Anda di halaman 1dari 17

MEWARTAKAN INJIL DENGAN HATI

Menimba Pengalaman, pengajaran dan kesaksian Santo Paulus

Paulus telah melatakkan dasar-dasar penting bagi akraya pewartaan Injil. Sampai
sekarang, isi pewartaan tetaplah relevan. Untuk mengembangkan pendalaman tentang pewartaan
Injil di zaman sekarang, dengan mengambil inspirasi dari Paulus, kita perlu lebih dahulu
menentukan “status questionis” – nya:

- Apa yang menajdi kekhasan karya pewartaan paulus di zaman itu?


- Apakah permasalahan dan solusi dari pewartaan Injil pada waktu itu masih dapat dikenakan
untuk zaman kita sekarang?
- Karena kemajuan zaman modern, kita memiliki berbagai fasilitas tehnologi komunikasi
yang dapat membantu pewartaan Injil. Bagaimana kemajuan terhnilogi itu dapat kita
manfaatkan?
- Jika Paulus mewartakan Ijil di zaman sekarang, apakah dia juga akan memanfaatkan
tehnologi modern? Kira-kira tehnologi komunikasi macam apakah yang sesuai dengan
upaya menyebarkan pewartaan Injil?

A. TANTANGAN PEWARTAAN INJIL DI ZAMAN PAULUS

Di zaman Paulus, sejumlah permasalahan yang kita alamid I zaman sekarng sudahmuncul.
Gereja perlu menentukans trategi dan kebijakan pewartaan Injil agar warta Kristus dapat diterima
oleh seluruh bangsa. Beberapa faktor yang ikut mewarnai kebijakan pewartaan Injil di zaman
paulus antara lain:

- Wafat dan kebangkitan Yesus Kristus menjadi pokok dari pewartaan awal.
- Sejumlah orang Yahudi(Berbahasa Ibrani) dan Yahudi helenis menjadi pengikut Kristus,
namun sebagian besar dari mereka menolak pewartaan Injil. Penolakan tersebut lama-
kelamaan semakin kuat dan nantinya sampai pada pengusiran pengikut KRistus dari
lingkungan sinagoga. Pada zaman Paulus, penolakan terjadap jemaat kristiani terjadi dengan
cara penangkapand anpengadilan Mahkamah. Pembunuhan diakon Stefanus merupakan
salah satu aksus dari penolakan yang berujung pada penyiksaan danpembunuhan. Paulus
sendiri terlibat pada kegiatan pengejaran dan penganiayaan jeaat kristiani sebelum
pertobatannya.
- Penolakan dari pihak bangsa Yahudi membuat Gereja mulai mengarahkan pewartaan Injil
keapda bangsa-bangsa non-Yahudi. Ternyata perubahan orientasi ini membawa sejumlah
soal yang tidak mudah dipecahkan. Para pewarta Injil ayng berlatarbelakang Yahudi harus
mengambil kebijakan bersama, apakah hukum Taurat masih diberlakukan untuk uat ayng
sudah menjadi Kristen? Peristiwa Yesus meletakkan dasar-dasr bagi sejumlah peraturan dan
hukum baru, yang melawan hukum lama, misalnya perlunya menunjau kembali: hukum
tahir-najis, kewajiban suant, hukum Sabat, hakekat perkawianan, tata kehidupan menjemaat,
paham mengenai bangsa pilihan, tradisi ibadat, dan sebagainya. Pewartaan di dunai non-
Yahudi membuat Gereja harus kritis terhadap tradisi hukum Taurat dan tradisi nenek
moyang yang dirasakan tidak sesuai lagi dengan semangat kristen. Konsili Yerusalem (Kis
15) merupakan tonggak penting bagi kebijakan baru dari Gereja perdana yang nantinya akan
semakin membedakan diri dari agama Yahudi dan mulai membentuk sebuah agama baru
yang menjadikan Yesus Kristus sebagai pusat kehidupan beriman.
Paulus setelah bertobat terlibat aktif dalam proses perubahan ini.
- Semakin banyak jemaat berasal dari bangsa non-Yahudi dan persekutuan jemaat kristens
emakin meneybar jauh di luar Palestina. Paulus menjadi salah satupioneernya. Lama-
kelamaan ikatan dengan bangsa Yahudi dan tradisi mereka semakin longgar. Pada mulanya,
Yerusalem masih menjadi pusat kekristenan, namun bersamaan dengan itu Antiokhia
rupanya memiliki jemaat kristen yang semakin besar dan tumbuh pesat. Setelah kehancuran
Yerusalem, pusat Yudaisme berpindah ke Yamnia, sedangkan pusat kristianisme berpindah
ke Antiokhia. Di Antiokhia para pengikut Kristus untuk pertama kalinya disebut sebagai
orang-orang Kristen (Kis 11:26). Fakta ini menunjukkan bahwa Gereja perdana sudah
menampilkan bentuknya yang partikular sebagai agama baru, yang tidak identik dengan
agama Yahudi.
- Interaksi dengan budaya Yunani (helenis) memaksa Gereja untuk membuat warta Injil yang
berlatang bealkang Yahudi itu relevan bagi situasi dan kondisi setempat. Prinsip
universalisme keselamatan menjadi pegangan bagi Gereja untuk merumuskan kembali
ajaran-ajaran Kristus dan membakukan sejumlah dogma pokok. Sekali lagi, Paulus
mempunyai andil besar di dalam membakukan teologi Kristen dan mengajarkan sejumlah
tata kehidupan etis-moral yang baru sesuai dengan pembaruan yang dibawa oleh Yesus
Kristus. Surat-surat Paulus memperliahtkan dengan jelas pergumulan Paulus di dalam
merumuskan sejumlah pengajaran yang benar dari kekristenan.
- Sebagian besar anggota jeamaat kristen perdana terdiri dari kaum KLMTD. Gereja
menghunjamkan akarnya yang dalam di kalangan kaum tertindas, tersingkir dan miskin.
Itulah sebabnya pelayanan pastoral bagi kaum miskin sudah menjadi salah satu perhatian
Gereja sejak awal. Kehidupan jemaat yang saling berbagi, pemilihan para diakon dan
kebiasaan mengumpulkan uang (kolekte) bagi jemaat yang membutuhkan cukup menjadi
bukti bahwa Gereja berangkat daria kar rumput yang terdiri dari kaum sederhana dan sampai
nanti tidak pernah boleh meninggalkan mereka. Dasar dari pastoral terhadap kaum KLMTD
sudah amat kuat ditegaskan oleh Yesus Kristus sendiri lewat sabda dan tindakan-Nya.
- Tantangan untuk mendirikan agama baru ternyata amat berat. Banyak saksi yang ahrus amti
demi membela imannya akan Kristus. Roma menjadi saksi bisu banyaknya martir kristiani
yang menemuai ajalnya akrena iman mereka kepada Kristus. Paulus yang sebelumnya ikut
memicu kemartiran dengan gerakan pengejarnan jemaat kristen ini akhirnya menaggung
sendiri susah payah menjadi skasi iman dan pewarta Injil.. Perjuangannya yang tak kenal
putus asa itu akhirnya memang harus dimahkotai dengan kemartiran di zaman pemerintahan
kaisar Nero di Roma. Kesaksiannya antara lain tertuang dalam suratnya yang kedua kepada
jemaat di Korintus 11:23-31

“Apakah mereka pelayan Kristus? aku berkata seperti orang gila aku lebih lagi! Aku
lebih banyak berjerih lelah; lebih sering di dalam penjara; didera di luar batas; kerap
kali aku dalam bahaya maut. Lima kali aku disesah orang Yahudi, setiap kali
empatpuluh kurang satu pukulan, tiga kali aku didera, satu kali aku dilempari dengan
batu, tiga kali mengalami karam kapal, sehari semalam aku terkatung-katung di tengah
laut. Dalam perjalananku aku sering diancam banjir dan bahaya penyamun, bahaya
dari pihak orang-orang Yahudi dan daripihak orang-orang bukan Yahudi; bahaya di
kota, bahaya di apdang gurun,, bahaya di tengah alut, dan bahaya dari pihak saudara-
saudara palsu. Aku banyak berjerih lelah dan bekerja berat; kerap kali aku tidak tidur;
aku lapar dan dahaga; kerap kali aku berpuasa, kedinginan dan tanpa pakaian, dan,
dengan tidak menyebut banyak hal lain lagi, urusanku sehari-hari, yaitu untuk
memelihara semua jemaat-jemaat. Jika ada orang merasa lamah, tidakkah aku turut
merasa lemah? Jika ada orang tersandung, tidakkah hatiku hancur olehdukacita? Jika
aku harus bermegah, maka aku akan bermegaha atas kelamahanku. Allah, yaitu Bapa
dari Yesus, Tuhan kita, yang terpuji sampai selama-lamanya, tahu, bahwa aku tidak
berdusta.”

Gereja kristen di dalam perkembangannya mau tidak mau harus memasuki dunia global, sesuai
dengan epsan Kristus agar menjadikan segala bangsa murid-Nya. Gereja mewartakan Injil yang
berangkat dari lingkungan partikular (Yahudi) menuju ke duniahelenis (Yunani). Imperium
ROmanum pada waktu itu berhasil memecah sekat-sekat bangsa jajahannya, sehingga ada
kemudahan pertemuan antara berbagai bangsa, budaya dan religi. Globaliasi semakin tak
terbendung lagi. Gereja perdana cukup tanggap atas aspek globalisasi ini, apalagi Yesus sendiri
sudah mencanangkan dan melaksanakan prinsip karya keselamatan universal. Paulus sendiri
mewartakan Injil di wilayah Asia kecil dan Makedonia agar semakin banyak orang menajdi
pengikut Kristus dan menemukan makan hidup masing-masing sebagai anak-anak Allah di
dalamiman akan Yesus Kristus.

B. DARI PENGALAMAN DAMSYIK KE TEOLOGI PAULINIS

Sebelum pertobatannya, Paulus termasuk orang yang setia dan taat melaksanakan tradisi
agama Yahudi yang diwarisi dari nenek moyangnya. Dia memandang dirinya sebagai orang
Yahudi ortodoks yang dengan penuh semangat berupaya memerangi segala bentuk kekafiran.
Paulus adalah anggota dari kelompok Farisi dan ikut ambil bagian di dalam pengejaran terhadap
para pengikut Kristus (Gal 1:13.23; Flp 3:6; 1Kor 15:9). Perjuangan Paulus untuk mengejar-
ngejar umat Kristen tampaknya dilatarbelakangai oleha nggapan bahwa orang-orang Yahudi
yang telah menjadi Kristen itu tidak lagi setia pada hukum Taurat dan adat-istiadat nenek-
moyang. Sebagai orang Yahudi fanatik tentu sulit bagi Paulus untuk memahami Yesus yang
telah mati disalib itu sebagai Mesias. Bukankah kita UL 21:23 mengatakan bahwa orang yang
mendapat hukuman gantung di kayu salib adalah orang yagn terkutuk oleh Allah? Jika Yesus
yang disalib itu kemudian dipercaya sebagai Mesias, maka inisungguh suatu penghojatan.

Kisah Para Rasul mengungkapkan bahwa Paulus mendapat pendidikan dari rabi Gamaliel
diYerusalem (Kis 5:34; 22:3). Dia masuk kelompok Farisi, yaitu kelompok eksklusif dan tekun
dalam menjalankan Taurat. Jumlah orang Farisi di Palestina pada waktu itu ada sekitar 6000.
Dengan jumlah sebesar itu, pengaruh mereka cukup kuat ditenagh masayarakat. Mereka begitu
lekat pada tradisis nenek-moyang adalah tafsiran atas Taurat yang dilakukan apra rabi.

Sebagai anggota kelompok Farisi, Paulus percaya akan ada kebangkitan badan di akhir
zaman. Supaya dapat mengalami kebangkitan badan, Paulus dan orang Yahudi pada umumnya
(kecuali kelompok Saduki) yakin bahwa Taurat dan adat-istiadat nenek –moyang harus ditaati
sepenuhnya. Karena sikapnya yang fanatik dan fundamentalis, Paulus membenci Kristus dan
para pengikutnya yang dianggap sebagai kaum bidaah. Paulus bukan hanya menganggap
pengikut Kristus sebagai bidaah, teapi juga berupaya untuk mengejar-ngejar dan menganiaya
jemaat Kristen sepertidiakuinya dalam 1Kor 15:9 dan Gal 1:13.

Diperkirakan pengalaman bertemu Kristus did ekat Damsyik terjadi pada tahun 34 M. pada
waktu itu Paulus sedang penuh semangat mengejar-ngejar umat Kristen di Damsyik. Ketika
sudah mendekati kota Damsyik, tiba-tiba Paulus mengalami penglihatan dari Yesus yang telah
bangkit. Di dalam kisah selanjutnya (dan juga surat-suratnya) kelihatan bahwa pengalaman di
Damsyik itu memberi eksan begitu dahsyat bagi Paulus. Pengalaman itu mengubah secara
radikal pandangannya terhadap Allah dan karya keselamatan-Nya, pandangannya terhadap
Yesus, pandangannya terhadap iman dan jalan hidupnya. Banyak pencerahan yang dia temukan
setelah mengalami penyataan diri Yesus Kristus itu.

Kisah Para Rasul menyinggung penyataan Yesus di Damsyik sampai tiga kali (Kis 9:1-9;
22:6-21; 26:12-18). Did alam Gal 1:15-16 pertobatan tersebut oleh Paulus dianggap sebagai
panggilan, penyataan dan perutusan untuk mewartakan Injil: “Tetapi waktu Ia, yang telah
memilih aku sejak kandungan ibuku dan memanggil aku oleh kasih karunia-Nya, berkenan
menyatakan Anak-Nya di dalam aku, supaya aku memberitakan Dia di antara bangsa-bangsa
bukan Yahudi, maka sesaatpun aku tidak minta pertimbangan kepada manusia.”Yesus disebut
oleh Paulus sebagai Anak Allah. Menurut teks Galatia ini, pertobatan di dekat Damsyik
mengawali karier Paulus sebagai pewarta Injil. Surat 1Kor 15:8 memandang peristiwa tersebut
sebagai penampakan Yesus yang terakhir setelah kebangkitan-Nya.

Paulus berubah total dari pengejar dan penganiaya jemaat Kristen menjadi pengikut Kristus
yang setia dan berani mati. Kegiatannya menganiaya jemaat diakui Paulus di dalam surat-
suratnya:

“Aku adalah yang paling hina dari semua rasul, sebab aku telah menganiaya Jemaat
Allah” (1Kor 15:9).
“Sebab kamu telah mendengar tentang hidupku dahulu dalam agama Yahudi: tanpa batas
aku menganiaya jemaat Allah dan berusaha membinasakannya” (Gal 1:13).

“Aku bersyukur kepada Dia, yang menguatkan aku, yaitu Kristus Yesus, Tuhan kita karena
Ia menganggap aku setia dan mempercayakan pelayanan ini kepadaku aku yang tadinya
seorang penghujat dan seorang penganiaya dan seorang ganas, tetapi aku telah dikasihi-
Nya, karena semuanya itu telah kulakukan tanpa pengetahuan yaitu di luar iman>” (1Tim
1:12-13).

Peristiwa Damsyik bagi Paulus dipahami sebagai penyataan/pewahyuan (Gal 1:16), suatu
penciptaan baru (2Kor 5:17), suatu penampakan (1Kor 15:8), ditangkap oleh Kristus Yesus (Fil
3:12). Yesus Kristus mengubah dirinya di dekat Damsyik, sehingga Paulus mempunyai
pandangan baru terhadap Taurat. Apa yang dahulu dianggap sebagai pegangan mutlak untuk
keselamatan, sekarang harus dibongkar demi imannya akan Yesus Sang Penyelamat. Sebenarnya
Paulus tidak samasekali anti Taurat, namun dia memandangnya dengan perspektif imannya akan
Yesus yang wafat dan bangkit. Yesus diimaninya sebagai Anak Allah yang diserahkan kepada
umat manusia sebagai tebusan dosa. Dia kemudian mengenang ketaatannya pada Taurat tanpa
Kristus bagaikan hidup di dalam perbudakan yang setiap kali membawanya kepada kelemahan
daging. Paulus menggambarkan pertobatannya sebagai karya Allah yang telah merasuk ke dalam
dirinya dan mengubah hidupnya dari dalam sebagai bagian dari anak-anak Allah yang merdeka.
Perutusan dari Yesus bagi Paulus sudah amat jelas. Perutusan Yesus yang telah bangkit itu
menajdi otoritasnya untuk menganggap dirinya rasul. Paulus seolah-olah mau menempatkan
penaytaan Yesus yang bangkit kepadanya serupa dengan penyataan Yesus kepada para rasul.
Iman akan Yesus yang telah bangkit dari mati sebagai kemenangannya atas kuasa dosa
kenyataan memenuhi pengharapannya selama ini akan keselamatan (1Kor 15:12.20-21). Jika kita
mati bersama Kristus, kita akan bangkit pula bersama Dia (1Tes 4:14).

Perubahan yang terjadi pada Paulus setelah pengalaman Damsyik:


a. Yesus yang dianggapnya sebagai mesias palsu yang mengakhiri hidupnya dalam hukuman
salib terkutuk itu ternayta bangkit dan telah menampakan diri padanya. Berarti Yesus
sungguh hidup dan menampakkan diri di Damsyik membuktikan bahwa Dia adalah Tuhan.
b. Salib Yesus bukanlah kegagalan arena ternyata diikuti oleh kebangkitan. Salib Kristus
mempunyai makna keselamatan.
c. Pelu pemaknaan lebih dalam tentang misteri inkarnasi Yesus (Flp 2:5-11).
d. Jika Taurat sudah cukup untuk keselamatan, mengapa Yesus datang ke dunia untuk
membawa keselamatan dengan cara sengsara, wafat dan bangkit?
e. Manusia di hadapan Allah bukanlah budak (mentalitas Taurat) tetapi anak-anak Allah yang
merdeka (partisipasi pada ke-Puteraan Yesus terhadap Bapa-Nya). Relasi yang dibangun
bukan hanya berdasarkan iman tetapi terutama diteguhkan lewat KASIH.
f. Keselamatan yang dibawa oleh Yesus adalah pembebasan dari Maut, Kuasa dosa dan
Hukum.
g. Gereja adalah Israel baru yang dibangun bukan atas dasar iman akan Yesus Kristus
(mewarisi iman Abraham).
h. Karya keselamatan Kristus dapat disebut sebagai : Penebusan, Pendamaian, Pembenaran.
Semua itu membawa efek keselamatan bagi seluruh umat manusia.
i. Dalam Kristus tidak ada lagi pembedaan antara yahudi maupun non-Yahudi. Semua orang
mempunyai kedudukan sama di hadapan Kristus, dan semuanya membutuhkan keselamatan.
j. Kebangkitan bukan hanya didasarkan apda keyakinan tetapi telah mendapat buktinya pada
persitiw Yesus.
k. Eskaton (zaman akhir) sudah dimulai dengan kedatangan Kristus di dunia. Setiap umat
manusia akan mengalami penghakiman terakhir di saat parousia (akhir zaman).
l. Berkaitan dengan peristiwa Yesus, perlu dirumuskan kembali peranan Bapa dan Roh Kudus.
Ketiganya merupakan pribadiIlahi yang sehakekat dan masing-masing tampil dalam sejarah
keselamatan umat manusia. Roh menggantikan peranan Yesus di dalam memimpin,
mendampingi, meneguhkan hidup menggereja.
m. Gereja adalah Tubuh Mistik Kristus yang terdiri atas berbagai anggota. Masing-masing
anggota mempunyai peranan sendiri-sendiri di dalam konteks keselurhan dinamika
kehidupan Gereja.
n. Yesus adalah jalan keselamatan bagi umat manusia.
o. Manusia terdiri dari Roh dan daging. Daging menjadi tempat berjangkitnya dosa meskipun
pada dirinya bukanlah unsur yang negatif. Bedakan: Roh, daging, dan tubuh. Pada
prinsipnya, dengan dibaptis di dalam Kristus, manusia telah menyalibkan dagingnya agar
dapat hidup menurut Roh.
p. Berkat pengalman Damsyik, Paulus mempunyai pencerahan baru untuk memahami:
Teologi, Kristologi, Pneumatologi, Soteriologi, Eklesiologi, Antropologi, Eskatologi.

C. STRATEGI PELAYANAN MISI PAULUS

Untuk mendukung karyanya sebagai pewarta Injil, Paulus mempergunakan strategi misi
tertentu. Strategi misi yang dipilih oleh Paulus ini ikut menentukan cara dia membangun
spriritualitas pelayanannya:.

1. Merasuk ke dalam kondisi sosial dan budaya penerima warta Injil

Paulus menyadari sepenuhnya bahwa tujuan dari misi pewartaannya adalah pribadi manusia
yang mempunyai latar belakang sosial dan budaya bermacam-macam. Oleh karenaitu dia
menggunakan segala kemungkinan untuk berkomunikasi dengan penerima warta sesuai dengan
situasi dan kondisi mereka, tanpa harus mengurangi nilai-nilai Injil yang dia wartakan. Dalam
1Kor 9:19-23 Paulus mengatakan : “Sungguhpun aku bebas terhadap semua orang, aku
menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin
orang. Demikianlah bagi orang Yahudi aku menjadi seperti orang Yahudi, supaya aku
memeangkan orang-orang Yahudi. Bagi orang-orang yang hidup di bawah hukum Taurat aku
menjadi seperti orang yang hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku sendiri tidak hidup di
bawah hukum Taurat, seupaya aku dapat memenangkan mereka yang hidup di bawah hukum
Taurat. Bagi orang-orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti oarnag
yang tidak hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku hidup di luar hukum Allah, karena aku
hidup di bawah hukum Kristus, supaya aku dapat memangkan mereka yang tidak hidup di
bawah hukum Taurat. Bagi orang-orang yang lemah aku menjadi seperti orang yang lemah,
supaya aku dapat menyelamatkan mereka yang lemah. Bagi semua orang aku telah menjadi
segala-galanya, supaya aku sedapat mungkin memenangkan beberapa orang dari antara
mereka.”
Dengan menyelami segi-segi kehidupan jemaat dengan segala kekhasannya, pewartaaan
Injilnya diharapkan menyentuh kehidupan nyata dan menanggapi kerinduan batin masing-
masing pribadi penerima warta.

2. Memberitakan Injil di lingkungan kota:

Tidak ada yang dikecualikan oleh Paulus di dalam pewartaannya. Segala macam bangsa,
lapisan dan golongan masyarakat, mulai dari orang penting sampai rakyat jelata, kaya maupun
miskin, pandai maupun bodoh, pria maupun wanita menjadi tujuan dari karya misinya. Kepada
jemaat di Roma Paulus menyatakan hal itu: “Aku berhutang baik kepada orang Yunani,
maupun kepada orang bukan Yunani, baik kepada orang terpelajar, maupun kepada orang tidak
terpelajar. Itulah sebabnya aku ingin untuk memberitakan Injil kepada kamu juga yang diam di
Roma” (Rm 1:14-15). Kepada jemaat di Galatia, Paulus menulis: “Dalam hal ini tidak ada
orang yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau
perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus” (Gal 3:28).
Karena tidak mungkin masuk ke seluruh wilayah misi yang begitu luas, Paulus memusatkan
pewartaannya di kota-kota besar. Dia sengaja melewati begitu saja desa-desa dan kota-kota kecil.
Para warga kota mempunyai pengaruh yang kuat sampai ke daerah dalam hal budaya dan gaya
hidup sehari-hari. Kota lebih banyak mempengaruhi desa daripada desa mempengaruhi kota.
Diharapkan warta Kristus yang diterima oleh jemaat di kota juga akan membawa pengaruh
sampai ke daerah-daerah pinggiran bahkan ke desa-desa sekitarnya.

3. Gereja-ruma” sebagai basis pembentukan jemaat:

Pada zaman kekristenan abad pertama, belum ada gedung gereja yang dipakai untuk tempat
jemaat berkumpul. Berbeda dengan kaum Yahudi yang mempunyai Bait Allah dan banyak
sinagoga. Jemaat memanfaatkan rumah-rumah besar dari anggotanya untuk tempat terkumpul
bagi beberapa puluh orang. Mereka beribadat dan mendalami pengajaran kristen bersama-sama
dengan memakai rumah salah seorang anggota jemaat yang mempunyai ruangan cukup luas. Di
dalam “Gereja-rumah” sejumlah keluarga berkumpul dan membangun suatu komunitas iman.
Paulus memanfaatkan “Gereja-rumah” ini sebagai basis pembentukan jemaat kristen. Pertemuan
diadakan berpindah-pindah dari rumah ke rumah. Inilah awal dari tumbuhnya Gereja. Selain
mendalami pewartaan kristen, “Gereja-rumah” mulai membentuk struktur kepemimpinan.
Struktur kepemimpinan “Gereja-rumah”, yaitu jabatan penilik (episkopos), penatua (presbiteros)
dan diakon (diakonos). Mereka bertugas memimpin, mengajar dan menggembalakan jemaat.
Apda mualnya penetapan pemimpin-pemimpin jemaat lokal ini hanya dilakukan sejauh
diperlukan. Namun, dalam perkembangan kemudian ketiga jabatan itu semakin mutlak
dibutuhkan.

4. Mendirikan, memantau dan mengupayakan perkembangan jemaat:

Agar pewartaan Injil terbesar seluas mungkin, Paulus berpindah dari satu kota ke kota lain.
Di masing-masing kota tersebut Paulus mendirikan jemaat. Meskipun selalu berpindah tempat, ia
tidak mengabaikan konsolidasi pelayanan jemaat yang telah didirikannya. Misalnya dalam Kis
15:30 Paulus mengajak Barnabas untuk mengunjungi jemaat-jemaat yang telah didirikannya
untuk melihat bagaimana perkembangan persekutuan mereka: “Baiklah kita kembali kepada
saudara-saudara kita di setiap kota, di mana kita telah memberitakan firman Tuhan, untuk
melihat, bagimana keadaan mereka.” Selain kunjungan kembali,s urat-surat yang ditulisnya bagi
jemaat-jemaat merupakan salah satu caranya untuk memberi perhatian pada perkembangan
mereka.
Jika sudah berhasil mendirikan jemaat, Paulus segera membentuk persekutuan dengan tata
organisasi yang sederhana dengan mengangkat sejumlah penatua sebagai pemimpin lokal:Paulus
dan Barnabas memberitakan Injil di kotaitu dan memperoleh banyak murid. Lalu kembalilah
mereka ke Listra, Ikonium dan Antiokhia. Di tempat itu mereka menguatkan hati murid-murid
itu dan menasihati mereka supaya mereka bertekun di dalam iman, dan mengatakan, bahwa
untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah kita harus mengalami banyak sengsara. Di tiap-tiap
jemaat rasul-rasul itu menetapkan penatua-penatua bagi jemaat itu dan setelah berdoa dan
berpuasa, mereka menyerahkan penatua-penatua itu kepada Tuhan, yang adalah sumber
kepercayaan mereka. Mereka menjelajah seluruh Pisidia dan tiba di Pamfilia. (Kis 14:21-23)
Paulus tidak mewartakan Injil untuk menyenagkan diri sendiri. Konsentrasinya adalah pada
pembangunan jemaat sebagai pesekutuan Gerejani yang permanen, yang berani memperjuangkan
kebenaran dan semakin dewasa dalam kehidupan iman. Kepada jemaat di Kolose Paulus
menulis: “Dialah yang kami beritakan, apabila tiap-tiap orang kami nasihati dan tiap-tiap
orang kami ajari dalam segala hikmat, untuk memimpin tiap-tiap orang kepada kesempurnaan
dalam Kristus. itulah yang kuusahakan dan kupergumulkan dengan segala tenaga sesuai dengan
kuasa-Nya, yang bekerja dengan kuat di dalam aku” (Kol 1:28-29).

5. Menggalang dana untuk mencukupi kebutuhan jemaat yang kekurangan:

Bukan hanya bidang rohani saja yang menjadi perhatian Paulus. Dia juga memberi perhatian
pada bantuan finansial bagi jemaat-jemaat yang kekurangan. Dia menghimbau Gereja-gereja
yang didirikannya supaya dapat memenuhi kebutuhannya sendiri tetapi juga bersedia saling
membantu. Ketika menulis surat ekpada jemaat di Korintus, Paulus memuji kemurahan hati
jemaat di Makedonia dalam mengumpulkan dana untuk Gereja di Yerusalem: “Saudara-
saudara, kami hendak memberitahukan kepada kamu tentang kasih karunia yang dianugerahkan
kepada jemaat-jemaat di Makedonia. Selagi dicobai dengan berat dalam pelbagai penderitaan,
sukacita mereka telah memberikan menurut kemampuan mereka, bahkan melampaui
kemampuan mereka. Dengan kerelaan sendiri mereka meminta dan mendesak kepadakami,
supaya mereka juga beroleh kasih karunia untuk mengambil bagian dalam pelayanan kepada
orang-roang kudus. Mereka memberikan lebih banyak dari pada yagn kami ahrapkan. Mereka
memberikan diri mereka, pertama-tama kepada Allah, kemudian oleh karena kehendak Allah
juga kepada kami”(2Kor 8:1-5). Dengan cara ini Paulus membangun semangat solidaritas antar
jemaat. Keselamatan baginya bukan soal kecukupan rohani saja tetapi harus menyentuh pada
kesejahteraan jasmani yang dapat dicapai lewat tindakan saling mengasihi dan saling membantu
dengan tulus hati.

6. Melayani sesuai dengan Situasi dan Kondisi setempat:

Paulus mewartakan Injil di berbagai tempat : pusat kota, sinagoga, pasar, tempat tinggal,
ruang sidang, bahan ruang kuliah. Sebenarnya Paulus saja yang memanfaatkan tempat-tempat
tersebut untuk untuk melakukan propaganda. Banyak orang melakukan hal yang sama, termasuk
para misionaris Kristen selain Paulus. Manakah keunikan karya misi Paulus dibanding para
propagandis dan pewarta Injil lainnya?
- Wilayah jangkauan misinya yang begitu luas, meliputi wilayah kekaisaran Roma.
- Paulus selalu berusaha mendirikan jemaat di mana dia mewartakan Injil. Paulus memilih
kota-kota besar sebagai basis pewartaannya. Dia tidak masuk ke pelosok-pelosok, karena
menurutnya kota lebih mudah mempengaruhi desa daripada desa mempengaruhi kota.
- Paulus memulai misinya di antara orang-orang beragama Yahudi yang beribadat di
sinagoga-sinagoga. Jika mereka menolak pewartaannya, barulah dia berpaling ke bangsa-
bangsa lain (bukan Yahudi).
- Bagi Paulus, Injil harus diwartakan kepada semua bangsa. Karya keselamatan Kristus
adalah universal, bukan untuk orang Yahudi saja: “Aku boleh menjadi pelayan Kristus
Yesus bagi bangsa-bangsa bukan Yahudi dalam pelayanan pemberitaan Injil Allah, supaya
bangsa-bangsa bukan Yahudi dapat diterima oleh Allah sebagai persembahan yang berkenan
kepada-Nya, yang disucikan oleh Roh Kudus.” (Rm 15:16).
- Dalam suratnya kepada jemaat di Korintus, Paulus menyatakan bahwa dia memakai prinsip
menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi orang-orang yang ahrus menerima
pewartaannya. Penyesuain ini diupayakan dalam hal bahasa, budaya, disposisi iman, daya
tangkap pendengar. Meskipun begitu, dia tidak mau mengurangi sedikitpun pokok-pokok
pewartaannya yang hakiki: “19Sungguhpun aku bebas terhadap semua orang, aku
menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak
mungkin orang. 20 Demikianlah bagi orang Yahudi aku menjadi seperti orang Yahudi,
supaya aku memenangkan orang-orang Yahudi. Bagi orang-orang yang hidup di bawah
hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku
sendiri tidak hidupdi bawah hukum Taurat, supaya aku dapat memenangkan mereka yang
hidup di bawah hukum Tauratl 21 Bagi orang-orang yang tidak hidup di bawah hukum
Taurat aku menjadi seperti orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku
tidak hidup di luar hukum Allah, karena aku hidup di bawah hukum Kristus, supaya aku
dapat memenangkan mereka yang tidak hidupdi bawah hukum Taurat. 22 Bagi orang-orang
yang lemah aku menjadi seperti orang yang lemah, supaya aku dapat meneylamatkan
mereka yang lemah. Bagi semua orang aku telah menjadi segala-galanya, supaya aku
sedapat mungkin memenangkan bebarapa orang dari antara mereka. 23 Segala sesautu ini
aku lakukan karena Injil, supaya aku mendapat bagian dalamnya.” (1Kor 9:19-23).
- Paulus mempersiapkan diri dengan segala cara untuk menjadi misionaris, baik dari segi fisik
maupun rohani: “25 Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan,
menguasai dirinya dalam segala hal. Mereka berbuat demikian untuk memperoleh suatu
mahkota yang fana, tetapi kita untuk memperoleh suatu mahkota abadi. 26 Sebab itu aku
tidak berlari tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang sembarangan saja memukul. 27
Tetapu aku melatihtubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan
Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak.” (1Kor 925-27).
- Di dalam mewartkan Injil, Paulus memanfaatkan tida latar belakang tradisi yang
dikuasainya, yaitu tradisi Yahudi, Yunani dan Kristiani. Namun, yang amat menonjol dari
pengajarannya adalah pengalaman eksistensinya di Damsyik yang kemudian mempengaruhi
pengalaman dan refleksi imannya pribadi. Ketika berangkat dari pengalaman imannya yang
nyata,pewartaan Paulus menjadi amat unik dan kuat nuansanya. Dengan kata lain, Paulus
memanfaatkan tradisi yang ada tetapi sekaligus memberi perspektif yang baru, yang
semuanya diselaraskan dengan karya keselamatan Allah dalam Yesus Kristus.
- Di dalam mengolah kata, baik dalam tulsian maupun lisan, Paulus membuat penggabungan
antara sendi pidato Yunani dan seni mengajar para rabi. Misalnya, Paulus memakai bentuk
diatribe yang biasa dipakai dalam retorika Yunai. Selain itu, Paulus juga memakai
pewartaan yang tipologis, misalnya ketika membandingkanperistiwa Yesus dengan
Perjanjian Lama. Intinya, Paulus mau menunjukkan bahwa Yesus adaalah pemenuhan
nubuat dalam Perjanjian Lama.
- Teologi Paulus adalah teologi yang Kristologis, eklesiologis, soteriologis dan eskatologis.
Masing-masing aspek teologis tersebut diramu sedemikian rupa sehingga menjadi suatu
pewartaan yang menarik dan menimbulkan iman. Kendati ada kebaruan yang diwartakan
Paulus, namun tesis-tesis dasarnya berangkat dari iman Israel seperti yang dinyatakan dalam
Perjanjian Lama

D. PAULUS DAN SPIRITUALITAS PEWARTA INJIL:

Model pelayanan Paulus dapat digali terutama dari surat-surat 1Tesalonika, Galatia, 1 dan 2
Korintus, Roma, FIlipi dan Filemon. Surat-surat tersebut merefleksikan situasi dan kondisi
Paulus, keprihatinannya, dan pemecahan masalah-masalah yang dihadapi jemaat. Jemaat Kristen
pada waktu itu sedang mengalami krisis dalam relasinya dengan Yudaisme. Sebagai jemaat ayng
baru berkembang, wajar jika diperlukan pola-pola kepemimpinan serta pelayanan yang khas dan
sesuai dengan kebutuhan. Paulus tampil sebagai pewarta yang mendirikan, mengarahkan dan
menjaga pertumbuhan jemaat. Buah-buah pikirannya untuk karya pastoral dengan hati dan kita
renungkan bersama.
Sebagao pribadi, Paulus mempunyai kualtias yang unggul dan mempunyai banyakbakat.
Kepribadiannya kuat dan dinamis, sehingga tidak mengherankan jika dia mampu tampil sebagai
salah satu tokoh penting dalam perkembangan Gereja awal. Visi dan tanggungjawab terhadap
karya misinya kelihatan jelas dari surat-suratnya yang berupaya menanggapi permasalahan
jemaat. Persitiwa Damsyik yang merubahnya dari pengejar jemaat menjadi pewarta Injil
merupakan titik balik yang merubah hidupnya secara radikal. Paulus meyakini bahwa karya
misinya untuk mewartakan Ijil berasal dari perwahyuan dan perutusan baginya oleh Yesus yang
telah bangkit.
Ada banyak sebutan yang dapat dikenakan pada Paulus, yaitu: pewarta Injil, rasul bangsa-
bangsa kafir (non Yahudi), hamba penuh Tuhan, teolog, misioanris. Jarang dia disebut secara
eksplisit sebagai Gembala., karena memang dia tidak pernah memegang kepemimpinan jemaat
lokal. Apa yang dapat kita gali lebih-lebih kepribadiannya dan gagasannya tentang citra gembala
dan kegiatan pastoralnya.
Gagasan pastoral Paulus berakar kuat pada iman dan pengalaman religiusnya yang dalam.
Oleh karena itu, untuk mengenal spiritualitas pewarta Injil menurut Paulus perlu kita cermati
kualias pribadinya, keyakinan imannya, caranya menempatkan diri sebagai utusan, dan caranya
menanggapi permasalahan-permasalahan jemaat.

1. Menjadi Pewarta Injil adalah panggilan:

Jati diri seorang manusia tidak hanay dibentuk oleh interaksi dengan keluarga dan
lingkungan teapi juga atas dasar kehendak Allah yang memanggilnya untuk tugas perutusan
tertentu.panggilan Tuhan yang dialami oleh Paulus di Damsyik merubah perjalananhidupnya
secara radikal. Perubahan itu terjadi berkat pertemuan pribadi denganYesus yang bangkit dan
yang telah memilihnya sebagai utusan. Panggilan Tuhan dirasa begitu personal dan Paulus
mensyukurinya dengan sepenuh hati. Panggilan Tuhan memberinya otoritas bagi pelayanan,
memberinya kekuatan manakala kesulitan menimpanya, dan memberikannya keberanian untuk
menghadapi segala tantangan. Bagi Paulus, mewartakan Injil adalah suatu keharusan yang
dilandasi ketulusan hati:
“Jika aku memberitakan Ijil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab
itu adalah keharusan bagiku. Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil. Kalau andaikata
aku melakukannya menurut kehendakku sendiri, memang aku berhak menerima upah. Tetapi
karena aku melakukannya bukan menurut kehendakku sendiri, pembertaan itu adalah tugas
penyelenggaraan yang ditanggungkan kepadaku. Kalau demikian apakah upahku? Upahku
ialah ini: bahwa aku boleh memberitakan Injil tanpa upah, dan bahwa aku tidak
memerpgunakan hakku sebagai pemberita Injil.” (1Kor 9:16-18)
2. Pewarta yang mengakui adanya kharisma Roh Kudus

Paulus mengandalkan peran Roh Kudus di dalam mewartakan Injil. Dia tidak menjadi
pewarta Injil atas rekomendasi pimpinan jemaat yang lebih tinggi, tetapi ditunjuk serta dipilih
langsung oleh Tuhan Yesus yang telah bangkit dari mati. Sebagai pewarta Injil, Paulus
menghormati para rasul dan semua saja yag telah berjasa bagi pertumbuhan iman umat. Paulus
memang mempunyais ejumlah keunngulan yang amat berguna untuk melaksanakan tuas
pewartaan Injil. Keunggulan yang dimiliki Paulus antara lain imannya yang teguh, tekadnya
yang kuat, tubuhnya yang kuat, perjuangannya yang tulus, kerelaannya untuk menderita demi
Injil, kasihnya yang total kepada Tuhan dan kepada uamt yang dilayaninya, kepandaiannya
dalam berteologi, daya tariknya jika berbicara dan menulis, moralnya yang bersih, ketulusannya
dalam relasi, kehebatannya dalam mempengaruhi orang lain, kemampuannya menyelesaikan
persoalan jemaat.
Sebagai seorang pewarta Injil, keunggulan Paulus ditampilkan bukan demi dirinya sendiri.
Dia juga mampu menularkankeunggulan-keunggulannya kepada orang lain. Dia mampu
menyuburkan kharisma-kharisma (anugerah kemampuan atau potensi) yang dimiliki oleh
jemaatnya. Kedekatan pribadinya dengan umat yang dia layani menjadikan kharismanya terasa
semakin mendalam. Paulus menjadikan panggilan Tuhan sebagai andalan dan untuk itu dia
memanfaatkan segala kelebihan yang dimilikinya untuk menanggapi panggilan Tuhan tersebut.

3. Pelayan rohani:

Pelayanan rohani merupakan uaya pengembangan nilai-nilai, sikap dan perilaku yang perlu
untuk memotivasi manusia dari dalam sehingga terjadi suatu kebangktian rohani atas dasr
panggilan hidup. Kepemimpinan spiritual mengupayakan terciptanya sautu visi agar para
pengikutnya merasa hidup mereka berarti. Dasar dari pelayanan rohani adalah kasih yang
terwujud dalam tindakan saling peduli, saling memberi perhatian dan penghargaan antara
pemimpin dan pengikut.
Lahan utama dari pelayanan Paulus adalah bidang rohani. Sebagai pemimpin spiritual,
Paulus memberi perhatian pada pertumbuhan iman yang terjadi bersama dengan pengembangan
keutamaan hidup serta perilaku dari jemaatnya. Oleh karena itu yang menjadi fokus utama
adalah “manusia”, hasil yang diharapkan adalah manusia yang dewasa dan matang dalam
kehidupan rohani, mempunyai integritas pribadi sebagai orang beriman. Ada tuntutan tertentu
bagi seorang pemimpin spiritual yang amat diharapkan oleh para pengikutnya, yaitu : jujur dan
terpercaya, tulus dan murni, kompeten dan berkeyakinan, menatap ke depan dan proaktif, positif
dan bersemangat.

4. Menghidupi semangat pelayanan:

Memimpin berarti melayani. Itulah yang menjadi prinsip kepemimpinan Yesus.


Kepemimpinan pelayanan mengarah perhatian yang kebutuhan diri yang dipimpin (Greenleaf
dan de Zousa). Sesua dengan istilah yang dipakai, pemimpin-pelayan rela memberikan diri untuk
memberi pelayanan (service), dukungan (support) dan pemberdayaan (empowerment). Melayani
bukan berarti sekedar melaksanakan tugas. Ketrampilan seorang pemimpin-pelayan menyangkut
kepekaan intuisi, kepekaan hati, kecerdikan akal, dan kesediaan untuk mencurahkan tenaga. Para
pemimpin-pelayan diharapkan mempunyai kemampuan untuk mendengarkan dengan baik,
mempunyai visi jelas dari tujuan yang mau diraih, mampu mempengaruhi tanpa memaksakan
kehendak, memberi dukungan pada perjuangan bersama dan memberdayakan orang yang
dilayani.

5. Peka pada situasi dan kondisi jemaat yang dilayani:

Tidak dapat dipungkiri bahwa keunggulan Paulus dalam melayani ditentukan juga oleh
situasi, waktu dan tempat yang tepat. Tuhan memanggil dan mengutus Paulus pada waktunya.
Greja awal yang sedang mencari jati dirinya amat terbantu dengan refleksi teologis Paulus.
Perstiwa Yesus ayng terjadi seolah-olah di luar perhitugnan dan nalar manusia itu
membutuhakan seorang tokoh yang mempunyai kemampuan memadai untuk merefleksikannya.
Paulus memang tidak bicara apapun tentang karya publik Yesus. Apa yang direfleksikan oleh
Paulus lebih-lebih perasaan Yesus sebagai Mesias, Tuhan dan Anak Allah dalam kerangka
sejarah keselamatan. Teologi dan Kristolodi paulus mewarnai teologi kristianis ampai di zaman
kini.
Paulus menjadi salah satu misionaris yang berjasa membawa warta Kristus keluar dari
daerah Palestina. Rupanya bangsa-bangsa lain lebih terbuka menerima Kristus dan karya
keselamatan-Nya. Paulus berhasil mendirikan jemaat-jemaat kristen di kota-kota penting serta
mempersiapkan para pelayan umat yang akan meneruskan perjuangannya.

6. Melayani dalam kerjasama

Jika mengamati luasnya lahan pewartaan dan banyaknya permasalahan yang dihadapi, tidak
mungkin Paulus bekerja sendirian. Memang Paulus tidak pernah bekerja sendirian tetapi selalu di
dalam suatu tim. Dia bekreja bersama dengan banyak orang yang disebutnya sebagai rekan-rekan
sekerja. Rekan-rekan sekerja Paulus dapat dibedakan ke dalam tiga golongan. Goognan pertama
adalah mereka yang berkeja sama dengan Paulus, yaitu Aplos, Barnabas dan Silas. Golongan
kedua adalah mereka yang membantu Paulus dan kadang menajdi utusan Paulus, yaitu: Timotius,
Titus, Erastus, Epafras, Tikhikus, Onesiumes, Eafroditus. Golongan ketiga adalah rekan yang
membantu Paulus tetapi bukan sebaai tutusan atau wakilnya, yaitu: Akwila dan Priskila (Priska),
Aristarkhus, Demas, Lukas, Markus dan Trofinus. Di dalam Kisah Para Rasul dan surat-
suratnya, kita temukan hampir seratus nama orang-orang yang disebutnya sebagai rekan
sekerjanya. Mereka semua dirujuk dalam kaitan karyanya sebagai pewarta Injil dan memimpin
jemaat.
Siapakah yang dipilih Paulus menjadi rekan sekerjanya? Mereka adalah teman-teman
seperjalanan, tokoh-tokoh jemaat yand didirikannya, erkan yang menemaninya dalam penajra,
roang-orang yang menoong dia dalam berbagai kesempatan. Misalnya Barnabas, Yohanes
Markus dan Titus berperan sebagai rekan sekerjanya ketika melayani jemaat Antiokhia (Kis
13:1-3.5; Gal 2:1.13). karya pewartaan Injillnya di wilayah Yunani diserta oleh Timotius, Lukas,
Priskila, Akwila, Erastus sebagai rekan sekerjanya (Kis 16:1-3.10; 18:2; 19:22; Rm 16:3,21-23;
2Tim 1:2; 4:10-11.19-20; Tit 1:4). Di wilayah Makedonia, Paulus berkarya bersama Soparter,
Aristarkus dan Sekudus, Gayus, dan Timotius, Tikhikus dan Trofimus (kis 20:4). Di antara rekan
sekerja tersebut juga nama Apolos (kis 19:1; 1Kor 16:12); Onesimus, Aristarkhus, markus
Yesus yang dinamai Yustus, Epafras, Lukas, Demas,, NImfa, Arkhipus (kol 4); Filemon (Flm).

7. Mewartakan Injil dengan memberi teladan serta kesaksisn hidup:

Kekuatan Paulus dalam melayani didukung oleh sikapnya yang disiplin dan pelayannya
yang tulus tanpa pamrih. Dia tidak mau membebani jemaat dengan meminta bantuan finansial
untuk dirinya : “Sebab kamu masih ingat, saudara-saudara, akan usaha dan jerih lelah kami.
Sementara kami bekerja siang malam, supaya jangan menjadi beban bagi siapapun juga di
antara kamu, kami memberitakan Injil Allah kepada kamu (1Tes 2:9). Berbekal disiplin,
semangat dan ketulusan etrsebut, Paulus mampu menjadi pionir dalam dirinya sebagai pemimpin
rohani yang layak diteladan, seperti ditulisnya dalam 2Tes 2:10-13: “Kamu adalah saksi,
demikian juga Allah, betapa saleh, adil dan tak bercacatnya kami berlaku di antara kamu, yang
percaya. Kamu tahu, betapa kami, seperti bapa terahadap anak-anaknya, telah menasihati kamu
dan menguatkan hatimu seorang demi seorang, dan meminta dengan sangat, supaya kamu hidup
sesuai dengan kehendak Allah, yang memanggil kamu ke dalam Kerajaan dan kemuliaan-Nya.

10. Mempengaruhi tanpa memakai pendekatan kekuasaan:

Paulus tidak meminta bantuan finansial apapun dari jemaat Tesalonika. Dia bekerja siang
dan malam agar tidak menjadi beban bagi jemaat. Dengan cara ini Paulus sekaligus
menunjukkanmotivasinya yang murni untuk melayani jemaat. Dia juga tidak memakai haknya,
kuasa dan statusnya atas mereka. Dalam 2Tes 3:7-9 Paulus berkata: “Sebab kamu sendiri
tahu,bagaimana kamu harus mengikuti teladan kami, karena kami tidak lalai bekerja dan
antara kamu, dan tidak makan roti orang dengan percuma, etapi kami berusaha dan berjerih
payah siang malam, supaya jangan menjadi beban bagi siapapun di antara kamu. Bukan karena
kami tidak berhak untuk itu, melainkan akrena kami mau menjadikan diri kami teladan bagi
kamu, supaya kamu ikuti.”

11. Berani mengakui kerapuhan diri:

Paulus tanpa takut menunjukkan kerapuhan dirinya. Dikatakan dalam 1Tes 2:8:
Demikianlah kami, dalam kasihs ayang yang besar akan kamu, bukan saja rela membagi Injil
Alah dengan kamu, tetapi juga hidup kami sendiri dengan kamu, karena kamu telah kami kasihi.
Paulus dan kawan-kawannya berpegang teguh pada misi mereka untuk mewartakan Injil dengan
seutuhnya berarti juga membagikan hidup mereka sendiri kepada mereka. Istilah “hidup” berarti
keseluruhan diri, bahkan kedalaman diri. Paulus dan kawan-kawannya berbagi jiwa mereka
denagn jemaat.
Kepada jemaat di Korintus, Paulus dengan rengah hati mengakui: “Aku telah datang
kepadamu dalam kelemahan dandengan sangat takut dan gentar. Baik perkataan maupun
pemberitaanku tidak kusampaikan dengan kata-kata hikmat yang meyakinkan, tetapi dengan
keyakinan akan kekuatan Roh, supaya iman kamu jangan bergantung pada hikmat manusia,
tetapi pada kekuatan Allah.” (1Kor 2:3-5). Dengan berani merendahkan diri serta mengakui
kerapuhannya, Paulus justru dapat memberi kesaksian tentang kekuatan Roh yang ada padanya.

12. Berpusat pada pengikut bukan pada diri pribadi:

Bagi Paulus, tujuan dari seruannya yang kuat selalu demi perkembangan para pengikutnya.
Paulus berkata bahwa dia terlibat dalam pelatihan agar “Kamu dapat berjalan dengan cara
pantas bagi Allah yang memanggilmu untuk Kerajaan dan Kemuliaan-Nya” (1Tes 2:12).
Dengan begitu Paulus mengajar umat agar hidup layak bagi Allah karena inilah tujuan tertinggi
dari mereka yang telah diselamatkan berkat rahmat melalui iman dalam Kristus (Ef 2:8-9). Bagi
Paulus, istilah “berjalan” adalah istilah faforit yang menunjuk pada keseluruhan hidup seseorang.
Tekanan ini konsisten dengan ide bahwa transforming leadership meningkatkan level dari
perilaku manusia dan aspirasi etis bagi pemimpin maupun yang dipimpin.

13. Pewarta Rela Menderita demi Injil yang diwartakannya:


Paulus adalah seorang rasul yang tangguh dalam mewartakan Injil. Ketangguhannya
kelihatan jelas dari caranya menyikapi kesulitan dan penderitaan sebagai pewarta Injil. Keisah
Para Rasul mengisahkan bagaimana Paulus berkali-kali mengalami penderitaan selama
mewartakan Injil. Segera setelah pertobatannya, dia harus mengalami perlawanan dari pihak
kaum Yahudi di Damsyik maupun di Yerusalem (Kis 9:23-30), di Listra Paulus dilempari batu
dan diseret ke luar kota (Kis 14:19-20), pewartaannya di Athena ditolak (Kis 17:15-33), berkali-
kali dipenjara (yaitu di FIlipi, Yerusalem dan Kaisarea: Kis 16:21-23), mengalami kapal karam
(Kis 27:14-44).
Paulus tidak menganggap penderitaananya adalah hukuman atau kutukan tetapi merupakan
partisipasi pada penderitan Kristus: “Kami senantiasa membawa kematian Yesus di dalam tubuh
kami, supaya kehidupan Yesus jugamenjadi nyata di dalam tubuh kami.” (2Kor 4:10; bk. 1Kor
4:8-13; 2Kor 1:3-10; 4:7-12; 6:4-10; Flp 3:10-11; 2Tim 3:10-11). Dari renungannya akan salib
Kristus, Paulus yakin bahwa kekuatan dan kebijakan Allah tersembunyi di balik penderitaannya
sebagai rasul. Allah telah berkenan menunjukkan kepadanya kekuatan-Nya dan kebijaksanaan-
Nya. Allah sendiri yang menjadi sumber penghiburan baginya (2Kor 1:3).
Dalam pengalaman rohaninya, Tuhan bersabda : “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu,
sebab justru dalam kelamahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna” (2Kor 12:9). Salib Kristus
memberinya kekuatan, untuk itulah paulus hanya mau bermegah atas salib Kristus dan bukan
atas kekautan yang lain: “Aku sekali-kalitidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita
Yesus Kristus, sebab olehnya dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia” (Gal 6:14).
Ketika sudah mulai tua, paulus menyampaikan kepada Timotius keteguhan imannya sebagai
rasul yang harus banyak menderita: “Untuk Injil inilah aku telah ditetapkan sebagai pemberita,
sebagai rasuld an sebagai guru. Itulah sebabnya aku menderita semuanya ini, tetapi aku tidak
malu; karena aku tahu kepada siapa aku percaya dan aku yakin bahwa Dia berkuasa
memeliharakan apa yang telah diperyahakan-Nya kepadaku hingga pada hari Tuhan.” (2Tim
1:11-12)/
Dengan penuh keyakinan Paulus menulis kepada jemaat di Roma: “Aku yakin, bahwa
penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemulian yan gakan
dinyatakan kepada kita .” (Rm 8:18). Hal yang sama diaktakannya kepada jemaat di Korintus:
“Penderitaan ringan yang sekarang ini mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi
segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami.” (2Kor 4:17).

E. MENERAPKAN STRATEGI MISI PAULUS DAN SPIRITUALITAS PEWARTA


INJIL DI ZAMAN SEKARANG:

Strategi misi dan spiritualitas pewarta Injil yang dihayati Paulus 2000 tahun yang lalu
ternyata telah menghasilkan buah berlimpah bagi pengembangan Gereja semesta. Tidak usah
terlalu jauh, kita juga dapat membayangkan betapa hebatnya strategi misi yang dilakukan oleh
para misonaris dari Belanda ketika mewartakan Injil di tengah bangsa dan masyarakat kita yang
sebelumnya samasekali tidak kenal Kristus.
Paulus dan para misionaris Belanda belum mengenal teknologi komunikasi seperti yang kita
miliki seperti di zaman sekarang . Kita mempunya kemudahan antara lain: sarana internet,
sarana komunikasi satelit yang dapat digunakan untuk berbagai kepentingan. Belum lagi kita
mempunyai kemudahan dengan adanya telpon selular. Apakah kemajuan tehnologi yang kita
punya sekarang ini dapat kita manfaatkan untuk menggiatkan karya pewartaan Inji?
Sampai sekarng sarana internet sudah banyak dipakai untuk karya pewartaan, demikian juga
ada sms-sms ayat-ayat serta nasehat rohani yang tersebr luas. Berbagai tayangan yang
memanfaatkan televisi dan media massa lainnya sudah pula dimanfaatkan. Sejauh manakah
semua itu efektif sebagai upaya penyebaran Injil sebagai warta gembira untuk seluruh umat
manusia? Paulus telah berupaya menebarkan benih sabda. Saat ini tidak lagi sulit bagi kita untuk
menebarkan benih sabda lewat berbagai sarana komunikasi massa serta kecanggihan teknologi
komunikasi. Kita perlu sadar bahwa alat komunikasi canggih hanyalah sarana yang membantu
kita mewartakan Injil secara lebih efektif dan efisien. Namun, apalaha rtinya itu semua jika tidak
disertai dengan kesiapandisposisi batin umat manusia untuk menumbuhkan benih sabda di dalam
kehidupan bersama maupun pribadi. Belum lagi, pewartaan yang berhasil menuntut kredibilitas
seorang pewarta di dalam iman dan penghayatannya. Itulah sebabnya paparan di atas banyak
mengupas siritualitas pewartaan menurut Paulus. Pada gilirannya, apayang kita hayati itulah
yang kemudian kita komunikasikan kepada yang lain. Kita dapat mengutip apa yang dikatakan
Paulus: “Bagaimana mereka dapat berseru kepada-Nya, jika mereka tidak percaya kepada Dia?
Bagimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia.
Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya? Dan
bagaimana mereka dapat memberitakan-Nya, jika mereka tidak diutus?” (Rm 10:14-15). Inilah
tantangan kita bersama saat ini.

A. Hari Kustono Pr
Kaliurang, 1 Februari 2012

Anda mungkin juga menyukai