SKRIPSI
Oleh:
Imaculada Gouveia Leite
021124039
Dengan penuh syukur dan cinta yang mendalam kupersembahkan skripsi ini kepada:
Manuel Soares, Ayahanda tercinta sang pendidik hidup dalam melayani
Elisa Soares (almarhumah), Ibunda tercinta sang peneguh harapan hidup
Grandpa, Maun Enço, adik-adik tercinta di Lar de Estudantes St. Inácio de Loyola
serta seluruh keluarga tercinta yang mengiringi perjalanan hidupku
dengan doa dan cinta yang dalam
iv
MOTTO
v
ABSTRAK
vii
ABSTRACT
viii
KATA PENGANTAR
Kami tak dapat berjalan, jika tidak dituntun. Kami tak dapat berdiri tegak,
jika tidak ditopang. Kami tak dapat hidup, jika tidak diberi Roh Kehidupan. Maka
sudah sepantasnya penulis menghaturkan segala puji syukur kepada Allah Sang
Sumber Kebijaksanaan dan Cinta, atas berkat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul RE-EVANGELISASI:
TANTANGAN GEREJA DI TIMOR LESTE DEWASA INI. Skripsi ini disusun
sebagai salah satu prasyarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan, tuntunan, dukungan dan perhatian, serta bimbingan dari berbagai pihak.
Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa syukur dan
terimakasih yang sebesar-besarnya dan sedalam-dalamnya kepada:
1. Segenap Staf Dosen dan Karyawan/wati Program Studi Pendidikan Kekhususan
Pendidikan Agama Katolik Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, yang telah mendidik, menuntun,
dan membimbing penulis selama studi sampai terselesaikannya skripsi ini.
2. Drs. FX. Heryatno Wono Wulung, SJ., M.Ed., sebagai dosen pembimbing utama
yang telah bersedia meluangkan waktu, penuh kesabaran, setia dan teliti dalam
membimbing dan mengoreksi seluruh skripsi ini.
3. Dra. J. Sri Murtini, M.Si., sebagai penguji II sekaligus dosen wali yang telah
memberikan dukungan, bimbingan, dan kesetiaan mendampingi penulis dalam
menyelesaikan studi di kampus ini.
4. Bpk. YH. Bintang Nusantara, SFK., selaku penguji III yang telah memberikan
saran, perhatian, motivasi, ide-ide dan kritikan demi kemajuan penulis untuk
dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Pe. Domingos da Silva Soares, Pr (grandpa) selaku pembimbing rohani yang
telah bersedia dan setia memberikan bantuan secara materil, moril, pikiran;
ix
mendampingi, memberikan saran-saran, kritikan demi perkembangan
kepribadian penulis, dan memberikan semangat serta keteguhan kepada penulis
untuk senantiasa berjuang dalam menyelesaikan studi.
6. Papá Manuel Soares, Mãe Elisa Soares (almarhumah), Mãe Dina, Apá Luis
(almarhum), Apá Julião da Costa (almarhum), Apá Julião (almarhum), Amá
Joana Maia (almarhumah), Amá Lourdes (almarhumah), Maun no Mana Aguida
Aman, seluruh keluarga tercinta, yang dengan setia mengiringi perjalanan hidup
dan studi penulis dengan doa, harapan, pengorbanan, dan cinta yang begitu besar
sehingga penulis memperoleh kekuatan dan keteguhan dalam menjalani hidup
dan studi hingga terselesaikannya skripsi ini.
7. Maun Enço (Fr. Lourenço de Jesus Soares, Pr) kakak sekaligus sahabat yang
telah mengajari dan mendidik penulis dalam mencari dan menemukan makna
hidup yang sesungguhnya, memberikan dorongan, serta setia memberikan
semangat untuk terus berjuang dalam menapaki perjalanan hidup penulis.
8. Adik-adik yang tercinta di Lar de Estudantes Santo Ináçio de Loyola-Rumbia,
Dili, Timor Leste yang dengan setia mengiringi studi penulis dengan doa, dan
cinta. Kasih dan cinta selalu.
9. Romo J. Setyakarjana, SJ., bapak Bambang, dan bapak Haryanto selaku staf
perpustakaan IPPAK yang dengan setia melayani dan menyediakan buku-buku
referensi bagi penulis. Terimakasih juga atas komputernya.
10. Seluruh staf perpustakaan Kolsani yang dengan ramah dan setia melayani dan
menyediakan buku-buku referensi bagi penulis. Terimakasih atas kemurahan
hati.
11. Rekan-rekan angkatan 2002/2003, yang telah memberi dinamika hidup dan
semangat dalam menjalin dan merajut tali persaudaraan dan kekeluargaan.
Terimakasih atas persahabatan yang indah ini.
12. Sr. Gratiana, PRR., bapa Tom Jacobs, SJ., Romo J. Setyakarjana, SJ., Sr. Aque,
FdCC cs; Fr. Flori, BHK., Sdri. Yosefina Nitsae, yang telah hadir sebagai
“malaikat penolong” terutama di masa-masa sulit penulis. Terimakasih dan cinta
yang dalam atas dukungan materil dan spiritualnya.
x
13. Semua teman-teman yang selalu mendukung dalam kegiatan penulis di kampus
juga di HIMKA.
14. Semua saja yang penulis tidak dapat sebutkan satu persatu, yang selama ini
dengan ketulusan hati telah memberikan bantuan dan dorongan hingga
terselesaikannya skripsi ini.
Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Oleh sebab itu penulis mengharapkan saran maupun kritik yang membangun
guna semakin sempurnanya penulisan ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi
siapa saja yang membacanya.
Penulis
xi
DAFTAR SINGKATAN
Dalam skripsi ini singkatan Kitab Suci mengikuti daftar singkatan dalam
Republik Indonesia dalam rangka PELITA. Kitab Suci Perjanjian Lama dan
CA : Centesimus Annus
CT : Catechesi Tradendae
EA : Ecclesia in Asia
EN : Evangelii Nuntiandi
GE : Gravissimum Educationis
GS : Gaudium et Spes
LG : Lumen Gentium
PT : Pacem in Terris
RM : Redemptoris Missio
xii
APODETI : Associação Popular Democrática de Timór
art. : artikel
Br. : Bruder
CB : Carolus Boromeus
CM : Carmelite Missionaries
Dr. : Doktor
Dra. : Doktoranda
Drs. : Doktorandus
IQ : Intelligence Quotient
xiii
lih. : lihat
MA : Master of Art
Mgr. : Monsignur
OP : Ordo Pewarta
PM : Perdana Menteri
Pr : Presbiterorum / Projo
xiv
SAGKI : Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia
SD : Sekolah Dasar
SJ : Serikat Jesus
SM : Sebelum Masehi
UU : Undang-undang
xv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...................................................................................... i
HALAMAN PERSEMBAHAN...................................................................... iv
MOTTO.......................................................................................................... v
ABSTRAK..................................................................................................... vii
ABSTRACT................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR................................................................................... ix
BAB I: PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG................................................................... 01
B. RUMUSAN PERMASALAHAN.................................................. 08
C. TUJUAN PENULISAN................................................................. 09
D. MANFAAT PENULISAN............................................................. 10
E. METODE PENULISAN................................................................ 11
F. SISTEMATIKA PENULISAN...................................................... 11
xvi
BAB II: GAMBARAN UMUM GEREJA TIMOR LESTE DAN
a. Fase Pra-evangelisasi............................................................. 18
Era Pascareferendum.................................................................... 51
2. Masalah Pendidikan............................................................... 57
3. Masalah Politik...................................................................... 60
xvii
b. Sekilas tentang Sekularisme dan Materialisme................. 68
1). Sekularisme.................................................................. 68
2). Materialisme................................................................. 71
xviii
5. Gereja yang Terbuka untuk Dialog.......................................... 125
xix
a). Mengenali dan Memahami Potensi dan Identitas Kaum
Muda.................................................................................... 156
Muda................................................................................... 160
2. Pendidikan................................................................................. 164
3. Politik........................................................................................ 169
BAB V: PENUTUP
A. KESIMPULAN.............................................................................. 191
B. SARAN.......................................................................................... 193
xx
BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Bangsa Timor Leste saat ini sedang dalam masa yang ruwet. Masalah
demi masalah datang silih berganti. Tidak ada yang menyangkal bahwa dunia
saat ini berada dalam proses globalisasi. Hal inipun terjadi di negara Timor
proses ini terjadi pula degradasi kehidupan spiritual orang-orang yang telah
tradisi Gereja yang sejak dulu dijunjung tinggi dan dipuja-puja oleh sebagian
kepada Bunda Maria di antaranya Doa Rosario (Reza TerÇo) bersama, ziarah ke
Jesus), kini telah hilang tertelan oleh budaya-budaya yang datang dari luar
kesimpulan bahwa penyebab dari semua degradasi kehidupan moral ini adalah
untuk terus bekerja tanpa kenal lelah, sehingga waktu untuk aktifitas religius
Menghadapi situasi yang serba ruwet seperti terjadinya gap dalam tubuh
tentara Timor Leste; para remaja yang sudah “bersahabat” dengan narkoba;
free-sex yang merupakan warisan new age pascareferendum Timor Leste; kaum
muda yang sebagian besar sudah enggan mengambil bagian dalam kegiatan
menjawab berbagai fenomen ini. Gereja yang mempunyai tugas utama adalah
mengambil sikap dan berusaha untuk mencari sebuah alternatif dalam menjawab
berbagai media seperti radio, televisi, dan surat kabar (Kompas), Majalah
(Hidup, dan Basis) yang belakangan ini menjadi berita yang hangat dibicarakan.
setempat beradaptasi dengan cara hidup dan pola berpikir yang baru. Di
samping kenyataan bahwa perubahan ini membawa banyak kemajuan, juga ada
ketidakadilan, penindasan, jurang antara yang kaya dan yang miskin, dan
sebagainya.
masyarakat sangat percaya pada Gereja yaitu kepada para kaum rohaniwan/wati
bersama Allah) atau tujuan-tujuan akhir hidup, kini tertelan oleh perkembangan
olah kebudayaan baru ini “menyulap” pola pikir, pola hidup masyarakat
setempat. Maka tidak heran bila hal-hal yang bercorak rohani/iman dengan
segala macam tradisi dan kepercayaan akan hidup di akhir zaman sulit diterima
oleh mereka.
dalam cara berpastoral. Mengingat masalah yang dihadapi oleh Gereja begitu
30-31), adanya unsur pilih kasih dalam memberi jabatan di tubuh tentara
4
nasional Timor Leste (Kompas, edisi 29 April 2006: 9), ditambah lagi beberapa
fenomen yang telah disebutkan di atas, tentu Gereja dalam menjalankan tugas
cukup dalam hal berpastoral atau dapat dikatakan bahwa tenaga pastoral yang
disediakan oleh Gereja Timor Leste kurang memadai. Meskipun saat ini banyak
para misionaris dari berbagai ordo/tarekat seperti tarekat SVD (Serikat Sabda
Allah), OFM (Ordo Fratrum Minorum), OMI (Oblat Maria Imaculata), OSU
Sancti – Suster-suster Abdi Roh Kudus), RVM (Religius of The Virgin Mary),
menjalankan misinya di negara Timor Leste, namun ada juga kendala bagi para
misionaris, yaitu “bahasa” (lingua) setempat yang kurang dipahami dan dikuasai
negatif bagi perkembangan iman Gereja, namun di lain pihak Gereja Timor
Leste juga diajak untuk terbuka mau menerima tantangan ini sebagai suatu hal
yang positif. Hal positif yang pertama; dengan fenomen-fenomen ini, iman
Allah. Kedua, sebagai refleksi atas karya pastoralnya pada masa silam. Ketiga,
5
membuka peluang bagi kehidupan menggereja secara baru, terlebih dalam hal
ini penghayatan iman Gereja dari yang lama menuju yang baru. Dan keempat,
agama bukan hanya menjadi sesuatu hal yang bersifat tradisi/adat kebiasaan
yang diperoleh umat dari Gereja, tetapi agama diharapkan menjadi milik umat.
Sejak Konsili Vatikan II, Gereja semakin sadar bahwa dunia dengan
segala persoalannya dan harapannya merupakan tempat di mana Allah hadir dan
dunia itu sendiri, di sisi lain merupakan tanggungjawab Gereja. Dalam Gaudium
kecemasan orang-orang zaman sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja
bahwa:
dari apa yang sudah dilaksanakan oleh para rasul seperti Santo Paulus. Gereja
menyadari bahwa “mewartakan Injil adalah tugas utama dan mulia, bahkan
merupakan ciri khas dari eksistensi Gereja”. Gereja ada untuk mewartakan
Kristus, yakni Kerajaan Allah itu sendiri, maksudnya adalah bahwa semua
pudar di era pascareferendum, Gereja tidak hanya bertitik tolak dari gambaran
Gereja yang telah diwariskan dari jaman dulu seperti Gereja sebagai institusi
(Dulles, 1987: 32), Gereja sebagai Ibu dan Guru (Lourdes, 2001: 53), tetapi
Gereja Timor Leste mau tidak mau harus mencari suatu alternatif baru dalam
(povo) Timor Leste pada akhirnya bisa mengalami Kerajaan Allah. Hal ini
Siauwarjaya, 1987: 11) dalam menjawab situasi Gereja saat ini. Dalam usaha
dan semangatnya, supaya pewartaan Injil tepat sasaran dan sesuai dengan
tanggal 09 Maret 1983 (Suharyo, 1993: 14), secara serius ditanggapi oleh
didirikannya Komisi Re-evangelisasi pada tahun 2005, yang saat ini dibawahi
beberapa tantangan yang dihadapi oleh Gereja Timor Leste dewasa ini, penulis
satu jalan dalam mewujudkan Gereja yang dicita-citakan oleh Gereja di Timor
Leste dan menanggapi berbagai tantangan yang dihadapi Gereja Timor Leste
masukan kepada seluruh petugas pastoral Gereja (Imam, awam / katekis) untuk
INI.
Penulis berharap tulisan ini dapat membantu kita semua dalam mengerti
dan memahami gambaran umum Gereja Timor Leste yang sesungguhnya dan
tantangan-tantangan apa saja yang dihadapi Gereja Timor Leste dalam mencari
dan menemukan suatu pola evangelisasi yang baru. Dan pada akhirnya mampu
Gereja yang dicita-citakan oleh Gereja Timor Leste, serta dapat menjawab
2. Model-model Gereja seperti apakah yang ada di Gereja Timor Leste dan
dewasa ini?
9
Leste akibat kondisi bangsa Timor Leste yang saat ini dalam masa yang ruwet
karena berbagai masalah setelah referendum. Dengan situasi seperti ini Gereja
era pascareferendum.
sebagai salah satu jalan dalam rangka mewujudkan Gereja yang dicita-
4. Karya tulis ini ditulis dalam rangka memenuhi salah satu syarat kelulusan
mengenai gambaran umum Gereja Timor Leste dan Gereja yang dicita-
ini.
Gereja secara umum dan khususnya gambaran umum Gereja Timor Leste
V. METODE PENULISAN
mengenai situasi konkret Gereja Timor Leste saat ini setelah referendum, serta
membantu kita semua memahami gambaran umum Gereja Timor Leste dan
Skripsi ini akan ditulis dalam lima bab. Penulisan akan dimulai dengan
sistematika penulisan.
permasalahan yang dihadapi oleh Gereja Timor Leste dewasa ini, yang akan
model Gereja yang dicita-citakan Gereja Timor Leste, yang akan dibagi dalam
dua bagian yaitu bagian pertama adalah model-model Gereja yang terdiri dari
dua sub bagian, di antaranya; model-model Gereja menurut Avery Dulles, dan
Afra Siauwarjaya.
tantangan yang dihadapi Gereja Timor Leste dewasa ini, yang dibagi dalam
satu jalan mewujudkan Gereja yang dicita-citakan Gereja Timor Leste serta
13
usaha menanggapi tantangan yang dihadapi Gereja Timor Leste dewasa ini,
katekese.
BAB II
Dalam bab II ini penulis akan memaparkan secara panjang lebar tentang
gambaran umum Gereja Timor Leste yang mana pada bab I hanya dibicarakan
secara singkat. Pada bab II ini penulis akan membagi pembahasan ini menjadi dua
bagian. Bagian pertama akan memaparkan secara detail tentang gambaran umum
Gereja Timor Leste yang terdiri dari dua sub bagian yakni; sejarah perkembangan
Gereja Timor Leste dan gambaran Gereja Timor Leste di era pascareferendum.
Sub bagian pertama, yakni sejarah perkembangan Gereja Timor Leste akan dibagi
awal: masa emas, fase menyiangi dengan cucuran air mata dan darah, fase
pembaharuan karya misi di Timor Leste, situasi Gereja Timor Leste tahun 1900 –
1945, situasi Gereja Timor Leste tahun 1946 – 1983, situasi Gereja Timor Leste
tahun 1983 – 1996, dan menanti fajar merekah. Sub bagian kedua adalah situasi
tentang permasalahan atau tantangan yang dihadapi oleh Gereja Timor Leste di
era pascareferendum, yang terdiri dari; masalah kaum muda, masalah pendidikan,
Yang terpenting dalam bab II ini, yakni penulis ingin mengajak pembaca untuk
mengetahui lebih jauh gambaran umum Gereja Timor Leste terutama tentang
sejarah perkembangan Gereja Timor Leste dari awal abad XIV hingga
Timor Leste dewasa ini, sehingga pada bab berikutnya (bab III) kita akan
Timor Leste, kita akan memperoleh gambaran dan menentukan Gereja seperti
Berikut ini akan dikaji lebih mendalam tentang gambaran umum Gereja
serta pernyataan-pernyataannya.
16
yang disatukan oleh pengalaman akan Allah yang ditafsirkan lewat peristiwa
Yesus dari Nazareth baik dalam situasi historis, maupun dalam dimensi
diolah, dan ditafsirkan oleh generasi yang satu sesudah generasi yang lain
dalam konteks perjalanan menyejarah, maka dari itu Gereja pada dasarnya
juga boleh diistilahkan sebagai ”tradisi iman yang hidup”, dari umat yang
beberapa martir (seperti Pe. Dewanto, SJ, Pe. Karim, SJ) demi
mempertahankan keadilan dan kebenaran bagi rakyat kecil. Hal ini sesuai
dalam penderitaan Yesus yakni berani berkorban bahkan mati di kayu Salib
demi membela kebenaran dan keadilan. Berkorban demi rakyat kecil dan
lemah, yang ditindas dan dijajah, yang kehilangan hak-haknya sebagai pribadi
dalam misi Yesus. Gereja Timor Leste menyadari bahwa dalam tugas
perutusannya, ia harus – mau atau tidak, mengalami hal yang serupa seperti
(perdamaian). Hal ini ditandai dengan hadirnya sosok Dom Carlos Filipe
Ximenes Belo, SDB sebagai penyambung lidah dari yang tak bisa bersuara
akibat ”tekanan” dan terbelenggu oleh situasi politik, sosial, ekonomi, dan
lain-lain. Sosok Dom Carlos Filipe Ximenes Belo, SDB hadir sebagai voice of
the voiseless (suara dari kaum tak bersuara) yang menginginkan ketenangan,
dan kedamaian batin. Ini memberi isyarat bahwa Gereja adalah pengalaman
a. Fase Pra-evangelisasi
Karya misi di pulau Timor dimulai pada abad XIV dan XVI
tahun 1556. Ketika itu, raja dari Mena (Oecusse) bersama sekitar 5000
memperkuat karya misi di Timor dan Solor, maka pada tahun 1562,
Frei Simão das Chagas, OP, dan Br. FranÇisco Aleixo, OP dan
2001: 1).
orang” di pulau Timor, Solor, dan Ende. Atas laporan ini, Uskup
hanya pada karya mewartakan Injil. Darah para misionaris dan sakit
penduduk setempat demi karya misi. Pada tahun 1741 didirikan lagi
2001: 4-5).
22
florins.
(Timor-Portugués).
23
Eclesiis (15 Juni 1874), Sri Paus menetapkan status yuridis diosis
juga mendapat tantangan dari umat Islam. Kaum Muslim masuk wilayah
Nusantara sekitar abad XII (1292). Beberapa Raja dan Sultan menganut
(1511 – 1666), Timor (1512 – 1556), Solor – Flores (1512 – 1560), Bali
ditunggangi oleh politik ekonomi pada masa itu. Mulai tahun 1581, kaum
tersebut Frei António Pestana dan Frei Simão das Montanhas dibunuh.
Pada tahun 1590, Frei FranÇisco Calossa (dari Goa) dibunuh atas
menimpa juga Frei João Tavares dan dua (2) orang calon misionaris
rodi. Para penguasa ingin menguras tenaga dan harta kaum pribumi
“tanah pusaka” yang dihuninya terun-temurun. Dengan hal ini, maka tidak
yang miskin dan lemah. Hal ini menyebabkan keretakan antara Gereja
tajam. Akhirnya di tahun 1722 Frei Manuel Rodrigues dan Frei Manuel
Timor dibekukan sama sekali. Sepanjang tahun 1788 – 1819, karya misi di
disingkirkan.
26
Semenjak tahun 1811, di Timor hanya ada tiga (3) misionaris (bukan
orang Portugis), yaitu Frei Mestre di Manatuto, Frei Tomas dan Frei
dikirim ke Dili yaitu Padre ViÇente Vieira, OP. Namun ia tidak banyak
berbuat di Timor.
menimpanya, tapi toh iman tetap hidup di dalam sanubari kaum miskin
dan tertindas. Dan Gereja dikenang sebagai simbol yang ikut menanggung
perhatian pada karya misi di pulau Timor. Maka, pada tahun berikutnya
Timor.
27
pastoral pada awal kegiatan misinya itu sebagai berikut. Pastor FranÇisco
dan sukar, yaitu Lacluta, Dilor, Bariki, Viqueque, Luka, Babilitu, Dolik,
Alas, dan Babususu. Pada tahun 1878 ia bekerja keras guna meningkatkan
Jenderal. Kecuali itu, di sanapun dibangun dua buah gedung, satu untuk
kediaman misionaris dan satu lagi untuk asrama para siswa. Perlu dicatat
raja (liurai oan sira) dan anak-anak para pemuka masyarakat yang
Pada tahun 1900 pulau Timor dibagi menjadi dua vikariat. Bagian
Karya misi di pulau Timor berjalan terus. Pada tahun 1920 Pastor
José da Costa Nunes diangkat menjadi Uskup Macau dan Timor. Sejak
republik.
waktu itu adalah pemimpin misi di Timor. Seminari baru ini dipimpin oleh
Pastor Januario Coelho dari tahun 1937 sampai dengan meletusnya Perang
Conventionibus dari Paus Pius XII tentang berdirinya Dioses Dili, atas
Afrika (São Tomé e Prince; Cabo Verde; Guine Bissau; Angola dan
(jazirah timur pulau Timor). Dengan melihat gelagat bangsa Portugis ini,
terhadap Portugal.
Depan).
Portugis itu. Dalam peristiwa ini muncul tiga partai besar yang
Timor) yang dipimpin oleh Arnaldo dos Reis Araujo dan José Fernando
ideologi di antara ketiga partai besar ini, terjadi pertikaian yang akhirnya
kekuasaan atas wilayah Timor, ternyata kisah sedih itu tidak berlalu.
dan ketektraman harus meminta banyak tumbal. Air mata dan darah terus
dengan ratap tangis dan kertak gigi, dendam dan kebencian (Aditjondro,
1994a: 65).
dipinggirkan.
tembakan dari laut Dili. Dalam pertikaian antara ABRI dan Fretelin
33
sekitar 7-13 Desember 1975, gedung Seminari Dare yang dihuni oleh para
oleh dua orang oknum ABRI di Remixio (Juni 1995) dan isu Sanusi di
masalah itu menyatakan perasaan duka yang mendalam dari korban tanpa
dosa dari pihak Islam. Uskup menganggap bahwa ‘balas dendam’ tersebut
tidak kristiani dan tidak manusiawi. Beliau turun sendiri ke jalanan untuk
semuanya dari nol mutlak. Pendek kata, Gereja jatuh dalam kemiskinan
bersama umatnya yang juga diterpa oleh kesulitan dan tantangan yang
sama.
(Vikjen dan Sekretaris) bahu membahu menguatkan para pastor dan umat
yang terkena badai kehidupan. Sejumlah imam Diosesan seperti Dom José
menjadi Uskup, alm.), Pe. José Martins (alm.), Pe. Agustinho Belo, Pe.
Alberto Ricardo, Pe. António de Brito, Pe. Aureo Gusmão, Pe. José Maria
de Seje Barbosa, Pe. Deomitrio Barros, Pe. Domingos da Cunha, Pe. José
Calisto Alves Guterres (alm.), Pe. José António da Costa, Pe. Mario Belo,
Pe. Rafael dos Santos, Pe. Santana Raquel Pereira, juga sejumlah
biarawan Salesian seperti Pe. Afonso Maria Nacher, SDB., Pe. Eligio
Locatelli, SDB., Pe. João de Deus Pires, SDB., Pe. Manuel Morais de
Br. Carlos Gamba, Br. José Cusi dan Br. Lobato, mereka semua masih
terjadi golpe UDT, yaitu Pe. José António da Costa (kini wakil Uskup
Dili). Pe. Apolinario A. Guterres, Pe. Santana Roque, Pe. José Maria de
Seje Barbosa dan Fr. Carlos Filipe Ximenes Belo, SDB (yang kemudian
menjadi Uskup Dili dari tahun 1983 – 2000). Sejumlah seminaris lari
35
tanpa harapan akan masa depan. Barangkali tidak berlebihan jika banyak
Dom José Joaquim Ribeiro yang menjabat sebagai Uskup kala itu
pemimpin rakyat Timor Leste dan juga Portugal. Tanggung jawab itu
Dari sisi lain, sang Uskup meminta agar penguasa kolonial menciptakan
36
suatu iklim yang kondusif bagi pilihan bebas rakyat tanpa manipulasi dan
172). Namun, Dom José pada titik tertentu mencapai batas manusiawinya
1990: 153).
Martinho da Costa Lopes. Dom Martinho masih atau tetap mengikuti garis
sendiri. Alasannya, secara mental rakyat belum siap dan tidak bisa secara
81).
Leste, pihak Gereja masih memiliki harapan untuk mencapai solusi yang
mengisahkan bahwa:
(19 Sepember 1981). Bulan Mei 1983, Dom Martinho secara mendadak
dipanggil kembali ke Vatikan. Sejak itu, beliau tidak pernah kembali lagi
ke Timor Leste sampai terdengar kabar dari Portugal bahwa sang Uskup
legenda yang tetap hidup di hati banyak umat Katolik. Maka kabar duka
Belo, SDB (15 April 1988) untuk memangku jabatan sebagai Uskup Dili.
1983).
Jika dilihat dari karier, uskup Belo yang muda belia ini tergolong
maupun pengalaman. Bahkan ketika itu, Belo kalah pamor dengan Mgr.
keberanian anak muda yang terkesan innocent dan saleh ini. Kedua,
selama ini Gereja Timor Leste sebagai Gereja oposisi lokal yang menjadi
mengatakan: “saya takut menjadi Uskup” (Hidup, edisi 24-31 Juli 1988:
10).
40
hati, doa dan karya telah membawa anak muda ini kepada kematangan.
suatu iluminatio; suatu perubahan sikap moral untuk tampil secara berani
dan tabah dalam membela kaum miskin yang tak bersuara. Craras
pembina rohani yang saleh dan pemalu itu menjadi sosok yang berwajah
1997: 83).
dicap tidak nasionalis, berkepala dua, tidak loyal, bahkan dianggap bloon.
merasa bahwa keadaan di sini (Timor Leste) makin memburuk. Suatu saat
kita harus mengambil sikap keras bila cara lunak tidak dihiraukan.”
Santa Cruz. Dan Uskup Belo menjadi titik pusat perhatian. Sang Uskup
41
hanya kerusuhan itu berawal dari Gereja, melainkan juga karena sang
ini. Hal ini membuat hati sang Uskup remuk redam. Peristiwa yang mirip
peristiwa ini ‘menyeret’ Uskup Belo bersama para imamnya untuk secara
aktif dan kritis membela umat mereka di bumi Timor Loro Sa’e.
Dili, dan Viqueque, sekali lagi Uskup Belo menghadapi problem yang
kian memanas. Di sini justru Uskup mendapat protes yang meluas dari
waktu itu pun muncul issue dan berita bahwa Uskup Belo dinominasikan
Walaupun jalan untuk itu sangat panjang dan melelahkan serta penuh
mendapat laporan dari Dom Martinho dan Uskup Belo sendiri, Paus
kunjungannya ke Taçi Tolu, Dili (12 Oktober 1989), pada saat Misa
pada suatu pertobatan yang sejati dalam diri Uskup muda ini. Pertobatan
melainkan suatu iluminatio, dengan pertaruhan jiwa dan raga, hati dan
1997: 85).
setiap tahun diberikan oleh komisi PBB untuk perjuangan HAM dan
Uskup Belo telah tampil sebagai ‘advocat’ perdamaian dan pejuang hak
Dari Itali, Uskup Belo menerima Oscar Romero Award atas sikap
Dengan Nobel ini hendak dikatakan bahwa Uskup Belo dan Gereja
Hal ini memang terlihat dalam kesemarakan dan antusias umatnya ketika
suatu penobatan agung di balai kota Oslo (termasuk juga diterima sebagai
Uskup Belo merasa diri sebagai “anak tiri dari Republik ini” (Gusmão,
1997: 86).
Vikariat ini dipimpin oleh Pe. Mariano Soares. Kedua, zona tengah
SCMM (8); Canossian (FdCC: 52); CIJ (30); SSpS (15); KYM dari
34); PRR (28); Carolus Borromeus (CB: 6); FCJM dari Sumatera (9);
Balide, Dili.
SLTP, SMU, SMK sebanyak 46 buah dengan 9.069 murid selain dari
46
KYM, dan Frater Projo. Kekuatan tenaga pastoral ini didukung oleh
Tempat/Rumah Ibadah
Sejak Tahun 1982 – 1994
Protestan
Luas wilayah Timor Leste 15.007 km² terdiri dari Pulau Atauro,
sesudah 1950. Mgr. Jaime GarÇia Goulart melayani pada tahun 1940-1958,
Mgr Martinho da Costa Lopez (1977-1983), Mgr Carlos Filipe Ximenes Belo
(1983-2000), dan kini Mgr Alberto Ricardo da Silva sebagai Uskup Dili dan
terpancing dan ikut terlibat dalam urusan politik. Gereja selalu merefleksi diri
Katolik selalu berpihak pada kepentingan manusia yang paling konkret. Pada
siapa pun.
51
masa sulit. Misalnya, ketika relasi dengan pihak pemerintah yang mulai
longgar pada tahun 1970-an dan saat menghadapi masa pilihan untuk berdiri
beradaptasi dengan cara hidup yang baru dan pola berpikir yang baru. Di
pendidikan, dll.), juga ada beberapa efek negatifnya seperti merosotnya moral
sering memilih jalan kehancuran, misalnya depresi, free-sex dan seks yang
setempat untuk terus bekerja tanpa kenal lelah. Dengan kondisi seperti ini,
terbatas. Karena setiap orang atau anggota keluarga sibuk untuk mencari uang,
karena mau atau tidak mau setiap keluarga harus memulihkan sistem
membatasi permasalahan ini menjadi lima (5) yakni; masalah kaum muda,
dan masalah penghayatan hidup beriman umat. Kelima masalah ini menurut
tersebut.
pengharapan untuk menuju milenium ketiga. Hal ini ditekankan oleh Paus
202)
Artinya, pada kaum muda,..., kita bisa mengenal setiap insan, yang
mengajukan pertanyaan moral. Bagi Sri Paus, kaum muda memang selalu
kaum muda merupakan foto model klasik untuk manusia yang mencari
(IQ) seseorang. Memang ada hubungan tapi tidak sama (Gusmão, 2003:
210).
kaum muda yang tidak sanggup kuliah lantaran tidak punya motivasi dan
Dewasa ini, kita bisa mengatakan bahwa kaum muda Timor Leste
dini pada kaum muda merupakan langkah awal yang sangat menentukan
dalam perjalanan kehidupan kaum muda selanjutnya. Namun hal ini akan
nilai-nilai ini akan hilang ketika kaum muda berada dalam suatu lingkup
yang jauh dari orang tua. Hal ini terlihat jelas pada kaum muda yang
Dari 320-an jumlah kaum muda yang berada di wilayah Yogyakarta, yang
atas, hanyalah 15-25 orang. Hal ini menandakan bahwa bagi kaum muda
57
kegiatan lain.
2. Masalah Pendidikan
baptislah mereka dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus, dan ajarlah
dewasa ini dipertimbangkan dengan cermat oleh Konsili Suci (GE art. 8).
juga bagi orang dewasa, menjadi lebih mudah dan mendesak dalam
manfaatnya sendiri dan akan tugasnya. Karena itu, mereka ingin makin
ini sangat banyak digeluti oleh kaum muda Timor Leste. Jumlah sarjana di
telah menciptakan suatu fajar budi, suatu era pencerahan bagi mentalitas
dan tak ada cita-cita mendasar serta pandangan masa depan yang
Karena itu sikap mencari enaknya saja muncul dalam bentuk budaya
bahwa mereka lebih baik dari generasi sekarang ini. Generasi terdidik
dewasa ini dianggap sebagai generasi yang kempot dan “la vale” (tidak
laku).
putus sekolah dan kuliah akibat jajak pendapat pada tahun 1999. Di satu
sisi, ini merupakan suatu perkembangan yang baik, di sisi lain perlu
contoh manusia yang utuh, lahir dan batin. Untuk memenuhi kebutuhan
ini nampak jelas dalam bahasa daerah. Untuk itu, sistem pendidikan
3. Masalah Politik
Sedangkan iman lebih merupakan jantung dan nafas Gereja; dia adalah
Katolik harus memilih untuk berada dan hidup dalam Gereja. Tetapi iman
seperti iman, harapan, dan cinta kasih, tetapi nilai-nilai itu didengar dan
Maka, menjadi persoalan, apakah Gereja harus asal bicara tentang iman,
Tuhan, putus asa, dan hidup dalam dendam membara? Atau kita dapat
Pe. Manuel de Pilar (Dili) dan Pe. Bartolomeu Perreira (Batugedé) turut
kemudian diusir dari Timor. Dari tahun 1788 hingga 1819 semua karya
penjajah. Namun, pada tahun 1875 tampillah sosok Pe. António Joaquim
pastor yaitu Pe. Norberto de Oliveira Barros dan Pe. António Manuel
Pires dibunuh lalu dibakar di Ainaro. Mereka dibunuh karena diduga dan
dan desa-desa.
62
Katolik Timor Leste ikut berperan aktif. Ini dapat dilihat dengan
tampilnya sosok seperti Dom José Joaquim Ribeiro dan Dom Martinho
penderitaan batin akibat sikap brutal dari Fretelin, tetapi juga tindakan
terhadap rakyat Timor Leste. Nasib yang sama menimpa pula Dom Carlos
Filipe Ximenes Belo (sang Uskup peraih Nobel Perdamaian) sampai tahun
yakni Pe. Domingos da Silva Soares, Pr yang diancam akan dibunuh oleh
dogma abstrak dan melulu mengajarkan hal-hal Ilahi. Memang ini adalah
bahwa pengalaman suka dan duka dari fakta ekonomik, politik, sosial dan
proses historis merupakan ajang bagi perjuangan Gereja. Jadi, pada Gereja
ada ajaran yang harus dipelajari tetapi juga pilihan yang harus diambil dan
dialami.
jalan (Mercy, BMW, Porsche, Ford, Toyota Land Crusier, Jaguar, dll.)
yang dikendarai oleh ‘orang-orang kalangan atas’ yang nota bene pada
65
tahu besok makan atau tidak, bekerja keras untuk menyambung hidup,
Paspor. Dan lebih hebat lagi, kemarahan akan tersulut cepat jika “jasa”
diperhitungkan oleh pihak lain atau ada konflik sosial ulah para
Apakah hal tersebut hanya sebuah isu atau sebenarnya persoalan riil
harus disikapi?
Satu hal yang pasti bahwa dunia saat ini telah menjadi
sebuah kampung kecil. Bangsa Timor Leste adalah bagian dari warga
dunia, warga dunia yang juga sedang dalam krisis identitas diri
cepat. Hampir tidak ada ruang yang tidak terjangkau dan terpengaruh
yang relatif tidak siap dan kurang memiliki resistensi atas pengaruh
Gereja Timor Leste tetap diam dan pasif? Secara hakiki, Gereja lahir
tinggi martabat dan citra diri setiap makhluk. Maka, Gereja Timor
68
1) Sekularisme
tidak heran bila hal-hal yang bercorak rohani atau iman dengan
ingin hidup bebas dan merdeka, hidup baik dan adil, senang dan
tujuan hidup manusia mendapat makna dan nilai yang baru sama
sekali. Tata dunia yang berpusat pada hal material semata dan
kenikmatan (hedonisme).
2) Materialisme
Setiap orang lapar ingin makan, orang sakit ingin sembuh, orang
letih ingin istirahat, orang miskin ingin kaya, dan lain sebagainya.
dan berlangsung lama. Pola hidup yang dilakoni dan tujuan hidup
eksistensi Tuhan adalah hal yang mustahil dan paham ini juga
sesuai dengan arah dasar dan tujuan hidup mansuia dan tidak
oleh, dan diputuskan menurut akal budi dan alam pemikiran yang
korban berupa hewan seperti kambing, ayam, dan babi. Semua korban itu
atau bila ada orang yang sakit. Dengan persembahan tersebut, tuan adat
kekuatan-kekuatan ajaib yang biasa disebut dengan istilah lulik, biru, dan
rai nain.
dianggap lulik adalah peninggalan dari nenek moyang seperti tempat sirih
dan pinang, keris, tongkat, emas dan perak yang tersimpan lama sebagai
dihormati dan diberi sesaji oleh seluruh anggota keluarga. Sebab ada suatu
dari marabahaya dan diakui sebagai asu wain yang berarti pahlawan yang
tak terkalahkan dan tertandingi. Dan kekuatan ini tidak diketahui dan
pada seseorang adalah kekuatan ajaib yang diberikan oleh Nai Maromak,
yakni Tuhan yang Mahaesa untuk membela diri dan membela kebenaran
Rai Nain yang artinya penguasa tanah yang baik. Rai Nain
biasanya menampilkan diri dalam wujud binatang liar seperti ular, belut,
itu harus dihormati. Jika tidak, maka manusia akan kena kutukan dan
hukuman dalam bentuk bencana pada kebun dan ternak, serta segala
16).
Indonesia.
78
Jika dilihat dari sejarah Timor Leste, ada beberapa tahap yang
yang disusul oleh tahap integrasi dengan Indonesia. Dari tahap yang satu
seluruh rakyat Timor Leste. Betapa tidak, rakyat Timor Leste yang ¼
abad dijajah oleh Portugis, hidup dalam kemiskinan, dan kebodohan. Juga
keagamaan dan tradisi-tradisi Gereja yang sejak dulu dijunjung tinggi dan
dendam, dll. Hal ini menandakan bahwa agama belum menjadi milik
umat. Agama hanyalah candu bagi umat ketika berada dalam situasi yang
kelam.
kekuatan untuk membuat ritual-ritual itu menjadi hidup dan berakar dalam
pribadi setiap orang yakni dengan iman. Dengan iman orang akan
pada dasarnya iman adalah tanggapan manusia akan kasih Allah. Kasih
BAB III
MODEL-MODEL GEREJA TIMOR LESTE
DAN GEREJA YANG DICITA-CITAKAN GEREJA TIMOR LESTE
Timor Leste. Dalam bab III ini penulis akan mengulas secara khusus
Gereja Timor Leste. Pembahasan tema ini berangkat dari refleksi atas
pemaparan tema bab II. Pada bab III ini penulis akan membagi pembahasan
tema ini menjadi dua bagian. Pada bagian pertama penulis akan memaparkan
model-model Gereja, yang terdiri dari dua sub bagian yakni; model-model
Gereja menurut pandangan Avery Dulles, yang terbagi dalam beberapa sub-
Gereja di Timor Leste, yang terdiri dari tiga sub bagian, di antaranya: Gereja
kaum miskin, Gereja sebagai pejuang keadilan dan perdamaian, dan Gereja
citakan Gereja Timor Leste, yang terbagi dalam enam sub bagian, di
antaranya: Gereja yang fungsional: dalam dan demi Kristus, Gereja yang
terpusat pada Kristus, Gereja yang secara hakiki terarah ke dunia (dari, oleh
82
dan untuk umat), Gereja yang terbuka untuk dialog, Gereja yang mandiri, dan
dicita-citakan Gereja Timor Leste adalah tema yang akan diulas secara detail
dalam bab III ini. Yang menjadi tolok ukur dari bab ini, yakni mengetahui
lebih jauh mengenai sejarah perkembangan Gereja Timor Leste dan model-
model Gereja Timor Leste (dari abad XIV hingga referendum), mengetahui
Gereja macam apakah yang dicita-citakan Gereja Timor Leste dewasa ini,
sehingga pada bab berikutnya (bab IV) kita dapat menemukan dan mengkaji
A. Model-model Gereja
yang berpusat pada institusi ini, kekuasaan dan tugas Gereja dibagi
pewahyuan.
dalam Kitab Suci dan tradisi Gereja Awal. Kitab Suci tidak
Roh Allah.
mistik) menjadi satu sintesis yang agak masuk akal, banyak teolog
Otto Sammelroth.
bagi kita. Gereja bagi kita adalah sakramen Kristus karena gereja
pada Gereja.
dipersatukan satu sama lain dan bersatu dengan Allah dalam cinta
dan merayakan apa yang telah dikerjakan Allah bagi mereka dalam
Kristus.
persekutuan mistik.
93
Kristus dan Kitab Suci sebagai saksi utama tentang Yesus Kristus.
memperbaharui diri.
ini memiliki suatu ciri khas yang berbeda dengan ketiga model
masyarakat manusia.
yang aktif dalam dunia, di mana dunia sebagai medan karya dan
pandangan dunia dan mau belajar dari dunia. Dan akhirnya, konsili
apa yang sudah dilakukan oleh Yesus Kristus, harus menjadi tubuh
miskin itu masih kita sebut dengan “pelaku ketiga”, ataukah sudah
dari situasi tersebut? Atau dengan kata lain kita dapat bertanya:
99
kemiskinan itu?
mengatakan bahwa:
bahwa:
Gereja Asia.
Segenap umat manusia di dunia, baik miskin atau kaya, besar atau
kecil, tua atau muda, dari segala jenjang usia dan status, tentunya
kasih, keadilan, dll., tetapi tidak pernah menaati apa yang sudah
kritik, dan saran yang disampaikan oleh sosok Dom Carlos Filipe
Dom Carlos Filipe Ximenes Belo, SDB sebagai bukti nyata bahwa
difigurkan oleh para Uskup dan para Pastor. Kehadiran Dom José
Filipe Ximenes Belo, SDB, dan para imam yang lain, boleh
dengan pihak penguasa dalam hal ini ABRI, namun usaha sang
Pe. Carlos Filipe Ximenes Belo, SDB sejak 12 Mei 1983 hingga 14
gembala.
kesadaran inilah maka Mgr. Belo harus bicara atas nama kebebasan
menampilkan suatu realitas yang ideal utuh, tetapi menolong orang untuk
lebih Katolik. Ini sepadan dengan semboyan yang telah berlangsung berabad-
buku Models of the Church yang ditulisnya pada tahun 1974, enam tahun
tidak dapat direduksikan menjadi satu konsep atau image saja. Dengan image
Kristus. Gereja ada karena Yesus dan dalam Yesus. Dulles sebagaimana
apa yang dialami oleh masyarakat USA, dialami juga oleh Gereja Timor Leste
berikut ini mencoba untuk menemukan visi mengenai Gereja Timor Leste
yang mau dibangun, agar nanti (bab IV) dapat menempatkan re-evangelisasi
sebagai salah satu jalan dalam rangka mewujudkan Gereja yang dicita-citakan
Leste ini bertumpu pada buku Membangun Gereja Indonesia II yang ditulis
Repelita II; tahun 1978: Panggilan Gereja dalam Masyarakat Indonesia; tahun
1983: Pemekaran Diri Awam; tahun 1984: 450 Tahun Gereja Katolik di
112
imannya dalam segala dimensi hidupnya dan berani memerangi segala bentuk
Ximenes Belo, SDB, dalam rangka memperingati lima puluh tahun Diosis
Dili. Di samping itu penulis juga menafsirkan situasi riil Gereja yang saat ini
dibangun, yang sesuai dengan konteks Gereja Timor Leste, di antaranya visi
Gereja Timor Leste yang lebih memasyarakat, Gereja yang terarah ke dunia
(umat). Gereja Timor Leste disadarkan akan tugasnya sebagai pewarta, yang
dengan perjuangan yang gigih. Gereja Timor Leste juga disadarkan akan rasa
113
keadilan, perdamaian, cinta kasih, damai sejahtera, dsb., dapat terwujud dalam
Indonesia yang terarah kepada dunia, visi mengenai Gereja Timor Leste
yang terarah ke dunia dalam masyarakat Timor Leste, adalah sangat sesuai
dengan sikap Konsili Vatikan II terhadap dunia dewasa ini. Untuk lebih
berikut ini akan diuraikan dengan berpedoman pada dua dokumen pokok
Kedua dokumen ini sangat erat kaitannya satu sama lain dan saling
sekarang ditinjau, sejauh ia berada di dunia ini, dan hidup serta bekerja
fungsional adalah Gereja yang menjadi tanda dan sarana kehadiran Yesus
Gereja bertindak sebagai sakramen yakni tanda dan sarana kesatuan mesra
umat manusia dengan Allah dan persatuan seluruh umat manusia (LG 1).
Dalam kesatuan itu Gereja “bagi semua orang dan tiap-tiap orang menjadi
dan usaha membangun Gereja seyogyanya dilihat dari sudut pandang atau
sebagai tanda dan sarana. Gereja tidak berarti dan tidak berguna, jika
Gereja tidak berfungsi menjadi tanda dan sarana karya keselamatan Allah
Kelima, Gereja yang mandiri dan keenam, Gereja yang anti kekerasan.
melihat Aku, melihat Bapa “ (Yoh 14:9). Kristus juga bersabda, “Akulah
jalan, kebenaran dan hidup” (Yoh 14:6). Kristus adalah jalan, karena
Kristus menjadi tanda dari Allah. Dan Kristus adalah hidup, karena di
Gereja tidak berarti apa-apa. Maka sudah selayaknya bahwa dari semula
seluruh hidup Gereja terarah kepada Kristus. Namun untuk memahami hal
ini kita berpegang pada Kristus sebagaimana terdapat dalam Injil yang
Allah adalah kabar gembira bagi seluruh umat manusia. “Waktunya telah
Injil” (Mrk 1:15). Banawiratma (1984: 34) sebagaimana dikutip oleh Afra
dilaksanakan”.
dalam perkataan dan perbuatan (bdk. Luk 24: 29). Hubungan antara
berkata:
Pergilah dan katakanlah kepada Yohanes apa yang kamu lihat dan
dengar: orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta
menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan, dan
kepada orang miskin diberitakan kabar baik
dan mengarahkan seluruh hidup kepada Allah baik secara pribadi maupun
untuk dirinya sendiri, juga bukan untuk mencari diri sendiri, melainkan
dalam kesatuan dengan Kristus dan demi Kristus. Tujuan ini ditandaskan
lagi oleh para uskup tahun 1985: “Pentingnya Gereja semata-mata karena
hubungannya dengan Kristus” (Sinode para uskup 1985: 14). Dengan kata
kesatuannya dengan Kristus dan demi Kristus. Gereja yang berpusat pada
Yesus Kristus.
dalam dunia dewasa ini, dalam Konsili Vatikan II, bermaksud hendak
kehadiran dan usahanya di dalam dunia dewasa ini” (GS 2). Untuk
memahami ini, perlu dipahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan
dunia sebagai:
(1983: 16), yang dikutip oleh Afra Siauwarjaya adalah sejauh dunia dilihat
sebagai “dunia manusia” atau seluruh umat manusia; ditinjau dari sudut
sejarah umat manusia; dan dari sudut pandang Kristiani, sebagai dunia
kesempurnaan.
Gereja ada dalam dunia dan dunia berada dalam Gereja. Ini
Gereja ada dalam dunia sejauh umat manusia itu adalah orang-orang
kehidupan bersama.
hubungan antara dua pola dalam kehidupan orang beriman sendiri sesuai
bentuk yang khusus, yang lazim disebut ‘agama’ (sakramen)”. Jadi, yang
Allah dalam iman dan mengungkapkan dalam iman, maka dunia menjadi
iman dunia. Keselamatan berarti manusia hidup dalam relasi dengan Allah
yang memanggilnya.
menjadi nyata jika dilaksanakan dalam tindakan atau tugas hidup sehari-
dunia teristimewa tertuju kepada kaum miskin dan tertindas. Sinode para
sukacita kepada orang yang berdukacita” (Sinode para Uskup 1971: 10).
Hal ini semakin mendesak karena tuntutan situasi krisis dunia atau
terbesar umat manusia untuk ikut serta dalam pembangunan dan turut
menikmati suatu dunia yang lebih adil dan lebih bersaudara” (Sinode para
dengan situasi krisis seperti tersebut di atas, maka ada baiknya Gereja pun
dari keadaan mereka yang miskin (moral, spiritual, dan intelektual) dan
122
Leste, seperti hilangnya rasa persaudaraan, keadilan, cinta kasih, dan nilai-
dalam bab ini), secara implisit telah disinggung mengenai peranan Gereja
sebagai pewarta Injil atau Kabar Gembira. Ini dapat dilihat pada model
Injil atau Kabar baik. Tipe eklesiologi ini (pewarta) mempunyai titik temu
mistik.
123
sebagai pewarta sesuai dengan situasi konkret saat ini. Bagaimana Gereja
Timor Leste, seperti terjadinya gap dalam tubuh tentara nasional Timor
antarsuku atau etnis yang berlangsung dalam jangka waktu yang agak
Mei 2005: 30-31). Gereja tidak hanya diam, tetapi Gereja diajak untuk
Leste tetap menempatkan diri sebagai pewarta, yang lahir dari Yesus dan
Kabar baik kepada semua orang, terlebih kepada kaum miskin (moral,
yang diberikan oleh Yesus juga para rasul seperti Santo Paulus, yakni
bagi Gereja. Gereja ada untuk mewartakan Injil sebagaimana Yesus dan
Mat 28:19)
125
Cara, bagaimana pewartaan itu dijalankan adalah dengan jalan dialog (EA
29). Dalam surat gembala Dom Carlos Filipe Ximenes Belo, SDB (4
keterasingan. Tak dapat dipungkiri bahwa Gereja Timor Leste dewasa ini
dari segi etnografi, kebudayaan, dan religius. Maka, dialog dalam konteks
hati, saling percaya dari antara kaum religius, sehingga mampu bekerja
membutuhkannya.
memiliki identitas diri, sudah barang tentu ia tidak memiliki masa depan
juga. Oleh karena itu, sejalan dengan SAGKI tahun 2000 yang lalu,
kokoh ini menurut Sudhiarsa (2004: 235) ada tiga (3), di antaranya; (1)
pengalaman yang mendalam akan Allah. Gereja tidak lain selain suatu
communio dengan Allah dan dengan umat manusia (EA 24). Citarasa ini
yang besar, yakni suatu pembaharuan dalam struktur dan disiplin Gereja.
Dalam hal ini Gereja Timor Leste memiliki keunikan pelayanan, yakni
pendekatan “satu arah” yakni dari Gereja (Timor Leste) ke umat diganti
inti dari penziarahan Gereja dalam sejarah, karena iman kristiani tidak
yang terlibat dan mengubah wajah Timor Leste sedemikian rupa, sehingga
warganya.
Amanat Apostolik Ecclesia in Asia ini perlu dibaca dari perspektif Bapa
Suci yang inginkan mendorong kepada Gereja lokal yakni Gereja Timor
Leste sebagai kawanan kecil untuk tetap maju menuju tahap kematangan,
dan kemandiriannya.
jahat, tidak adil dan sewenang-wenang? Hal ini merupakan persoalan dan
hari. Hal ini disebabkan karena sebagai pengikut Kristus, orang kristen
Dan ini berarti, sebagai terapannya, orang Kristen dituntut untuk sedapat
sendiri, demi keselamatan dan kesejahteraan pihak lain. Bahkan lebih jauh
menerapkan prinsip pembalasan, yaitu “mata ganti mata, gigi ganti gigi”,
kepadamu” dan “siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga pipi
Nasional Timor Leste) yang membawa banyak korban, ini memang suatu
amanat “damai” dari Sang Raja Damai yakni Yesus Kristus, mau tidak
tugas yang berat bagi Gereja Timor Leste, mengingat banyak umat yang
orang pada kasih yang penuh kelembutan hati. Untuk bertindak seperti itu,
130
beriman berani kembali hadir pada inti serta pusat, yang menyatukan umat
manusia. Dengan kata lain membangun hati yang damai, hening dan jernih
lewat doa dan hadir pada Allah merupakan kondisi yang perlu, agar kita
tidak mau Gereja Timor Leste harus mengambil sikap seperti Yesus.
Sikap Yesus inilah yang menjadi model dan teladan sikap dan perilaku
(nonviolence).
131
BAB IV
RE-EVANGELISASI SEBAGAI SALAH SATU JALAN
MEWUJUDKAN GEREJA YANG DICITA-CITAKAN SERTA USAHA
MENANGGAPI TANTANGAN YANG DIHADAPI GEREJA
TIMOR LESTE DEWASA INI
dan materialisme, serta penghayatan hidup beriman umat. Sedangkan pada bab III
dalam Kristus dan demi Kristus, Gereja yang terpusat pada Yesus Kristus, Gereja
secara hakiki terarah ke dunia, Gereja yang terbuka untuk dialog, Gereja yang
Leste secara sekilas telah disinggung mengenai kaum muda yang kehilangan akan
perkembangan kehidupan beriman umat serta menyeret Gereja Timor Leste untuk
materialisme yang merupakan agama baru bagi masyarakat Timor Leste di era
pascareferendum.
muncul berbagai harapan dan tuntutan yang mau tidak mau Gereja Timor Leste
132
harus menanggapinya dengan serius. Untuk itu, pada bab IV ini penulis mencoba
yang dicita-citakan serta menanggapi tantangan yang dihadapi oleh Gereja Timor
Leste dewasa ini, dan katekese sebagai bagian integral dari re-evangelisasi.
Penulis berharap sumbangan pemikiran seperti ini bisa memberikan wawasan baru
bagi Gereja Timor Leste untuk berani mencoba sesuatu yang baru.
tantangan yang dihadapi Gereja Timor Leste dewasa ini yang menjadi pokok
pembahasan seluruh isi skripsi ini. Pembahasan akan dibagi dalam lima (5) bagian
terdiri dari lima (6) sub bagian di antaranya: subyek dari re-evangelisasi, tujuan
Leste. Keempat, re-evangelisasi sebagai salah satu jalan mewujudkan Gereja yang
dicita-citakan Gereja Timor Leste. Kelima, re-evangelisasi sebagai salah satu jalan
dewasa ini.
kebudayaan. Melalui kuasa Roh Kudus (Kis 1: 8), Injil diwartakan baik
19), istilah evangelisasi mulai banyak dipakai dalam literatur Katolik sejak
seperti Karl Barth. Para teolog pastoral dan para pendidik yakin, bahwa gejala
masa itu berpikir bahwa inisiasi ke dalam iman dibedakan dalam tiga tahap:
orientasi yang lebih jelas kepada perutusan Gereja, Paus Paulus VI memilih
tema “Evangelisasi Dalam Dunia Modern” dalam sinode para Uskup tahun
1974. Atas dasar bahan-bahan yang dihasilkan sinode itu, pada tahun 1975 ia
mewartakan Injil bagi Gereja adalah suatu rahmat yang mulia. Gereja juga
Rahmat ini dapat diperoleh dari pengenangan akan kurban Kristus dalam
Ekaristi. Selain itu, Gereja juga dapat mewartakan Injil dengan memaklumkan
Allah, sehingga keselamatan yang telah dijanjikan oleh Allah dapat terwujud.
tawaran Injil dan situasi aktual serta menyangkut hubungan tata masyarakat
135
manusia lebih merdeka dan berkembang senada dengan kehendak Allah dan
Apa jadinya kalau orang berjalan dan jatuh dalam rutinitas tanpa
melihat sesuatu yang selalu baru dalam hidup ini? Barangkali orang akan
menjadi bosan, jenuh, tertekan, dan lemas serta tidak berdaya. Kerapkali
masyarakat dan zaman begitu cepat seolah tidak terbendung lagi. Orang
dunia yang ditandai oleh berbagai kemajuan ilmu dan teknologi. Kebaruan
dalam cara itu semakin dibutuhkan orang-orang zaman modern ini. Inilah
itu adalah “Evangelisasi Kini dan Masa Depan Di Amerika Latin”. Puebla
lain pihak sangat menekankan, bahwa salah satu segi evangelisasi Gereja yang
dihasilkan oleh konferensi Puebla. Sejak saat itu ia tampil sebagai Paus yang
tidak mengenal lelah untuk mewartakan Injil ke seluruh dunia (Suharyo, 1993:
14).
hadapan para Uskup Amerika Latin di Port-an-Prince, Haiti, tahun 1982 saat
akan diadakan Konferensi Uskup Amerika Latin, bertepatan dengan 500 tahun
dua dokumen kepausan yang keluar pada tahun 1990. Dalam surat kepada
keadaan yang menuntut reksa pastoral dan yang menuntut evangelisasi (RM
art. 33). Situasi yang menuntut evangelisasi juga dua. Yang pertama, daerah-
kehilangan rasa iman dan tidak menganggap diri lagi warga Gereja,
Kristen. Namun anggapan ini tampaknya tidak terlalu kaku. (Suharyo, 1993:
15-16).
kemanusiaan, dan melalui pengaruh Injil mengubah umat manusia dari dalam
Dari apa yang ditulis oleh Paus di atas, penulis dapat menyimpulkan
kembali Injil kepada orang-orang kristiani, tetapi terutama berarti usaha agar
terutama dalam usaha pewartaan untuk membantu umat agar mereka dapat
sekitarnya (lih. Why 21: 5; 2Kor 5:17; Gal 6:15; Ef 4: 23-24; Kol 3: 9-10).
tidak membatasi diri pada penerusan ajaran atau mencari pemeluk agama
injil) keselamatan kepada semua manusia yang utuh, yang mempunyai sejarah
sabda Allah, dalam konteksnya yang beragam, sehingga komunitas itu hadir
masa kini. Bekal itu adalah perjuangan leluhur kita dalam iman. Namun
demikian situasi dan kondisi masyarakat zaman ini memang lain. Maka
diwariskan oleh leluhur dalam iman ini bisa menjadi kekuatan baru bagi
kehidupan di zaman yang baru? Usaha seperti itu merupakan perutusan bagi
(1993: 102-103) hidup serius dengan imannya berarti; pertama, orang itu mau
menjadi saksi rencana kasih Allah bagi manusia termasuk dirinya. Kedua,
orang itu mau mewartakan rencana dan kasih Allah tersebut dalam situasi dan
hidup sekarang bukan hanya sebagai ancaman bagi rencana dan kasih,
lalu baru bisa dilihat sebagai rencana pastoral seluruh Gereja untuk
kadang Gereja lebih muda juga, tetapi kehilangan makna iman dalam
kehidupan; atau mereka tidak lagi memandang diri mereka sebagai anggota
Gereja. Dalam situasi seperti ini diperlukan “evangelisasi yang baru”, atau
sebagai ungkapan rasa terimakasih kepada Allah Bapa yang telah memberkati
mereka dalam Kristus dan mengirimkan Roh Kudus ke dalam hati mereka,
juga dijalankan karena umat kristiani percaya bahwa Yesus Kristus, yang
70).
dicetuskan bertepatan dengan 500 tahun Gereja Amerika Latin, yakni dalam
upaya re-evangelisasi.
1. Subyek Re-evangelisasi
(RM art. 17), begitu juga keluarga sebagai Gereja-rumah (RM art. 18).
yang ada di setiap hati manusia; di mana kaum awam ikut ambil
2. Tujuan Re-evangelisasi
a. Dalam surat yang ditulis oleh Paus Yohanes Paulus II kepada para
baru yang terbuka bagi pesan Injil dan mendorong transformasi sosial.
praktis (bdk. CL art. 34), gaya hidup modern dan mewah, konsumerisme,
4. Syarat-syarat Re-evangelisasi
art. 42).
cara misi yang lama melulu, mengingat makin pesat, meluas dan
masyarakat yang lebih sejahtera, damai dan adil yang ditandai dengan
5. Upaya-upaya Re-evangelisasi
ilahi (bdk. CA art. 54, SRS art. 41), dan mendasari pengembangan
tinggi. Bahasa yang baru, teknik-teknik baru dan psikologi yang baru
sudah menjadi istilah yang lazim dipakai. Yang menjadi persoalan di sini
adalah: manakah yang “baru” dalam evangelisasi baru? Apa sebenarnya arti
masih perlukah kata evangelisasi dibubuhi kata sifat baru atau re (=kembali,
Latin)?
Putra Allah sendiri. Pribadi serta sabda atau amanat-Nya tidak membiarkan
orang bersikap netral, tetapi mengundang pilihan yang tegas-jelas, pro atau
pertobatan untuk memperoleh pengampunan dosa (bdk Mrk 1:4), Yesus hanya
sudah dekat, bertobatlah dan percayalah kepada Injil” (Mrk 1:14-15). Mateus
menyangkal diri, memikul salibnya setiap hari dan mengikuti Dia (Luk 9:23)).
Injil tidak sekedar untuk didengar, tetapi menuntut suatu pertobatan hati
yakni manusia yang dalam situasi konkretnya berada dalam pengaruh dan
penguasaan dosa, kepada ciptaan baru, manusia baru, yakni manusia yang
menyatu dengan Yesus Kristus yang bangkit mulia, dan dalam segalanya
pada “baru dalam semangat, cara dan wujudnya”, bukankah semangat, cara
dan wujud pewartaan itu sudah tercakup dalam paham atau pengertian
evangelisasi, yang tentu terarah kepada situasi dan kondisi manusia itu sendiri
yang konkret? Bukankah situasi dan kondisi manusia yang konkret itulah yang
menjadi cara dan wujud pewartaan manakah yang harus dipilih? Bukankah
Apakah pada para pewarta Injil? Pada pendengar pewartaan? Pada cara Injil
dalam diri umat yang menerima pewartaan, tetapi terhalang oleh sesuatu?
(bdk. parabel tentang benih yang ditabur, Mat 13:3-23). Apakah sekularisasi-
mawas diri dan bertobat, karena alam pikirannya terbelenggu oleh Tradisi dan
re-vitalisasi yang berarti menghidupkan kembali iman yang sudah mulai pudar
karena berbagai tantangan yang dihadapi oleh semua umat. Jika kita
di atas, maka salah satu subyek pembaharu dari re-vitalitasasi adalah Gereja
sendiri. Bagaimana mungkin iman umat akan hidup jika subyek dari re-
Gereja Timor Leste harus bangkit dan meninggalkan alam pemikirannya itu.
Gereja Timor Leste harus memiliki suatu semangat baru sebagai tanggapan
iman yang berpangkal pada hati orang. Dan tidak ada jalan lain dan yang lebih
149
baik untuk merumuskan semangat baru itu daripada melihat pada evangelisasi
Gereja pertama jauh berbeda dengan situasi Gereja (Timor Leste) sekarang.
Gereja pertama tidak punya banyak dukungan institusi, tidak memiliki proyek
pastoral, dan bahkan tidak memiliki tradisi ajaran yang jelas. Mereka meraba
dengan mereka. Kesulitan dan sikap sinis yang mereka hadapi jauh lebih besar
mendengarkan mereka. Dan kekuatan mereka tidak lain daripada iman akan
Tuhan yang mulia, yang berjanji akan menyertai mereka ke mana saja mereka
keberanian dan kekuatan kepada mereka tetapi juga moral yang tinggi dan
semangat iman yang meyakinkan. Mereka amat sangat sadar akan kelemahan
mereka yakin bahwa kasih Tuhan lebih besar daripada hati manusia, dan
kemuliaan yang akan dinyatakan kepada mereka” (Rm 8:18). Mereka hidup
dalam antusiasme dan eskatologis. Dan mereka merasa gembira, bila oleh
sebagai Kristus dan Tuhan. Mereka tidak takut dengan manusia, mereka hanya
150
takut kepada Dia, “yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh
mereka” (Mat 10:28). Mereka hidup dan berjuang dalam kesadaran bahwa
“baik maut maupun hidup, baik yang sekarang maupun yang akan datang baik
yang di atas maupun yang di bawah, tidak akan dapat memisahkan kita dari
kasih Allah yang ada di dalam Kristus Yesus, Tuhan kita” (Rm 8:38-39).
seperti Gereja pertama. Tetapi kesulitan yang dihadapi oleh Gereja Timor
Leste tidak jauh berbeda dengan kesulitan yang dihadapi oleh Gereja pertama,
kembali lagi kepada semangat Gereja pertama. Mencari kekuatan iman di luar
iman itu sendiri tidak mungkin. Gereja hanya mempunyai satu kekuatan saja,
yaitu imannya sendiri (Jacobs, 1991: 6). Itu berlaku untuk Gereja dahulu, juga
Dalam bab III bagian B telah disinggung mengenai Gereja yang dicita-
dalam menjawab situasi umat saat ini. Gereja yang dicita-citakan Gereja
model Gereja yang telah ada, tetapi justru melengkapi. Maka, yang menjadi
pertanyaan sekarang adalah: jalan apa yang mau ditempuh oleh Gereja Timor
151
konkret dalam menjawab situasi umat saat ini? Salah satunya dengan jalan re-
hari.
terbuka bagi pesan Injil dan mendorong transformasi sosial sesuai dengan
terhadap kaum miskin. Gereja Timor Leste harus berani untuk “berdialog”
situasi saat ini, tetapi diharapkan Gereja Timor Leste lebih bersifat
masih dangkal.
pada dirinya tantangan-tantangan aktual yang dihadapi; pada iman yang betul-
1. Kaum muda
macam dimensi kehidupan. Kaum muda adalah suatu fase di mana firdaus
yang khas, dengan hak dan peranan serta kewajiban tertentu dengan potensi
Sebagai bahan acuan untuk memahami jatidiri dari kaum muda, maka
tetapi dialami juga oleh kaum muda di Timor Leste pada umumnya. Pada
dipandang oleh orang tua dan Gereja sebagai acuan dalam perkembangan
hidup kaum muda. Kaum muda dididik dan dibentuk oleh orang tua, Gereja
dan sekolah dalam situasi “tertekan” artinya kaum muda tidak diberi
155
para orang tua bahwa anak yang berbakti adalah anak yang mendengarkan
dan melaksanakan apa yang diinginkan dan dikehendaki oleh orang tua. Jika
lepas dari pantauan orang tua (tempat perantauan), mereka akan mengambil
sikap dan berperilaku yang bertolak belakang dengan aturan-aturan adat dan
adat dan norma-norma yang diperoleh tidak membatin dan berakar sampai
keadilan, dll.) secara paksa dan hanya sampai pada ritual, sebagai tradisi
itu akan luntur, pudar dan bahkan hilang. Padahal yang diharapkan adalah
156
Melihat kenyataan seperti ini, jalan apa yang ditempuh oleh Gereja
yang mulai pudar, dan mengajak kaum muda untuk menemukan jatidirinya
benar-benar mengenali dan memahami potensi yang ada di dalam diri kaum
muda, identitas sesungguhnya dari kaum muda, mencari tahu dan berusaha
dengan kaum awam (pembina yang berjiwa muda) yang memiliki potensi
dan keprihatinan akan perkembangan jati diri kaum muda yang dibina.
masa depan yang didambakan itu tepat atau tidak. Oleh sebab
yang lama.
banyak.
mereka sendiri. Jiwa kaum muda adalah jiwa yang penuh dengan
gelora dan gairah hidup. Jiwa kaum muda adalah jiwa dalam
taufan dan nafsu. Oleh karena itu mereka senang bertualang dan
158
apabila semua potensi itu tidak disadari oleh mereka. Dalam hal
dapat menjadi tokoh atau figur identifikasi. Maka proses ini akan
dalam tata hidup sosial dan tata hidup moral dan keagamaan
umumnya.
dorongan yang lebih kuat dari kaum muda). Dan karena itu mereka
jatidiri dan potensi mereka, guna menjadi pribadi atau manusia kristiani.
Pemekaran atau re-vitalisasi jatidiri kaum muda ini mencakup dua dimensi
dua bahaya besar yang harus dihindari dalam pembinaan, yakni: pertama,
penggiringan kaum muda. Hal ini terjadi bila kaum muda, kepada mereka
mereka berdiam diri dan mengikuti keinginan dari pembina yakni pemberi
kaum muda. Ini terjadi bila kaum muda selalu dianggap sebagai “anak
kemarin”, “anak ingusan” yang belum tahu apa-apa dan karena itu mereka
perlu ‘diajari’, sebagai tabung kosong yang harus diisi. Mereka tidak
tersebut, pembinaan macam apa yang hendak dilakukan oleh Gereja? Dan
paham serta sikap dasar apakah yang harus dibentuk mengenai pembinaan
berperan sosial-aktif.
diberi.
sendiri.
2. Pendidikan
terlebih dalam hal pendidikan Katolik Hal ini terlihat jelas dalam Deklarasi
umum (bdk. art. 1). Kedua tujuan dasar tersebut tidak terpisahkan tetapi
saling terkait secara erat. Perkembangan manusia secara utuh tidak akan
perubahan sosial. Ini adalah perumusan tujuan dari pendidikan yang dilihat
Timor Leste, boleh dikatakan bahwa masih jauh dari tujuan yang diharapkan
ilmu atau pengetahuan kepada para murid. Gaya pendidikan ini memandang
peserta didik sebagai obyek semata. Kedua, mayoritas kaum awam yang
“kerja sambilan” dan yang penting dengan profesi sebagai guru dapat
bersangkutan. Ketiga, belum adanya rumusan visi dan misi sekolah yang
kualitas, para peserta didik di Timor Leste tertinggal jauh dalam persaingan.
Ini dapat dilihat dan ditandai dengan adanya sikap apatis dan frustrasi,
kehilangan arah orientasi pendidikan dan tak ada cita-cita atau masa depan
yang jelas dan cukup mencemaskan. Pendidikan dilihat sebagai proses yang
merepotkan saja, karena itu sikap mencari enaknya sendiri timbul dalam
166
dengan maksud untuk menampung para peserta didik yang putus sekolah
akibat jajak pendapat tahun 1999. Di satu sisi, ini merupakan suatu
yang utuh, lahir dan batin. Untuk memenuhi kebutuhan itu, diperlukan
ini pendidikan iman kristiani. Sebagai bahan refleksi, ada baiknya kita
melihat dan menyadari betul apa sebenarnya hakikat dari pendidikan iman
pada keutamaan; belajar bukan untuk sekolah tetapi belajar untuk hidup
(non scholae sed vitae). Elemen dasar dari pendidikan adalah perkembangan
berlanjutan (on going formation) from the womb and the tomb. Mengapa
ketiga sikap dasar ini perlu ditekankan? Karena, pertama: sesuai dengan
sifat dasar manusia yang terus berkembang dan tidak ingin sepat tua. Kedua,
manusia tidak pernah selesai. Dan ketiga, dunia terus bekembang dan
iman baru yang lebih baik. PAK dapat dikatakan sebagai komunikasi
penghayatan atau pengalaman iman yang tentu akan saling memperkaya dan
pada diri kita demi perkembangan diri kita juga peserta didik yang
pendidik. Oleh karena dipanggil dan diutus oleh Yesus sendiri, maka
169
hidup Yesus yang penuh dengan cinta. Panggilan seorang pendidik iman
demikian ia menjadi saksi dan pewarta cinta kasih-Nya yang tanpa syarat.
Hal ini membutuhkan suatu relasi yang intim antara pendidik dan Yesus
3. Politik
istilah politik berasal dari kata benda yang berarti hal-hal yang berkenaan
demokrasi tidak dipakai (GS art. 31). Juga di dalam SRS, Paus Yohanes
Gereja harus memilih jalan dengan memberi himbauan, saran dan kritik
materil; sandang, pangan, dan papan. Tetapi lebih pada usaha untuk
tidak terlibat dalam dunia politik dengan maksud mengambil alih kekuasaan
yang dimiliki oleh pemerintah. Alasan utama mengapa terlibat dalam urusan
ensiklik Paus Yohanes XXIII, Pacem in Terris (Perdamaian Dunia) art. 46-
dari negara yakni berasal dari Allah. Dan kewenangan itu diharapkan agar
Selain itu, ada tujuan dari kewenangan negara (PT art. 53-61),
mengatakan bahwa:
Salah satu tujuan dari kewenangan seperti yang tertera dalam isi
realisasi surga dunia, hidup tanpa derita, kasih tak berkesudahan, damai
Timor Leste hanya duduk diam dan berpangku tangan. Inilah kesempatan
martabat manusia berakal budi dan bercitra ilahi dan memaksimalkan fungsi
hidupnya yang ilahi. Singkat kata, agama harus kembali kepada intisarinya,
yakni menghantar manusia kepada Allah dan hal ini menjadi semakin
sekularisme.
Leste, kita melihat ada beberapa tahap yang dilalui. Tahap pertama, tahap
sendiri. Disusul tahap perang saudara dan integrasi dengan Indonesia. Dari
tahap yang satu ke tahap yang berikutnya memiliki nuansa yang berbeda-
yang lain, di antaranya katekis numerados yang bekerja secara full time
menggerakkan umat.
2000: 49).
bentuk pelayanan yang memiliki hubungan sangat erat dan terkait satu
176
sama lain. Ketiga, katekese dan evangelisasi selalu berjalan sesuai dengan
perkembangan zaman.
bagi kaum muda sebagai realisasi dari re-vitalisasi bagi iman kaum muda
yang kesulitan.
- Refleksi Pribadi
- Informasi
no. 217
PEMIKIRAN DASAR
Dewasa ini banyak sekali orang yang munafik, termasuk orang kristiani
dan juga kaum muda seluruhnya. Dalam praktek kehidupan ada pemisahan antara
iman, doa, dan perilaku sehari-hari. Kaum muda khususnya dan semua orang
kristiani setiap hari membaca Kitab Suci malahan ada yang sampai hafal setiap
ayat Kitab Suci, pergi ke Gereja setiap hari (mengikuti misa harian), berdoa terus-
hari dan perwujudan-perwujudannya dalam hidup sosial. Namun semua itu tidak
178
sampai diwujudnyatakan dalam tindakan kecil hidup kita sehari-hari. Dalam hidup
konkrit tidak ada kasih yang nampak bagi sesama. Kita kurang peduli dengan
mengucilkan teman yang sedang dalam masalah, tukang gosip, memfitnah, suka
lantang menyebut nama Allah yang dapat masuk ke dalam Kerajaan Sorga, tetapi
tindakan untuk melakukan kehendak Allah dalam hidup sehari-hari yang dapat
masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Mengasihi tidak cukup hanya dengan perkataan
saja tetapi dapat dipraktekkan dalam hidup sehari-hari, terutama dalam membantu
teman yang sedang dalam kesulitan. Hendaknya menjadi orang yang bijaksana
dengan mewujudkan kasih pada sesama. Karena kasih yang menjadi dasar, kasih
yang kuat tidak mudah jatuh dalam cobaan sedangkan apabila kasihnya lemah
Dari pertemuan ini, kita berharap semakin menyadari bahwa dalam hidup
beriman terlebih dalam mengasihi sesama tidak cukup hanya dengan perkataan
teman yang kesusahan, tidak mencemooh dan mengucilkan teman yang sedang
dalam masalah, tidak membicarakan teman yang lain, dll. Kita dapat memandang
179
teman kita itu dengan kasih yang tulus, sebab wajah Yesus tercermin dari wajah
PENGEMBANGAN LANGKAH-LANGKAH
1. Pembukaan
a. Pengantar
berkumpul bersama di tempat ini. Kita berkumpul di sini untuk dapat saling
melihat kembali perjalanan hidup beriman kita yang hanya perkataan saja
sesama kita yang sedang dalam kesulitan. Kita mempunyai dasar kasih
yang kuat, sehingga tidak mudah diterpa cobaan seperti rumah yang
Dirikan rumahmu atas dasar batu, pijakan hidupmu atas sabda Tuhan
b. Doa Pembukaan:
Bapa kami yang ada di surga, terima kasih atas kesempatan yang
boleh kami rasakan untuk berkumpul bersama di tempat ini. Bantulah kami
kami. Bukalah hati dan pikiran kami untuk menggali bersama dan
sesama, walau itu belum seberapa. Kami mohon bimbinglah kami dan
pendalaman iman ini. Demi Kristus, Tuhan dan pengantara kami. Amin.
TINDAKAN CINTA
milik keluarga mereka sendiri. Yang lebih muda berkeluarga dan memiliki
sepuluh orang anak. Kakaknya hidup sendiri dan tidak berkeluarga. Mereka
mereka. Suatu hari ayah mereka meninggal dan sebelum meninggal sang
ayah berpesan supaya sawah mereka jangan dijual, tetapi tetap dikerjakan
bersama dan hasil panen dibagi rata dengan adil. Maka, merekapun
melakukan apa yang diamanatkan oleh orang tua mereka. Pada waktu
ada sepuluh dengan istrinya, berarti ada dua belas mulut yang harus diberi
adiknya.
hidup sendiri dan tidak ada yang memberinya makan di hari tuanya nanti.
Mestinya dia mendapat bagian yang lebih banyak dari pada saya supaya
sebagian hasil panen dapat dijual dan uangnya dapat ditabung untuk hari
kakaknya.
182
menjadi heran. Mengapa hasil panen yang disimpan tetap saja jumlahnya
dan heran mengapa saudaranya membawa satu karung hasil panen dan mau
apa yang telah terjadi selama ini, yaitu masing-masing telah mengeluarkan
satu karung dan juga kemasukan satu karung hasil panen. Mereka
bersama-sama dan hasilnya dibagi rata dan adil. Pada waktu panen,
hasilnya dibagi dua sama banyaknya. Suatu malam kakaknya berpikir kalau
adiknya yang mempunyai anak sepuluh tentu tidak akan cukup dengan hasil
yang dibagi dua sedangkan ia hidup sendiri. Maka pada suatu malam ia
membutuhkan biaya pada hari tuanya karena tidak ada yang membiayai.
gudang kakaknya supaya bisa dijual oleh kakaknya. Namun mereka heran
isi gudang tetap saja sama jumlahnya. Ketika suatu malam saat mengangkut
mengerti dan sadar yang terjadi selama ini, mereka pun saling berpelukan.
1). Apa yang dilakukan kedua orang bersaudara itu dalam mewujudkan
sesama ? Mengapa ?
c. Rangkuman :
Setelah kita membaca kembali cerita tadi, kedua orang kakak beradik
itu saling memberikan hasil panennya pada kakak maupun pada adiknya.
hasil panen mereka tanpa ada yang meminta. Kasih memang tidak hanya
sesama, terutama pada teman-teman kita yang ada di sekitar kita. Salah satu
184
caranya kita mau membantu teman yang sedang dalam kesulitan, namun
bantuan yang kita berikan kadang hanya berupa perkataan saja belum kita
teman-teman kita yang sedang dalam masalah, tidak hanya itu kita juga
kita merasa diri kita yang paling benar karena kita merasa sering pergi ke
membaca dan belajar Kitab Suci, dll. Dengan begitu kita hanya
Terjangkau
Kitab Suci, Injil Matius 7:21.24-27, dan yang lain menyimak dari teks
datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak
rubuh sebab didirikan di atas batu. 26 Tetapi setiap orang yang mendengar
datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah
b. Peserta diberi waktu sebentar untuk hening sejenak sambil secara pribadi
1). Ayat-ayat mana yang menunjukkan bahwa beriman tidak cukup tanpa
perbuatan ?
c. Peserta diajak untuk mencari sendiri dan menemukan pesan inti perikope
tersebut.
terutama antara dua tipe iman. Orang yang melakukan kehendak Bapa yang
sesama tentu bukan hanya lewat perkataan saja, tapi harus kita wujudkan
kasih itu dengan membantu teman yang sedang dalam kesulitan keuangan
dengan meminjamkannya di saat kita sedang ada, dan teman yang sedang
cobaan berat serupa dengan banjir. Orang yang tidak melakukan Sabda
yang harus dilakukan oleh kita sebagai murid-murid Yesus. Sebagai orang
manusia.
yang baru saja kita dengar, kita mencoba merenungkan pertanyaan berikut:
tetapi kita wujudkan dalam tindakan konkret kita. Kita tidak hanya
saja, membantunya dalam doa saja, atau yang lainnya. Tetapi kita juga
dukungan, perhatian dengan kasih di saat teman kita itu sedang dalam
Dunia Ini
a. Pengantar
Rekan-rekan yang terkasih, dari awal tadi kita sudah berproses bersama
tetapi lebih kita dapat berbuat sesuatu pada sesama kita itu sebagai wujud
dari kasih kita. Karena mengasihi tidak hanya dalam perkataan saja, tetapi
juga dengan perbuatan. Seperti yang sudah ditegaskan oleh Injil sendiri
mempraktekkannya dalam hal yang nyata, menjadi dasar yang kuat bagi
kita. Maka, kitapun diajak untuk dapat mengasihi dengan benar yaitu
teman yang sedang dalam kesulitan, merangkul teman yang sedang dalam
dalam menghadapi gelombang kehidupan tidak akan goyah dan dapat terus
bertahan.
melalui perbuatan?
189
5. Penutup
b. Usai doa umat, seluruh doa umat tersebut disatukan dengan doa yang
kami timba dari sesama kami maupun dari sabda-Mu sendiri. Bantulah
kami untuk dapat mengasihi tidak hanya dengan perkataan saja tetapi juga
dapat kami wujudkan dalam perbuatan kami. Bantulah kami untuk dapat
sabda-Mu untuk mengasihi, sehingga kasih dalam diri kami menjadi kokoh
sekuat batu. Kami ingin membantu teman yang sedang dalam kesusahan,
tidak mencemooh teman yang sedang dalam masalah, dan tidak juga
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
lewat peristiwa Yesus dari Nazareth baik dalam situasi historis, maupun
diolah, dan ditafsirkan oleh generasi yang satu sesudah generasi yang lain
dalam konteks perjalanan menyejarah, maka dari itu Gereja pada dasarnya
juga boleh diistilahkan sebagai ”tradisi iman yang hidup”, dari umat yang
beberapa martir (seperti Pe. Dewanto, SJ, Pe. Karim, SJ) demi
lima masalah yang dihadapi oleh Gereja Timor Leste dalam melaksanakan
umat. Kelima masalah ini mendapat perhatian serius dari Gereja Timor
ditanamkan oleh orang tua secara paksa, maka nilai-nilai itu tidak berakar
terjadi akibat tidak jelasnya visi dan misi pendidikan yang selama ini
yang menjadi agama baru bagi umat Timor Leste. Dan penghayatan
beriman umat yang memisahkan antara agama dan iman, akibatnya iman
Gereja Timor Leste, dapat dijadikan sebagai bahan refleksi dalam mencari
vitalisasi yakni menghidupkan kembali iman umat yang kini mulai pudar
bahkan hilang. Dan subyek pertama dari re-vitalisasi adalah Gereja Timor
kembali pada iman Gereja Perdana. Dengan demikian iman umat akan
memiliki hubungan yang sangat erat, dan selalu berjalan sesuai dengan
Kerajaan Allah.
B. SARAN
pribadi penulis akan situasi riil yang akhir-akhir ini terjadi di Timor Leste,
terlebih situasi iman umat yang mulai pudar di era pascareferendum. Ada
metode yang baru dalam menanggapi situasi iman umat yang saat ini
mulai pudar.
Adisusanto, F.X. (1995). “Evangelisasi Baru di Asia”. Dalam Katekese Umat dan
Evangelisasi Baru. Yogyakarta: Kanisius
Belo, Carlos Filipe Ximenes. Uskup. (1988). “Belo: “Saya Takut menjadi
Uskup”. Mingguan Hidup, no. 30/31, edisi 24-31 Juli, hh. 10
Bispo de Dili e Seu Conselho Presbiteral. (1975, 25 Janeiro). Perante Uma Nova
Situação: Carta Pastoral. p. 5
195
Dulles, Avery. (1987). Model-model Gereja. George Kirchberger (Penerjemah).
Ende: Nusa Indah
Eminyan, Maurice. (2001). Teologi Keluarga. Yogyakarta: Kanisius
Hadiwiyata, A.S. (ed.). (1993). Evangelisasi Baru dan Kerasulan Kitab Suci.
Yogyakarta: Kanisius
Heryatno Wono Wulung, FX. (2005). Hakikat Dasar Pendidikan Agama Kristiani
(PAK). Diktat Mata Kuliah Pengantar Pendidikan Agama Katolik untuk
Mahasiswa Semester II, Fakultas Ilmu Pendidikan Agama, Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta
Hidup. (2005, 29 Mei). Akhirnya Pendidikan Agama Masuk Kurikulum. hh. 30-31
Jacobs, Tom & B. Kieser. (1980). Kerja dan Iman. Yogyakarta: IKIP Sanata
Dharma, Jurusan filsafat dan Sosiologi Pendidikan, Program Studi Teologi
(naskah)
___________. (1986). “Gereja dan Dunia”. J.B. Banawiratma (ed.). Dalam Gereja
dan Masyarakat. Yogyakarta: Kanisius
196
Jacobs, Tom. (1987). Gereja Menurut Vatikan II. Yogyakarta: Kanisius
Jacobs, Tom. (1994, Januari). Anggur Baru dalam Kantong Baru. Rohani. hh 1-8
Kongregasi Umum Imam, Petunjuk Umum untuk Katekese. (2000, Juli). Dalam
Kerjasama dengan Komisi Kateketik KWI. Jakarta: Departemen
Dokumentasi dan Penerangan KWI
Konsili Vatikan II. (1962). Gaudium et Spes, Konstitusi Pastoral tentang Gereja
Dalam Dunia Modern. Dalam Dokumen Konsili Vatikan II. R.
Hardawiryana (Penerjemah). Jakarta: Dokumentasi dan Penerangan KWI
& Obor
KWI. (1996). Iman Katolik: Buku Informasi dan Referensi. Yogyakarta: Kanisius
197
Neonbasu, Gregor. (2006, edisi 9 Juli). Gereja Katolik di Timor Leste. Hidup hh.
10-11
Paulus IV, Paus. (1975). Evangelii Nuntiandi, ensiklik (surat edaran) tentang
Karya Pewartaan Injil pada Zaman Modern. Dalam Dokumen Resmi
Gereja tentang Katekese. J. Hadiwikarta (Penerjemah). Jakarta:
Dokumentasi dan Penerangan KWI
__________. (2002). “Gereja Kaum Miskin dan Konsili Vatikan II”. Dalam
Katekese Umat. Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI
Prior, John Manfred. (1993). Unsur Kebaruan dalam Evangelisasi Baru. Dalam
Evangelisasi Baru dan Kerasulan Kitab Suci. A.S. Hadiwiyata (ed.).
Yogyakarta: Kanisius & Lembaga Biblika Indonesia
Siagian, Frans Sihol & Peter Tukan. (ed.). (1997). Voice of The Voiceless (Suara
dari Kaum Tak Bersuara). Jakarta: Obor
Sinode Para Uskup. (1985). Sinode Luar Biasa Para Uskup Tahun 1985. Marcel
Beding (Penerjemah). Jakarta: Obor
198
Tanglidintin, Philip. (1984). Pembinaan Generasi Muda: Visi dan Latihan.
Jakarta: Obor
Taylor, John G. (1990). Indonesian’s Forgotten War: The Hidden History of East
Timor. Australia: Pluto Press
Tomodok, E.M. (1994). Hari-hari Akhir Timor Portugis. Jakarta: Sinar Harapan
Tukan, Peter & Domingos de Sousa. (1997). Demi Keadilan dan Perdamaian:
Dom Carlos Filipe Ximenes Belo, SDB., Uskup Dioses Dili – Timor
Timur. Bona Beding (ed.). Dili: Komisi Keadilan dan Perdamaian Dioses
Dili Sekretariat & Keadilan dan Perdamaian KWI
Yohanes Paulus II, Paus. (1990). Kotbah dalam Misa Agung 12 Oktober 1989 di
Taçi Tolu, Dili Timor Timur. Spektrum No 1,2,3 dan 4, Tahun XVIII. hh.
66
Yohanes XXIII, Paus. (1963). Pacem in Terris, Ensiklik tentang Usaha Mencapai
Perdamaian Semesta dalam Kebenaran, Keadilan, Cintakasih dan
Kebebasan. (1999). Dalam Kumpulan Dokumen Ajaran Sosial Gereja
Tahun 1891 – 1991: dari Rerum Novarum sampai Centesimus Annus. R.
Hardawiryana (Penerjemah). Jakarta: Departemen Dokumentasi dan
Penerangan KWI
199