Anda di halaman 1dari 4

Nama : Evander Purba

NIM : 221010012
Mata kuliah : Misiologi
Program : Magister Filsafat Konsentrasi Etika Pastoral
Semester : III (tiga)
Dosen : Fiorensius Sipayung, Lic. S.Th.

Inti Sari Surat Apostolik Paus Fransiskus


Sukacita Injil
Evangelii Gaudium

Suatu anjuran apostolik dari Paus Fransiskus yang diterbitkan pada 24 November
2013. Dokumen ini merupakan dokumen pertama yang dikeluarkan oleh Paus Fransiskus
semenjak beliau terpilih sebagai Paus. Dalam dokumen ini berbicara tentang pewartaan Injil
sebagai misi utama Gereja di dunia kini. Paus Fransiskus mendorong Gereja untuk memulai
babak baru evangelisasi dengan berprinsip pada kesatuan Bapa, Putra dan Roh Kudus.
Paus Fransiskus mengatakan perlu motivasi kuat untuk melakukan evangelisasi
dengan sukacita, dengan semangat yang baru. Seruan ini ditujukan untuk semua orang
beriman agar umat menyadari tanggung jawabnya sebagai umat Allah, yang didasarkan pada
rahmat baptis. Alasan lain adalah adanya berbagai tantangan dan godaan bagi pewarta.
Bahaya besar adalah kesedihan dan penderitaan yang diakibatkan oleh hati yang rakus,
mengejar kesenangan, dan hati nurani yang tumpul. Kehidupan batin terjebak dalam
kepentingan diri sendiri sehingga tidak ada tempat lagi untuk orang lain, tidak ada ruang lagi
bagi orang miskin.
Paus melihat bahwa kehidupan umat dewasa ini menghadapi beraneka ragam tawaran
yang dapat menjerumuskan umat ke dalam konsumerisme, kesedihan personal, dan mengejar
kenikmatan sehingga jatuh dalam hidup yang penuh ketamakan dan mengejar materi yang
sebanyak-banyaknya. Umat zaman sekarang adalah pribadi yang mudah marah, lesu, dan
dengki, hidup dalam keegoisan dan merasa puas dengan diri sendiri tanpa membutuhkan
orang lain.
Dengan melihat situasi zaman dan perubahan sikap dan pola pikir manusia, Paus
menganjurkan adanya perubahan dalam perutusan Gereja di dunia. Paus menyebutnya
dengan evangelisasi baru. Bidang yang perlu mendapat evangelisasi baru yakni pelayanan
pastoral biasa yakni mereka yang mempertahankan iman melalui berbagai cara namun jarang
mengambil bagian dalam ibadat. Bidang yang lain ialah orang-orang yang dibaptis yang
hidupnya tidak mencerminkan tuntutan baptis. Juga kepada mereka yang masih belum
mengenal Kristus atau bahkan menolak-Nya. Langkah-langkah yang perlu dilakukan ialah
keluar kepada yang lain, mencari yang telah jauh, menyambut yang tersingkirkan. Kita harus
terlibat dan mendukung seperti Yesus yang membasuh kaki, terlibat dan melibatkan para
murid. Pertobatan pastoral sangat dianjurkan oleh Paus. Tidak cukup hanya tertib dalam
administrasi, melainkan cara dan sikap dalam kegiatan pastoral. Dalam hal ini, Paus
terinspirasi dari Konsili Vatikan II yang menampilkan pertobatan dengan keterbukaan kepada
pembaruan diri terus menerus.
Dalam hal ini, paroki sebagai lembaga yang memiliki jangkauan yang luas. Paroki
yang dipimpin oleh pastor dan komunitasnya sungguh memiliki hubungan dengan rumah dan
kehidupan umatnya. Paroki adalah kehadiran Gereja dalam wilayah tertentu, suatu
lingkungan untuk mendengar sabda Allah, untuk bertumbuh dalam hidup Kristiani, dialog,
pewartaan, tindakan karitatif, ibadat dan perayaan. Demikian halnya dengan komunitas-
komunitas basis lainnya yang sungguh memperkaya Gereja dalam tuntunan Roh untuk
mewarta Injil ke seluruh wilayah dan sektor. Gereja partikular yang dipimpin oleh uskupnya
dipanggil untuk pertobatan perutusan. Hal ini merupakan subjek utama evangelisasi yang
menjadi perwujudan Gereja yang satu, kudus, Katolik dan apostolik. Persekutuan perutusan
tersebut hendaknya dijaga dan ditingkatkan dengan meneladani komunitas Gereja perdana.
Begitu juga dengan kepausan. Hendaknya kepausan juga melakukan pertobatan dengan
keterbukaan pada saran-saran demi penghayatan dan pelayanan yang semakin setia pada
Yesus. Ada sebuah ketidakpastian antara positif atau negatif perihal sentralisasi. Apakah
membantu atau memperumit hidup Gereja dan jangkauan perutusannya. Dalam pelayanan
pastoral, kita dituntut untuk meninggalkan sikap puas diri, berani dan kreatif. Dalam
pelayanan pastoral perlu merancang tujuan, struktur, gaya dan metode evangelisasi.
Semuanya ini dilakukan dengan semangat berjalan bersama dan bergantung pada saudara
khususnya di bawah kepemimpinan para uskup. Paus menghimbau kreativitas dan
keterbukaan pastoral, menekankan agar seluruh gereja menyadari suatu dorongan misioner
yang kapabel untuk suatu transformasi, menempuh langkah-langkah pastoral dan pertobatan
misioner untuk menghadapi situasi itu.
Dengan memilih tujuan pastoral yang menjangkau setiap orang tanpa pengecualian
maka dalam penyampaian pesan harus terpusat pada hal yang mendasar dan yang paling
diperlukan yakni keindahan kasih Allah yang menyelamatkan yang dinyatakan dalam diri
Yesus Kristus yang wafat dan bangkit dari mati. Dengan kata lain bahwa dalam penyampaian
pesan Injil, hendaknya ada keseimbangan. Perlu memperhatikan penekanan-penekanan yang
harus disampaikan kepada umat, misalnya kita harus lebih banyak berbicara mengenai
‘rahmat’ daripada ‘hukum’ bukan malah sebaliknya. integritas Injil hendaknya dilestarikan
bukan malah dirusak. Artinya para pengkotbah harus mempersiapkan dan memikirkan
kotbahnya. Hendaknya sesuai dengan konteks zaman, tanpa mengabaikan kebenaran
doktrinal dan kebaikan.
Paus melihat ada banyak tantangan dalam kegiatan evangelisasi pada zaman sekarang
ini. Tantangan itu berupa sikap apatis, individualisme, mempertuhankan uang, penolakan
etika, ketidaksetaraan, kekerasan, perubahan nilai-nilai. Adanya kasus dalam kehidupan
keluarga. Ikatan janji perkawinan menjadi lemah dan tidak serius. Keluarga yang merupakan
tempat bertumbuhnya benih iman tidak terlaksana dengan baik karena cenderung memandang
perkawinan sebagai wujud pemuasan afektif tanpa mempersiapkan dan menghidupi dengan
mendalam dan serius. Selai itu, tantangan dalam menginkulturasi iman juga begitu
berkembang seperti machismo, alkoholisme, kekerasan domestik, rendahnya kehadiran dalam
misa, takhayul, mempromosikan kesalehan demi keuntungan ekonomis dan kekuasaan,
mengalami jalan buntu dalam mewariskan iman Katolik kepada kaum muda, tidak
mengajarkan anak-anak berdoa, meninggalkan iman. Hal ini disebabkan oleh kurangnya
dialog dalam keluarga, pengaruh media komunikasi, subjektivisme yang relatif,
konsumerisme, kurangnya reksa pastoral. Kita juga tidak bisa mengabaikan fakta adanya
perdagangan manusia, perdagangan narkotika, pelecehan dan eksploitasi anak, pengabaian
orang-orang lanjut usia dan tindakan korupsi dan kriminal. Maka pewartaan Injil akan
menjadi dasar untuk memulihkan kembali martabat manusia. Program yang seragam dan
kaku dari evangelisasi tidaklah tepat dengan realitas yang kompleks ini. Namun dengan usaha
menghayati kehidupan kita sepenuhnya dan menghadapi tantangan sebagai ragi saksi Injil
dalam setiap budaya akan membuat kita menjadi umat Kristiani yang lebih baik dan
menghasilkan buah.
Dengan adanya budaya globalisasi selain menawarkan nilai-nilai dan peluang baru,
bisa juga membatasi dan membahayakan kita. Adapun godaan bagi pelaku evangelisasi ialah
penekanan pada individualisme, krisis identitas, dan kendurnya semangat. Selain itu,
pengaruh media, yang kerap menampilkan skeptisme sekaligus sinisme, para pekerja pastoral
merasa rendah diri dan menyembunyikan identitas kristiani dan keyakinan mereka. Selain itu
terdapat juga keegoisan dan kemalasan rohani. Kerap juga para pekerja pastoral bersembunyi
di balik penampilan kesalehan. Juga terdapat para penganut paham gnostisisme yang
mementingkan pengalaman atau pengetahuan tertentu yang dianggap menghibur dan
mencerahkan, dan neo-pelagianisme promothean yang mengandalkan diri sendiri dan merasa
lebih unggul dari pada yang lain. ada juga yang bersikap “menguasai ruang Gereja” misalnya
perhatian yang berlebihan akan liturgi, doktrin, dan akan gengsi Gereja tanpa peduli
bagaimana supaya Injil memiliki dampak nyata pada umat Allah. Bahkan godaan yang paling
dekat ialah di tengah umat kita dan komunitas kita sendiri juga terkait dengan klerikalisme
yang mendominasi.
Pewartaan Injil merupakan tugas seluruh umat Allah. Sebagai pelaku evangelisasi
Gereja bergerak maju menuju Allah. Kita menjadi ragi Allah di tengah dunia tanpa
memandang perbedaan. Kelemahan kita tidak menjadi hambatan melainkan perutusan itulah
yang mendorong kita untuk terus berkembang. Sikap dalam perutusan ialah kesalehan dan
dialog sebagai kotbah yang hidup. Secara khusus bagi para pastor, hendaknya
mempersiapkan homilinya. Dalam konteks liturgi, homili merupakan persembahan kepada
Bapa dan pengantaraan rahmat yang dicurahkan selama perayaan. Yang menjadi dasarnya
ialah Kitab Suci. Pastor hendaknya merenungkan dan membatinkan Kitab Suci dalam
mempersiapkan kotbahnya. Selain merenungkan Sabda, umat juga merenungkan umatnya
agar mengerti situasi umat dan menyampaikan homili sesuai dengan konteks umat.
Hendaknya katekese, pelbagai dokumen Gereja dan Sabda Allah menjadi pusat pewartaan
atau kerygma.
Evangelisasi hendaknya menampilkan dampaknya dalam masyarakat luas. Makna
evangelisasi di dunia ialah mempersatukan. Dalam persatuan dengan Allah, Gereja hadir
bersama orang-orang yang terpinggirkan, terlibat dalam situasi masyarakat yang kompleks.
Gereja hadir sebagai ragi dan pembawa terang bagi dunia. Selain itu Gereja juga hadir
sebagai pembawa damai dan demi kesejahteraan umum. Berhadapan dengan para penganut
keyakinan yang lain, Gereja membentuk ekumenis dan berdialog bersama dalam rupa satu
keluarga.
Akhirnya Paus menyimpulkan dengan memberi semangat dan spiritualitas
evangelisasi. Kegiatan pewartaan akan berjalan dengan adanya doa dan kerja. Kita terdorong
mewartakan Injil oleh Roh Kudus dan karena kasih Yesus yang kita terima. Kita bersatu
dengan-Nya dan mencari apa yang Dia cari, mengasihi apa yang dia kasihi. Yesus adalah
model pilihan evangelisasi. Bersama Bunda Maria, kita dapat sungguh-sungguh memahami
jiwa evangelisasi baru.

Anda mungkin juga menyukai