Anda di halaman 1dari 9

MISIOLOGI DALAM KITAB KISAH PARA RASUL

DOSEN: PDT HEIN ARINA. TH, D


Mata Kuliah : Misiologi

NAMA : DEBORA LAHOPE


202141467

YAYASAN DOMINNE ALBERTUS ZAKHARIAS RUNTURAMBI WENAS


UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA DI TOMOHON
FAKULTAS TEOLOGI UKIT
TAHUN 2023
LATAR BELAKANG KISAH PARA RASUL
Kisah Para Rasul adalah kitab lanjutan dari Injil Lukas, yaitu jilid kedua dari segala sesuatu
yang
dikerjakan dan diajarkan Yesus (Lukas 1:1-4; Kis. 1:1). Penulis kedua kitab ini sama, yaitu
Lukas, seorang tabib Yunani. Dalam pendahuluan ke dua kitab ini pun nampak bahwa
keduanya ditujukan kepada seseorang yang bernama Teofilus, seorang Yunani.
Latar Belakang Kisah Para Rasul menjelaskan tentang sejarah gereja mula-mula setelah
naiknya Tuhan Yesus Kristus ke sorga. Para murid dengan pimpinan Roh Kudus
menyebarkan kabar baik tentang Yesus di Yerusalem, di seluruh Yudea, di Samaria, dan
sampai ke ujung bumi (Kis. 1:8). Berita utama dari kitab ini adalah pekerjaan Roh Kudus
melalui para rasul. Buku ini menceritakan tentang pergerakan Kristen yang dimulai di antara
orang Yahudi lalu meluas menjadi suatu agama untuk seluruh dunia, tidak hanya untuk orang
Yahudi. Penulis kitab ini merasa perlu pula meyakinkan para pembacanya bahwa orang-
orang Kristen bukanlah suatu bahaya politik terhadap Kekaisaran Romawi, tetapi merupakan
penyempurnaan agama Yahudi.

•PARADIGMA MISI MENURUT KITAB KISAH PARA RASUL


Paradigma didefinisikan sebagai model dalam ilmu pengetahuan
dan kerangka berpikir. Sebagai sebuah dasar biblis mengenai misi gereja, tentunya kitab
Kisah Para Rasul memiliki suatu konsep atau kerangka berpikir yang dapat diambil oleh
gereja masa kini dalam melakukan misi.
Dalam kitab Kisah Para Rasul pelayanan misioner gereja berkembang dalam tiga tahapan.
Bosch mengungkapkan ketiga bagian itu dari Kisah Para Rasul 1:8. Tahapan pertama adalah
kelahiran dan pertumbuhan gereja di Yerusalem.
Misi adalah Konsekuensi dari Pencurahan Roh Kudus
Dalam Lukas 24:49 Yesus menjanjikan untuk mengirim kepada para murid apa yang
dijanjikan oleh Bapa. Hal yang serupa juga ditemukan dalam Kisah Para Rasul 1:4, di mana
Yesus menyuruh para murid tinggal di Yerusalem untuk menantikan janji Bapa. Janji itu
tergenapi pada peristiwa pentakosta, ketika Roh Kudus dicurahkan (Kis. 2: 1 – 13). Melalui
pencurahan Roh Kudus ini para murid diberi keberanian dalam memberitakan nama Yesus
tanpa takut. Artinya bahwa misi dalam kitab Kisah Para Rasul yang lakukan oleh para rasul
digerakkan oleh Roh Kudus.
“Gereja perdana [dan para rasul], … secara radikal telah digerakkan oleh Roh Kudus.” Roh
Kudus bukan hanya memulai misinya akan tetapi Roh Kudus terus membimbing para rasul
dalam menjalankan misiNya. Bosch mengatakan bahwa Roh ini bukan hanya inisiator dan
pembimbing misi, melainkan Dia juga yang menguatkan untuk melaksanakan misi.
•Misi untuk Orang Yahudi dan Non-Yahudi
“Di antara kaum Yahudi dan non-Yahudi, berdiri suatu “tembok pemisah”. Bangsa Israel
mengenal Allah yang telah mengadakan perjanjian-Nya dengan mereka sebagai Allah
Abraham, Ishak, Yakub, dan keturunan mereka. Berbeda dengan bangsa-bangsa lain.
“Tembok pemisah” itu memiliki dampak yang hebat bukan saja dalam pikiran orang Yahudi,
tetapi juga dalam praktik kehidupan sehari-hari. Mereka tidak makan makanan yang haram
dan begitu banyak hal lain di mana mereka memelihara berbagai peraturan keagamaan yang
sangat berbeda dengan kebudayaan bangsa-bangsa lain.”
Dari penjelasan Klapwijk di atas, tampak bahwa orang Yahudi memiliki hubungan yang
sifatnya ekslusif dengan orang-orang dari bangsa lain. Hal ini dipengaruhi karena mereka
merasa diri mereka sebagai umat pilihan Allah, yang dikhususkan bagi Allah sejak zaman
nenek moyang mereka dahulu. Amanat Yesus kepada para murid dalam Kisah Para Rasul
1:8, memerintahkan para murid untuk memberitakan Injil sampai ke ujung bumi dan untuk
menjadikan semua bangsa murid-Nya. Peristiwa pencurahan Roh Kudus pun menjadi tanda
yang mencirikan peralihan periode pernyataan Allah dari satu bangsa (Israel) ke periode di
mana keselamatan Allah dibawa kepada semua bangsa. Dengan demikian, maka misi dalam
konteks Kisah Para Rasul adalah bukan saja untuk bangsa Yahudi, tetapi juga orang-orang
non Yahudi.
Walau pun demikian, dalam beberapa kisah pelayanan para rasul, mereka memberitakan Injil
pertama-tama kepada orang Yahudi, baru setelah itu kepada orang non-Yahudi. Misalnya,
Paulus. Dalam setiap kunjungan ke suatu tempat, Paulus selalu pergi ke sinagoge (Kis. 14:1;
17:1, 10, 17; dan lain-lain). Tujuannya adalah memberitakan Injil bagi orang Yahudi yang
berkumpul di situ. Ketika mereka menolak pemberitaan Injil, maka Paulus akan mengalihkan
sasaran pemberitaannya kepada orang non-Yahudi.

•Misi adalah Pemberitaan Injil


Secara panjang lebar, Bosch menjelaskan mengenai tujuan pemberitaan Injil yang dilakukan
oleh para rasul,
“… Kisah Para Rasul dibangun berdasarkan harapan akan tanggapan. Marturia dari para
misionaris ditujukan pada pertobatan dan pengampunan (bnd. Luk. 24:48; Kis. 2:38), yang
membawa pada keselamatan (bnd. Kis. 2:40, “Berilah dirimu diselamatkan dari angkatan
yang jahat ini!”). … Dalam Injilnya, menerima Yesus sama dengan menerima keselamatan
(Luk. 19:9). Di dalam Kisah Para Rasul hal tersebut tidak berbeda secara hakiki karena
keselamatan hanya ada di dalam nama-Nya saja. Keselamatan adalah pembebasan dari segala
kungkungan maupun hidup baru di dalam Kristus… Karena itu, meskipun mereka
menghargai segala kehidupan keagamaan orang-orang bukan Yahudi, mereka tetap
menekankan pertobatan dan perubahan hati.”
Dalam Kisah Para Rasul dapat ditemukan kisah para rasul yang memberitakan Injil, baik itu
di Yerusalem dan di wilayah-wilayah lain. Baik disampaikan kepada orang Yahudi maupun
orang non-Yahudi. Paulus sendiri misalnya, ia melakukan banyak perjalanan misi. Perjalanan
misi pertama dimana Paulus dan Barnabas menuju ke Asia Kecil(Kis. 13-14). Perjalanan
misi kedua bersama Silas dan Timotius ke Filipi, Tesalonika, Berea, Athena, Korintus dan
kembali ke Antiokhia (Kis. 15:36-18:22). Perjalanan misi ketiga bisa dikatakan sebagai
perjalanan Paulus untuk mengunjungi kembali jemaat-jemaat di Asia Kecil, Makedonia dan
Yunani, sebelum akhirnya ia kembali ke Yerusalem (Kis. 18:23-21:16). Perjalanan misi
keempat (Kis. 21:17-28:11) adalah ketika Paulus ditangkap di Yerusalem dan akhirnya
dibawa ke Roma. Walau pun ia berada di penjara, ia mendapat kesempatan untuk tetap
mengabarkan Injil di Roma.

PARADIGMA MISI HOLISTIK MENURUT KITAB KISAH PARA RASUL


Holistik berarti menyeluruh atau mencakup seluruh aspek kehidupan. Dari paradigma misi
yang dipaparkan oleh penulis di atas, tampak bahwa misi yang ada di kitab Kisah Para Rasul
ini juga bersifat holistik. Sifat holistik dari misi dalam Kisah Para Rasul ini mencakup dua
hal utama:
1.Holistik Secara Rohani Dan Jasmani : Misi yang terkandung dalam Kitab Kisah Para Rasul
mencakup dua unsur ini, yakni secara rohani dan jasmani. Dikatakan holistik secara rohani
karena misi yang dilakukan ditujukan untuk membebaskan manusia dari perbudakan dosa.
Pemberitaan Injil terus dilakukan oleh para rasul untuk memberitakan pengampunan dosa
kepada setiap manusia yang mendengarkan. Sementara itu, dikatakan holistik secara jasmani
karena misi juga ditujukan untuk pelayanan dan solidaritas kepada sesama dan orang yang
membutuhkan. Melalui misi, maka keselamatan ditawarkan, baik secara jasmani maupun
secara rohani. Dua hal ini (jasmani dan rohani) adalah mencakup aspek asasi dari kehidupan
manusia.
2.Holistik bagi semua orang : Pemberitaan Injil dilakukan bukan hanya untuk satu golongan
tertentu saja. Namun diberitakan untuk semua orang. Kisah Pentakosta menjadi titik dimana
Allah menyatakan keselamatan-Nya kepada semua bangsa dan semua orang. Oleh karena itu,
misi yang terkandung dalam Kitab Kisah Para Rasul ditujukan bukan hanya bagi orang
Yahudi saja, melainkan kepada setiap orang.

PENUTUP
Dari apa yang telah dipaparkan di atas, misi dalam Kitab Kisah Para Rasul adalah misi yang
bersifat holistik (mencakup seluruh aspek hidup manusia) sekaligus juga inklusif (terbuka
untuk semua orang). Hal yang tidak boleh dilupakan juga adalah misi dalam kitab Kisah Para
Rasul tidak terlepas dari kuasa Roh Kudus yang menggerakkan mereka. Roh Kudus yang
memampukan para rasul untuk terus berani memberitakan Injil. Roh Kudus juga yang
memampukan orang-orang percaya pada masa itu untuk terus bertekun dan bertahan dalam
iman kepada Kristus, walau pun menghadapi berbagai penganiayaan. Roh Kudus juga yang
kemudian membuat misi yang dijalankan bisa ditujukan kepada semua orang dalam seluruh
aspek kehidupan (jasmani dan rohani).
Gereja masa kini hendaknya belajar dari paradigma misi Kitab Kisah Para Rasul ini.
Termasuk juga melakukan misi yang bersifat holistik. Tidak tertuju pada satu golongan atau
aspek saja. Melainkan dapat dilakukan secara menyeluruh dan mencakup setiap kebutuhan
manusia.
MISI REFORMASI

DOSEN: PDT HEIN ARINA. TH, D


Mata Kuliah : Misiologi

NAMA : DEBORA LAHOPE


202141467

YAYASAN DOMINNE ALBERTUS ZAKHARIAS RUNTURAMBI WENAS


UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA DI TOMOHON
FAKULTAS TEOLOGI UKIT
TAHUN 2023
MISI REFORMASI
Misiologi adalah bidang studi yang berkaitan dengan misi gereja atau aktivitas misionaris
dalam konteks agama. Misi Reformasi dalam mata kuliah misiologi akan mencakup
perubahan dan pembaruan dalam pendekatan misi gereja atau aktivitas misionaris dalam
tradisi Kristen. Beberapa aspek yang dapat dicakup dalam Misi Reformasi dalam mata kuliah
misiologi adalah:
1. Pendekatan Misi yang Lebih Kontekstual: Pembaruan dalam cara gereja atau
misionaris berinteraksi dengan budaya dan konteks lokal. Ini mungkin termasuk
penekanan pada memahami budaya, bahasa, dan konteks sosial sebelum merancang
program atau kegiatan misi.
2. Pendekatan Misi yang Lebih Inklusif: Fokus pada inklusivitas dalam misi gereja,
seperti memperluas jangkauan ke kelompok-kelompok yang terpinggirkan atau
kurang terwakili dalam pelayanan gereja.
3. Pembaruan Teologi Misi: Revisi atau pembaruan dalam teologi misi untuk
mencerminkan perubahan dalam pemahaman dan tuntutan kontemporer terkait misi
gereja.
4. Pentingnya Pemberdayaan Lokal: Penekanan pada melibatkan komunitas lokal dalam
proses misi, daripada hanya mendatangkan orang luar untuk melakukan aktivitas misi.
5. Penerapan Teknologi dan Komunikasi: Memanfaatkan teknologi dan alat komunikasi
modern dalam aktivitas misi, seperti media sosial atau teknologi digital, untuk
mencapai lebih banyak orang.
6. Perbaikan dalam Pelatihan Misionaris: Meningkatkan kualitas pelatihan misionaris
agar mereka siap menghadapi tantangan dalam konteks misi yang berubah.

PARA REFORMATOR DAN MISI


Kegiatan misi ditemukan dalam diri para reformator, selain itu juga terdapat gagasan tentang
misi yang diketahui sampai saat ini. Misalnya, Luther. Ia tidak pernah berpolemik menentang
misi asing. Menurut Warneck, tidak ada penyesalan yang diangkat oleh para reformator
tentang ketidakmampuan mereka untuk pergi ke dalam dunia. Tidak ada kata-kata
penyesalan ataupun alasan tentang keadaan-keadaan yang menghalangi mereka untuk
melaksanakan tugas misi tersebut.
Luther dianggap sebagai pemikir misi yang kreatif dan orisinal. Ia adalah seorang misiolog.
Dalam usaha misi gereja, ia memberikan pedoman-pedoman dan prinsip-prinsip yang jelas
dan penting. Titik tolak teologi para reformator adalah apa yang sudah dilakukan Allah di
dalam Kristus. Sehingga dapat dikatakan bahwa melalui Injillah yang “memisikan” dan
dalam proses ini memanggil umat manusia. Jadi, secara keseluruhan tekanannya adalah pada
misi yang tidak tergantung pada usaha-usaha manusia. Bagi Luther, iman adalah sesuatu
yang hidup. Di samping Luther, ada salah satu tokoh yang turut berperan di dalam misi
zaman reformasi, yaituYohanes Calvin (1509-1564). Ia menekankan kedaulatan Allah dalam
teologinya. Kemudian dalam sebuah khotbah tahun 1562, berdasarkan 2 Samuel 5:6-12,
Calvin membandingkan nasib gereja di masa kini dengan Raja Daud yang berusaha
memenangkan Yerusalem. Bagi Calvin, pemerintahan Allah akan bertambah, tetapi bukan
melalui karya manusia atau usaha gereja. Hal itu hanya akan terjadi melalui kasih pemilihan
Allah.
Melalui reformasi, ada misi-misi yang dilakukan sehingga gereja menjadi diperbaharui.
Tetapi ketika para reformator meninggalkan monastisisme, hal itu mengakibatkan mereka
kehilangan sebuah agen misi yang sangat penting.
Faktor-faktor di atas juga berlaku bagi kaum Anabaptis. Bedanya, kaum Anabaptis menerima
dan pada saat yang sama meradikalkan, gagasan Luther tentang imamat am orang percaya
yang universal. Selain itu, kaum Anabaptis membuang gagasan tentang jabatan yang khusus
dan ekslusif. Sedangkan Luther masih berpegang pada konsep jemaat-jemaat yang terbatas
secara wilayah dan pada jabatan gerejawi yang terbatas pada wilayah geografis yang telah
ditentukan.
Orang-orang sezaman Luther dan kaum Anabaptis, juga menganut pandangan bahwa hal
mengenai eskatologi juga terlibat dalam misi.
Salah satu alasan mengapa kaum Anabaptis berpegang pada “Amanat Agung” dan para
reformator tidak dapat ditemukan dalam penafsiran mereka yang bertentangan mengenai
realitas-realitas zaman mereka. Dalam misi di zaman reformasi ini, ada pesan missioner
gereja, di antaranya:
a. Beritakanlah Kristus
Pemberitaan yang dimaksud ialah memberitakan tentang Kristus yang selalu
menerima siapa saja, tanpa membeda-bedakan. Ia juga bersedia menghibur dan
memperkuat siapa saja. Dengan demikian, segala hati akan berpaling kepadaNya dan
tanpa dipaksa oleh apapun. Karena itu dengan pemberitaan ini membuat setiap
mereka rindu untuk pergi kepadaNya dengan penuh keyakinan.
b. Jangan membatasi Injil
Injil harus diserukan kepada seluruh makhluk. Artinya bahwa Injil diberitakan secara
terbuka dan bebas ke seluruh dunia.
c. Amanat Agung
Amanat Agung dari Yesus Kristus berhubungan dengan semua raja, pangeran, negeri
dan bangsa besar dan kecil, tua-muda, dll. Sebab Amanat Agung ini mengklaim
segala takhta dan kuasa, beserta seluruhnya untuk menguasai dunia dengan
wewenang yang tidak terbatas.

Kristus melakukan hal seperti ini oleh karena ia memiliki hak dan wewenang sepenuhnya.
Beberapa tokoh yang berperan penting dalam Reformasi Gereja:
 Yohanes Calvin. Ia adalah seorang teolog dan reformator asal Prancis yang
mengembangkan ajaran Protestan di Jenewa, Swiss. Ia menulis buku Institutio
Christianae Religionis (Institusi Agama Kristen) sebagai karya teologi sistematis
Protestan. Ia mengajarkan doktrin predestinasi (penentuan nasib manusia oleh Allah
sebelum penciptaan), pemilihan kasih (keselamatan hanya diberikan kepada orang-
orang pilihan Allah), dan kedaulatan Allah (kekuasaan mutlak Allah atas segala
sesuatu).
 Ulrich Zwingli. Ia adalah seorang imam dan reformator asal Swiss yang memimpin
reformasi gereja di Zurich. Ia menolak beberapa praktik Katolik, seperti puasa, ziarah,
penyembahan gambar, dan perjamuan kudus sebagai pengorbanan. Ia mengajarkan
bahwa perjamuan kudus adalah peringatan akan kematian Kristus, bukan kehadiran
nyata tubuh dan darah-Nya.
 Erasmus dari Rotterdam. Ia adalah seorang humanis dan cendekiawan asal Belanda
yang mengkritik penyimpangan gereja dalam bukunya Encomium Moriae (Pujian
Kebodohan). Ia juga menerjemahkan Alkitab dari bahasa Yunani ke Latin dengan
judul Novum Instrumentum (Perjanjian Baru). Ia tidak sepenuhnya bergabung dengan
gerakan reformasi, tetapi ia menghargai usaha Luther untuk memperbaiki gereja.

Anda mungkin juga menyukai