Anda di halaman 1dari 4

LIMA JALAN MENUJU KEKUDUSAN

MENURUT “GAUDETE ET EXSULTATE”

Seruan Apostolik Paus Fransiskus


Mengenai Kekudusan Dalam Dunia Moderen

Pengantar:
Tulisan berikut ini terjemahan dari tulisan Pastor Constan Fatlolon, Manila, 9 April 2018 sebagai
ringkasan yang bagus atas Ekshortasi yang dipublikasikan oleh Sri Paus Fransiskus pada tgl 19 Maret
2018 dengan judul “Gaudete et Exultate” (Bersukacita dan Bergembiralah). Artikel ini saya peroleh
dari Grup WA para Fransiskan Provinsi St. Mikhael Indonesia, yang dipostingkan oleh Pater Martin
Harun OFM. Tidak dijelaskan siapa yang menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggeris. Karena
isinya sangat relevan bagi kehidupan iman Katolik kita di zaman sekarang ini, maka berani
menyajikannya bagi Anda semua dalam Website kita tersayang ini,setelah diperbaiki oleh P. Martin
Harun OFM. Demikian catatannya: “Sejumlah kutipan yang oleh P. Constan dibiarkan dalam bahasa
Inggris, saya terjemahkan. Dan sejumlah hal yang kabur, saya coba clear-kan dengan mencari
sumbernya. Moga-moge sekarang lebih baik. Silahkan Alfons membuatnya lebih baik lagi.” Saya
sajikan sebagaimana yang sudah diperbaiki oleh P. Martin.

Pax et Bonum.
Alfons S. Suhardi, OFM

Pada hari ini, (9/4), sesuai pengumuman Vatikan, seruan apostolik yang baru dari Paus Fransiskus
akan diumumkan kepada publik. Seruan Apostolik ketiga ini diberi judul : “Gaudete et Exsultate”
(Bersukacita dan Bergembiralah).

Seruan apostolik setebal 81 halaman ini berdasar pada Sabda Yesus dalam Mat. 5:12: “Bersukacita
dan bergembiralah, karena upahmu besar di surga.” Paus mengambil Sabda Yesus pada saat Khotbah
di Bukit ini sebagai seruan bagi orang modern guna mengusahakan kekudusan dalam hidup sehari-
hari.

“Dalam seruan ini saya ingin menekankan terutama panggilan hidup kudus yang Tuhan alamatkan
kepada kita masing-masing, panggilan yang Dia juga alamatkan, secara pribadi, kepada Anda,” kata
Paus Fransiskus, seraya menambahkan: “Jangan takut akan kekudusan yang takkan menghilangkan
energi, vitalitas, atau kegembiraan Anda, “

Lalu mengapa kita harus bersukacita? Bagaimana kita orang modern menanggapi panggilan kepada
kekudusan itu?

Tulisan ini mengulas lima point penting dari seruan apostolik tersebut berdasarkan tulisan Romo
James Martin SJ berjudul: “Top Five Takeaways from ‘Gaudete et Exsultate’ –
www.americamagazine.org.

1. Kekudusan berarti menjadi diri Anda sendiri.

Paus Fransiskus menawarkan kepada kita banyak contoh hidup suci dalam seluruh dokumen ini: St.
Theresia dari Lisieux, Karmelites Prancis yang menemukan kekudusan dalam melakukan tugas-tugas
kecil; St. Ignatius dari Loyola, pendiri Yesuit yang mencari Tuhan dalam segala hal; St. Philipus Neri,
pendiri Tarekat Oratorian, yang terkenal karena selera humornya.

Paus Fransiskus mengatakan, orang-orang kudus berdoa bagi kita dan memberi kita teladan cara
hidup. Akan tetapi, kita tidak perlu menjadi “salinan” dari orang-orang kudus tersebut. Kita perlu
menjadi diri kita sendiri. Setiap orang beriman perlu “membedakan jalannya sendiri” dan
“memunculkan yang terbaik dari dirinya sendiri,” sebagaimana dikatakan oleh Thomas Merton: “Bagi
saya menjadi orang suci berarti menjadi diri saya sendiri.”
2. Kehidupan sehari-hari dapat membawa kita kepada kekudusan.

Bagi Paus Fransiskus, kita tidak perlu menjadi uskup, imam atau anggota ordo religius untuk menjadi
suci. Setiap orang dipanggil untuk menjadi orang suci – sebagaimana dikatakan Konsili Vatikan II –
entah sebagai seorang ibu atau ayah, seorang siswa atau seorang pengacara, seorang guru atau
petugas kebersihan. Paus menyebut mereka ini sebagai “Saints next door”. “Kita sering berpikir
bahwa kekudusan hanya untuk mereka yang dapat mengundurkan diri dari urusan sehari-hari untuk
menghabiskan banyak waktu dalam doa,” namun kata Paus “Bukan demikian halnya.” “Kita semua
dipanggil untuk menjadi kudus dengan menjalani hidup kita dalam cinta kasih dan dengan
memberikan kesaksian dalam semua yang kita lakukan, di mana pun kita berada, “ujarnya.

Tidak berarti bahwa kita harus melakukan tindakan besar dan dramatis. Paus Fransiskus menawarkan
contoh kesucian dalam hidup sehari-hari, misalnya: orang tua yang penuh kasih membesarkan anak-
anak mereka; serta “gerakan kecil” dan pengorbanan yang dapat dilakukan seseorang, seperti
memutuskan untuk tidak meneruskan fitnah. Paus menegaskan bahwa apabila kita dapat melihat
kehidupan sendiri sebagai “misi,” maka kita akan segera menyadari bahwa kita dapat dengan penuh
cinta kasih dan baik hati bergerak menuju kekudusan.

Paus menegaskan juga tidak harus “berleha-leha sampai pingsan dalam mengusahakan hidup mistik”.
Kita juga tak perlu mengundurkan diri dari orang lain. Di sisi lain, kita tidak perlu terjebak dalam
“race” yang terburu-buru dari satu hal ke hal lainnya. Hal terpenting untuk mengusahakan kekudusan
dalam hidup sehari-hari, menurut Paus Fransiskus, adalah keseimbangan antara tindakan dan
kontemplasi.

3. Menghindari dua kecenderungan utama: Gnostisisme dan Pelagianisme.

Yang pertama adalah Gnostisisme. Paham ini berasal dari kata Yunani “gnosis”, berarti
“pengetahuan”. Dalam sejarah Gereja, Gnostisisme adalah ajaran sesat yang mengatakan bahwa
yang paling penting adalah “apa yang kita ketahui”. Paham ini menolak tindakan amal atau perbuatan
baik. Paham ini menegaskan bahwa yang kita butuhkan hanyalah pendekatan intelektual yang benar.

Paus Fransiskus mengatakan dewasa ini Gnostisisme menggoda orang untuk berpikir bahwa mereka
dapat membuat iman “sepenuhnya bisa dipahami” dan memaksa orang lain mengadopsi cara berpikir
mereka. “Ketika seseorang memiliki jawaban untuk setiap pertanyaan,” kata Paus, “itulah tanda
bahwa mereka tidak berada di jalan yang benar.” Dengan kata lain, menjadi orang yang tahu
segalanya tidak akan menyelamatkan Anda.

Hal kedua yang harus dihindari adalah Pelagianisme. Paham ini berasal dari Pelagius, seorang teolog
abad ke-5. Pelagianisme adalah paham yang mengatakan bahwa kita dapat mencapai keselamatan
kita melalui upaya kita sendiri. Seorang Pelagian mempercayai kekuatannya sendiri, tidak merasa
membutuhkan rahmat Tuhan dan merasa diri melebihi orang lain karena mematuhi aturan tertentu.

Paus Fransiskus mengatakan Pelagianisme dewasa ini sering kali memiliki, “obsesi dengan hukum,
keasyikan dengan peluang-peluang sosial dan politik, terlalu cemas dengan liturgi gereja, doktrin dan
prestise.” Ini sungguh membahayakan kekudusan karena merampok kita dari kerendahan hati,
menempatkan kita di atas orang lain, dan hampir tak memberikan ruang untuk peranan rahmat Allah.

4. Bersikap baik.

Dalam “Gaudete et Exsultate”, Paus memberikan nasihat praktis bagi umat zaman modern untuk
menjalani hidup menuju kepada kekudusan. Paus mengatakan, misalnya, jangan bergosip, hentikan
penilaian dan, yang paling penting, berhenti bersikap kejam. Nasihat berbuat baik ini juga berlaku
untuk “kegiatan online”. Komentar Paus tentang topik ini penting diingat. Ia menulis: “Online fitnah
dan umpatan bisa menjadi kebiasaan … karena di sana dapat dikatakan apa yang tidak dapat diterima
dalam wacana publik. Orang berusaha mengimbangi ketidakpuasan mereka sendiri dengan
menghantam orang lain. … Sambil mengklaim bahwa menegakkan perintah-perintah lain, mereka
benar-benar mengabaikan Perintah Kedelapan, yang melarang bersaksi palsu atau berbohong dan
dengan kejam memfitnah orang lain. “

Bagi Paus, menjadi suci, berarti berbuat baik.

5. Ucapan Bahagia adalah penunjuk jalan menuju kekudusan.

Kekudusan adalah fokus seruan apostolik ini. Kekudusan itu bukan sekedar apa yang dimaksudkan
Yesus dengan pewartaan-Nya, melainkan kekudusan adalah potret Tuhan Yesus sendiri. Untuk
menjadi kudus kita dipanggil untuk menjadi miskin dalam roh, takut akan Allah, menjadi pembawa
damai, haus dan lapar akan kebenaran, dan seterusnya.

Paus Fransiskus sendirian mengatakan: “Berbahagialah orang yang berbelas kasih.” Dan mengatakan,
belas kasihan, salah satu tema sentral kepausannya, memiliki dua aspek: membantu dan melayani
orang lain, tetapi juga memaafkan dan memahami. Yesus tidak mengatakan, “Berbahagialah orang
yang merencanakan pembalasan!”

REFLEKSI

Bagi sebagian orang, istilah-istilah seperti kudus, suci atau kekudusan, kemartiran, mungkin menjadi
hal aneh untuk diusahakan dalam dunia modern yang penuh dengan tawaran kesenangan. Namun,
bagi orang Kristen, kesucian adalah bagian integral dari IDENTITAS dan PANGGILAN kita sendiri.
Kekudusan tidak berada di luar diri kita melainkan tertanam dalam hakikat kekristenan kita.

Bagi saya, Seruan Apostolik Paus ini menekankan kembali ajaran Gereja yang sangat positif dan
penuh harapan akan kehidupan abadi kelak. Selain itu, Seruan Apostolik ini membangkitkan semangat
semua orang beriman zaman ini untuk melihat dirinya secara positif sebagai “calon-calon orang kudus
di masa depan” sejauh mewujudnyatakan Sabda Tuhan dan mengharapkan senantiasa rahmat Tuhan
dalam praksis hidup sehari-hari.

Sebagai seorang Paus-Pastoral, Fransiskus juga memberikan pedoman yang jelas bagaimana
mengkonkretkan konsep kekudusan di zaman penuh tantangan ini. Paus secara konkret mengingatkan
kita bahwa kita mengusahakan kekudusan melalui:

(1) hidup pribadi, keluarga, kelompok kategorial,

(2) kegiatan kecil-kecil yang kelihatan tanpa arti. Semuanya yang kecil itu indah karena menjadi
sarana ampuh yang menuntun kita kepada kerendahan hati, mati raga dan akhirnya mencapai
kekudusan.

(3) tutur kata yang penuh kehangatan dan cinta, tidak nyinyir dan tanpa motivasi kebencian. Kata
Paus Fransiskus, orang-orang kudus “tidak membuang energi dengan mengeluh tentang kegagalan
orang lain; mereka bisa menahan lidahnya berhadapan dengan kesalahan saudari mereka, dan
menghindari kekerasan verbal yang merendahkan dan memperlakukan orang lain dengan buruk

(4) cara berpikir yang diilhami atau diterangi oleh Roh Kudus sehingga tidak jatuh dalam ajaran dan
praktik yang sesat. Kita hanya perlu melaksanakan yang kecil dengan cinta kasih yang besar.

(5) cinta kasih kepada Tuhan dan sesama. Kekudusan, kata Paus, “is not about swooning in mystic
rapture,” melainkan pemahaman dan pelayanan kepada Tuhan dalam diri mereka yang lapar,
terasing, telanjang, yang miskin dan yang sakit.

Manila, 9 April 2018, Pastor Constan Fatlolon


SUMBER:
https://www.americamagazine.org/faith/2018/04/09/top-five-takeaways-gaudete-et-exsultate
http://www.catholicherald.co.uk/news/2018/04/05/popes-new-apostolic-exhortation-on-holiness-will-
be-published-on-monday/
https://cnstopstories.com/2018/04/09/holiness-means-being-loving-not-boring-pope-says/

Anda mungkin juga menyukai