Anda di halaman 1dari 180

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

MENGGALI PANDANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM EVANGELII


GAUDIUM TENTANG TANTANGAN-TANTANGAN DALAM DUNIA
PEWARTAAN DAN KONSEKUENSINYA
BAGI PENGEMBANGAN DIRI KATEKIS SEBAGAI PEWARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Agama Katolik

Oleh:
Margareta Evita Jemamu
NIM: 131124016

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK


JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2018

i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang selalu menyertai
dan membimbing saya, kepada Bunda Maria yang selalu menghantar doa-doa
saya kepada Putranya
Kepada yang tercinta orangtuaku Bapak Thomas Ropa dan Ibu Elisabeth Theme
Kakak sulung Alexander Nahas dan adik bungsu Patrisius Ambon
Para suster ADM yang telah mendukung, mendoakan dalam usaha dan
perjuanganku selama kuliah, serta semua sahabat yang selalu memperhatikan
melalui kasih, doa dan perhatian.

iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

MOTTO

“Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi,


seperti Aku telah mengasihi kamu”.

(Yoh 15:12)

v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “MENGGALI PANDANGAN PAUS


FRANSISKUS DALAM EVANGELII GAUDIUM TENTANG
TANTANGAN-TANTANGAN DALAM DUNIA PEWARTAAN DAN
KONSEKUENSINYA BAGI PENGEMBANGAN DIRI KATEKIS
SEBAGAI PEWARTA”. Judul skripsi ini dipilih berdasarkan ketertarikan
penulis terhadap Surat Apostolik Paus Fransiskus tentang Sukacita Injil atau
Evangelii Gaudium. Paus Fransiskus dalam dokumen ini memaparkan tantangan-
tantangan yang dialami para katekis zaman ini dalam tugas pewartaan. Banyak
katekis yang kurang semangat dalam melaksanakan tugas perutusan, pesimis dan
tidak bahagia. Maka hal ini menjadi keprihatinan Gereja yang perlu disikapi
dengan benar. Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memberi inspirasi bagi
katekis dalam tugas pewartaan berdasarkan uraian Paus Fransiskus dalam
Evangelii Gaudium untuk pengembangan diri katekis sebagai pewarta agar
mampu menjawab tantangan-tantangan yang ada.
Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah bagaimana menimba dan
menggali inspirasi dari Pandangan Paus Fransiskus khususnya dalam dokumen
Evangelii Gaudium untuk pengembangan diri katekis sebagai pewarta. Persoalan
ini dikaji dengan menggunakan studi pustaka terhadap dokumen Evangelii
Gaudium sehingga dapat menemukan gagasan dan pemikiran pokok dari Paus
Fransiskus bagi pengembangan diri katekis sebagai pewarta. Dengan mendalami
dokumen Evangelii Gaudium ini, para katekis dapat menemukan inspirasi-
inspirasi yang kiranya dapat berguna untuk meningkatkan semangat pelayanan
dalam tugas pewartaan dan kesediaan mengembangkan diri terus-menerus.
Paus Fransiskus merupakan sosok pewarta yang sangat menginspirasi bagi
para katekis zaman ini, karena kehadiran beliau dalam setiap perjumpaan
membawa sukacita bagi seluruh umat. Katekis diajak untuk memiliki semangat
perjumpaan dengan Yesus agar mengalami sukacita. Para katekis juga perlu
membaharui diri terus-menerus agar mampu menjawab tantangan-tantangan
zaman ini, menampilkan diri penuh sukacita, dan membawa penghiburan kepada
umat melalui kesaksian hidup sehari-hari. Dengan inspirasi dari Evangelii
Gaudium ini, katekis semakin mampu menghidupi dan menghayati panggilannya
sebagai pewarta dalam melayani umat. Katekis merupakan pintu masuk bagi
seluruh umat yang ingin menjumpai Allah dalam Gereja. Tugas dan peran katekis
sangat penting bagi perkembangan Gereja karena itu pengembangan diri katekis
sebagai pewarta terus diupayakan melalui teladan para gembala umat dan
pendidikan bagi katekis. Para katekis diharapkan tetap setia dan semangat
mewartakan Sukacita Injil, membaharui diri lewat perjumpaan dengan Yesus dan
merenungkan sabda-Nya.

viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRACT

The undergraduate thesis entiled “EXPLORING THE VIEW OF POPE


FRANCIS IN EVANGELII GAUDIUM ON THE CHALLENGES IN THE WORLD
OF PREACHES AND THE CONSEQUENSES FOR CATECHISTS SELF
DEVELOPMENT AS PREACHERS". The title of this undergraduate thesis is
chosen based on the author's interest with the Apostolical Letter of Pope Francis
Evangelii Gaudium about the Joy of the Gospel. Pope Francis in this document
describes the challenges that catechists face today in the preaching duties. Many
catechists were less enthusiastic in performing missionary duties, pessimistic, and
unhappy. Those situations are the concern for the Church and must to be
addressed properly. The writing of this undergraduated thesis is intended to
inspire catechists in the preaching duties based on the description of Pope
Francis in Evangelii Gaudium for the catechists self development and to be able
to answer the challenges.
The main issue in this undergraduated thesis is how to explore the
inspiration of the Pope Francis in particular in the document Evangelii Gaudium
for the development of catechists as preachers. This problem is processed by
using literature studies on Evangelii Gaudium so that can be found the main idea
from Pope Francis for the catechists self development as preachers. From
exploring Evangelii Gaudium, catechists will find some useful inspirations to
maintain their spirit as the preachers and develop continously.
Pope Francis is an inspiring preacher figure for catechists of this age,
because his presence in every encounter brings joy to all people. Catechists are
invited to have the spirit of encounter with Jesus to have experience of joyfull.
Catechists also need to renew themselves constantly in order to be able to answer
the challenges of this age, to present themselves joyfully, and bring them comfort
to the people through the witness of everyday life. With this inspiration from
Evangelii Gaudium, catechists are increasingly able to live and answer their
vocation as preachers in serving people. Catechists are the entrance for all
people who want to meet God in the Church. The duty and role of catechists is
very important for the Church development, therefore the catechist's self
development as preachers become continues to pursued through the pastor and
the education for catechists. They are expected to remain faithful and spirit to
proclaim the Joy of the Gospel, renew themselves through the encounter with
Jesus and meditate on His word.

ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yesus dan Bunda Maria

atas segala cinta, berkat, dan kasih setia yang senantiasa membimbing,

mendampingi dan menyertai penulis setiap waktu, sehingga penulis dapat

menyusun dan menyelesaikan skripsi ini dengan baik yang berjudul

“MENGGALI PANDANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM EVANGELII

GAUDIUM TENTANG TANTANGAN-TANTANGAN DALAM DUNIA

PEWARTAAN DAN KONSEKUENSINYA BAGI PENGEMBANGAN

DIRI KATEKIS SEBAGAI PEWARTA”.

Skripsi ini ditulis berdasarkan kesan pribadi atau ketertarikan penulis

terhadap sosok Paus Fransiskus yang selalu tampil penuh sukacita dan terutama

ajakan beliau dalam dokumen Evangelii Gaudium bagi katekis atau calon katekis

zaman ini agar tetap mewartakan Injil dengan penuh sukacita meskipun harus

menghadapi tantangan-tantangan yang berat dan sulit. Penulis berharap dengan

adanya tulisan ini, para katekis dan calon katekis dapat memaknai panggilannya

sebagai pewarta, dan mendalami dokumen EG yang sangat inspiratif untuk

pengembangan diri katekis sebagai pewarta dan menjadi katekis yang selalu

memperbaharui perjumpaan dengan Yesus serta setia merenungkan sabda Allah.

Selain itu skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh

gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Sanata Dharma.

x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan

dukungan dan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini,

penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Bernadus. Agus Rukiyanto, SJ, selaku Kaprodi Pendidikan Agama

Katolik Universitas Sanata Dharma dan dosen penguji tiga yang telah

memberikan dukungan, arahan dan semangat kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

2. Y. H. Bintang Nusantara, SFK,M.Hum selaku dosen pembimbing utama

dan dosen penguji satu yang selalu dengan sabar dan sepenuh hati

mendampingi, meluangkan waktu, memberi semangat serta memberikan

bantuan kepada penulis sehingga semakin termotivasi dalam menyelesaikan

skripsi ini.

3. Drs. L. Bambang Hendarto Y,M.Hum selaku dosen pembimbing akademik

dan dosen penguji dua yang telah memberikan semangat dan dukungan

kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Yoseph Kristianto, SFK, M.Pd selaku Wakaprodi Pendidikan Agama

Katolik yang telah memberikan semangat, dukungan, dan bantuan kepada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Segenap staf dosen Prodi Pendidikan Agama Katolik, Jurusan Ilmu

Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata

Dharma, yang telah mendidik dan membimbing penulis selama proses

perkuliahan hingga selesainya skripsi ini.

xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING............................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN........................................................................ iv
MOTTO............................................................................................................. v
PENYATAAN KEASLIAN KARYA.............................................................. vi
PENYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS......................................................................... vii

ABSTRAK........................................................................................................ viii
ABSTRACT ....................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR....................................................................................... x
DAFTAR ISI..................................................................................................... xiii
DAFTAR SINGKATAN................................................................................... xvi
BAB I. PENDAHULUAN................................................................................ 1
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 9
C. Tujuan Penulisan................................................................................... 10
D. Manfaat Penulisan................................................................................. 10
E. Metode Penulisan.................................................................................. 11
F. Sistematika Penulisan............................................................................ 11
BAB II. PANDANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM EVANGELII
GAUDIUM TENTANG TANTANGAN-TANTANGAN ZAMAN
INI DAN KONSEKUENSINYA BAGI PEWARTAAN................... 13

A. Sosok Paus Fransiskus dan Berbagai Dokumennya............................. 13


1. Siapakah Sosok Paus Fransiskus..................................................... 13
2. Dokumen-dokumen Paus Fransiskus.............................................. 15
B. Mengenal Dokumen Evangelii Gaudium.............................................. 16
1. Latar Belakang Penulisan Evangelii Gaudium................................ 16

xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2. Tujuan Penulisan Evangelii Gaudium............................................. 18


3. Struktur Penulisan dan Isi Singkat Dokumen Evangelii Gaudium. 21
C. Beberapa Tantangan Zaman Ini Menurut Paus Fransiskus dalam
Evangelii Gaudium................................................................................ 29

1. Globalisasi Ketidakpedulian........................................................... 30
2. Relativisme...................................................................................... 32
3. Konsumerisme................................................................................. 34
4. Pesimisme........................................................................................ 38
5. Klerikalisme.................................................................................... 40
D. Konsekuensi Tantangan Zaman Ini bagi Pewartaan Menurut
Evangelii Gaudium................................................................................ 43

1. Pewartan sebagai Sukacita Injil....................................................... 44


2. Isi Pewartaan................................................................................... 47
3. Cara Mewartakan............................................................................ 49
4. Penyadaran Tanggung Jawab Gereja sebagai Pewarta.................... 53
BAB III. PENGEMBANGAN KATEKIS SEBAGAI PEWARTA
BERDASARKAN INSPIRASI DARI EVANGELII GAUDIUM..... 56

A. Sosok Katekis Yang Diharapkan........................................................... 56


1. Memiliki Semangat Perjumpaan dengan Yesus............................. 58
2. Berani Berkorban........................................................................... 59
3. Siap Melayani................................................................................. 61
4. Terbuka dan Dialog terhadap Perkembangan Zaman.................... 64
B. Kebutuhan Akan Pengembangan Wawasan Katekis sebagai Pewarta
dalam Konteks Zaman Ini..................................................................... 66

1. Pengetahuan Katekis...................................................................... 67
2. Spiritualitas Katekis....................................................................... 77
3. Ketrampilan Katekis....................................................................... 84
C. Peran dan Upaya Konkret Gereja serta Pribadi Katekis untuk
Mengembangkan Diri Katekis sebagai Pewarta.................................... 94

1. Peran Gereja................................................................................... 94
2. Peran Katekis.................................................................................. 102

xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB IV. USULAN KEGIATAN REKOLEKSI BAGI KATEKIS UNTUK


MENGEMBANGKAN DIRI SEBAGAI PEWARTA
BERDASARKAN INSPIRASI DARI EVANGELII
GAUDIUM........................................................................................ 110

A. Pengertian dan Latar Belakang Program Rekoleksi.............................. 111


1. Pengertian Rekoleksi...................................................................... 111
2. Latar Belakang Program Rekoleksi................................................ 112
B. Contoh Program Rekoleksi................................................................... 116
1. Tema dan Tujuan Rekoleksi........................................................... 116
2. Matriks Program Rekoleksi............................................................ 118
3. Jadwal Rekoleksi............................................................................ 122
C. Petunjuk Umum Pelaksanaan Program Rekoleksi................................ 123
D. Contoh Satuan Persiapan Rekoleksi...................................................... 123
BAB V. PENUTUP........................................................................................... 148
A. Kesimpulan............................................................................................ 148
B. Saran...................................................................................................... 152
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 154
LAMPIRAN...................................................................................................... 156
Lampiran 1: Lagu Pembuka Mengawali Kegiatan Rekoleksi.................... (1)
Lampiran 2: Empat artikel Evangelii Gaudium yang didalami dalam
Kegiatan Rekoleksi............................................................... (1)
Lampiran 3: Bacaan Injil, Yoh 1: 43-51.................................................... (3)
Lampiran 4: Beberapa gambar yang mengungkapkan
ketidakpedulian dan gaya hidup konsumerisme sebagian
umat manusia zaman ini terhadap sesamanya....................... (4)

xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Alkitab

Pernjanjian Lama dan Baru dalam terjemahan baru yang diselenggarakan oleh

Lembaga Alkitab Indonesia, LAI, 2005.

B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

AA : Apostolicam Actuositatem, Dekrit Konsili Vatikan II tentang

Kerasulan Awam, 18 November 1965.

AG : Ad Gentes, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Kegiatan Misioner

Gereja, 7 Desember 1965.

ASG : Ajaran Sosial Gereja, Seri Dokumen Gerejawi Edisi Khusus

(Kumpulan Dokumen Aajaran Sosial Gereja Tahun 1891-1991

dari Rerum Novarum sampai Centesimus Annus, diterjemahkan

dari naskah resmi bahasa Latin oleh R. Hardawiryana, SJ),

Agustus 1999.

CD : Christus Dominus, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Tugas

Pastoral Para Uskup Dalam Gereja, 28 Oktober 1965.

CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Santo Paus Yohanes

Pulus II kepada para uskup, klerus dan segenap umat beriman

tentang katekese masa kini, 16 Oktober 2079.

xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DV : Dei Verbum, Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang

Wahyu Ilahi. 18 November 1965.

EG : Evangelii Gaudium, Anjuran Apostolik Paus Fransiskus tentang

Sukacita Injil, 24 November 2013.

EN : Evangelii Nuntiandi, Anjuran Apostolik Paus Paulus VI tentang

Pewartaan Injil di Dunia Modern, 8 Desember 1975.

GE : Gravissimum Educationis, Penyataan Konsili Vatikan II tentang

Pendidikan Kristiani, 28 Oktober 1965.

GS : Gaudium Et Spes, Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II

mengenai Gereja di Dunia Dewasa Ini, 7 Desember 1965.

IM : Inter Mirifica, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Upaya-upaya

Komunikasi Sosial, 4 Desember 1963.

KGK : Katekismus Gereja Katolik, uraian tentang ajaran iman dan moral

Gereja Katolik, 22 Juni 1992.

KHK : Kitab Hukum Kanonik, susunan atau kodifikasi peraturan

kanonik dalam Gereja Katolik, 25 Januari 1983.

KWI : Konferensi Waligereja Indonesia

LG : Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang

Gereja di Dunia Dewasa Ini, 21 November 1964.

LF : Lumen Fidei, Ensiklik Paus Fransiskus tentang Terang Iman, 29

Juni 2013

LS : Laudato Si, Ensiklik Paus Fransiskus tentang Perawatan Rumah

Kita Bersama, 24 Mei 2015

xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

MM : Misericordia Et Misera, Surat Apostolik Paus Fransiskus pada

penutupan Yubileum Luar Biasa Kerahiman, 20 November 2016.

PO : Presbyterorum Ordinis, Dekrit Konsili Vatikan II tentang

Pelayanan dan Kehidupan Para Imam, 7 Desember 1965.

RM : Redemptoris Missio, Ensiklik Santo Yohanes Paulus II tentang

Amanat Misioner Gereja, 7 Desember 1990.

C. Singkatan Lain

Art : Artikel.

Bdk : Bandingkan.

FKIP : Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan.

HP : Handphone.

PAK : Pendidikan Agama Katolik.

Prodi : Program Studi.

xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Paus Fransiskus dalam seruan apostolik Evangelii Gaudium (EG)

mengatakan perlu adanya motivasi untuk mengadakan kegiatan pewartaan atau

evangelisasi dengan penuh sukacita. Seruan ini ditujukan untuk semua orang

beriman untuk mengetahui tanggung jawabnya sebagai umat Allah. Umat yang

sudah mendapatkan rahmat baptis bertanggung jawab mewartakan Injil kepada

dunia. Tetapi alasan lain yang lebih mendalam dari Paus Fransiskus adalah bahwa

beliau menemukan dunia zaman ini hidup dengan berbagai tantangan-tantangan

dan begitu banyak godaan bagi pewarta. Menurut Paus Fransiskus, “bahaya besar

dalam masyarakat saat ini adalah kesedihan dan penderitaan yang diakibatkan

oleh hati yang rakus, mengejar kesenangan, dan hati nurani yang tumpul.

Kehidupan batin kita, terjebak dalam kepentingan diri sendiri, sehingga tidak ada

tempat lagi untuk orang lain, tidak ada ruang lagi bagi orang miskin” (EG, art. 2)

Paus Fransiskus juga melihat bahwa kehidupan umat dewasa ini

menghadapi beraneka ragam tawaran yang dapat menjerumuskan umat ke dalam

konsumerisme, kesedihan personal, dan mengejar kenikmatan sehingga jatuh

dalam hidup yang penuh ketamakan dan mengejar materi yang sebanyak-

banyaknya. Selain itu, umat zaman sekarang adalah pribadi yang mudah marah,

lesu, dan dengki, hidup dalam keegoisan, dan merasa puas dengan diri sendiri

tanpa membutuhkan orang lain. Beliau juga melihat bahwa adanya kasus dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kehidupan keluarga. Ikatan janji perkawinan menjadi lemah dan tidak serius.

Keluarga yang merupakan tempat bertumbuhnya benih iman tidak terlaksana

dengan baik karena cenderung memandang perkawinan sebagai wujud pemuasan

afektif tanpa mempersiapkan dan menghidupi dengan mendalam dan serius (EG,

art. 66).

Dengan tantangan-tantangan yang ada Paus mengajak para pewarta untuk

lebih bekerja keras dalam mewartakan Injil. Dunia membutuhkan seorang katekis

atau pewarta untuk berjumpa dengan umat yang haus akan kasih dan kedamaian

dari Allah. Sebagaimana Yesus sendiri memerintahkan para murid-Nya, “…

pergilah jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama

Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu

yang telah Kuperintahkan kepadamu” (Mat. 28:19-20).

Dalam situasi seperti ini para katekis yang berperan sebagai pewarta

menemukan tantangan dan kesulitan dalam pewartaan karena umat memilih untuk

tidak bergabung dalam doa bersama karena terasa membosankan dan memilih

kehidupan dunia yang nyata. Pelayanan menurun dan pewartaan hanya sebagai

formalitas saja, semua itu karena tidak adanya kerjasama antar umat dan para

katekis. Oleh karena itu Bapa Paus mengajak agar Gereja terbuka terhadap

kenyataan hidup dunia dan terlibat menyelesaikan masalah dan kesulitan yang

dihadapi umat. Kepada Nabi Yeremia Allah bersabda; “Kepada siapapun engkau

Ku-utus, haruslah engkau pergi” (Yer, 1:7). Gereja tidak perlu menutup diri dan

merasa nyaman dengan apa yang ada di dalam karena bukan itu yang dikehendaki

Allah. Karena itu, Paus Fransiskus mengajak seluruh umat untuk membaharui
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

hubungan atau perjumpaan pribadi setiap umat dengan Yesus. Karena dengan

perjumpaan itu, terdapat sukacita yang mendalam bagi umat sehingga sentuhan

kasih Allah, penyembuhan, dan kebaikan akan selalu menjadi bagian dari hidup

umat.

Berbagai tantangan di atas menuntut pengembangan sikap katekis sebagai

pewarta perlu ditingkatkan agar dalam dunia pewartaan mereka mampu

menghadapi berbagai tantangan tersebut dengan segala konsekuensinya demi

kemajuan kehidupan iman umat. Kehidupan umat yang terlampau mengikuti arus

zaman tanpa diimbangi perkembangan iman yang mendalam akan terlihat dangkal

karena meski kekayaan materi yang berlimpah tidak menjadi prioritas dalam

membawa kebahagiaan yang sesungguhnya karena hal yang utama sebagai orang

beriman adalah bersatu dengan Allah dan turut serta mengalami sukacita kasih

Allah. Artinya bahwa sikap katekis sebagai pewarta adalah memberikan seluruh

diri dalam pelayanan dan perjumpaan sangat membantu perkembangan iman umat

dan menyentuh hati mereka untuk menemukan tujuan hidup yang sesungguhnya,

yakni Allah. Selain itu, perjumpaan katekis dalam pewartaan memberikan harapan

bahwa kehidupan umat akan semakin jauh dari pengaruh perkembangan arus

zaman yang cenderung membawa umat jauh dari Allah. Kehadiran para katekis

dalam pewartaan membawa sukacita kehidupan yang baru bagi umat karena

dapat mengantar umat untuk hidup lebih dekat dengan Allah. Para rasul awam

dipanggil untuk terlibat seperti yang dikatakan dalam seruan berikut ini:

Gereja diciptakan dan dipanggil untuk menyebarluaskan Kerajaan Kristus di


mana-mana demi kemuliaan Allah Bapa, dan dengan demikian
mengikutsertakan semua orang dalam penebusan yang membawa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

keselamatan, dan supaya melalui mereka seluruh dunia sungguh-sungguh


diarahkan kepada Kristus (AA, art. 2).

Dimensi pewartaan Gereja merupakan mandat yang Yesus berikan kepada

para murid-Nya sebelum Ia diangkat ke surga. Pesan Yesus itulah yang senantiasa

dipegang teguh oleh Gereja. Karena itu, Paus Fransiskus mengulangi pesan Yesus

tersebut dengan menyegarkan pemahaman kita akan pewartaan melalui Seruan

Apostolik yang disebut Evangelii Gaudium. Selanjutnya Evangelii Gaudium akan

disingkat EG. Dokumen EG adalah gambaran dan tawaran konkret bagaimana

Gereja dilaksanakan dengan bahasa yang ringan. Paus Fransiskus mengajak

seluruh umat yang sudah dibaptis pergi ke segala penjuru dunia, mewartakan

kabar gembira. Dengan kata lain, semua umat beriman yang sudah dibaptis diajak

untuk bertanggung jawab atas rahmat baptis dengan mengambil bagian dalam

pewartaan karya keselamatan Allah. Pewartaan merupakan suatu tugas yang

sangat penting dan menjadi cita-cita Gereja agar umat semakin beriman teguh

kepada Allah. Artinya, ajakan utama seruan apostolik ini adalah menemukan

sukacita dalam perjumpaan, baik dengan Allah maupun dengan sesama manusia.

Paus Fransiskus menulisnya, demikian:

Saya mengundang semua umat Kristiani di mana pun dan dalam situasi
apa pun supaya saat ini juga memperbaharui perjumpaan personal dengan
Yesus Kristus atau sekurang-kurangnya mengambil keputusan untuk
membuka diri dan membiarkan-Nya menjumpai kita, serta mencari
kesempatan-kesempatan perjumpaan semacam itu setiap hari tanpa henti.
Tak ada alasan apa pun yang membuat seorang bisa berpikir bahwa
undangan pada perjumpaan itu bukanlah untuk dirinya karena „tak seorang
pun dikecualikan dari sukacita yang dibawa Allah (EG, art.3).

Pernyataan tersebut menekankan kata “perjumpaan” sebagai hal penting dalam

pewartaan karena muncul berkali-kali dalam dokumen EG. Perjumpaan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

antarpribadi membuka diri kita akan perjumpaan dengan Allah. Perjumpaan

dengan sesama dimaknai sebagai pewartaan, dimana setiap orang mengalami

sukacita dan kasih Allah dalam perjumpaan tersebut. Melalui perjumpaan, semua

orang tanpa terkecuali akan mendapatkan sukacita sehingga bukan sekedar

ditemukan dalam dokumen itu, tetapi sungguh ditemukan dalam kehidupan

sehari-hari.

Paus Fransiskus menghendaki Gereja mendisposisi pewartaan dengan

batin sukacita agar Gereja bisa menghadapi tantangan modernitas secara lebih

optimis, karena Gereja memilih menempatkan diri sebagai solusi atas beragam

tantangan dan masalah zaman yang semakin berkembang. Inilah yang menjadi

alasan mengapa Paus Fransiskus memilih kata gaudium untuk mengartikan

sukacita. Gaudium berarti kegembiraan yang muncul dari dalam diri dan ada

disposisi batin untuk bergembira. Pewartaan Kabar Sukacita dan kegembiraan

pada hakikatnya merupakan tugas semua umat beriman Kristiani yang karena

rahmat baptisan telah menjadi murid-murid Kristus dan siap diutus untuk

mewartakan kabar baik dan kedamaian bagi umat manusia.

Paus Fransiskus dalam EG mengajak para katekis untuk mewartakan

sukacita Injil sehingga dapat memenuhi hati dan hidup semua orang dan melalui

pewartaan tersebut semua orang dapat berjumpa dengan Yesus. Artinya bahwa

perjumpaan dan ada bersama merupakan kesaksian seorang katekis akan nilai

Kerajaan Allah yang berkembang dalam kehidupan nyata setiap hari. Suatu

bentuk pewartaan melalui perbuatan yang menyerupai perbuatan Yesus Kristus

sendiri. Sikap pewartaan berarti menjalani hidup seperti Kristus dan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

melaksanakan sabda-Nya di tengah tetangga yang beriman lain dan di tengah

realitas kemiskinannya. Sikap pewartaan lebih merupakan komunikasi pribadi

Kristus, melalui hidup dan kontak pengalaman dengan gaya hidup, harapan, dan

tujuan keberadaan-Nya. Singkatnya, sikap pewartaan berarti komunikasi pribadi

dengan seluruh peristiwa hidup Yesus sebagai kepenuhan Kerajaan Allah.

Dalam menjalankan misi pelayanan di Indonesia, para katekis haruslah

bertindak sebagai hamba. Katekis tidak diutus mengawasi dan menonton

melainkan melayani umat di Indonesia dalam pergumulan mereka mencari Allah

dan kehidupan insani yang lebih baik. Pelayanan sebagai hamba dijalankan dalam

semangat belaskasihan Yesus. Belaskasihan itulah, yang akan menjadikan katekis

mampu solider dengan mereka yang tak berdaya, kemudian dinyatakan dalam

tindakan mengecam ketidakadilan yang begitu menyolok mata dalam situasi

Indonesia. Belas kasihan itu juga berarti memandang sesama sebagai anggota satu

keluarga manusia dengan Allah sebagai Bapa semua orang yang beriman lain dan

berkebudayaan lain. “Dalam keadaan apapun kita semua dipanggil terutama para

katekis untuk menghadirkan kepada sesama kesaksian hidup yang jujur, tulus dan

jelas tentang kasih Allah yang menyelamatkan, yang melampaui ketidak-

sempurnaan kita, menawarkan hidup dekat dengan-Nya, dengan sabda-Nya dan

kekuatan-Nya dengan demikian kita dapat memberi makna pada kehidupan kita”

(EG, art. 121).

Karena sikap pewartaan dengan tiga bidang kehidupan masyarakat

Indonesia, yakni agama, kebudayaan, dan kemiskinan, mau tidak mau, membawa

katekis mengakui karya Allah di tengah masyarakat Indonesia, serta bersama


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

masyarakat yang lain mengusahakan pembangunan kemanusiaan yang lebih baik.

Sikap katekis sebagai pewarta merupakan suatu panggilan menjadi saksi iman

yang memanggil semua orang kristiani untuk mempersembahkannya juga

menegaskan kata-kata Santo Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Filipi:

Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna,
melainkan aku mengejarnya kalau-kalau aku dapat juga menangkapnya,
karena akupun telah ditangkap oleh Kristus Yesus....aku melupakan apa
yang ada dibelakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang ada di
hadapanku (Flp, 3:12-13).

Hal ini menyatakan bahwa ketidaksempurnaan bukan suatu alasan bagi seorang

katekis untuk tidak mewartakan Injil (EG, art. 121), maka dokumen EG

menegaskan bahwa semua orang yang sudah di baptis terlibat adalam tugas

pewartaan.

Dokumen EG merupakan inspirasi bagi pengembangan sikap katekis

sebagai pewarta, maka konsekuensi bagi para katekis adalah mereka harus

memiliki semangat yang tak pernah merosot seperti yang dilakukan oleh jemaat

perdana, dimana mereka dengan berani dan penuh sukacita mewartakan Injil

kepada sesama tanpa mengenal lelah (EG, art. 263). Inilah semangat bagi katekis

untuk tetap memotivasi diri terlibat dalam karya perutusan Allah. Menjadi

seorang katekis yang profesional, yang terus-menerus membina relasi dengan

Allah sehingga nilai-nilai kehidupan tentang kesetiaan dalam tugas merupakan

fondasi dasar yang selalu dihidupi dalam melaksanakan tugas pelayanan.

Dengan memiliki relasi yang mendalam dengan Allah atau pengalaman

personal dengan Allah, seorang katekis mempunyai cara untuk menjawab

tantangan dan kesulitan yang dihadapi dalam dunia pewartaan zaman ini. Seorang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

pewarta dituntut untuk hidup lebih akrab dengan sabda Allah karena justru dalam

sabda Allah itulah dapat ditemukan inspirasi dan semangat baru untuk tugas

perutusan. “Seorang katekis sejati tidak pernah berhenti menjadi saksi Kristus,

memahami bahwa Yesus berjalan terus bersamanya, berbicara kepadanya,

bernafas bersamanya dan berkarya dalam tugas perutusan bersamanya” (EG, art.

266)

Dalam dokumen EG ditegaskan oleh Paus Fransiskus mengenai

konsekuensi-konsekuensi yang harus dialami oleh para katekis sebagai pewarta.

Konsekuensi tersebut adalah bahwa seorang pewarta Kabar Sukacita jangan

pernah menunjukkan kepribadian yang lesuh dan lemah ibarat mengalami

dukacita karena kematian seseorang, tidak pula hidup dalam patah semangat,

ketakutan, kehilangan kesabaran atau rasa cemas tetapi seorang katekis yang

merupakan pelayan Injil dapat menunjukan sikap yang membawa kegembiraan

dan penghiburan bagi sesama di sekitarnya. Memancarkan cahaya penuh

keceriaan oleh karena terlebih dahulu mengalami sukacita Kristus. Seorang

katekis dapat memberi rasa nyaman bagi semua orang yakni menabur

pengharapan, penghiburan yang menyembuhkan dan sukacita hidup baru (EG, art.

10).

Untuk menjadi seorang katekis yang dapat memberi rasa nyaman bagi

semua orang yakni menabur pengharapan, penghiburan yang menyembuhkan dan

sukacita hidup baru (EG, art. 10), seorang katekis membutuhkan kemampuan

untuk menghadapi tantangan zaman agar dapat mendampingi umat dalam

menghadapi tantangan tersebut. Dengan demikian Paus Fransiskus dalam EG


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

memaparkan berbagai tantangan yang di hadapi zaman ini dan dalam dunia

pewartaan. Oleh karena itu, penulis ingin mengkaji inspirasi lebih mendalam

tentang pengembangan sikap seorang katekis sebagai pewarta yang dapat

membantu umat dalam menghadapi tantangan-tantangan tersebut dan untuk

meningkatkan pelayanan terhadap umat. Penulis memilih judul kajian ini, yakni

“MENGGALI PANDANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM EVANGELII

GAUDIUM TENTANG TANTANGAN-TANTANGAN DALAM DUNIA

PEWARTAAN DAN KONSEKUENSINYA BAGI PENGEMBANGAN DIRI

KATEKIS SEBAGAI PEWARTA”. Penulis berharap bahwa dengan hasil kajian

terhadap Seruan Apostolik EG, penulis dapat menemukan inspirasi bagi

pengembangan diri para katekis sebagai pewarta yang dapat membantu umat

dalam menghadapi tantangan zaman.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan permasalahan yang

akan dibahas dalam skripsi ini, sebagai berikut:

1. Bagaimana pandangan Paus Fransiskus dalam dokumen EG tentang

tantangan-tantangan zaman ini dan konsekuensinya bagi pewartaan?

2. Bagaimana pengembangan diri katekis sebagai pewarta untuk menanggapi

situasi zaman berdasarkan inspirasi dari EG?

3. Upaya konkret apa yang dapat dilakukan untuk membantu katekis

mengembangkan diri sebagai pewarta yang mampu menghadapi tantangan

zaman berdasarkan inspirasi EG?


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

10

C. Tujuan Penulisan

Adapun beberapa tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini

sebagai berikut:

1. Memaparkan pandangan Paus Fransiskus dalam EG tentang tantangan-

tantangan zaman ini dan konsekuensinya bagi pewartaan.

2. Menginterpretasikan pengembangan diri katekis sebagai pewarta agar

mampu menanggapi situasi zaman berdasarkan inspirasi dari EG.

3. Mendeskripsikan upaya konkret yang dapat dilakukan untuk membantu

katekis mengembangkan diri sebagai pewarta yang mampu menghadapi

tantangan zaman berdasarkan inspirasi dari EG.

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi katekis: menjadi masukan baru dan pengetahuan untuk membantu

katekis menggali pandangan Paus Fransiskus yang bersumber dari EG.

Semakin mengetahui situasi zaman dan tantangan-tantangannya serta

mampu menerima konsekuensi sebagai pewarta dalam tugas pewartaan.

2. Bagi Gereja: semakin berani dan mampu menjadi pelaku-pelaku

evangelisasi di tengah tantangan-tantangan zaman untuk mewartakan

Sukacita Injil berdasarkan inspirasi dari EG.

3. Bagi penulis: semakin memiliki semangat untuk membaharui diri terus-

menerus dan siap menjadi pewarta zaman ini serta memiliki semangat

perjumpaan dengan Yesus, menimba inspirasi dari EG.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

11

E. Metode Penulisan

Penulisan skripsi ini menggunakan metode deskripsi interpretatif. Dengan

metode deskripsi interpretatif ini penulis akan memaparkan dan menganalisis

permasalahan dengan bantuan kepustakaan untuk memecahkan permasalahan

tersebut. Penulis akan mengupas sebuah buku EG atau Surat Anjuran Apostolik

Paus Fransiskus Tentang Pewartaan Injil di Dunia Dewasa Ini, untuk menjawab

permasalahan-permasalahan yang tertulis dalam rumusan masalah. Berdasarkan

judul yang dipilih, penulis akan mendeskripsikan Pandangan Paus Fransiskus

Dalam EG Tentang Tantangan-tantangan Dalam Dunia Pewartaan dan

Konsekuensinya Bagi Pengembangan Diri Katekis Sebagai Pewarta.

F. Sistematika Penulisan

Judul skripsi adalah “MENGGALI PANDANGAN PAUS FRANSISKUS

DALAM EVANGELII GAUDIUM TENTANG TANTANGAN-TANTANGAN

DALAM DUNIA PEWARTAAN DAN KONSEKUENSINYA BAGI

PENGEMBANGAN DIRI KATEKIS SEBAGAI PEWARTA”. Dengan judul

tersebut penulis ingin menggali pandangan Paus Fransiskus dalam EG tentang

tantangan-tantangan dalam dunia pewartaan dan konsekuensinya bagi

pengembangan diri katekis sebagai pewarta. Untuk memperoleh gambaran yang

lebih jelas, penulis menyampaikan pokok-pokok penulisan yang dibagi dalam

lima bab yakni sebagai berikut:


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

12

BAB I menguraikan pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan

masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika

penulisan.

BAB II membahas pandangan Paus Fransiskus dalam EG tentang

tantangan-tantangan zaman ini dan konsekuensinya bagi pewartaan yang

mencakup, sosok Paus Fransiskus dan dokumen-dokumennya, mengenal

dokumen EG, uraian beberapa tantangan-tantangan zaman ini dalam EG dan

konsekuensi tantangan zaman ini bagi pewartaan

Bab III menjelaskan tentang pengembangan diri katekis sebagai pewarta

berdasarkan inspirasi dari EG. Penulis memberi gambaran tentang sosok katekis

yang diharapkan dan membahas kebutuhan akan pengembangan katekis dalam

konteks zaman ini sebagai pewarta dan peran Gereja serta katekis untuk

mengembangkan diri sebagai pewarta, berdasarkan inspirasi dari EG.

BAB IV membahas usulan kegiatan rekoleksi sebagai upaya konkret yang

dapat membantu katekis mengembangkan diri sebagai pewarta yang mampu

menghadapi tantangan zaman dan tetap semangat mewartakan Injil berdasarkan

inspirasi dari EG.

BAB V berisi penutup yang mencakup kesimpulan dan saran. Dalam

kesimpulan, penulis akan mengemukakan beberapa hal pokok berkaitan dengan

permasalahan penulisan skripsi ini. Penulis juga memberikan saran untuk

meningkatkan semangat pelayanan katekis sebagai pewarta.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

13

BAB II

PANDANGAN PAUS FRANSISKUS DALAM EVANGELII GAUDIUM

TENTANG TANTANGAN-TANTANGAN ZAMAN INI DAN

KONSEKUENSINYA BAGI PEWARTAAN.

Pada bab II ini, penulis memaparkan pandangan Paus Fransiskus dalam

EG tentang tantangan-tantangan zaman ini dan konsekuensinya bagi pewartaan.

Pemaparan ini dimulai dengan melihat sosok Paus Fransiskus, dokumen-

dokumennya, serta tantangan-tantangan zaman ini yang mempengaruhi kehidupan

katekis sebagai pewarta dan umat beriman Kristiani lainnya. Penulis juga

menguraikan tentang konsekuensi yang dihadapi katekis zaman ini dalam dunia

pewartaan.

A. Sosok Paus Fransiskus dan Berbagai Dokumennya

1. Siapakah Sosok Paus Fransiskus

Paus Fransiskus yang bernama asli Jorge Mario Bergoglio, lahir pada

tanggal 17 Desember 1936, di Buenos Aires, Argentina dan menjadi warga negara

Argentina. Dia ditahbiskan sebagai imam Jesuit pada tanggal 13 Desember 1969

oleh Ramon Jose Castellano, kemudian menerima tahbisan Uskup pada tanggal 27

Juni 1992 di Katedral Buenos Aires oleh Kardinal Antonio Quarracino. Paus

Fransiskus yang memilih nama dari tokoh Santo Fransiskus Asisi ini merupakan

Paus ke 266 menggantikan Paus Benediktus XVI. (mydiarylusia.blogspot.com.id,

biografi Paus Fransiskus, diunduh tanggal 3 September 2017).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

14

Dalam dunia pendidikan Paus Fransiskus memiliki gelar master dalam

bidang kimia, tapi kemudian mengajar sastra, psikologi di Colegio de la

Inmaculata di Santa Fe. Buenos Aires Jose di San Miguel dan teologi di Faculty

of San Miguel. Beliau menjadi Uskup Agung Buones Aires pada 1998 dan

bergabung ke Seminari di Villa Devoto, kemudian masuk dalam Serikat Yesus

pada 1958. Pada 1980, ia menjadi Rektor Seminari San Miguel hingga 1986. Saat

ini beliau telah berumur 81 tahun. Ia adalah pemimpin Gereja Katolik dan

sekaligus Kepala Negara kota Vatikan. Sebelumnya, seorang Uskup Agung

Buenos Aires Argentina dan diangkat menjadi Kardinal pada tahun 2001 oleh St.

Paus Yohanes Paulus II. Paus Fransiskus ini memiliki kemampuan untuk

berbicara dalam bahasa Spanyol, Italia dan Jerman dengan baik.

(mydiarylusia.blogspot.com.id, biografi Paus Fransiskus, diunduh tanggal 3

September 2017).

Sejak menjadi Uskup, gaya hidup Paus Fransiskus dikenal sangat

sederhana dan bersahaja. Dalam Majalah Popoli diungkapkan bahwa pada saat

pertemuan antar umat beragama di Wisma Keuskupan Agung, beliau menyambut

para peserta dan membukakan pintu bagi mereka, Ia mengatakan; “apalagi yang

dilakukan oleh seorang Kardinal jika bukan membukakan pintu”. Beliau sangat

dekat dengan mereka yang berkekurangan, yang lemah, miskin dan sakit serta

melayani mereka dengan mempersembahkan Ekaristi, untuk para cartoneros

(pemulung kardus-kardus bekas dari tempat sampah) di villas miserias,

perkampungan kumuh di Buenos Aires. Ia selalu memiliki sesuatu yang


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

15

disampaikan kepada mereka (Tornielli Andrea, Fransiskus Paus dari dunia baru:

157)

Paus Fransiskus merupakan seorang Paus pertama yang lahir di luar Eropa

selama lebih dari seribu tahun terakhir, ia datang dari sebuah Negara Dunia Ketiga

di Amerika Latin untuk melayani 1,2 miliar orang beriman Katolik yang

mayoritas hidup di negara dengan aneka skandal politik dan kemiskinan

struktural. Kesederhanaannya juga tampak ketika beliau menolak untuk menjahit

jubah baru dan meminta untuk memperbaiki jubah bekas pendahulunya sesuai

dengan ukuran tubuhnya. Memiliki sikap belarasa yang tinggi dengan kaum

tertindas dan berani mengecam pemerintah yang korupsi dan otoriter. Beliau juga

mengkritik bahwa sebagian rekan imam dan uskupnya telah melupakan teladan

Yesus, Sang Guru, “yang mendekati kaum papa miskin, bergaul dengan penderita

kusta dan mewartakan kabar baik bagi para pelacur” (Joni Albertus, Kesahajaan

bagi Allah dan Kemanusiaan, 2013: 18).

2. Dokumen-Dokumen Paus Fransiskus

Sejak terpilih menjadi Paus ke 266, Fransiskus telah menulis dua ensiklik

dan tiga Surat Anjuran Apostolik antara lain; Ensiklik Lumen Fidei atau Terang

Iman (LF), yang merupakan ensiklik pertama Paus Fransiskus. Ensiklik ini

ditandatangani pada tanggal 29 Juni 2013 dan dipublikasikan satu minggu

sesudahnya pada tanggal 5 Juli 2013. Ensiklik kedua yang ditulis Paus Fransiskus

adalah Laudato Si atau Puji Bagi-Mu (LS), tentang perawatan rumah kita bersama,

ditandatangani pada tanggal 24 Mei 2015 dan dipublikasikan pada tangga 18 Juni

2015.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

16

Surat Anjuran Apostolik partama Paus Fransiskus berjudul Evangelii

Gaudium atau Sukacita Injil (EG), yang diterbitkan pada tanggal 24 November

2013, tentang kegembiraan dalam perjumpaan dengan Kristus dan Surat Anjuran

Apostolik kedua berjudul “Tahun Hidup Bakti Dalam Perspektif Persaudaraan”

yang menyoroti harapan, hambatan dan komitmen para religius. Tahun hidup

bakti yang dibuka pada tanggal 21 November 2015 dan berlangsung hingga 2

Februari 2015. Ketiga, Surat Apostolik Misericordia et Misera atau Belas Kasih

dan Penderitaan (MM), tanggal 20 November 2016.

B. Mengenal Dokumen Evangelii Gaudium

Untuk mengenal dokumen EG dan memudahkan pembaca memahami

isinya maka penulis pada bagian ini, memaparkan hal-hal yang berkaitan dengan

dokumen EG. Penulis akan memaparkan latar belakang, tujuan dan struktur

penulisan serta isi singkat EG.

1. Latar Belakang Penulisan Evangelii Gaudium

EG atau Sukacita Injil adalah Surat Anjuran Apostolik Paus Fransiskus

tentang pewartaan Injil di dunia dewasa ini. “Sukacita Injil” merupakan judul

yang dipilih Paus Fransiskus untuk dokumen pertama dari masa kepausannya.

Dokumen ini lahir karena adanya keprihatinan terhadap melemahnya keterlibatan

umat dalam kehidupan menggereja khususnya di Eropa dan Amerika. Kondisi

pewartaan Kabar Sukacita yang mulai merosot dalam pelayanannya terhadap umat

bahkan umat seluruh dunia menggugah hati beliau untuk mengeluarkan surat

anjuran EG ini. Pengalaman pribadi Paus Fransiskus dalam perjumpaan dengan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

17

Yesus untuk menimba sukacita menjadi kekhasan pribadi Paus Fransiskus setiap

kali dia tampil di depan umum. Kebiasaan untuk berbagi kegembiraan dengan

orang lain ingin diterapkan kepada umatnya, terutama berawal dari relasi dengan

Yesus Kristus sendiri. Paus Fransiskus mengajak umatnya untuk memperbaharui

perjumpaan dengan Yesus dengan memberi kesempatan lebih banyak dari

biasanya untuk terus-menerus menjumpai Yesus (EG, art. 3).

Surat Anjuran Apostolik Paus Fransiskus ini cukup panjang, karena itu

beliau ingin membicarakan berbagai masalah penting dalam kehidupan

menggereja dan semuanya itu terangkum dalam satu kalimat pertama yakni

“Sukacita Injil memenuhi hati dan hidup semua orang yang menjumpai Yesus”

(EG, art. 1). Kehidupan umat beriman Kristiani yang sudah dibaptis hendaknya

mewartakan Kabar Sukacita secara terus-menerus di tengah dunia dewasa ini yang

terancam bahaya globalisasi ketidakpedulian. “Paus Fransiskus juga menghendaki

sebuah Gereja yang miskin untuk mereka yang miskin sekaligus Gereja yang

merelakan sepatunya bergelimang lumpur kemiskinan” (R.F. Bhanu Viktorahadi,

Pr, Menjadi Gereja Yang Bergelimang Lumpur. 2014: 34).

Paus Fransiskus mengajak umat beriman Kristiani khususnya yang sudah

menjadi anggota Gereja melalui penerimaan sakramen baptis, memiliki tanggung

jawab menjadi pewarta Kabar Sukacita kepada sesama. Dokumen EG ditulis oleh

Paus Fransiskus untuk menindaklanjuti Sidang Umum XIII Sinode para Uskup

pada tanggal 7-28 Oktober 2012. Sidang umum tersebut bertema; “Pewartaan

Baru Kabar Sukacita Untuk Menyiarkan Iman Kristiani”, merupakan ajakan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

18

ditujukan kepada seluruh umat beriman untuk terlibat dalam karya pewartaan

sukacita dengan gaya yang baru (EG, art. 14).

Selain itu dokumen ini juga dimaksudkan untuk mengundang seluruh umat

beriman Kristiani agar mengalami pembaharuan, evangelisasi baru yang ditandai

dengan sukacita Injil. Semuanya ini dilakukan Paus Fransiskus untuk

menghidupkan kembali nilai iman yang merosot akibat tantangan dunia dewasa

ini yang semakin besar seiring dengan perkembangan teknologi. Seperti yang

dikatakan Paus Fransiskus dalam artikel berikut ini.

Bahaya besar dunia dewasa ini, dengan berbagai tawaran dan bujukan
konsumerisme, menjadi suatu kesedihan personal yang keluar dari batin
yang lekas berpuas diri sekaligus tamak, mengejar kenikmatan yang
mengakibatkan terisolasinya nurani dan tumpul, semuanya hanya menaruh
perhatian pada diri sendiri, tak ada ruang lagi bagi Allah dan sesama (EG,
art. 2).

Presiden Dewan Kepausan untuk Promosi Evangelisasi Baru, Mgr

Salvatore Fisichellasaat mewakili Vatikan mengumumkan surat ini secara ringkas

bahwa, EG merupakan ekspresi sukacita kristiani yang mengajak Gereja untuk

menemukan kembali sumber-sumber asali pewartaan bagi dunia. Paus Fransiskus

mengatakan bahwa Gereja ditantang untuk menemukan cara baru memandang

dunia masa kini dalam terang panggilan Kristus sendiri. (http://media.iyaa.com/50

tahun Vatikan II: Sukacita Injil dan Aktualisasi Iman), diunduh tanggal 2 Mei

2017.

2. Tujuan Penulisan Evangelii Gaudium

Adapun tujuan penulisan EG dapat dirumuskan sebagai berikut:


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

19

a. Menemukan kembali sukacita dalam perjumpaan baik dengan Allah

maupun dengan sesama manusia, dimana sukacita itu telah meredup oleh

karena banyak tantangan yang dihadapi umat manusia seiring

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Paus Fransiskus mengajak

seluruh umat beriman Kristiani memperbaharui perjumpaan dengan Yesus

karena melalui perjumpaan tersebut setiap orang mengalami sukacita,

keselamatan dan kebebasan. Karena Yesus sendiri selalu menunggu

kehadiran umat-Nya dengan hati tulus dan terbuka sehingga berjumpa

dengan Yesus membantu manusia untuk memulai sesuatu yang baru dalam

kehidupannya meskipun banyak tantangan yang harus dihadapi zaman ini

(EG art. 3).

b. Menindaklanjuti kesepakatan-kesepakatan para uskup dalam sinode para

uskup tentang Pewartaan Sukacita Injil pada Oktober 2012. Sinode

tersebut membicarakan pewartaan baru Kabar Sukacita untuk menyiarkan

iman Kristiani dan ajakan ini ditujukan untuk semua umat beriman

Kristiani yang dilakukan dalam tiga bagian. Tiga bagian tersebut: pertama,

bidang pelayanan pastoral biasa di mana Roh Kudus menggerakkan dan

mengobarkan hati kaum beriman agar mengambil bagian dalam kegiatan

rohani Gereja. kedua, orang yang sudah menerima rahmat pembaptisan

tetapi dalam kehidupan tidak menunjukkan kebaikan seperti tuntutan bagi

hidup seorang yang sudah baptis, dalam relasi dengan Gereja sangat lemah

dan kurang, ketiga, sesama yang tidak mengenal Yesus Kristus bahkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

20

yang selalu menolak-Nya. Mereka semua membutuhkan bimbingan Roh

Kudus sendiri karena mereka sedang berusaha mencari Allah (EG, art. 14),

c. Supaya dapat mengadakan revolusi kasih dan kelembutan dengan

berpegang pada teladan Bunda Gereja yang menampilkan sikap

kesahajaan, kesederhanaan dan kelembutan sehingga memiliki hati yang

tulus dalam kesaksian hidup setiap hari. Paus Fransiskus mengajak seluruh

umat untuk menirukan gaya hidup Bunda Maria yang menyimpan segala

perkara dalam hati dan merenungkannya dan mengenal jejak-jejak Roh

Kudus baik dalam peristiwa yang besar maupun yang kecil (EG, art. 288).

Bunda Maria merupakan Bunda segala bangsa, ibu dari semua orang

sebagai tanda harapan sekaligus pendamping para pewata dalam

mewartakan Kabar Sukacita Injil. Dari Bunda Maria seorang Kristiani

belajar untuk bersikap lemah lembut dan tidak gelisah dengan segala

tantangan dan kesulitan yang dihadapi dalam perjalanan hidup (EG, art.

286).

d. Untuk mengungkapkan keprihatinan diri Paus Fransiskus sendiri terhadap

karya Gereja yang kurang terbuka terhadap situasi zaman terutama

mengajak umat untuk terlibat dalam karya pewartaan Kabar Sukacita Injil

(EG, art. 16). Paus Fransiskus ingin mengungkapkan pedoman yang dapat

mendukung dan mengarahkan Gereja dalam kegiatan atau tahap baru

karya pewartaan yang dimulai dengan semangat. Beliau mengatakan untuk

membahas mengenai, pembaharuan Gereja dalam misionernya, godaan-

godaan yang dihadapi para pewarta, Gereja yang melibatkan seluruh umat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

21

untuk mewartakan Kabar Sukacita Injil, homili yang disiapkan, perhatian

terhadap kaum miskin dalam masyarakat, hdiup damai dan dialog serta

motivasi rohani dalam perutusan (EG,art. 17).

3. Struktur Penulisan dan Isi Singkat Dokumen Evangelii Gaudium

Struktur penulisan EG dapat dibagi menjadi lima bab, meliputi,

pendahuluan yang diberi judul sukacita, selanjutnya bab I, membicarakan tentang

perubahan perutusan Gereja, bab II mengenai di tengah kriris komitmen bersama,

bab III, tentang pewartaan Injil, dan bab IV, mengenai dimensi sosial evangelisasi

serta bab V mengenai para pewarta Injil yang dipenuhi Roh. Untuk lebih rinci

penulis akan menjelaskan seperti dibawah ini.

a. Pendahuluan

Pada pendahuluan dokumen EG ini meliputi; pertama sukacita yang

dibagikan, kedua, sukacita yang menggembirakan dan menghibur, ketiga

evangelisasi baru dalam menyampaikan iman. Ketiga bagian ini membicarakan

tentang sukacita yang diperbaharui bagi seluruh umat dan langkah baru

pewartaan.

Pertama, penulisan dokumen ini berawal dengan kata sukacita, hal ini

menunjukkan bahwa Paus Fransiskus mau mengajak seluruh umat untuk

mengalami sukacita lahir maupun batin dan memperbaharui perjumpaan dengan

Yesus sehingga akhirnya terlibat dalam karya pewartaan Injil. Surat Anjuran ini

membuka langkah baru bagi pewartaan sukacita karena dengan sukacita, masa

depan Gereja menggambarkan sesuatu yang hidup (EG art.1). Sukacita yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

22

dikehendaki Paus Fransiskus adalah sukacita yang tidak saja dialami oleh setiap

pribadi tetapi sukacita yang dibagikan kepada sesama.

Kedua, pada bagian ini Paus Fransiskus menekankan sukacita yang

menggembirakan dan menghibur dan akhirnya sukacita tersebut dapat di bagikan

kepada orang lain melalui pewartaan. Sukacita merupakan gambaran seorang

pewarta yang memiliki semangat untuk memberikan kehidupannya kepada

sesama, karena itu sikap yang ditampilkan tidak seperti orang yang patah

semangat, cemas dan kurang sabar (EG, art. 10).

Ketiga, Paus Fransiskus mengajak seluruh umat agar setelah mengalami

sukacita karena perjumpaan dengan Yesus dapat menyampaikan sukacita itu

kepada orang lain. Paus juga mengatakan bahwa dokumen ini bertujuan untuk

mematangkan kekayaan atau buah-buah hasil sinode para uskup dan juga

menyampaikan keprihatinan pribadi kepada Gereja khususnya pada pewartaan

sukacita (EG, art. 16).

b. Bab I Perubahan Perutusan Gereja

Pada bab I dalam dokumen EG memaparkan tentang Perubahan Perutusan

Gereja yang meliputi lima bagian. Pertama, Paus Fransiskus mengajak Gereja

untuk memiliki aktivitas yang bergerak keluar, terlibat dalam setiap situasi yang

dihadapi umatnya. Kedua, adanya kegiaan Pastoral dan upaya pertobatan. Ketiga,

pentingnya inti kedalaman Injil. Keempat, perutusan yang diwujudkan dalam

keterbatasan manusiawi. Kelima, belajar dari Bunda Maria yang memiliki hati

yang selalu terbuka kepada Allah.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

23

Pertama, Paus Fransiskus melihat bahwa setiap tugas perutusan memiliki

tantangan-tantangan yang selalu baru sesuai situasi zaman dan untuk itu semua

umat beriman Kristiani dipanggil untuk bergerak keluar bersama Gereja,

mengenal perkembangan zaman dan mematuhi panggilan Allah untuk turut dalam

karya keselamatan Allah. Setiap umat dan setiap komunitas keluar dari rasa

nyaman dan menjumpai orang-orang yang membutuhkan kebaikan Allah melalui

terang Injil sehingga sukacita Injil dapat dirasakan dalam tugas perutusan tersebut.

Seperti halnya Yesus selalu menemui orang miskin dan memberitakan Kabar

Sukacita dalam perjalanan karya-Nya, demikianpun setiap anggota Gereja diutus

untuk mewartakan Injil (EG, art. 20-21). Suatu panggilan untuk bergerak keluar,

“Pergilah, Aku mengutus engkau” (Kel 3:10) dan kepada Nabi Yeremia Allah

bersabda, “Kepada siapapun engkau Ku-utus, haruslah engkau pergi” (Yer 1:7)

Kedua, Paus Fransiskus mengajak seluruh umat agar mengusahakan

pertobatan dalam peziarahan hidup dan suatu pembaharuan yang tidak saja untuk

setiap pribadi tetapi untuk komunitas atau Gereja pada umumnya. Gereja perlu

melihat ke dalam diri dan mengenal keberadaannya di tengah dunia dan

memperbaiki segala cacat cela yang dilakukan oleh anggota-anggotanya (EG, art.

25-26).

Ketiga, dokumen EG juga membicarakan tentang "Mewartakan Injil"

berhadapan dengan bahaya mereduksi inti sebenarnya, yakni pengalaman kasih

Allah, ke aspek sekunder. Karena itu, Paus Fransiskus menekankan, bahwa

pelayanan pastoral jangan diidentikkan dengan transmisi ajaran. Penyampaian

pesan Kabar Sukacita melalui media zaman ini diusahakan tidak jauh dari pesan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

24

inti Injil. Pesan Injil yang disampaikan diharapkan sampai kepada umat dan dapat

menghubungkan dengan kehidupan konkret sehari-hari, dengan bahasa yang

sederhana dan tidak menghilangkan inti pokok yang berasal dari Injil (EG, art. 34-

39).

Keempat, Paus Fransiskus mengatakan Misi terwujud dalam keterbatasan

manusiawi. Walaupun Gereja tetap menyampaikan kebenaran yang sama, namun,

Gereja mengekspresikannya secara berbeda. Dalam keterbatasan bahasa dan

konteks manusiawi, para teolog memiliki kewajiban untuk membantu Gereja ke

arah interpretasi yang matang akan Sabda yang diwahyukan (EG, art. 40-45). St.

Thomas Aquinas mengatakan bahwa “keanekaragaman dan variasi adalah maksud

pelaku pertama, yang menginginkan agar apa yang menjadi kekurangan setiap hal,

mencerminkan kebaikan Ilahi disempurnakan oleh hal-hal lainnya, karena

kebaikan Pencipta tak dapat dicerminkan dengan tepat hanya oleh satu ciptaan,

oleh karena itu perlu menyerap keragaman berbagai hal dalam setiap relasi (EG

art. 40).

Kelima, Gereja seperti seorang ibu dengan hati terbuka, Gereja adalah

rumah Bapa dengan pintu terbuka, siap menerima siapa saja, terutama mereka

yang hilang, yang menjauhkan diri dari Gereja, dan bagi mereka yang miskin.

Paus Fransiskus lebih suka kepada Gereja yang memar, terluka, dan kotor,

daripada Gereja yang berpusat pada keamanan diri sendiri dan terjerat jaring

obsesi dan prosedur (birokrasi) (EG art. 46-49).

c. Bab II Di Tengah Krisis Komitmen Bersama


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

25

Pada bab II Dokumen EG ini membicarakan tentang Di Tengah Krisis

Komitmen Bersama yang meliputi pertama, beberapa tantangan dunia zaman

sekarang, kedua, godaan-godaan yang dihadapi oleh para pekerja pastoral.

Pertama, Paus Fransiskus mengatakan begitu banyaknya tantangan yang

dihadapi dunia zaman ini, bahwa tidak sedikit orang zaman ini yang menjalani

kehidupannya dengan kondisi yang buruk dan sangat berat. Setiap orang berjuang

untuk hidup dan rasa hormat di antara sesama manusia tak dirasakan lagi (EG, art.

52). “Manusia dilihat seperti barang konsumsi yang sekali pakai lalu dibuang,

mereka yang tersisih bukanlah orang-orang yang dieksploitasi, tetapi orang-orang

buangan, sampah yang dibuang” (EG, art. 53).

Kedua, para petugas pastoral atau katekis memberikan diri dalam

pelayanan dengan penuh semangat tetapi akibat perkembangan globalisasi sering

terjadi para katekis kehilangan identitas diri. Gaya hidup para pewarta atau katekis

menjadi lebih santai dan tidak melihat tugas sebagai suatu panggilan melainkan

melaksanakan tugas dengan keterpaksaan (EG,art. 78).

d. Bab III Pewartaan Injil

Bab III menjelaskan tentang Pewartaan Injil yang dibagi menjadi empat

bagian, pertama, seluruh umat Allah mewartakan Injil, kedua, Homili, ketiga,

mempersiapkan khotbah dan keempat evangelisasi untuk pendalaman kerygma.

Pertama, seluruh umat Allah yang bergerak maju menuju Allah dipanggil

untuk menjadi pelaku evangelisasi. Paus Fransiskus mengutip Paus Benediktus

XVI pada refleksi sinode para Uskup 2012, yang mengatakan;

selalu penting untuk mengetahui bahwa kata pertama, inisiatif sejati,


aktivitas sejati berasal dari Allah dan hanya dengan mengikutsertakan diri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

26

kita ke dalam inisiatif Ilahi, hanya dengan memohon inisiatif Ilahi ini kita
juga akan mampu bersama dan di dalam Dia menjadi pewarta Injil (EG, art.
112).

Kedua, Paus Fransiskus dalam dokumen ini menyampaikan sejumlah

anjuran bagi para imam dalam menyampaikan homili sebagai wujud utama dari

pewartaan Kabar Sukacita. Anjuran untuk menyampaikan homili dengan baik

dipaparkannya dalam 24 artikel, mulia dari artikel 135 sampai dengan artikel 159.

Homili merupakan pengalaman mendalam karena merupakan tempat perjumpaan

umat dengan sabda Allah yang dapat menghibur hati umat dengan rahmat Allah

sendiri yang membaharui hidup umat-Nya. Dengan homili Allah berkomunikasi

dengan umat-Nya dan semua ini membutuhkan persiapan baik dari kaum klerus

maupun umat yang mendengarkannya (EG, art. 135).

Ketiga, sebagai seorang pewarta memberi waktu untuk persiapan kotbah

merupakan suatu tugas yang sangat penting bahkan membutuhkan waktu yang

labih lama lewat studi, doa, refleksi, dan kreativitas masing masing. Paus

Fransiskus menyarankan agar setipa orang yang melaksanakan tugas berkhotbah

perlu memberi waktu bahkan di tengah-tengah kesibukan yang sangat penting

sekalipun (EG, art. 145).

Keempat, tugas perutusan yang diterima oleh seorang pewarta merupakan

tugas yang diberikan Allah agar setiap umat bertumbuh dalam iman, “Ajarlah

mereka melakukan segala sesuatu yang telah Ku-perintahkan kepadamu” (Mat

28:20). Evangelisasi atau pewartaan mengusahakan perkembangan yakni

berkembang dalam Kristus dan memberi motivasi kepada setiap pribadi agar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

27

semakin mengenal Allah, “Bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus

yang hidup dalam aku” (Gal 2:20, EG, art. 160).

e. Bab IV Dimensi Sosial Evangelisasi

Bab IV berisi tentang Dimensi Sosial Evangelisasi, dimana di dalamnya

berisi, pertama, gema komunal dan sosial kerygma, kedua, pelibatan kaum miskin

dalam masyarakat, ketiga, kesejahteraan umum dan perdamaian dalam

masyarakat, keempat, dialog sosial sebagai sumbangan untuk perdamaian.

Pertama, dimensi sosial evangelisasi berkaitan dengan kehidupan di luar

pribadi seseorang, demikianpun dalam dunia pewartaan setiap pewarta atau

katekis berhubungan dengan orang lain. Paus Fransiskus mengatakan sabda Allah

mengajarkan bahwa kehadiran sesama merupakan bentuk kehadiran Allah sendiri

yang terus berlangsung dalam kehidupan manusia. “Sesungguhnya segala sesuatu

yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina, kamu

telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25:40). Ketika kehidupan manusia dapat

dibagikan dengan orang lain maka gema komunal dan sosial evangelisasi akan

terlihat (EG, art. 179).

Kedua, setiap komunitas atau pribadi manusia dipanggil menjadi sarana

Allah untuk menjadi bagian dalam karya keselamatan-Nya yakni memperhatikan

kaum miskin dan memberi kebebasan kepada kaum miskin yang tertindas. Paus

Fransiskus juga mengajak untuk memiliki sikap solidaritas dengan mendengarkan

jeritan kaum miskin yang mengharapkan keadilan (EG, art. 187-188). “aku telah

memperhatikan dengan sungguh-sungguh kesengsaraan umat-Ku di tanah Mesir,

dan Aku telah mendengar seruan mereka yang disebabkan oleh pengerah-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

28

pengerah mereka, ya, Aku mengetahui penderitaan mereka, sebab itu Aku telah

turun untuk melepaskan mereka...Aku mengutus engkau..” (Kel 3:7-8). Seperti

pembebasan bagi kaum Israel demikianpun semua umat dipanggil untuk

membebaskan kaum yang terbelenggu.

Ketiga, kesejateraan dan perdamaian dalam masyarakat merupakan sesuatu

hal yang sangat menunjang kehidupan manusia, perdamaian yang dimaksudkan

dalam dokumen EG ini adalah membangun suatu tata dunia yang baru yang sesuai

dengan apa yang dikehendaki Allah dan terwujudnya keadilan di antara manusia

(EG, art. 219).

Keempat, evangelisasi atau pewartaan merupakan suatu bentuk dialog

sosial untuk membangun suatu perdamaian. Dalam EG ini dialog dapat dibagi tiga

bagian yakni dialog antar negara, dialog dengan kebudayaan dan pengetahuan dan

dialog dengan umat yang berkeyakinan lain. Semua bentuk dialog ini

mengusahakan kesejahteraan dan perdamaian umum dan untuk pengembangan

pribadi manusia seutuhnya (EG, art. 238).

f. Bab V Para Pewarta Injil Yang Dipenuhi Roh

Bab V membicarakan tentang para pewarta Injil yang dipenuhi Roh yang

dibagi menjadi dua bagian, pertama, alasan-alasan bagi dorongan perutusan yang

diperbarui dan kedua, Maria Bunda evangelisasi.

Pertama, ikatan dengan Allah dalam doa dan karya sangat dibutuhkan bagi

seorang pewarta atau katekis, untuk itu meditasi dan refleksi serta perwujudan

konkret sangat diharapkan dapat dilakukan dalam kesaksian hidup. Tanpa campur

tangan Tuhan dalam doa dan perjumpaan dengan-Nya dalam meditasi maka setia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

29

kegiatan dan karya menjadi tanpa nilai dan makna. Kekuatan untuk mewartakan

Kabar Sukacita hanya dapat dari doa dan relasi yang mendalam dengan Allah.

Pembaharuan diri dalam perutusan adalah memeperbaiki hubungan dengan Allah

secara lebih baik hari demi hari (EG, art. 262).

Kedua, kehadiran Bunda Maria dalam Gereja sangatlah penting. Bunda

Maria selalu ada untuk umatnya. “Dia bergabung bersama para rasul dalam

memohonkan Roh Kudus (Kis 1:14). Bunda Maria merupakan Bunda

Evangelisasi dan menjadi teladan bagi para pewarta dalam melaksanakan tugas

perutusan dengan berani tanpa rasa takut. “Inilah ibumu” (Yoh 19:26-27). Yesus

tidak membiarkan umat-Nya berjalan tanpa kehadiran seorang ibu, maka dengan

bimbingan Bunda Maria semua umat beriman akan sampai kepada Yesus (EG art

285).

C. Beberapa Tantangan Zaman Ini Menurut Paus Fransiskus dalam

Evangelii Gaudium

Paus Fransiskus menegaskan bahwa dunia masa kini diliputi oleh

semangat konsumerisme yang tinggi yang mengakibatkan pengalaman kesepian

dan kelahiran sikap puas diri akan hati yang tamak, yang senantiasa mengejar

kesenangan yang hampa dan kesadaran yang tumpul (EG art 2). Maka beliau

menekankan pentingnya umat beriman untuk memancarkan pancaran keselamatan

yang dibawa Kristus, karena Kristus sendiri sebagai pewarta pertama dan seorang

pewarta yang paling mulia, Dialah teladan bagi para katekis (EN art. 7). Beliau

juga melihat tantangan-tantangan zaman ini dapat mempengaruhi kehidupan umat


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

30

manusia terutama Gereja, di mana tantangan tersebut telah melemahkan iman

umat dan hilangnya keakraban dengan Yesus Kristus dan menjauhkan umat dari

Gerejanya. Beberapa tantangan zaman ini dalam EG dapat diuraikan sebagai

berikut:

1. Globalisasi Ketidakpedulian

Globalisasi adalah gerak tak tertahan yang membuat seluruh umat manusia

bersentuhan dan saling mempengaruhi. Globalisasi berarti kemungkinan untuk

bergerak secara global, untuk berkomunikasi secara global dan untuk memperoleh

informasi melalui media (TV, internet) dalam sekejap tentang apa yang terjadi di

mana-mana, tentang keanekaan budaya, agama, ideologi, pandangan dunia, dan

cita-cita estetik yang ada di dunia. Globalisasi merupakan suatu kesempatan yaitu

kesempatan ekonomis, kesempatan untuk memperoleh wawasan yang lebih luas,

dan kesempatan untuk keluar dari ikatan tradisi dan segi-segi sempit/picik budaya

sendiri (Suseno Magnis, F. Globalisasi: Tantangan bagi Integritas Kita, 2012: 43).

Paus Fransiskus dalam artikel EG berikut ini mengatakan:

Individualisme zaman pasca modern dan globalisasi menyukai cara hidup


yang melemahkan pengembangan dan stabilitas hubungan antar pribadi
dan merintangi ikatan-ikatan keluarga” (EG art. 67). “Dalam budaya yang
dominan dewasa ini, prioritas diberikan kepada hal yang lahiriah,
langsung, terlihat, cepat, dangkal dan sementara. Di banyak negara
globalisasi berarti kemerosotan yang berlangsung begitu cepat dari akar
budaya mereka sendiri dan invasi cara berpikir dan bertindak yang dimiliki
budaya lain yang secara ekonomi maju, tetapi secara etis lemah” (EG art.
62).

Artikel di atas menegaskan bahwa perkembangan globalisasi tidak selalu

membawa dampak baik kepada pribadi manusia. Perubahan zaman dan perubahan

gaya hidup kadang-kadang terletak pada kehidupan globalisasi yang sedang


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

31

berkembang. Paus mengatakan dampak negatif di atas yakni bahwa globalisasi

menarik orang kepada hidup individualisme, bahkan ikatan dengan sesama

saudara ataupun keluarga dapat terputus. Sekalipun relasi dengan Allah atau

kehidupan rohani terasa mendalam hal itu tidak tampak nyata dalam kehidupan

bersama orang lain atau kehidupan dalam dunia pewartaan (EG art. 78).

Perkembangan globalisasi menarik semua orang dari kebersamaan atau

persekutuan dengan orang lain dan hidup menyendiri, melahirkan pribadi-pribadi

yang tidak peduli terhadap sesama dan lingkungannya.

Paus Fransiskus dalam EG mengutarakan tantangan dalam dunia zaman

ini, salah satunya adalah globalisasi ketidakpedulian . “Anak-anak zaman ini dan

kita semua dipengaruhi oleh budaya globalisasi yang menawarkan nilai-nilai dan

kemungkinan-kemungkinan baru, juga dapat membatasi, mengkondisikan dan

akhirnya membahayakan kita” (EG art. 77). Bahaya yang terjadi adalah bahwa

anak-anak zaman ini dikuasai oleh media yang berkembang sehingga segalanya

dikondisikan oleh perkembangan global yang justru membawa ke arah yang

menjauhkan diri dari Allah dan sesama manusia. Artinya setiap nilai yang

diterima belum tentu berdampak baik bahkan malah menjatuhkan ke hal-hal

negatif terutama sikap egois dan tidak peduli dengan orang lain.

Globalisasi ketidakpedulian zaman ini menciptakan kesenjangan sosial,

kekerasan, konflik, ketidaksetaraan, kemiskinan, dan sikap hidup individualisme

yang sangat tinggi. Dalam dokumen Gaudium et Spes dikatakan bahwa:

“kemajuan yang bagi manusia memang besar nilainya, di lain pihak membawa

godaan besar. Sebab bila tata nilai dikacaukan dan kejahatan dicampuradukkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

32

dengan kebaikan, setiap orang dan kelompok hanya memperhatikan

kepentingannya sendiri, bukan kepentingan sesama” (GS art. 37). Hal ini

menunjukkan semakin tinggi sikap egoisme yang tumbuh dalam kehidupan

masyarakat.

Gaya hidup santai dan melebihkan waktu untuk kebebasan pribadi

memberi dampak buruk pada tugas perutusan karena melihat tugas perutusan

hanya sebagai tugas tambahan bukan sebagai yang utama. Sikap hidup

individualisme dan ketidakpedulian yang memupuk dalam diri membuat setiap

pribadi manusia tidak saling mengenal satu sama lain. Adanya kehilangan

kesadaran bahwa setiap manusia adalah makhluk sosial. Zaman ini berkembang

globalisasi ketidakpedulian dimana, gaya hidup yang diperjuangkan adalah gaya

hidup yang menyingkirkan sesama demi cita-cita egois diri. Suatu gaya hidup

yang tidak ada lagi rasa belas kasihan kepada kaum miskin, tidak mampu

menangis untuk mereka yang menderita, seolah-olah hidup tanpa orang lain. Ini

merupakan budaya kesejahteraan tetapi mematikan perasaan. Budaya yang

memberi kekayaan bagi mereka yang memiliki kekuasaan dalam bidang tertentu

tetapi bagi mereka yang tidak beruntung hanya bisa melihat dan tak mampu

menggerakan hati. Hati manusia manjadi tumpul dengan penderitaan orang lain

(EG art. 54).

2. Relativisme

Paus Fransiskus dalam EG mengatakan;

Tantangan-tantangan zaman ini berbentuk serangan yang nyata terhadap


kebebasan beragama atau penganiayaan yang ditujukan kepada umat
Kristiani. Penganiayaan tersebut mencapai tingkat kekerasan dan
kebencian yang membahayakan. Di banyak tempat permasalahannya lebih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

33

berupa ketidak-pedulian dan relativisme akibat kekecewaan dan krisis


ideologi yang muncul sebagai reaksi terhadap segala hal yang dianggap
sewenang-wenang yang melukai Gereja dan keseluruhan struktur
masyarakat (EG, art. 61). Relativisme juga terus-menerus berkembang
sehingga menyuburkan disorientasi hidup baik secara umum maupun
secara khusus di kalangan remaja dan kalangan dewasa muda, yang sangat
rentan terhadap berbagai macam perubahan (EG. art. 64).

Kehidupan zaman yang terus berubah juga mengubah kehidupan manusia, bahwa

setiap pribadi manusia ingin membangun kebenarannya sendiri tanpa bekerja

sama dengan orang lain sehingga cita-cita bersama tidak tercapai. Artikel di atas

menjelaskan bahwa kehidupan umat Kristiani terancam dan selalu hidup dalam

rasa takut karena kebencian sekelompok orang dan mengarah kepada kaum muda

atau generasi muda yang justru menjadi penggerak untuk perkembangan Gereja di

masa mendatang.

Perkembangan zaman bukan saja memajukan kehidupan manusia tetapi

membawa dampak buruk bagi sebagian umat manusia lain terutama kaum

minoritas. Keterlibatan orang lain dalam kehidupan sesamanya dianggap

mencampuri urusan orang tersebut, hal ini membuat orang semakin mengurung

diri dan takut untuk bergabung dalam kehiduapan sosial. Proses sekularisasi

cenderung mengerdilkan iman, menghasilkan kemerosotan etis yang semakin

meningkat dan rasa penyesalan dosa pribadi maupun kolektif menjadi lemah (EG,

art.64), hal ini mengarahkan umat manusia kepada ketumpulan hati dan setiap

perbuatan jahat dianggap biasa saja. Tingkat ketidak-pedulian maningkat dan rasa

sesal atas dosa tidak diabaikan, seolah-olah setiap kejahatan yang dilakukan

bukan perbuatan dosa. Paus mengatakan “hati nurani telah tumpul” (EG, art. 2).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

34

“Sikap hidup relativisme melakukan tindakan seakan-akan Allah tidak

ada, membuat keputusan seolah-olah orang miskin tidak ada, menentukan tujuan

hidup seakan-akan orang lain tidak ada, dan bekerja seolah-olah umat yang belum

menerima Injil tidak ada” (EG,art. 80). Paus Fransiskus menjelaskan bahwa

manusia memikirkan pandangan sendiri tanpa melihat dari sudut pandang orang

lain. Dewasa ini relativisme telah menyebabkan krisis nilai yang kerap kali

dikaitkan dengan merosotnya nilai-nilai moral kehidupan. Suatu tndakan korupsi

dipandang wajar dan adanya kekerasan terhadap manusia, main hakim sendiri,

perkosaan, perampokan, teror merebak di mana-mana.

Zaman ini juga adanya tindakan atau praktek aborsi ilegal di mana-mana

menjadikan tindakan “membunuh janin”, yang tak berdosa. Seorang manusia

yang tidak mempunyai pembela, hanya untuk memecahkan masalah kehamilan

yang tidak dikehendaki. Manusia mengalami proses pendangkalan dalam

menghayati kehidupannya, kehidupan sesamanya, dan kehidupan bersamanya

dengan orang lain. Krisis nilai dengan demikian tidak sama sekedar sebagai suatu

krisis konsep atau gagasan atau ide mengenai kebaikan. Krisis nilai adalah krisis

kehidupan dalam arti etis dan moral secara mendalam, real, konkret. Dapatkah

kita membutakan diri terhadap aneka kekerasan dan ketidakadilan yang nyata

dalam masyarakat dan memandangnya melulu sebagai peristiwa tanpa nilai?

3. Konsumerisme

Konsumerisme adalah sebuah gaya hidup yang menganggap barang-

barang mewah sebagai ukuran kenikmatan, kesenangan, kepuasan dan bahkan

kebahagiaan (http://katoliknews,petakakonsumerisme.com, diunduh 20 Juli 2017).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

35

Bahkan setiap model kehidupan mempunyai gaya hidup, cara pandang mengenai

dunia dan manusia masing-masing. Terkadang manusia dipandang sebagai barang

yang dapat diperjualbelikan dan dapat ditukar-tukar, sehingga melahirkan dalam

diri manusia sifat manipulasi terhadap sesamanya. Manusia seolah-olah tidak

mempunyai kehendak bebas dan kreativitas. Ia diterima oleh orang-orang di

sekitarnya karena ia bermanfaat, apabila tidak lagi berguna maka, ia akan

dibuang. Gaya hidup seperti ini dalam EG Paus Fransiskus, menyebutnya sebagai

“throw-away culture” (budaya sekali pakai lalu buang), (EG art. 53-54).

Paus Fransiskus juga mengatakan tentang bahaya besar di dunia zaman ini

dalam artikel berikut;

Bahaya besar dalam dunia sekarang ini, yang diliputi oleh konsumerisme
adalah kesedihan dan kecemasan yang lahir dari hati yang puas diri,
tamak, mengejar kesenangan sembrono dan hati nurani yang tumpul.
Ketika kehidupan batin kita terbelenggu dalam kepentingan dan
kepeduliannya sendiri, tak ada lagi ruang bagi sesama, tak ada tempat lagi
bagi si miskin papa. Suara Allah tak lagi didengar, sukacita kasih-Nya tak
lagi dirasakan, dan keinginan untuk berbuat baikpun menghilang (EG,
art.2).

Tantangan zaman ini seperti yang diungkapkan Paus di atas menggerogoti jiwa

manusia yang lebih memilih untuk mencari kebahagiaan diri tanpa peduli kepada

sesama di sekitar, itulah gaya konsumerisme yang mengabaikan orang miskin dan

terlantar dan mengumpulkan banyak kekayaan untuk dirinya sendiri. Hal ini

membuat setiap manusia seperti hidup di dalam ruangnya sendiri. Konsumerisme

juga lahir dari sel dasar kehidupan yakni keluarga, seperti yang diungkapkan Paus

Fransiskus dalam dokumen Laudati Si; “Sering kali orang tua hidup dalam

konsumerisme instan dan berlebihan, yang menyebabkan anak-anak mereka


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

36

mengalami kesulitan yang semakin besar untuk mendapatkan rumah dan

membangun sebuah keluarga“(LS, art. 162). Artikel ini mau mengatakan bahwa

konsumerisme bukan saja ingin menguasai hidup orang lain atau barang-barang

tertentu tetapi juga berkuasa atas alam semesta.

Gaya hidup konsumtif lahir dari pemujaan terhadap materi. “Saya ada

kalau saya memiliki barang”. Inilah gaya hidup yang melukiskan sikap konsumtif

sehingga keberadaan seseorang dinilai dari memiliki uang sebanyak-banyaknya

dan kelimpahan barang mewah. Demikianpun harga diri hanya dapat diukur dari

nilai barang yang mahal, mewah dan apabila harga barang yang dimiliki terlalu

murah maka akan menurunkan harga diri.

Dengan melihat tantangan zaman ini yakni gaya hidup konsumerisme yang

tinggi, dan melihat ajakan Paus Fransiskus untuk mewartakan Kabar Sukacita

dalam dokumen EG, maka pertanyaan untuk orang beriman Kristiani adalah

Sukacita macam apakah yang diwartakan? Siapakah yang mewartakan Sukacita?

Pertanyaan ini ditujukan kepada semua umat beriman Kristiani yang hidup di

zaman penuh dengan gaya hidup konsumerisme. Orang Kristiani sendiri jatuh

dalam gaya hidup zaman ini dan membuat kehidupannya jauh dari kasih Allah.

Pengaruh konsumerisme menciptakan kelumpuhan bagi umat Kristiani untuk

terlibat dalam karya pewartaan atau kegiatan rohani lainnya dalam Gereja.

Paus Fransiskus dalam EG mengatakan; “Mekanisme ekonomi dewasa ini


meningkatkan konsumsi berlebihan, dimana konsumerisme tak terkendali
dan ketidaksetaraan tercipta sehingga merusak kehidupan sosial dan hal ini
menimbulkan perbedaan antara yang kaya dan yang miskin. Dengan
adanya kesenjangan sosial maka konflik dengan mudah timbul dalam
kehidupan masyarakat dan pada akhirnya orang-orang miskin yang
disalahkan. Demikianpun dalam kalangan orang-orang yang berpendidikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

37

tinggi, pemerintahan, bisnis, lembaga-lembaga, jatuh dalam korupsi yang


mengakar bagi hidup mereka” (EG, art. 60).

Konsumerisme menjadikan kehidupan manusia berurusan dengan uang.

Krisis di seluruh dunia membuat manusia jatuh pada mendewakan uang sehingga

terjadi ketidakseimbangan, kurangnya perhatian dan kasih kepada sesama

manusia. Sebagaimana pada zaman nabi Musa “Pemujaan terhadap anak lembu

emas kuno” (bdk. Kel 32:1-5). Demikianpun zaman ini banyak orang menghayati

hidup konsumtif, memberi kekuasaan kepada uang tanpa memperhatikan

kehidupan sesama (EG, art. 55). Umat manusia lebih memilih kehidupan duniawi

dan menjadi sangat pesimis untuk dunia kerasulan karena mereka merasa minder

dan rendah diri untuk mewartakan Injil.

Situasi zaman berubah secara cepat demikianpun masyarakat senantiasa

mengalami perubahan. Konsumsi merupakan aktivitas manusia sehari-hari di

samping produksi. Dalam aktivitas produksi, manusia menghasilkan barang

dengan cara mengolah sesuatu dari alam. Misalnya, tukang kayu membuat mebel

dari kayu jati. Petani jagung mengolah tanah dengan menanam jagung. Produk-

produk tersebut menjadi komoditas yang mempunyai nilai tukar. Pada zaman

sekarang orang pada umumnya tidak mengambil kebutuhan hidupnya dari alam,

melainkan membeli atau mengkonsumsi barang dari pembuat barang tersebut.

Umat manusia zaman ini tidak lagi membeli barang atas dasar kebutuhan

saja, melainkan karena barang tersebut dapat memberi kepuasan. Misalnya,

keinginan untuk memiliki HP; awalnya orang sekedar ingin bisa berkomunikasi

dengan mudah sehingga ia membeli telpon genggam, namun karena setiap kali

selalu ada model HP terbaru, orang lalu merasa membutuhkan HP tersebut dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

38

membelinya. Hal ini yang membuat manusia jatuh dalam gaya hidup

konsumerisme, seakan-akan ia membutuhkan barang, tetapi ternyata setelah

tersadar bahwa sebenarnya barang tersebut tidak dibutuhkan. Gaya hidup

konsumerisme menciptakan hilangnya kedalaman dan keheningan dalam diri

manusia, hilangnya solidaritas dan komitmen untuk hidup bersama, munculnya

ketidakadilan, konsumsi yang membuat kecanduan. Zaman ini orang tidak lagi

membeli barang tetapi membeli keinginan sebagai pemuasan diri.

4. Pesimisme

Revolusi cinta hanya dapat terjadi apabila setiap orang menjadi simbol

pengharapan bagi dunia sekitarnya dan tidak terjerumus ke dalam pesimisme yang

radikal. Inilah tantangan zaman sekarang bahwa manusia jatuh pada sikap

pesimisme radikal. Pesimisme radikal adalah ciri khas masyarakat yang

menggantungkan seluruh hidupnya kepada yang duniawi semata dan menutup diri

terhadap hal-hal adikodrati. Pesimisme radikal adalah karakter dasar orang-orang

yang hidup tanpa Allah. Hal ini tampak dalam patologi sosial seperti

pragmatisme, individualisme, krisis identitas dan hilangnya idealisme. Dalam

keadaan seperti ini orang cenderung menarik diri dari dunia dan mencari rasa

aman dalam spiritualitas kesenangan pribadi atau teologi kemakmuran tanpa

solidaritas sosial bagi kaum miskin (EG, art. 90). Spiritualitas dan teologi seperti

ini tidak pernah mencari kehendak Allah, tetapi keamanan dan kebebasan dirinya

sendiri (EG. art. 93). Sikap hidup yang pesimisme sangat mengganggu jiwa

manusia sehingga adanya sikap minder atau rendah diri untuk terlibat dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

39

kehidupan bermasyarakat dan lebih suka berada dalam kenyamanan diri. Paus

Fransiskus dalam EG menyerukan;

Salah satu godaan yang lebih serius yang menghambat keberanian dan
semangat adalah sikap menyerah kalah yang mengubah kita menjadi orang
yang suka bersungut-sungut, pesimis, mengeluh dan kecewa, “Orang
bermuka muram”, tak ada orang bisa berangkat ke pertempuran kecuali ia
sebelumnya sepenuhnya yakin akan menang” (EG, art. 85). “Mereka yang
merasa kecewa dengan kenyataan, terhadap Gereja dan diri sendiri
mengalami godaan yang tiada henti dan jatuh pada kemurungan jiwa yang
pahit, kurangnya pengharapan dan hati mereka seperti dicekam iblis (EG
art. 83).

Sikap hidup seperti ini tidak hanya menyerang orang dewasa tetapi terutama kaum

muda dimana seseorang mengalami proses pencarian identitas diri. Di dalam

proses penemuan identitas diri ini, sering kali kaum muda diperhadapkan dengan

suatu pengalaman hidup yang seringkali menghambat mereka dalam mencari jati

diri. Orang muda merasa gagal dalam menemukan identitas diri mereka yang

sebenarnya. Ketika seseorang gagal menemukan jati dirinya, maka akan timbul

kekecewaan, kebencian, serta ketidakpuasan terhadap diri sendiri. Paus Fransiskus

dalam EG mengatakan bahwa:

kaum muda seringkali tidak menemukan jawaban atas keprihatinan-


keprihatinan, kebutuhan-kebutuhan, masalah-masalah serta luka-luka hati
mereka dalam struktur-struktur yang biasa. Bahkan orang dewasa merasa
kesulitan untuk mendengarkan semua tuntutan-tuntutan, persoalan dan
bagaimana berbicara dengan bahasa yang mereka pahami (EG art.105).

Hal ini sebagai akibat perkembangan zaman yang diikuti dengan tantangan yang

begitu besar yakni rasa pesimisme terhadap diri sendiri. Banyak kaum muda yang

tidak punya rasa percaya diri yang tinggi, minder, mengasingkan diri, menyakiti

diri dan menyiksa diri dengan berbagai macam cara. Semuanya ini dapat membuat

mereka mengambil keputusan untuk melakukan tindakan bunuh diri sebagai tanda
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

40

bahwa mereka membenci dan tidak bisa menerima keberadaan diri mereka. Kaum

muda banyak yang sedang mengalami krisis identitas diri. Dan kaum muda yang

seperti ini tidak hanya kita temui di luar Gereja, tetapi juga dalam Gerejapun

banyak kaum muda yang memiliki masalah dengan dirinya sendiri. Banyak kaum

muda Gereja yang tidak punya gairah dan semangat untuk memuji Tuhan, bahkan

tidak mampu melayani dengan sepenuh hati karena mereka tidak memiliki rasa

percaya diri yang tinggi, tidak betah untuk berada di rumah Tuhan.

Sikap pesimisme adalah suatu keadaan di mana pribadi manusia tersebut

berada jauh dari kasih Allah sehingga melihat segala sesuatu menjadi tidak berarti

bahkan dirinya sendiri merasakan kesepian di tengah keramaian. Ini semua

menunjukkan bahwa setiap umat beriman Kristiani membutuhkan pertolongan

dan jawaban bagi masalah-masalah pribadi sehubungan dengan mengenal

identitas diri dan tanggung jawab sebagai anggota Gereja.

5. Klerikalisme

Dalam kehidupan menggereja zaman ini banyak ditemukan tantangan-

tantangan terutama kaum awam yang berkaitan dengan bidang pewartaan Injil

kepada umat. Mereka menemukan kesulitan untuk mengambil setiap keputusan

kecil berkaitan dengan tugas perutusan pewartaan, semuanya ini karena sikap para

imam yang mendominasi dalam membuat keputusan atau sering di sebut

Klerikalisme.

Sikap klerikalisme adalah sikap yang menikmati jabatan karena ambisi,


status, kuasa dan hal-hal duniawi yang menjadi bagian dari jabatan itu.
Sikap yang tidak terhubung dengan kehidupan yang lahir dari dunia sempit
yang hanya dihuni oleh diri sendiri dengan segala ambisi dan kebutaannya.
Sikap hidup yang menutupi kerapuhan dirinya dengan mencari kuasa dan
status (Bagus Laksana, Broken, 2017: 3).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

41

Paus Fransiskus dalam dokumen EG juga menyinggung soal para imam

dalam relasi dengan kaum awam seperti dalam artikel berikut ini;

Kesadaran kaum awam akan tugas dan tanggung jawab mereka sebagai
anggota Gereja yang telah menerima rahmat baptis membuat mereka siap
untuk terlibat dan melayani sesama umat dalam dunia pewartaan. Namun
mereka menemukan kesulitan bahwa kaum awam tidak diberi pembinaan
yang diperlukan untuk mengembang tanggung jawab penting, hal ini
terjadi karena dalam Gereja partikular, mereka tidak mendapat ruang
untuk berbicara dan bertindak karena klerikalisme imamat yang berlebihan
yang menjauhkan mereka dari pengambilan keputusan (EG, art. 102).

Paus Fransiskus menjelaskan bahwa kaum awam telah menyadari

tugasnya sebagai anggota Gereja karena rahmat baptis yang mereka terima untuk

terlibat dalam karya pewartaan atau kegiatan rohani dalam Gereja. Di sisi lain

para awam kurang memiliki kebebasan untuk menyampaikan ide atau pendapat

terutama dalam kaitannya dengan pewartaan karena kekuatan klerikalisme yang

berlebihan dalam kehidupan menggereja. Untuk melaksanakan karya pewartaan

secara maksimal dibutuhkan kerjasama antara para imam dan kum awam, tetapi

dewasa ini posisi dan peran kaum awam kurang diperhatikan, tidak mendapatkan

kebebasan. Hal ini melemahkan semangat para awam untuk melaksanakan tugas,

ataupun kalau kaum awam melakukan tugas, hal itu hanya sebatas tugas, tidak

dengan komitmen yang sepenuh hati.

Klerikalisme mendominasi segala kegiatan dalam Gereja tanpa

mendengarkan kaum awam sementara kaum awam seharusnya merupakan rekan

kerja khususnya dalam menjumpai umat Allah di masyarakat untuk membawa

warta Injil. Memang pengetahuan dan kharisma para awam atau katekis tidak

sama dengan kaum tertahbis, tetapi bahwa Kristus tidak pernah memilih orang-

orang hebat untuk melaksanakan tugas perutusan. Yesus memilih dan mengutus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

42

serta memampukan orang-orang yang dipercayakan-Nya. Kaum awam yakni

katekis, meskipun memiliki banyak kekurangan, akan dimampukan oleh Kristus

sendiri dalam melaksanakan tugas pewartaan. Kaum awam membutuhkan

pembinaan yang memadai terutama mengenai pengetahuan dan tradisi Gereja.

Klerikalisme menciptakan pesimisme dan keengganan umat untuk terlibat

dalam karya kerasulan Gereja. Relasi antar hirarki dan umat semakin jauh dan

akhirnya umat merasa tidak mendapatkan sapaan dari gembalanya. Perkembangan

zaman terkadang membawa umat semakin jauh dari Allah dan sesama saudara

kristiani. Di sisi lain Paus mengatakan bahwa “umat Kristiani berperang di antara

sesama umat karena iri hati, cemburu dan hilangnya relasi persaudaraan. Semua

ini akibat dari mencari kekuasaan dalam Gereja dan ada yang merintangi sehingga

muncul konflik” (EG art. 98). Ini merupakan akibat dari kurangnya keterlibatan

imam dalam menyapa dan bekerjasama dengan kaum awam, rendahnya

pembinaan terhadap umat.

Saat sekarang banyak kaum awam terlibat dalam kerasulan awam entah

sebagai prodiakon ataupun sebagai katekis. Tetapi keterlibatan mereka ini belum

menunjukkan kedalaman nilai-nilai kristiani dan tanpa adanya komitmen atau

motivasi untuk mewartakan Injil dengan lebih baik. Semuanya ini merupakan

tantangan besar dalam dunia pewartaan zaman ini bahwa sebagai katekis atau

pewarta tidak melaksanakan tugas perutusan dengan sepenuh hati atau memiliki

semangat misioner yang membawa nilai positif atau nilai iman bagi masyarakat.

Klerikalisme merupakan tantangan yang membuat kaum awam tidak

sepenuhnya berkembang, baik dalam pemahaman yang benar tentang pengetahuan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

43

iman Katolik maupun kesadaran sebagai pewarta. Dokumen Presbyterorum

Ordinis menjelaskan bahwa para imam menunaikan tugas sebagai bapa dan guru

yang luhur dan mulia, suatu tugas penting bagi semua umat Allah, dan bersama

umat menjadi murid-murid Tuhan yang oleh karena rahmat baptis semua orang

dipanggil untuk membangun Kerajaan Allah, dan sebagai anggota Tubuh Kristus

yang sama yang pembangunan dan pengembangannya diserahkan kepada semua

anggota (bdk PO art. 9). Paus Fransiskus juga mengatakan tentang kelangkaan

panggilan imamat dan hidup bakti karena kurangnya semangat dan daya tarik

kerasulan kepada komunitas orang muda, disamping itu para imam di paroki-

paroki terlihat tidak gembira untuk itu perlu proses yang lebih baik untuk memilih

para calon imam yang sungguh tekun berdoa dan memiliki semangat untuk

mengajak kaum muda tentang jalan pengabdian khusus. Para calon imam juga

tidak diterima apabila memiliki motivasi untuk mencari kekuasaan, kemuliaan

manusiawi dan kesejahteraan ekonomi (EG art. 107).

D. Konsekuensi Tantangan Zaman Ini bagi Pewartaan menurut

Evangelii Gaudium

Dengan melihat beberapa tantangan di atas maka Paus Fransiskus

menjelaskan tentang konsekuensi yang harus diambil atau yang diterima umat

beriman Kristiani dalam tugas pewartaan. Umat manusia telah jatuh kepada

globalisasi ketidakpedulian, relativisme, konsumerisme, pesimisme dan

klerikalisme, dimana kehidupan manusia semakin dipengaruhi oleh

perkembangan zaman dan tidak memiliki keinginan untuk membangun relasi


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

44

dengan Allah. Umat beriman Kristiani juga kurang terlibat dalam kegiatan Gereja

atau kegiatan bidang pewartaan karena merasa takut, rendah diri dan mengurung

diri dalam kenyamanan sendiri.

Paus Fransiskus dalam EG mengatakan, “ketika Gereja meminta umat

beriman Kristiani menerima tugas pewartaan, ia sungguh-sungguh sedang

menunjukkan sumber pemenuhan pribadi yang autentik, bahwa hidup tercapai dan

menjadi matang sejauh ditawarkan sebagai pemberian kepada sesama” (EG art.

10). Artikel ini menunjukkan bahwa, seorang pewarta baik katekis maupun

semua umat beriman Kristiani diajak untuk tetap mewartakan Injil meskipun

menghadapi banyak tantangan. Pewartaan adalah perutusan di mana ada

pemberian diri untuk melayani sesama. Konsekuensi bagi pewartaan berhadapan

dengan tantangan zaman ini adalah bahwa semua umat beriman Kristiani tetap

“memulihkan dan memperdalam semangat sehingga ada sukacita yang

menggembirakan dan menghibur untuk mewartakan kabar baik bahkan dengan

deraian air mata sekalipun” ” (EG art. 10). Setiap umat diharapkan membawa

Kabar sukacita kepada sesamanya.

1. Pewartaan sebagai Sukacita Injil

Dengan melihat globalisasi ketidakpedulian yang merupakan tantangan

zaman ini maka konsekuensinya bagi dunia pewartaan adalah tetap menghadirkan

Sukacita Injil yang dapat menyentuh hati dan membangkitkan semangat hidup

umat untuk membangun sikap peduli terhadap sesama karena sukacita itu sendiri

berasal dari Allah dan mengalir ke dalam setiap pribadi manusia. Dalam dokumen

EG dikatakan; “Keselamatan yang telah dilaksanakan oleh Allah dan diwartakan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

45

oleh Gereja dengan sukacita adalah untuk semua orang, tidak seorangpun dapat

menyelamatkan dirinya dengan usaha sendiri tetapi Allah menyelamatkan semua

orang, setiap manusia” (EG art. 113).

Perkembangan arus globalisasi dan perubahan dalam kehidupan

masyarakat terjadi begitu cepat. Sebagian masyarakat perkembangan ini menjadi

kesempatan untuk maju namun bagi sebagian kecil manusia lain perkembangan

ini adalah keprihatinan, karena arus informasi yang menawarkan berbagai hal

yang baik maupun yang buruk terjadi begitu cepat, termasuk penyakit globalisasi

ketidakpedulian yang membuat orang kehilangan rasa kasih sayang kepada orang

lain. Namun meskipun perkembangan globalisasi membawa perubahan dalam

segala bidang kehidupan, ada satu yang tetap sama dan tidak berubah bagi umat

beriman Kristiani yaitu; Yesus Kristus. “Yesus Kristus tetap sama baik kemarin

maupun hari ini dan sampai selama-lamanya” (Ibrani, 13:8).

Setiap hari umat Kristiani berdoa, doa yang diajarkan Yesus Kritus kepada

para rasul; “Datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu, di bumi seperti di

Surga” (Mat 6:10), dan kita memohonkan Kerajaan-Nya bagi dunia. Kerajaan

bukan soal makanan, minuman atau harta dunia tetapi soal kebenaran, damai

sejahtera dan sukacita dalam Roh Kudus” (Rom 14:17). Allah menghendaki

bahwa sukacita Injil yang diwartakan setiap hari merajai kehidupan umat

manusia. Bahwa tantangan-tantangan zaman ini jangan sampai melemahkan dunia

pewartaan untuk mewartakan Kabar Sukacita, karena Roh Kudus Allah senantiasa

selalu menghibur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

46

Pewartaan sebagai sukacita Injil karena di dalam pewartaan itu sendiri

terjadi suatu perjumpaan antara Allah dan manusia dan antara sesama manusia

sehingga Allah sendiri yang mengukir sukacita dalam hati setiap umat-Nya.

Pengalaman perjumpaan ini menjadi motivasi dan daya kekuatan untuk

mewartakan Sukacita Injil kepada sesama. Seperti amanat Yesus kepada para

murid dan kepada kita semua, “...pergilah jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan

baptislah mereka dalam Bapa dan Anak dan Roh Kudus” (Mat 28:19).

Dan dengan rahmat baptis ini semua orang beriman terlibat dalam karya

pewartaan. Roh Kudus mengubah manusia lama yang dikuasai dosa menjadi

manusia baru, “Roh Kudus dapat dikatakan memiliki kreativitas tak terbatas,

pikiran Ilahi, yang tahu bagaimana menyelesaikan setiap persoalan manusia dan

permasalahan yang paling rumit sekalipun dan sulit dipahami” (EG art.178). Kita

semua yang telah menjadi anggota Gereja dipanggil untuk memberi perhatian

kepada mereka yang lemah di bumi, melindungi dunia yang rapuh dan semua

yang ada di sekitar kita (Bdk EG art. 209-216).

Pewartaan merupakan sumber sukacita yang besar bagi Gereja, seperti

kutipan dalam Injil Lukas, ”Aku berkata kepadamu; demikian juga akan ada

sukacita di surga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita

karena sembilan puluh sembilan orang yang tidak memerlukan pertobatan” (Luk

15:17). Di hadapan Allah setiap pribadi manusia adalah harta yang bernilai

sehingga Allah tidak menginginkan ada yang hilang demikianpun sukacita Allah

harus dirasakan setiap umat-Nya. Umat beriman Kristiani berusaha setiap waktu

memperdengarkan kembali secara terus-menerus, yaitu bahwa Yesus Kristus


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

47

mengasihi, mengorbankan hidup-Nya untuk menyelamatkan umat manusia dan

mendampingi hidup setiap hari, menerangi, meneguhkan dan membebaskan hidup

manusia dari perbudakan (EG art. 164). Namun terlebih dahulu mengingatkan hal

ini untuk diri sendiri sehingga tantangan yang ada tidak melemahkan semangat

pewartaan.

2. Isi Pewartaan

Dengan melihat tantangan zaman ini yang sudah diuraikan di atas maka isi

pewartaan adalah “setia kepada Injil yang mengajak kita untuk menanggapi Allah

yang mengasihi dan menyelamatkan kita, untuk memandang Allah dalam diri

sesama dan untuk keluar dari diri kita sendiri, mencari kebaikan sesama” (EG

art.39). Pewartaan juga mengutamakan pribadi manusia untuk diselamatkan

dibandingkan dengan segala urusan administrasi yang harus dipenuhi. Paus

Fransiskus dalam EG mengungkapkan tentang hal ini seperti berikut:

Kita mengakui bahwa sebagian umat yang telah dibaptis kurang rasa
memiliki terhadap Gereja disebabkan oleh struktur tertentu dan suasana
yang kurang bersahabat di beberapa paroki dan komunitas atau pendekatan
birokrasi dalam menangani permasalahan baik yang sederhana maupun
yang rumit dalam kehidupan umat. Pendekatan administrasi lebih penting
dari pada pendekatan pastoral, seperti penekanan pelayanan sakramen
tanpa bentuk lain dari pewartaan Injil (EG art.63).

Artikel di atas menekankan bahwa zaman ini mengarahkan hidup manusia kepada

konsumerisme, materialisme, fundamentalisme, dimana pribadi manusia tidak

diperhatikan tetapi gaya hidup dan struktur urusan administrasi lebih penting.

Dalam dokumen EN dikatakan bahwa “salah satu alat pembebasan yang

didukung Gereja adalah penegakan hak asasi manusia dan salah satu dari hak-hak

asasi itu adalah kebebasan dalam beragama (EN art. 39). Isi pewartaan adalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

48

memberi harapan baru bagi manusia bahwa “keselamatan tidak hanya dimengerti

dalam arti material, dengan humanisme sempit” (EN art. 33) tetapi pribadi

manusia seutuhnya yang diselamatkan. Pewartaan Injil berkaitan dengan memberi

kesaksian secara sederhana dan secara langsung akan Allah yang diwahyukan

oleh Yesus Kristus dalam Roh Kudus, bahwa dalam Yesus Putera-Nya Ia

mencintai dunia dan melalui sabda-Nya Ia menjelma dan menciptakan segala

sesuatu dan memanggil manusia untuk memperoleh kehidupan kekal (EN art. 26).

Dalam pewartaan perlu disampaikan juga bahwa, “Yesus Kristus

mengasihimu, mengorbankan hidup-Nya untuk menyelamatkanmu, dan kini hidup

untuk mendampingimu setiap hari, untuk menerangimu, untuk meneguhkanmu

dan untuk membebaskanmu” (EG art. 164). Pewartaan menjadi yang pertama dan

utama karena dapat dilakukan dengan berbagai cara melalui proses katekese pada

setiap saat. Pewartaan sangat penting melalui kesaksian hidup setiap hari lewat

perjumpaan dengan sesama.

Umat beriman Kristiani melaksanakan karya pewartaan terutama untuk

mereka mengalami padang gurun, kehampaan, mereka yang terpaksa

menyembunyikan identitas kekristenan, yang jatuh dalam rasa pesimisme,

individualisme, dan korban globalisasi ketidakpedulian agar di tengah situasi

seperti itu masih ada harapan baru, secercah terang kehidupan, oase rohani yang

membangkitkan semangat meskipun harus melewati salib, pengorbangan dan

penderitaan. Semuanya itu perlu disadari bahwa Yesus telah mengalami semua itu

untuk keselamatan manusia dan dunia (EG art. 86).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

49

Dengan karunia Roh Kudus setiap orang memiliki kharisma untuk

mewartakan Kabar Sukacita Injil yang memperbaharui Gereja dan umatnya.

Dengan diilhami karunia Roh Kudus maka inti pewartaan atau isi pokok

pewartaan dapat tersampaikan kepada umat (EG art. 130). Meskipun barbagai

tantangan yang timbul dalam dunia zaman ini sebagai konsekuensinya, pewartaan

Kabar Sukacita tetap dilakukan entah lewat media komunikasi maupun dalam

perjumpan hidup setiap hari. Melalui doa dan relasi yang akrab dengan Allah.

Pewartaan Injil juga menyentuh kehidupan konkret manusia baik pribadi

maupun sosial dan menanggapi situasi yang bermunculan terutama tentang hak

dan kewajiban tiap-tiap pribadi manusia, keluarga sebagai tempat pertama

mengembangkan hidup, dan masyarakat internasional berkaitan dengan

perdamaian dan keadilan. Pewartaan terutama menyoroti pribadi manusia agar

memiliki kebebasan hidup tanpa dipengaruhi oleh budaya dan perkembangan

zaman yang mengarah kepada materialisme, konsumerisme tetapi memiliki

kemampuan untuk memilah yang baik dalam perkembangan zaman ini untuk

kehidupan manusia seutuhnya.

3. Cara Mewartakan

Tantangan globalisasi ketidakpedulian, relativisme, konsumerisme,

pesimisme, dan klerikalisme hendaknya tidak menjadi penghalang untuk

mewartakan Kabar Sukacita Injil. Paus Fransiskus dalam EG mengungkapkan

bahwa cara mewartakan Sukacita Injil pada zaman sekarang adalah melalui

budaya setempat, lebih jelas diungkapkan dalam artikel berikut ini;

setiap orang yang menerima pewartaan rahmat iman dan diteruskan serta
dikembangkan dalam kehidupan mereka sehari-hari lewat bahasa dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

50

kebudayaan mereka sendiri, Roh Kudus sendiri memperkaya budayanya


dengan kekuatan Injil yang mengubah. Sejarah Gereja menunjukkan bahwa
Kristianitas tidak hanya memiliki satu ungkapan budaya, melainkan lebih
tepatnya, sementara tetap setia pada dirinya, dalam sikap percaya yang
kokoh pada pewartaan Injil serta tradisi Gereja, Kristianitas juga
mamntulkan berbagai wajah kebudayaan-kebudayaan dan bangsa-bangsa, di
tengah dirinya diterima dan mengakar. Dalam keragaman bangsa-bangsa
yang mengalami anugerah Allah, masing-masing sesuai dengan budayanya
sendiri, Gereja mengungkapkan katolisitasnya yang sejati dan memancarkan
keindahan wajahnya yang beranekaragam (EG art. 116).

Artikel di atasnya menjelaskan bahwa bahasa dan budaya setempat dapat

digunakan untuk mewartakan Injil, maka dalam tugas pewartaan baik imam,

biarawan/biarawati atau katekis awam dapat memasuki dunia umat dengan budaya

dan bahasa setempat untuk melaksanakan tugas perutusan mereka yakni

mewartakan Kabar Sukacita Injil. Dengan demikian setiap pewarta dapat

menterjemahkan tantangan zaman ini dengan bahasa dan budaya setempat dan

mendapatkan solusi untuk mengatasi setiap tantangan yang ada.

Dalam dokumen Inter Mirifica dan EN pewartaan dapat dilakukan melalui

media komunikasi yang dilakukan tanpa perjumpaan. Dunia internet atau media

sosial selalu merupakan dunia yang berwajah ganda. Banyak hal positif yang

bermanfaat dalam pengembangan hidup bersama, entah dalam membangun

solidaritas dan kesetiakawanan, serta persahabatan antar manusia. Tumbuh dan

berkembangnya aneka macam jejaring sosial seperti facebook, instagram, twitter,

yang menunjukkan betapa manusia dapat disatukan dan berkomunikasi dengan

orang-orang dari belahan dunia yang lain, tanpa ada batas waktu (IM art. 2, EN

art. 45).

Paus Fransiskus dalam EG mengatakan bahwa “Masing-masing anggota

Gereja dipanggil untuk memberi kesaksian tentang kasih Allah dan menemukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

51

cara yang terbaik untuk mewartakan Injil meskipun berhadapan dengan sikap

individualisme, keterbatasan dan kelemahan sebagai manusia. Kelemahan tidak

menjadi penghalang untuk mewartakan Injil tetapi menjadikan kelemahan sebagai

suatu dukungan dan dorongan untuk mewartakan kasih Allah (EG art. 121).

Mengutip surat Paulus kepada jemaat di Filipi; “Bukan seolah-olah aku telah

memperoleh hal ini, atau telah sempurna, melainkan aku mengejarnya, kalau-

kalau aku dapat juga menangkapnya, karena akupun telah ditangkap oleh Yesus

Kristus (Flp. 3:12-13).

Dewasa ini ada cara untuk mewartakan Sukacita Injil yang menjadi

tanggung jawab pribadi kita setiap hari, pertama-tama pewartaan Injil kepada

orang-orang yang kita jumpai sehari-hari, para tetangga, sahabat ataupun oang

asing sekalipun dan dalam pewartaan ini langkah pertama adalah membangun

dialog pribadi yang isinya berbagi suka dan duka kehidupan dan langkah

selanjutnya akan terjadi pewartaan sabda Allah (EG art. 127-128). Hal ini

merupakan salah satu cara untuk mewartakan Injil kepada orang-orang di sekitar

sehingga setiap perjumpaan menghasilkan buah-buah kebaikan.

Kita sebagai umat beriman Kristiani juga diajak oleh Paus Fransiskus

untuk tidak berpikir bahwa pesan Injil harus selalu disampaikan dengan rumus-

rumus tetap yang sudah dihafalkan atau dengan kata-kata khusus. Pewartaan Injil

dapat terjadi dengan berbagai cara yang berbeda sehingga tidak mungkin

menjelaskan atau menuliskan semuanya. Pewartan Injil juga didukung oleh

kharisma-kharisma setiap pribadi yang dianugerahkan oleh Roh Kudus untuk

memperbaharui Gereja, meskipun ada banyak perbedaan di antara pribadi yang


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

52

satu dan yang lain atau dengan komunitas, namun Roh Kudus mampu mengubah

keragaman itu menjadi suatu pewartaan. Mewartakan Injil kepada dunia

mencakup pewartaan kepada lingkungan-lingkungan kebudayaan profesional,

ilmiah dan akademis (EG art. 129-132).

Dalam dokumen EN dikatakan, selain isi pewartaan yang diperhatikan,

cara pewartaan Sukacita Injil juga merupakan hal yang sangat penting bahwa

dapat disesuaikan dengan waktu tempat dan budaya para penerima Injil (EN art.

40). Dengan perkembangan globalisasi zaman ini maka cara pewartaan Injil selain

yang sebutkan di atas dapat juga melalui media komunikasi terutama orang-orang

muda zaman ini yang akrab dengan alat dan sarana yang sedang berkembang saat

ini. Dalam dokumen CT dikatakan bahwa, pewartaan melalui media berupa,

televisi, radio, media cetak, rekaman dan semua madia audio-visual yang tersedia

zaman ini. Dengan cara pewartaan seperti ini harapannya mendapatkan hasil yang

lebih baik (CT art. 46).

Cara mewartakan Sukacita Injil juga dapat melalui homili, dimana dengan

kata-kata yang disampaikan umat dapat digerakkan dengan mendengarkan sabda

dan menemukan inspirasi. Allah menyentuh hati umat melalui homili, khotbah

para imam sehingga akhirnya perkembangan zaman tidak merenggut relasi umat

dengan Allah. Cara mewartakan Injil juga dengan keberanian untuk pergi keluar

tanpa rasa pesimis, takut, enggan atau cemas dan menggunakan kesempatan

mewartakan Kabar Sukacita Injil kepada sesama. Sukacita Injil adalah untuk

semua orang di seluruh dunia tanpa kecuali (EG art. 23).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

53

4. Panyadaran Tanggung jawab Gereja sebagai Pewarta

Gereja dipanggil untuk melanjutkan pewartaan Kabar Sukacita Injil, yang

dulu diwartakan dan diwujudkan oleh Yesus Kristus yang diutus untuk memberi

kesaksian tentang Allah yang penuh belas kasihan dan memiliki kepedulian yang

besar terhadap penderitaan manusia. Kristus tidak datang hanya untuk menebus

dosa manusia dan membiarkan manusia tetap menderita dalam perbudakan sosial,

budaya, politik dan ekonomi. Penyelamatan yang dilakukan oleh Yesus meliputi

seluruh aspek kehidupan manusia. Maka Gereja hendaklah melayani dengan tidak

mengesampingkan semua aspek sosial, ekonomi, budaya politik. Itulah Misi

Gereja yaitu Misi Pembebasan. Dalam perkembanan zaman ini dimana manusia

jatuh dalam konsumerisme, globalisasi ketidakadilan dan lain-lain, Yesus datang

untuk terlibat dalam dunia zaman ini membebaskan segala persoalan

ketidakadilan, kemiskinan dan pelanggaran hak asasi manusia serta kurang

penghargaan terhadap martabat manusia.

Maka untuk memenuhi tanggung jawab Gereja sebagai pewarta Injil, perlu

mengenal tantangan zaman ini dan mengatasi dengan mengikuti teladan Yesus

yang melayani dengan penuh pengorbanan. Bahkan Sang Guru sendiri

memberikan diri-Nya untuk disalibkan dan lambung-Nya ditikam untuk menebus

semua dosa umat-Nya. Gerejapun berjalan di jalan yang dilalui Yesus bahwa

kehadiran umat beriman Kristiani untuk membebaskan sesama manusia yang

telah terjerumus ke dalam hidup konsumerisme, pesimisme, relativisme, dan

globalisasi ketidakpedulian, sekalipun harus melalui kesulitan. Dengan demikian

martabat orang miskin, penderitaan kaum tertindas, anak jalanan, para lansia dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

54

semua orang yang kurang mendapatkan sapaan dapat dirangkul dan dipanggil

kembali ke pangkuan Allah Yang Maha Rahim. Dan akhirnya mereka berani

terlibat dalam kegiatan Gereja dan menjadi pewarta bagi sesama yang lain.

Paus Fransiskus dalam EG mengatakan bahwa perjumpaan dengan Yesus

menciptakan pembaruan dalam diri dan menghidupi kesetiaan;

Kedekatan Gereja dengan Yesus merupakan bagian dari suatu perjalanan


bersama;”persekutuan dan perutusan saling terkait secara mendalam”.
Dalam kesetiaan kepada teladan Sang Guru, sangat penting bagi Gereja
untuk pergi keluar dan memberitakan Injil kepada semua orang; ke setiap
tempat dalam setiap kesempatan tanpa ragu-ragu, enggan atau takut.
Sukacita Injil adalah untuk semua orang tanpa kecuali (EG art. 23).

Setiap anggota Gereja melaksanakan tanggungjawab yang berbeda, semua itu

dapat dilihat dari perutusan masing-masing. Baik para imam, biarawan-biarawati

maupun awam dalam segala bidang kehidupan memiliki tanggung jawab dalam

pewartaan entah melalui media komunikasi atau berkatekese secara langsung

merupakan kesempatan untuk membina suara hati umat beriman karena

pembinaan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan Gereja (CT art.16).

Amanat Yesus Kristus, “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa

murid-Ku.......(Mat 28:19-20). Yesus yang telah bangkit mengutus para murid-

Nya untuk mewartakan Kabar Sukacita kepada umat manusia di segala penjuru

dunia (EG art. 19). Konsekuensi dari kesadaran ini adalah bahwa meskipun

tantangan dunia begitu berbahaya pewartaan Kabar Sukacita Injil tetap dilakukan

oleh Gereja karena suatu keyakinan bahwa Yesus sendiri akan senantiasa

menyertai sampai akhir zaman.

Paus Fransiskus mengutip Paus Yohanes Paulus II yang mengatakan

“jangan sampai ada kekurangan dukungan untuk mewartakan Injil kepada mereka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

55

yang jauh dari Kristus, karena ini merupakan tugas pertama dan utama Gereja”.

Beliau menyadarkan Gereja bahwa kegiatan pewartaan zaman ini merupakan

tantangan bagi Gereja, dan konsekuensinya adalah bahwa tugas misioner atau

pewartaan tetap menjadi yang utama. Tugas ini menjadi sumber sukacita yang

besar bagi Gereja sekaligus memberi kesadaran bagi tanggungjawab Gereja (EG

art. 15). Tanggung jawab dan tugas Gereja adalah sebagai pelaku evangelisasi

karena bersama Gereja umat sedang berziarah menuju Allah. Gereja merupakan

misteri yang berakar dalam Trinitas tetapi juga nyata dalam sejarah sebagai suatu

bangsa peziarah dan pewarta Injil yang pada dasarnya merupakan inisiatif Allah

(EG art. 111).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

56

BAB III

PENGEMBANGAN DIRI KATEKIS SEBAGAI PEWARTA

BERDASARKAN INSPIRASI DARI EVANGELII GAUDIUM

Pengembangan diri katekis sebagai pewarta dalam kehidupan zaman ini

sangat dibutuhkan. Pengembangan diri katekis berkaitan dengan pelaksanaan

karya pewartaan di tengah umat beriman. Sebagai pewarta, seorang katekis harus

menampilkan diri sebagai sosok yang memiliki relasi yang akrab dengan Allah.

Penulis akan memaparkan pengembangan diri katekis sebagai pewarta

berdasarkan inspirasi dari EG. Penulis akan membahas sosok katekis dan

kebutuhan akan pengembangan serta peran dan upaya konkret Gereja dan katekis

untuk mengembangkan pribadi katekis sebagai pewarta.

A. Sosok Katekis Yang Diharapkan

Kata katekis berasal dari kata dasar katechein yang mempunyai beberapa

arti: mengomunikasikan, membagikan informasi, mengajarkan hal-hal yang

berkaitan dengan iman. (V. Indra Sanjaya, Belajar dari Yesus Sang Katekis,

2011:16). Berdasarkan Kitab Hukum Kanonik; “Katekis utama adalah Pastor

Paroki, yang dibantu oleh para klerus, tarekat hidup bakti dan serikat hidup

kerasulan, dan orang beriman awam Kristiani” (KHK 776). Ensiklik Redemptoris

Missio, dekrit tentang tugas misioner Gereja menyebutkan bahwa para katekis

memiliki kedudukan terhormat dalam Gereja. Para katekis adalah seorang

spesialis dan penginjil yang tak tergantikan dan merupakan barisan yang pantas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

57

dipuji, yang berjasa begitu besar dalam karya misioner di antara para bangsa, baik

pria maupun wanita, yang dijiwai semangat merasul, dengan banyak jerih payah

memberi bantuan yang istimewa dan sungguh-sungguh perlu demi

penyebarluasan iman dan Gereja (RM art. 73).

Katekis adalah semua umat beriman Kristiani, baik para imam maupun

awam yang dipanggil dan diutus oleh Allah menjadi seorang pewarta Sabda

Allah. Profesi kehidupan seorang katekis adalah mengajar, mewartakan Sabda

Allah. Pewartaan Sabda Allah merupakan bagian penting dari tugas pokok Gereja.

Pewartaan Sabda Allah adalah juga tugas pokok dari semua umat beriman sebagai

murid-murid Kristus. Hal ini diperintahkan oleh Yesus kepada murid-murid-Nya:

Teks Markus juga menjelaskan tugas seorang katekis: “Pergilah ke seluruh dunia,

beritakanlah Injil kepada segala makhluk. Siapa yang percaya dan dibaptis akan

diselamatkan tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum” (Mrk 16, 15-16, Mat.

28,19).

Seorang katekis bukan hanya seorang awam, tetapi kaum imampun adalah

katekis, bahkan seorang katekis utama (katekisnya para katekis) dalam Gereja

(khususnya paroki) yang bertugas mengajar agama dan moral kristiani kepada

umat yang dipercayakan kepadanya. Sosok katekis yang diharapkan zaman ini

adalah mereka yang memiliki wawasan yang luas tentang pengetahuan (Kitab

Suci, Ajaran-ajaran Gereja, Katekismus Gereja Katolik, dan Tradisi Gereja, Kitab

Hukum Kanonik), memiliki spiritualitas yang mendalam, ketrampilan atau

kemampuan yang memadai dan mau mempelajari kebudayaan-kebudayaaan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

58

dalam masyarakat untuk mendukung karya pewartaan. Sosok katekis yang

diharapkan perlu memiliki hal-hal berikut.

1. Memiliki Semangat Perjumpaan dengan Yesus

Semangat dasar seorang katekis dalam melaksanakan tugasnya adalah

memiliki semangat perjumpaan dengan Yesus yang sangat kuat dan mendalam.

Paus Fransiskus dalam EG mengharapkan kehadiran sosok katekis yang mampu

mewartakan Kabar Sukacita di tengah zaman ini dan yang memiliki relasi yang

akrab dengan Allah dan dengan budaya-budaya dalam masyarakat, seperti

ungkapan berikut ini; “semua umat Kristiani dalam keadaan apapun supaya

memperbaharui perjumpaan personal dengan Yesus Kristus atau membuka diri

dan membiarkan Yesus menjumpai kita” (EG art.3). Sosok katekis yang memiliki

ikatan yang tak terpisahkan dengan Yesus Kristus, yang selalu membaharui hidup

dan karyanya karena perjumpaannya dengan Yesus.

Hal ini yang juga dilakukan Yesus untuk selalu mengusahakan perjumpaan

dengan umat-Nya. Teks Injil Markus menjelaskan, “Marilah kita pergi ke tempat

lain, ke kota-kota yang berdekatan, supaya di sana juga Aku memberitakan Injil,

karena untuk itu Aku telah datang” (Mrk 1:37). Yesus selalu ingin berjumpa

dengan banyak orang agar semakin banyak orang yang mengenal Dia,

mengimani-Nya dan akhirnya mengikuti Dia. Yesus adalah Guru dan teladan bagi

para katekis. Katekis juga harus mau belajar Kitab Suci, Tradisi Gereja Katolik,

KGK, karena pengetahuan ini yang mendukung tugas pawartaannya dan terutama

yang mengembangkan dirinya. Katekis juga memiliki spiritualitas yakni

kemesraan dengan Yesus dan ketrampilan atau kemampuan berkomunikasi


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

59

melalui budaya-budaya setempat. Seperti Yesus yang berkeliling dari kota ke

kota, demikianpun para katekis harus mempelajari segala budaya di tempat di

mana katekis tersebut di utus.

Katekis juga diharapkan menjadi sosok yang akrab dengan sabda Allah.

Dalam EG, Paus Fransiskus mengatakan dengan jelas bahwa;

pewarta sabda harus pertama-tama mengembangkan keakraban pribadi


yang mendalam dengan sabda Allah. Ia hendaklah mendekati sabda Allah
dengan hati yang sungguh terbuka dan dalam sikap doa, sehingga sabda itu
secara mendalam meresapi pikiran maupun perasaannya, dan menciptakan
wawasan baru padanya (EG art.149).

Katekis harus mengembangkan diri dalam keterbukaan hati dengan sabda Allah

bukan hanya membaca dan merenungkannya tetapi meresapi pikiran, perasaan

hingga mendapatkan inspirasi baru atau wawasan baru dari sabda Allah tersebut.

Perjumpaan dengan Yesus yang semakin sering akan memiliki kemampuan

tersendiri bagi katekis di mana, katekis akan mampu berdialog dengan umat,

berdialog dengan tokoh masyarakat, kalangan pemerintahan dan tokoh agama

lain, berdialog dengan budaya dan situasi konkret masyarakat, terutama berdialog

dengan latar belakang kehidupan masyarakat. Perjumpaan dengan Yesus adalah

kebutuhan bagi seorang katekis dan mengalami sukacita yang bukan saja dialami

oleh katekis, tetapi sukacita bagi siapapun yang dijumpainya.

2. Berani Berkorban

Seorang katekis yang melakukan kehendak Allah mempunyai konsekuensi

untuk berkorban. Allah sendiri mau berkorban demi keselamatan umat manusia,

Ia merelakan Putra-Nya diutus ke dunia, hidup sebagai manusia demi

terlaksananya misi keselamatan umat manusia. Yesus sendiri berkorban agar


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

60

kehendak Allah terwujud, Ia rela menderita sengsara hingga wafat di salib. Para

katekis mewartakan Kabar Sukacita Injil agar semakin banyak orang mengenal

dan percaya kepada Yesus. Tugas pewartaan merupakan hal yang utama dan

pertama bagi katekis, karena itu berbagai cara dilakukan agar pewartaan tetap

berlangsung. Seperti Yesus yang berani berkorban dalam banyak hal bahkan

hidup-Nya, demikianpun para katekis juga harus berani berkorban demi

terlaksananya pewartaan Injil dan Injil yang diwartakan menghasilkan buah

berlimpah. Di dalam keberanian untuk berkorban, katekis tidak menggerutu tetapi

terus-menerus mewartakan Injil kapan saja dan di mana saja.

Paus Fransiskus dalam EG mengatakan; “Murid itu siap untuk

mempertaruhkan seluruh hidup mereka, bahkan sampai menerima kemartiran

untuk memberikan kesaksian bagi Yesus Kristus” (EG art.24). Pengorbanan

katekis merupakan bagian dari tugas perutusan yang dijalaninya, siap diutus dan

rela menjadi martir untuk memberikan kesaksian tentang Yesus. Karena itu

katekis harus memiliki keberanian untuk berkorban bahkan menjadi martir di

zaman sekarang, mempertaruhkan seluruh hidupnya untuk pelayanan karena

hidupnya merupakan suatu panggilan khusus yang dipersembahkan bagi Allah

dan melayani umat.

Seorang katekis harus berkorban banyak hal untuk mewartakan Injil.

Pengorbanan itu berupa kemauan untuk terus belajar, mengembangkan bakat dan

ketrampilan, melatih diri, menyediakan waktu, tenaga dan bahkan materi. Katekis

juga mau belajar tentang dunia informatika, teknologi dan media lainnya bahkan

latar belakang kehidupan umat sehingga dapat berkatekese, tahu apa yang mau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

61

disampaikan. Semuanya ini dapat dimiliki oleh seorang katekis melalui suatu

keberanian untuk berkorban. Semua pengorbanan ini supaya keselamatan dari

Allah dapat menyentuh banyak umat manusia di dunia.

Akhirnya Paus Fransiskus dalam EG mengatakan;

Sebuah komunitas yang mewartakan Injil terlibat dengan kata dan


perbuatan dalam hidup orang sehari-hari, komunitas ini menjembatani
jarak, mau menghambakan diri jika perlu, serta merangkul hidup manusia,
dengan menyentuh kemanusiaan Kristus yang menderita dalam diri
sesamanya (EG art. 24).

Sosok katekis yang rela berkorban adalah mereka yang mau menghambakan diri

melayani orang lain, siap menyapa setiap umat manusia dengan kasih Allah,

merangkul dan menyentuh pribadi Yesus dalam diri orang lain. Yesus adalah

teladan para katekis, Ia datang untuk melayani, “Anak Manusia datang bukan

untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nayawa-Nya

menjadi tebusan bagi banyak orang” (Mrk 10:45). Pengorbanan diri-Nya

mendatangkan keselamatan bagi umat manusia. Demikianpun para katekis rela

berkorban untuk keselamatan seluruh umat Allah.

3. Siap Melayani

Selain berani berkorban, seorang katekis yang bertugas melayani umat

dalam melakukan kehendak Allah adalah mereka yang siap melayani. Katekis

yang telah mengetahui konteks zaman ini dengan segala bentuk tantangan yang

dihadapi adalah katekis yang siap melayani dengan penuh semangat. Paus

Fransiskus dalam EG mengatakan; “Pada saat ini di kota-kota terjadi perdagangan

manusia, perdagangan narkotika, pelecehan dan eksploitasi anak-anak, orang-

orang lanjut usia dan lemah yang diabaikan serta berbagai bentuk korupsi dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

62

tindakan kriminal” (EG art.75). Kondisi seperti ini, siapa yang siap menemani dan

melayani mereka? Katekis mempunyai tugas untuk mendampingi semua umat

Allah, baik yang sedang mengalami masalah maupun mereka yang kuat.

Dalam tugas pelayanan seorang katekis tidak memilih bagi siapa mereka

hadir tetapi mereka hadir untuk menemani semua umat Allah baik yang sakit

maupun yang sehat, dengan usia yang muda maupun tua, terutama katekis hadir

untuk mereka yang sangat membutuhkan pendampingan. Sosok katekis seperti

inilah yang selalu siap untuk melayani kapan saja dan di mana saja bagi semua

umat yang dijumpai. Menurut Paus Fransiskus dalam EG, sosok katekis yang

diharapkan adalah;

mereka yang membantu banyak orang untuk disembuhkan atau meninggal


dalam damai di rumah sakit-rumah sakit darurat, mereka yang hadir bagi
mereka yang diperbudak oleh berbagai macam kecanduan di tempat-
tempat termiskin di bumi, mereka yang mengabdikan diri untuk
pendidikan anak-anak dan orang muda, mereka yang merawat orang tua
yang telah dilupakan oleh orang lain, mereka yang mencari cara untuk
menyampaikan nilai-nilai di lingkungan-lingkungan yang bermusuhan,
mereka yang melayani dengan banyak cara untuk menunjukkan kasih yang
besar bagi umat manusia, yang diilhami oleh Allah yang menjadi manusia
(EG art. 76).

Sangat jelas dikatakan dalam artikel di atas bahwa seorang katekis zaman ini

berhadapan dengan kehidupan pribadi manusia yang kurang saling

memperhatikan maka untuk mereka yang kurang mendapat dukungan dari

sesamanya mendapatkan pelayanan dari katekis. Karena itu katekis harus

memiliki ikatan dengan Yesus dalam perjumpaan yang dapat menciptakan

keberanian dalam dirinya dan siap melayani sesama dengan ketulusan. Melayani

tanpa memandang usia atau status sosial merupakan tugas katekis zaman ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

63

sehingga katekis tersebut mampu menjawab tantangan zaman dengan kekuatan

yang berasal dari Allah sendiri.

Katekis juga diharapkan untuk siap melayani dan menyampaikan nilai-

nilai kebajikan dan perdamaian di setiap lingkungan yang sedang bermusuhan.

Perubahan zaman yang terjadi saat ini juga turut merubah kehidupan manusia

sehingga katekis hadir untuk mendampingi secara khusus mereka yang terlupakan

dan jatuh dalam permasalahan hidup untuk memberi kekuatan dan dukungan

kepada mereka.

Sama seperti para Rasul, katekis juga diajak Yesus untuk selalu siap

melayani kehendak Allah. Katekis harus mengupayakan agar semakin banyak

orang mendapatkan keselamatan. Katekis diharapkan mengikuti jejak Yesus yang

berani berkorban dan berusaha untuk menghadirkan keselamatan bagi umat

manusia. Zaman ini katekis tampil di tengah umat untuk mewartakan Kabar

Sukacita Injil supaya keselamatan dapat menyentuh semakin banyak orang.

Katekis bergerak melayani kehendak Allah di mana tidak hanya menyampaikan

ajaran-ajaran Gereja, tetapi katekis diharapkan tampil mengenakan Yesus. Katekis

hadir di tengah-tengah mereka yang tersingkir, miskin, tunawisma, pecandu

narkotika, pengungsi, para lanjut usia yang terasing dan terlantar.

Sekali lagi dalam EG, Paus Fransiskus mengajak umat beriman; “bahwa

seruan-seruan Kitab Suci yang memerintahkan kita dengan tegas untuk

melaksanakan kasih persaudaraan, untuk melayani dengan rendah hati dan murah

hati, untuk berlaku adil serta berbelaskasih kepada kaum miskin” (EG art. 194).

Semuanya ini menjadi harapan umat beriman agar melalui para katekis, umat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

64

dapat mengenal Yesus dan lebih percaya kepada-Nya serta mampu menyapa

mereka yang lemah dan miskin dengan kasih Allah.

4. Terbuka dan Dialog terhadap Perkembangan Zaman

Katekis yang diharapkan zaman ini adalah katekis yang memiliki

keterbukaan terhadap perkembangan zaman dan mampu membangun suatu

dialog. Pertama-tama katekis perlu memiliki keterbukaan untuk suatu pertobatan

dan keterbukaan untuk selalu membaharui diri. “Konsili Vatikan II menghadirkan

pertobatan Gereja dalam wujud keterbukaan untuk membaharui diri terus-menerus

yang berasal dari kesetiaan kepada Yesus Kristus, membaharui diri secara

berkelanjutan” (EG art. 26). Hal ini menunjukkan bahwa keterbukaan dan dialog

seorang katekis berawal dari Yesus, bahwa lewat perjumpaan dengan-Nya, katekis

tersebut selalu membaharui diri yang dilakukan secara berkelanjutan tanpa batas.

Perkembangan zaman ini membutuhkan dialog yang baik dengan semua

pihak untuk menciptakan semangat persaudaraan dan perdamaian. Katekis harus

terbuka terhadap situasi umat, kehidupan sosial budaya dan perubahan zaman

yang semakin maju, sehingga dalam pelayanan melalui katekese, katekis juga

mampu terbuka terhadap umat dan juga sebaliknya umat terbuka terhadap para

katekis. Dalam EG Paus Fransiskus mengatakan;

Keterbukaan sejati mengandung sikap tetap teguh dalam keyakinnnya


sendiri yang terdalam dengan identitas yang jelas dan gembira, terbuka
untuk memahami tradisi-tradisi dan pendirian-pendirian keagamaan dari
pihak lain dan mengetahui bahwa dialog dapat memperkaya pihak masing-
masing (EG art. 251).

Seorang katekis yang terbuka terhadap perkembangan dunia dan tentang

kehidupan masyarakat baik yang memiliki keyakinan maupun tidak akan semakin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

65

menambah wawasan katekis itu sendiri. Memahami tradisi lain dan berusaha

membangun dialog dapat memperkaya dan saling mengenal kebenaran dan

kebaikan pihak lain baik tradisi maupun keyakinan. Situasi dunia saat ini hari

demi hari mengalami perkembangan yang juga berdampak pada perkembangan

pribadi manusia. Oleh karena itu sering terjadi konflik, baik dalam keluarga,

masyarakat maupun negara, maka untuk menyatukan semua yang terpecah

membutuhkan dialog yang intens. Katekis harus memilki kemampuan untuk

berdialog dengan orang lain, dengan semua pihak untuk dapat perlahan-lahan

menanamkan nilai-nilai perdamaian dan keadilan.

Melalui dialog dan sikap keterbukaan katekis melaksanakan tugas

pewartaan, menciptakan perdamaian. Paus Fransiskus dalam EG mengatakan;

“Sikap keterbukaan terhadap kebenaran dan kasih harus menjadi ciri dialog

dengan para pengikut agama non-Kristiani dan dialog antar agama merupakan

syarat yang perlu untuk perdamaian dunia dan menjadi tugas bagi umat Kristiani

serta komunitas-komunitas religius lainnya” (EG art. 250). Sosok katekis harus

terbuka, berani dan membangun relasi yang baik dengan semua pihak karena

dengan cara ini segala kesenjangan sosial dalam masyarakat dapat diatasi dengan

dialog. Dialog inilah yang akhirnya melahirkan perdamaian terutama orang-orang

miskin dan tersingkir.

Katekis bahkan harus mampu berkomunikasi dengan umat beragama lain

atau yang tidak beragama untuk bersama-sama membangun kehidupan yang

bermartabat di tengah masyarakat di mana adanya saling kepedulian,

persaudaraan, saling menghargai, solidaritas sehingga segala permasalahan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

66

bersama dapat dihindari, terutama bentuk-bentuk fundamentalisme di dalam

setiap keyakinan. Paus Fransiskus menegaskan tentang pentingnya perdamaian,

keadilan dan persaudaraan, melalui dialog yang baik dan hormat dengan semua

orang dari semua agama maupun tidak beragama. Dialog dapat dibangun antar

negara, masyarakat termasuk ilmu dan budaya serta antar agama. Dialog ini

diperlukan agar wawasan katekis semakin luas sehingga mengenal semua

komunitas dalam masyarakat. Dialog diadakan untuk mencari kebaikan bagi

kepentingan bersama, dalam hal ini tidak ada lagi kepentingan kelompok atau

pribadi melainkan kepentingan bersama untuk mewujudkan perdamaian yang

berdasarkan atas cinta kasih (bdk, EG art. 238).

B. Kebutuhan akan Pengembangan Wawasan Katekis sebagai Pewarta

dalam Konteks Zaman Ini

Kebutuhan yang harus dipenuhi untuk pengembangan wawasan katekis

sebagai pewarta merupakan hal yang harus di lakukan. Seorang katekis harus

memiliki wawasan yang luas dalam konteks zaman ini, yakni pengetahuan,

ketrampilan serta spiritualitas yang mendalam. Katekis juga harus

mengembangkan diri dan terampil memahami kebudayaan-kebudayaan

masyarakat setempat. Katekis yang terus melatih diri menambah wawasan dengan

mengikuti perkembangan teknologi, mempelajari dunia informatika sehingga

terampil dalam berkomunikasi dengan masyarakat yang hidup di zaman ini.

Pengembangan wawasan katekis dalam konteks zaman ini sangat

diperlukan untuk mendukung karya pewartaan dan mengatasi kesenjangan sosial


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

67

yang terjadi dalam masyarakat. Dalam situasi seperti ini para katekis dapat

mengenal kehidupan umat yang pada zaman ini banyak yang jatuh dalam “sikap

hidup acuh tak acuh, relativisme dan kekerasan yang meluas” (EG art. 61). Dalam

EG, Paus Fransiskus mengatakan, “Saling memperkaya itu penting, melalui dialog

dengan saudara-saudari kita dari Kristen Ortodox. Sebagai umat katolik, kita juga

mempunyai kesempatan untuk belajar lebih banyak mengenai arti kolegialitas

(persaudaraan) para Uskup dan pengalaman mereka mengenai bersinode” (EG art.

246).

Untuk mengembangkan diri, seorang katekis harus memperkaya diri

dengan membangun dialog dengan pihak lain dan dalam artikel di atas, dikatakan

katekis bisa mempelajari dari teladan para uskup yang selalu meluangkan waktu

untuk suatu perjumpaan. Hal ini dapat saling membagi pengalaman dan inspirasi

dan membangun persaudaraan terutama saling mengembangkan diri dalam

melaksanakan tugas perutusan. Sebagai murid Kristus, katekis di utus untuk

berkomunikasi dengan umat yang berkeyakinan lain melalui dialog. Dialog

membantu katekis mendapatkan wawasan yang lebih luas tentang berbagai bidang

kehidupan (pengetahuan, spiritualitas, kebudayaan dan keterampilan) yang

membantu katekis untuk semakin berkembang dan memiliki semangat dalam

pelayanan.

1. Pengetahuan Katekis

Untuk mewartakan Kabar Sukacita, katekis tidak hanya memiliki kemauan

saja. Katekis diharapkan mempunyai bekal untuk menunjang dan mendukung

tugas perutusannya. Oleh karena itu pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

68

katekis akan menolong dalam mewartakan Kabar Sukacita secara benar dan tepat.

Maka dalam penyampaian pesan Sukacita secara benar kepada umat beriman,

katekis perlu memiliki pengetahuan tentang metode, budaya, konteks zaman ini

dan situasi umat.

a. Mendalami berbagai dokumen dan harta kekayaan iman Gereja

Katekis di tuntut untuk menyampaikan pesan Sukacita dengan benar.

Untuk mendapatkan hasil yang baik, menyampaikan Kabar Sukacita secara benar

dan pelayanan yang sungguh-sungguh kepada umat, katekis perlu memiliki

pengetahuan dan mendalami tentang berbagai dokumen dan harta kekayaan iman

Gereja. Dalam EG Paus Fransiskus mengatakan;

para pastor dan seluruh umat beriman awam yang mendampingi saudara-
saudarinya dalam iman dan dalam perjalanan keterbukaan kepada Allah
harus selalu ingat bahwa Katekismus Gereja Katolik mengajarkan dengan
sangat jelas; “tanggung jawab atas perbuatan bisa berkurang, oleh
ketidakpahaman, ketidaksadaran, paksaan, perasaan takut, kebiasaan,
emosi yang berlebihan, serta faktor psikis atau faktor sosial lain”. Maka
perlu mendampingi dengan belaskasih, kesabaran untuk perkembangan
setiap pribadi dari hari ke hari (EG art. 44).

Paus Fransiskus mengajak para imam dan katekis untuk sungguh mempelajari

dengan benar KGK agar umatpun dapat memahami secara benar pula. Pemahaman

yang benar tentang KGK dari seorang katekis akan membantu umat

mengembangkan dirinya dan bahkan mengembangkan umat yang didampinginya.

Katekis harus mampu mengajak umat untuk bertanggungjawab atas rahmat

baptisnya dan tidak terpengaruh oleh situasi sosial masyarakat atau siatuasi psikis

dalam dirinya. Semuanya ini berawal dari katekis sebagai teladan bagi umat untuk

secara benar menghayati ajaran iman dalam kehidupan sehari-hari. Kebutuhan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

69

pengembangan katekis dalam mempelajari berbagai dokumen Gereja akan

menolong katekis itu sendiri agar memiliki kesabaran dan rasa belas kasih dalam

mendampingi setiap umat beriman.

Katekis juga harus berkembang dalam pengetahuan tentang Kitab Suci.

Kitab Suci adalah pengetahuan yang harus dimiliki dan didalami oleh katekis.

Katekis hendaklah memiliki pemahaman yang tepat tentang Kitab Suci, sehingga

tidak jatuh ke dalam bahaya menggunakan Kitab Suci secara fundamentalistik

atau terlalu menyederhanakan (Lalu Yosef, 2007: 156), karena itu katekis juga

perlu mempelajari tafsir Kitab Suci untuk membantu memahami isi Kitab Suci

secara tepat dan benar. Dalam EG Paus Fransiskus menekankan;

Gereja yang adalah murid misioner, perlu mengembangkan


kemampuannya untuk menafsirkan firman yang diwahyukan dan
memahami secara benar. Tugas para ahli Kitab Suci dan teolog menolong
mematangkan pertimbangan Gereja. ilmu-ilmu lain juga ikut menolong
untuk melengkapi keputusan Gereja menurut caranya masing-masing (EG
art. 40).

Dalam dokumen EG di atas sangat jelas dikatakan bahwa penting bagi katekis

untuk mengembangkan kemampuan memahami, menguasai dan menafsirkan

Kitab Suci dengan baik. Selain itu di dukung oleh ilmu lain seperti dokumen

Gereja dan ensiklik-ensiklik, ajaran sosial Gereja serta situasi kebudayaan

masyarakat. Mendalami berbagai dokumen dan harta kekayaan iman Gereja akan

mengembangkan dan memperkaya katekis dalam tugas mewartakan Kabar

Sukacita. Katekis juga memiliki keterbatasan dan kerapuhan sebagai manusia

namun keakraban dengan Sabda Allah membawa mereka untuk tetap bergerak

maju di jalan kebenaran Injil. “Pesan Kristus, hendaklah sabda Allah sungguh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

70

meresapi dan menjadi milik pewarta Injil, bukan hanya secara intelektual

melainkan dalam keseluruhan dirinya” (EG art. 151).

Kehidupan katekis diharapkan lebih akrab dengan Kitab Suci, lebih

memahami sabda Allah dimana tidak cukup hanya diketahui saja tetapi meresapi

sabda tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Sekali lagi Paus Fransiskus dalam EG

menekankan bahwa; “Studi Kitab Suci harus menjadi pintu yang terbuka bagi

setiap orang beriman. Penting bahwa sabda yang diwahyukan secara radikal

memperkaya katekese kita dan seluruh daya upaya kita untuk meneruskan iman”

(EG art. 175).

Dalam dokumen Dei Verbum yang juga mendukung penjelasan Paus

Fransiskus dalam EG dikatakan bahwa, “Semua rohaniwan terutama para imam,

religius dan katekis awam yang menunaikan pelayanan sabda, perlu berpegang

teguh pada Alkitab dengan membacanya dan mempelajarinya dengan saksama

dan jangan sampai menjadi pewarta lahiriah dan hampa sabda Allah” (DV art. 25).

Pengetahuan mengenai berbagai dokumen dan harta kekayaan iman

Gereja, seperti sifat Gereja, hierarki dan banyak pengetahuan lain mengenai

Gereja, sangat perlu dimiliki oleh katekis untuk disampaikan kepada umat.

Pengetahuan tentang Eklesiologi bisa didapat dari sumber-sumber seperti KGK,

Dokumen Konsili Vatikan II, Ensiklik-ensiklik dari Paus dan Kitab Hukum

Kanonik. Ajaran Sosial Gereja juga perlu diketahui oleh katekis. Gereja tidak

hanya bertindak untuk dirinya sendiri. Gereja juga memberi pandangan-

pandangan mengenai buruh, kaum miskin dan lain-lain dalam rangka terlibat aktif
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

71

dalam perkembangan dunia melalui ajaran sosial Gereja (ASG). Katekis perlu

memahami ASG agar mengenal situasi kebudayaan masyarakat.

Paus Fransiskus “mendorong para teolog untuk mengadakan penelitian,

dengan mengingatkan mereka bahwa, bagaimanapun juga Gereja dan teologi ada

dan hadir untuk mewartakan Sukacita Injil dan agar para teolog tidak hanya

merasa puas dengan teologi di belakang meja” (EG art. 133). Dalam pewartaan

juga katekis bekerja dan berkarya bersama para teolog untuk tugas pewartaan

Kabar Sukacita dimana para katekis dapat menggali pemahaman dan pengetahuan

yang benar akan ajaran-ajaran Gereja dan iman Kristiani dari para teolog untuk

memperkuat dan memperkaya ilmu pengetahuan katekis dalam bidang pewartaan.

Komisi kateketik KWI (1997; 49), menegaskan bahwa katekis atau

pewarta harus mempunyai kemampuan dalam pastoral Kitab Suci karena dengan

Kitab Suci, seorang katekis dapat memberi arah yang benar mengenai iman

Kristiani kepada umat. Seorang katekis juga hendaknya mengenal pribadi,

pewartaan dan tindakan Yesus (Lalu, Yosef, 2007:156). Dituntut juga untuk

memahami pengetahuan mengenai Kristologi, dimana iman Kristiani bermuara

pada Yesus, Sang Guru dan Tuhan, mendalami pewartaan dan tindakan-Nya dan

akhirnya menghayati kehidupan Yesus dalam dirinya.

Katekis juga perlu memperoleh pengetahuan tentang manusia dan

kanyataan hidup melalui ilmu pengetahuan manusiawi yang sudah sangat

berkembang pada zaman ini. Bukan saja prinsip teologis melainkan penemuan

ilmu pengetahuan dunia, dalam bidang sosiologi dan psikologi, dengan cara ini

umat beriman dapat dibawa kepada kedewasaan dan kematangan yang lebih besar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

72

untuk menghayati iman (Petunjuk Umum Katekese, 1997: 214). Dalam Dokumen

Christus Dominus, dikatakan bahwa hendaknya para Uskup mengusahakan,

supaya para katekis disiapkan dengan baik untuk tugas mereka, sehingga mereka

mengenal ajaran Gereja dengan jelas (Kitab Suci, Tradisi, Liturgi, Ajaran resmi

dan kehidupan Gereja), begitu pula secara teoretis maupun praktis mempelajari

kaidah-kaidah psikologi dan pedagogi. (CD art. 14).

Untuk mengembangkan pribadi katekis hendaknya diadakan seminar, dan

pertemuan-pertemuan tingkat internasional yang mendukung kesaksian iman

sejati dan pengetahuan ajaran iman katolik. Dengan demikian nyatalah bahwa

Sabda ilahi pada jaman kita ini berkembang dan mampu memberi kesaksian,

hendaknya iman menjadi nilai terhadap ilmu dan karya bagi seluruh hidup

manusia. Diharapkan adanya studi untuk memahami dan menyelami ajaran iman

katolik yang telah disampaikan melalui Konsili Vatikan II dan Katekismus Gereja

Katolik.

b. Menguasai gaya dan metode evangelisasi

Katekis adalah seorang pendidik atau pengajar yang sering dipercaya

untuk memimpin suatu pertemuan katekese atau kegiatan rohani lainnya. Dalam

EG Paus Fransiskus mengatakan; “Saya mengajak setiap orang untuk berani dan

kreatif dalam tugas dengan memikirkan kembali tujuan, struktur, gaya dan metode

evangelisasi dalam komunitas mereka masing-masing” (EG art.33). Hal ini

mengajak katekis untuk melihat kembali metode yang digunakan dalam katekese

di komunitas-komunitas agar lebih kreatif dan tidak terasa membosankan.

”Katekis perlu memahami mengenai metode dalam memproses sebuah pertemuan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

73

katekese (Lalu Yosef, 2007:157). Katekis juga perlu mempersiapkan sebuah

pertemuan yang memperhatikan metode yang dipakai.

Dengan mengetahui berbagai pengetahuan dan keadaan budaya setempat

maka akan lebih mudah bagi seorang katekis untuk menyampaikan pesan iman

Kristiani kepada umat dan katekis itu sendiri semakin berkembang dan mampu

menyesuaikan metode yang cocok untuk umat dengan situasi budayanya. Santo

Paus Yohanes Paulus II menegaskan; “Tetapi kami hendak menekankan

kebutuhan akan pendidikan kristen yang organis dan sistematis, karena di

berbagai kalangan ada kecenderungan untuk menganggap katekese tidak penting

lagi“ (CT art. 21). Katekis perlu membuat pertemuan yang terorganisasi dan

sistematis untuk memudahkan katekese.

c. Mengenal kebudayaan masyarakat setempat

Paus Fransiskus dalam EG mengatakan; “kita dapat melihat berbagai

bangsa di tengah-tengah siapa Injil telah diinkulturasikan adalah pelaku-pelaku

evangelisasi, karena setiap bangsa adalah pencipta kebudayaan dan tokoh utama

sejarah mereka sendiri” (EG art. 122). Katekis yang diutus ke dalam suatu

masyarakat harus dapat mempelajari kebudayaan setempat karena pewartaan Injil

dapat masuk melalui budaya setempat. Hal ini merupakan kebutuhan bagi katekis

dalam konteks zaman ini untuk mengetahui budaya masyarakat sehingga umat

dapat menerima pesan iman dengan pemahaman yang lebih jelas karena katekis

sendiri mengenal situasi masyarakat. Katekis adalah pelaku evangelisasi melalui

budaya-budaya tersebut. Lebih lanjut Paus Fransiskus dalam EG mengatakan;

kebudayaan adalah realitas dinamis yang senantiasa diciptakan kembali


oleh sebuah bangsa; setiap generasi meneruskan seluruh rangkaian cara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

74

mendekati berbagai situasi eksistensial kepada generasi berikutnya. Sekali


Injil telah diinkulturasikan pada sebuah bangsa dalam proses meneruskan
kebudayaan mereka, mereka juga meneruskan iman dalam bentuk-bentuk
yang senantiasa baru, di sinilah pentingnya memahami evangelisasi
sebagai inkulturasi (EG art. 122).

Hal ini dapat dikatakan bahwa suatu masyarakat dapat berkembang melalui

budaya mereka sendiri. Semua nilai-nilai yang mengarahkan kehidupan

masyarakat meunuju kebaikan dapat diterima melalui budaya. Bahkan nilai-nilai

tersebut berlangsung berkesinambungan, dari generasi yang satu ke generasi yang

lain. Demikianpun Injil telah diinkulturasikan pada sebuah bangsa melalui budaya

dan keberadaan masyarakat setempat. Iman umatpun berkembang melalui budaya.

Menurut Lalu Yosef (2007:157), katekis perlu mengenal dengan baik

pribadi-pribadi dan latar belakang dari peserta katekese seperti: daya nalar,

perasaan dan intuisi; latar belakang status sosial ekonomi; dan latar belakang

budaya. Dengan pengenalan ini katekis dapat menentukan apa saja yang perlu

dipersiapkan untuk menghadapi peserta tertentu. Dengan mengenal budaya dan

kepribadian peserta dalam suatu masyarakat, katekis memiliki ikatan atau

hubungan baik dengan mereka dan terbuka sehingga dalam setiap kegiatan

katekese atau kegiatan rohani lainnya mereka mau berbagi pengalaman atau

mendengarkan pengalaman orang lain. Katekis diharapkan menjadi sahabat bagi

umat.

Katekis yang mengenal budaya dan karakter peserta setempat tidak lagi

menjadi orang asing tetapi menjadi bagian dari masyarakat itu. Katekis yang

akrab dengan budaya dan peserta tidak lagi dipandang sebagai guru tetapi manjadi

teman yang sama-sama memperdalam iman, saling memperkembangkan iman.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

75

Paus Fransiskus mengatakan; “buah inkulturasi adalah kekuatan evangelisasi yang

aktif, yang tak boleh diremehkan karena akan mengabaikan Roh Kudus. Kita

diajak untuk memajukan dan memperkuat supaya memperdalam proses

inkulturasi yang tak pernah selesai” (EG art. 126).

Dokumen Konsili Vatikan II menegaskan (Gereja) meminjam dari adat

istiadat dan tradisi-tradisi para bangsanya, dari kebijaksanaan dan ajaran mereka,

dari kesenian dan ilmu pengetahuan mereka, segala sesuatu, yang dapat menjadi

sumbangan untuk mengakui kemuliaan Sang Pencipta, untuk memperjelas rahmat

Sang Penebus dan untuk mengatur hidup Kristiani dengan seksama” (AG art. 22).

Dengan demikian, Gereja sungguh menghargai budaya setempat, bahkan

dipandang sebagai sarana perwataan dan lahan untuk menumbuhkembangkan

iman.

Meskipun Gereja melalui katekis terbuka dan diperkaya oleh budaya

setempat, tetaplah bersikap kritis, sebab tidak semua unsur budaya setempat

sesuai dengan semangat Injil. “Gereja memajukan dan menampung segala

kemampuan dan kekayaan dan adat istiadat bangsa-bangsa sejauh itu baik, tetapi

dengan menerimanya juga memurnikan, menguatkan serta mengangkatnya” (LG

art. 13). Lebih lanjut dinyatakan bahwa Gereja “berusaha menilai kekayaan (adat

istiadat dan tradisi setempat) itu dalam cahaya injil, membebaskannya dan

mengembalikannya kepada kekuasaan Allah penyelamat” (AG art. 11).

d. Mengetahui masalah-masalah sosial

Untuk kebutuhan pengembangan pribadi katekis, seorang katekis juga

perlu mengetahui masalah-masalah sosial dalam konteks kehidupan masyarakat


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

76

zaman ini dengan mengadakan analisis sosial. Semuanya itu untuk memudahkan

katekis menghadapi umat baik pribadi maupun komunitas sesuai dengan masalah-

masalah mereka. Paus Fransiskus dalam EG mengatakan;

Setiap komunitas Gereja, jika berpikir bisa nyaman dengan caranya sendiri
tanpa keprihatinan kreatif serta kerja sama efektif untuk membantu orang-
orang miskin hidup bermartabat dan tanpa ada yang dikucilkan, akan
beresiko mengalami kehancuran, betapapun banyak berbicara tentang
masalah-masalah sosial atau mengecam pemerintah (EG art. 207).

Katekis perlu bertumbuh dan berkembang dalam dialog dengan masyarakat untuk

membangun kerja sama yang baik dan membangun martabat yang lebih luhur

terutama menghargai kehidupan orang-orang miskin, mereka yang dikucilkan,

mereka yang tidak mendapatkan perhatian masyarakat. Kemampuan

berkomunikasi dalam dialog akan memudahkan katekis untuk semakin menjadi

bagian dari kehidupan masyarakat. Katekis dalam konteks zaman ini perlu lebih

mengenal secara mendalam masalah dan keprihatinan masyarakat setempat

sehingga dalam pendampingan iman dapat lebih mudah menggunakan metode

yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan umat.

Paus Fransiskus mengatakan semua ini agar setiap umat manusia dapat

keluar dari mentalitas hidup individualistis, acuh tak acuh, dan egois, tidak

terbelenggu oleh sikap ini dan mencapai cara berpikir yang lebih manusiawi.

Katekis hadir bagi masyarakat dan memberi dukungan kepada umat beriman

untuk keluar dari belenggu sikap yang membuat mereka tidak berkembang

menjadi manusia seutuhnya. Dengan mengetahui masalah-masalah sosial

masyarakat maka katekis dalam katekese dapat menyapa umat dengan penuh

belaskasih dan persaudaraan.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

77

2. Spiritualitas Katekis

Spiritualitas merupakan unsur penting dalam kehidupan umat beriman

Kristiani, termasuk katekis. Bagi katekis spiritualitas merupakan api yang terus-

menerus membakar semangat katekis untuk menjalankan tugas perutusannya

menjadi pewarta Kabar Sukacita Allah. Paus Fransiskus dalam EG mengajak

seluruh umat beriman Kristiani untuk menyadari semangat hidup iman dan

kedekatan dengan Allah (relasi rakyat kecil dengan Allah) seperti ungkapan

berikut ini;

saya memikirkan iman yang teguh para ibu yang merawat anak-anak
mereka yang sakit, yang meskipun mungkin kurang mengenal pasal-pasal
syahadat iman, tetap memegang erat rosario atau seluruh harapan
dituangkan pada sebatang lilin yang bernyala dalam sebuah rumah
sederhana dengan doa memohon pertolongan Bunda Maria atau dalam
pandangan kasih lemah lembut yang diarahkan pada Kristus tersalib (EG
art. 125).

Katekis perlu menimba spiritualitas kesalehan rakyat kecil seperti yang dikatakan

dalam artikel di atas, bahwa semangat akan terus berkobar dan harapan tak akan

hilang karena iman akan Allah yang begitu kuat, sangat sederhana seperti orang-

orang miskin namun kepasrahan mereka sangat total kepada Allah. Katekis sangat

perlu menimba spiritualitas para ibu yang memiliki ikatan yang kuat dengan

Allah. Semangat hidup umat beriman Kristiani terletak pada kedekatannya dengan

Yesus Kristus.

Di dalam kisah Pentakosta (Kis. 2:1-4), para rasul yang semula ketakutan

dan kehilangan arah karena kehilangan Yesus sebagai sosok pemimpin, kembali

memiliki semangat berkobar karena Roh Kudus menyertai mereka. Roh Kudus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

78

sendirilah yang membimbing para rasul untuk mewartakan Yesus. Para katekis

perlu mendapatkan pembinaan spiritualitas yang memadai agar katekis tersebut

dapat menumbuhkan dan mengembangkan spiritualitas sehingga dapat

menjalankan tugasnya mewartakan Kabar Sukacita Injil dengan penuh semangat.

Spiritualitas katekis harus dibina dari hari ke hari sampai menjadi bagian utama

dalam diri katekis itu sendiri.

Pengembangan spiritualitas katekis terjadi berkelanjutan untuk membantu

katekis itu sendiri lebih beriman sehingga pribadinya berkembang ke arah lebih

baik dan bermakna yaitu menuju hidup rohani yang terwujud dalam cinta kasih.

Untuk mengembangkan spiritualitas katekis agar semakin memadai dan

berkualitas perlulah membangun beberapa hal berikut ini

a. Terbuka untuk bertobat

Sebelum melaksanakan karya pewartaan, seorang katekis harus bertobat

terlebih dahulu dan membaharui diri. Paus Fransiskus dalam EG mengatakan;

“seluruh komunitas diharapkan bergerak maju di jalan pertobatan pastoral dan

misioner yang tidak bisa membiarkan segala sesuatunya tetap seperti semula tanpa

perubahan” (EG art. 25). Keterbukaan terhadap pertobatan merupakan kebutuhan

bagi seorang katekis agar semakin menjadi dewasa dalam iman. Seorang katekis

yang selalu terbuka untuk bertobat, dengan sendirinya selalu terbuka menerima

rahmat Tuhan.

Katekis dapat mempelajari teladan hidup Rasul Paulus, yang menunjukkan

bahwa setelah pertobatannya yang luar biasa dalam perjalanan ke Damsyik, dia

dapat mewartakan Tuhan dengan luar biasa (bdk, Kis 9:1-22). Setiap orang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

79

beriman bahkan mungkin telah mengalami pertobatan pertama, yaitu pertobatan

yang menuntun pada penerimaan Sakramen Pembaptisan. “Seruan Kristus untuk

pertobatan terus bergaung dalam hidup orang yang dibaptis. Pertobatan

merupakan kewajiban yang terus-menerus bagi seluruh Gereja yang kudus

termasuk orang-orang berdosa” (KGK, 1427-1429). Dengan pertobatan, umat

beriman membangun hubungan baik dengan Tuhan dan akhirnya menyampaikan

kebaikan Tuhan kepada orang lain dengan baik dan benar pula.

“Konsili Vatikan II menghadirkan pertobatan Gereja dalam wujud

keterbukaan untuk membaharui diri terus-menerus yang berasal dari kesetiaan

kepada Yesus Kristus” (EG art. 26). Relasi yang akrab dengan Allah berawal dari

pertobatan, mau meninggalkan segala dosa dan terbuka menerima rahmat

pembaharuan. Katekis yang selalu terbuka untuk membaharui diri memiliki

kemampuan untuk bersama umat secara terus-menerus melakukan pembaharuan.

Berbagai tantangan dunia dan kesulitan dalam Gereja, tidak membuat

putus asa bagi katekis tetapi menjadi cambuk untuk bertobat dan membaharui diri.

“Kami meyakini kekuatan Roh Kudus yang dapat mengubah air menjadi anggur

dan membuat gandum dapat tumbuh di tengah ilalang” (EG art. 84), karena itu

katekis berusaha sunguh-sungguh membangun dan mengembangkan spiritualitas

pewarta. “Sebab evangelisasi baru menuntut spiritualitas Kristiani yang otentik”

(EG art. 260). Seorang katekis perlu keberanian untuk hidup bersama, dan

bertumbuh bersama mereka yang jauh dari Gereja dan berharap akhirnya katekis

dapat membawa umat yang jauh dari Gereja kembali ke pangkuan Gereja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

80

b. Mengasihi Allah dan sesama

Dua perintah utama ini harus menjadi dasar dari karya pewartaan seorang

katekis. Semua karya pewartaan merupakan salah satu cara untuk mengasihi

Kristus dan Gereja-Nya, yang diwujudkan dengan mengasihi sesama. Mengasihi

Kristus dan Gereja-Nya merupakan perwujudan bahwa kita mengasihi Kristus

secara keseluruhan. Mengasihi sesama mengikuti teladan Yesus Kristus karena

Kristuslah yang terlebih dahulu mengasihi dan menginginkan agar semua orang

diselamatkan (bdk, 1 Tim 2:3-4). Katekis juga dapat mengikuti teladan Rasul

Paulus yang sungguh-sungguh mengasihi Kristus namun juga dia bersedia

melakukan apa saja demi keselamatan umat Allah (bdk, Flp 1:23-24)). Paus

Fransiskus dalam EG mengatakan;

misi merupakan semangat sekaligus kasih kepada umat-Nya. Jika berdiri


di hadapan Yesus yang tersalib, kita akan memandang di dalamnya,
mengenali kasih-Nya yang mengangkat dan menopang kita. Namun pada
saat yang sama kita mulai menyadari bahwa tatapan Yesus yang berkobar
karena kasih, merangkul semua umat-Nya, kecuali jika kita buta (EG art.
268).

Yesus memberi kesadaran bagi katekis dan seluruh umat beriman bahwa

kedekatan dengan diri-Nya memberi semangat bagi katekis untuk lebih mencintai

umat-Nya. Yesus hadir dalam diri umat-Nya terutama mereka yang menjauhkan

diri dari Gereja dan yang kurang mendapat dukungan dalam kehidupan

masyarakat. Memandang salib dan merasakan rangkulan kasih-Nya merupakan

panggilan bagi katekis untuk memiliki semangat mencintai semua orang.

Mengasihi Allah dan sesama dengan sungguh, selain perintah Yesus, juga

merupakan hal yang sangat penting dihayati oleh seorang katekis agar katekis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

81

tersebut sungguh menjadi pintu masuk bagi bagi sesama yang berjalan menuju

kepada Allah. Paus Fransiskus juga mengatakan;

mengasihi sesama manjadi suatu kekuatan rohani yang membawa kepada


persekutuan penuh dengan Allah. Jika kita meningkatkan spiritualitas
untuk mendekat kepada sesama dan mengusahakan kesejahteraan mereka,
hati kita akan terbuka lebar kepada anugerah-anugerah Allah yang sangat
besar dan indah. Jika menjumpai sesama dalam kasih, kita belajar sesuatu
tentang Allah (EG art. 272).

Sangat jelas dalam artikel di atas dikatakan, bahwa salah satu kekuatan rohani

bagi katekis adalah mengasihi dan membawa sesama kepada kebersatuan dengan

Allah. Bukan hanya diri pribadi katekis yang mendekat kepada Allah tetapi semua

umat beriman yang didampinginya juga mengalami anugerah Allah. Bahkan

belajar sesuatu tentang Allah, tentang misteri dan rahasia rahmat yang begitu

besar bagi umat-Nya. Menjumpai sesama adalah menjumpai dan menyapa Allah

sendiri. Dalam surat pertama Rasul Yohanes dikatakan; “Mengasihi sesama

adalah kekuatan rohani yang mempermudah perjumpaan penuh dengan Allah” (1

Yoh, 2:11).

c. Berakar pada Sakramen, Sabda Allah dan Doa

Katekis yang benar-benar mengasihi Allah dan sesama akan menimba

rahmat-Nya yang mengalir melalui sakramen-sakramen, terutama Sakramen

Ekaristi dan Sakramen Tobat, serta berdialog dengan Allah dalam doa-doa

pribadi. Rasul Paulus selalu mengucap syukur dalam segala hal, terutama dalam

Perjamuan Suci (bdk, 1 Kor 10:16; Ef 5:4). Hal ini sangat penting bagi katekis

karena menerima sakramen, mendengarkan sabda dan doa-doa pribadi merupakan

kekuatan dan menjadi akar dalam diri katekis. Akar yang kuat ini akan

menghidupkan dan memberi semangat baru bagi katekis. Karya pewartaan katekis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

82

tanpa doa akan kehilangan jiwa dan semangat rohani dalam diri katekis. Dalam

dokumen EG Paus Fransiskus mengatakan;

marilah kita berseru kepada Roh Kudus hari ini, bertekun dalam doa,
karena tanpa doa semua aktivitas kita terancam tidak akan membuahkan
hasil dan pewartaan kita juga menjadi kosong” (EG art. 259). “Tanpa
waktu khusus yang didedikasikan untuk adorasi, untuk perjumpaan penuh
doa dengan Sabda Allah (meditasi), dan untuk percakapan tulus dengan
Allah, karya pelayanan akan mudah sekali jatuh menjadi aktivitas tanpa
makna, kehilangan energi karena berbagai kesukaran hidup (EG art. 262).

Ajakan Paus Fransiskus di atas sangat mendalam dan menyentuh hati katekis juga

umat beriman Kristiani. Kekuatan dasar seorang katekis adalah kedalaman relasi

dengan Allah melalui sakramen, mendengarkan sabda Allah dan doa pribadi

maupun bersama. Dengan doa, katekis akan mampu melakukan tugas pewartaan

dengan baik dan memberi motivasi kepada orang lain dengan semangat rohani

dari Allah sendiri. Seorang katekis yang dekat dengan Allah dapat dirasakan oleh

orang lain.

“Pewarta Kabar Baik yang dipenuhi Roh adalah seorang pendoa sekaligus

pekerja” (EG art. 262). “Sebentuk doa akan menggerakkan kita secara istimewa

guna menerima tugas pewartaan Kabar Baik dan untuk mengusahakan kebaikan

sesama, hal ini disebut doa permohonan” (EG art. 281). Sekali lagi ajakan Paus

Fransiskus ini bagi katekis adalah bahwa doa permohonan sangat penting karena

dengan doa, meditasi, adorasi dan menerima sakramen, katekis tersebut selalu

dipenuhi Roh Kudus dan dengan demikian karya pewartaaan katekese akan di

dampingi oleh Roh Kudus sendiri melalui para katekis.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

83

d. Permohonan rahmat Kerendahan hati dan kebijaksanaan

Doa untuk memohonkan rahmat bagi seorang katekis merupakan sebuah

keharusan, terutama rahmat kerendahan hati dan kebijaksanaan. Kerendahan hati

memungkinkan katekis untuk menempatkan kebenaran yang diajarkan oleh

Magisterium Gereja Katolik secara tepat. Katekis akan lebih mampu dan dengan

sukacita menjalani kehidupan sehari-hari sesuai dengan ajaran Gereja, karena

terbuka dan rendah hati dalam memoho rahmat Allah. Katekis juga harus meminta

rahmat kebijaksanaan, sehingga kita dapat menyampaikan kebenaran dengan

tepat, hormat dan lemah lembut, tanpa mengorbankan kebenaran, namun justru

memperkuat kebenaran yang disampaikan.

Paus Fransiskus dalam EG mengatakan;

seorang misionaris sejati yang tidak pernah berhenti menjadi murid


memahami bahwa Yesus berjalan terus bersamanya, berbicara kepadanya,
bernafas bersamanya,dan bekerja bersamanya. Seorang misionaris sejati
merasakan Yesus hidup bersamanya, di tengah tugas misionernya. Apabila
kedekatannya dengan Yesus memudar maka akan sulit bagi katekis untuk
meyakinkan orang lain dalam tugas pewartaannya dan sukacitanyapun
hilang (EG art. 266).

Dari artikel di atas mengatakan bahwa memohon rahmat kerendahan hati dan

kebijaksanan merupakan pengalaman personal dengan Yesus. Bahwa katekis

selalu berjalan dan bernafas bersama Yesus (hidup dan bergerak bersama Yesus),

dan dengan demikian, dari pribadi katekis sendiri perlu keterbukaan hati dan

membiarkan Yesus mendapat tempat di dalam hati katekis. Untuk semuanya ini

perlu memohon rahmat agar Yesus tidak hilang dari pandangan katekis tetapi

berkarya bersama katekis untuk keselamatan umat-Nya.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

84

Empat hal di atas sangat penting dihidupi dan dimiliki oleh katekis agar

katekis tersebut semakin berkembang dan kehidupan serta semangat rohaninya

memancar kepada semua orang. Katekis perlu memahami bahwa “misi perutusan

merupakan hasrat cinta akan Yesus dan hasrat cinta akan sesama umat” (EG art.

268), “Spiritualitas adalah cara bagaimana pengalaman kita akan Allah

menentukan cara kita memandang dan berinteraksi dengan dunia atau dapat juga

dikatakan pengalaman hidup seseorang dengan Allah dapat mempengaruhi hidup

sehari-hari seseorang” (V. Indra Sanjaya, 2011:22). “Spiritualitas dapat

dirumuskan sebagai hidup berdasarkan kekuatan Roh Kudus dengan

mengembangkan iman, harapan dan cinta kasih atau mengintegrasikan segala segi

kehidupan ke dalam cara hidup yang secara sadar bertumpu pada iman akan

Yesus Kristus atau pengalaman iman Kristiani dalam situasi konkret” (Lalu,

Yosef, 2007:151).

3. Ketrampilan Katekis

Paus Fransiskus dalam EG menekankan bahwa katekis harus mengadakan

pembinaan Kristiani agar katekis memiliki kemampuan atau sikap-sikap yang

perlu untuk dapat membawa pesan iman dengan baik. Katekis harus memahami

lebih baik apa yang diwartakan kepada umat sehingga umat dapat saling

menerima dan berbagi pengalaman dengan keramah-tamahan dan penuh

persaudaraan, seperti ungkapan berikut ini.

Semua pembinaan Kristiani merupakan pendalaman kerygma yang


mendarah daging semakin mendalam dan terus-menerus menerangi karya
katekese, sehingga memampukan kita memahami dengan lebih penuh
makna setiap tema yang dikembangkan dalam katekese. Pewarta Injil perlu
memiliki sikap hidup yang membantu orang untuk menerima pesan;
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

85

keramah-tamahan, kesiapan untuk dialog, kesabaran, penerimaan orang


dengan hangat tanpa penghakiman (EG art. 165).

Katekis dalam tugas pewartaan juga dituntut untuk memiliki ketrampilan-

ketrampilan untuk mendukung tugas perutusannya sebagai katekis maupun untuk

dirinya sebagai seorang Kristiani. Ketrampilan yang dimaksud adalah

kemampuan-kemampuan katekis dalam melakukan berbagai tindakan baik yang

akhirnya menjadi kebiasaan bagi katekis tersebut. “PKKI III di Pacet berpendapat

bahwa salah satu hal yang perlu dimiliki oleh seorang katekis adalah ketrampilan

yang merupakan kepekaan dari seluruh pribadi katekis terhadap apa saja termasuk

situasi konkret, kebutuhan dan visi kristiani” (Lalu Yosef, 2007:95). Katekis juga

harus memiliki ketrampilan dalam kehidupan rohani, ketrampilan dalam

berkomunikasi, ketrampilan dalam analisis budaya dan ketrampilan

menghubungkan Kitab Suci dalam kehidupan konkret.

a. Ketrampilan dalam kehidupan rohani

Seorang katekis harus terampil dalam kehidupan rohani, menghayati dan

mewujudkan hidup Kristiani setiap hari. Karena itu katekis selalu mengadakan

perjumpaan dengan kasih Allah yang dapat memperbaharui dan memperkaya

persahabatan dengan Allah. Di dalam Allah katekis dapat menemukan sumber

dari semua upaya evangelisasi. Paus Fransiskus dalam EG mengatakan; “Tuhan

berkehendak menggunakan kita sebagai makhluk yang hidup, bebas dan kreatif

yang membiarkan sabda-Nya meresapi hati kita sendiri sebelum meneruskannya

kepada orang-orang lain” (EG art. 151). Kehidupan rohani yang mendalam

tercermin di dalam kehidupan sehari-hari katekis yang mencirikan seorang yang


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

86

dekat dengan Allah dan saleh. Bahkan kesalehan seorang katekis juga nampak

dalam pandangan masyarakat.

Katekis harus memiliki hubungan dekat dengan Tuhan. Untuk dapat lebih

dekat dengan Tuhan, katekis harus berkomunikasi dengan Tuhan yakni melalui

perjumpaan dengan Yesus (doa, meditasi, sakramen), yang dilakukan secara terus-

menerus setiap hari. Bahkan seorang katekis perlu memiliki seni mendengarkan

dalam berkomunikasi karena hal itu merupakan keterbukaan hati sebagai akibat

dari perjumpaan rohani

Paus Fransiskus dalam EG mengatakan;

sekarang ini lebih daripada sebelumnya kita memerlukan laki-laki dan


perempuan yang berdasarkan pengalaman mereka mendampingi orang
lain, akrab dengan proses-proses yang memerlukan kebijaksanaan,
pemahaman, kesabaran, dan ketaatan pada Roh sehingga mereka dapat
melindungi kawanan domba dari serigala-serigala yang akan mencerai-
beraikan kawanan (EG art. 171).

Dalam artikel di atas dijelaskan bahwa katekis harus memiliki sikap

kebijaksanaan, pemahaman, kesabaran untuk dapat melindungi umat. Oleh karena

itu relasi akrab dengan Allah sangat penting bagi katekis; melalui ekaristi, doa

pribadi, meditasi dan refleksi. Dengan mengikuti ekaristi, katekis menjadi lebih

dekat dengan Allah dan umat yang lain. Di dalam ekaristi, katekis juga dapat

merenungkan dan mengenangkan sengsara dan wafat Tuhan Yesus. Dengan doa

pribadi, katekis menjadi lebih sering berkomunikasi dengan Tuhan dan akhirnya

menjadi suatu kebiasaan (habitus).

Katekis harus terampil di dalam kehidupan rohani sebagai seorang

beriman katolik, karena ia harus fasih di dalam hidup doanya. Untuk bisa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

87

mendampingi orang lain dalam hal penghayatan iman, para katekis harus

mempunyai kehidupan rohani yang mendalam dan akrab dengan Sabda Allah.

“Seorang yang mendampingi orang lain hendaknya menyadari bahwa situasi

setiap orang di hadapan Allah dan kehidupan mereka dalam rahmat adalah misteri

dan tak ada yang mengetahui” (EG art. 172). Hal ini menunjukkan bahwa relasi

dan kedekatan setiap orang dengan Allah memiliki kualitas yang berbeda karena

itu katekis diharapkan lebih mendalam dan terampil dalam relasi dengan Allah.

Meditasi seorang katekis dapat membawa ketenangan di dalam hati

sehingga mudah mendengar suara Allah. Demikian juga refleksi setiap hari baik

secara tertulis maupun tidak membantu memahami pengalaman hidup sehari-hari

sebagai karya Tuhan. Katekis harus terampil dalam berefleksi; “Mampu

menemukan nilai-nilai manusiawi dalam pengalaman sehari-hari, mampu

menemukan nilai-nilai Kristiani dalam Kitab Suci, ajaran Gereja dan tradisi

Gereja yang lain serta mampu memadukan nilai-nilai Kristiani dengan nilai-nilai

manusiawi dalam pengalaman hidup sehari-hari” (Lalu Yosef, 2007:159). Sekali

lagi Paus Fransiskus dalam EG mengatakan;

evangelisasi menuntut keakraban dengan sabda Allah, yang meminta


keuskupan, paroki dan perkumpulan katolik untuk mengadakan studi
serius dan berkelanjutan tentang Kitab Suci, seraya mendorong
pembacaannya dengan semangat doa, baik secara pribadi maupun bersama
(EG art. 175).

Katekis juga di ajak untuk akrab dengan Kitab Suci, terampil dalam merenungkan

Kitab Suci bersama keuskupan, paroki, komunitas, dan secara pribadi untuk

membantu tugas pewartaan tetapi lebih dari itu, katekis menjadi lebih tenang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

88

dalam menjalankan tugas dan dalam kehidupannya setiap hari di tengah

masyarakat.

b. Ketrampilan dalam berkomunikasi

“Dialog jauh lebih dari komunikasi kebenaran. Dialog timbul dari

kegembiraan berbicara dan memperkaya mereka yang mengungkapkan kasih

mereka satu sama lain melalui media kata-kata” (EG art.142. Ajakan Paus

Fransiskus ini merupakan hal penting yang dituntut dari seorang katekis bahkan

katekis tersebut memperolah kekayaan bagi dirinya karena mengkomunikasikan

iman kepada orang lain. Oleh karena itu seorang katekis harus memiliki

kemampuan untuk berkomunikasi dengan baik, karena tugas pewartaan akan

selalu menuntut katekis untuk menyampaikan pesan dengan baik kepada umat

beriman.

Akan sangat sulit bagi katekis apabila penuh keraguan dan kesulitan untuk

berbicara di depan umum atau kegiatan mengajar banyak orang, baik anak-anak,

kaum muda maupun orang dewasa. Karena itu katekis harus terampil

berkomunikasi atau berbicara di depan banyak orang, tegas dalam kata-kata yang

diucapkan, tidak ragu-ragu dan menarik untuk didengar oleh siapapun. Paus

Fransiskus dalam EG mengatakan;

katekis perlu juga mendengarkan umat beriman dan menemukan apa yang
perlu mereka dengar. Dengan demikian ia belajar dari aspirasi-aspirasi,
kekayaan dan keterbatasan, cara-cara berdoa, mengasihi, melihat hidup
dan dunia, yang membedakannya dari kelompok yang ini atau yang itu
seraya memperhatikan umat yang secara nyata diberi pewartaan,
menggunakan bahasa mereka, tanda-tanda dan simbol-simbol mereka,
menjawab persoalan yang mereka ajukan (EG art. 154).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

89

Paus Fransiskus menegaskan bahwa katekis yang terampil berkomunikasi adalah

mempertimbangkan situasi kehidupan para pendengar atau umat yang dilayani,

misalnya aspirasi, kakayaan, keterbatasan, cara berdoa. Katekis juga harus

terampil dan mampu berkomunikasi dengan menggunakan bahasa mereka. Dalam

hal ini katekis tidak hanya terampil berkomunikasi tetapi juga terampil

mendengarkan dan membaca situasi umat sehingga tercipta keterbukaan antara

umat dan katekis. Oleh karena itu dibutuhkan keberanian dari katekis untuk tidak

takut mempelajari segala hal yang diawali dengan belajar berkomunikasi.

Katekis harus belajar untuk menggunakan bahasa yang baik, yang mudah

dimengerti sehingga tampak akrab, mengena dan praktis, terkait dengan

kehidupan sehari-hari dan akhirnya umat dapat menerima dan mencecap pesan

yang disampaikan katekis tersebut. Paus Fransiskus dalam EG mengatakan;

kesederhanaan berkaitan dengan bahasa yang kita gunakan. Bahasa itu


haruslah yang dipahami orang-orang, agar kita tidak seperti berbicara
kepada ruang hampa. Jika kita ingin menyelaraskan diri dengan bahasa
umat dan menjangkau mereka dengan sabda Allah kita perlu berbagi
dalam hidup mereka dan memberi perhatian penuh kasih kepada mereka
(EG art. 158).

Artikel di atas menjelaskan terampil berkomunikasi dari seorang katekis bukanlah

bahasa yang tinggi yang sulit dipahami tetapi bahasa yang sederhana, bahasa

sehari-hari dan untuk itu katekis perlu berbagi hidup dengan mereka, katekis perlu

mengalami kehidupan seperti yang mereka jalani dan memberi dukungan,

motivasi, perhatian dan kasih sayang kepada mereka.

Menurut menurut Lalu Yosef (2007:158), yang perlu ditekankan dalam

ketrampilan berkomunikasi adalah: kemampuan berkomunikasi dan membangun


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

90

relasi sehingga dapat mengumpulkan, menyatukan, dan mengarahkan kelompok

atau umat sampai kepada suatu tindakan konkret, mampu mengungkapkan diri,

berbicara dan mendengarkan, mampu menciptakan suasana yang memudahkan

umat untuk mengungkapkan diri dan mendengarkan pengalaman orang lain.

Dalam ketrampilan berkomunikasi ini, katekis tidak hanya dituntut untuk

dapat berkomunikasi dengan baik terhadap umatnya tetapi lebih dari itu katekis

harus mampu berkomunikasi dengan para pemuka agama lain sehingga terjalin

jembatan yang menghubungkan antara umat beragama dan akhirnya setiap umat

dapat saling menghargai meskipun memiliki keyakinan yang berbeda.

c. Ketrampilan dalam analisis budaya

Analisis budaya merupakan analisis terhadap kondisi sosial budaya

masyarakat tertentu akibat adanya suatu pembangunan atau aktivitas. Budaya

akan selalu berkaitan dengan kondisi sosial masyarakat dan saling berpengaruh.

Maka katekis juga perlu memiliki kemampuan untuk menganalisis dan mengenal

budaya setempat agar mendukung proses pewartaan sehingga dapat berjalan

dengan baik. Paus Fransiskus dalam EG mengatakan; “Budaya populer yang

terevangelisasi berisi nilai-nilai iman dan bela rasa yang mampu menggerakkan

pengembangan masyarakat yang lebih adil dan beriman, serta memiliki

kebijaksanaan khusus yang harus dihargai dengan penuh syukur” (EG art. 68).

Dalam budaya masyarakat setempat terdapat nilai-nilai kemanusiaan yakni

bela rasa, adil, bijaksana dan beriman. Evangelisasi melalui budaya setempat akan

memperkuat dan mengembangkan kekayaan masyarakat dengan nilai-nilai

kebaikan. Katekis harus menganalisis budaya dalam kehiduapn masyarakat.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

91

Katekis harus menemukan nilai-nilai iman yang terkandung di dalam budaya

setempat. “Melalui analisis budaya, katekis mencoba memahami sistem

pemahaman budaya di balik pengalaman masyarakat yang dipakai oleh orang

setempat untuk menafsirkan pengalaman dan menata tingkah lakunya. Katekis

menganalisis simbol-simbol bahasa, tingkah laku dan benda” (Lalu Yosef,

2007:110). Dalam EG Paus Fransiskus mengatakan;

adalah keharusan mengevangelisasi budaya-budaya untuk menginkulturasi


Injil untuk mendorong, mengembangkan dan memperkuat kekayaan yang
sudah ada” (EG art. 69). “Setiap Gereja partikular hendaknya mendorong
penggunaan kesenian dalam evangelisasi dengan menggunakan kekayaan
masa lalu sebagai dasar, memanfaatkan ungkapan masa kini yang sangat
bervariasi untuk menyampaikan iman dalam bahasa perumpamaan yang
baru (EG art. 167).

Katekis harus berani memadukan kekayaan masa lalu dan masa kita dalam

budaya-budaya untuk menyampaikan pesan iman, mewartakan sabda kepada umat

setempat. Bahkan katekis juga harus mampu atau terampil untuk mewartakan

sabda dengan kreatif dan penuh keindahan karena kekhasan setiap budaya sangat

beragam. Katekis menggali kekayaan dalam budaya untuk mendukung

perutusannya dalam pewartaan Kabar Sukacita. Katekis dapat mempelajari

budaya melalui kesenian dan adat istiadat setempat serta bahasa yang mudah

mereka pahami, hal ini memperkaya dan mengembangkan katekis dengan

berbagai budaya dari setiap tempat di mana katekis tersebut di utus.

Hal lain yang disampaikan Paus Fransiskus dalam EG berkaitan kebutuhan

pengembangan wawasan khususnya keterampilan katekis dalam analisis budaya

adalah; “perlunya mengembangkan kepekaan yang mendalam terhadap apa yang

sesungguhnya menyangkut hidup orang lain” (EG art. 155). Ini merupakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

92

kemampuan untuk mengenal situasi budaya umat setempat dan kemampuan untuk

berefleksi tentang apa yang terjadi di masyarakat sehingga dapat lebih cakap atau

terampil dari hati yang membangun kepekaan. Apabila seorang katekis lebih peka

terhadap kehidupan umatnya maka akan lebih mudah untuk melaksanakan karya

pewartaan karena dapat mewartakan Injil dan menemukan nilai-nilai budaya yang

perlu untuk pengembangan iman Kristiani umat.

d. Ketrampilan dalam menghubungkan Kitab Suci dengan pengalaman

kehidupan konkret

Dengan membekali diri dengan pengetahuan tentang berbagai dokumen,

tradisi dan ajaran Gereja serta memiliki spiritualitas yang mendalam, seorang

katekis harus mampu menghubungkan antara isi Kitab Suci yang diwartakan

dengan kehidupan konkret umat setiap hari. Dengan kemampuan dan ketrampilan

berkomunikasi dan berefleksi, katekis harus bisa membaca situasi umat dan

mengetahui setiap masalah yang mereka hadapi sehingga dalam penyampaian

pesan iman tidak hanya membaca Kitab Suci tetapi mampu bersama umat melihat

kehadiran Allah dalam pengalaman hidup sehari-hari. Paus Fransiskus dalam EG

mengatakan; “Ia hendaknya mampu mengaitkan pesan teks Kitab Suci dengan

suatu situasi manusiawi, dengan suatu yang mereka hayati, dengan suatu

pengalaman yang memerlukan terang sabda Allah” (EG art. 154).

Katekis juga harus balajar membaca teks Kitab Suci dengan metode Lectio

divina di mana ajakan yang dilakukan dari cara membaca seperti ini adalah

membaca berulang-ulang dan membuat suatu pertanyaan kepada diri sendiri atau

komunitas, seperti ungkapan EG berikut ini;


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

93

selama merenungkan bacaan teks Kitab Suci di hadirat Allah, baiklah


bertanya, misalnya; Tuhan teks ini mau mengatakan apa kepada saya?,
apakah teks ini tentang hidup saya yang hendak Kau ubah?, mengapa saya
tidak tertarik? apa yang mengganggu saya tentang teks ini?, apa yang saya
sukai atau yang menarik dengan sabda ini?, apa yang menggerakkan saya
dari teks ini? (EG art. 153).

Artikel di atas menjelaskan bagaimana katekis harus membaca teks Kitab Suci

dan menghubungkan dengan kehidupan dirinya atau menghubungkan dengan

pengalaman hidup umatnya, agar dapat memahami dan mendapat jawaban akan

apa yang dikehendaki Allah bagi umatnya. Artikel yang berbentuk pertanyaan

sangat menarik bagi seorang katekis untuk memahami situasi dirinya dan umatnya

serta mengkomunikasikan apa yang dialami dengan Allah. Dengan bantuan

bacaan Kitab Suci, katekis mampu dan terampil untuk menghubungkan apa yang

diminta Allah dalam sabda-Nya dengan pengalaman konkret umatnya.

Seorang katekis harus memiliki ketrampilan yang mampu melihat

pengalaman rohani di dalam pengalaman hidup konkret umatnya. Misalnya;

terampil menemukan nilai-nilai menusiawi dalam pengalaman hidup sehari-hari,

menemukan nilai-nilai Kristiani dalam Kitab Suci, ajaran Gereja dan tradisi

Kristiani, terampil memadukan nilai-nilai Kristiani dengan nilai-nilai anusiawi

dalam pengalaman hidup sehari-hari. Untuk dapat menemukan nilai-nilai

manusiawi dari pengalaman dan Kitab suci dan memadukannya, seorang katekis

dituntut untuk memiliki kemampuan untuk berefleksi. (Lalu Yosef, 2007:159).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

94

C. Peran dan Upaya Konkret Gereja serta Pribadi Katekis untuk

Mengembangkan Diri Katekis sebagai Pewarta

Peran dan upaya konkret yang dilakukan Gereja untuk mengembangkan

katekis sebagai pewarta dalam pelaksanaan karya pewartaan merupakan hal yang

sangat penting untuk mendukung kebutuhan pengembangan diri katekis terutama

dalam pelayanan pewartaan iman Kristiani dan dalam menghadapi tantangan-

tantangan zaman ini. Menyadari perkembangan zaman yang semakin maju maka

Gereja dan pribadi katekis itu sendiri turut berperan mempersiapkan katekis untuk

menjadi seorang pewarta yang profesional dalam melaksanakan tugas pewartaan.

Baik para imam, biarawan/biarawati, dan para rasul awam yang terpanggil untuk

menjadi katekis memerlukan pembekalan yang lebih mendalam dalam setiap

bidang kehidupan.

1. Peran Gereja

Paus Fransiskus dalam EG mengatakan “Evangelisasi adalah tugas Gereja

dan Gereja sendiri sebagai pelakunya. Keselamatan yang ditawarkan Allah kepada

kita adalah karya kerahiman-Nya dan tak ada usaha manusia, seberapapun

baiknya dapat membuat kita pantas menerima anugerah-Nya, belaskasih Allahlah

yang menarik kita kepada-Nya” (EG art. 111-112). Maka Gereja memiliki peran

untuk mengembangkan katekis sebagai pewarta sekaligus salah satu bentuk

formatio (pendidikan, pembinaan, pembentukan) spiritualitas katekis itu sendiri

agar dalam dunia pewartaannya memiliki wawasan dan pembekalan agar semakin

berkualitas dan profesional dalam tugas pewaartaan iman Kristiani.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

95

a. Gereja mengevangelisasi diri

Paus Fransiskus mengajak Gereja untuk menyadari tugas dan tanggung

jawabnya sebagai murid-murid Yesus yang selalu siap diutus untuk mewartakan

Kabar Sukacita. Dalam pewartaan tersebut, pertama-tama membutuhkan

pembinaan bagi umat secara berkelanjutan yang dapat mendewasakan iman.

Pewartaan mengusahakan perkembangan bagi setiap orang untuk dapat mengerti

rencana Tuhan bagi umat-Nya. Surat Paulus kepada jemaat di Galatia, “Bukan

lagi aku sendiri yang hidup melainkan Kristus yang hidup di dalam aku” (Gal

2:20), semua umat beriman bersatu dengan Allah melalui pewartaan (EG art.

160).

Selain mempunyai tugas sebagai pelaku evangelisasi dan memberi

kesaksian tentang Yesus kepada semua umat beriman, Gereja juga menjadi tempat

perjumpaan antara umat dan Allahnya. Gereja menjadi pintu masuk untuk

memenuhi keriduan umat-Nya untuk bersatu dengan Allah. Menurut petunjuk

umum katekese, “tugas utama Gereja adalah mewartakan Allah dan menjadi

saksi-Nya di dunia, memperkenalkan wajah Allah yang benar dan rencana

keselamatan-Nya yang penuh cinta bagi manusia, sebagaimana telah diwahyukan

dalam diri Yesus Kristus” (Komisi Kateketik KWI, Petunjuk Umum Katekese,

2000: 23). Paus Fransiskus dalam EG mengatakan;

keselamatan yang dinyatakan Allah dan dimaklumkan Gereja dengan


sukacita disampaikan kepada setiap orang. Allah telah memberikan
rintisan jalan untuk menyatukan dirinya dengan setiap manusia di segala
zaman. Allah telah memilih untuk memanggil bersama-sama sebagai umat
Allah, tidak secara individu (EG art. 113).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

96

Artikel di atas menjelaskan bahwa Gereja mempunyai peran untuk menyatukan

umat dengan Allah. Hal ini merupakan inisiatif Allah sendiri yang telah memilih

dan memanggil umat-Nya bersama-sama. Gereja sendiri menjadi pewarta bagi

dirinya, mewartakan Allah kepada setiap umat-Nya karena itu peran Gereja adalah

menjadi pelaku pewartaan itu sendiri. Paus Fransiskus dalam EG sekali lagi

mengatakan;

menjadi Gereja berarti menjadi umat Allah, sesuai dengan rencana agung
kasih dari Bapa Surgawi. Artinya kita harus menjadi ragi Allah di tengah
umat manusia. Kita harus memaklumkan keselamatan Allah ke dunia yang
sakit, yang membutuhkan dorongan, pengharapan, peneguhan. Gereja
menjadi tempat di mana setiap orang merasa diterima, dikasihi, dimaafkan,
dan dibesarkan hatinya untuk menghayati kehidupan Injil yang baik (EG
art. 114).

Artikel di atas sangat jelas mengatakan peran Gereja bagi katekis dan seluruh

umat beriman. Gereja menjadi tempat penyembuhan, kedamaian, ketenangan,

tempat di mana Injil diwartakan. Gereja memberi perhatian penuh untuk katekis

yang akan mewartakan Injil kepada umat-Nya. Gereja menjadi tempat perjumpaan

Allah dan umat manusia, memberikan pengharapan kepada mereka yang putus asa

dan ragi kebaikan yang harus dikembangkan.

b. Melalui Pendampingan Para Gembala Gereja

Peran Gereja dalam mengembangkan katekis juga dapat melalui para

gembala Gereja. Para imam tidak mempunyai cukup waktu untuk mendampingi

iman umat dari komunitas yang satu ke komunitas yang lain, karena itu sangat

penting kehadiran katekis bagi pengembangan Gereja dan perkembangan

kehidupan iman umat Kristiani. Paus Fransiskus dalam EG mengatakan bahwa


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

97

dalam situasi zaman ini yang dipenuhi tantangan, bagaimanapun caranya setiap

umat Kristiani mempunyai hak untuk menerima Kabar Sukacita (gaudium).

Untuk dapat mewartakan Kabar Sukacita, Gereja berperan melalui para

imam untuk mengembangkan pribadi katekis terlebih dahulu agar kemampuan

katekis semakin profesional dalam melaksanakan tugasnya. Para imam sendiri

merupakan katekis bagi para katekis, yang mempunyai peran dan tanggungjawab

besar untuk bekerjasama, menghargai, membina, melatih, memberi kesempatan

serta menyediakan sarana dan dana untuk mendukung karya katekis dalam karya

pewartaan agar semakin mampu dan terampil dalam karya berkatekese.

Para imam dapat berperan mengembangkan katekis dengan memberi

teladan yang baik bagi katekis yakni melalui homili dan persiapannya. Paus

Fransiskus dalam EG mengatakan;

Marilah memikirkan khotbah dalam liturgi, yang memerlukan


pertimbangan serius dari para pastor. Beliau akan memperhatikan dengan
baik homili dan persiapannya, karena keprihatinan telah diutarakan
mengenai pelayanan penting ini dan kita tidak dapat menutup telinga
begitu saja. Homili merupakan alat uji untuk menilai kedekatan dan
kemampuan pastor untuk berkomunikasi dengan umatnya (EG art. 135).

Paus Fransiskus mengajak para imam untuk memperhatikan dengan sungguh

persiapan homili, agar umat yang mendengarkannya merasakan perjumpaan

dengan sabda Allah yang menghibur, mengalami pembaharuan dan pertumbuhan

iman dalam kedekatan dengan Allah. Dengan homili, para imam berperan untuk

mendampingi katekis meskipun secara menyeluruh tetapi isi dan makna homili

mengenai hati umat dan menyentuh sanubari sehingga dapat diteruskan kepada

orang lain, menjadi katekis bagi yang lain. Karena homili juga merupakan bagian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

98

penting dalam liturgi sehingga imam perlu mempersiapkan, baik bahasa dalam

menyampaikannya maupun isi homili yang bisa menggerakkan hati umat untuk

bersatu dengan Allah.

“Karena konteks ekaristisnya, homili memiliki arti penting dan istimewa

di mana, homili melampaui segala bentuk katekese sebagai saat puncak dialog

antara Allah dan umat-Nya yang membimbing kepada persekutuan sakramental”

(EG art. 137). Para imam merupakan katekisnya katekis yakni mengembangkan

katekis melalui homili. Katekis mendapat dukungan dan perhatian serta

pembekalan dari para gembala Gereja. Para imam harus lebih singkat dalam

homili dan menghindari gaya pidato atau ceramah, karena homili juga merupakan

sebuah persembahan kepada Bapa. Dalam hal ini para imam memberi teladan baik

bagi katekis karena katekis sendiri dipersiapkan untuk berdialog dengan umat

dengan menggunakan bahasa yang baik, singkat namun isinya menyentuh hati dan

memberi pengharapan kepada umat beriman.

Paus Fransiskus mengatakan homili bukan soal remeh tetapi justru

menjadi kesempatan untuk mempersiapkan banyak katekis untuk melaksanakan

karya pewartaan. Homili juga mengembangkan spiritualitas katekis karena di

dalamnya ada unsur keakraban dengan Allah. “Pada zaman seperti zaman kita,

yang ditandai dengan banyak krisis dan tantangan, yang bahkan dari sel dasar

yang terkecil seperti keluarga, sangat penting untuk menyampaikan kata-kata

penghiburan dan kekuatan kepada umat di dalam keluarga kecil setiap manusia”

(bdk, Misericordia et Misera 2016;14). Homili mendorong para murid Tuhan agar

setiap hari, mangawali perjalanan kehidupan mereka dalam kebenaran, sembah


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

99

sujud dan puji syukur kepada Allah. Homili jangan terlalu panjang dan tidak juga

terlalu singkat tetapi homili yang diharapkan adalah yang isinya dapat

meneguhkan hati pendengar dapat dilakukan pada hari raya, hari minggu,

perayaan baptis, liturgi tobat, perkawinan dan pemakaman (bdk, CT, art. 55).

Para imam juga dapat membekali katekis mempersiapkan segala sarana

untuk pelaksanaan pewartaan seperti yang dilakukan para imam dalam

mempersiapkan khotbah. Hal ini untuk mendukung pengetahuan dan keterampilan

katekis, karena itu adanya kesabaran dan memberi waktu (keheningan,

keterbukaan hati), minat serta perhatian kepada teks yang akan direnungkan. Paus

Fransiskus dalam EG mengatakan;

Persiapan khotbah merupakan tugas yang sangat penting sehingga


membutuhkan waktu yang lama untuk studi, doa, refleksi, dan kreativitas.
Beliau menyarankan agar setiap minggu disediakan waktu pribadi untuk
persiapan tugas ini, agar dapat mewartakan Kabar Sukacita dengan penuh
tanggung jawab, kreatif dan berbuah bagi umat yang dilayani (EG art.
145).

Hal yang dilakukan para imam dalam persiapan khotbah merupakan teladan bagi

katekis di mana hal-hal praktis seperti ini juga merupakan bekal bagi katekis

dalam pelaksanaan pewartaan Kabar Sukacita. Katekis harus mendalami studi,

doa, refleksi bahkan kreativitas, untuk mendukung pelaksanaan pewartaan Injil.

Para imam dapat memberi dukungan, mendampingi, memberi pelatihan kepada

katekis baik purna waktu maupun sukarelawan untuk membekali mereka agar

dapat menyapa umat dan menyentuh masyarakat luas dalam pelayanan katekese.

Yesus, sebelum kenaikan-Nya ke Surga, memberi perintah kepada para

murid-Nya untuk menantikan kedatangan Roh Kudus sebelum melakukan tugas


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

100

sebagai pewarta Injil dan saksi Yesus Kristus ke seluruh dunia (bdk. Luk 24:48-

49; Kis 1:8). “Roh Kuduslah yang memampukan para rasul agar lebih berani

dalam mewartakan Injil dan memberi kesaksian” (Dipanggil Menjadi Saksi Kasih,

Yan Olla, Paulinus, 2008:132). Oleh para imam, katekis dibekali dengan kemauan

dan keberanian untuk tampil di depan umat dan trampil berkomunikasi

(mengkomunikasikan sabda Allah dan ajaran-ajaran Gereja) kepada umat

beriman.

Itulah sebabnya katekis atau pewarta zaman ini juga harus mengikuti

teladan para rasul yakni mendengarkan bimbingan Roh Kudus sehingga dengan

pendampingan Roh Kudus pewartaan Kabar Sukacita menghasilkan buah

berlimpah. Keberanian yang diungkapkan dalam sikap berupa tutur kata yang

tegas, jelas dan tanpa takut itu bukan hanya karunia Roh Kudus, tetapi juga

merupakan suatu sikap yang diinspirasikan oleh iman (RM art. 24).

Berkhotbah harus selalu positif agar selalu menawarkan pengharapan,

mengobarkan hati, menunjukkan masa depan dan tidak membiarkan kita

terperangkap dalam kenegatifan (EG art. 59). Untuk persiapan khotbah ini, para

imam, diakon, dan kaum awam perlu menyediakan waktu untuk berkumpul

bersama agar menemukan sarana yang tepat sehingga dapat membawa khotbah

dengan lebih menarik dan menyatukan umat dengan Allah.

c. Melalui Pendidikan Bagi Katekis

Peran dan upaya konkret yang dilakukan Gereja mengembangkan katekis

sebagai pewarta adalah juga melalui karya pendidikan. Para katekis hendaknya

memperolah pendidikan yang mamadai, baik dalam bidang teologi, katekese,


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

101

pastoral, dan Kitab Suci serta ilmu-ilmu penunjang lain seperti psikologi,

sosiologi dan humanis yang memperkaya wawasan dan kemampuan intelektual

katekis, untuk itu kehadiran lembaga pendidikan sangat dibutuhkan. Dalam

dokumen EG Paus Fransiskus mengatakan;

Universitas-universitas adalah lingkungan terkemuka untuk


menyampaikan dan mengembangkan komitmen evangelisasi secara
interdisipliner dan terpadu. Sekolah-sekolah katolik yang selalu berusaha
untuk menggabungkan karya pendidikan mereka dengan pewartaan Injil
yang eksplisit, merupakan sumber daya yang paling berharga untuk
penginjilan budaya (EG art. 134).

Melalui pendidikan formal para katekis dapat memadukan karya pendidikan

dengan pewartaan Injil, bahkan melalui pendidikan upaya konkret pengembangan

pribadi katekis sebagai pewarta dapat terlaksana. Dalam sekolah-sekolah katolik,

seorang katekis mulai dilatih, dibina untuk menjadi pewarta Kabar Sukacita bagi

yang lain, dan sekolah merupakan sumber daya yang paling berharga untuk

penginjilan budaya. Sangat penting bagi katekis untuk mendapatkan pendidikan

yang baik agar dalam tugas pewartaan panyampaian iman dapat dilakukan dengan

benar dan dapat dipahami umat.

Melalui pendidikan, katekis juga dibekali dengan pemahaman di bidang

Kitab Suci, pastoral, belajar membangun dialog dengan pihak lain dan katekese

serta ilmu humanis lainnya. Semuanya ini akan membantu katekis untuk

mengembangkan wawasan dan ketrampilan sehingga akhirnya pelayanan terhadap

umat beriman dapat lebih efektif. Katekis juga perlu memperoleh pengetahuan

tentang manusia dan kanyataan hidup melalui ilmu pengetahuan manusiawi yang

sudah sangat berkembang pada zaman ini.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

102

Paus Fransiskus dalam EG mengatakan bahwa “Hati seorang katekis yang

mewartakan Injil menyadari keterbatasan-keterbatasan, “bagi orang-orang yang

lemah menjadi seperti orang yang lemah” (1 Kor, 9:22). Ia tidak pernah mundur

dan membela diri. Ia menyadari bahwa ia harus tumbuh dalam pemahamannya

sendiri akan Injil” (EG art. 45). Semuanya ini mengambarkan bahwa katekis

perlu berkembang dalam pembahaman baik tentang Kitab Suci maupun tentang

keterbatasan atau kelemahan dirinya. Karena itu pendidikan khusus untuk katekis

sangat diperlukan untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi katekis

tersebut dalam mendukung tugas pewartaannya.

2. Peran Katekis

Para katekis merupakan pelaku-pelaku evangelisasi, yang membawa

Kabar Sukacita kepada umat terutama mereka yang belum mengenal Yesus dan

yang menjauhkan diri dari Gereja. Untuk menjadi seorang pelaku evangelisasi,

seorang katekis perlu memiliki keberanian dan ketrampilan untuk hadir di tengah

umat sebagai pewarta serta mampu mengatasi tantangan-tantangan zaman ini.

Beberapa tantangan zaman ini yang mempengaruhi kehidupan umat dan bahkan

menjauhkan umat dari sukacita kasih Allah, seperti globalisasi ketidakpedulian,

konsumerisme, relativisme, dan pesimisme. Maka peran katekis dalam

menghadapi tantangan-tantangan zaman ini adalah mengarahkan umat untuk

mengalami hidup lebih dekat dengan Allah, umat diajak untuk saling berbagi

pengalaman dan membangun kerja sama melalui dialog sehingga relasi, baik

dengan Allah maupun dengan sesama tetap terjalin.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

103

a. Mengarahkan umat untuk mengalami hidup lebih dekat dengan Allah

Relasi yang mesra atau dekat dengan Allah akan membantu katekis untuk

malaksanakan tugasnya dengan gembira. Katekis yang memiliki kehidupan rohani

yang matang akan mampu mengarahkan umat untuk ikut mengatasi tantangan-

tantangan zaman ini seperti pesimisme, di mana umat terkadang merasa minder

untuk terlibat dalam kegiatan bersama, umat juga sulit diajak untuk terlibat dalam

karya pewartaan. Oleh karena itu katekis berperan untuk mengarahkan umat hidup

lebih dekat dengan Allah dan dengan demikian secara perlahan umat akan

memiliki keberanian untuk turut serta dalam karya pewartaan yang diawali

dengan mengajak anggota keluarganya sendiri untuk hadir dalam, misalnya doa-

doa lingkungan, ibadat arwah dan kegiatan rohani lainnya.

Paus Fransiskus dalam EG menjelaskan bahwa katekis yang mewartakan

Injil tanpa kedekatan dengan Allah hanya merupakan suatu pekerjaan kosong

tanpa makna dan tidak berbuah.

Kita adalah murid-murid misioner. Kita melihat para murid yang pertama
yang langsung sesudah memandang Yesus, pergi keluar untuk
memaklumkan-Nya dengan sukacita: “Kami telah menemukan Mesias”
(Yoh 1:41). Sebelum menyelesaikan dialog dengan Yesus, perempuan
Samaria bahkan sudah menjadi misionaris sehingga banyak orang Samaria
menjadi percaya kepada Yesus, “karena perkataan perempuan itu” (Yoh
4:39). Demikianpun Rasul Paulus......(Kis 9:20, 22:6-21), (EG art. 120).

Untuk dapat mengarahkan umat, katekis telah terlebih dahulu memiliki

kedewasaan dalam iman, artinya memiliki relasi yang mendalam dengan Allah

seperti seruan Paus Fransiskus dalam artikel di atas bahwa setiap perjumpaan

dengan Allah menggerakkan hati seseorang untuk pergi mewartakan Sukacita

Kasih Allah kepada sesamanya. Meskipun ada rasa pesimisme atau minder,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

104

rendah diri dari sebagian umat, maka peran katekis adalah membangkitkan

kembali rasa percaya diri umat dan sesama katekis agar mampu bangkit dari sikap

itu dan menjadi pelopor Kasih Allah kepada semakin banyak orang. Hal ini

membantu katekis itu sendiri dan umat Allah untuk memiliki rasa kepedulian

terhadap sesamanya dan mau berbagi segala pengalaman hidup mereka dengan

orang di sekitarnya.

Pengalaman perjumpaan dengan Yesus yang dialami para murid,

perempuan Samaria, Rasul paulus dan banyak nabi lainnya memberi mereka

semangat untuk mewartakan Injil dengan sukacita. Pengalaman seperti inilah yang

juga dialami katekis ketika ada ikatan kedekatan dengan Allah yang akhirnya

termotivasi untuk membantu umat mengalami kasih Allah dengan mengarahkan

umat untuk selalu mengadakan perjumpaan personal dengan Yesus. Pengalaman

pribadi katekis dalam perjumpaan dengan Yesus dapat dialami melalui “doa

pribadi, meditasi sabda Allah, doa adorasi Ekaristi abadi dan sakramen-sakramen”

(EG art. 262). Pengalaman inilah yang memampukan katekis untuk membantu

umat mengarahkan diri kepada Allah dan mampu untuk saling berbagi

pengalaman iman dalam setiap perjumpaan.

b. Saling berbagi pengalaman

Ciri khas kehidupan manusia adalah kerinduan untuk berbagi pengalaman

dengan sesamanya. Dengan melihat tantangan-tantangan zaman ini, banyak umat

Allah, juga katekis bersikap individualisme dan tidak peduli dengan sesamanya

karena dipengaruhi oleh globalisasi yang berkembang yang membuat setiap

pribadi lebih sering mengurung diri dan merasa nyaman sendiri. Pada saat seperti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

105

ini para katekis berperan untuk mengajak lingkungan atau komunitas untuk

memiliki waktu, berkumpul bersama agar dapat berbagi pengalaman sehingga

setiap kesulitan mendapatkan solusi yang tepat untuk mengatasinya. Berbagi

pengalaman ini juga melatih seseorang mengenal dunia sekitarnya, baik relasi

antara umat dan katekis, katekis dengan sesama katekis maupun katekis dengan

para kaum klerus atau para imam. Kedekatan dan kesediaan untuk berkumpul

bersama dapat mengatasi sikap klerikalisme di mana para imam seringkali

mengambil keputusan yang penting dalam bidang pewartaan untuk para katekis.

Berbagi pengalaman dengan kaum klerus dapat menciptakan kepercayaan dalam

diri katekis untuk bertanggung jawab dengan tugas perutusannya termasuk

pengambilan keputusan.

Paus Fransiskus dalam EG mengajak para katekis untuk menyadari

kembali setiap salib atau penderitaan yang dialami para katekis dalam tugas

perutusan mewartakan Injil. Beliau mengatakan;

perlunya ruang-ruang di mana para pekerja pastoral dapat dibantu dan


dibimbing, tempat-tempat di mana iman akan Yesus yang disalibkan dan
bangkit diperbarui, di mana persoalan dan kekhawatiran sehari-hari
dibagikan, di mana diskresi yang lebih dalam tentang pengalaman-
pengalaman dan hidup kita sendiri dilakukan dalam terang Injil dengan
tujuan mengarahkan keputusan-keputusan individual dan sosial menuju
kebaikan dan keindahan (EG art. 77).

Artikel di atas sangat jelas dikatakan bahwa seorang katekis berperan untuk

mengembangkan diri dan mengajak umat yang dilayani dengan berkumpul

bersama berbagi pengalaman iman dalam terang Injil. Dengan berbagi

pengalaman maka segala tantangan seperti globalisasi, ketidakpedulian dapat

diatasi secara bersama sehingga tercipta persaudaraan, perdamaian dan cinta kasih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

106

dalam hidup bermasyarakat. Sharing pengalaman dapat memperkaya wawasan

setiap orang untuk saling mengenal suka dan duka hidup sesamanya dan saling

menolong ketika mengalami kesulitan.

Kehadiran katekis juga memiliki peran bagi umat yang jatuh dalam sikap

hidup relativisme, yang menganggap segala sesuatu yang mereka lakukan adalah

benar meskipun dalam pandangan masyarakat hal itu belum tentu berdampak

baik. Katekis hadir untuk meluruskan pandangan mereka ke arah yang benar.

Dengan perjumpaan dan berbagi pengalaman hidup maka tantangan zaman ini

yang terkadang menjauhkan umat dari sesamanya dapat dikurangi dan setiap

orang dapat hidup saling berdampingan. “Relativisme memang suatu sikap hidup,

di mana umat Allah dapat jatuh dalam menjauhkan diri dari Allah karena

pandangan ini juga menganggap seolah-olah Allah tidak ada, seolah-olah sesama

yang membutuhkan bantuan tidak ada” (bdk EG art. 80). Setiap katekis pasti

mengharapkan dapat membawa Kabar Sukacita kepada umat beriman agar

umatnya dapat merasakan Kasih Allah.

Sebagai katekis harus menyadari segala keterbatasannya, namun

keterbatasan itu tidak membuatnya berhenti tetapi tetap maju tanpa menyerah

dengan mengingat sabda Tuhan, “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab

justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna” (2 Kor 12:9). Selalu ada

salib dan penderitaan bagi katekis entah berkaitan dengan sarana, dukungan,

ataupun keluarga namun dalam Kristus, salib selalu membawa kemenangan. (bdk

EG art. 85).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

107

Selain berbagi pengalaman untuk saling mendukung, katekis juga harus

berperan untuk mendekatkan katekis lain dengan sabda Allah. katekis juga tidak

lepas dari kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga, lingkungan maupun

sebagai anggota Gereja dan masyarakat. Keberadaan katekis di tengah umat juga

menjadi teladan bagi umat beriman dan masyarakat pada umumnya. Teladan

hidup yang diharapkan adalah gaya hidup yang sederhana, terlibat dalam

kebersamaan dan kehidupan rohani yang matang. Keakraban katekis dengan Allah

membantu katekis lain dan seluruh umat Allah untuk juga memiliki kehidupan

rohani yang mendalam (doa, membaca kitab suci, meditasi, kunjungan Sakramen

Maha Kudus, devosi). Dalam EG, Paus Fransiskus mengatakan;

bentuk khas religiositas populer berinkarnasi, karena lahir dari inkarnasi


iman Kristiani dalam budaya populer. Oleh karena itu mereka membawa
serta hubungan personal, bukan dengan energi yang membawa harmoni,
melainkan dengan Allah, dengan Kristus, dengan Maria, dengan para
santo-santa (EG art. 90).

Hubungan dengan Allah yang mendalam akan membantu katekis untuk mau

menemani dan mendampingi katekis lain dalam pelaksanaan pewartaan Injil.

Seorang katekis juga mampu berperan mengembangkan semangat hidup yang

dapat dijadikan tolak ukur tugas perutusannya, sebab katekis merupakan orang

beriman yang menjadi contoh atau teladan bagi katekis lain atau umat beriman

lainnya. Katekis juga terbuka kepada karya Roh Kudus yang menginspirasi, yang

memberi semangat dan yang mendampingi dalam mewartakan Kabar Sukacita.

c. Kerjasama melalui dialog

Kerja sama melalui dialog juga merupakan bagian dari peran katekis

dalam mengembangkan diri, sesama katekis dan umat yang dilayani. Tugas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

108

katekis akan selalu terhubung dengan budaya dan pihak lain, entah keyakinan,

pemerintahan atau masyarakat, karena itu ketrampilan dalam berkomunikasi

melalui dialog sangat dibutuhkan. Paus Fransiskus dalam EG mengatakan;

dewasa ini saat jaringan dan sarana komunikasi manusia semakin maju,
kita dapat berbagi pengalaman hidup bersama, berbaur dan bertemu, saling
merangkul dan mendukung satu sama lain. Hal ini merupakan peluang
untuk berjumpa dan mengembangkan solidaritas dengan siapapun, yang
mendatangkan kebebasan dan melahirkan pengharapan (EG art. 87).

Dari artikel di atas Paus Fransiskus mengingatkan agar katekis juga berkembang

dan up-date dengan dunia informatika, karena jaringan komunikasi atau dialog

tidak hanya terjadi dengan tetangga sebelah rumah tetapi dengan sesama umat di

belahan bumi yang jauh. Membuka diri untuk selalu berjumpa dengan sesama

dimana semuanya itu dapat menciptakan pengharapan, kesejukan hati dan

kebebasan. Disamping itu ruang gerak kehidupan dan wawasan katekis dapat

ditemukan dalam pesekutuan dan persaudaraan dengan sesama.

Kerjasama melalui dialog juga dapat mengatasi kesenjangan sosial akibat

sikap klerikalisme dalam diri para imam dan gaya hidup konsumerisme dari umat

zaman ini serta globalisasi ketidakpedulian. Tantangan-tantangan ini, yang

diangkat Paus Fransiskus dalam EG mengajak dan sekaligus merupakan tugas

para katekis untuk menghadapinya. Katekis dapat menghadapi setiap tantangan ini

dengan kecakapan dalam berdialog dan membina kerja sama dengan banyak

pihak, baik Gereja maupun masyarakat. Kerjasama dapat dilakukan dengan

menggunakan sarana dan jaringan komunikasi zaman ini, yang semakin canggih,

yang dapat membantu manusia untuk hidup berbaur, saling mendukung dengan

semangat persaudaraan satu dengan yang lain.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

109

Keberanian membangun dialog, entah dialog pendidikan, budaya ataupun

dialog agama dapat menanggulangi tantangan-tantangan yang muncul di zaman

ini. Semangat dialog ini bukan saja terjadi antara para intelektual tetapi juga

belajar menyapa kaum lemah miskin dan tersisih agar merekapun merasakan

semangat persaudaraan yang penuh kerukunan dan damai. Dalam Surat pertama

Rasul Paulus kepada jemaat di Tesalonika dikatakan, “Hiduplah selalu dengan

damai seorang dengan yang lain...tegorlah mereka yang hidup dengan tidak tertib,

hiburlah mereka yang tawar hati, belalah mereka yang lemah, sabarlah terhadap

semua orang. Jauhilah segala jenis kejahatan 1 Tes 5:13-15.22). Kutipan Surat

Paulus ini mengajak katekis dan seluruh umat beriman Kristiani untuk

mengusahakan suasana hidup yang rukun dan damai, dengan demikian kualitas

hidup mereka dapat diperlihatkan kepada kelompok mayoritas (Yan Olla

Paulinus, Warisan Paulus Bagi Umat, 200:27).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

110

BAB IV

USULAN KEGIATAN REKOLEKSI BAGI KATEKIS

UNTUK MENGEMBANGKAN DIRI SEBAGAI PEWARTA

BERDASARKAN INSPIRASI DARI EVANGELII GAUDIUM

Penulis, pada bab II telah memaparkan tantangan-tantangan yang terjadi

zaman ini dalam EG, yang mempengaruhi kehidupan umat manusia terutama

kehidupan umat beriman Kristiani, kegiatan pastoral, baik yang dialami para

imam maupun para katekis. Konsekuensi bagi seorang katekis menghadapi

tantangan zaman ini dalam dunia pewartaan adalah tetap mewartakan Sukacita

Injil. Untuk menghadapi tantangan-tantangan yang dialami para katekis pada saat

pelaksanaan pewartaan, penulis telah menguraikan pada bab III yakni kebutuhan

pengembangan diri katekis sebagai pewarta berupa, teladan para gembala umat,

pendidikan formal, kursus, mendapatkan pelatihan yang lebih baik, retret,

rekoleksi, pengkaderan orang muda.

Berdasarkan pemaparan bab II mengenai keprihatinan dan tantangan-

tantangan yang dihadapi para katekis dalam dunia pewartaan zaman ini dan

konsekuensinya serta kebutuhan akan pengembangan diri katekis sebagai pewarta

pada bab III, maka penulis pada bab IV ini, mengusulkan kegiatan rekoleksi

sebagai usaha konkret untuk membantu pengembangan diri katekis sebagai

pewarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

111

A. Pengertian dan Latar Belakang Program Rekoleksi

1. Pengertian Rekoleksi

Rekoleksi berasal dari kata “recolligere” yang berarti “mengumpulkan

kembali”. Dari kata ini terbentuk kata benda yakni “recollectio” yang berarti

“pengumpulan kembali”. Kata di atas dalam bahasa Inggrisnya menjadi

“recollection” dan dalam bahasa Indonesia menjadi “Rekoleksi”. Secara umum

rekoleksi merupakan usaha melalui doa-doa dan renungan-renungan untuk

membuat diri kita menjadi terkumpul, utuh kembali, terpusat dan terfokus kembali

dalam menjalani hidup. Kegiatan rekoleksi merupakan kegiatan meneladan gaya

hidup Yesus. Yesus adalah manusia utuh, recollected dan spiritual yang hidup

berdasarkan Roh Kudus (A.M. Mangunhardjana, 2017:47-48).

Secara khusus pengertian rekoleksi berkaitan dengan pengembangan diri

katekis sebagai pewarta adalah usaha melalui doa pribadi maupun bersama,

renungan-renungan sabda Allah dan perayaan Ekaristi untuk membantu para

katekis menjadi pribadi yang berkembang dalam karya pewartaan dan semakin

mampu menjadi pewarta zaman ini dengan meneladani sikap hidup Yesus, penuh

semangat, rela berkorban dan siap melayani bahkan meskipun harus melalui

masa-masa sulit. Rekoleksi bagi katekis sebagai pewarta merupakan upaya

mengumpulkan kembali semua pengalaman karya pewartaan dan memulihkan

kembali dengan kesegaran rohani yang baru bagi pribadi katekis itu sendiri dan

melihat apa yang masih perlu untuk pengembangan dirinya dan apa yang harus

dilepaskan sebagai kelemahan yang menghambat diri katekis sebagai pewarta

zaman ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

112

Dengan kegiatan rekoleksi ini katekis dapat menyadari kembali tugas dan

panggilannya sebagai pewarta yang mewartakan Sukacita Injil dan tidak menjadi

pribadi yang terbagi karena memikirkan berbagai hal tentang dunia melainkan

terfokus pada karya pewartaan dan menghayati dirinya sebagai pribadi yang selalu

membawa Kabar Sukacita Allah kepada sesama. Terkadang kehidupan manusia,

karena berbagai kegiatan, setiap pribadi dapat terbagi-bagi dan terpecah-pecah

oleh dorongan-dorongan naluri, pancaindra, emosi baik positif maupun negatif,

pikiran dan pengaruh lingkungan baik masyarakat maupun media. Pengaruh

media zaman ini sangat besar bagi kehidupan setiap orang terutama katekis dan

hal ini membuat katekis kehilangan jati diri, visi, misi serta tujuan hidupnya

sebagai pewarta. Maka melalui rekoleksi ini, pribadi katekis yang terbagi-bagi

tersebut dapat memusatkan diri kembali pada tujuan pewartaan yang merupakan

tugas dan panggilannya.

2. Latar Belakang Program Rekoleksi

Katekis zaman ini menurut Paus Fransiskus dalam EG perlu berusaha

menampilkan diri dengan penuh semangat dan melayani semua orang tanpa

mengenal usia terutama mereka yang kurang mendapat perhatian, karena itu para

katekis tidak boleh menampilkan diri seperti orang yang sedang berkabung, yang

hidup dalam kesedihan, tetapi memulihkan, memperdalam semangat untuk

membawa sukacita Injil. Beliau juga menekankan bahwa katekis zaman ini perlu

mengembangkan panggilannya dalam karya pewartaan sebagai pewarta untuk


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

113

melayani umat dan tidak mementingkan kebebasan diri dan hidup santai (bdk EG

art. 10, 78).

Kegiatan rekoleksi menjadi kesempatan bagi katekis untuk

mengembangkan diri sesuai dengan kebutuhan zaman ini, dengan menciptakan

ruang dan waktu untuk dapat dibantu dan dibimbing, saling berbagi pengalaman

dalam terang Injil yang akhirnya dapat mengarahkan katekis untuk pengambilan

keputusan yang tepat (bdk EG art. 77). Paus Fransiskus mengatakan “tanpa saat-

saat adorasi yang panjang, saat-saat perjumpaan dengan sabda dalam suasana doa,

saat percakapan tulus dengan Tuhan, kerja kita tanpa arti, lelah dan kehilangan

semangat” (EG art. 262). Sekali lagi Gereja, terutama katekis sungguh

membutuhkan nafas doa yang dalam dan kegiatan rekoleksi inilah hal itu

dilakukan, di mana dalam rekoleksi katekis memiliki waktu untuk berkomunikasi,

menjumpai Allah dari hati ke hati.

Perjumpaan dengan Yesus dalam rekoleksi, akan membaharui semangat,

membuat karya perutusan katekis tersebut bermakna dan tidak menjadi lelah

dalam pelaksanaan tugas sebagai pewarta. Apakah kita selalu menjumpai Yesus

setiap hari? Allah terus-menerus membaharui umat beriman-Nya, berapapun usia

mereka, “Mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan

sayapnya, mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak

menjadi lelah” (Yes, 40:31), Kristus adalah Injil yang kekal (Why, 14:6), Dia

“tetap sama baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya” (Ibr

13:8), namun kekayaan dan keindahan-Nya tiada habisnya (EG art. 11).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

114

Sosok katekis zaman ini yang diharapkan adalah seorang katekis yang

memiliki semangat perjumpaan dengan Yesus, yang berani mengorbankan diri

dalam pelayanan, mampu menjawab tantangan-tantangan zaman ini, mengikuti

teladan Yesus dan terus berkarya memberi kesaksian tentang Yesus. Dalam

membangun relasi dengan Yesus, katekis dapat mengikuti rekoleksi, dengan

kerendahan hati membuka diri bagi kehadiran Allah. Seorang katekis dalam

“seluruh evangelisasinya didasarkan pada sabda yang didengarkan, direnungkan,

dihayati, dirayakan dan dijadikan kesaksian. Kitab Suci merupakan sumber utama

evangelisasi” (EG art. 174). Dasar pembinaan katekis adalah Kitab Suci, karena

itu melalui rekoleksi para katekis diajak untuk mendalami dan merenungkan

sabda Allah, selanjutnya adalah sesama manusia dan pengalaman hidup. Sabda

Allah mengajarkan kepada kita bagaimana membangun kemurahan hati

“berbahagialah orang yang murah hatinya karena mereka akan beroleh

kemurahan” (Mat 5:7).

Dalam kegiatan rekoleksi ini, para katekis diajak untuk menghidupi

spiritualitas karena spiritualitas merupakan unsur penting bagi kehidupan dan

tugas perutusan katekis, menjadi api yang menyemangati para katekis untuk terus

mewartakan Sukacita Injil meskipun harus menghadapi tantangan-tantangan

zaman ini. Menghidupi spiritualitas bukan hanya untuk membantu katekis agar

lebih semangat dalam karya pelayanan tetapi mampu menimba kekuatan dari

Allah dan membangun keakrabaan dengan Allah dalam doa dan dalam karya,

karena pengalaman kedekatan dengan Allah merupakan akar dari kesuburan

panggilan katekis itu sendiri dan tidak ada lagi pewartaan tanpa makna atau beban
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

115

dalam tugas tetapi kerelaan untuk terus memberikan diri sebagai pewarta dalam

pelayanan terhadap umat beriman. Dengan kegiatan rekoleksi, katekis dapat

menemukan “alasan utama evangelisasi yakni kasih Yesus yang telah diterima,

pengalaman keselamatan untuk selalu lebih mencintai-Nya, yang akhirnya

mewartakan Yesus kepada orang lain” (bdk EG art. 264).

Kegiatan rekoleksi ini diharapkan dapat membantu katekis untuk menimba

kekuatan dari Allah sendiri dan kesempatan bagi para katekis untuk berefleksi,

mengalami sukacita dalam diri dan dalam perutusan, melihat kembali perjalanan

karya kerasulannya pada waktu-waktu sebelumnya dan membangun niat untuk

karya pewartaan selanjutnya. Melalui kegiatan rekoleksi ini, katekis dibantu untuk

lebih dekat dengan Allah dalam doa. Katekis yang selalu berjumpa dengan Allah

dan merenungkan sabda-Nya, akan selalu siap menghadapi tantangan, rela

berkorban, dan siap melayani. Paus Fransiskus dalam EG mengatakan; “para

pewarta Injil yang penuh semangat Roh adalah mereka yang berdoa dan bekerja

dan mereka yang memiliki kemampuan memupuk ruang batin yang dapat

memberi makna Kristiani pada komitmen dan kegiatan” (EG art.262). Rekoleksi

menjadi saat di mana para katekis saling memandang dan terutama membiarkan

Yesus memandang diri kita, seperti pandangan Yesus yang begitu dalam kepada

perempuan Samaria (Yoh 4:1-42) dan kepada Natanael “Aku telah melihat engkau

di bawah pohon arah” (Yoh 1:48). Katekis diharapkan dikenal secara pribadi oleh

Yesus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

116

B. Contoh Program Rekoleksi

1. Tema dan Tujuan Rekoleksi

Sosok katekis zaman ini yang diharapkan adalah seorang katekis yang

memiliki semangat perjumpaan dengan Yesus dan selalu mewartakan Sukacita

Injil dengan penuh semangat. Maka tema dan tujuan yang ditentukan dalam

rekoleksi ini adalah tema yang sesuai dengan kebutuhan akan pengembangan diri

katekis sebagai pewarta zaman ini. Tema dan tujuan ini juga diharapkan dapat

membantu katekis untuk menghayati spiritualitas katekis sebagai pewarta, mampu

menghadapi tantangan-tantangan zaman dan konsekuensinya dalam dunia

pewartaan.

Tema Umum : Pandangan Paus Fransiskus dalam EG sebagai sumber inspirasi

bagi katekis sebagai pewarta zaman ini.

Tujuan Umum : Membantu dan memfasilitasi para katekis agar dapat menghadapi

tantangan globalisasi dengan menimba inspirasi dri EG, sehingga

mampu menjadi pewarta yang penuh sukacita dan bersemangat

misioner.

Tema Pandangan Paus Fransiskus dalam EG sebagai sumber inspirasi

bagi katekis sebagai pewarta zaman ini, berisi sub-sub tema yang dapat membantu

katekis menghayati panggilannya sebagai pewarta dan menghadapi tantangan-

tantangan global dengan keberanian dan tetap mewartakan sukacita Injil. Dalam

tema umum ini akan dibicarakan juga tentang pengalaman katekis dalam

perjumpaan dengan Yesus yang membaharui dan sosok katekis yang diharapkan

dalam zaman global ini. Tema ini juga membantu katekis mengembangkan diri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

117

sebagai pewarta zaman ini yang sungguh-sungguh menghidupi pengalaman

kedekatan dengan Allah dalam karya kerasulan yang dijalaninya dan mampu

menghadapi tantangan-tantangan zaman ini. Tema umum ini dibagi lagi menjadi

empat sub tema beserta tujuannya masing-masing.

Sub tema 1 : Katekis yang mampu menghadapi tantangan-tantangan

globalisasi.

Tujuan : Agar peserta menyadari dan memahami tantangan zaman ini

dalam dunia pewartaan dan semakin teguh, semangat, berani dan

penuh sukacita sebagai pewarta dalam melayani umat beriman.

Sub tema 2 : Katekis yang memiliki semangat perjumpaan dengan Yesus dan

terus-menerus membaharui diri.

Tujuan : Agar peserta mampu memaknai perjumpaannya dengan Yesus,

mempererat relasi dengan-Nya sebagai Sang Katekis Utama

sehingga semakin memperkuat panggilannya untuk mewartakan

Sukacita Injil.

Sub tema 3 : Katekis sebagai pewarta Injil yang penuh sukacita

Tujuan : Agar peserta mampu memaknai tugas panggilannya sebagai

pewarta dengan hati yang penuh sukacita.

Sub tema 4 : Katekis yang siap diutus dan terbuka untuk belajar terus-menerus.

Tujuan : Agar peserta mampu merancang atau membuat suatu niat yang

akan dilakukan dalam aksi konkret untuk meningkatkan semangat

perutusan dan kesediaan untuk belajar terus-menerus.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

118

2. Matriks Program Rekoleksi

Tema Umum : Pandangan Paus Fransiskus dalam EG sebagai sumber inspirasi bagi katekis sebagai pewarta zaman ini.

Tujuan Umum : Membantu dan memfasilitasi para katekis agar dapat menghadapi tantangan globalisasi dengan menimba inspirasi

dari EG, sehingga mampu menjadi pewarta yang penuh sukacita dan bersemangat misioner.

No Waktu Judul Pertemuan Tujuan Pertemuan Uraian Materi Metode Sarana Sumber Bahan

1 15 Salam pembuka Agar peserta saling - Doa pembuka - Informasi - Teks - Youtube, Carlos
menit dan pengantar mengenal dan - Ucapan selamat - Gerak dan lagu, Waichilla, diunduh,
memahami maksud datang lagu “Salam 29 November 2017
dan tujuan rekoleksi - Lagu pembuka Jumpa”
diadakan. - LCD
- Laptop
- Speaker
2 90 Sesi I: Agar peserta - Menggali - Informasi - Laptop - Fransiskus. (2014).
menit Katekis yang menyadari dan pengalaman pribadi - Sharing - LCD Evangelii Gaudium.
mampu memahami tantangan - Tantangan-tantangan - Diskusi - Hand out Jakarta; Dokpen
menghadapi zaman ini dalam dunia yang dihadapi katekis kelompok - Lembar KWI
tantangan- pewartaan dan zaman ini diskusi - Madah Bakti 462.
tantangan semakin teguh, - Pengalaman peserta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

119

globalisasi. semangat, berani dan selama berkarya


penuh sukacita sebagai sebagai katekis.
pewarta dalam
melayani umat
beriman.
3 30 Istirahat (makan - - - - -
menit malam)
4 90 Sesi II: Agar peserta mampu - Katekis yang setia - Informasi - Laptop - 1 Tes, 2:4
menit Katekis yang memaknai mendengarkan sabda - Sharing - LCD - Yoh, 4:1-15, 39
memiliki perjumpaannya dengan Allah dan - Diskusi - Speaker - Kis, 9:20, 22:6-21
semangat Yesus, mempererat merenungkannya kelompok - Hand out - Fransiskus. (2014).
perjumpaan relasi dengan-Nya - Katekis yang selalu - Kitab Evangelii Gaudium.
dengan Yesus dan sebagai Sang Katekis mendorong dirinya Suci Jakarta; Dokpen
terus-menerus Utama sehingga menjumpai Yesus KWI
membaharui diri. semakin memperkuat - Adorasi, doa pribadi
panggilannya untuk dan meditasi
mewartakan Sukacita
Injil.
5 60 Waktu pribadi Agar peserta mampu Meditasi (doa pribadi - - -
menit merenungkan tema dan refleksi)
yang dibarikan dalam
doa dan renungan
pribadi
6 30 Sharing Emaus Agar peserta terbuka - - - -
menit berbagi pengalaman
berdua-dua baik
pengalaman doa
maupun karya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

120

7 Istirahat malam - - -
8 30 Tema ibadat pagi: Agar peserta, melalui - Renungan - Kitab - Yoh 1:43-51
menit Perjumpaan meditasi kontemplasi terbimbing Suci - Fransiskus. (2014).
pribadi Yesus mampu menjumpai Evangelii Gaudium.
dengan Natanael Yesus dalam doa dan Jakarta; Dokpen
memperoleh kekuatan KWI
untuk tugas perutusan
sebagai pewarta.
9 30 Istirahat (Sarapan - - -
menit pagi)
10 90 Sesi III; Agar peserta mampu - Katekis; berbagi - Informasi - Laptop - Yoh, 4:29
menit Katekis sebagai memaknai tugas sukacita - Sharing - LCD - Yoh, 3:29
pewarta Injil yang panggilannya sebagai - Sukacita; keluar dari - Diskusi - Hand out - Luk, 1:28, 41
penuh sukacita. pewarta dengan hati diri sendiri untuk kelompok - Lembar - Luk 10:17
yang penuh sukacita. berdialog dengan diskusi - Mat 28:19-20
orang lain - Kitab - Fransiskus. (2014).
Suci Evangelii Gaudium.
Jakarta; Dokpen
KWI
- Bhanu Viktoradi, R.
F. (2014), Menjadi
Gereja Yang
Bergelimang
Lumpur.
11 30 Sharing kelompok - - -
menit
12 30 Sharing dalam - - -
menit kelompok besar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

121

13 15 Ice breaking - - -
menit
14 90 Sesi IV: Agar peserta mampu - Siap diutus untuk - Informasi - Laptop - Mrk, 10:21. 46-52
menit Katekis yang siap merancang atau mewartakan Sukacita - Sharing - LCD - Kis, 20:35
diutus dan terbuka membuat suatu niat Injil - Diskusi - Hand out - Fransiskus. (2014).
untuk belajar yang akan dilakukan - Terbuka akan situasi kelompok - Lembar Evangelii Gaudium.
terus-menerus. dalam aksi konkret zaman dan kesediaan diskusi Jakarta; Dokpen
untuk meningkatkan untuk belajar terus- - Kitab KWI
semangat menerus Suci
perutusannya sebagai
pewarta dan kesediaan
untuk belajar terus-
menerus.
15 30 Waktu pribadi Agar peserta mampu Meditasi (doa pribadi - Renunan - Kitab - Memilih salah satu
menit merenungkan tema dan refleksi) pribadi Suci bahan renungan
yang dibarikan dalam - Buku dari keempat sesi
doa dan renungan refleksi
pribadi
16 90 Penutup Merangkum seluruh - Persiapan Ekaristi - Informasi - Laptop - Madah Bakti
menit acara rekoleksi dengan - Perayaan Ekaristi - Menyanyi - LCD
mensyukurinya dalam - Makan siang - Speaker
perayaan Ekaristi - Sayonara

Pastor Paroki Pelaksana


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

122

3. Jadwal Rekoleksi

No Hari Lama Kegiatan Acara

1 Sabtu 16.00-16.30 Registrasi peserta


16.30-17.00 Salam pembuka dan pengantar
17.00-18.30 Sesi 1:
Katekis yang mampu menghadapi
tantangan-tantangan globalisasi.
18.30-19.00 Istirahat (Makan Malam)

19.00-20.30 Sesi 2:
Katekis yang memiliki semangat
perjumpaan dengan Yesus dan terus-
menerus membaharui diri.
20.30-21.30 Waktu pribadi (meditasi & refleksi)
21.30-22.00 Sharing Emaus
22.00-... Istirahat

2 Minggu 05.00-06.00 Bangun pagi (olahraga dan mandi)


06.00-06.30 Ibadat pagi/meditasi kontemplasi bersama
06.30-07.00 Istirahat (Sarapan pagi)

07.00-08.30 Sesi 3:
Katekis sebagai pewarta Injil yang penuh
sukacita.
08.30-09.00 Sharing kelompok
09.00-09.30 Sharing dalam kelompok besar
09.30-09.45 Ice breaking

09.45-11.15 Sesi 4:
Katekis yang siap diutus dan terbuka
untuk belajar terus-menerus.
11.15-11.45 Waktu pribadi (hening, meditasi)
11.45-12.00 Persiapan Ekaristi
12.00-13.00 Ekaristi
13.00-14.00 Istirahat (makan siang & sayonara)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

123

C. Petunjuk Umum Pelaksanaan Program Rekoleksi

Kegiatan rekoleksi ini direncanakan akan di mulai pada Sabtu sore sampai

Minggu siang. Waktu yang panjang ini bisa dikatakan waktu week end, karena

waktu ini merupakan waktu yang cukup panjang bagi katekis untuk merenungkan

perjumpaan dengan Yesus dan merenungkan sabda Allah. Rekoleksi dilakukan

misalnya; di aula paroki, rumah retret atau di tempat lain yang dapat memberi

kenyamanan bagi para peserta untuk pelaksanaan rekoleksi. Rekoleksi dibuat

lebih menarik agar tidak merasa jenu atau bosan bagi para peserta. Rekoleksi ini

menghadirkan tim pendamping yakni imam (Pastor Paroki) dan tim katekis

paroki. Untuk dinamika kelompok dapat diberikan pada saat rekoleksi sebagai

kesempatan untuk berbagi pengalaman antar peserta.

D. Contoh Satuan Persiapan Rekoleksi

1. Sesi Pembuka

a. Identitas kegiatan

1) Tema : Salam pembuka dan pengantar

2) Tujuan : Agar peserta saling mengenal dan memahami maksud dan

tujuan rekoleksi diadakan.

3) Peserta : Katekis

4) Tempat : Aula Paroki

5) Waktu : Sabtu, pukul 16.00-17.00

6) Metode : Informasi, gerak dan lagu

7) Sarana : Teks lagu “Salam Jumpa”, LCD, Laptop, Speaker.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

124

8) Sumber bahan : Youtube, Carlos Waichilla, diunduh, 29 November 2017

b. Pengembangan langkah-langkah

1) Registrasi peserta

Maksud dan tujuan registrasi peserta rekoleksi ini adalah untuk

mengetahui dan mengumpulkan data-data peserta yang mencakup, nama lengkap,

pekerjaan, pendidikan, nomor kontak peserta yang dapat dihubungi kembali

apabila ada kegiatan katekis. Registrasi juga dilakukan untuk melihat jumlah

peserta atau seberapa banyak katekis yang ada di paroki baik yang aktif maupun

yang baru terlibat.

2) Salam pembuka dan pengantar rekoleksi

Ibu-Bapak, Saudara-saudari terkasih dalam Yesus Kristus, pertama-tama

kita bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan karena kita diberi kesempatan

untuk bertemu dan berkumpul bersama di tempat ini, sebagai satu keluarga,

sebagai saudara yang sama-sama mengimani Kristus sebagai Juru Selamat kita.

Kita berkumpul untuk mengikuti kegiatan rekoleksi dengan tema umum

Pandangan Paus Fransiskus dalam EG sebagai sumber inspirasi bagi katekis

sebagai pewarta zaman ini.

Melalui kegiatan rekoleksi ini, para katekis diajak untuk mengenal dan

mengetahui situasi zaman, perkembangan yang terjadi dan tantangan-tantangan

yang muncul terutama dalam dunia pewartaan, tetapi terutama untuk

mengembangkan diri katekis itu sendiri sebagai pewarta di zaman ini. Melalui

Surat Anjuran Paus Fransiskus tentang Sukacita Injil, para katekis diajak untuk

memperbaharui perjumpaan dengan Yesus dan mendalami pengalaman kedekatan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

125

dengan Allah serta hidup lebih akrab dengan sabda Allah. Katekis juga

diharapkan mampu memiliki kemampuan untuk melayani umat dengan setia,

berani menghadapi kesulitan dan tidak mudah terpengaruh oleh pengaruh media

atau teknologi zaman ini yang sudah maju.

3) Doa Pembuka

Allah yang Maha Kuasa dan Kekal, kami bersyukur kepada-Mu atas

rahmat kehidupan dan rahmat panggilan sebagai katekis yang masih Engkau

percayakan kepada kami sampai saat ini. Kami berterima kasih karena

kesempatan yang Engkau berikan kepada kami untuk mengadakan kegiatan

rekoleksi bersama. Kami ingin menggali bersama, merefleksikan dan

mengumpulkan semua pengalaman kami selama ini, serta memperbaharui

perjumpaan dengan-Mu. Kami mempersembahkan karya pelayanan kami selama

ini kepada-Mu dan memohon rahmat agar kami semakin menjiwai teladan hidup

Yesus Putra-Mua yang terus berkarya untuk membangun Kerajaan Allah. Semoga

selama rekoleksi ini, kami membuka hati kami dengan kerendahan hati untuk

menerima bimbingan Roh Kudus-Mu sehingga kami tetap setia melayani, rendah

hati, tidak takut meskipun harus mengalami banyak kesulitan. Kami

persembahkan kepada-Mu seluruh kegiatan rekoleksi ini, semoga dari awal

hingga akhir, Engkau sendirilah yang memberkati dan mendampingi kami. Semua

doa ini kami mohon kepada-Mu, dengan pengantaraan Yesus Kristus Putra-Mu

yang hidup dan berkuasa bersama Engkau dalam persekutuan dengan Roh Kudus,

dahulu, kini dan sepanjang masa. Amin.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

126

4) Lagu pembuka MB 462 “Ya Yesus Hamba Sedia”

Reff: Ya Yesus hamba sedia jadi karyawan setia,

membaharui dunia, menuju bahagia.

Sabda Kristus pada kita, ladang-Ku menanti anda.

Padinya kuning melambai, di mana para penuai. Reff

Betapa luas ladang-Ku, dunia bingung dan ragu

Dengar jeritannya pilu, maukah anda membantu. Reff

Roh Kristus tolonglah kami, menurut penggilan suci

Ikut menuai padi-Mu, membangun dunia baru. Reff

2. Sessi I

a. Identitas kegiatan

1) Tema : Katekis yang mampu menghadapi tantangan-tantangan

globalisasi.

2) Tujuan : Agar peserta menyadari dan memahami tantangan zaman

ini dalam dunia pewartaan dan semakin teguh, semangat,

berani dan penuh sukacita sebagai pewarta dalam

melayani umat beriman.

3) Peserta : Katekis

4) Tempat : Aula Paroki

5) Waktu : Sabtu pukul 17.00-18.30

6) Metode : Informasi, Sharing, Diskusi kelompok

7) Sarana : Laptop, LCD, Hand out, lembar diskusi

8) Sumber Bahan : Fransiskus. (2014). Evangelii Gaudium. Jakarta;


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

127

Dokpen KWI, Madah Bakti 462. Pengalaman peserta

selama berkarya sebagai katekis.

b. Pengembangan langkah-langkah

1) Pengantar

Ibu, Bapak dan saudara, saudari terkasih, dalam sesi I ini kita akan

mendalami sub tema, katekis yang mampu menghadapi tantangan-tantangan

globalisasi, pada sesi ini, kita akan menggali pengalaman kita selama ini dalam

tugas pewartaan dan tantangan-tantangan yang kita hadapi. Sebagai pewarta, tentu

ada pengalaman yang meneguhkan kita tetapi ada pula pengalaman yang

menantang dan bahkan melemahkan semangat kita dalam menjalankan tugas.

Maka kesempatan dalam sesi ini kita akan berbagi pengalaman, saling

mengembangkan diri baik dari tema yang diberikan maupun dari pengalaman

perjumpaan kita dengan sesama di lapangan. Dengan diskusi kelompok dan tanya

jawab, kita akan memperdalam tema yang sudah disiapkan dan saling

memperkaya dengan pengalaman kita.

2) Materi

1. Menggali pengalaman pribadi (berbagi pengalaman)

Pada kesempatan ini pendamping menyajikan bahan dari EG yakni artikel

art. 77-79, dan artikel 81 untuk mengawali perjumpaan sebelum akhirnya berbagi

pengalaman bertolak dari isi artikel tersebut. Secara singkat empat artikel ini

mengatakan tentang kehidupan petugas pastoral atau katekis zaman ini yang

mengalami kesulitan dan pasang surut dalam tugas pelayanannya sebagai pewarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

128

Beberapa pertanyaan penuntun untuk membantu peserta dalam

mengungkapkan pengalamannya adalah: apakah tanggapan anda mengenai isi

keempat artikel dari EG tersebut?, bagaimana anda bersikap untuk mengatasi

tantangan zaman ini? Ceritakan pengalaman anda, sebagai pewarta zaman ini!,

apakah tantangan yang anda hadapi dalam tugas pewartaan dan bagaimana

mengatasinya?.

2. Tantangan-tantangan yang dihadapi katekis zaman ini

Tantangan-tantangan yang dihadapi katekis zaman ini seperti, globalisasi

ketidakpedulian, konsumerisme, pesimisme, relativisme dan klerikalisme menjadi

bagian dari perhatian para katekis dalam tugas perutusannya. Berhadapan dengan

globalisasi ketidakpedulian, para katekis berusaha untuk memiliki tanggung jawab

mengajak umat beriman untuk tetap membangun rasa peduli terhadap sesama

meskipun harus mengalami kesulitan untuk melakukannya. Karena itu dalam

rekoleksi ini sesama katekis mencoba membangun semangat untuk lebih peduli

terhadap sesamanya dan kepada umat Allah yang mereka layani. Gaya hidup

konsumerisme juga telah mempengaruhi kehidupan umat zaman ini, untuk

mengatasi hal ini katekis hadir di tengah umat untuk mengajak umat bahwa gaya

hidup konsumerisme tidak membawa kebahagiaan yang mendalam bagi

kehidupan umat itu sendiri.

Tantangan itu tidak membuat katekis menjadi lemah tetapi untuk tetap

menjadi pewarta Injil, meskipun harus mengalami kesulitan sebagai

konsekuensinya. Paus Fransiskus dalam EG mengatakan;

dengan kelembutan yang tak pernah mengecewakan, namun selalu mampu


memulihkan sukacita, Dia memungkinkan kita mengangkat kepala dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

129

memulai baru. Jangan kita lari dari kebangkitan Kristus, jangan kita pernah
menyerah, apapun yang akan terjadi. Tak ada suatupun yang lebih
daripada hidup-Nya, yang terus mendorong kita untuk maju (EG art. 3).

Dalam suasana mengalami kesulitan karena tantangan-tantangan zaman ini Paus

Fransiskus memberi inspirasi melalui artikel di atas bahwa Allah sendiri melalui

Putra-Nya selalu mendukung kita, mendorong untuk tetap maju dalam tugas

perutusan sebagai pewarta. Seorang katekis jangan pernah menyerah atau timbul

rasa pesimisme dalam diri karena tugas pewartaan merupakan panggilan Allah

dan karena itu Allah sendiri yang terlibat dalam diri katekis khususnya dalam

penyampaian pesan Injil kepada seluruh umat beriman.

Para katekis terkadang dipengaruhi oleh kehidupan zaman ini dan jatuh

dalam globalisasi ketidakpedulian misalnya “gaya hidup santai, mementingkan

kebebasan diri, tidak bahagia, minder, kurang terlibat atau menghindari tugas dan

tanggung jawab sebagai anggota Gereja, tidak semangat, melelahkan, kurang

motivasi dan bahkan kehilangan identitas diri. Semuanya ini tantangan-tantangan

yang dihadapi katekis zaman ini, yang muncul dari dalam diri” (bdk EG art. 78-

79, 81-82). Dan masih banyak tantangan lain yang berasal dari faktor luar,

misalnya gaya hidup konsumerisme, individualisme, globalisasi ketidakpedulian.

Gaya hidup seperti ini yang mengarahkan katekis untuk tidak sepenuh hati

melaksanakan tugas pewartaan. Maka dalam rekoleksi ini katekis merefleksikan

kembali panggilan hidupnya sebagai pewarta dan membengkitkan kambali

semangat melayani umat.

Beliau mengatakan bahwa meskipun begitu banyak tantangan dan

kelemahan-kelemahan yang juga kita sadari, tetapi kita jangan pesimisme, kita
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

130

harus tetap melangkah maju tanpa menyerah dengan mengingat apa yang

disabdakan Tuhan kepada Rasul Paulus “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu,

sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna” (2 Kor, 12:9).

Memang kemenangan Kristiani selalu merupakan salib, tetapi salib pada waktu

yang sama merupakan panji kemenangan yang dibawa dengan kelembutan

melawan ancaman kejahatan (bdk EG art. 87).

3) Waktu Istirahat (makan malam) (pukul 22.00-...)

Menjadi kesempatan untuk saling berbagi persaudaraan dalam perjamuan

makan malam bersama sebagai pewarta, sambil bercengkerama tentang beragam

kisah pengalaman mereka.

3. Sesi II

a. Identitas kegiatan

1) Tema : Katekis yang memiliki semangat perjumpaan dengan

Yesus dan terus-menerus membaharui diri.

2) Tujuan : Agar peserta mampu memaknai perjumpaannya dengan

Yesus, mempererat relasi dengan-Nya sebagai Sang

Katekis Utama sehingga semakin memperkuat

panggilannya untuk mewartakan Sukacita Injil.

3) Peserta : Katekis

4) Tempat : Aula Paroki

5) Waktu : Sabtu pukul 19.00-20.30

6) Metode : Informasi, sharing, diskusi kelompok

7) Sarana : Laptop, LCD, Hand out, lembar diskusi


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

131

8) Sumber Bahan : 1 Te, 2:4, Yoh, 4:1-15, 39, Kis, 9:20, 22:6-21

Fransiskus. (2014). Evangelii Gaudium. Jakarta;

Dokpen KWI

b. Pengembangan langkah-langkah

1) Pengantar

Ibu, Bapak dan saudara, saudari terkasih dalam Kristus, pada sesi pertama

tadi kita telah menggali bersama situasi atau keadaan katekis zaman ini meurut

Paus Fransiskus dalam EG, menggali penngalaman kita masing-masing dalam

dunia pewartaan dan melihat tantangan-tantangan yang dihadapi katekis. Dan

pada sesi 2 ini, kita akan merenungkan katekis yang memiliki semangat

perjumpaan dengan Yesus dan terus-menerus membaharui diri.

2) Materi

a) Katekis yang setia mendengarkan sabda Allah dan merenungkannya.

Dengan melihat situasi zaman yang dipenuhi dengan tantangan-tantangan

yang bahkan merasuki kehidupan para katekis sebagai pewarta, maka Paus

Fransiskus dalam EG, menyadarkan seluruh umat beriman Kristiani terutama para

pewarta untuk melepaskan segala kesibukan dunia dan mulai membaharui

perjumpaan dengan Yesus atau membuka hati bagi Yesus untuk menjumpai kita

(bdk EG art. 3). Hanya berkat perjumpaan atau perjumpaan yang diperbaharui

dengan kasih Allah, kita berkembang dalam suatu persahabatan dengan Allah, kita

diperkaya oleh Allah dan dibebaskan dari rasa egoisme, karena Allah sendiri

membawa kita melampaui diri kita untuk mencapai kebenaran (bdk EG art. 8).

Membaharui perjumpaan dengan Allah memampukan katekis sebagai pewarta


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

132

untuk menjawab tantangan-tantangan zaman ini baik yang berasal dari dalam diri

maupun dari luar diri. Katekis diharapkan memiliki semangat perjumpaan dengan

Allah.

Dalam perjumpaan dengan Allah katekis diajak untuk membaca dan

merenungkan sabda Allah karena hal ini merupakan salah satu keunggulan

seorang katekis. Katekis yang berjumpa dengan Allah dalam sabda. Dalam EG

Paus Fransiskus mengatakan, “di hadirat Allah, selama merenungkan teks Kitab

Suci, baiklah kita mengajukan beberapa pertanyaan yang mengajak kita untuk

melihat relasi kita dengan Allah melalui sabda-Nya atau melihat maksud Allah

atau apa yang dikehendaki Allah atas kita melalui sabda-Nya tersebut, misalnya,

Tuhan, teks ini mau mengatakan apa kepada saya?” (bdk EG art. 153).

Paus Fransiskus juga mengatakan, “seorang katekis adalah pewarta sabda

dan seorang pewarta sabda harus pertama-tama mengembangkan keakraban

pribadi dengan Tuhan Yesus. Katekis hendaklah mendekati sabda Allah dengan

hati yang sungguh terbuka dan dalam sikap doa sehingga sabda itu secara

perlahan meresapi pikiran, perasaan dan menciptakan wawasan baru, gerakan

rohani yang baru” (bdk EG art. 149).

Katekis merupakan utusan Allah yang bertugas untuk mewartakan Sabda

Allah dan memberi kesaksian hidup setiap hari sebagai pribadi yang dekat dengan

Allah dan menjadi teladan bagi umat Kristiani lainnya. Sebagai pewarta salah satu

hal yang perlu adalah membangun hubungan pribadi dengan Yesus Kristus

sebagai Guru dan katekis sejati. Berjumpa secara pribadi dengan Yesus akan

memperoleh kekuatan untuk “terus-menerus membawa kasih Yesus kepada


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

133

sesama, baik dijalan, di lapangan kota, selama bekerja dan dalam perjalanan

maupun peziarahan hidup” (EG, art. 127).

Dengan kesetiaan merenungkan sabda Allah, maka hendaklah katekis

menyadari bahwa panggilan untuk tugas perutusannya sebagai pewarta adalah

membicarakan sabda Allah tersebut kepada orang lain. Santo Paulus mengatakan,

“Kami berbicara bukan untuk menyukakan manusia, melainkan untuk

menyukakan Allah yang menguji hati kita” (1 Tes, 2:4). Seluruh evagelisasi

didasarkan pada sabda, yang didengarkan, direnungkan, dihayati, dirayakan dan

dijadikan kesaksian karena Kitab Suci merupakan sumber utama evangelisasi

(EG, art. 174). Ajakan Paus Fransiskus ini sangat jelas bahwa kekuatan katekis

dalam pewartaan adalah Kitab Suci.

b) Katekis yang selalu mendorong dirinya menjumpai Yesus.

Perjumpaan dengan Yesus seperti yang dilakukan perempuan Samaria di

sumur Yakub menciptakan dialog kehidupan yang mampu menghantar perempuan

Samaria tersebut menjadi seorang pewarta. Demikianpun seorang katekis

menimba semangat dari Yesus dalam perjumpaan agar tugas pewartaan bukan lagi

menjadi beban atau merasa tidak bahagia, tetapi lebih semangat dan setia serta

mampu menjawab tantangan-tantangan zaman ini. Paus Fransiskus dalam EG

mengatakan; “kehidupan religius penduduk kota yang seringkali berjuang untuk

bertahan hidup, mendorong mereka untuk membangun relasi atau dialog dengan

Tuhan secara lebih mendalam. Mereka perlu membangun dialog seperti dialog

Tuhan dengan Perempuan Samaria di sumur Yakub, di mana Ia berusaha

memuaskan dahaganya” (bdk, Yoh 4:1-15, EG, art. 72).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

134

Perempuan Samaria menjadi seorang utusan langsung sesudah berbicara

dengan Yesus dan banyak orang Samaria menjadi percaya kepada-Nya, karena

perkataan perempuan itu, (Yoh, 4:39). Selain pengalaman perjumpaan Perempuan

Samaria dengan Yesus, Rasul Paulus juga mengalami perjumpaan dengan Yesus

dan saat itu juga ia berbalik dari kehidupan lamanya dan memberitakan Yesus

(Kis, 9:20, bdk. 22:6-21), (EG art. 120). Katekis zaman ini banyak menghadapi

persoalan dan tantangan dan kedua tokoh ini yakni Perempuan Samaria dan Rasul

Paulus menjadi inspirasi bagi katekis untuk tetap setia mewartakan Sukacita Injil,

dengan selalu membaharui perjumpaan dengan Yesus.

Seorang katekis dipanggil menjadi pewarta Injil karena berawal dari

perjumpaan dengan Yesus atau pengalaman mistis yang dirasakan dalam

perjalanan hidupnya, namun ada juga ketekis yang pengalaman perjumpaan

dengan Yesus baru dirasakan dalam perjalanan tugasnya sebagai pewarta. Para

pewarta Injil atau katekis dipanggil juga untuk bertumbuh dan berkembang dalam

karya pewartaan dengan berbagai pelatihan, pembekalan, kursus ataupun

pendidikan yang membantu katekis untuk menjadikan tugasnya sebagai bagian

dari hidupnya sehingga sungguh-sungguh mendalami profesinya sebagai katekis.

Katekis diharapkan mampu membangun relasi dengan Yesus melalui perjumpaan

karena lewat perjumpaan, katekis dapat menimab kekuatan, inpirasi dan semangat

untuk tugas perutusannya. Apakah kita sebagai pewarta memiliki waktu luang

untuk sellu berkomunikasi dengan Yesus?

Perjumpaan dengan Yesus dapat terjadi dalam Ekaristi di mana sabda

Allah didengarkan dan dirayakan, yang memperkuat hubungan kita dengan Yesus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

135

secara batin dan memperoleh kemampuan untuk memberi kesaksian terhadap Injil

dalam kehidupan sehari-hari (bdk EG art. 174). Di dalam Ekaristi, kita juga

mengenang perjalanan hidup Yesus, (sengsara, wafat dan kebangkitan), sehingga

hubungan batin kita dengan Yesus semakin mendalam.

c) Adorasi, doa pribadi dan meditasi

Para katekis atau pewarta Injil yang penuh semangat Roh adalah mereka

yang berdoa, setia mengadakan perjumpaan dengan Yesus, merenungkan sabda

Allah dan bekerja memberikan kesaksian tentang Injil dalam kehidupan sehari-

hari. Paus Fransiskus dalam EG mengatakan “tanpa saat-saat adorasi yang

panjang, saat-saat perjumpaan dengan sabda dalam suasana doa, saat percakapan

tulus dengan Tuhan, kerja kita menjadi tanpa arti, lelah dan kehilangan semangat”

(EG art. 262). Sekali lagi Gereja, terutama katekis sungguh membutuhkan nafas

doa yang dalam dan memiliki semangat perjumpaan dengan Yesus sehingga

dalam diri katekis selalu terjadi pembaharuan. Dengan adorasi, doa pribadi dan

meditasi, perjumpaan dengan Yesus akan membuahkan hasil yang bermakna bagi

tugas pewartaan.

Perjumpaan dengan Yesus akan membaharui semangat, membuat karya

perutusan bermakna dan tidak menjadi lelah dalam pelaksanaan tugas. Apakah

kita selalu menjumpai Yesus setiap hari? Allah terus-menerus membaharui umat

beriman-Nya, berapapun usia mereka, “Mereka seumpama rajawali yang naik

terbang dengan kekuatan sayapnya, mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka

berjalan dan tidak menjadi lelah” (Yes, 40:31), Kristus adalah Injil yang kekal

(Why, 14:6), Dia “tetap sama baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

136

lamanya” (Ibr 13:8), namun kekayaan dan keindahan-Nya tiada habisnya (EG art.

11). Yesus selalu mampu memperbaharui hidup kita dan masyarakat kita,

kehadiran-Nya memberi kekuatan bagi kita untuk dapat melewati masa-masa

sulit, demikiapun saat ini, ketika tantangan-tantangan zaman mempengaruhi

kehidupan manusia. Katekis dan smua umat beriman yang selalu ke sumber yang

Yesus akan lebih terbuka dan kreatif untuk menemukan makna hidup yang penuh

harapan.

d) Waktu pribadi (meditasi dan refleksi), (20.30-21.30)

Untuk mengisi waktu pribadi dan mengarahkan katekis dalam doa pribadi

dan meditasi agar lebih hikmat maka pendamping atau fasilitator memberikan

bahan renungan, yakni Yoh, 4:1-42. Dengan bahan renungan ini, katekis dapat

lebih mendalami perjumpaan dengan Yesus.

e) Sharing Emaus (21.30-22.00)

Sharing Emaus bersifat bebas namun yang berkaitan dengan tema dan

tugas pewartaan sebagai katekis. Berbagi pengalaman tentang tantanganitantangan

zaman ini dan buah-buah rohani yang diperolah dalam pelaksanaan pewartaan.

f) Ibadat pagi (Minggu, pukul 06.00-06.30)

Ibadat padi bersama bertujuan untuk mengikat persaudaraan dalam doa

bersama dan untuk saling mendukung sebagai pewarta dalam tugas perutusan.

Pendamping menyiapkan renungan singkat untuk ibadat pagi dengan tema,

“Perjumpaan Pribadi Yesus dengan Natanael”

Perjumpaan dan percakapan singkat dengan Yesus meninggalkan kesan

yang mendalam di hati Natanael. Natanael yang baru pertama kali berjumpa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

137

dengan Yesus ternyata telah dikenal oleh Yesus secara mendalam, Natanael

mengaguminya dan hilanglah segala keraguannya karena sebelumnya dia pernah

mengatakan “Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nasaret”? (Yoh, 1:46).

Perjumpaan itu mengubah hidup Natanael dan seluruh hidupnya mewartakan Injil

Keselamatan kepada umat beriman.

Sebagai katekis atau pewarta zaman ini apabila awalnya hanya sekedar

mengagumi Yesus dan tidak tergerak untuk mengenal-Nya secara mendalam

maka pengalaman Natanael memberi inspirasi agar katekis perlu mengenal Yesus

lebih dekat. Untuk mengenal Yesus, perlu meluangkan waktu dan membaca Kitab

Suci, merenungkannya dan dari sana Yesus sendiri memberi peneguhan,

penghiburan dan kekuatan hingga akhirnya menuntun kepada jalan keselamatan.

Kehadiran Yesus dalam doa, saat menyantap Tubuh dan Darah-Nya dalam

perjamuan Ekaristi serta menyadari penyertaan-Nya dalam peristiwa hidup sehari-

hari apabila di hayati sunguh-sungguh, kita dapat mengenal-Nya dan merasakan

kehadiran-Nya. Para katekispun demikian, bahwa dalam perjumpaan dengan

Yesus dapat mengubah katekis menjadi lebih semangat dalam karya pewartaan

dan semakin berani menghadapi tantangan zaman ini. Paus Fransiskus dalam EG

mengatakan; “Dengan hati terbuka berdiri di hadapan Yesus, dan membiarkan-

Nya memandang kita, kita melihat pandangan kasih yang dilihat sekilas oleh

Natanael ketika Yesus berkata kepadanya” Aku telah melihat engkau di bawah

pohon arah” (Yoh, 1:48) (EG art. 264). Kitapun sebagai katekis sangat bahagia

apabila berdiri di hadapan Salib Yesus atau berlutut di hadapan Sakramen Maha
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

138

Kudus, kita akan memperoleh rahmat yang memampukan kita mengenal-Nya

secara lebih mendalam dari waktu ke waktu.

Semoga renungan singkat ini membantu menyadarkan kita sebagai katekis

untuk terus-menerus menjumpai Yesus dalam doa dan dalam merenungkan sabda-

Nya. Katekis selalu menimba kekuatan dari perjumpaan dengan Yesus sehingga

mampu membawaa Yesus kepada sesama.

g) Istirahat (sarapan pagi), (06.30-07.00)

4. Sesi III

a. Identitas kegiatan

1) Tema : Katekis sebagai pewarta Injil yang penuh sukacita.

2) Tujuan : Agar peserta mampu memaknai tugas panggilannya

sebagai pewarta dengan hati yang penuh sukacita.

3) Peserta : Katekis

4) Tempat : Aula Paroki

5) Waktu :Minggu, pukul 07.00-08.30

6) Metode : Informasi, diskusi kelompok

7) Sarana : Laptop, LCD, hand out, lembar diskusi, Kitab Suci.

8) Sumber bahan : Yoh, 4:29, Yoh, 3:29, Luk, 1:28, 41, Luk 10:17, Mat

28:19-20, Fransiskus. (2014). Evangelii Gaudium.

Jakarta; Dokpen KWI, Bhanu Viktoradi, R. F. (2014),

Menjadi Gereja Yang Bergelimang Lumpur.

b. Pengembangan langkah-langkah

1) Pengantar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

139

Ibu, Bapak dan saudara, saudari terkasih dalam Kristus, pada sesi kedua,

kita telah dibimbing untuk memiliki semangat perjumpaan dengan Allah. Seorang

katekis yang selalu membaharui diri dalam perjumpaan dengan Yesus, akan

mampu mengatasi segala tantangan dalam dirinya dan dalam tugas pewartaannya.

Pada sesi 3 ini, kita akan merenungkan seorang katekis sebagai pewarta Injil yang

penuh sukacita dalam dirnya dan dalam tugas perutusannya.

2) Materi

a) Katekis; berbagi sukacita

Perjumpaan dengan Yesus dalam doa pribadi maupun bersama atau

melalui sakramen-sakramen membawa sukacita berlimpah. Sukacita tersebut tidak

hanya dialami oleh diri sendiri tetapi bagi semua orang di sekitar kita. Namun

perkembangan zaman terkadang telah menjauhkan umat dari kasih Allah sendiri.

“Suara Allah tak lagi didengar, sukacita kasih-Nya tak lagi dirasakan, dan

keinginan untuk berbuat baikpun menghilang” (EG art. 2). Katekis dipanggil

kepada dunia zaman ini, yang terluka, sakit, yang hidup hampa tanpa rasa kasih

sayang kepada sesamanya sehingga bahkan keinginan untuk berbuat baikpun

sirna. Katekis diharapkan mampu berbagi sukacita seperti yang dilakukan

Perempuan Samaria setelah perjumpaan dengan Yesus, berlari-lari menjumpai

penduduk lain di kotanya dan mengatakan “Mungkinkah Dia itu Kristus”? (Yoh,

4:29). Injil juga mengajak katekis untuk mengalami sukacita dan berbagi sukacita,

misalnya; “Bersukacitalah”, adalah salam malaikat kepada Maria (Luk, 1:28),

Putra Elisabet yang melonjak kegirangan, mengalami sukacita karena kehadiran

Bunda Maria (Luk, 1:41), ketika Yesus memulai pelayanannya, Yohanes berseru
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

140

“Itulah sukacitaku, dan sekarang sukacitaku itu penuh” (Yoh, 3:29), dan masih

banyak perikop lain dalam Kitab Suci yang mengisahkan sukacita karena

kehadiran Yesus (bdk EG art. 5).

“Sukacita tidak selalu diungkapkan dengan cara yang sama dalam

kehidupan, terutama pada saat yang sangat sulit. Sukacita menyesuaikan diri dan

berubah, tetapi sekurang-kurangnya tetap bahkan seperti secercah cahaya yang

muncul dari keyakinan pribadi bahwa dirinya dicintai tanpa batas, melebihi

segala-galanya” (EG art. 6). Seruan Paus Fransiskus di atas mau mengajak umat

beriman untuk berbagi sukacita, mengungkapkan kebaikan Allah kepada orang

lain bahwa semua orang dicintai Allah, dikasihi sesama tanpa batas, sehingga

tidak kehilangan harapan dan tidak menjadi kecil hati. Perjumpaan dengan Yesus

membuka kasadaran baru bagi katekis untuk menyampaikan sukacita Kristus

kepada sesama.

b) Sukacita; keluar dari diri sendiri untuk berdialog dengan orang lain.

Gereja diajak untuk bergerak keluar, melayani umat yang membutuhkan.

Keluar dari rasa nyaman dan turut mengalami situasi dunia zaman ini.

Sebagaimana perintah Yesus “pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan

Baptislah mereka.....(Mat 28:19-20). Sejak awal Gereja telah di ajak oleh Kristus

sendiri untuk pergi keluar mewartakan Injil. Perjumpaan dengan Yesus

memampukan setiap orang untuk lebih peka terhadap situasi kehidupan sesama di

sekitarnya. Perjumpaan dengan Kristus menggerakan kita untuk menjumpai

semakin banyak orang sambil mewartakan Sukacita Injil.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

141

Gereja yang bergerak keluar merupakan komunitas para murid yang

terlibat dan saling mendukung untuk membagikan buah-buah sukacita. Di dalam

perjumpaan dengan orang lain terjadi dialog atau komunikasi iman yang

diharapkan bahwa komunikasi ini merupakan Kabar Sukacita bagi semua orang

yang mendengarnya. Setiap orang yang ingin keluar dari dirinya sendiri memiliki

konsekuensi bahwa apa yang dijumpai belum tentu sesuai harapan maka, sikap

yang perlu dibangun bagi para katekis adalah tidak menutup diri terhadap sesama

di sekitar. Menjumpai orang lain berarti juga menghadapi banyak resiko, seperti

ungkapan Paus Fransiskus “Saya memilih Gereja yang terluka, sakit dan kotor

karena telah pergi keluar ke jalan-jalan, daripada suatu Gereja yang sakit karena

hidup terkurung dan tergantung pada keamanan dan kanyamanannya sendiri”

(Menjadi Gereja Yang Bergelimang Lumpur, R. F. Bhanu Viktoradi, Pr, 2014:42).

Demikianpun para katekis diajak untuk keluar mewartakan Injil, berdialog dengan

sesama meskipun terkadang mengalami penolakan dan kesulitan lain.

Yesus, Sang Sabda Allah memanggil dan mamilih para murid-Nya tidak

hanya untuk tinggal bersama-Nya tetapi untuk mengutus mereka ke setiap desa

dan kota. Dasar penggilan Yesus kepada para murid-Nya adalah bahwa Yesus

sendiri juga merupakan seorang utusan Allah, seperti ungkapan berikut “Marilah

kita pergi ke kota-kota yang berdekatan supaya Aku memberitakan Injil, karena

untuk itu Aku telah datang (Mrk, 1:38). Bahkan perutusan itu tidak hanya berlaku

untuk kedua belas murid tetapi bahkan tujuh puluh dua murid lainnya juga diutus

Yesus (Luk 10:17). Orang miskinpun menjadi tempat pelayanan Yesus dan para

murid diutus juga kepada kaum miskin dan orang-orang kecil (bdk, EG art. 21).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

142

Pewartaan Kabar Sukacita Injil tidak berhenti pada setelah kenaikan Yesus

ke surga, Yesus menjanjikan penolong untuk mendampingi para murid-Nya dalam

tugas pewartaan (Yoh, 16:7), janji itu terpenuhi saat Roh Kudus turun atas diri

Para Rasul pada peristiwa Pentakosta (Kis, 2:1-13). Demikianpun saat ini dalam

pelaksanaan tugas, para katekis didampingi oleh Roh Kudus untuk

mengkomunikasikan iman Kristiani, Sukacita Injil kepada seluruh umat Allah.

Katekis yang keluar dari dirinya untuk mewartakan Injil akan semakin mampu

membangun dialog yang baik dengan semua pihak.

c) Sharing kelompok (08.30-09.00)

Setelah berkumpul bersama, setiap kelompok dapat memplenokan hasil

sharing dan berbagi pengalaman sehingga semua peserta dapat diperkaya oleh

pengalaman peserta lain.

d) Ice breaking (09.30-09.45)

Berisi gerak dan lagu untuk kembali menyegarkan suasana dan menambah

semangat para peserta yang hadir. Ice breaking diisi dengan lagu dan video chiken

dance. Ice breaking ini dipandu langsung oleh pendamping atau fasilitator.

Diharapkan semua peserta bergerak, bergoyang dan menari bersama dengan

mengikuti alunan musik dan gerakan para pedamping. Ice breaking ini

disesuaikan dengan waktu yang ada karena hanya sebatas selingan, pilihan untuk

mengisi kejenuhan setelah menerima banyak materi dari pendamping.

5. Sesi IV

a. Identitas kegiatan

1) Tema : Katekis yang siap diutus dan terbuka untuk belajar terus-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

143

menerus

2) Tujuan : Agar peserta mampu merancang atau membuat suatu niat

yang akan dilakukan dalam aksi konkret untuk

meningkatkan semangat perutusannya sebagai pewarta

dan kesediaan untuk belajar terus-menerus.

3) Peserta : Katekis

4) Tempat : Aula Paroki

5) Waktu : Minggu pukul 09.45-11.45

6) Metode : Informasi, sharing, dan diskusi kelompok

7) Sarana : Laptop, LCD, Hang out, lembar diskusi, Kitab suci

8) Sumber bahan : Mrk, 10:21. 46-52, Kis, 20:35, Fransiskus. (2014).

Evangelii Gaudium. Jakarta; Dokpen KWI

b. Pengembangan langkah-langkah

1) Pengantar

Ibu, Bapak dan saudara, saudari terkasih dalam Kristus, setelah kita

merenungkan bagaimana dalam perjalanan hidup kita sebagai pewarta berbagi

sukacita dengan orang lain, karena perjumpan kita dengan Yesus. Kini pada sesi

keempat, kita akan membangun niat dan melihat ke depan, apa yang harus dan

akan kita lakukan dalam tugas perutusan kita sebagai pewarta. setelah kita

dibaharui, kita ingin pergi keluar, diutus sebagai pewarta yang dipenuhi Roh,

memiliki semangat, berani dan membawa sukacita.

2) Materi

a) Siap diutus untuk mewartakan Injil


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

144

Setelah kita mendapatkan sukacita berkat perjumpaan dengan Yesus dalam

doa di mana kita semakin berakar kuat dalam relasi dengan Tuhan, sebagai katekis

adanya keyakinan yang kuat bahwa dengan berdoa dan berjumpa dengan Yesus,

maka segala karya pewartaan menjadi bermakna dan tidak sia-sia. Yesus

menghendaki agar para pewarta menyampaikan Kabar Sukacita Injil tidak hanya

wacana kata-kata, melainkan melalui kesaksian hidup konkret sehari-hari (bdk EG

259). Katekis siap diutus dengan dijiwai Roh Allah sendiri di mana adanya

dorongan, motivasi, semangat dalam tugas pewartaan dan tidak takut akan

tantangan-tantangan zaman ini.

Setiap pewarta pasti melewati pergumulan, tantangan tetapi juga adanya

harapan bahwa Allah sendiri akan membantu setiap kesulitan katekis dalam

tugasnya. “Setiap tantangan mendorong katekis untuk berjumpa dengan Yesus,

karena di dalam perjumpaan itu Yesus memberikan semangat, keberanian,

sukacita, kemurahan hati dan kasih yang tak terbatas dan Roh Kudus sendiri

bernyala di dalam hati seorang pewarta. Evangelisasi yang penuh semangat adalah

evangelisasi yang dibimbing oleh Roh Kudus karena Dia adalah jiwa Gereja yang

dipanggil untuk mewartakan Injil” (bdk, EG art. 261).

Seorang katekis yang siap diutus untuk mewartakan Kabar Sukacita Injil,

hendaklah belajar dari teladan Sang Guru yakni Yesus Kristus sendiri bahwa

dalam perjumpaan dengan umat-Nya, Yesus sungguh-sungguh hadir sebagai

pribadi yang sangat dirindukan dan diharapkan. Yesus menjadi model pilihan

evangelisasi yang membawa kita kepada jantung umat-Nya. Dalam karya

perutusan-Nya, Yesus memiliki cara pendekatan yang sangat istimewa dengan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

145

setiap pribadi. Jika Dia berbicara, Dia memandang dengan penuh belaskasih dan

perhatian yang sangat dalam, misalnya; “Yesus memandang dia dan menaruh

kasih kepadanya” (Mrk 10:21), ketika Dia mendekati orang buta (bdk, Mrk 10:46-

52), makan dan minum bersama para pendosa (bdk, Mrk, 2:16) dan masih banyak

teks lain yang menggambarkan kasih sayang Yesus kepada umat-Nya dalam karya

keselamatan-Nya (bdk EG art. 269).

Katekis diajak untuk melihat pengorbanan Yesus dan tergerak untuk

mengikuti teladan hidup-Nya, maka ketika katekis siap diutus, katekis tersebut

mampu berbagi kehidupan dengan banyak orang, siap mendengarkan segala suka

duka hidup umat, membantu segala kebutuhan umat baik materi maupun segi

rohani, bersukacita dengan mereka yang bersukacita dan menangis dengan mereka

yang menangis. Dalam perutusan katekis diharapkan mampu menghayati tugas

sebagai kewajiban bukan suatu beban yang berat, tetapi merupakan keputusan

pribadi untuk membawa sukacita bagi orang lain dan memberi identitas diri

sebagai pewarta (bdk, EG art. 269). “Saya adalah perutusan di atas bumi ini,

itulah alasan mengapa saya berada di dunia ini. Kita harus mengenal diri kita

sebagai yang harus dimeteraikan atau diberi merek, dengan api untuk suatu

perutusan yang membawa terang, memberkati, memberi daya hidup,

membangkitkan, menyembuhkan dan membawa hidup”, ini merupakan tugas

katekis zaman yang siap diutus dan siap menghadapi tantangan zaman ini (bdk,

EG art. 273).

b) Terbuka akan situasi zaman dan kesediaan untuk belajar terus-menerus


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

146

Dengan perkembangan zaman yang terus maju dan tawaran kehidupan

yang mempengaruhi kehidupan manusia, katekis juga diharapkan terbuka akan

situasi yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Paus Fransiskus dalam EG

mengatakan; “bilamana mata kita terbuka untuk mengakui sesama dan melihat

perubahan dalam kehidupan masyarakat, kita bertumbuh dalam terang iman dan

pengetahuan tentang Allah dan tentang teknologi yang semakin maju. Sebagai

pewarta, jika kita ingin maju dalam kehidupan rohani dan semakin mantap dalam

tugas perutusan, kita harus terus menjadi para misionaris, keluar dari diri sendiri

dan menjumpai situasi yang terjadi di sekitar. Karya evangelisasi memperkaya

pikiran dan hati, membuka wawasan baik rohani maupun jasmani, membuat kita

semakin peka akan karya-karya Roh Kudus dan membawa kita keluar dari

pemahaman kita yang terbatas (bdk, EG art. 272).

Katekis yang diutus ke dalam situasi dunia zaman ini perlu memiliki

kesediaan belajar terus-menerus agar semakin terampil dalam mewartakan Injil.

Kesediaan dan keterbukaan hati seorang katekis merupakan sumber sukacita,

karena dalam pewartaan seorang katekis berbagi pengalaman dengan umat,

memberikan diri untuk pelayanan, mewartakan Injil dengan ketulusan, karena

sukacita itu merupakan kebahagiaan seorang katekis, seperti kata Rasul Paulus,

“Lebih berbahagia memberi, daripada menerima” (Kis 20:35).

Kesediaan untuk belajar terus-menerus bagi seorang katekis akan

menambah wawasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan lebih kreatif dan terampil

dalam mewartakan iman. Ketika katekis siap diutus maka disertai juga dengan

kemauan untuk belajar untuk perkembangan dirinya sebagai pewarta dan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

147

pelayanan terhadap umat beriman Kristiani, katekis tersebut mampu masuk ke

dalam kehidupan masyarakat dengan budaya yang berkembang zaman ini, dan

pewartaanpun dapat diterima masyarakat dan memahami maksud dan tujuan

katekis dalam pewartan tersebut.

c) Waktu hening (meditasi pribadi), (11.15-11.45)

d) Persiapan Ekaristi (11.45-12.00)

e) Ekaristi (12.00-13.00)

Dalam Ekaristi ini, para peserta mempersembahkan semua rasa syukur,

buah-buah rohani, harapan dan niat-niat yang akan dibangun untuk pelaksanaan

tugas perutusan ke depannya, para peserta mempersiapkan juga doa permohonan

atau doa umat. Kegiatan rekoleksi diakhiri dengan dengan perayaan Ekaristi yang

dipimpin oleh imam yang juga sebagai fasilitator.

6. Penutup (Minggu, pukul 13.00-14.00)

Ibu, bapak, saudara, saudari terkasih dalam Kristus, kami mengucapkan

terimakasih untuk kehadiran semua peserta yang sudah mendukung kegiatan

rekoleksi ini. Semoga buah-buah rohani selama rekoleksi dan perjumpaan kita

dengan Yesus serta pengalaman yang kita bagi bersama menambah semangat dan

dukungan bagi tugas kita sebagai pewarta zaman ini bahwa tantangan global tidak

melemahkan semangat kita untuk terus mewartakan Injil, kehadiran kita akan

selalu membawa sukacita.

Kami mengucapkan selamat berkarya mewartakan Sukacita Injil dengan

semangat, berani dan penuh sukacita. Terimakasih. Sesudah Ekaristi, kita akhiri

acara kita dengan ramah tamah bersama, Tuhan memberkati.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

148

BAB V

PENUTUP

Hasil penulisan skripsi ini, sangat penting untuk dipelajari oleh katekis dan

calon katekis, agar meningkatkan semangat pelayanan dan meneguhkan panggilan

sebagai pewarta. Dalam usaha mencapai tujuan penulisan skripsi ini, maka

pembahasan dari bab II sampai bab IV berisikan hal-hal yang sangat menarik

untuk dipelajari dan direnungkan oleh katekis. Penulis telah memaparkan hal-hal

pokok dalam EG yang merupakan inspirasi bagi para katekis sebagai pewarta

untuk mengembangkan diri sehingga mampu menghadapi tantangan-tantangan

zaman ini dalam dunia pewartaan. Maka pada bab V ini penulis akan menarik

kesimpulan yang akan memudahkan pemahaman terhadap seluruh isi skripsi ini

dan memuat beberapa saran untuk memanfaatkan hasil penulisan skripsi ini serta

meningkatkan pengembangan diri katekis sebagai pewarta agar semakin semangat

dalam melayani umat.

A. Kesimpulan

Pandangan Paus Fransiskus tentang tantangan-tantangan zaman ini seperti,

globalisasi ketidakpedulian, konsumerisme, pesimisme, relativisme dan

klerikalisme telah mempengaruhi kehidupan seluruh umat, baik biarawan atau

biarawati, para imam dan para katekis awam. katekis dan tugas perutusannya.

Tantangan-tantangan ini juga mempengaruhi karya pewartaan para katekis di

mana umat yang mereka hadapi adalah umat yang hidup di zaman ini sehingga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

149

tugas dan peran katekis adalah mengarahkan umat untuk memiliki semangat

perjumpaan dengan Yesus secara personal. Dengan mengadakan pembaharuan

perjumpaan dengan Yesus maka segala tantangan yang ada dapat diatasi.

Paus Fransiskus juga melihat bahwa pengaruh globalisasi terkadang

mempengaruhi kehidupan katekis dan umat beriman Kristiani karena semangat

perjumpaan dengan Yesus menjadi kendor dan kurang semangat serta tidak

bahagia dalam pelayanan. Katekis juga mengalami krisis identitas diri sehingga

tugas perutusan dirasa seperti beban bukan suatu panggilan. Situasi seperti ini

perlu disikapi secara bijaksana oleh Gereja dan katekis itu sendiri untuk

membangkitkan kembali semangat dalam tugas pewartaan membantu umat

beriman dalam menghayati imannya. Katekis perlu dibimbing dan dibina serta

diberi pelatihan untuk pengembangan dirinya agar tetap bersemangat melayani

umat dan menghayati penggilannya sebagai pewarta. Maka katekis perlu menggali

dan merefleksikan serta mendalami berbagai dokumen terutama menimba

inspirasi dari Paus Fransiskus dalam dokumen Evangelii Gaudium.

Dengan mendalami dokumen EG maka katekis memperoleh inspirasi bagi

pengembangan dirinya agar termotivasi untuk menjadi pewarta zaman ini yang

mampu mengatasi tantangan-tantangan yang muncul. Paus Fransiskus dalam EG

mengajak seluruh umat beriman Kristiani untuk membaharui diri melalui

semangat perjumpaan dengan Yesus, meluangkan waktu secara teratur untuk

bertemu Yesus dalam doa, agar setiap umat mengalami sukacita Injil. Katekis

juga perlu mengetahui situasi zaman, tantangan-tantangan yang dihadapi umat

beriman dan tantangan dalam dunia pewartaan. Namun terlebih dahulu katekis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

150

memiliki batin yang penuh sukacita sehingga sukacita yang diwartakan bukan

sekedar wacana tetapi merupakan pengalaman pribadi.

Katekis membutuhkan pengembangan diri baik dari segi pengetahuan,

spiritualitas dan ketrampilan serta situasi budaya masyarakat zaman ini. Beliau

mengajak katekis untuk mengenal budaya-budaya masyarakat setempat dan

membangun dialog yang baik dengan semua pihak. Semua itu dilakukan untuk

membantu katekis dalam pelaksanaan tugas perutusannya. Dengan pembinaan dan

pelatihan terus-menerus dan berkelanjutan, katekis dapat tumbuh berkembang

untuk tetap memiliki semangat melayani umat dan mampu menghadapi tantangan

zaman ini.

Para katekis, termasuk para imam berusaha untuk mengembangkan diri

dengan mengurangi sikap egoisme, kebebasan diri dan berani keluar dari rasa

nyaman dan memberitakan Injil kepada semua umat beriman. Kebutuhan

pengembangan diri katekis berkaitan dengan perkembangan zaman yang semakin

maju, yang tidak hanya menawarkan nilai-nilai positif tetapi juga nilai negatif,

misalnya budaya konsumerisme dan budaya klerikalisme dalam kalangan para

imam. Dokumen EG memberi banyak inspirasi bagi pengembangan diri katekis

sebagai pewarta khususnya dalam menghadapi situasi zaman yang semakin

berkembang dan mengatasi tantangan-tantangannya.

Konsekuensi bagi katekis sebagai pewarta adalah meskipun banyak

tantangan yang dihadapi, seorang katekis tetap penuh sukacita mewartakan Injil,

membagikan sukacita Allah kepada sesama terutama kepada mereka miskin,

kaum muda yang kehilangan arah hidup, para lansia yang kurang mandapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

151

perhatian dan semua umat Allah. Katekis diajak untuk menjadi teladan bagi umat

beriman Kristiani melalui kesaksian hidup sehari-hari yakni menghadirkan

sukacita bagi sesama di sekitarnya. Kebutuhan akan pengembangan diri katekis

sebagai pewarta sangatlah penting karena situasi zaman ini menuntut katekis

untuk mampu mengatasi setiap tantangan dengan baik dan benar.

Katekis perlu menghidupi pengalaman kedekatan dengan Allah agar dalam

pewartaan, katekis dapat membawa umat untuk mengalami dan merasakan

kehadiran Allah. Katekis juga mengajak umat untuk menjumpai Allah dalam

kehiduapn konkret setiap hari. Perjumpaan pribadi dengan Allah memampukan

katekis untuk lebih berani berkorban dan siap melayani, rendah hati, dan

semangat dalam karya pewartaan. Akhirnya semua umat Kristiani mengalami

evangelisasi baru yang ditandai dengan sukacita Injil, di mana para katekis dan

umat beriman selain berperan sebagai pewarta Injil juga terbuka untuk diwartai

atau menerima pewartaan Injil dari sesamanya.

Sebagai pewarta, katekis diharapkan memiliki relasi yang akrab dengan

Allah, salah satunya melalui kegiatan rekoleksi bersama. Kegiatan rekoleksi ini

membantu katekis lebih terbuka untuk mengembangkan diri demi pelayanan yang

lebih baik terhadap umat. Program kegiatan rekoleksi ini membantu katekis untuk

meningkatkan kualitas perjumpaan dengan Yesus dan menyadari serta menghayati

tugasnya sebagai pewarta.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

152

B. Saran

Penulis pada bagian ini akan mengajukan beberapa saran sebagai upaya

mengembangkan diri katekis sebagai pewarta

1. Bagi Katekis

Paus Fransiskus dalam EG mengatakan; “seorang pewarta Injil yang penuh

semangat adalah mereka yang berdoa dan bekerja” (EG art. 262), “seorang murid

adalah mereka yang siap mempertaruhkan seluruh hidup mereka, bahkan sampai

menerima kemartiran untuk memberikan kesaksian bagi Yesus Kristus‟ (EG art

24). Dengan artikel di atas, penulis menyarankan agar katekis perlu menimba

inspirasi dari Paus Fransiskus dengan menggali dan mendalami serta mempelajari

dokumen-dokumen khususnya dokumen EG. Dengan mendalami dokumen EG

para katekis memiliki semangat pengorbanan dalam berkarya, semangat untuk

mengadakan perjumpaan dengan Yesus dan penuh sukacita serta setia kepada

tugas pewartaan.

2. Bagi Gereja

“Evangelisasi adalah tugas Gereja dan Gereja itu sendiri sebagai pelaku

evangelisasi” (EG art. 111). Dengan pernyataan Paus Fransikus di atas, penulis

menyarankan agar Gereja terutama para uskup, para imam dapat mengurani sikap

klerikalisme terhadap kaum awam karena sebagai pelaku evangelisasi, juga perlu

memiliki kemampuan untuk bekerja sama baik dengan para uskup, imam maupun

sesama katekis. Katekis bersama para imam juga perlu menimba inspirasi dari

Paus Fransikus dalam EG.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

153

3. Bagi Prodi PAK

“Kita semua dipanggil untuk bertumbuh dalam karya kita sebagai pewarta

Injil. Kita ingin mendapatkan pelatihan yang lebih baik, dan membiarkan orang

lain menyampaikan Kabar Sukacita kepada kita” (EG art. 121). Ajakan Paus

Fransiskus ini memberi saran kepada katekis untuk bertumbuh menjadi pewarta

Injil yang lebih baik dan terbuka untuk menerima pewartaan Injil dari orang lain.

Penulis menyarankan agar Prodi PAK, memberikan waktu yang lebih banyak bagi

calon katekis untuk mendalami berbagai dokumen Gereja terutama dokumen EG,

di mana dokumen EG memberi banyak inspirasi bagi calon katekis agar dapat

mengembangkan diri dan belajar terus-menerus untuk persiapan memasuki dunia

pewartaan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

154

DAFTAR PUSTAKA

Bagus Laksana A. (2017). Broken, Majalah Rohani No 07, Juli,tahun ke 64.


Bhanu Viktoradi, R. F., (2014), Menjadi Gereja Yang Bergelimang Lumpur.
Yogyakarta; Kanisius.
Benediktus. (2014). Inter Mirifica Seri Dokumen Gerejawi No. 25. (Martin
Harun, Penerjemah). Jakarta; Departemen Dokumentasi dan
Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia.
Fransiskus. (2014). Evangelii Gaudium, Seri Dokumen Gerejawi No. 94 (F.X.
Adisusanto & Bernadeta Harini Tri Pasasti, Penerjemah). Jakarta:
Departemen Dokumentasi dan Penerangan Waligereja Indonesia.
(Dokumen asli diterbitkan tahun 2013)
______. (2016). Laudato Si. Seri Dokumen Gerejawi No. 95 (Martin Harun,
Penerjemah). Jakarta; Departemen Dokumentasi dan Penerangan
Konferensi Waligereja Indonesia. (Dokumen asli diterbitkan tahun 2015)
______. (2014). Lumen Fidei Seri Dokumen Gerejawi No. 102 (R.P.T.
Krispurwana Cahyadi, T. Penerjemah). Jakarta; Departemen Dokumentasi
dan Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia. (Dokumen asli
diterbitkan tahun 2013)
______. (2014). Miserecordia Et Misera, Seri Dokumen Gerejawi No. 102
(F.X.Adisusanto, Penerjemah). Jakarta; Departemen Dokumentasi dan
Penerangan Waligereja Indonesia. (Dokumen asli diterbitkan tahun 2016)
Http://katoliknews, petaka konsumerisme.com, diakses 20 Juli 2017
Http://media.iyaa.com/50 tahun Vatikan II: Sukacita Injil dan Aktualisasi Iman,
diunduh tanggal 2 Mei 2017.
Joni, Albertus, (2013). Kesahajaan bagi Allah dan Kemanusiaan, Majalah Rohani
No 05, Mei, tahun ke 60.
Konferensi Waligereja Indonesia. (1976). Iman Katolik. Yogyakarta; Kanisius;
Jakarta; Obor.
______. (2006). Kitab Hukum Kanonik. Jakarta; Departemen Dokumentasi dan
Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia.
______. (2006). Ajaran Sosial Gereja. Jakarta; Departemen Dokumentasi dan
Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia.
Kongregasi Untuk Imam. (2000). SPEKTRUM, Petunjuk Umum Katekese.
(Komisi Kateketik KWI, Penerjemah). Jakarta; Departemen Dokumentasi
dan Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia. (Dokumen asli
diterbitkan tahun 1979).
Konsili Vatikan II (1993). Dokumen Konsili Vatikan II. (R. Hardawiryana,
Penerjemah). Jakarta; Obor. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1966)
Lalu Yosef, (2007) Katekese Umat. Yogyakarta: Kanisius
Lembaga Alkitab Indonesia. (2001). Alkitab Deuterokanonika. Jakarta: LAI
Mangunhardjana, A.M. (2017). Prodiakon Rekoleksi & Ibadat Masa Adven dan
Prapaskah. Jakarta; Obor
Mydiarylusia.blogspot.com.id, biografi Paus Fransiskus, diunduh tanggal 3
September 2017.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

155

Provinsi Gerejani Ende. (1995). Katekismus Gereja Katolik. (P. Herman Embuiru,
Penerjemah). Indonesia: Keuskupan Agung Ende. (Dokumen asli
diterbitkan tahun 1993)
Suseno Magiz F. (2012). Globalisasi: Tantangan bagi Integirtas Kita, Pewartaan
di Zaman Global (editor oleh B.A. Rukiyanto). Yogyakarta: Kanisius.
Tornielli Andrea. (2014). Fransiskus Paus Dari Dunia Baru, Jakarta; Gramedia.
V. Indra Sanjaya, (2011). Belajar Dari Yesus “Sang Katekis”, Yogyakarta
Kanisius.
Yan Olla, Paulinus. (2008). Dipanggil Menjadi Saksi Kasih. Yogyakarta;
Kanisius.
Yohanes Paulus II. (1991). Redemptoris Missio (Seri Dokumen Gerejawi No 4.
Frans Borgias & Alfos S. Suhardi, Penerjemah). Jakarta: Departemen
Dokumentasi dan Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia.
(Dokumen asli diterbitkan tahun 1990).
______. (1992). Catechese Tradendae (Seri Dokumen Gerejawi No 28.
(R. Hardawiryana, Penerjemah) Jakarta; Departemen Dokumentasi dan
Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia. (Dokumen asli diterbitkan
tahun 1979).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

156

LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran 1: Lagu Pembuka Mengawali Kegiatan Rekoleksi


MB 462 “Ya Yesus Hamba Sedia”

Reff: Ya Yesus hamba sedia jadi karyawan setia,


membaharui dunia, menuju bahagia.
Sabda Kristus pada kita, ladang-Ku menanti anda.
Padinya kuning melambai, di mana para penuai. Reff
Betapa luas ladang-Ku, dunia bingung dan ragu
Dengar jeritannya pilu, maukah anda membantu. Reff
Roh Kristus tolonglah kami, menurut penggilan suci
Ikut menuai padi-Mu, membangun dunia baru. Reff

Lampiran 2: Empat artikel Evangelii Gaudium yang didalami dalam


Kegiatan Rekoleksi

1. Isi artikel 77
Sebagai anak-anak zaman ini, kita semua bagaimanapun juga
dipengaruhi oleh budaya globalisasi yang , selain menawarkan kita nilai-
nilai dan kemungkinan-kemungkinan baru, juga dapat membatasi,
mengkondisikan dan akhirnya membahayakan kita. Saya sadar bahwa kita
perlu menciptakan ruang-ruang di mana para pekerja pastoral dapat
dibantu dan dibimbing, “tempat-tempat di mana iman akan Yesus yang
disalibkan dan bangkit diperbarui , di mana persoalan-persoalan yang palin
besar dan kekhawatiran sehari-hari dibagikan, di mana diskresi yang lebih
dalam tentang pengalaman-pengalaman dan hidup kita sendiri dilakukan
dalam terang Injil, dengan tujuan mengarahkan keputusan-keputusan
indvidual dan sosial menuju kebaikan dan keindahan. Sekaligus saya ingin
meminta perhatian atas godaan-godaan tertentu yang secara khusus
dewasa ini mempengaruhi para pekerja pastoral.

(1)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2. Isi artikel 78
Saat ini kita sedang menyaksikan dalam diri banyak pekerja
pastoral, termasuk para biarawan dan biarawati, perhatian berlebihan akan
kebebasan pribadi dan hidup santai, yang menjadikan mereka melihat
karya mereka sebagai suatu tambahan belaka pada hidup mereka, seolah-
olah karya itu bukanlah bagian dari identitas mereka sendiri. Pada saat
yang sama, kehidupan dipadukan dengan beberapa momen olah
kerohanian yang dapat memberikan kenyamanan tertentu tetapi tidak
mendorong perjumpaan dengan sesama, keterlibatan dengan dunia atau
gairah untuk evangelisasi. Akibatnya seseorang bisa mengamati pada
banyak pelaku evangelisasi, meskipun mereka berdoa, penekanan pada
individualisme, krisis identitas dan kendurnya semangat. Ketiga hal buruk
ini saling menyulut satu sama lain.

3. Isi artikel 79
Kadang-kadang budaya media kita dan beberapa lingkaran
intelektual menyampaikan skeptisme berkaitan dengan pesan Gereja,
bersamaan dengan sinisme tertentu. Akibatnya banyak pekerja pastoral,
meskipun mereka berdoa, mengidap semacam rasa rendah diri yang
membuat mereka menisbikan atau menyembunyikan identitas Kristiani
dan keyakinan mereka. Hal ini menyebabkan suatu lingkaran setan.
Mereka menjadi tak bahagia dengan siapa diri mereka dan apa yang
mereka lakukan; mereka tidak dapat mengidentifikasi dengan pengutusan
evangelisasi mereka dan hal ini melemahkan komitmen mereka. Mereka
akhirnya memadamkan sukacita pengutusan dengan semacam obsesi
menjadi seperti orang lain. Karya evangelisasi mereka dengan demikian
dijalankan dengan terpaksa, dan mereka memberikan sedikit tenaga dan
sangat sedikit waku untuk itu.

(2)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

4. Isi artikel 81
Pada saat kita paling membutuhkan dinamisme misioner yang akan
membawa garam dan terang ke dunia, banyak kaum awam takut bila
mereka diminta untuk melakukan beberapa karya kerasulan dan mereka
berusaha menghindari tanggung jawab apapun yang bisa merampas waktu
senggang mereka. Misalnya saat ini sangat sulit menemukan para katekis
paroki terlatih yang mau bertahan dalam karya pelayanan ini untuk
beberapa tahun. Sesuatu yang mirip juga kadang terjadi pada para imam
yang terobsesi dengan melindungi waktu senggang mereka. Hal ini
seringkali disebabkan kenyataan bahwa orang merasakan kebutuhan
mendesak untuk menjaga ruang kebebasan pribadi mereka, seolah-olah
tugas mewartakan Injil adalah racun yang berbahaya, bukan tanggapan
sukacita atas kasih Allah yang mengutus kita dan membuat kita terpenuhi
dan produktif. Beberapa orang malahan menolak mengalami sukacita
pengutusan sepenuhnya dan diliputi sikap apatisyang membuat tak
berdaya.

Lampiran 3: Bacaan Injil, Yoh 1: 43-51

43 Pada keesokan harinya Yesus memutuskan untuk berangkat ke


Galilea. Ia bertemu dengan Filipus dan berkata kepadanya: “Ikutlah
Aku!”. 44 Filipus itu berasal dari Betsaida, kota Andreas dan Petrus. 45
Filipus bertemu dengan Natanael dan berkata kepadanya: “Kami telah
menemukan Dia, yang disebut oleh Musa dalam Kitab Taurat dan oleh
para nabi, yaitu Yesus, anak Yusuf dari Nazaret”. 46 Kata Natanael
kepadanya: “Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?” 47
Kata Filipus kepadanya: “Mari dan lihatlah!” Yesus melihat Natanael
datang kepadanya lalu berkata tentang dia: :Lihat, inilah seorang Israel
sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya!” 48 Kata Natanael kepada-Nya:
“Bagaiman Engkau mengenal aku?” Jawab Yesus kepadanya: “Sebelum
Filipus memanggil engkau, Aku telah melihat eangkau di bawah pohon

(3)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

arah!”. 49 Kata Natanael kepada-Nya: Rabi, Engkau Anaka Allah, Engkau


Raja Orang Israel!” 50 Yesus menjawab kata-Nya: “Karena Aku berkata
kepadamu, Aku melihat engkau di bawah pohon arah, maka engkau
percaya?, engkau akan melihat hal-hal yang lebih esar dari pada itu”. 51
Lalu kata Yesus kepadanya: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya
engkau akan melihat langit terbuka dan malikat-malaikat Allah turun naik
kepada anak manusia”.

Lampiran 4: Contoh gambar-gambar yang mengungkapkan


ketidakpedulian dan gaya hidup konsumerisme sebagian umat
manusia zaman ini terhadap sesamanya.

Gambar 1

(4)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Gambar 2

Gambar 3

(5)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Gambar 4

(6)

Anda mungkin juga menyukai