Anda di halaman 1dari 76

i

MAKNA HARI SABAT DALAM DEKALOG MENURUT KELUARAN 20:8-11


DAN
PENGARUHNYA TERHADAP KESETIAAN JEMAAT DALAM BERIBADAH
(Studi Kasus)

GEREJA PANTEKOSTA di INDONESIA DADAPAN MOJOKERTO

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi dan Melengkapi Salah Satu Syarat dan Tugas-
Tugas Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teologi Program Studi Teologi
Kependetaan di Sekolah Tinggi Teologi Yestoya Malang

Oleh:

Nama: Misel Kasenda

NIM: 118560

JURUSAN TEOLOGI KEPENDETAAN

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI YESTOYA (STTY) MALANG

TAHUN 2020

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi

MAKNA HARI SABAT DALAM DEKALOG MENURUT KELUARAN 20:8-11


DAN PENGARUHNYA TERHADAP KESETIAAN JEMAAT DALAM
BERIBADAH
i

(Studi Kasus)

GEREJA PANTEKOSTA di INDONESIA DADAPAN MOJOKERTO

Ditulis oleh:
Misel Kasenda
NIM: 118560

Skripsi ini telah dipertahankan oleh Penulis dalam Sidang Ujian Skripsi pada
Senin, 18 Mei 2020

Pembimbing I Pembimbing II

Pdt. Ilona O. Karamoy M.Th. Ratri Kusuma, S.E., M.Th


NIDN: 2330106801 NIDN: 2311057601
Setelah memeriksa dan memperhatikan seluruh proses penyusunan Skripsi
ini sampai pada Sidang Ujian Skripsi, maka dengan ini dinyatakan bahwa
Skripsi
ini diterima dan disahkan sebagai bagian dari persyaratan
untuk memperoleh gelar Sarjana Teologi di STT Yestoya

Diterima dan disahkan di Malang


pada tanggal 19 Mei 2020

Ketua Sekolah Tinggi Teologi Yestoya

Pdt. Dr. Adriaan M.F. Wakkary, M.Th. NIDN:


2308056001

i
LEMBAR DEWAN PENGUJI SIDANG SKRIPSI

Judul Skripsi

MAKNA HARI SABAT DALAM DEKALOG MENURUT KELUARAN 20:8-11


DAN PENGARUHNYA TERHADAP KESETIAAN JEMAAT DALAM
BERIBADAH

(Studi Kasus)
i

GEREJA PANTEKOSTA di INDONESIA DADAPAN MOJOKERTO

Ditulis oleh:
Misel Kasenda
NIM: 118560

Diajukan dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Sidang Skripsi


sebagai bagian dari persyaratan untuk memperoleh gelar

Sarjana Teologi (S.Th)

Dewan Penguji Sidang Skripsi

Ketua,

Pdt. Dr. Adriaan M.F. Wakkary, M.Th. NIDN:


2308056001

Anggota:

Penguji I Penguji II

Pdt. Ilona O. Karamoy M.Th Ratri Kusuma, S.E., M.Th


NIDN: 2330106801 NIDN: 2311057601

ii
SKRIPSI ini didedikasikan untuk

TUHAN YESUS KRISTUS


i

Yang memanggil dan memilih penulis melayani pekerjaan-Nya

Motto
i

BERSYUKURLAHDALAMSEGALAHAL

iii
KATA PENGANTAR

Ucapan syukur dan pujian penulis panjatkan kepada Allah di dalam

Yesus Kristus yang karena perkenanan-Nya skripsi ini bisa dituntaskan

penyusunannya. Roh Kudus sebagai Penolong dan Penghibur senantiasa

memberikan kesanggupan kepada penulis untuk menghadapi berbagai

tantangan, kesibukan, bahkan perasaan jenuh dalam penulisan skripsi ini,

sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini dengan baik.
i

Pada kesempatan ini penulis, secara khusus ingin mengucapkan

banyak Terima Kasih kepada pihak-pihak yang secara langsung maupun tidak

langsung telah memberikan kontribusi yang diperlukan penulis dalam

penulisan skripsi ini, sebagai berikut:

1. Bapak Pdt. Dr. Ir. Samuel Sianto M.Th. dan Ibu Dra. Ngirana Prima Wati, M.A.

masing-masing selaku Ketua Dewan Pembina dan Ketua Yayasan Tri Manunggal

Eka

Sabda sebagai penyelenggara STT Yestoya Malang,

2. Bapak Pdt. Dr. Adriaan M.F. Wakkary, M.Th. selaku Ketua STT Yestoya

3. Bapak Pdt. Dr. Roike R. Kowal, M.PdK. selaku Wakil Ketua I STT Yestoya,

4. Ibu Ratri Kusuma Wijaya, S.E., M.Th. selaku Wakil Ketua II STT Yestoya, dan

sekaligus sebagai dosen pembimbing II penulis.

5. Bapak Pdt. Jefri Wungow, M.Th. selaku Wakil Ketua III STTYestoya

6. Ibu Pdt. Ilona O. Karamoy, M.Th., selaku Wakil Ketua IV STT Yestoya, dan

juga sebagai dosen pembimbing I penulis yang telah banyak memberikan

masukkan juga koreksi sehingga skripsi ini bisa diselesaikan denganbaik,

7. Bapak Ir. Tikyanto, M.A., selaku KaProdi Teologi STT Yestoya,

8. Seluruh dosen dan staff bahkan rekan-rekan mahasiswa STT Yestoya.

9. Keluarga penulis yang selalu memberikan dukungan dalam segala hal dan

yang senantiasa mendoakan sehingga tugas akhir ini bisa dikerjakan dengan

baik.

iv
10. Kepada someone special, teman dekat penulis yang selalu setia memberikan

dukungan, semangat, motivasi serta doa sehingga penulis memiliki semangat

yang kuat untuk mengerjakan tugas akhir ini dengan

baik.
i

11. Sahabat-sahabat penulis, para orang hebat Gerald Rivaldo, Serlon Paulus,

Jeffanto Eluama, Fifi Kristiani Gulo, Kezia Yunike, Andreas Christian dan

rekan yang lainnya yang selalu membantu dalam mengerjakan tugas akhir

ini.

12. Keluarga besar Jemaat GPdI Dadapan Jetis Mojokerto yang


mau

memberikan izin gereja untuk dijadikan lokasi penelitian serta menerima

penulis dengan sukacita, memberikan dukungan doa dan partisipasi.

13. Akhirnya, kepada seluruh teman sejawat penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan,

namun penulis berharap skripsi ini dapat berkontribusi sebagai sumbangan

pemikiran teologis baik untuk seluruh sivitas akademika STT Yestoya,

hambahamba Tuhan bahkan semua orang Kristen pada umumnya. Akhirnya, “

… segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah

kemuliaan sampai selama-lamanya,” Amin.

Malang, 14 Mei 2020


Penulis,

Misel Kasenda

v
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................i

LEMBAR PENGESAHAN...............................................................................iv

DAFTAR ISI...................................................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN
i

A. Latar Belakang Masalah.................................................................... 1


B. Rumusan Masalah..............................................................................4
C. Tujuan Penilitian..................................................................................4
D. Batasan Masasalah............................................................................ 4
E. Manfaat Penelitian.............................................................................. 4
F. Metode Penelitian............................................................................... 5
G. Hipotesa................................................................................................5
H. Definisi Istilah.......................................................................................6
I. Sistematika Penulisan........................................................................8

BAB II LANDASAN TEORI

A. Asal-Usul Hari Sabat.......................................................................... 9


B. Makna Hari Sabat Dalam Alkitab....................................................10
1. Makna Hari Sabat Menurut Perjanjian Lama......................... 10
2. Makna Hari Sabat Menurut Perjanjian Baru...........................14
3. Makna Hari Sabat Bagi Orang Kristen....................................18
C. Makna Hari Sabat Menurut Kitab Keluaran 20:8-11.....................20
1. Latar Belakang Kitab Keluaran................................................. 20
a. Penulis dan Waktu
Penulisan............................................. 22
b. Tujuan Penulisan 23
c. Latar Belakang Sosial, Politik &
Agama............................23
d. Struktur Kitab
Keluaran........................................................28
e. Ciri Khas Kitab
Keluaran......................................................30
2. Eksegese Keluaran 20:8-11...................................................... 31

vi
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian....................................................................................38
B. Lokasi Penelitian................................................................................. 39
C. Fokus Penelitian..................................................................................39
D. Pemilihan Informan.............................................................................40
E. Teknik Pengumpulan Data................................................................ 40
F. Analisis Data dan Penafsiran Data...................................................42

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sejarah Singkat GPdI Dadapan Jetis Mojokerto......................... 46


i

B. Aplikasi Makna Hari Sabat Dalam Dekalog Menurut Keluaran


20:8-11 Dan Pengaruhnya Terhadap Kesetiaan Jemaat
Dalam Beribadah (Studi Kasus) GPdI Dadapan Jetis
Mojokerto............................................................................................48
C. Susunan Kepengurusan di GPdI Dadapan Jetis Mojokerto 51
D. Latar Belakang Penelitian...............................................................52
E. Temuan Penelitian........................................................................... 53
F. Pengertian Tentang Hari Sabat...................................................... 54
G. Pengertian Yang Benar................................................................... 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan.........................................................................................60

B. Saran...................................................................................................63

KEPUSTAKAAN............................................................................................... 65

vii
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kata Sabat berarti perhentian atau istirahat. Itu adalah satu kata Ibrani

yang diadopsi. Ketika orang Ibrani menggunakan kata „Sabat‟, kata itu

membawa pikiran mereka kepada makna yang sama dengan kata „Istirahat‟.

Allah beristirahat bukan karena Allah lelah secara fisik, kita harus mengerti

bahwa Allah adalah Roh, jadi perhentian ini bukanlah perhentian karena

keletihan secara fisik tetapi karena segala pekerjaan Allah dalam karya

penciptaan-Nya telah selesai.1

Karena hari Sabat adalah hari yang dikuduskan Tuhan Allah maka orang

Kristen berpandangan bahwa hidup mereka juga harus kudus pada hari itu,

memang demikian. Tetapi, seharusnya jika mereka mengerti tentang makna

Sabat adalah hari dimana umat Allah berhenti beristirahat ketika pekerjaan

atau segala rutinitas harian telah selesai maka, saat itulah harusnya umat

Allah mengkhususkan waktu untuk Sabat. Dalam pengertian ini Sabat adalah

pemberian waktu untuk bersekutu dengan Allah, menyembah Allah dengan

pujian dan penyembahan dalam Roh dan Kebenaran. Jika makna Sabat

dipahami dengan benar maka orang Kristen akan mengerti bahwa menjaga

kekudusan hidup harus dilakukan setiap hari dan bukan pada hari Sabat atau

hari beribadah saja (hari Sabtu atau Minggu).

Dalam penulisan ini, penulis mendapati kasus ternyata saat ini masih
1 Ellet Joseph Waggoner, Tiga Sabat: Mengungkap Makna dan Hakikat di Balik Hari
Ibadah, (Minahasa Utara: Eden Way Publishing, 2001), 12.

1
2

banyak sekali orang Kristen yang belum mengerti makna hari Sabat dengan

benar. Penulis menyoroti salah satu gereja di Mojokerto yaitu, GPdI Dadapan

Jetis Mojokerto ternyata jemaat disana masih ada yang menganggap bahwa

untuk menjaga kekudusan hidup hanya khusus hari minggu saja karena hari

itu adalah hari Sabat atau hari Perhentian yang dikuduskan Allah.

Dari konsep pemahaman yang kurang tepat ini maka penulis memutuskan

untuk mencoba memberikan pengertian dan makna tentang hari Sabat

berdasarkan landasan Alkitab sehingga tidak ada lagi pandangan yang keliru

berkaitan dengan hari Sabat di jemaat GPdI Dadapan Jetis Mojokerto. Penulis

berpandangan bahwa dalam kasus ini peranan seorang hamba Tuhan atau

Gereja sebagai wadah yang ada, harus membimbing, memberikan pendangan

atau konsep dasar yang benar karena hal ini sangat berpengaruh terhadap

kesetiaan jemaat dalam beribadah juga dalam proses pertumbuhan iman

jemaat.

Hari Sabat adalah suatu tema yang utama dan sering diperdebatkan dalam

lingkup kehidupan orang Kristen. Dikatakan utama, karena tema ini

merupakan salah satu perintah dalam Dekalog. Sering diperdebatkan karena

tema ini memiliki muatan teologis yang kental maka dari tema ini muncul

pengajaran yang sangat beragam, serta tidak banyak juga yang saling

bertolak belakang. Di satu sisi terdapat kelompok orang Kristen yang

mengabaikannya karena menganggap hari Sabat sama sekali tidak ada

relevansinya dengan Kristen hari ini.2 Mereka berpandangan bahwa orang

Kristen saat ini sudah hidup di zaman anugerah

sehingga tidak lagi terikat dengan perintah yang ada dalam Dekalog. Ada juga

kelompok yang menerapkan makna literal dalam tema ini sehingga


2 Richard Gaffin, Calvin and the Sabbath: The Controversy of Applying the Fourth
Commandment, (Ross-shire: Mentor, 1998), 11.
3

mengelompokkan orangorang yang gagal menjalankan perintah hari Sabat ke

dalam kumpulan orang yang akan menerima hukuman kekal. 3 Sedangkan ada

juga kelompok lain yang berdiri di tengah-tengah kedua kubu tersebut yang

menerapkan perintah

ini secara tersirat.4

Perbedaan pengertian dan penerapan di atas bermuara pada

penafsiran makna dari hari Sabat di dalam Alkitab. Untuk itu, Skripsi ini akan

menyoroti makna-makna teologis dari tema ini berdasarkan prinsip-prinsip

teologia biblika. Penulis berpandangan bahwa ada sedikit kekeliruan di dalam

pemahaman tentang hari Sabat, sehingga banyak kasus yang mengakibatkan

sesama orang Kristen saling menyalahkan serta ada juga kelompok orang

yang hanya menjaga kesucian atau kekudusan hidup pada hari Sabat saja.

Lewat tulisan ini penulis akan mencoba memberikan makna dari hari

Sabat berdasarkan prinsip teologia biblika melalui penelitian lapangan guna

menyelidiki kasus-kasus yang berhubungan dengan tema hari Sabat ini.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan hari Sabat?

2. Apa makna hari Sabat dalam Dekalog?

3. Bagaimana pemahaman jemaat tentang makna hari Sabat?

4. Apakah ada pengaruh pemahaman jemaat tentang hari Sabat dalam

Dekalog terhadap kesetiaan beribadah?

C. Tujuan Penelitian

3 Ministerial Association General Conference of Seventh-day Adventists, Seventh-day


Adventists Believe: A Biblical Exposition of 27 Fundamental Doctrines, (Hagerstown: Review
and Herald, 1988), 263.
4 A. G. Shead, “Sabbath” dalam New Dictionary of Biblical Theology, (Downers
Grove: InterVarsity, 2000), 749.
4

1. Untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan hari Sabat.

2. Untuk mengetahui makna hari Sabat dalam Dekalog

3. Untuk memahami konsep pemahaman jemaat tentang makna hari Sabat.

4. Untuk mengetahui pengaruh pemahaman jemaat tentang hari Sabat dalam

Dekalog terhadap kesetiaan beribadah

D. Batasan Masalah

Dalam bembatasan masalah ini, penulis membatasi hanya pada makna

hari Sabat dan pengertian serta pengaruhnya terhadap kesetiaan jemaat

dalam beribadah.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Penulis.

Agar penulis mengetahui seberapa jauh orang Kristen memahami arti

dari hari Sabat dan apa pengaruhnya dalam kesetiaan beribadah.

2. Bagi Gereja.

Agar Gereja memahami pentingnya memberikan pengertian kepada

jemaat tentang makna hari Sabat sehingga jemaat lebih memperhatikan

kehidupan mereka secara rohani.

3. Bagi Sivitas Akademika STT Yestoya.

Sebagai sumbangsi kepustakaan dalam bidang ilmu terkait, terlebih

khusus dibidang Teologi Dogmatika hari Sabat.

F. Metode Penelitian

Dalam penyajian skripsi ini, penulis

menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif metode Miles dan Huberman


5

yaitu dengan metode wawancara dan menggunakan sumber data dari buku

serta internet, untuk menghasilkan data yang valid, objektif dan dapat

dipertanggung jawabkan. Miles dan Huberman mengemukakan bahwa metode

ini dilakukan secara interktif dan langsung secara terus menerus sampai

tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. 5

G. Hipotesa

Hipotesa adalah sesuatu yang dianggap benar untuk alasan atau untuk

mengatakan pendapat, meskipun kebenarannya belum terbukti. Berdasarkan

pengertian di atas, maka penulis membuat suatu hipotesa “Makna hari Sabat

sangat berpengaruh terhadap kesetiaan jemaat dalam beribadah. Karena

demikian, para hamba Tuhan serta Gereja harus memberikan pengerti dan

bimbingan yang benar berkaitan dengan tema ini sesuai dengan Teologi

biblikal berdasarkan Alkitab”.

H. Definisi Istilah

1. Dekalog

Sepuluh Perintah Allah, dikenal juga dengan istilah Sepuluh Firman

Allah, Dasa Titah, satu kumpulan prinsip biblika terkait etika dan ibadah dalam

agama Yudaisme, Kekristenan, dan Islam. Sebenarnya Dekalog berarti

“sepuluh kata” ketimbang “sepuluh perintah” dan menyediakan peraturan

untuk hubungan kovenan antara Allah dan Israel; Dekalog lebih baik disebut

“sepuluh prinsip‟ hubungan kovenan” berbentuk seperti kekuasaan raja di

mana bawahan (Israel) memiliki kewajiban pasti yang ditentukan di hadapan

5 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif , (Bandung: Alfabeta, 2011), 246.


6

kekuasaan atasan (Yahweh).6 Sebagai hukum, bentuk ini paaling dekat

dengan bentuk apodiktif atau tanpa syarat-syarat dengan larangan-larangan

mutlak yang disertai hukuman atas kegagalan (hukuman terhadap kegagalan

tidak terdapat dalam Dekalog namun dalam berkata-kata dan kutukankutukan

kovenan). Kitab Kovenan berisi petunjuk membuat mezbah, yang penting

untuk mengalami kehadiran ilahi (Kel 20:22-26), serangkaian “prinsip

peraturan” dengan aturan primer diawali dengan Ki dan aturan sekunder

diawali dengan „im yang dimaksudkan sebagai ilustrasi paradigmatis untuk

menyelesaikan keluhan-keluhan. Keseluruhanya diapit oleh penyembahan

(Kel 20:23-26;23:10-19) dan memperlihatkan bahwa tujuan primer

peraturanperaturan itu adalah menegakkan hubungan dengan Allah melalui

penyembahan.7

2. Pengaruh

Diartikan sebagai daya yang timbul dari sesuatu, orang atau benda

yang ikut membentuk prilaku, kepercayaan, atau perbuatan seseorang. 8

3. Kesetiaan

Kualitas utama dari menghormati dan menghargai orang lain. Kesetiaan

menghasilkan ketaatan, keteguhan, dan berjanji. Kesetiaan dilakukan melalui

tindakan pribadi. Kesetiaan adalah suatu pilihan. 9

4. Ibadah

Memberikan penghormatan kepada Allah sebagai pencipta,

penyelamat, dan pengudus. Yang meliputi pujian, syukur, penyerahan diri,

6 Grant R. Osborne, The Hermenutical Spira: A Comprehensive Introduction to


Biblical Interpretation, (Momentum, 2005), 214.
7 . Ibid, 214 - 216

8 Desi Anwar, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Surabaya: Amelia, 2003), 318.
9 . John Garmo, Ph.D., Developing Character: Teacher‟s Guide, (America: Character
Solutions International, 2011), 95.
7

tobat dan doa permohonan. Ibadah merupakan liturgi yang berpusat kepada

Kristus yang sebagai Imam Agung.10

I. Sistematika Penulisan

Dalam skripsi ini penulis menyusun sistematika penulisan sebagai

berikut.

Bab I, menjelaskan hal-hal yang membawa kepada pemahaman skripsi.

Secara keseluruhan, bagian ini terdiri dari: Latar Belakang Masalah, Rumusan

Masalah, Tujuan Penelitian, Batasan Masalah, Manfaat Penelitian, Metode

Penelitian, Hipotesa, Definisi Istilah dan Sistematika Penulisan.

Bab II, berisi landasan teori yang menjadi acuan penulisan ini, berupa

teori yang berisi Makna hari Sabat dalam Alkitab, makna hari Sabat menurut

Perjanjian Lama, makna hari Sabat menurut Perjanjian Baru, makna hari

Sabat bagi orang percaya, serta penjelasan makna menurut Keluaran 20:8-11

berdasarkan studi eksegese yang meliputi: Latar Belakang Kitab Keluaran,

Penulis dan Waktu Penulisan, Tujuan Penulisan, Latar Belakang Sosial, Latar

Belakang Politik, Latar Belakang Agama, Garis Besar Kitab Keluaran, Ciri

Khas Kitab Keluaran, dan Tafsiran Keluaran 20:8-11.

Bab III, membahas mengenai Metode Penelitian, Rancangan dan

Prosedur Penelitian yang terdiri dari Metode, Variabel, Definisi Operasional

serta Rancangan dan Prosedur Penelitian.

Bab IV, membahas mengenai, Sejarah Singkat GPdI Dadapan Jetis

Mojokerto, Susunan Kepengurusan GPdI Dadapan Jetis Mojokerto, Hasil

Penelitian.

Bab V, Membahas mengenai, Kesimpulan dan Saran.

10 Gerald O‟Collins, SJ, Kamus Teologi, (Yogyakarta: Kanisius, 1996), 109.


9

BAB II LANDASAN TEORI A. Asal-Usul Hari Sabat

Para ahli memberikan lima teori tentang sumber di luar Alkitab yang

menjadi asal-usul hari Sabat, yaitu: Babylonian Origin, Lunar Origin, Kenite

Origin, Socioeconomic Origin dan Calendar Origin.11 Dari kelima teori di atas

tidak satu pun memiliki dasar argumentasi yang meyakinkan untuk diterima,

sehingga N. A. Andreasen menyimpulkan bahwa “the origin and early history

of Sabbath . . . continue to lie in the dark.” 12 Dengan demikian, satu-satunya

sumber yang menjadi rujukan untuk menemukan asal-usul pengajaran dan

makna hari Sabat adalah Alkitab. Secara epistemologis, istilah “hari Sabat”

dalam Alkitab pertama kali muncul di Keluaran 16:22-30 ketika orang Israel

berada di padang gurun Sin. Saat itu Allah memberikan manna kepada bangsa

Israel sebagai makanan harian dan lewat Musa memerintahkan mereka untuk

memungutnya setiap hari, kecuali hari ketujuh yang oleh Allah disebut sebagai

“Sabat.” Secara konseptual, “Sabat” dalam teks tersebut di atas dapat

disejajarkan dengan tindakan Allah berhenti dari karya penciptaan pada hari

ketujuh (Kej. 2:1-3),13 serta dianggap sebagai persiapan bagi umat Israel

menerima perintah untuk menjalankan hari Sabat lewat Dekalog yang akan

diberikan Allah ketika mereka tiba di gunung Sinai (Kel. 20:8-11). 14

Selanjutnya, tema “hari Sabat” secara konsisten muncul sebagai sebuah

tema yang terus berkembang dalam sebuah kerangka

berkesinambungan yang menembus waktu, perjalanan sejarah, dan bentuk

11 Harold H. P. Dressler, From Sabbath to Lord‟s Day: A Biblical, Historical and


Theological Investigation, (Grand Rapids: Zondervan, 1982), 22.
12 The Old Testament Sabbath, (SBLDS; Missoula: Scholars, 1972), 23.
13 A. G. Shead, “Sabbath” dalam New Dictionary of Biblical Theology, (Downers
Grove: InterVarsity, 2000), 746.
14 Dressler, “The Sabbath in the Old Testament”, 24.

9
9

kesusastraan Alkitab, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. 15 Dari

pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa konsep “hari Sabat” dimulai

dari Allah pada masa penciptaan alam semesta dan disampaikan kepada

bangsa Israel serta diturunkan dari satu generasi ke generasi yang lain sampai

kepada zaman Perjanjian Baru.

B. MAKNA HARI SABAT DALAM ALKITAB

1. Makna Hari Sabat Dalam Perjanjian Lama

Berdasarkan penelusuran atas teks-teks Alkitab yang membicarakan

tema hari Sabat, dapat ditemukan sebuah pokok pikiran utama yang dapat

mengakomodasi makna hari Sabat, yakni hari Sabat adalah hari perhentian.

“Perhentian” merupakan salah satu konsep yang sering muncul

berdampingan dengan perintah untuk menjalankan hari Sabat diPerjanjian

Lama.16 Konsep ini muncul dengan jelas dalam teks pertama di dalam Alkitab

yang memperkenalkan tema hari Sabat kepada bangsa Israel di Keluaran 16:21-

30. Dalam bagian ini, hari Sabat diperkenalkan sebagai hari perhentian penuh

(ay. 23), yakni hari di mana orang Israel tidak boleh melakukan pekerjaan dapur

(yakni membakar dan memasak), tidak perlu keluar untuk memungut manna (ay.

26), dan tidak boleh meninggalkan tempat tinggalnya (ay. 29). Alasan perhentian

ini adalah selama enam hari sebelumnya orang Israel sudah melakukan semua

kegiatan tersebut,sehingga hari ketujuh adalah hari perhentian bagi mereka (ay.

22, 26). Konsep perhentian juga menjadi alasan bagi bangsa Israel untuk

menjalankan hari Sabat dalam perintah keempat dari Dekalog (Kel. 20:8-11; Ul.

15 W. Stott, “Sabbath” dalam The New International Dictionary of New Testament


Theology, (vol. 3; ed. Colin Brown; Grand Rapids: Zondervan, 1986), 347.
16 Ibid, 349.
10

5:12-15). Dalam perintah ini, Allah memerintahkan bangsa Israel beserta seisi

rumahnya (dari istri, anak cucu, hamba, sampai kepada ternak) untuk tidak

bekerja pada hari ketujuh (Kel. 20:10; Ul. 5:14). Selain itu, perintah untuk

berhenti melakukan pekerjaan muncul dalam bentuk-bentuk yang berbeda,

misalnya: perintah untuk berhenti mempersiapkan Kemah Suci dan segala

perlengkapannya (Kel. 31:12-17)17larangan untuk berhenti menuai dan

membajak (Kel. 34:21), larangan untuk melakukan transaksi jual beli di kota

Yerusalem (Neh. 13:15), dan larangan untuk mengangkut barang-barang keluar

masuk kota Yerusalem (Yer. 17:22), dari beberapa teks di atas dapat disimpulkan

bahwa hari Sabat identik dengan hari perhentian yang disimpulkan dengan istilah

setiap orang harus menghentikan semua

pekerjaan, termasuk di dalamnya membajak, menuai, memasak, dan

melakukan pekerjaan rumah tangga lainnya. 18

Alkitab secara eksplisit memberikan dua alasan mengapa orang Israel

harus memiliki perhentian pada hari Sabat. Alasan pertama terdapat dalam

catatan pertama Dekalog di Keluaran 20:11, di mana Allah menjadikan

tindakan-Nya berhenti dari karya penciptaan alam semesta pada hari ketujuh

sebagai dasar untuk memerintahkan orang Israel berhenti dari pekerjaan pada

hari ketujuh. Ketika Allah mengadakan perhentian dari karya penciptaan di hari

ketujuh, Ia memberkati hari ketujuh dan menguduskannya (Kej. 2:3). Pada

saat memberikan perintah untuk menjalankan hari Sabat, Ia juga memberkati

dan menguduskan hari Sabat (Kel. 20:11). Dengan demikian, secara implisit

Alkitab menyamakan hari ketujuh dan hari Sabat, karena samasama adalah
17 Dalam Pentateukh (Im. 24:8; Bil. 28:9-10; Ul. 15:32-36); dalam kitab-kitab sejarah
(2Raj. 4:25; 16:18; 2Taw. 2:4; Neh. 10:31-33); dalam kitab puisi (Mzm. 92:1); dan dalam
kitab para nabi (Yes. 1:13; 56:2, 6; Yer. 17:21-27; Yeh. 46:1-12; Am. 8:5).
18 W. Stott, “Sabbath” dalam The New International Dictionary of New Testament
Theology, (vol. 3; ed. Colin Brown; Grand Rapids: Zondervan, 1986), 406. 19 “The
Sabbath in the Old Testament”, 26.
11

hari yang diberkati dan dikuduskan Allah. 19 Ketika bangsa Israel menjalankan

hari Sabat, mereka diingatkan akan hari ketujuh yang pada gilirannya akan

menuntun ingatan mereka kepada Allah yang berhenti dari karya penciptaan

alam semesta pada hari tersebut. Dengan kata lain, hari Sabat merupakan

berkat yang Allah berikan kepada bangsa Israel. Berkat ini memberi perhentian

dari pekerjaan yang sekaligus mengantar bangsa Israel kepada ingatan akan

Allah serta menghasilkan sebuah persekutuan dalam dimensi vertikal antara

umat Israel dengan Allah. Secara konkret, persekutuan ini dimanifestasikan

dalam sebuah ibadah yang penuh sukacita karena bangsa Israel telah

memasuki sebuah hari yang diberkati dan dikuduskan Allah. 19 Pada saat yang

sama, ibadah tersebut juga merefleksikan sebuah pengakuan bahwa Allah

adalah Sang Pencipta yang memiliki dan memelihara alam semesta beserta

segala isinya, termasuk bangsa Israel.20

Alasan kedua dari perintah Allah agar orang Israel memiliki perhentian

pada hari Sabat terdapat pada Ulangan 5:15, yakni supaya mereka mengingat

bahwa dulu mereka adalah budak di Mesir dan Allah telah melepaskan mereka

keluar dari perbudakan tersebut dengan tangan yang kuat dan lengan yang

teracung. Rausch menyebut alasan ini sebagai motif

kemanusiaan,21sedangkan Dressler berpendapat alasan ini sebagai bagian

dari dimensi horisontal umat Israel dalam hubungannya dengan sesama. 23

Motif kemanusiaan dan dimensi horisontal dapat dijelaskan dengan kenyataan

bahwa Allah mengingatkan bangsa Israel bahwa mereka dulu adalah budak

yang harus bekerja siang malam tanpa perhentian. Sekarang mereka telah

19 D. A. Rausch, “Sabbath” dalam Evangelical Dictionary of Theology, (ed. Walter A.


Elwell; Grand Rapids: Baker, 1984), 964.
20 Craig J. Slane, “Sabbath” dalam Evangelical Dictionary of Biblical Theology, (ed.
Walter A. Elwell; Grand Rapids: Baker, 1996), 697.
21 D. A. Rausch, “Sabbath” dalam Evangelical Dictionary of Theology, 964.
23
“The Sabbath in the Old Testament”, 27.
12

dibebaskan oleh Allah, mereka perlu mengingat anugerah Allah dengan

memberikan perhentian dari pekerjaan kepada anggota keluarga, termasuk

para budak, orang asing, binatang, dan ternak. Esensi dari motif kemanusiaan

ini adalah menggunakan kesempatan perhentian ini untuk melakukan

kebaikan kepada sesama manusia.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa menjalankan hari Sabat

adalah mengadakan perhentian dari segala pekerjaan. Alasan perhentian ini

adalah agar bangsa Israel di dalam sebuah persekutuan yang penuh sukacita

mengakui Allah sebagai Pencipta yang memelihara dan memiliki mereka.

Selain itu, perhentian juga merupakan kesempatan untuk menerapkan nilainilai

kemanusiaan dengan melakukan kebaikan kepada sesama. 22

2. Makna Hari Sabat Dalam Perjanjian Baru

Motif menjalankan hari Sabat dengan mengadakan perhentian ini

menembus waktu dan sejarah dan muncul lagi dalam pengajaran tentang

makna hari Sabat di Perjanjian Baru, khususnya dalam kehidupan dan

pengajaran Yesus Kristus. Kitab-kitab Injil mencatat enam insiden di mana

Yesus Kristus “bermasalah” dengan para pemimpin agama Yahudi dalam hal

memaknai hari Sabat. Keenam insiden tersebut adalah: murid-murid memetik

gandum pada hari Sabat (Mat. 12:1-5 dan paralelnya); Yesus Kristus

menyembuhkan orang yang mati sebelah tangannya pada hari Sabat (Mat.

22 Kesimpulan ini senada dengan tulisan John Calvin yang berbunyi: “First,
under
the repose of the seventh day the heavenly Lawgiver meant to represent to the people
of
Israel spiritual rest, in which believers ought to lay aside their own works to allow God
to work in them. Secondly, he meant that there was to be a stated day for them to
assemble to hear the law and perform the rites, or at least to devote it particularly to
meditation upon his works, and thus through this remembrance to be trained in piety.
Thirdly, he resolved to give a day of rest to servants and those who are under the
authority of others, in order that they should have some respite from toil” (dikutip dari
Gaffin, Calvin and the Sabbath 29).
13

12:9-14 dan paralelnya); Yesus Kristus menyembuhkan perempuan yang

dirasuki roh selama delapan belas tahun pada hari Sabat (Luk. 13:10-17);

Yesus Kristus menyembuhkan seorang yang sakit busung air pada hari Sabat

(Luk. 14:1-6); Yesus Kristus menyembuhkan seorang lumpuh di kolam

Betsaida pada hari Sabat (Yoh. 5:1-18); dan Yesus Kristus menyembuhkan

seorang yang buta sejak lahirnya pada hari Sabat (Yoh.9:1-41). Perlu dicatat

bahwa dari semua kisah di atas, tidak ada indikasi Yesus Kristus meniadakan

atau menganulir perintah untuk menjalankan hari Sabat. Dalam

pengajaranNya, Ia menyatakan bahwa Ia tidak pernah meniadakan hukum

Taurat dan kitab para nabi, melainkan menggenapinya (Mat. 5:17-18). Artinya,

kedatangan-Nya membawa sebuah pengertian dan penerapan yang baru

terhadap makna hari Sabat, yang kemudian menjadi penyulut pertentangan

antara Ia dan para pemimpin agama Yahudi. Para pemimpin agama Yahudi

menuduh Yesus dan murid-murid- Nya melanggar perintah untuk berhenti

bekerja pada hari Sabat, karena tindakan murid-murid memetik gandum dan

Ia menyembuhkan orang pada hari Sabat dianggap telah melanggar perintah

Allah untuk mengadakan perhentian pada hari Sabat. 23

Dari jawaban-jawaban yang Yesus Kristus berikan dalam setiap insiden di

atas dapat ditarik sebuah kesimpulan perihal bagaimana Ia memaknai

perhentian sebagai manifestasi dari pelaksanaan hari Sabat. Dari insiden di

atas, secara berturut-turut jawaban yang Yesus Kristus berikan adalah: Ia

adalah Tuhan atas hari Sabat (Mat. 12:8) dan hari Sabat diadakan untuk

manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat (Mrk. 2:27); berbuat baik

kepada manusia lebih penting daripada menjalankan hari Sabat (Mat. 12:12);

para penentang-Nya adalah orang munafik karena mereka sendiri adalah

23 Shead, “Sabbath” dalam New Dictionary of Biblical Theology, 698.


14

orang-orang yang melanggar perintah hari Sabat (Luk. 13:15-16); perbuatan

baik diizinkan dilakukan pada hari Sabat (Luk. 14:5); dan Ia menyamakan

diriNya dengan Allah (Yoh. 5:18). Dari semua respons yang Yesus Kristus

berikan di atas, dapat dibuat sebuah kesimpulan yang merangkum pandangan

dan pengajaran-Nya tentang makna dan pelaksanaan perhentian pada hari

Sabat, yakni: hari Sabat diadakan untuk manusia, sehingga di hadapan Allah

manusia lebih penting daripada hari Sabat, oleh sebabitu makna perhentian

hari Sabat boleh diubah demi kebaikan manusia dan Yesus

Kristuslah orang yang berhak mengubahnya karena Ia adalah Tuhan atas hari

Sabat.24

Dengan demikian, Yesus Kristus tidak pernah mengubah esensi hari Sabat

sebagai berkat yang Allah berikan bagi manusia. Yang diubah adalah makna

dan pelaksanaan perhentian hari Sabat di Perjanjian Lama, yang telah diganti

dengan makna baru yang diajarkan olehNya. 27 Dengan kata lain, perhentian

hari Sabat yang ditawarkan oleh-Nya adalah berbeda dengan perhentian yang

ditawarkan lewat perintah Allah di Perjanjian Lama.

Perhentian yang ditawarkan Yesus Kristus adalah perhentian yang


diberikan dalam kapasitas-Nya sebagai Tuhan atas hari Sabat. A. T. Lincoln
menyimpulkan bahwa perhentian yang ditawarkan Yesus Kristus:
. . . includes the good news of deliverance, liberation and forgiveness brought
by the mighty works and preaching of Jesus (Luke 4), release from the burden
of the law (Matt. 11), the accomplishment of eschatological salvation with its
giving of life (John 5), the fulfillment of divine rest of Genesis 2:2-3, which was
intended for humanity to share (John 5 and Heb. 3, 4) and that salvation rest
as a present heavenly reality entered by believing and ceasing from one‟s own
works (Heb. 3, 4). In short the physical rest of the Old Testament Sabbath has
become the salvation rest of the true Sabbath. 25
24 Ibid,699. 27 Ibid,700.
25 A. T. Lincoln, “From Sabbath to Lord‟s Day: A Biblical and Theological Perspective”
15

Kesimpulan Lincoln di atas mengindikasikan ada dua jenis perhentian

yang tercakup di dalam perhentian hari Sabat yang diberikan Yesus Kristus.

Jenis perhentian pertama adalah perhentian yang sudah digenapkan lewat

kematian dan kebangkitan-Nya yang membawa kelepasan dan pengampunan

dari beban dosa.29 Respons terhadap perhentian ini adalah sebuah ibadah

yang berisi penyembahan, pujian, ucapan syukur kepada Allah serta

persekutuan dengan sesama untuk merayakan perhentian yang sudah

digenapkan Allah lewat Yesus Kristus.30

Jenis perhentian kedua adalah perhentian eskatologi seperti yang

diajarkan dalam Ibrani 3:7, 4, 10. Teks ini mengindikasikan adanya perhentian

yang belum dimasuki atau diterima oleh orang percaya. Perhentian hari Sabat

ini akan didapatkan orang percaya ketika dia berhenti dari segala

pekerjaannya, yakni setelah meninggal dunia dan masuk ke surga, atau ketika

kedatangan Yesus yang kedua kalinya. 31 Perhentian eskatologis ini disebut

juga perhentian “already but not yet” yang artinya di satu pihak orang-orang

percaya sudah mendapatkannya lewat iman percaya kepada Yesus Kristus, di

pihak lain perhentian ini baru akan dinikmati di dalam dunia kekekalan nanti,28

seperti yang tercantum di dalam Wahyu 14:13.32 29

Pandangan ini didukung oleh Calvin yang menyatakan bahwa “Christians must
practice a perpetual Sabbath through the whole of life, resting from their sinful works, so that
God, through his Spirit, may work in them” (dikutip dari Gaffin, Calvin and the Sabbath 60). 30
dalam From Sabbath to Lord‟s Day 364. Dalam bagian ini Lincoln membuat observasi yang
baik dengan menyatakan bahwa Injil Markus dan Lukas menempatkan perikop insiden
mengenai hari Sabat tepat setelah pengajaran Yesus Kristus tentang anggur baru yang harus
ditaruh di dalam kantung yang baru untuk menyatakan bahwa makna lama hari Sabat di PL
harus diganti dengan makna baru di PB.
16

Yang biasanya dilakukan seminggu sekali pada hari Minggu, namun tidak menutup
kemungkinan untuk dilaksanakan pada hari-hari lain. Alkitab tidak mengindikasikan terjadinya
pergantian hari untuk beribadah dari hari Sabat (yakni hari Sabtu) ke hari Minggu oleh para
rasul (Slane, “Sabbath” 699). Bahkan Alkitab beberapa kali mencatat para rasul melakukan
ibadah pada hari Sabat (Kis. 13:14-44; 17:2; 18:4). Selain itu, Alkitab juga memberi referensi
bahwa orang percaya di kota Efesus mengadakan pertemuan ibadah pada hari pertama
dalam minggu itu (hari Minggu – Kis. 20:7). Kenyataan ini berarti bahwa esensi pelaksanaan
ibadah sebagai wujud perhentian Sabat terletak pada fokus ibadah, yakni sebuah pujian,
penyembahan, dan ucapan syukur kepada Allah serta persekutuan dengan sesama (Robert
Sherman, “Reclaimed by Sabbath Rest,” Interpretation 59/1 [Jan. 2005] 50), sedangkan
persoalan hari apa melakukannya (apakah pada hari Sabat atau Minggu atau hari yang lain)
bukan lagi merupakan persoalan yang esensial. Untuk pembahasan yang komprehensif
mengenai perbedaan Sabat dan Minggu, silakan baca tiga artikel R. J. Bauckham dalam buku
From Sabbath to Lord‟s Day yang secara terpisah menyorot hubungan antara hari Sabat dan
hari Minggu dalam masa Post-apostolic, Medieval Church in the West, dan Protestant
Tradition.
31
F. F. Bruce, The Epistle to the Hebrews (NICNT; Grand Rapids: Eerdmans, 1981),
77-79.
32
Lincoln, “Sabbath, Rest, and Eschatology in the New Testament”, 214.
3. Makna Hari Sabat Bagi Orang Kristen

Bagaimanakah orang Kristen hari ini menjalankan perintah keempat

Dekalog? Jawaban untuk pertanyaan ini terkait dengan konsep

“kesinambungan” dan “ketidaksinambungan” dari pengajaran Perjanjian Lama

kepada kehidupan orang percaya di Perjanjian Baru. Tremper Longman III

membagi hukum-hukum dan peraturan-peraturan dalam Perjanjian Lama

menjadi tiga kategori, yakni: 1) Moral law: prinsip-prinsip yang Allah berikan

kepada umat manusia dalam rangka menjalin hubungan yang benar dengan

Allah dan sesama, sehingga berlaku bagi segala umat manusia sepanjang

masa;26 2) Civil law: hukum dan per- aturan yang Allah berikan kepada Israel

karena statusnya sebagai bangsa pilihan Allah; 27 dan 3) Ceremonial law:

peraturan mengenai tata cara ibadah dan penyembahan bangsa Israel kepada

Allah.35 Secara sederhana dapat dikatakan bahwa moral law bersifat universal

dan kekal, sehingga berlaku bagi semua manusia di segala zaman, baik orang

Israel yang hidup di bawah hukum Taurat maupun orang Kristen yang hidup di

26 Making Sense of the Old Testament: Three Crucial Questions (Grand Rapids: Baker,
1998), 110.
27 Ibid, 110-111.
35
Ibid, 111.
17

bawah hukum kasih dan anugerah. Sedangkan civil law dan ceremonial law.

Secara literal hanya berlaku bagi orang Israel di Perjanjian Lama. Bagi orang

Kristen hanya perlu menjalankan prinsip di balik peraturan tersebut tanpa perlu

mengikuti secara literal.

Berdasarkan ketiga kategori tersebut, Dekalog secara umum

dikategorikan ke dalam kelompok pertama, yakni moral law. 28 Secara spesifik,

Walter C. Kaiser, Jr. berpendapat bahwa perintah keempat dari Dekalog

mengandung dua aspek dari kategori di atas, yakni aspek moral dan aspek

ceremonial. Menurut Kaiser, yang termasuk dalam aspek moral adalah

perintah untuk mengadakan perhentian demi mengenang karya penciptaan

alam semesta oleh Allah, beribadah kepada Allah, melayani Allah, beristirahat,

dan bersekutu dengan sesama.29 Sedangkan unsur-unsur ceremonial dari

perintah ini adalah penetapan hari ketujuh sebagai hari Sabat. 30 Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa yang berkesinambungan dalam hukum

keempat adalah perintah untuk mengadakan perhentian, sedangkan yang

tidak berkesinambungan adalah perintah untuk menjalankan hari Sabat pada

hari ketujuh. Orang Kristen di zaman Perjanjian Baru bebas memilih satu hari

untuk menjalankan perhentian tersebut.39

Dari penelusuran atas makna hari Sabat berdasarkan teologi biblika, maka

berikut ini dapat diambil beberapa kesimpulan. Pertama, perintah untuk

menjalankan hari Sabat di Perjanjian Lama bermakna mengadakan perhentian

dari segala pekerjaan oleh semua anggota keluarga, termasuk orang asing,

budak dan binatang peliharaan. Terdapat dua alasan Allah memerintahkan

orang Israel menjalankan hari Sabat. Alasan pertama menyentuh dimensi


28 Leon Morris, Toward Old Testament Ethics, (Grand Rapids: Academie, 1983), 89.
29 Ibid, 99.
30 James A. Whyte, “Sunday Observance” dalam The Westminster Dictionary
of Christian Ethics, (Philadelphia:Westminster, 1967), 611. 39 Ibid, 611-612.
18

vertikal agar umat Israel mengenang Allah untuk mengadakan persekutuan

yang penuh sukacita dengan-Nya dan mengakui Allah sebagai Pencipta yang

mengatur, memelihara, dan memiliki segala sesuatu, termasuk umat Israel.

Alasan kedua berhubungan dengan dimensi horisontal yang mengingatkan

bangsa Israel bagaimana Allah telah melepaskan mereka dari penderitaan

sebagai budak di masa lampau, sehingga mereka juga memberikan

perhentian kepada seisi keluarganya.

Kedua, sebagai Tuhan atas hari Sabat, Yesus Kristus memiliki otoritas untuk

mengubah makna dari hari Sabat. Makna perhentian hari Sabat yang

diberikan-Nya adalah perhentian sebagai hasil dari kelepasan dari beban dosa

dan perhentian eskatologis yang akan diterima semua orang percaya dalam

dunia kekal di sorga. Ketiga, unsur yang berkesinambungan dari perintah

melaksanakan hari Sabat adalah perintah untuk mengadakan hari perhentian

sebagai kesempatan untuk beribadah, melayani Allah dan sesama juga

bersekutu dengan sesama. Sedangkan unsur-unsur yang tidak

berkesinambungan adalah keharusan untuk mengadakan hari perhentian

pada hari ketujuh.

C. Makna Hari Sabat Menurut Kitab Keluaran 20:8-11

1. Latar Belakang Kitab Keluaran

Keluaran melanjutkan kisah yang dimuliakan dalam Kejadian. Menunjuk

kepada pembebasan bangsa Israel secara luar biasa dari perhambaan di

Mesir oleh Allah dan keberangkatan dari negeri itu sebagai umat

Allah.31Melalui peristiwa ini, Allah menggenapi janji-janji-Nya kepada bapak

leluhur Israel bahwa Ia akan memberikan tanah kepada mereka dan keturunan

31 James Barr, Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, (Malang: Gandum Mas,


1994), 93.
19

mereka akan menjadi Bangsa yang besar.32

Keluaran orang Israel dari Mesir adalah peritiwa utama sejarah

keselamatan dalam Pelajaran Lama. Walaupun itu penting, namun untuk

memastikan tempat dan waktu terjadinya merupakan tugas yang sukar,

sebagian dikarenakan sifat-sifat kitab yang menceritakan tentang peristiwa itu. 33

Nama firaun yang berhadapan dengan Musa tidak disebut, pasti dengan sejarah

Mesir dan Palestina pada waktu itu. Bukti mengenai peristiwa itu semuanya

bersifat tidak berlangsung, karena itu persoalan sejarah harus ditangani dahulu

sebelum kita beranjak lebih lanjut pada isi dan teologia kitab

ini.34

Kitab keluaran sangat penting, baik ditinjau dari sudut pandang orang

Yahudi maupun dari sudut pandang orang Kristen. Di dalamnya terdapat

riwayat mengenai peristiwa-peristiwa yang didasarkan pada

keyakinankeyakinan asasi tentang Allah, hukum serta peraturan untuk

mengatur sikap orang percaya.35 Dengan demikian, kita semua seharusnya

mempelajari dan berusaha untuk memahaminya dengan sebaik mungkin.

Kitab keluaran mencatat peristiwa-peristiwa dari kelahiran Musa sampai

penyelesaian dan penahbisan kemah suci di Sinai pada buku pertama tahun

kedua sesudah peristiwa keluaran dari Mesir (bdg. 1:1;2:1-14; 19: 1; 40:17).

Jadi sejarah aktual dari kitab keluaran meliputi jangka waktu sekitar delapan

puluh lima tahun.36

Pemahaman kita tentang keluaran umat Ibrani menjadi semakin rumit oleh

32 Ibid, 95.
33 W.S. Lasor D.A. Hubbard F.W. Bush, Pengantar Perjanjian Lama 1 Taurat Dan Sejarah,
(Jakarta: Gunung Mulia, 2001), 59.
34 Ibid, 63.
35 Robert M. Paterson, Tafsiran Alkitab Kitab Keluaran, (Jakarta: Gunung Mulia,
2004), 1.
36 Ibid, 3.
20

pertimbangan-pertimbangan geografis, rute yang terdapat dari umat Ibrani

ketika melintas padang gurun dan letaknya Gunung Sinai masih belum

diketahui dengan pasti. Tiga pilihan sudah diajukan untuk rute keluaran yang

ditempuh oleh umat Ibrani teori rute Sinai paling utara, teori rute Sinai tengah,

dan teori rute Sinai tradisional di selatan.37

Kitab Keluaran merupakan buku kedua dari kumpulan 5 kitab yang disebut

Taurat, yang disusun oleh Musa, dan urutan kedua

dalam kanon Perjanjian Lama atau Tanakh (Alkitab Ibrani).38 Dalam bahasa

Ibrani kitab ini disebut Shemoth dari kata-kata pertama Ve-eleh shemoth.

Sedangkan dalam bahasa Eropa, disebut dengan nama Exodus. Kata ini

diambil dari terjemahan bahasa Latin Santo Hieronimus yang mengambilnya

dari Septuaginta, terjemahan bahasa Yunani artinya "keluaran", dan terutama

peristiwa "keluaran" bangsa Yahudi dari tanah Mesir, di mana mereka

diperbudak selama lebih dari 400 tahun.39

a. Penulis Dan Waktu Penulisan

Menurut tradisi dan kepercayaan Bangsa Israel, yang menyatakan bahwa

penulis Kitab Keluaran adalah Nabi Musa. Beberapa pakar menganggap

bahwa Musa hanya menulis bagian utama dari Keluaran dan beberapa

tambahan tertentu telah dibuat oleh Editor-editor di kemudian hari. Orang lain

menganggap kitab Keluaran sebagai hasil penulisan pengganti Musa, seperti

Yosua atau Imam Eleazar, berdasarkan tradisi lisan yang diterima dari Musa

dan Harun. Akan tetapi bagaimanapun juga, semua pandangan ini tetap

mengakui bahwa Musa adalah sumber dari Dokumen tertulis yang mencatat

37 Andrewe . Hill Dan Jhon .H. Walton, Buku Survei Perjanjian Lama, (Jakarta:
Gunung Mulia, 2000), 40.
38 James Barr, Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, 87.
39 Andrewe . Hill Dan Jhon .H. Walton, Buku Survei Perjanjian Lama, 49-50.
21

peristiwa keluaran dari Mesir.40

Penulis kitab ini adalah Musa. Waktu penulisannya anatar 1450 dan 1400

SM. Kebanyakan mengagap tahun 1300-1250 sM lebih cocok dengan

kebanyakan bukti dibandingkan dengan penentu waktu lainnya. Atas dasar ini

dapat ditentukan bahwa Firaun penindas orang Israel adalah Seti I ( 1305-

1290 sM) dan Firaun dalam kitab keluaran adalah Rameses II (1290-1224).

Meskipun peristiwa keluaran jelas merupakan pusat sejarah Israel, namun

belum ada penyelesaian akhir dapat diberikan atas masalah kronologi dan

geografis yang rumit sehubungan dengan peristiwa itu. Zaman umum yang

cocok dengan kebanyakan bukti di dalam dan di luar Alkitab adalah peruhan

pertama abad ke-13 (1300-1250 sM).41 Kitab Keluaran merupakan buku kedua

dari kumpulan 5 kitab yang disebut Taurat, yang disusun oleh Musa, dan

urutan kedua dalam kanon Perjanjian Lama atau Tanakh (Alkitab

Ibrani).51

b. Tujuan Penulisan

Tujuan historis kitab Keluaran adalah pelestarian kisah-kisah yang

menjelaskan bagaimana umat Israel sampai menjadi budak di Mesir,

kelepasan mereka, dan kehadiran mereka di gurun sinai. 42

Tujuan teologis pokok dari kitab ini adalah penyataan diri Allah. Allah tidak

hanya mengingat janji-janji konvenan-Nya kepada para Bapa leluhur Ibrani,

tetapi juga kepada Israel sebagai Yahweh (Kel 6:2-3). Walaupun penyataan

Yahweh ini terjadi dalam berbagai manifestasi, hasil akhirnya adalah bahwa Ia

akan memanggil Israel ssebagai umat-Nya dan Ia akan menjadi Allah mereka

(6:7). Yang terakhir, tujuan didaktik dari kitab ini

40 Andrew E. Hill & Jhon H. Walton, Survei perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas,
2004), 166.
41 W.S. Lasor D.A. Hubbard F.W. Bush, Pengantar Perjanjian Lama 1 Taurat
Dan Sejarah, (Jakarta: Gunung Mulia, 2000), 65. 51Ibid, 66.
22

meliputi petunjuk-petunjuk mengenai pentingnya memelihara hubungan

konvenan dengan Yahweh dan pentingnya taurat-Nya sebagai sarana untuk

membentuk dan memelihara jati diri Israel sebagai umat Yahweh (23:20-23). 43

c. Latar Belakang Sosial, Politik & Agama

Kehidupan orang Israel kuno tampaknya berfokus pada tatanan sosial

yang tidak lagi dialami pada masa modern, yang menanamkan perasaan

bertanggung jawab terhadap sesama manusia yang memerlukan

pertolongan.44

Perekonomian dikuasai Rameses II yang melakukan serangan

besarbesaran terhadap Keraajaan Het Yang menyergap tiba-tiba dekat

Kadesy di daerah Orotes. Sehingga memperbanyak pendapatan dari

peperangan

tersebut.45

Bagian ini dimulai dengan riwayat tetang nasib orang-orang Israel yang

iperbudak Oleh Firaun di Mesir. Karena perbudakan itu bangsa Israel

mengalami perekonomian yang menurun, serta perselisian yang besar dan

panjang harus terjadi. Pasal 1-4 berisi peritiwa-peristiwa yang mendahului

perselian itu.

Tutmosis I mereka mencapai daerah Efrat umumnya firaun-firaun Dinasti

XVIII awalnya hanya memimpin penyerangan penghukuman, karena mereka

sibuk dengan pembangunan negeri serta penaklukan nubia dan sudan di

selatan. Namun, situasi berubah di bawah Tutmosis III (1490-36 sM), salah

42 Andrew E. Hill & Jhon H. Walton, Survei perjanjian Lama, 174.


43 Ibid, 74-75.
44 Philip J. King & Lawrence E. Stager, Kehidupan Orang Israel Alkitabiah, (Jakarta:
BPK-GM, 2010),4.
45 W.S. Lasor D.A. Hubbard F.W. Bush, Pengantar Perjanjian Lama 1 Taurat Dan
Sejarah, 78.
23

seorang dari penguasa Mesir yang paling pandai. Dalam pertempuran terkenal

Megidon, kira-kira tahun 1468 sM ia mengalahkan Orang Hiksos,

yang berpusat di Kadesy di Orontes, Siria bagian selatan. Dalam serangan

berikutnua ia mematahkan semua perlawanan dan memperluasan

kerajaannya Mesir dengan Mitanni yang menguasai Siria. Peperangan antara

kedua negara itu berlangsung terputus-putus selama hampir 50 tahun sampai

di adakan perjanjian dibawah Tutmosis IV (kira-kira 1412-03 sM). Tampaknya,

kedua belah pihak membuat perjanjian itu karena takut akan bangkitnya

kembali orang Het yang menekan Sirian bagian utara. 46 Namun semua

negara-kota diperbolehkan memiliki kuasa setempat dan otonomi yang cukup.

Pada pertengahan abad ke-14 sM Palestina di pertahankan pasukan-pasukan

kecil yang ditempatkan di pusat-pusat adminitrasi. 47

Musa lahir pada masa yang suram dalam sejarah bansa Israel. Akan tetapi

musa dijadikan anak Angkat oleh puteri Firaun dan ia diberi pendidikan pusat

peradaban yang paling terkemuka serta mendidik dalam segala hikmat Mesir

(Kisah para Rasul 7:22).48 Pertimbangkanlah panggilan musa (Keluaran 3:1-

4:17) dengan mengingat latar belakang dan pengetahuannya tentang istana

Mesir serta juga keadaan Orang Israel yang nempaknya tidak member

harapan.59

Karena hanya ada dua Firaun di mesir yang memerintah lebih dari empat

puluh tahun (jangka waktu pengasingan musa di pusat padang gurun selama

penindasan umat Ibrani), pemerintah mereka merupakan pusat perhatian

diskusi untuk menentukan tanggal terjadi peritiwa keluaran. Pandangan


46 Robert M. Paterson, Tafsiran Alkitab Kitab Keluaran, (Jakarta: Gunung Mulia,
2004), 46.
47 Ibid, 46-48.
48 Samuel J. Schultz, Th.D, Pengantar Perjanjian Lama Taurat Dan Sejarah, (Jakarta:
Gunung Mulia, 1995),28.
59
Ibid, 28-29.
24

tanggal dini menyebut Thutmose III (1504-1450) sebagi Firaun dimasa

Penindasan dan Amenophis II (1450-1425) sebagi FIraun dari peristiwa

keluaran. Kedua-duanya memerintah selama Dinasti atau Wangsa ke-18 dari

periode sejarah Mesir yang di kenal sebagai masa kerajaan baru dan Zaman

perang akhir dari sejarah Timur dekat kuno. 49

Pola pikir orang Mesir menggunakan pengetahuan Militer mereka untuk

menguasai dan memperluas kerajaan mereka. Tetapi orang israel Merasa

tertekank katena tindasan orang-orang mesir kepada mereka karena

kemajuan bangsa Israel tetapi Tuhan telah mempersiapkan pemimpin yaitu

Musa.50 Musa adalah seorang yang di asuh oleh Puteri Firaun dan diberi

pendidikan terbaik di bangsa Mesir tetapi Tuhan sendiri telah memanggik

musa untuk melepaskan Bangsa Israel dari jeratan bangsa Mesir. 62

Sejarah politik dalam kitab keluaran ini pada pertempuran besar Kadesy

pada tahun ke-5 pemerintahan Rameses II, baik Mesir maupun orang Het

memakai tentara sewaan yang terdiri dari orang-orang Aego-kreta,

“Bangsabangsa laut” yang mereka temui dalam pertempuran untuk

mempertahankan kerajaan mereka.51 Di samping itu, ada banyak unsur yang

realistis salam riwayat dari Kitab Keluaran ini. Misalnya, Ketika Musa meminta

izin Firaun untuk pertama kalinya agar orang-orang Isael pergi ke padang

gurun, Firaun marah sekali. Ia menang dalam perselisian melawan dia. Juga

sesudah orang-orang Israel terlepas, Mereka tidak mengalami keuntungan-

keuntungan kebebasan dengan segera, Mereka mulai memikirkan bahwa

keadaan mereka dulu sebagai budak-budak lebih baik dan aman. Mereka lalu

menuduh Musa sebagai orang yang menyebabkan nasib mereka menjai lebih
49 Andrew E. Hill & Jhon H. Walton, Survei perjanjian Lama, 163.
50 W.S. Lasor D.A. Hubbard F.W. Bush, Pengantar Perjanjian Lama 1 Taurat
Dan Sejarah, (Jakarta: Gunung Mulia, 2000), 86. 62 Ibid,88.
51 Ibid,90.
25

jelek (Kel 14:10-12; 15:24). Sama seperti banyak orang lain, mereka harus

menderita banyak ketidakpastian sebelum menikmati keuntungan hidup

mereka yang baru.52

Ada juga persoalan-persoalan dari seluk-beluk dalam riwayat itu. Misalnya

dalam perikop tetang kelahiran Musa (Kel 2:1-10) terdapat keterangan bahwa

puteri Firaun datang untuk mandi di Sungan Nill. Namun, menurut para sarjana

yang mempelajari Negeri Mesir secara teliti seorang puteri Firaun tidak

mungkin mandi di sana. Memang luar biasa jika seorang puteri raja, yang

tinggal di istana yang besar dan mewah, mandi di Sungai. Menurut ayat

10, Puteri Firaun menghubungkan nama Musa dengan kata kerja bahasa

Ibrani “menarik”, seakam-akan ia tahu bahasa Ibrani. Namun sangat kecil

kemungkinan dia tahu bahasa itu. 53

Bangsa Mesir menyembah Dewa-dewa yang mereka percayai. Israel

menyembah Tuhan Allah akan tetapi Firaun tidak memperbolehkan bangsa

Israel untuk beribadah, Musa selalu mencari cara untuk mereka boleh

beribadah dengan membuat Tulah kepada bangsa Mesir. Firaun masih tetap

mempertahankan bangsa Israel akan tetapi pada Tulah kesepuluh Firaun

akhirnya melepaskan Israel dan Musa membimbing Bangsa Israel menuju

tanah Kanaan.66 Pada zaman keluaran, Mesir mungkin merupakan negeri yang

terkuat di seluruh dunia, dan sebab itu berhala yang dipujanya dianggap yang

terkuat pula. Tatkala Allah memanggil Israel keluar untuk suatu hidup baru, dan

untuk misi nasional mereka, yaitu menegakkan kembali

pengetahuan sejati tentang Keesaan Allah, maka bersamaan dnegan itu Ia pun

52 J. Sidlow Baxter, Menggali Isi Alkitab 1 :Kejadian-Ester, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina
Kasih,2001), 79.
53 David F. Hinson, Sejarah Israel pada Zaman Alkitab, (Jakarta : BPK-GM, 1991), 58.
66
J. Sidlow Baxter, Menggali Isi Alkitab 1 :Kejadian-Ester, 83.
26

bermaksud membuka kepalsuan segala berhala buatan manusia. 54

Dengan sepuluh tulah Musa menantang Firaun yang tidak mau

melepaskan bangsa Israel untuk keluar dari tanah Mesir. Maksud tulah-tulah

itu (Kel 9:16) ialah menunjukkan kuasa Allah yang besar, baik kepada bangsa

Mesir maupun kepada bangsa lsrael. Firaun mendapat kesempatan untuk

menuruti kehendak Allah, tetapi ia mengeraskan hatinya. Sikap aslinya tidak

pernah berubah walaupun tulah-tulah ini diberikan sebagai kejadian-kejadian

alam yang biasa, namun kuasa Allah yang ilahi itu nyata dalam peningkatan,

diskriminasi dan peraturan waktunya. Tulah-tulah itu mungkin ditunjukkan

kepada dewa-dewa bangsa Mesir.55

Termasuk dalam bagian yang sangat penting mengenai riwayat

peristiwaperistiwa di gunung Sinai dan kelompok-kelompok hukum serta

peraturan. Menurut riwayat, Tuhan menampakkan diri di atas gunung itu dan

umat Israel harus mempersiapkan diri untuk kedatangan-Nya (Kel 19:1-25).

Musa harus menjadi pengantar antara Tuhan dan mereka diikat dengan

upacara (Kel 24:111) sebelum Musa naik ke gunung (Kel 24:12-18). Kelompok

hukum yang pertama terkenal sebagai “Kesepuluh Firman” (Kel 20:1-17), dan

yang kedua disebut “Kitab Perjanjian” (Kel 20:22-23:19) dengan tambahan

yang berisi janji dan teguran kepada Israel (Kel 23:20-23). 56

d. Struktur Kitab Keluaran57

I. Penindasan Orang Ibrani di Mesir (Kel 1:1-11:10)

A. Beban Orang Yang Tertindas (Kel 1:1-22)

B. Persiapan Sang Pembebas (Kel 2:1-4:31)


54 Ibid, 85.
55 David F. Hinson, Sejarah Israel pada Zaman Alkitab,59-60.
56 Leo D., Revelation, the Relligions, and Violence, (USA: Maryknoll, 2003), 56.
57 Charles F. Pfeiffer, Tafsiran Alkitab Wyclife Volume 1, (Malang: Gandum Mas,
2004), 200.
27

1. Kelahiran Musa dan 40 tahun yang pertama (Kel 2:1-15a)

2. Pelarian Musa dan 40 tahun yang kedua (Kel 2:15b-25)

3. Panggilan Musa dan kembalinya ke Mesir (Kel 3:1-4:31)

C. Pergumulan dengan Sang Penindas (Kel 5:1-11:10)

1. Permintaan: “Biarkan umatKu pergi” (Kel 5:1-3)

2. Tanggapan: penindas di tingkatkan (Kel 5:4-21)

3. Jaminan: Tuhan akan menyatakan ke-TuhanNya (Kel 5:22-7:13)

4. Usaha: sepuluh tulah (Kel 7:14-11:10)

II. Pembebasan Bangsa Ibrani dari Mesir (Kel12:1-15:21)

A. Pembebasan Waktu Paskah: Penebusan oleh darah (Kel 12:1-13:16)

B. Pembebasan di Laut Merah: Penebusan oleh Kuasa (Kel 13:17-14:31)

C. Nyanyian Pembebasan: pujian kepada Sang Penebus (Kel 15:1-21)

III. Pendidikan Bangsa Ibrani dalam Perjalanan ke gunung Sinai (Kel

15:22-18:27)

A. Ujian Kesengsaraan dan Pemeliharaan Ilahi (Kel 15:22-17:16)

1. Ujian pertama: Air Pahit di Mara (Kel 15:22-27)

2. Ujian Kelaparan: Burung puyuh dan Manna (Kel 16:1-36)

3. Ujian Ketiga: Air di Rafidim (Kel 17:1-7)

4. Ujian Pertentangan: Perang dengan Amalekh (Kel 17:8-16)

B. Nasehat Jetro yang Bijaksana (Kel 18:1-27)


IV. Perjanjian dengan Bangsa Ibrani di Gunung Sinai (Kel 19:1-24:18)

A. Pengarahan Persiapan kepada Musa (Kel 19:1-25)

B. Sepuluh Hukum: Landasan Hidup Perjanjian (Kel 20:1-17)

C. Peraturan Pelindung Hubungan Perjanjian (Kel 20:18-23:19)


28

D. Janji-janji mengenai Tanah Perjanjian (Kel 23:20-33)

E. Pengesahan Perjanjian (Kel 24:1-18)

V. Ibadah Orang Ibrani di Lukiskan di Gunung Sinai (Kel 25:1-40:38)

A. Pengarahan Tentang Kemah Suci (Kel 25:1-27:21)

B. Pengarahan Mengenai Imam (Kel 28:1-31:18)

C. Dosa Penyembahan Berhala (Kel 31:1-34:35)

D. Pelaksanaan Pengarahan Ilahi (Kel 35:1-40:38)

e. Ciri Khas Kitab Keluaran58

1. Kitab ini mencatat keadaan sejarah dari kelahiran Israel sebagai bangsa. 2.

Dalam kesepuluh hukum (pasal 20), kitab ini memuat ringkasan hukum moral

dan tuntutan kebenaran Allah bagi umatNya.

3. Merupakan Kitab terpenting dalam menggambarkan sifat kasih karunia dan

kuasa penebusan Allah dalam tindakan. Keluaran melukiskan sifat adikodrati

pembebasan umat Allah dari bahaya dan perbudakan dosa, iblis dandunia.

4. Seluruh kitab ini penuh dengan penyataan yang agung mengenai Allah.

5. Kitab keluaran menekankan bagaimana, apa, dan mengapa ibadah sejati

harus menyusul sebagai akibat dari penebusan umat Allah.

2. Eksegese Keluaran 20:8-11

TERJEMAHAN PENULIS

Ayat 8

Ingatlah72 hari Sabat73 dan tahbiskanlah74 Ayat 9 enam hari lamanya engkau akan

bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu,

Ayat 10

58 Ibid, 201-202.
29

Tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; jangan melakukan

semua pekerjaan engkau, anak laki-laki dan anak perempuan, hambamu

lakilaki dan hambamu perempuan, atau hewanmu atau orang asing yang di

tempat kediamanmu.

Ayat 11

Karena enam hari TUHAN menjadikan langit dan bumi laut dan segala isinya,

karena semua itu75 Ia istirahat76 pada hari yang ketujuh itulah sebabnya

TUHAN memberkati hari Sabat dan mentahbiskannya. 77

72
Berasal dari kata (zäkôr) kata kerja Qal invinitif absolut yang berarti “to

remember” diterjemahkan (ingatlah) LAI, KJV, NIV, BGT menggunakan terjemahan yang sama
yaitu “to remember” diterjemahkan (ingatlah), penulis memberikan perubahan dalam urutan
karena ada sedikit perbedaan antara terjemahan LAI dengan terjemahan menurut KJV, NIV,
BGT. Penulis memutuskan untuk menggunakan tata cara susunan kata menurut KJV, NIV,
BGT karena terjemaha inilah yang paling mendekati dengan bahasa aslinya. 73
Dari kata air 䁒 (haššaBBät) kata benda umum tunggal absolut yang jika
diterjemahkan tetap memiliki arti yang sama yaitu “Sabat” LAI, KJV, NIV, BGT menerjemahkan
dengan kata yang sama. Penulis memutuskan untuk tetap mengikuti semua terjemahan yang
ada karena sesaui dengan teks aslinya kata ini tidak memiliki bunyi atau terjemahan yang
berbeda hanya saja dimaknai atau diartikan oleh orang Yahudi sebagai kata “Beristirahat atau
Berhenti”.
74
Dari kata 䁒 a (lüqaDDüšô) kata kerja Piel invinitif orang ke-3 maskulin tunggal yang
berarti “consecrate” diterjemahkan dengan arti (mentahbiskan), LAI, KJV, NIV menerjemahkan
dengan kata “Holy” yang berarti (Kudus) akan tetapi BGT menerjemahkan “consecrate” yang
berarti (mentahbiskan) sehingga dari terjemahan perbandingan di atas maka penulis
memutuskan untuk menggunakan terjemahan dari BGT yaitu dengan kata “consecrate” yang
berarti (mentahbiskan) karena terjeamahan inilah yang paling mendekati teks aslinya.
75
Akar kata r (wü´et-Kol) kata benda umum maskulin tunggal memiliki arti “because
all” (karena semua) LAI, KJV, NIV tidak menerjemahkan teks ini, tetapi BGT menerjemahkan
kata “because all” (karena semua) yang sama dengan terjemahan dari teks
SINTAK GRAMATIKA

Ayat 8

Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat:


a 䁒‫֥֙ ים‬ a
ar䁒i

Kata pertama (zäkôr) kata kerja Qal invinitif absolut kata kerja Qal invinitif
30

absolut dari akar kata diterjemahkan “to remember” yang berarti (ingatlah)

Kata kerja Qal merupakan “bentuk kata dasar sederhana” Qal terdiri dari dua

jenis, Pertama. Stative, yang menyatakan suatu keadaan atau kondisi

misalnya “be heavy” yang berarti “menjadi berat”. Kedua. Fientive,

menyatakan tindakan atau perbuatan, misalnya “go” yang berarti “pergi” “say”

yang berarti “berkata”.78 penulis memutuskan kata (zäkôr) menggunakan

stem Qal jenis kedua yaitu Fientive yang berfungsi untuk menyatakan suatu

tindakan dan perbuatan “to remember” diterjemahkan (ingatlah). Terdapat

bentuk kata invinitif yang berarti kata ini tidak memiliki perubahan bentuk

dengan perbedaan waktu, jenis kelamin, jumlah. Absolut menandakan bahwa

kata ini merupakan kata yang mutlak atau tidak dapat digugat lagi.

aslinya sehingga penulis memutuskan untuk menggunakan terjemahan dari BGT dengan kata
“because all” (karena semua).
76
Dari kata ‫ינח‬r (wayyäºnaH) kata kerja Qal waw konses orang ke-3 maskulin tunggal
diterjemahkan “to rested” yang berarti (beristirahat) LAI menerjemahkan dengan
menggunakan kata “Berhenti” tetapi KJV, NIV dan BGT menerjemahkan dengan kata “to
rested” yang berarti (beristirahat), dari perbandingan di atas penulis memutuskan untuk
menggunakan terjemahan dari KJV, NIV dan BGT menggunakan kata “to rested” yang berarti
(beristirahat) dengan alasan terjemahan ini merupakan terjemahan yang paling mendekati
teks aslinya.
77
Dari kata 䁒a (lüqaDDüšô) kata kerja Piel invinitif orang ke-3 maskulin
tunggal yang berarti “consecrate” diterjemahkan dengan arti (mentahbiskan), LAI, KJV, NIV
menerjemahkan dengan kata “Holy” yang berarti (Kudus) akan tetapi BGT menerjemahkan
“consecrate” yang berarti (mentahbiskan) sehingga dari terjemahan perbandingan di atas
maka penulis memutuskan untuk menggunakan terjemahan dari BGT yaitu dengan kata
“consecrate” yang berarti (mentahbiskan) karena terjeamahan inilah yang paling mendekati
teks aslinya.
78
F. Brown S. R. Driver and C. A. Bringgs, A Hebrew and English Lexicon of the testament,13.
Dari pernyataan di atas penulis memyimpulkan bahwa kata r (zäkôr) dari

akar kata diterjemahkan “to remember” yang berarti (ingatlah) merupakan

suatu kata perintah untuk dilakukan tanpa ada perubahan seiring berjalannya

waktu serta meyatakan bahwa kata ini merupakan hal yang mutlak dan tidak
31

dapat digugat lagi. Diterjemahkan dengan kata “Ingatlah” menurut KBBI kata

ini berarti (1) Tidak lupa, (2) Sadar, (3) Menaruh perhatian. Jadi, maksud dari

kata ini yaitu untuk memberitahukan agar selalu sadar akan sesuatu yang

harus dilakukan, dalam ayat ini mengarah kepada perintah untuk

mentahbiskan hari Sabat.

Kata kedua (haššaBBät) kata benda umum tunggal absolut


ar䁒i

menandakan bahwa kata ini merupakan kata yang mutlak atau tidak dapat

digugat lagi. Jika diterjemahkan tetap memiliki arti yang sama yaitu “Sabat”

sesaui dengan teks aslinya kata ini tidak memiliki bunyi atau terjemahan yang

berbeda hanya saja dimaknai atau diartikan oleh orang Israel sebagai kata

“Beristirahat atau Berhenti”. Orang Israel harus memiliki perhentian pada hari

Sabat karena Allah menjadikan tindakan-Nya berhenti dari karya penciptaan

alam semesta sebagai dasar untuk memerintahkan orang Israel berhenti dari

pekerjaannya dan mengambil waktu untuk bersekutu dengan Allah. 79

Ayat 11

Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan

segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN

memberkati hari Sabat dan menguduskannya.

‫י ם‬a a ‫ינח‬a ֙‫ם‬a‫֥ י‬r 䁒a r ‫ים‬ᾛri 䁒 ‫י‬a r‫י‬ ֙r ‫י‬


‫ם‬ar ar r ‫ים‬

ᾛ ‫י‬䁒 ar ‫י ם‬r ‫י‬a


‫י י‬a a
34

79
“The Sabbath in the Old Testament”, 26.
33
Kata pertama (wü´et-Kol) kata benda umum maskulin tunggal. Gender

maskulin memberikan penjelasan ; pertama, untuk menunjukan jenis kelamin

maskulin, misalnya „father‟ „ayah‟, „ King‟ „Raja‟; kedua, untuk menunjukan

jenis kelamin dari tata bahasa untuk suatu objek, misalnya „ house‟ „Rumah‟;

ketiga,menunjukan gagasan-gagasan yang abstrak,

misalnya „ life‟, „old age‟.80Kata benda maskulin tidak memiliki ciri tertentu

yang menunjukan jenis kelaminnya. Namun sebutan untuk manusia dan

binatang tentu mengikuti jenis kelaminnya yang alamiah, misalnya laki-laki,

suami, putra dan sebagainya.81 Maka penulis menyimpulkan kata (wü´et-

Kol) diterjemahkan “because all” dan berarti (karena semua) menunjuk pada

gagasan yang abstrak.

Penulis menyatakan bahwa kata r (wü´et-Kol) diterjemahkan “because all”

dan berarti (karena semua) menunjuk pada segala sesuatu yang telah TUHAN

kerjakan lewat karya penciptaan-Nya selama enam hari lamanya. Setelah

TUHAN mengerjakan semuanya itu maka kata ini menjadi pengantara atau

jembatan menuju kata berikutnya yang menjadi akibat dari semua yang telah

TUHAN selesaikan.

Kata kedua ‫ינח‬r (wayyäºnaH) kata kerja Qal waw konses orang ke-3 maskulin

tunggal dari akar kata ‫נ ח‬diterjemahkan “to rested” yang berarti

(beristirahat). Qal merupakan sesuatu keadaan atau kondisi. Kata Qal berarti

“bentuk kata dasar sederhana”.82 Qal memiliki dua bentuk. Pertama, Stative,

yang menyatakan suatu keadaan atau kondisi, seperti: „be heavy‟, „be small‟,

„be ashamed‟. Kedua, Fientive, menyatakan tindakan atau perbuatan,

80
F. Brown S. R. Driver and C. A. Bringgs, A Hebrew and English Lexicon of the
testament, 8
81
T.G.R. Boeker , Bahasa Ibrani Jilid I, 57
82
Pdt. Dr. Agus Santoso, Tata Bahasa Ibrani (Bandung: Bina Media Informasi, 2011) 67.
34
misalnya: „go‟, „give‟, „put‟. Bentuk imperatif, hal ini memberikan penjelasan
59

sebagai berikut: Pertama, perintah, hanyalah untuk ditujukan kepada orang

kedua; Kedua, penggunaan yang dimaksud pada saat atau kondisi yang

sangat mendesak yan diikuti waw; Ketiga, merupakan suatu arti yang

bersyarat yang boleh diekspresikan dengan situasi yang mendesak; Keempat,

suatu yang mendesak untuk pelayanan sebagai kata seru yang digunakan

pada bentuk tunggal.60 Kata benda maskulin lebih banyak jumlahnya dari pada

kata benda feminim. Kata benda maskulin tidak memiliki ciri tertentu yang

menunjukkan jenis kelaminnya. Namun sebutan untuk manusia dan binatang

tentu mengikuti jenis kelaminnya yang alamiah, misalnya: laki-laki, suami,

putra, dsb.61 Partikel Waw sebagai penghubung antar kalimat. w di pakai untuk

menghubungkan kata atau menghubungkan kalimat . Terdapat waw w yang

berada di depan kata kerja dan mempunyai fungsi khusus, yang mengubah

tense kata kerja tersebut (waw konsekutif). 62 Terjemahan dasar ialah “Dan”.

Namun dapat di terjemahkan lain seperti : w memiliki 4 fungsi yang pertama, w

pada awal kalimat yang mengatakan akibat, sering di terjemahkan “maka”.

Kedua, w yang menghubungkan dua kemungkinan diterjemahkan “atau”.

Ketiga, w yang menghubungkan dua hal yang sering berlawanan

diterjemahkan “tetapi” atau “melainkan”. Keempat w dalam menghubungkan

dua hal, w dapat ditempatkan baik di depan hal pertama maupun di depan hal

kedua yang dihubungkan di terjemahkan

“baik…maupun”. w di depan partikel dapat diterjemahkan “Dan”63. w

Penggunaaan kata sambung „dan‟ digunakan untuk menjelaskan kata imperative

59 Ronald J. Williams, Hebrew Syntax - An Outline Second Edition, 27.


60 Ibid. 35.
61 T.G.R. Boeker, Bahasa Ibrani, Jilid II, 42.
62 T.G.R. Boeker , Bahasa Ibrani Jilid I,( Batu, Departement Literatur YPPI, 1993), 1
63 T. G. R. Boeker, Bahasa Ibrani Jilid II, 49-50
35
sebelumnya. Gender maskulin memberikan penjelasan ; pertama, untuk menunjukan
64

jenis kelamin maskulin, misalnya „father‟ „ayah‟, „ King‟ „Raja‟; kedua, untuk

menunjukan jenis kelamin dari tata bahasa untuk suatu objek, misalnya „ house‟

„Rumah‟; ketiga, menunjukan gagasan- gagasan yang abstrak, misalnya „ life‟, „old

age‟.65Kata benda maskulin tidak memiliki ciri tertentu yang menunjukan jenis

kelaminnya. Namun sebutan untuk manusia dan binatang tentu mengikuti jenis

kelaminnya yang alamiah,

misalnya laki-laki, suami, putra dan sebagainya. 66

Penulis memutiskan bahwa kata ‫ינח‬r (wayyäºnaH) menggunakan stem Qal

Kedua, Fientive, menyatakan tindakan atau perbuatan berdasarkan

terjemahan kata “to rested” yang berarti (beristirahat) sedangkan gender

maskulin pada kata ini menunjuk pada fokus yang abstrak karena menunjuk

pada Pribadi TUHAN yang adalah Roh.

Dalam ayat ini menjelaskan bahwa TUHAN beristirahat ketika Ia selesai

melakukan semua pekerjaan-Nya. Kata istirahat menurut KBBI adalah

“Berhenti sejenak” TUHAN beristirahat bukan karena TUHAN lelah secara fisik,

tetapi karena segala pekerjaan TUHAN dalam karya penciptaan-Nya telah

selesai.67 Ketika bangsa Israel menjalankan hari Sabat, mereka diingatkan akan

hari ketujuh yang pada gilirannya akan menuntun ingatan mereka kepada

TUHAN yang berhenti dari karya penciptaan alam semesta pada hari tersebut.

Dengan kata lain, hari Sabat merupakan berkat yang TUHAN berikan kepada

bangsa Israel. Berkat ini memberi perhentian dari

64 A. B. Davidson, Introductory Hebrew Grammar Syntax, (Edinburgh: Page bros,


1989) 184
65 F. Brown S. R. Driver and C. A. Bringgs, A Hebrew and English Lexicon of the
testament, 8
66 T.G.R. Boeker , Bahasa Ibrani Jilid I, 57
67 Ellet Joseph Waggoner, Tiga Sabat: Mengungkap Makna dan Hakikat di Balik Hari
Ibadah, (Minahasa Utara: Eden Way Publishing, 2001), 12.
36

pekerjaan yang sekaligus mengantar bangsa Israel kepada ingatan akan

TUHAN serta menghasilkan sebuah persekutuan dalam dimensi vertikal


37
antara umat Israel dengan TUHAN. 92
92

Craig J. Slane, “Sabbath” dalam Evangelical Dictionary of Biblical Theology, (ed.


Walter A. Elwell; Grand Rapids: Baker, 1996), 697.
38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Peneliti menggunakan penelitian kualitatif dengan metode Miles dan

Hubermann. Pendekatan kualitatif merupakan pendekatan yang dibangun

diatas landasan filsafat atau paradigma fenomenologi dengan menggunakan

karakteristik penelitian alamiah, dengan pandangan bahwa realitas bersifat

terbuka, kontekstual, jamak, menyeluruh, dan terkait satu dengan yang lain,

mengenai pengalaman individu yang komunal, makna secara sosial dan

historis dibangun dengan maksud mengembangkan teori, model atau pola,

pandangan obyek penelitian, dengan menggunakan metode analisis isi,

etnografi, fenomenologis, studi kasus. 68

Pendekatan Kualititatif memiliki ciri-ciri yang dapat diuji, diantaranya: (1) latar

alami, (2) instrumen manusia, (3) memanfaatkan pengetahuan tak terkatakan,

karena realitas diasumsikan meiliki nuansa ganda yang sulit dipahami tanpa

mengekspresikan dengan yang tak terkatakan, (4) analisa data induktif (dari

38
khusus ke umum), (5) aplikasi tentatif karena disebabkan realitas ganda dan

berbeda, interaksi peneliti dan responden bersifat khusus dan tidak dapat

diduplikasikan, sehingga tidak memungkinkan membuat aplikasi meluas atas

hasil temuan.69

B. Lokasi Penelitian

68 Stevri I. Lumintang & Danik Astuti Lumintang, Theologia Penelitian & Penelitian
Theologis (Jakarta: Geneva Insani Indonesia, 2016), 99.
69Tholchah Hasan, Penelitian Kualitatif dalam bidang Ilmu-ilmu Sosial
5.
39

Gereja Pantekosta di Indonesia Dadapan Mojokerto yang terletak di

Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto Jawa Timur.

C. Fokus Penelitian

Penulis berfokus untuk mendalami tentang makna hari Sabat menurut

Keluaran 20:8-11 dan pengaruhnya terhadap kesetiaan jemaat dalam

beribadah. Melalui studi teologi biblikal yang berdasarkan eksegese. Penulis

ingin menerapkannya bagi kehidupan jemaat yang ada di GPdI Dadapan Jetis

Mojokerto, agar dapat memperbaiki pandangan jemaat yang masih keliru

tentang pengertian atau makna dari hari Sabat. Penulis ingin menberi suatu

jalan bagi para hamba Tuhan di GPdI Dadapan Jetis Mojokerto dalam

mengatasi permasalahan yang terjadi disana berkaitan dengan pemberian

bimbingan sesuai tema hari Sabat guna mengarakan jemaat pada konsep

pemahaman yang benar sehingga dapat dimengerti dan dipraktekkan untuk

kepentingan pertumbuhan kehidupan Rohani serta pengaruhnya terhadap

kesetiaan jemaat dalam beribadah.

D. Pemilihan Informan

Pemilihan informan diambil dari anggota-anggota suatu populasi yang

besar. Informan dipilih sekitar 20% dari orang-orang yang ada. Anggota

kelompok terdiri dari 6-12 orang. Pemilihan ini didasarkan atas dua hal yaitu:

tidak terlalu besar sehingga partisipasi setiap anggota menjadi sangat

berkurang, dan sebaliknya jangan terlalu kecil sehingga gagal memperoleh

cakupan yang luas dibanding hanya seorang.70

Dalam penelitian ini, informan yang digunakan oleh peneliti adalah para

pelayan Tuhan di Youth GPdI Dadapan Jetis Mojokerto yang sudah melayani

70 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif , 229.


Muhammad dan Keagamaan (Malang:
Kalimasahada Press, 1994),
40

lebih dari satu tahun, peneliti mengambil 7 informan untuk diteliti. Karena

informan memiliki kedekatan personal dan bersahabat dengan peneliti

sehingga peneliti akan mendapatkan jawaban yang terbuka dari setiap

pertanyaan yang diajukan peneliti kepada informan.

E. Teknik Pengumpulan Data

Sumber data utama dari penelitian kualitatif adalah kata-kata, tindakan,

dan data-data tambahan seperti dokumen dan literatur lain. 71 Dalam penelitian

teknik pengumpulan data dapat dilakukan melalui berbagai sumber (primer

dan sekunder) dan berbagai cara (observasi, wawancara, dan studi

dokumentasi).

Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data

kepada peneliti, dan sumber sekunder adalah sumber yang tidak langsung

memberikan data kepada peneliti. 72 Adapun dalam penelitian ini metode

pengumpulan data adalah wawancara. Metode wawancara adalah usaha

mengumpulkan data atau informasi dengan cara mengajukan pertanyaan

secara lisan dan tulisan kepada partisipan.73

Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai

merupakan sumber data utama. Sumber data utama dicatat melalui catatan

tertulis atau melalui perekaman video/audio tapes, pengambilan foto atau film.

Pencatatan sumber data utama melalui wawancara atau pengamatan

merupakan hasil usaha dari kegiatan melihat, mendengar, dan bertanya. 99

Meskipun sumber diluar kata dan tindakan merupakan sumber

71 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif , (Bandung: Alfabeta, 2011), 62-63.


72 D. J. Jama‟an Satori, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2012), 103.
73 Andres B. Subagyo, Pengantar Riset Kuantitatif dan Kualitatif: Termasuk Riset
Teologi dan Keagamaan (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2004), 235. 99 Lexy J.
Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif , 157.
41

sekunder namun jelas tidak bisa diabaikan. Alasan penelitian kualitatif

menggunakan data tertulis adalah selalu tersedia dan murah. Kedua, rekaman

dan dokumen merupakan sumber informasi yang stabil, baik keakuratannya

dalam merefleksikan situasi yang terjadi di masa lampau maupun masa

sekarang dan dapat dianalisis kembali dan mengalami perubahan. Ketiga,

rekaman dan dokumen merupakan sumber informasi yang kaya, secara

kontekstual relevan dan mendasar dalam konteksnya. Keempat, sumber ini

sering merupakan pernyataan yang legal yang dapat memenuhi

akuntabilitas.74

Perumusan pertanyaan dalam wawancara merupakan suatu proses

yang berulang-ulang; versi kedua pertanyaan lebih tajam dan lebih halus dari

versi pertama, dan rumusan ketiga merupakan susunan akhir yang lebih tajam

lagi. Sebagian besar waktu penelitian akan dihabiskan untuk menyusun

permasalahan secara umum, karena derajat dan kualitas permasalahan yang

lebih khusus banyak bergantung pada bagaimana tepatnya permasalahan

yang menyeluruh. Pertanyaan harus berisi pengulangan dari satuan

permasalahan yang terdiri dari enam atau tujuh permasalahan penelitian. 75`

Dalam penelitian ini, ada dua macam teknik pengumpulan data yang

digunakan peneliti adalah menggunakan eksposisi dan wawancara. Untuk

menafsirkan Keluaran 20:8-11 peneliti menggunakan teknik eksposisi, yang

mana dari hasil yang didapat digunakan sebagai dasar kebenaran yang mutlak

untuk menganalisis pengaruh makna hari Sabat terhadap kesetiaan jemaat

dalam beribadah di GPdI Dadapan Mojokerto.

74Tholchah Hasan, Penelitian Kualitatif dalam bidang Ilmu-ilmu Sosial


75.
75 Matthew B. Miles, A. Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif (Jakarta:
UIPress,1992), 45.
Muhammad dan Keagamaan (Malang:
Kalimasahada Press, 1994),
42

F. Analisis dan Penafsiran Data

Analisa Data

Analisis Data dalam penelitian kualitatif bersamaan dengan

pengumpulan data, dan setelah pengumpulan data selesai dilakukan. Saat

wawancara dilakukan peneliti wajib langsung menganalisis data dari hasil

wawancara sehingga jika data wawancara terasa belum memuaskan maka

peneliti akan melanjutkan wawancara hingga tahap tertentu, data yang

diperoleh merupakan data yang kredibel. Menurut Miles dan Huberman

(1984), aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan

berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya jenuh.

Aktivitas dalam data melalui langkah – langkah sebagai berikut data reduction,

data display, dan conclusion.76

Miles dan Huberman mengemukakan dalam bukunya (Qualitatative

Data Analysis¸1986). Pada dasarnya model data ini didasarkan pada


pandangan paradigma mereka yang positivisme. Analisis data menurut

mereka dilakukan dengan mendasarkan diri pada penelitian lapangan satu

atau lebih dari satu situs. Seorang analis saat mengadakan analisis data wajib

menelaah terlebih dahulu apakah pengumpulan data yang telah dilakukannya

satu situ atau dua situs atau lebih dari dua situs. Atas dasar pemahaman

tentang adanya situs penelitian tersebut kemudian diadakan deskripsi dari

data itu kedalam matriks.77

Reduksi Data

Reduksi data merupakan kegiatan pemilihan, pemokusan,

penyederhanaan, abstraksi, dan pentransformasian „data mentah‟ yang terjadi

76 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, 246.


77 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif , 308.
43

dalam catatan-catatan lapangan tertulis. Reduksi data terjadi secara kontinu

melalui kehidupan suatu proyek yang diorientasikan secara kualitatif. 78 Tahap

ini memungkinkan peneliti untuk bolak-balik antara berpikir tentang data yang

ada dan mengembangkan strategi untuk mengumpulkan data baru; melakukan

koreksi terhadap informasi yang kurang jelas; dan mengaitkan semua itu

dalam analisis data yang sedang berjalan. 79

Reduksi data bukan sesuatu yang terpisah dari analisis. Ia merupakan

bagian dari analisis. Pilihan-pilihan peneliti potongan-potongan data untuk

diberi kode, untuk ditarik ke luar, dan rangkuman pola-pola sejumlah potongan

semua merupakan pilihan analitis. Reduksi data merupakan suatu bentuk

analisis yang mempertajam, memilih, memfokuskan, membuang, dan

menyusun data dalam suatu cara dimana kesimpulan akhir dapat

digambarkan dan diverifikasikann.80

Kode pola adalah kode eksplanatori atau inferensial, yaitu kode yang

mengidentifikasi suatu tema, pola atau eksplanasi yang muncul untuk

kepentingan analisis selanjutnya. Pengkodean ini bertindak untuk menarik

sejumlah besar bahan untuk menjadi lebih bermakna. Pengkodean pertama

dimaksudkan untuk alat yang merangkum segmen-segmen data. Sedangkan

pengkodean pola adalah cara untuk mengelompokkan rangkuman-rangkuman

data tersebut menjadi sejumlah kecil tema atau konstruk. 81

Model Data (Display Data)

78 Emzir, Metode Penelitian Kualitatif Analisis Data: Model Bogdan & Biklen, Model
Miles & Hubermann, Model Strauss & Corbin, Model Spradley, Model Philipp Marying dan
Program Komputen Nvivo (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014), 129
79Tholchah Hasan, Penelitian Kualitatif dalam bidang Ilmu-ilmu Sosial
77.
80 Emzir, Metode Penelitian Kualitatif Analisis Data, 130.
81 Muhammad Tholchah Hasan, Penelitian Kualitatif dalam bidang Ilmu-ilmu Sosial
dan Keagamaan, 78.
Muhammad dan Keagamaan (Malang:
Kalimasahada Press, 1994),
44

Model merupakan suatu kumpulan informasi yang tersusun yang

memperbolehkan pendeskripsian kesimpulan dan pengambilan tindakan.

Bentuk paling sering dari model data kualitatif selama ini adalah teks naratif.

Dalam tujuan pengerjaan penelitian, model yang lebih baik akan menjadi jalan

masuk utama untuk analisis kualitatif yang valid. Model tersebut mencakup

berbagai jenis matrik, grafik, jaringan kerja dan bagan. Semua dirancang untuk

merakit informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang dapat

diakses secara langsung.82

Pada tahap ini peneliti banyak terlibat dalam kegiatan penyajian atau

penempilan dari data yang dikumpulkan dan dianalisis sebelumnya, mengingat

bahwa peneliti kualitatif banyak menyusun teks naratif. Display adalah format

yang menyajikan informasi secara sistematik kepada pembaca.

Penelitian Kualitatif biasanya difokuskan pada kata-kata, tindakan-tindakan

82 Emzir, Metode Penelitian Kualitatif Analisis Data, 132.


45

orang yang terjadi pada konteks tertentu. Konteks tersebut dapat dilihat

sebagai aspek relevan segera dari situasi yang bersangkutan, maupun

sebagai aspek relevan dari sistem sosial dimana seseorang berfungsi. 83

Penarikan/Verifikasi Kesimpulan

Langkah ketiga dari aktivitas analisis adalah penarikan dan verifikasi

kesimpulan. Dari permulaan pengumpulan data, peneliti kualitatif mulai

meutuskan apakah “makna”sesuatu, mencatat keteraturan, pola-pola,

penjelasan, konfigurasi yang mungkin, alur kausal dan proposisi-proposisi.

Peneliti yang kompeten dapat menangani kesimpulan-kesimpulan ini secara

jelas, memelihara kejujuran dan kecurigaan (skeptisme), tetapi kesimpulan

masih jauh, baru mulai dan pertama masih samar, kemudian meningkat

menjadi eksplisit dan mendasar. Kesimpulan akhir tidak terjadi hingga

pengumpulan data selesai.84

83 Muhammad Tholchah Hasan, Penelitian Kualitatif dalam bidang Ilmu-ilmu Sosial dan
Keagamaan, 79.
84 Emzir, Metode Penelitian Kualitatif Analisis Data, 133.
46

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sejarah


Singkat GPdI Dadapan Jetis Mojokerto

Berdiri sejak pertengahan 19 Mei 1964, diawali dengan di Babtisnya

beberapa orang kepala keluarga di GPdI Dadapan Jetis mojokerto oleh bapak

Pdt. L. Tuwanakota.

Dari beberapa orang yang telah dibabtis dimulai perhimpunan keluarga.

Orang-orang tersebut diantaranya adalah:

● Suwito
• Suwarno
• Potro
• Tasmari
• Saturi
• Rahman
• Dirjo
• Sumarno
• Sunarko
• Katoyo
• Sidik
• Seno

46
Perhimpunan keluarga pertama kali diadakan di rumah bapak Agus

salim yang terletak didepan masjid yang lama, beliau adalah orang Kristen

pertama di dadapan karena sudah terlebih dahulu dibabtis oleh bapak Pdt.

Koyo di Babad Kab. Lamongan. Saudara Agus salim menjadi motor utama

dalam perhimpunan-perhimpunan selanjutnya. Perhimpunan keluarga terus

berlanjut setiap minggu bergantian di rumah-rumah anggota yaitu saudara

Suwito, saudara Potro.


47

Seiring dengan pertumbuhan anggota dan kerinduan untuk senantiasa

bersekutu dan berhimpun bersama, dengan kasih dan karunia Bapa sorgawi

dalam Yesus Kristus para anggota jemaat mendirikan sebuah bangunan

gereja dari bambu di rumah saudara Tasmari menghadap ke selatan. Pada

tahun 1968 seorang anggota jemaat bapak Karjo Sampu memberikan

tanahnya di sebelah barat makam dusun Dadapan untuk dibangun sebuah

gereja. Pada tahun itu juga dengan kasih Kristus bangunan gereja yang

berada di rumah saudara. Tasmari dipindahkan ke tanah yang dihibahkan

bapak Karjo Sampu di sebelah barat makam dusun Dadapan.

Setelah berkali-kali mengalami renovasi dan perbaikan dengan Kasih

Kristus masih berdiri gedung gereja GPdI Dadapan dengan jemaat yang di

gembalakan oleh bapak Pdt. Yan Suatman dilantik tahun 1967 dari awal

berdiri sampai dengan tahun 2015.

Seiring berjalannya waktu yang terkasih bapak Pdt. Yan Suatman

dipanggil pulang ke rumah Bapa yang ada di surga. Karena demikian maka

penggembalaan gereja dan kepemimpinan dilanjutkan oleh bapak Pdt. Yusuf

yang dilantik pada tahun 2015 yang lalu. Selama masa kepemimpinan beliau

tidak terjadi banyak perubahan. Pdt. Yusuf menggembalakan gereja sejak


48

tahun 2015 sampai dengan 2019, beliau harus menyelesaikan tugas

pelayanannya karena pada tahun 2019 beliau dipanggil pulang ke rumah

Bapa sorgawi.

Setelah peristiwa tersebut, istri dari Pdt. Yusuf yaitu Ibu Pdt. Lea

Purwanti dilantik untuk menggantikan posisi Alm. Pdt. Yusuf yang menjabat

sebagai gembala gereja. Sampai dengan sekarang ini di masa pelayanan Pdt.

Lea ada sedikit perubahan yang dilakukan seperti jadwal ibadah Youth

yang dulunya dilaksanakan pada hari minggu sore kini diganti pada hari sabtu

sore. Sejak tahun 2015-2020 jemaat gereja berjumlah 45 Kepala Keluarga.

Jumlah Pemuda dan Remaja kurang lebih 35 orang dan Anak Sekolah

Minggu berjumlah 25 orang.

B. Aplikasi Makna Hari Sabat Dalam Dekalog Menurut Keluaran 20:8-11


Dan Pengaruhnya Terhadap Kesetiaan Jemaat Dalam Beribadah (Studi
Kasus) GPdI Dadapan Jetis Mojokerto

Gereja Pantekosta di Indonesia Dadapan Jetis, Mojokerto masih

tergolong gereja yang terletak di daerah pedesaan. Menurut E.N Soriton dan

Denny Roemokoij, yang mengutip definisi dari WJS. Poerwadarminta, desa

adalah sekelompok rumah di luar kota yang merupakan kesatuan dalam

bentuk kampung, dusun, udik dan umumnya terletak di luar kota atau

pedalaman. Hassan Shadily juga menjelaskan bahwa desa adalah bentuk

masyarakat yang bersifat komunitas kecil, hidup dari berburu, meramu,

nelayan, berternak, berkebun, berladang, atau bercocok tanam. Masyarakat

desa bergerak dalam sistem adat istiadat, nilai budaya, dan mentalitas yang

lambat.85

85 E.N. Soriton-Danny Roemokoij, Pertumbuhan Gereja di Desa, (Denny Roemokoij


49

Karena secara geografis gereja ini terletak di desa, maka menurut

Soriton untuk meningkatkan minat serta ketaan jemaat di dalam beribadah

salah satu strategi yang digunakan yaitu dengan memberikan pemahaman

yang benar tentang makna dari beribadah sesuai dengan Firman Allah agar

jemaat mengerti dan memahaminya secara benar. 86 Strategi ini terbukti dapat

menyadarkan jemaat tentang arti dari kesetiaan dalam beribadah yang

membawa jemaat menyadari bahwa ibadah berfokus pada Yesus Kristus yang

adalah Tuhan.

Definisi dari “Kesetiaan” itu sendiri adalah Kualitas utama dari

menghormati dan menghargai orang lain. Kesetiaan menghasilkan ketaatan,

keteguhan, dan berjanji. Kesetiaan dilakukan melalui tindakan pribadi.

Kesetiaan adalah suatu pilihan. 87 Dari definisi ini para pemimpin yang ada di

GPdI Dadapan Jetis Mojokerto menyimpulkan bahwa faktor utama yang

menjadikan jemaat setia atau taat yaitu pilihan secara pribadi merupakan hal

paling dasar sehingga bisa menimbulkan rasa hormat dan menghargai

seseorang, tempat, benda atau lain sebagainya.

Dalam konteks ini jemaat harus mengerti dan memahami bahwa

menghargai dan menghormati Tuhan Yesus Kristus bukan hanya pada saat

datang ke gereja untuk beribadah melainkan setiap hari, setiap waktu dan

setiap saat. Memberikan pemahaman tentang makna hari “Sabat” dengan

benar dapat menghasilkan sikap “Kesetiaan” ini karena jemaat akan mengerti

atau memahami kata “Sabat” yang diterjemahkan “Berhenti” memberikan

makna bahwa setiap hari orang percaya “Berhenti” setelah melakukan

Public), 63.
86 Ibid, 64.
87 John Garmo, Ph.D, Developing Character: Teacher‟s Guide, (America: Character
Solutions International, 2011), 95.
50

aktivitas pekerjaannya sama halnya dalam Kejadian pasal 1 Allah berhenti

setelah selesai melakukan karya penciptaan-Nya, orang percaya juga harus

demikian memiliki waktu untuk datang bersekutu dengan Allah.

Para pemimpin yang ada di GPdI Dadapan Jetis Mojokerto

memberikan pengembalaan untuk menjelaskan makna hari “Sabat” kepada

jemaat terlebih khusus kepada pemuda dan remaja yang ada. Lewat

pemberitaan Firman Tuhan mengenai pentingnya menghargai dan

menghormati Allah tidak hanya pada satu waktu saja melainkan di setiap

waktu. Cara lain yang digunakan yaitu dengan pengembalaan atau bimbingan

secara pribadi kepada jemaat tertentu dengan memberikan nasehat lewat

konseling.

Para hamba Tuhan GPdI Dadapan Jetis Mojokerto juga memberikan

pengertian kepada jemaat bahwa Yesus Kristus sebagai fokus atau pusat dari

ibadah. Dapat disimpulkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi

jemaat tidak taat yaitu fokus dan pusat pujian penyembahannya sudah tidak

lagi kepada Allah, tetapi kepada kepentingan status kerohanian untuk

memenuhi tuntutan hidup sebagai orang Kristen. Maka dari itu para pemimpin

gereja memberikan arahan untuk menyadarkan jemaat sehingga tidak

kehilangan fokus serta pandangan hidup terus berpusat kepada Allah.

Memberikan pengertian tentang arti dan tujuan dari ibadah yaitu tindakan

yang menghargai dan menghormati Tuhan serta mempererat hubungan

antara kita dengan Tuhan. Selain itu, makna ibadah secara khusus adalah

Bersyukur atas kebaikan Tuhan, Tindakan iman yang nyata mengakui Yesus

Kristus adalah Tuhan, mengingat keselamatan yang tidak dari kebaikan kita

melainkan pengorbanan Yesus Kristus lewat karya-Nya yang sempurna di


51

kayu salib.

Menghormati serta bersyukur atas berkat Tuhan yang datang setiap

saat dan bukan pada hari minggu saja. Bersekutu dengan Allah harus setiap

waktu lewat pujian dan penyembahan, maka dari itu para hamba Tuhan yang

ada di GPdI Dadapan Jetis Mojokerto selalu meminta jemaat setiap hari harus

“Berhenti” setelah menyelesaikan pekerjaan hariannya dan kemudian

menyediakan waktu datang kepada Allah untuk bersekutu dengan Dia.

C. Susunan Kepengurusan di GPdI Dadapan Jetis Mojokerto

I. Gembala Senior : Pdt. Lidya

II. Gembala Jemaat : Pdt. Lea Purwanti

III. Bendahara : Ibu. Sabat

IV. Pembanguan : Bpk. Keman

V. Kematian : Ibu. Rahayu

VI. Kerohanian : Bpk. Yohanes & Ibu. Inta

VII. Diaken : - Bpk. Suwono

- Bpk. Srianto
- Bpk. Ngateno
- Bpk. Keman
- Bpk. Kaleb
- Bpk. Yusak
VIII. Penatua : - Bpk. Sunhadi

- Ibu. Sipora
- Bpk. David
- Bpk. Suparto

- Bpk. Bekti
IX. Ketua Youth : Andika Krisdianto

X. Wakil 1 & 2 : Daniel Edi & Steffani


52

Demikian pula program gereja yang diadakan saat ini dalam rangka

meningkatkan pertumbuhan secara kualitas adalah:

- Jadwal kebersihan untuk para ibu-ibu yang di mulai pada setiap hari

sabtu siang pukul 13:00 – 15:00.

- Pertemuan ibadah Youth yang dilaksanakan setiap hari sabtu sore

pukul 18:00 – 19:00 yang di dalamnya juga ada Pendalaman Alkitab

yang kemudian dilanjutkan dengan latihan tim PAW pada pukul 19:00 –

21:00.

- Doa malam bagi seluruh jemaat yang diadakan setiap hari senin dan

selasa pukul 19:00 – 21:00.

- Ibadah Wanita Kaum Ibu yang diadakan setiap hari kamis pukul 18:00

– 20:00.

- Ibadah Raya setiap hari minggu pagi yang diadakan bersamaan

dengan ibadah Anak Sekolah Minggu pukul 07:00 – 09:00.

D. Latar Belakang Penelitian

Dalam penelitan ini penulis menemukan masalah orang Kristen yang

belum mengerti makna hari Sabat dengan benar. Penulis menyoroti salah

satu gereja di Mojokerto yaitu, GPdI Dadapan Jetis Mojokerto ternyata jemaat

disana masih ada yang menganggap bahwa untuk menjaga kekudusan hidup

hanya khusus hari minggu saja karena hari itu adalah hari Sabat atau hari

Perhentian yang dikuduskan Allah. Pengertian yang salah ini yang membuat

penulis melakukan penelitian.

E. Temuan penelitian
53

Berikut uraian pembahasan tentang hasil pengumpulan data yang berkaitan

dengan data partisipan dan pertanyaan penelitian

Daftar nama partisipan GPdI Dadapan Jetis Mojokerto

no Nama L/P Usia

1 Rintani P 34

2 Yohanes Setiawan L 35

3 David L 18

4 Lea Purwanti P 42

5 Unike P 19

6 Carlita P 24

7 Steffani P 19

Analisis Taksonomi

Analisis taksonomi adalah setelah selesai domain, dilakukan pengamatan

dan wawancara terfokus berdasarkan fokus yang sebelumnya telah dipilih

oleh peneliti. Hasil terpilih untuk memperdalam data telah ditemukan melalui

pengajuan sejumlah pertanyaan. Tujuh langkah yang dilakukan dalam analisis

taksonomi yaitu: pertama, memilih salah satu domain untuk dianalisis; kedua,

mencari kesamaan atas dasar hubungan semantik yang sama yang

digunakan untuk domain itu; ketiga, mencari tambahan istilah bagian;


keempat, mencari domain yang lebih besar dan lebih inklusif yang dapat

dimasukkan sebagai sub bagian dari domain yang sedang dianalisis; kelima,

membentuk taksonomi sementara; keenam, mengadakan wawancara terfokus

untuk mencek analisis yang telah dilakukan; dan ketujuh, membangun


54

taksonomi secara lengkap.88

Dengan analisis taksonomi, peneliti menemukan pemahaman mengenai


Makna Hari Sabat Dalam Dekalog Menurut Keluaran 20:8-11 Dan
Pengaruhnya Terhadap Kesetiaan Jemaat Dalam Beribadah GPdI Dadapan
Jetis Mojokerto

F. Pengertian Tentang Hari Sabat

No Jawaban atas pertanyaan

Apa yang kalian ketahui tentang makna hari Sabat? Jelaskan!

1 Hari Minggu. Hari untuk datang beribadah kepada Tuhan di gereja

2 Hari beribadah. Hari minggu

3 Hari ke 7 untuk datang beribadah biasa sabtu atau minggu

4 Biasa diperingati pada hari sabtu atau minggu sebagai hari beribadah

5 Hari libur kerja. Karena harus beribadah di gereja hari minggu

6 Hari bersekutu dengan Tuhan ya hari minggu

7 Hari bertemu Tuhan di gereja pada hari minggu

Pengertian dari makna hari Sabat yang sempit mengakibatkan jemaat


membatasi makna bertemu atau bersekutu dengan Tuhan hanya pada satu
hari saja
Tabel 4.2 Pengertian hari Sabat yang sempit mengakibatkan jemaat membatasi makna
bertemu atau bersekutu dengan Tuhan hanya pada satu hari saja
Hasil jawaban yang dikemukakan oleh 7 partisipan secara keseluruhan

yang tertera pada tabel di atas mengenai pertanyaaan “Apa yang kalian

ketahui tentang hari Sabat? Jelaskan! telah dikatahui bawah 7 partisipan

mengatakan bahwa hari Sabat adalah hari beribadah kepada Allah pada hari

minggu. Penulis mendapati bahwa kurangnya pemahaman yang luas tentang

makna dari hari Sabat dalam kehidupan jemaat GPdI Dadapan Jetis

88 James P. Spradley, Participant Observation (Yogyakarta: Tiara wacana, 2006), 50.


55

Mojokerto yang membatasi makna bertemu atau bersekutu dengan Tuhan

hanya pada satu hari saja.

Pengertian makna dari hari Sabat yang keliru dapat menjadikan jemaat
berpikir sempit tentang arti menjaga kekudusan hidup
No Jawaban atas pertanyaan

Mengapa banyak orang Kristen yang hanya menjaga kekudusan hidupnya lewat keseharian ativitas
secara nyata dan kehidupan di dunia maya lewat status media sosial hanya pada hari minggu saja?
Jelaskan!

1 Karena itu hari minggu waktu orang Kristen beribadah

2 Agar kelihatan orang Kristen

3 Senin – Sabt buat dosa kemudian minggu bertobat

4 Hari pertobatan atas dosa senin – sabtu

5 Harus kudus karena hari minggu hari yang kudus

6 Tuntutan hidup sebagai orang Kristen beribadah dan membagikan berkat lewat status media sosial
di hari beribadah

7 Karena mereka merasa bersalah atas dosa senin – sabtu maka dari itu datang bertobat di hari
minggu

Tabel 4.3 Pengertian makna dari hari Sabat yang keliru dapat menjadikan jemaat berpikir

sempit tentang arti menjaga kekudusan hidup

Hasil jawaban yang dikemukakan oleh 7 partisipan secara keseluruhan

yang tertera pada tabel di atas mengenai pertanyaaan “Mengapa banyak

orang Kristen yang hanya menjaga kekudusan hidupnya lewat keseharian

ativitas secara nyata dan kehidupan di dunia maya lewat status media sosial

hanya pada hari minggu saja? Jelaskan!” telah dikatahui bawah 2 partisipan

mengatakan bahwa hari minggu adalah hari untuk beribadah, hari yang

dikuduskan sehingga orang Kristen juga harus kudus pada hari minggu. 3
56

partisipan mengatakan bahwa itu sebagai hari pertobatan atas dosa yang

dilakukan selama hari Senin – Sabtu. 2 partisipan mengatakan bahwa hal

tersebut terjadi karena tuntutan sebagai orang Kristen yang beribadah pada

hari minggu yang kudus sehingga mereka harus membagikan berkat lewat

status media sosial atau dalam kehidupan bersosial secara nyata.

Pengaruh yang buruk terhadap kesetiaan beribadah


No Jawaban atas pertanyaan

Apakah dengan pengertian bahwa menjaga kekudusan hanya pada satu hari saja membawa
pengaruh yang buruk terhadap kehidupan kesetiaan jemaat dalam beribadah kepada Allah?

1 Iya karena jika demikian maka mereka akan menghargai dan

menghormati Allah hanya pada hari minggu saja

2 Ya. Karena Allah mau setiap hari kita bersekutu dengan Dia, untuk datang kepada Allah
tentunya kehidupan kita harus berkenan kepadaNya. Jika hanya satu hari namanya
Kristen musiman bukan Kristen setia

3 Setia bukan hanya satu hari melainkan setiap waktu

4 Ya. Karena hanya satu hari saja, setia artinya berkomitmen yang dilakukan setiap saat.

5 Iya bisa. Karena pengikut Kristus yang benar setia adalah orang-orang yang senantiasa
menjaga kekudusaan hidupnya setiap hari sebagai bukti menghargai dan menghormati
Allah dan sebagai tanda suka bersekutu dengan Allah.

6 Ya. Karena yang di dapat buruk pasti menghasikan yang negativ

7 Ya. Bukti kesetiaan itu dengan menghargai dan menghormati Allah.

Kalau hanya tergantung hari saja itu namanya musiman

Tabel 4.4 Pengaruh yang buruk terhadap kesetiaan beribadah


57

Hasil jawaban yang dikemukakan oleh 7 partisipan secara keseluruhan

yang tertera pada tabel di atas mengenai pertanyaaan “Apakah dengan

pengertian bahwa menjaga kekudusan hanya pada satu hari saja membawa

pengaruh yang buruk terhadap kehidupan kesetiaan jemaat dalam beribadah

kepada Allah?” telah dikatahui bawah 1 partisipan mengatakan bahwa Iya

karena jika demikian maka mereka akan menghargai dan menghormati Allah

hanya pada hari minggu saja, 1 partisipan mengatakan bahwa Ya. Karena

Allah mau setiap hari kita bersekutu dengan Dia, untuk datang kepada Allah

tentunya kehidupan kita harus berkenan kepada-Nya. Jika hanya satu hari

namanya Kristen musiman bukan Kristen setia, 1 partisipan mengatakan

bahwa Setia bukan hanya satu hari melainkan setiap waktu, 1 partisipan

mengatakan bahwa Ya. Karena hanya satu hari saja, setia artinya

berkomitmen yang dilakukan setiap saat, 1 partisipan mengatakan bahwa Iya

bisa. Karena pengikut Kristus yang benar setia adalah orang-orang yang

senantiasa menjaga kekudusaan hidupnya setiap hari sebagai bukti

menghargai dan menghormati Allah dan sebagai tanda suka bersekutu

dengan Allah, 1 Partisipan mengatakan bahwa Ya. Karena yang di dapat

buruk pasti menghasikan yang negativ, 1 Partisipan mengatakan bahwa Ya.

Bukti kesetiaan itu dengan menghargai dan menghormati Allah. Kalau hanya

tergantung hari saja itu namanya musiman

G. Pengertian Yang Benar

Pentingnya memberikan pemahaman yang benar


No Jawaban atas pertanyaan
58

Mengapa memberikan pemahaman yang benar dapat mempengaruhi Kesetiaan jemaat


dalam beribadah?

1 Karena pemahaman yang benar akan menghasilkan tindakan yang benar dalam hal
kesetiaan.

2 Karena jika mereka mengerti dengan benar maka akan menghasilkan rasa menghargai
dan menghormati Allah setiap hari.

3 Menjadikan mereka setia serta giat dalam bersekutu dengan Allah tidak pada hari-hari
tertentu saja.

4 Membuat mereka paham bahwa menjadi berkat bukan hanya pada satu

hari saja.

5 Memberikan pandangan yang jelas serta wawasan yang luas tentang pentingnya arti
pesekutuan dengan Allah yang sangat dibutuhkan untuk membentuk kerohanian orang
percaya.

6 Membuat mereka mengerti bahwa menjadikan hidup kudus haruslah setiap hari karena

Allah ingin umat-Nya berkenan kepada-Nya setiap

saat.

7 Menjadikan mereka dewasa dalam suatu pemahaman yang luas tentang isi dari Firman
Tuhan.

Tabel 4.5 Pentingnya memberikan pemahaman yang benar


Hasil jawaban yang dikemukakan oleh 7 partisipan secara keseluruhan

yang tertera pada tabel di atas mengenai pertanyaaan “Mengapa memberikan

pemahaman yang benar dapat mempengaruhi Kesetiaan jemaat dalam

beribadah?” telah dikatahui bawah 1 partisipan mengatakan bahwa Karena

pemahaman yang benar akan menghasilkan tindakan yang benar dalam hal

kesetiaan, 1 partisipan mengatakan Karena jika mereka mengerti dengan

benar maka akan menghasilkan rasa menghargai dan menghormati Allah


59

setiap hari, 1 partisipan mengatakan Menjadikan mereka setia serta giat

dalam bersekutu dengan Allah tidak pada hari-hari tertentu saja, 1 partisipan

mengatakan bahwa Membuat mereka paham menjadi berkat bukan hanya

pada satu hari saja, 1 partisipan mengatakan Memberikan pandangan yang

jelas serta wawasan yang luas tentang pentingnya arti pesekutuan dengan

Allah yang sangat dibutuhkan untuk membentuk kerohanian orang percaya, 1

partisipan mengatakan bahwa Membuat mereka mengerti menjadikan hidup

kudus haruslah setiap hari karena Allah ingin umat-Nya berkenan kepada-Nya

setiap saat, 1 partisipan mengatakan Menjadikan mereka dewasa dalam

suatu pemahaman yang luas tentang isi dari Firman Tuhan. Memberikan

pengertian tentang makna dari hari Sabat dengan benar dapat mempengaruhi

kesetiaan jemaat dalam beribadah.


60

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

● Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada Bab I sampai Bab IV dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut:

I. Kata Sabat berarti perhentian atau istirahat. Kata Ibrani yang

diadopsi. Ketika orang Ibrani menggunakan kata „Sabat‟, kata itu

membawa pikiran mereka kepada makna yang sama dengan kata

„Istirahat‟. “Sabat” adalah suatu tindakan “Berhenti” setelah

menyelesaikan pekerjaannya dan mengambil waktu bersekutu

dengan Allah, atau biasa diartikan sebagai satu hari yang kudus

untuk dijadikan hari beribadah kepada Tuhan Allah.

II. Makna dari kata “Sabat” di dalam Dekalog orang Yahudi menurut

Keluaran 20:8-11 harus dimengerti secara benar. Kebanyakan orang

memaknai kata “Sabat” dengan arti satu hari yang sudah ditentukan

untuk datang beribadah kepada Allah. Dalam bahasa aslinya sendiri

kata “Sabat” Jika diterjemahkan tetap memiliki arti

60
yang sama yaitu “Sabat” sesaui dengan teks aslinya kata ini tidak

memiliki bunyi atau terjemahan yang berbeda hanya saja dimaknai

atau diartikan oleh orang Israel sebagai kata “Beristirahat atau

Berhenti”. Orang Israel harus memiliki perhentian pada hari Sabat

karena Allah menjadikan tindakan-Nya berhenti dari karya


61

penciptaan alam semesta sebagai dasar untuk memerintahkan

orang Israel berhenti dari pekerjaannya dan mengambil waktu untuk

bersekutu dengan Allah. 89


Jika jemaat hanya mengartikan kata

“Sabat” dengan nama hari, maka akan ada banyak orang Kristen

musiman yang hanya menghargai dan menghormati Allah serta

datang beribadah kepada Tuhan pada hari itu saja. Sebaliknya jika

jemaat mengerti dengan tepat makna dari kata “Sabat” atau inti

maksud “Sabat” dengan Allah adalah suatu tindakan “Berhenti”

setelah bekerja dan datang bersekutu dengan Allah sebagai tanda

menghargai dan menghormati Allah setiap waktu dan bersyukur atas

berkat yang diberikan Allah setiap hari.

III. Konsep pemahaman jemaat GPdI Dadapan Jetis Mojokerto tentang

makna hari Sabat masih sangat sederhana yaitu dengan memaknai

secara umum bahwa hari bersekutu dengan Allah hanya dibatasi

satu hari saja. Hal ini yang menjadikan jemaat kurang menghormati

Allah lewat tindakan yang nyata atau lewat kehidupan di dunia maya

sehingga jemaat menjadi tidak setia dalam hal bersekutu dengan

Allah melalui beribadah kepada-Nya, yang menjadikan mental

jemaat sebagai Kristen musiman bukan Kristen yangsetia.

IV. Kesetiaan jemaat di dalam beribadah dapat dipengaruhi oleh

pemahaman yang benar tentang makna hari “Sabat”. Menyadarkan

jemaat pentingnya rasa menghargai dan menghormati Allah dengan

cara datang bersekutu dengan Allah setiap hari. Sehingga jemaat

bisa menjaga kekudusan hidupnya lewat perkataan, pebuatan,

pikiran yang dituangkan lewat status media sosial yang bisa

89 “The Sabbath in the Old Testament”, 26.


62

membagikan berkat lewat tulisan dan bukan membagikan kutuk atau

kalimat yang tidak menunjukkan sikap menghormati dan menghargai

Allah. Jemaat harus menyadari bahwa Allah adalah fokus dari

ibadah, setiap orang percaya harus terus menjadikan Allah sebagai

pusat pujian dan penyembahan. Dengan demikian setiap harinya

jemaat akan berjuang untuk tetap terus fokus dan berpusat kepada

Allah. Menjaga kekudusan hidup harus setiap hari yang tercermin

lewat sikap hidup kita secara nyata dikehidupan sehari-hari atau

juga lewat status media sosial yang kita punya. Dengan begitu dapat

menjadikan hidup kita sebagai bukti nyata bahwa kita menghargai

dan menghormati Allah, juga sebagai bukti bahwa kita mengasihi

Allah setiap saat dengan diekspresikan lewat pujian serta

penyembahan kita, dengan begini kita telah melakukan seluruh isi

dari hukum taurat sebab di dalam Matius 22:37 – 40 jelas tertulis

bahwa mengasihi Allah dan mengasihi sesama manusia merupakan

pusat dari seluruh hukum taurat. Mengasihi Allah tidak hanya pada

satu waktu saja tetapi haruslah setiap waktu hidup kita.

● Saran

Pada akhir dari tulisan ini, maka penulis memberikan beberapa saran

yang kiranya dapat berguna bagi setiap pembaca skripsi ini, yaitu:

I. Bagi Para Pendeta dan Pemimpin Gereja

Pendeta dan para pemimpin gereja serta para hamba Tuhan yang

diberikan kepercayaan lebih untuk melayani jemaat, maka haruslah

memahami dan mengerti tentang makna hari “Sabat” dalam Dekalog menurut

Keluaran 20:8-11 bahwa kata “Sabat” tidak diterjemahkan sebagai arti dari
63

nama hari melainkan memberi makna bahwa setiap orang percaya harus

“Berhenti” setelah selesai melakukan pekerjaannya dan kemudian datang

bersekutu dengan Allah di dalam Doa, Pujian dan Penyembahan sebagai

bentuk ungkapan syukur atas berkat Tuhan dan sebagai bukti nyata dalam

menghargai serta menghormati Allah setiap waktu, terus menjadikan Allah

sebagai fokus atau pusat dari pujian dan peyembahan kita. Tidak hanya

sekedar memahami dan mengerti tetapi juga memberikan contoh nyata lewat

tindakan hidup para pendeta dan jajaran kepelayanan gereja yang ada.

Dengan demikian dapat memberikan kesadaran kepada jemaat akan

pentingnya hal ini yang kemudian menjadikan jemaat semakin setia beribadah

kepada Allah.

II. Bagi Anggota Jemaat

Para anggota jemaat diharapkan mau membuka diri untuk belajar semakin

dalam mengenai Firman Allah, khususnya tema makna dari hari “Sabat” dalam

Dekalog menurut Keluaran 20:8-11 sehingga bisa memahamidengan benar

dan memberikan kesadaran terhadap pentingnya menghargai dan

menghormati Allah setiap hari dan betapa pentingnya hubungan akrab dengan

Allah lewat pujian dan penyembahan serta terus menjadikan Allah sebagai

fokus atau pusat kehidupan sehingga jemaat menjadikan diri semakin setia

beribadah kepada Allah serta menjaga kekudusan hidup lewat perkataan,

perbuatan, pikiran dan tulisan yang dituangkan melalui status media sosial.

Menjadikan diri setiap hari sebagai orang Kristen yang sungguh atau tidak

musiman yang menjaga kekudusan hidup hanya pada satu hari saja yaitu hari

untuk datang beribadah kepada Allah. Jemaat harus menyadari bahwa

beribadah kepada Allah itu harus setiap hari lewat kekudusan hidup kita yang
64

harus juga kita jaga setiap hari.

III. Bagi Para Mahasiswa Teologi

Bagi para mahasiswa Teologi yang sedang menimba ilmu pengetahuan,

khususnya mengenai isi kitab suci, penulis menyarankan untuk mereka

mengerti terlebih dahulu tentang kesetiaan dalam beribadah kepada Allah dan

memiliki rasa hormat serta menghargai Allah setiap saat, menjadikan pribadi

yang senantiasa bersekutu dengan Allah sebagai bukti ucapan syukur atas

berkat Tuhan yang kita terima setiap waktu melalui “Sabat” yaitu dengan

mengambil kesempatan setelah selesai bekerja “Berhenti” dan datang kepada-

Nya lewat pujian dan penyembahan. Sebab jika tidak demikian maka usaha

untuk mendapatkan ilmu teologi akan menjadi tidak ada gunanya.


65

DAFTAR PUSTAKA

ALKITAB

Lembaga Alkitab Indonesia

BUKU

Waggoner Ellet Joseph. Tiga Sabat: Mengungkap Makna dan Hakikat di


Balik Hari Ibadah. Minahasa Utara: Eden Way Publishing, 2001.
Gaffin Richard. Calvin and the Sabbath: The Controversy of Applying
the Fourth Commandment. Ross-shire: Mentor, 1998.
Ministerial Association General Conference of Seventh-day Adventists,
Seventh-day Adventists Believe: A Biblical Exposition of 27 Fundamental
Doctrines, Hagerstown: Review and Herald, 1988.
Shead A. G. “Sabbath” dalam New Dictionary of Biblical Theology.
Downers Grove: InterVarsity, 2000.
Osborne Grant R. The Hermenutical Spira: A Comprehensive
Introduction to Biblical Interpretation. Momentum, 2005.
Anwar Desi. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Surabaya: Amelia, 2003.
Garmo John, Ph.D. Developing Character: Teacher‟s Guide. America:
Character Solutions International, 2011.
Dressler Harold H. P. From Sabbath to Lord‟s Day: A Biblical, Historical
and Theological Investigation. Grand Rapids: Zondervan, 1982.
Stott W. “Sabbath” dalam The New International Dictionary of New
Testament Theology vol. 3; ed. Colin Brown; Grand Rapids: Zondervan, 1986.
Rausch D. A. “Sabbath” dalam Evangelical Dictionary of Theology. ed.
Walter A. Elwell; Grand Rapids: Baker, 1984.
Slane Craig J. “Sabbath” dalam Evangelical Dictionary of Biblical
Theology. ed. Walter A. Elwell; Grand Rapids: Baker, 1996.
Bruce F. F. The Epistle to the Hebrews. NICNT; Grand Rapids:
Eerdmans, 1981
65
66

Making Sense of the Old Testament: Three Crucial Questions. Grand


Rapids:
Baker, 1998.
Morris, Leon. Toward Old Testament Ethics. Grand Rapids: Academie,
1983.
Whyte James A. “Sunday Observance” dalam The Westminster
Dictionary of
Christian Ethics. Philadelphia:Westminster, 1967.
Barr James. Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan. Malang: Gandum
Mas, 1994.
Bush W.S. Lasor D.A. Hubbard F.W. Pengantar Perjanjian Lama 1 Taurat
Dan Sejarah. Jakarta: Gunung Mulia, 2001.
PatersonRobert M. Tafsiran Alkitab Kitab Keluaran. Jakarta: Gunung
Mulia, 2004.
Walton Andrewe . Hill Dan Jhon .H. Buku Survei Perjanjian Lama.
Jakarta: Gunung Mulia, 2000.
King Philip J. & Lawrence E. Stager. Kehidupan Orang Israel
Alkitabiah. Jakarta: BPK-GM, 2010.
Schultz Samuel J. Th.D. Pengantar Perjanjian Lama Taurat Dan
Sejarah. Jakarta: Gunung Mulia, 1995.
Baxter J. Sidlow. Menggali Isi Alkitab 1 :Kejadian-Ester. Jakarta:
Yayasan Komunikasi Bina Kasih,2001.
Danny Roemokoij. Soriton . Pertumbuhan Gereja di Desa. Denny
Roemokoij Public.
Hinson David F. Sejarah Israel pada Zaman Alkitab. Jakarta : BPK-GM,
1991.
Leo D. Revelation, the Relligions, and Violence. USA: Maryknoll, 2003.
Pfeiffer Charles F. Tafsiran Alkitab Wyclife Volume l. Malang: Gandum
Mas, 2004.
Boeker T.G.R. Bahasa Ibrani Jilid I.
Pdt. Dr. Santoso Agus. Tata Bahasa Ibrani. Bandung: Bina Media
Informasi, 2011.
Williams Ronald J. Hebrew Syntax - An Outline Second Edition.
67

Davidson A. B. Introductory Hebrew Grammar Syntax. Edinburgh:


Page bros, 1989.
F. Brown S. R. Driver and C. A. Bringgs. A Hebrew and English
Lexicon of the testament.
Lumintang Stevri I. & Lumintang Danik Astuti. Theologia Penelitian &
Penelitian Theologis. Jakarta: Geneva Insani Indonesia, 2016.
Hasan Muhammad Tholchah. Penelitian Kualitatif dalam bidang
Ilmuilmu Sosial dan Keagamaan. Malang: Kalimasahada Press, 1994.
Moleong Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif .
Sugiyono. memahami Penelitian Kualitatif . Bandung: Alfabeta, 2011.
Satori D. J. Jama‟an. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta,
2012.
Subagyo Andres B. Pengantar Riset Kuantitatif dan
Kualitatif: Termasuk Riset Teologi dan Keagamaan. Bandung: Yayasan
Kalam Hidup, 2004.
Huberman Matthew B. Miles, A. Michael. Analisis Data Kualitatif.
Jakarta: UI-Press,1992.
Emzir, Metode Penelitian Kualitatif Analisis Data: Model Bogdan &
Biklen, Model Miles & Hubermann, Model Strauss & Corbin, Model Spradley,
Model Philipp Marying dan Program Komputen Nvivo. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2014.
O‟Collins Gerald SJ. Kamus Teologi. Yogyakarta: Kanisius, 1996.

Anda mungkin juga menyukai