Anda di halaman 1dari 26

Ajaran Sosial Gereja:

Perspektif Asia
B. A. Rukiyanto, S.J.
Pokok Bahasan
Pengantar
Realitas Asia
Tanggapan Gereja: Keselarasan dan Kesetiakawanan
Universal
Simpulan
Pengantar
Pengantar
Menjadi Gereja Asia berarti turut serta dalam misi
Kristus, dalam karya penebusan di Asia sehingga laki-
laki dan perempuan asia dapat lebih penuh
menggapai perkembangan manusiawi mereka supaya
mereka mempunyai hidup dalam kelimpahan (Yoh
10:10). Agar para pastor, biarawan dan umat kristiani
menjadi saksi sekaligus harapan dari pembaruan
dalam diri Gereja (amanat penutup Sinode Para
Uskup untuk Asia, no. 6)
Catatan historis FABC
Realitas tahun 1960an 1970an: situasi huru-hara,
kediktatoran, perang dingin
1970: para uskup Asia berkumpul di Manila,
memutuskan untuk menyuarakan pembelaan hak-hak
mereka yang tidak beruntung dan tak berdaya,
menentang segala bentuk ketidakadilan.
1971: Sinode para Uskup “Keadilan di dalam Dunia”
mendorong aksi demi keadilan dan pembaruan dunia
Lokakarya Uskup FABC untuk Aksi Sosial (BISA, 1972):
pembaruan, refleksi, aksi atas masalah keadilan,
pembangunan, HAM – setia kawan dengan kaum miskin
1990: di Bandung para Uskup berefleksi bahwa dalam
mewartakan nilai-nilai yang harus diwujudkan, masih
sering gagal dalam menindaklanjuti dengan tindakan
efektif.
1995: di Manila para Uskup menegaskan untuk
mengikuti Yesus dalam memihak kaum miskin.
Gereja-gereja setempat telah berjuang untuk
menegakkan keadilan, pembangunan dan HAM,
melindungi para pengungsi, kelompok tertindas, suku
asli.
1998: Sinode para Uskup Asia menegaskan kesadaran
untuk mengubah struktur-struktur tidak adil; Gereja
menjadi pembela martabat dan HAM.
FABC Offices
The Office of Human Development (OHD),
The Office of Evangelization (OE),
The Office of Social Communications (OSC),
The Office of Ecumenical and Interreligious Affairs
(OEIA),
The Office of Education and Student Chaplaincy
(OESC),
The Office of Theological Concerns (OTC),
The Office of Laity (OL),
The Office of Clergy,
The Office of Consecrated Life
Plenary Assembly
 FABC I: 1974, Taipei, Taiwan “Evangelization in Modern Day Asia”
 FABC II: 1978, Calcutta, India “Prayer - the Life of the Church of Asia”
 FABC III: 1982, Samphran, Thailand “The Church - A Community of Faith
in Asia”
 FABC IV: 1986, Tokyo, Japan “Vocation and Mission of the Laity in the
Church and in the World”
 FABC V: 1990, Bandung, Indonesia “Journeying Together toward the
Third Millennium”
 FABC VI: 1995, Manila, Philippines “Christian Discipleship in Asia Today:
Service to Life”
 FABC VII: 2000, Samphran, Thailand “A Renewed Church In Asia:
A Mission Of Love and Service”
 FABC VIII: 2004, Daejeon, Korea “The Asian Family toward a Culture of
Life.”
Beberapa program FABC
Program Office of Human Development (OHD)
adalah aksi sosial, Bishops’ Institute for Social Action
(BISA) atau Asian Institute for Social Action (AISA)
atau Faith Encounters in Social Action (FEISA).
Program Office of Ecumenical and Interreligious
Affairs (OEIA) adalah Bishops’ Institute for Inter-
Religious Affairs (BIRA) atau Seminar for Inter-
Religious Affairs (SIRA) atau Formation Institute for
Inter-Religious Affairs (FIRA), dan juga program
ekumenisme, Asian Movement for Christian Unity
(AMCU) and Joint Ecumenical Formation (JEF).
Realitas Asia
Realitas Asia
Benua terbesar dengan penduduk 2/3 penduduk
dunia, terdiri dari beragam bangsa dan peradaban,
beragam budaya, bahasa, kepercayaan dan tradisi.
Nilai-nilai agama dan budaya dihargai: meditasi,
kontemplasi, keselarasan, pengingkaran diri, hidup
sederhana, hormat terhadap kehidupan, bela rasa,
keluarga sebagai sumber kekuatan utama, hormat
terhadap orang tua, toleransi beragama, mudha
menyesuakan diri, dsb., tanpa mengabaikan adanya
ketegangan, pertikaian dan kekerasan.
Realitas ekonomi dan sosial
Kenyataan ekonomi dan sosial: beberapa negara
sangat maju, yang lin sedang berkembang melalui
kebijakan ekonomi yang berhasil, di samping
kenyataan kemiskinan yang meluas.
Materialisme dan sekularisme menggerogoti nilai-
nilai sosial dan agama tradisional.
Perubahan-perubahan pesat: urbanisme, migrasi –
yang berakibat kemiskinan, peperangan, pertikaian
etnis, pelecehan hak-hak asasi manusia, terorisme,
pelacuran, pemerasan, dsb.
Pariwisata mempunyai nilai positif dan negatif, bisa
merusak moral ketika martabat perempuan dan anak-
anak direndahkan,
Pertumbuhan penduduk sangat pesat sehingga
menimbulkan masalah sosial.
Gereja sudah berusaha membela dan memajukan
kehidupan melalui proyek perawatan kesehatan,
pembangungan sosial dan pendidikan demi
kepentingan rakyat, terutama kaum miskin (contoh
konkret: Ibu Teresa, ikon pelayanan kehidupan).
Komunikasi sosial: pengaruh budaya luar seperti media
massa, sastra, musik dan film masuk dengan dampak
positif dan negatifnya yang mengancam nilai-nilai
tradisional (keluarga, kekerasan, materialisme, dsb).
Kemiskinan dan penindasan masih dialami oleh
jutaan orang: kaum perempuan, anak-anak, aborsi,
suku-suku asli. Gereja berupaya menangani masalah
serius ini.
Pertumbuhan ekonomi sangat pesat diikuti dengan
tampilnya pekerja trampil, ilmuwan, teknisi dari
generasi baru yang memberi harapan cerah bagi
pembangunan Asia. Namun tidak semua hal berjalan
secara stabil dan mantap, yang tampak dalam krisis
moneter. Kerja sama antar negara-negara di Asia dan
dengan negara-negara di benua lain dibutuhkan.
Namun pembangunan hendaknya dilakukan oleh
orang-orang Asia sendiri.
Realitas Politik
Situasi politik di berbagai negara sangat beragam:
pemerintahan demokratis, teokratis, kediktatoran militer,
ideologi atestik.
Kelompok-kelompok minoritas menjadi warga negara
kelas dua, kurang mendapatkan perlindungan hak-hak
mereka.
Korupsi merajalela, struktur yang tidak adil menguasai
berbagai bidang pemerintahan dan kemasyarakatan.
Roh Allah berkarya: ada tuntutan-tuntutan baru demi
keadilan sosial. Kelompok-kelompok etnis dan sosial
mulai menjadi pelaku pembaharu.
Keselarasan dan Kesetiakawanan
Universal
Wawasan Hidup Tandingan
Masyarakat mulai sadar untuk menemukan jalan keluar
yang lebih kreatif dan adil bagi tatanan global baru yang
berlandaskan nilai-nilai injili dan sesuai dengan realitas,
budaya, etos dan kepekaan Asia (Ecclesia in Asia 6).
Pembaruan dimunculkan berdasarkan proses humanisasi
baru dengan nilai-nilai injili dan ajaran sosial Gereja
sebagai pusatnya.
Nilai keselarasan dan kesetiakawanan dikembangkan,
berdasarkan kekuatan pengikat bersama antar bangsa
yang bersumber dari pengalaman perjumpaan dengan
sesama dan pengalaman akan Allah.
Dalam pelayanan kepada kemanusiaan, Gereja
merangkul semua orang tanpa keculai, membangung
peradaban kasih berlandaskan nilai-nilai universal
(perdamaian, keadilan, kesetiakawanan, kemerdekaan
yang mencapai kepenuhannya di dalam Kristus).
Gereja di Asia memperhatikan pelayanan kasih,
khususnya kepada kaum miskin dan tak berdaya.
Perkembangan pribadi manusia yang autentik dan
terpadu perlu dimajukan. Begitu juga perombakan
radikal struktur-struktur sosial, politik dan ekonomi.
Ajaran sosial Gereja bisa dipakai sebagai prinsip
dalam berefleksi, kaidah untuk penilaian dan arah
untuk bertindak, terutama bagi anggota Gereja agar
bisa menjadi garam masyarakat.
Manusia merupakan pelaku dan tujuan utama
pembangunan. Maka pembangunan yang digalakkan
Gereja jauh melampaui persoalan ekonomi dan
teknologi. Manusia merupakan citra Allah. Hak-hak
asasi manusia perlu dibela, keadilan dan perdamaian
perlu ditegakkan.
Gereja mengutamakan kaum miskin karena Yesus
sendiri menyerupakan diri-Nya dengan mereka (Mat
25:40). Mengabaikan kaum miskin berarti menjadi
seperti orang kaya yang pura-pura tidak tahu si
pengemis Lazarus (Luk 16:19-31).
Kesetiakawanan dengan kaum miskin dihayati dengan
hidup sederhana, mengikuti teladan Yesus, agar umat
dapat lebih baik melayani misi Gereja dan menjadi
Gereja kaum miskin dan bagi kaum miskin.
Pengungsi, pencari suaka, perantau dan pekerja asing
semakin banyak. Mereka terasing secara budaya, tidak
memiliki sahabat, gagu berbahasa dan rapuh secara
ekonomi. Gereja di Asia ramah dan menyambut mereka
sebagaimana Yesus merangkul mereka (Mat 11:28-29).
Suku-suku asli biasanya berada di jenjang ekonomi
paling bawah. Gereja perlu menghargai agama tradisional
mereka dan membantu mereka agar dapat bekerja
meningkatkan situasi mereka.
Diskriminasi terhadap kaum perempuan masih terjadi di
mana-mana. Gereja di Asia menggalakkan kegiatan HAM
demi kepentingan kaum perempuan, mendorong mereka
terlibat di dalam kehidupan Gereja dan masyarakat.
Gereja memajukan pelayanan terhadap kehidupan,
karena kehidupan merupakan karunia Allah. Ajaran KV II
dan Ensiklik Evangelium Vitae tentang kudusnya
kehidupan ditegaskan kembali.
Gereja juga memajukan pelayanan kesehatan,
sebagaimana Yesus menyembuhkan orang-orang sakit.
Kesaksian para rohaniwan, biarawan-biarawati, dokter,
perawat dan petugas kesehatan perlu didukung.
Gereja terlibat di dalam dunia pendidikan demi
pembinaan manusiawi yang integral. Sekolah-sekolah
Katolik berperan dalam evangelisasi, inkulturasi iman,
pendidikan akan sikap terbuka dan menghargai antar
agama dan kepercayaan. Anak-anak perempuan, suku
minoritas dan anak-anak miskin perlu dibantu dalam
pendidikan.
Di tengah-tengah situasi konflik, Gereja dipanggil untuk
terlibat dalam upaya-upaya internasional dan
antaragama guna menciptakan perdamaian, keadilan
dan rekonsiliasi. Gereja mencari jalan keluar
berdasarkan perundingan dan pendekatan non militer:
perlucutan senjata, penghentian pembuatan senjata
nuklir, kimiawi dan biologis. Gereja juga bersetia kawan
dengan rakyat Irak yang menderita.
Globalisasi ekonomi dan budaya berdampak positif
sekaligus negatif (menyebabkan kesengsaraan kaum
miskin; budaya konsumeristik dan sekularistik mengikis
nilai-nilai tradisional keluarg dan masyarakat). Gereja
menekankan perlunya globalisasi tanpa marginalisasi.
ASG memberi kaida etis dan hukum untuk mengatur
pasar bebas dunia dan untuk sarana komunikasi sosial.
Utang luar negeri perlu dihapus atau dicarikan jalan
keluar untuk meringankannya (peran lembaga dan bank
internasional). Perlu dikembangkan di negara-negara
debitur cita rasa tanggung jawab nasional dan pentingnya
perencanaan ekonomi yang sehat, transparansi
manajemen yang baik serta menentang korupsi.
Kerusakan lingkungan akibat kemajuan ekonomi dan
teknologi perlu diatasi. Tanggung jawab Gereja untuk
melindungi lingkungan dengan memugar kembali
penghormatan terhadap seluruh ciptaan Allah.
Masyarakat, kaum muda perlu dididik utnuk
bertanggung jawab terhadap lingkungan dan memelihara
ciptaan.
Simpulan
Simpulan
Gereja di Asia menanggapi realitas Asia yang beragam
untuk menciptakan perkembangan yang manusiawi.
Kitab suci dan tradisi menjadi dasar bagi Gereja utnuk
menyuarakan keselarasan dan kesetiakawanan universal.
Allah dalam sejarah keselamatan selalu membela kaum
miskin dan tersingkir.
Yesus sendiri memberi teladan bagi kita dan
memerintahkan kita untuk memberi makan kepada
mereka yang berkekurangan.
Ekaristi menjadi simbol dan utusan untuk
memperjuangkan pembangunan yang manusiawi dan
adil.

Anda mungkin juga menyukai