara bahasa diartikan sebagai sebuah ketentuan atau kepastian dari Allah.

Sedangkan secara istilah, qadar berarti sebuah penentuan yang pasti dan sudah

ditetapkan oleh Allah SWT. Baik yang sudah terjadi, sedang terjadi, maupun

yang akan terjadi. Bagi penulis ketentuan-ketentuan yang telah di tetapkan oleh

Allah ini sesuai dengan ilmu dan kehendak Allah. Takdir yang didapat oleh

setiap makhluk, termasuk manusia, merupakan ketentuan yang di baliknya pasti

memiliki hikmah atau pesan.

Beriman kepada takdir sendiri memiliki empat unsur utama. Pertama,

ketika manusia beriman kepada takdir, maka manusia juga harus percaya bahwa

Allah mengetahui segala sesuatunya secara terperinci. Setiap hal dari zaman awal

kehidupan terbentuk hingga nanti hari akhir, sudah diketahui dengan baik oleh

Allah. Baik yang berhubungan dengan perbuatan Allah mau pun yang dibuat

hamba-hamba-Nya. Tetapi bagi penulis meski Allah telah menetapkan segala

84
sesuatu sesuai dengan ketentuan dan ilmunya, setiap hambanya pun memiliki hak

pilih dan kehendak. Setiap hal yang hendak ia kerjakan memiliki pilihan.

5.6.2 Poligami

Pada umumnya kalau seorang istri kalau disodori surat ijin agar suami

berpoligami, tentu akan marah, kecewa, sebel, benci, dan lain-lain. Hanya sedikit

seorang istri mampu menandatangani surat ijin untuk dipoligami. Manakah wanita

yang istimewa? Yang bersikeras mempertahankan keharmonisan berumah tangga

dengan sistem monogami atau yang mengijinkan suaminya berpoligami? wanita

itu dekat dengan cemburu. Karena wanita lebih memankan perasaan. Kata orang

cemburu itu tanda sayang (tanda sayang atau tanda tidak percaya ya..? Pasti

kecemburuan itu adalah suatu bentuk ketidak inginan kita untuk kehilangan

pasangan. Itulah yang membuat wanita sangat sensitif jika disinggung tentang

poligami. Yang terbersit dalam pikiran tentulah rasa cemburu jika melihat

pasangan yang kita cintai membelai istri yang lain. Yang terlintas adalah

bagaimana sepinya tidur kita ketika suami harus hadir di tengah istri yang lain.

Atau ketika melihat kemesraan suami kita dengan istri yang lain suatu hal yang

sangat wajar dan manusiawi. Bahkan seorang wanita tidak akan mencium baunya

surga jika tidak punya rasa cemburu terhadap pasangannya.

Apa sih yang membuat wanita menolak jika dipoligami? Tentu karena di

Indonesia, lazimnya para lelaki yang berpoligami dimulai dengan perselingkuhan

yang membuat mereka melupakan tanggung jawab kepada istri tua dan anak-

anaknya. Atau memilih istri kedua dengan hanya berbekal nafsu, dan poligami

dilakukan dengan tanpa ilmu. Bisa juga karena ekspose yang berlebih tentang

poligami yang gagal. Sehingga jelas wanita Indonesia phobia dengan poligami,

karena para lelaki yang mau melakukan poligami tapi tidak membaca aturan

pakainya. Sehingga penilaiannya justru menjadi poligami itu mengkhianati wanita.


85
Sekuat apapun seorang perempuan membenci poligami, kalau Allah

menetapkan pasangan kita berjodoh kembali dengan wanita lain, apakah kita bisa

menolaknya?. Begitu pula sebaliknya, sebesar apapun keinginan pasangan kita

untuk berpoligami, jika ketetapan Allah tidak menyentuhkan laki-laki dengan

urusan itu, maka tidak akan ada poligami bagi wanita tersebut. Jadi para pasangan,

Poligami hanya tinggal menunggu ketetapan Allah.Yakinlah jika Allah

menetapkan sebuah takdir, maka hal itula yang terbaik bagi umatnya.

86
Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis

BAB VI

PENUTUP

Bab VI ini akan berisi penutup yang memuat mengenai dua hal, yaitu

kesimpulan dan Saran. Bab ini akan dipaparkan mengenai kesimpulan yang

penulis dapat lihat mengenai hak Waris Ismail di dalam Islam dan pemahaman

umum umat Islam, serta dilengkapi dengan kritik dan saran dari penulis yang akan

dipaparkan demikian di bawah ini.

6.1. Kesimpulan

Penulis menyimpulkan bahwa hak Waris Ismail merupakan suatu tolak ukur

umum umat Islam dalam melihat dan mengambil hak Waris bagi seorang anak di

dalam keluarga. Namun di lihat dari sudut pandang Alquran dan para Ulama, hak

Waris Ismail erat kaitannya dengan kisah pembangunan Ka’abah dan hijrahnya

Nabi Ibrahim dan Hajar. Hak Waris Ismail dalam Islam sudah ada sejak kisah

poligami Nabi Ibrahim di mulai dengan Hajar. Islam menegaskan bahwa orang

yang berpoligami memiliki kemampuan haruslah bersikap adil, sehingga tidak

diwajibkan atau diharuskan untuk memiliki istri dua dalam rumah tangga. Hak

waris Ismail mendekatkan iman umat Islam terhadap Allah SWT yang dapat

diartikan bahwa hak waris Ismail sebagai upaya untuk mendekatkan diri kepada

Allah SWT, bersyukur atas rahmat-Nya dalam kehidupan, serta upaya

pembelajaran moralitas dan pendidikan dengan orang lain khususnya orang yang

kurang memahami ajaran tersebut.

82
Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis

Hak waris Ismail sangat penting dalam Islam sebagai ajaran dan ibadah

yang diharuskan yang harusnya menjadi pengetahuan umum bagi umatnya. Masa

kini ternyata terdapat orang Islam yang kurang memahami dan menghayati ajaran

yang ada dalam agamanya, dan hal ini membuktikan bahwa tidak semua orang

memahami yang ia imani, ia yakini serta lakukan. Terlebih dalam janji Allah SWT

ketika pemberian keturunan yang harus diterima dengan iman dalam perjalanan

iman. Bukan hanya diterima dengan iman kepada Allah SWT tetapi proses

penerimaanitu sekaligus akan menjadi perjalanan iman. Artinya janji itu adalah

konteks dimana umat Islam secara umum masuk ke dalam dimensi iman dan

melihat Allah SWT bekerja dengan cara tersendiri dan bukan dengan cara manusia

tetapi dalam proses menuju penerimaan janji tersebut mereka harus berjalan

bersama dengan Allah SWT dan iman. Berjalan dengan Allah SWT ini akan

membawa umat Islam secara umum dalam pengenalan akan Allah SWT dan

kedewasaan agama, mereka menjadi semakin matang di dalam Allah SWT.

Meskipun perjalanan tersebut bukanlah perjalanan yang mudah bagi umat Islam

yang belum memahami ajaran itu dengan benar dan sungguh- sungguh.

Hak waris Ismail berkaitan dengan hari raya qurban terlihat melalui sejarah

yang dimulai sejak Nabi Ibrahim, karena qurban pun bermula sejak masa Nabi

Ibrahim. Hak waris Ismail merupakan ajaran yang juga dilaksanakan oleh nabi-

nabi sesudahnya, dan ini pun diajarkan kembali dan dilakukan oleh umatnya. Hak

waris Ismail yang dilaksanakan oleh nabi sesudahnya kemudian memunculkan

banyak tafsiran dari berbagai kalangan Indonesia maupun di luar Indonesia.

83
Kurangnya pemahaman memperlihatkan bahwa nantinya hak waris Ismail

dijadikan sebagai sebuah cerita belaka dan hanya menjadi pemahaman yang

kosong, dalam artian ikut-ikutan saja namun tidak memahami makna dan

tujuannya. Hak waris Ismail sangat penting bagi umat Islam secara umum, namun

sayang ternyata hanya dipahami oleh orang yang memiliki pendidikan dan

pengetahuan lebih dalam Islam, dan mereka kurang dalam membantu orang lain

mendalami arti hak Waris Ismail itu sendiri. Penulis menyimpulkan bahwa

ketidakpahaman umat mengenai makna hak waris Ismail dalam Islam merupakan

bentuk dari kurangnya keseriusan umat dalam memaknai hak waris Ismail dengan

sungguh. Kurangnya peran orang-orang yang memiliki pendidikan dan

pengetahuan lebih dalam Islam, seperti untuk mengajarkan, menegaskan, serta

mendalami bersama mengenai hak waris Ismail secara mendalam. Kurangnya

peran orang-orang yang memiliki pengetahuan dan pendidikan Islam ini

menunjuk pada kurangnya pembinaan yang serius kepada umatnya sehingga perlu

upaya pembinaan bagi umat secara umum untuk memahami dan mendalami ajaran

dalam agamanya.

6.2.Saran

Secara umum yang menjadi Saran dan harus diperhatikan yaitu untuk dapat

mendalami dan memahami secara mendalam mengenai ajaran dalam agama yang

dianut. Agama tentu memiliki ajaran yang harus dan kerap dilaksanakan, sehingga

harus pula disertai dengan pemahaman yang mendalam bukan hanya menjadi

rutinitas dan hanya ikut-ikutan saja. Banyak upaya dalam mendalami setiap makna

dari ajaran yang ada, yang diperlukan adalah kemauan dan upaya dari orang-orang

84
yang memiliki pendidikan dan pengetahuan lebih dalam Islam, sehingga tidak

hanya mereka yang memahami ajaran tersebut namun juga orang lain yang

memiliki pengetahuan yang kurang. Pentingnya kerjasama untuk mendalami

makna setiap ajaran merupakan upaya meningkatkan iman dan penghayatan akan

ajaran dari agamanya.

6.2.1. Saran Bagi Mahasiswa Sekolah Tinggi Teologi

Penulis sangat menyadari kalau penelitian ini masih terlalu subyektif. Oleh

karena itu penulis memberikan Saran kepada para mahasiswa jurusan Teologia

agar pengetahuan kita tentang agama orang lain lebih baik dan sempurna, maka

perlu mengaktifkan dalam mengadakan penelitian-penelitian lebih lanjut dalam

aspek yang berbeda. Sebagai seorang mahasiswa dan mahasiswi Sekolah Tinggi

Teologi (STT) haruslah memiliki ketaatan yang besar kepada Tuhan dan takut

akan Dia. Memiliki iman dan percaya kepada Tuhanlah yang juga dapat

membantu untuk seseorang dapat melaksanakan segala hal yang baik dan

mendorong untuk memahami segala ajaran yang ada dalam Kristen.

Sekolah teologi juga mempelajari mengenai hal yang berkaitan dengan

Tuhan, sehingga haruslah semakin banyak ilmu maka semakin dalam pula

pemahaman mengenai segala makna dari yang diyakini dan diimani. Sebagai

seseorang yang memiliki pengetahuan luas dan riwayat pendidikan teologi,

dapatlah menjadi seseorang yang kelak membina jemaat dan membimbing

sehingga dapat memahami dan mendalami mengenai segala makna yang menjadi

dipercaya dan diyakini sebagai seorang Kristen. Sebagai seorang mahasiswa dan

mahasiswi teologi perlulah memiliki pemahaman mendalam atas segala hal yang

diimani, dan

85
juga memiliki rasa kasih yang besar sehingga dapat juga menjadi seseorang yang

suka berbagi dengan orang lain bahkan orang yang memerlukan bantuan.

Umumnya yang menjadi Saran dari penulis yaitu memiliki iman dan

ketaatan kepada Tuhan, memiliki kasih besar dan belajar dengan sungguhsungguh,

menjadi teladan dan mau berbagi ilmu dan pengetahuan mengenai pendalaman

ajaran yang ada dalam Kristen untuk memuliakan nama Tuhan dan menghayati

setiap ajaran yang diyakini dan diimani dalam kehidupannya. Menjadi seseorang

yang penuh kasih selain mau berbagi, juga mau mengajarkan dan berbagi ilmu

pengetahuan akan ajaran yang diimani dalam kehidupan orang percaya, sehingga

setiap orang boleh mengerti dan memahami yang diimani.

6.2.2. Saran bagi Sekolah Tinggi Teologi

Kepada pihak Sekolah Tinggi Teologia agar dapat hendaknya

memperbanyak literature yang berkaitan dengan ilmu Islam. Karena melalui buku-

buku seperti ini diharapkan mahasiswa sebagai intelektual tidak saja mengetahui

ilmu yang berkaitan dengan ajaran agama yang dianut. Karena sangat terbatasnya

literature agama-agama (khususnya selain agama selain Islam), dengan demikian

penulis mengharapkan agar kepada pemuka agama, khususnya agama Kristen agar

memberikan perkuliahan sesuai dengan keahliannya.

Membangun suasana religius didalam lingkungan kampus adalah

membudayakan kebudayaan atau kebiasaan mahasiswa di kampus, agar

mahasiswa mempunyai akhlak baik sehingga mampu menjadi individu

berkualitas, bukan hanya dikampus tapi juga diluar kampus, bahkan setelah lulus

kuliah dan berada ditengah-tengah masyarakat. Hal ini dilakukan dengan cara

mengembangkan
86
bidang keilmuan dan teknologi informasi yang disertai nilai-nilai kehidupan masyarakat

serta paham aktualisasi nilai-nilai budaya agama sebagai implementasi perwujudan

ibadah pada Tuhan.

6.2.3. Saran bagi Umat Islam Secara Umum

Kepada umat Islam umumnya penulis berharap melalui tulisan ini dapat

menambah keimanan umat terhadap kebenaran Alquran, untuk itu penulis menyarankan

supaya umat dapat meluangkan sedikit waktu untuk membaca, memahami dan mencoba

untuk mengertiajaran agama, karena Alquran sendiri mengajarkan supaya umat

membaca.

Taat kepada Allah SWT merupakan hal yang sangat penting dan haruslah

mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan sukacita dan selalu bersyukur dalam

kehidupan. Kurangnya pemahaman mengakibatkan maknanya berkurang ataubahkan

hilang, bagi umat Islam perlulah memahami makna yang terkandung dari ajaran.

Sebagai umat Islam haruslah memahami makna hak Waris Ismail dengan baik dan

secara mendalam, sehingga melakukan ajaran itu dapat dengan penuh penghayatan.

Penulis menyarankan bahwa umat Islam haruslah memahami yang diimani dan

diyakini. Penulis juga menyarankan agar dapat berbagi kepada orang lain khususnya

orang yang membutuhkan dan kurang mampu, tidak membedakan agama dan budaya

sama halnya dengan memahami hak Waris Ismail yang tidak memandang perbedaan

untuk dapat berbagi pemahaman ajaran.

Setiap agama baiknya memiliki suatu upaya bersama untuk dapat memahami

makna dan tujuan yang terkandung dalam setiap ajaran, karena hal tersebut sangat

penting demi pelaksanaannya. Memahami makna dan tujuan yang terkandung

dalam setiap ajaran yang ada dapat meningkatkan rasa ketaatan dan ungkapan syukur
87
Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis

kepada Tuhan. Melalui tulisan mengenai hak Waris Ismail dalam Islam ini, penulis

menyarankan bahwa adanya kesadaran setiap orang untuk dapat saling membagi ilmu

dan pengetahuan yang dalam dan luas bagi orang lain yang kurang memahami. Hal

tersebut berguna bagi orang lain sehingga makna yang terkandung dalam setiap ajaran

tidak berkurang atau bahkan hilang. Makna yang berkurang atau bahkan hilang,

mengakibatkan banyak orang akan melaksanakan segala ajaran sebagai suatu rutinitas

dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan sebagai tuntutan agama, atau bahkan

hanya demi ikut-ikutan saja

88
Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Anggito, A., & Setiawan, J. Metode Penelitian Kualitatif . Sukabumi: CV Jejak,

2018.

Azraqi. Akhbar Makkah Volume 1. New York: Darussalam.

Bahreisy, H. S.Sejarah Hidup Nabi-Nabi. Surabaya: PT Bina Ilmu, 1980.

Bellah, R. N. Islamic Tradition and the Problems of Modernization,. Los Angeles:

University of California Press, 1991.

Brill's, E. J. Encylopedia of Islam Volume 4 Ismail. New York: Laiden, 1993.

Casanova, J. Public Religions in the Modern Word.

Effendi, D. Agama dan Pembangunan Nasional: Himpunan Sambutan Presiden

Soeharto. Jakarta: Pustaka Biru, 1981.

Ghufran, A. Lahirlah dengan Cinta: Fikih Hamil dan Menyusui. Jakarta: Amzah,

2007.

Glasse, C. Ishmael, Concise Encylopedia of Islam. New York: Harper Collins

Publisher, 1991.

Hakim, R. Hukum Perkawinan Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2000.

Hamdi, A. S. Metode Penelitian Kuantitatif Aplikasi dalam Pendidikan.

Yogyakarta: CV Budi Utama, 2014.

Harahap, I. Ibrahim Bapa Semua Agama: Sebuah Rekonstruksi Sebuah Sejarah

Kenabian Nabi Ibrahim As Sebagaimana Tertuang Dalam Taurat, Injil dan

Alquran. Jakarta: Lentera Hati, 2014.

Hashem, O. Muhammad Sang Nabi: Penelusuran Sejarah Nabi Muhammad Secara


Detail. Bab 1. Kondisi Geografis - Kafilah Nabi Ibrahim.

Jurdi, S. Sosiologi Islam & Masyarakat Modern. Jakarta: Kencana, 2010.

Katsir, I. Shahih Tafsir Ibnu Katsir . Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir, 2014.

Katsir, I. KISAH PARA NABI: Sejarah Lengkap Kehidupan Para Nabi Sejak Adam

Hingga Isa. Jakarta: Qisthi Press, 2015.

Musyrifah. Teologi dan Manuver Yahudi Nasrani Menurut Penafsiran Sayyid

Quthb dalam Kitab Tafsir Fi Zhilal Al-Quran . Banjarmasin: UIN Antasari,

2009.

Muthahari, M. Wanita dan Hak-Haknya Dalam Islam. Bandung: Pustaka, 1985.

Nugiyantoro, B. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada,

1995.

Rahmatia, Y. M. Rekonsiliasi Manusia Ekonomi: Tuma'ninah vs self-interest.

Kajian Hikmah dan Makna Makro-Mikro Alquran. Ed 1Cet 1. Jakarta: Feliz

Book, 2013.

Rauven, F. Journeys in Holy Lands: The Evolution of the -Ishmael Legends in

Islamic Exegesis. New York: SUNY Press, 1990.

Ruslani. Masyarakat Kitab dan Dialog Agama Antaragama. Yogyakarta: Yayasan

Bentang Budaya, 2000.

Shadily, H. Ensiklopedia Indonesia.Jakarta: Ikhtiar Baru Van Houven, 1989.

Sirry, M. Polemik Kitab Suci: Tafsir Reformis atas Kritik Al-Quran terhadap

Agama Lain. Jakarta: Gramedia, 2013.

Sirry, M. Scriptural Polemics: The Qur’an and Other Religions . Oxford : Oxford

University Press, 2014.


Sirry, M. Islam Revisionis: Kontestasi Agama Zaman Radikal. Yogyakarta: Suka

Press, 2018.

Soemiyari. Hukum-Hukum Perkawinan Islam dan UU Perkawinan . Yogyakarta:

Liberty, 1997.

Sudianto. Sanon.Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Makalah, Laporan, Proposal

Skripsi, Skripsi Proposal Tesis dan Tesis. Banjarmasin: Unit Publikasi Informasi

Sekolah Tinggi Teologia, 2019.

Sugiyono. Metode Penelitian Kombinasi. Bandung: Alfabeta, 2016.

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitaif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta,

2016.

Suprapto, B. Liku-Liku Poligami. Yogyakarta: Al-Kautsar, 1990.

Suryanegara, A. M. Api Sejarah . Bandung: Salamadani Pustaka Semesta, 2009.

Usman, H., & Akbar, P. S. Metodologi. Jakarta: Bumi AkSarah, 1996.

Winardi, I. Monogami VS Poligami.Bandung: Bumi Rancaekek Kencana, 2006. Zed,

M. Metode Penelitian Kepustakaan.Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008.

Internet:

az-Zuhaili, W. (2020). At-Tafsir al-Munir.

https://mediaindonesia.com/read/detail/120276-kurban-ismail-atau-ishaq.

Diakses 16 Mei 2020

https://christology.wordpress.com/2014/10/05/ismail-dalam-islam-dan--ishaq-dalam-

kristen/. Diakses 23 April 2020

https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/doktrin. Diakses 07 September 2020,


https://republika.co.id/berita/qdhaiu320/siapa-yang-akan-diqurbankan-ibrahim-ishaq-

atau-ismail-as. Diakses 29 Maret 2020,

https://rumaysho.com/11623-pelajaran-dari- kisah-nabi-ibrahim-menyembelih-

ismail.html. Diakses 19 Oktober 202

https://www.hidayatullah.com/artikel/tsaqafah/read/2019/10/02/171572/mil kul-yamin-

dalam-pandangan-syariat.html.
LAMPIRAN
I. Surat Permohonan Ujian Skrips
II. Surat Layak Ujian Skripsi
III. Biodata

BIODATA MAHASISWA UJIAN SKRIPSI


Nama : Miati Ayu Maghdalena
NIM : 16.20.77
Tempat Tanggal Lahir : Mabuan, 25 Mei 1998
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Desa Sei Asem, RT 006 RW 000. Kecamatan Kapuas
Hilir, Kabupaten Kuala Kapuas, Provinsi Kalimantan
Tengah.
Data Orangtua
Nama Ayah : Istono (H)
Pekerjaan : Petani

Nama Ibu : Misleluni (H)


Pekerjaan : Petani

Alamat : Desa Sei Asem, RT 006 RW 000. Kecamatan Kapuas


Hilir, Kabupaten Kuala Kapuas, Provinsi Kalimantan
Tengah. Telp. 0823-5092-5694
Jenjang Pendidikan
TK : Tamat Tahun 2005 di Desa Sakapinang (Kuala Kapuas)
SD : Tamat Tahun 2011 di Desa Mabuan (Buntok)

SLTP : Tamat Tahun 2013 di Desa Kalahien (Buntok)

SLTA : Tamat Tahun 2016 di Kuala Kapuas

Masuk STT-GKE Tahun Akademik : 2015/2016


Program : Sarjana
Program Studi : Teologi (S.Th.)
Tahun Akademik saat ini : 2020/2021

Semester : Sembilan (9)

Jumlah SKS yang sudah terkumpul** : 141 SKS


Yang Menyatakan

(Miati Ayu Maghdalena)


IV. Presensi Konsultasi
Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis

Anda mungkin juga menyukai