Anda di halaman 1dari 10

Paper kuliah Metode Penelitian I – IAKN Toraja

Mengimplementasikan Dan Memberitakan Injil kepada


Kaum-kaum Tertentu dengan Metode Dialog
Apologetis

Nama : Novianti Langsa


Institut Agama Kristen Negeri(IAKN) Toraja
Noviantilangsa58 @gmail.com

Abstract: This paper aims to broaden the insight of all parties, both writers and readers about the
implementation and preaching of the gospel with the method of Apologetic Dialogue,the particular
groups referred to here are the Javanese Wong Cilik tribe which has an animist religious orientation
and the Tengger community, namely an area that has a cultural specialty called entas-entas, this
culture is a ritual that is held to commemorate death and to ask the supreme Lord so that the
deceased will have a good place. Christianity needs to have a mission to communicate Christ to the
Tengger tribe. Based on the theme taken or the title of this paper, the theory to be discussed is what
is evangelism and how to convey/preach the gospel to the Javanese Wong Cilik tribe and the
Tengger Community. The method used in making this paper is the Meta-Analysis method because it
combines the results of various scientific studies, namely 5 journais as the main source of this paper
and various other sources. The authors hope this paper can be useful for all parties.

Keywords: Preaching the Gospel, The Javanese Wong Cilik tribe, The Tengger Community

Abstrak: Makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan semua pihak, baik penulis maupun
pembaca mengenai Pengimplementasian dan pemberitaan Injil kepada kaum-kaum tertentu
dengan metode dialog Apologetis, kaum-kaum tertentu yang dimaksud disini adalah suku Jawa
Wong Cilik yang memiliki orientasi keagamaan animisme dan Masyarakat Tengger yaitu satu
daerah yang memiliki keistimewaan dengan budayanya yang disebut entas-entas, Budaya ini
merupakan ritual yang diadakan untuk memperingati kematian dan untuk memohon kepada Sang
Maha Agung agar arwah yang telah
meninggal mendapat tempat yang baik. Agama Kristen perlu memiliki misi untuk
mengkomunikasikan Kristus kepada Suku Tengger. Berdasarkan tema yang diambil atau judul
makalah ini maka teori yang hendak dibahas yaitu apa itu penginjilan dan bagaimana
menyampaikan/memberitakan Injil kepada suku Jawa Wong Cilik dan Masyarakat Tengger
Metode yang digunakan dalam membuat makalah ini yaitu metode Meta-Analisis Karena
memadukan hasil berbagai kajian ilmiah yaitu 5 jurnal sebagai sumber utama Makalah ini dan
berbagai sumber-sumber lainnya. Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak.

Kata Kunci: Memberitakan Injil, Suku Jawa Wong Cilik, Masyarakat Tengger.
Paper kuliah Metode Penelitian I – IAKN Toraja

1. Pendahuluan (Cambria, 12pt, bold)


“Penginjilan sudah menjadi istilah umum, dan erat hubungannya dengan
kehidupan gereja di sepanjang zaman. Karena penginjilan adalah perintah Yesus yang
harus dilaksanakan oleh setiap orang percaya. Penginjilan bukan hanya tugas hamba
Tuhan atau organisasi Gereja tertentu, tetapi tugas semua orang percaya. Dalam
Alkitab, baik dalam kitab-kitab Perjanjian Baru maupun kitab-kitab Perjanjian Lama,
kata “Penginjilan tidak ditemukan secara hurufiah. Pada hakikatnya kata ini berasal
dari bahasa Yunani, yaitu “evanggeliso” artinya “mengumumkan, memberitakan, atau
membawa kabar baik. Dan memproklamasikan Injil atau menjadi pembawa kabar baik
di dalam Yesus”.1
Tuhan Yesus memberi amanat agung-Nya kepada semua murid-Nya agar
menjadikan semua suku bangsa di dunia ini menjadi muridNya (Matius 28:18-20). Hal
ini berarti bahwa Indonesia khususnya kaum-kaum tertentu yang penulis maksud
dalam Makalah ini yaitu suku Jawa Wong Cilik dan Masyarakat Tengger juga dikasihi
oleh Allah di dalam Yesus Kristus dan perlu mendengar Injil atau Kabar Baik. Menurut
Norman Geisler dan David Geisler, karena dunia masa kini terus berubah dan
seringkali menciptakan halangan dalam penerimaan terhadap Injil atau Kabar Baik
maka orang percaya perlu mengembangkan pola pewartaan yang baru. Rasul Paulus
dalam pemberitaan Kabar Baik kepada kaum tersapa dalam berbagai konteks selalu
berpedoman pada tiga prinsip: pertama, tujuan pemberitaan Kabar Baik yaitu untuk
menuntun sebanyak mungkin kaum tersapa kepada Kristus; kedua, cara pewartaan
Kabar Baik harus disesuaikan atau menggunakan budaya setempat dan ketiga, Kabar
Baik yang diterima oleh kaum tersapa haruslah tetap murni (I Korintus 9:19-23). 2
Jadi dalam makalah ini penulis berharap agar Pemberitaan Injil ini dapat
disampaikan kepada Suku Jawa Wong Cilik dan Masyarakat Tengger dengan baik dan
sesuai dengan segala aturan yang ada, dan tentunya tetap ada unsur menghargai dan
tidak ada paksaan dalam memberitakan Injil ini.
2. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari Makalah ini yaitu untuk mengetahui tata cara memberitakan Injil
kepada kaum-kaum tertentu yaitu suku Jawa Wong Cilik dan Masyarakat Tengger agar
percaya kepada Kristus.

1
Horst Balz & Gerhard Schneider, Exegetical Dictionary Of The New Testament (Volume 2), (Michigan: Wiliam B.
Eerdmans Publishing Company Grand Rapids, 1991; reprint ed. 2000) hlm 69
2
Norman Geiler dan David Geisler, Conversational Evangelism, (Yogyakarya: Yayasan Gloria & Katalis, 2010),
hlm 25.
Paper kuliah Metode Penelitian I – IAKN Toraja

Manfaat dari Makalah ini agar suku Jawa Wong Cilik dan Masyarakat Tengger
percaya kepada Kristus setelah terjadi penginjilan terhadap mereka.
3. Pembahasan (Cambria, 12pt, bold)
A. Pengertian Penginjilan
Penginjilan (Evangelisme) mengacu pada praktik, menyampaikan informasi
tentang set tertentu dari kepercayaan kepada orang lain yang tidak memegang
keyakinan itu. Istilah ini sering digunakan dalam hubungannya dengan kekristenan.
Kata ‘Injil’ berasal dari kata benda bahasa Yunani ευαγγέλιον
(euanggelion) yang secara umum berarti kabar baik atau berita baik. 3Marulak
Pasaribu menjelaskan kata ευαγγέλιον secara rinci sebagai berikut: “Kata ini
merupakan kombinasi dari dua kata, yaitu: dari awalan kata eu dan anggelia Kata eu
artinya baik, sedangkan anggelia artinya suatu berita. Untuk kata kerja Yunani
disebut aggello artinya memberitakan. Orang yang membawa berita baik disebut
aggelos (utusan).4 Dalam perkembangannya, kata euanggelion kemudian
diterjemahkan di dalam bahasa Inggris dengan kata Gospel. Kata Gospel sendiri
berasal dari bahasa Inggris Kuno gōd-spell.5 Bermula dari akar kata tersebut maka
Gospel kemudian diartikan Good News. 6Selain secara umum istilah euanggelion
berarti kabar baik, kata ini juga memiliki pengertian khusus yang mengacu nuansa
dua dimensi. Pertama, kata euanggelion berkaitan dengan dimensi upah yang akan
diterima oleh si pemberita. Di dalam kebiasaan budaya Yunani, orang yang
membawa kabar baik biasanya mendapatkan upah dari kabar baik yang dibawanya.
Kedua, kata euanggelion berkaitan dengan dimensi reaksi dan tindakan dari
pendengar berita. Kabar baik yang disampaikan akan memberikan reaksi pertama,
yaitu membawa kurban kepada Allah sebagai ucapan terima kasih atas berita kabar
baik yang mereka dengar. 7Berdasarkan penjelasan di atas maka Injil merupakan
Kabar Baik bagi setiap manusia, dimana jika itu diberitakan maka akan memberikan
upah bagi si pemberitanya dan memunculkan reaksi dan tindakan bagi
pendengarnya, yaitu ucapan terima kasih sebagai wujud kurban kepada Allah. Di
samping arti yang berkaitan dengan etimologinya, istilah Injil juga dapat diletakkan
dalam cakupan yang lebih luas tergantung di mana istilah ini dipakai. Pertama, Injil
dapat diartikan sebagai keseluruhan Alkitab yang meliputi Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru. Keseluruhan Alkitab disebut Injil karena berisi Kabar Baik.
Keseluruhan berita yang ada di dalam Perjanjian Lama (PL) dan Perjanjian Baru
3
Marulak Pasaribu, Eksposisi Injil Sinoptik, (Malang: Gandum Mas, 2005), 13
4
Ibid
5
https://id.wikipedia.org/wiki/Injil
6
Pasaribu. Eksposisi Injil Sinoptik. 14.
7
Ibid.
Paper kuliah Metode Penelitian I – IAKN Toraja

(PB) berisi tindakan Allah yang menyelamatkan manusia dari dosa kepada hidup
melalui Yesus Kristus yang telah dinubuatkan oleh para nabi. Kedua, Injil dapat
diartikan sebagai berita khusus tentang pembebasan Allah bagi umat-Nya. Nabi
Yesaya pernah menubuatkan berita pembebasan bagi umat-Nya dari pembuangan
(Yes. 40:9). Kabar nubuatan tentang pembebasan bangsa Israel dari perbudakan di
Mesir inipun juga dapat disebut sebagai Injil atau kabar baik. Ketiga, Injil dapat
diartikan sebagai Hidup dan Pekerjaan Yesus yang adalah Sang Mesias. Hidup dan
pekerjaan Yesus telah dinubuatkan oleh para nabi di dalam PL. Di dalam hidup dan
karyaNya, Allah hadir membebaskan manusia. Hal ini selaras dengan nubuatan Nabi
Yesaya tentang pelayanan Sang Mesias yang membebaskan (Yes. 6:1; Luk. 4:18-19).
Jadi hidup dan karya Yesus adalah kabar baik atau Injil. Keempat, Injil dapat
diartikan sebagai keempat kitab yaitu Matius, Markus, Lukas dan Yohanes. Empat
kitab yaitu Matius, Markus, Lukas dan Yohanes merupakan Injil. Mengapa demikian?
Karena di dalam keempat kitab tersebut secara khusus berbicara tentang pribadi
dan karya Yesus. Melalui pribadi dan karya-Nya, setiap manusia yang percaya
kepada-Nya mengalami pembebasan. Maka keempat kitab tersebut dapat disebut
sebagai Kabar Baik atau Injil.
Kelima, Injil dapat diartikan juga dengan tulisan-tulisan Paulus dan kitab-kitab
lainnya. Surat-surat Paulus pada dasarnya adalah Injil, mengingat bahwa di dalam
surat-suratnya Paulus menuliskan beberapa fakta tentang Injil. Sebagai contoh di
dalam surat kepada jemaat di Korintus (I Kor. 15:1-11), Paulus menjelaskan elemen-
elemen dalam Injil yaitu: Pertama, Yesus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai
dengan Kitab Suci. Kedua, Yesus telah dikuburkan. Ketiga, Yesus telah dibangkitkan,
pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci. Keempat, Yesus akan kembali
kepada umat kepunyaan-Nya. Selain itu di dalam surat Roma, Paulus menyebut Injil
Allah. Berati semua isi surat Roma adalah Injil atau Kabar Baik.
Injil pada dasarnya berisi kabar baik tentang Yesus Kristus, tentang kedatangan-Nya
ke dunia, tentang penderitaan, kematian dan kebangkitan-Nya. 8
B. Masyarakat Tengger dan Suku Jawa Wong Cilik
1.) Masyarakat Tengger
Masyarakat Tengger adalah merupakan penduduk asli Jawa, yang menempati
wilayah lereng pegunungan Bromo, Tengger, Semeru, Jawa Timur yang sudah
ada sebelum zaman kerajaan Majapahit berdiri. Masyarakat tersebut dikenal
sebagai masyarakat suku, berpenduduk lokal, dengan bentuk kehidupan yang
masih tradisional, dan sifat kepercayaan yang masih tradisional. Mereka masih
memegang teguh adat budaya atau kepercayaan leluhurnya. Agama dan
8
G.C. van Niftrik et.all, Dogmtika Masa Kini, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995), 405
Paper kuliah Metode Penelitian I – IAKN Toraja

kepercayaan mempunyai andil besar dalam perkembangan suku Tengger.


Kebanyakan warganya adalah Pertapa dan Brahmana yang lebih suka dan
senang untuk hidup dengan lingkungannya. Masyarakat suku Tengger
membentuk aturan adat yang unik. (Batoro, 2002).
Dalam adat masyarakat Tengger ada ritual yang dinamakan ritual
entas-entas. Ritual entas-entas dimaksudkan untuk menyucikan arwah
leluhur agar sempurna untuk memasuki alam langit atau disebut alam
kelanggengan.Tradisi entas-entas merupakan salah satu tradisi yang
sering dilakukan oleh masyarakat Tengger di Malang, tepatnya di Desa
Tengger Ngadas. Acara entas-entas merupakan upacara sakral yang
dilakukan untuk mengentaskan roh leluhur melalui aturan adat yang
berlangsung selama 3 sampai 4 hari. Acara entas-entas juga dilengkapi
dengan sesajen, tumpeng, gedang kayu, nasi, ayam panggang, kupat
lepet, bayu suci, ditambah ongkek yang meliputi beberapa tumbuhan
misalnya daun pandan, bunga soka, piji, alang-alang, tebu, pisang, beras,
ayam dan bebek. Tradisi ini dilakukan untuk acara kematian. Entas-entas
sendiri diartikan gambaran dari meluhurkan atau mengangkat derajat
leluhur yang sudah meninggal agar mendapat tempat yang baik dialam
arwah. Makna yang terdapat dalam entas-entas ini yaitu untuk mengembalikan
kembali unsur-unsur penyusun tubuh manusia. unsurunsur tersebut ialah tanah,
kayu, air, dan panas. Makna yang dapat diambil dari tanah adalah bahwa setiap
manusia yang meninggal akan dikubur dalam tanah; makna untuk kayu yaitu
bahwa kayu ditancapkan atau ditanam sebagai nisan di atas kubur orang yang
telah meniggal. (Batoro, 2002). Berdasarkan hal-hal tersebut masyarakat
Tengger merupakan masyarakat yang sangat menghormati roh-roh para leluhur.
Upacara entas-entas ditujukan sebagai penghargaan terhadap orang atau
keluarga yang telah meninggal.
2.) Suku Jawa Wong Cilik
Berdasarkan orientasi kepercayaannya, suku Jawa dibagi dalam tiga gologan
yaitu Abangan, Santri dan Priyayi. Golongan Abangan yang terdiri dari petani-
petani miskin dan proletariat kota berorientasi pada animisme. Jadi orientasi
kepercayaan wong cilik adalah animisme. 9

Pandangan Suku Jawa Wong Cilik


9
Penjelasan lebih lengkap lihat Anton de Brito, 32-50 dan Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan Jawa, 1987,
346-350
Paper kuliah Metode Penelitian I – IAKN Toraja

Sebagaimana dikatakan di atas, orientasi keagamaan suku Jawa wong cilik


yaitu animisme. Secara etismologis kata animisme berasal dari kata Yunani
Anemos yang berarti apa yang meniup, apa yang berhembur, angin; dan dari
kata Latin anima artinya napas, jiwa, prinsip kehidupan. Ada berbagai
pengertian tentang animisme antara lain dalam metafisika, animisme adalah
pandangan bahwa eksistensi (ada, alam semesta) berada sebagai keseluruhan
hidup. Atau, pandangan bahwa ada suatu kekuatan hidup yang berhubungan
erat dengan dan yang menggerakkan proses-proses dan arah kehidupan.
Pandangan dunia suku Jawa Wong cilik yang beriorientasi animisme sebagai
berikut: Pertama, Pandangan tentang Tuhan. Ada dua konsepsi tentang Tuhan
dalam hidup wong cilik yaitu kepercayaan akan roh-roh gaib dan Sing Gawe Urip.
Pertama, kepercayaan akan roh-roh gaib. Wong cilik meyakini bahwa seseorang
yang meninggal akan berubah menjadi ‘lelembut’ yang berkeliaran di sekitar
tempat tinggalnya. Namun kemudian akan pergi. Pada saat tertentu keluarga
mengadakan ‘slametan’ untuk menandai jarak yang telah ditempuh menuju alam
roh, tempat yang abadi kelak. Namun demikian diyakini bahwa roh ini dapat
dihubungi bila diperlukan oleh kerabat dan keluarga. Wong cilik juga percaya
akan eksistensi dari roh-roh baik, misalnya ‘Bahurekso’ atau ‘dhayang’ yang
diyakini bisa menjaga rumah dan desa, sedang roh jahat disebut ‘memedi’ yang
dapat memasuki manusia dan menakutkan. Selain itu wong cilik juga meyakini
adanya dewa-dewi perantara misalnya Dewi Sri sebagai dewi kesuburan dalam
pertanian. Bethara Kala, dewa waktu, kerusakan dan kematian. Kesejahteraan
bagi wong cilik ditentukan oleh sejauhmana ia berhasil mencapai hubungan baik
dengan kekuatankekuatan gaib. Untuk itu ia selalu melakukan berbagai ritual
antara lain memberi sesajen, mengadakan selamatan agar mendapat restu dari
roh-roh baik dan tidak diganggu oleh rohroh jahat. Kedua, Sing Gawe Urip. Sing
Gawe urip ini diidentikkan dengan Dewa tertinggi yang disebut juga ‘Sang Hyang
Widdi’. Dewa tertinggi ini nun jauh di sana sehingga wong cilik hanya
mengadakan hubungan dengan ‘yang gaib’ ini lewat roh-roh halus di sekitar ini
yang dianggap mewakili ‘Sing Gawe Urip’.Kedua, pandangan tentang manusia,
Wong Cilik meyakini bahwa manusia diciptakan oleh Sing Gawe Urip. Manusia
terdiri dari ‘raga’ atau badan kasar yang bisa rusak(fana) dan ‘jiwa’ atau ‘nyawa’
yang bersifat menandai ‘langgeng’ (Kekal). Kematian menandai sampai akhirnya
‘nyawa’ si mati menuju ke alam baka dan bergabung dengan roh-roh nenek
moyangnya. Ketiga, Konsep Keselamatan. Manusia (suku Jawa wong cilik) tidak
berhubungan dengan Sing Gawe Urip secara langsung melainkan lewat roh-roh
gaib. Hubungan itu diungkapkan lewat ritus religius dalam bentuk sesajen
Paper kuliah Metode Penelitian I – IAKN Toraja

berupa aneka bunga dan makanan dan upacara slametan yaitu pemberian
kurbankurban dalam bentuk makanan pada roh-roh gaib. Upaya ini diyakini
akan menciptakan (kembali) hubungan harmonis antara manusia dengan alam
adikodrati sehingga terhindar dari malapetaka, kegagalan dan bencana. Atau
dengan kata lain sesajen dan slametan sebagai jalan untuk memperoleh dan
mengalami keselamatan hidup. Inilah konsep keselamatan Wong Cilik. Kelima,
konsep Dosa. Berdasarkan konsep keselamatan di atas, dapat disimpulkan
bahwa dosa bagi wong cilik adalah keadaan disharmonis antara alam adikodrati
dan alam profan (fana) ini. Dosa terjadi karena wong cilik melakukan
pelanggaran atau kelalaian dalam melaksanakan upacara-upacara sesuai dengan
aturan adat. Kesadaran akan dosa baru muncul
setelah terjadi malapetaka atau kegagalan hidup. Penyelesaian dosa yaitu
dengan melaksanakan ritual sesajen dan slametan dan lainnya.
C. Metode Dialog Apologetis Untuk Mengkomunikasikan Kristus Kepada Suku
Jawa Wong Cilik dan Masyarakat Tengger
Metode yang digunakan untuk mengkomunikasikan Kristus kepada Suku
Jawa Wong Cilik dan Masyarakat Tengger merupakan dialog apologetis untuk
mengabarkan kabar baik. Dialog apologetis ini ditujukan bukan untuk
menghilangkan kebudayaan awal akan tetapi untuk mengenalkan Kristus secara
kontekstual. Dialog imajiner menghargai setiap hasil kebudayaan yang dihasilkan
oleh budaya-budaya setempat. Dialog imajiner ini membawa setiap orang percaya
selangkah lebih dekat dengan pengetahuan mengenai Kristus sehingga setiap orang
dapat percaya dan mengenal Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat.
Dialog imajiner yang dihasilkan menggunakan prinsip dialog
apologetika. Dialog apologetika yang memberikan jawaban untuk setiap
tuduhan-tuduhan mengenai kekristenan dengan lemah lembut dan penuh
tanggung jawab. Jawaban-jawaban tersebut dibentuk dalam suatu
rangkaian pertanyaan dalam susunan dialog. Tujuan utamanya adalah
memproklamasikan Kristus.
Sasaran dari dialog ini adalah suku Jawa Wong Cilik yang memiliki orientasi
keagamaan animisme dan salah satu hasil kebudayaan masyarakat Tengger yaitu
kebudayaan entas-entas. Hal ini digunakan sebagai jembatan komunikasi untuk
mengabarkan Kristus. Kebudayaan ini juga tidak akan digeser atau dihilangkan oleh
Kristus akan tetapi digunakan dalam rangka mengomunikasikan Kristus.
Dialog apologetis tersebut dibuat dalam garis besar dialog imajiner untuk
masyarakat tengger sebagai berikut:
Paper kuliah Metode Penelitian I – IAKN Toraja

1.Apa tujuan hidup saudara?


2. Apa keistimewaan Gunung Bromo dan ciri khas masyarakat Tengger?
3. Masyarakat tengger sangat istimewa dalam memperingati kematian, dan saya
mengetahui nama upacaranya entas-entas, apakah keistimewaan entas-entas dan
bagaimana prosesinya?
4. Apa tujuan dari prosesi tersebut?
5. Bagaimana anda memahami entas-entas dalam pemikiran anda? Bagian ini \
ditujukan untuk mengetahui pemahaman mengenai kematian di kalangan
masyarakat Tengger menurut pengertiannya sendiri dan mencoba mendengarkan
nada-nada sumbang dari jawaban yang diberikan oleh responden.
6. Menurut anda bagaimana akibat dari seseorang yang tidak melalukan
prosesi entas-entas?
7. Apabila dalam kematian terjadi proses reinkarnasi, apakah reinkaranasi tersebut
harus menunggu sampai entas-entas dilakukan? Dan bagaimanakah reinkarnasi
yang pertama jika perputaran hidup tersebut dilakukan dalam rangka mencapai
kesempuranaan?
8.Sesungguhnya siapakah yang memberikan jaminan bahwa entasentas membuat
roh leluhur menjadi nyaman? Pada bagian ini apologet mencoba melukiskan audien
mengenai suatu kebenaran dari keragu-raguan akan pandangannya sendiri.
9.Menurut pengetahuan saya, entas-entas dilakukan oleh setiap masyarakat Tengger
agar roh yang meninggal bisa diterima di Surga tanpa memandang dari kalangan
apapun, apakah benar demikian?
10.Apakah benar melalui entas-entas roh dapat langsung ke sorga atau harus
mengalami renkarnasi dulu? Kalau mengalami renkarnasi memerlukan berapa kali
entas-entas? Bagaimana entas-entas tetap dilakukan jika mereka dilahirkan keluar
dari luar masyarakat tengger? Pada bagian ini apologet bertujuan untuk
mengentahui halangan-halangan sejarah dan menggali lebih dalam mengenai
kebudayaan audiens.
11.Apakah saudara ingin memahami entas-entas sebagai bentuk ucapan
syukur atas kepastian masuk surga?
12.Jika demikian apakah saudara ingin mengerti tentang sang Juruselamat dan
kepastiannya mengenai sorga sehingga entas-entas kini menjadi upacara syukur
kepastian masuk surga? Pada bagian ini apologet mencoba untuk membangun
jembatan komunikasi kepada kebenaran injil.
Dialog imajiner merupakan dialog yang digunakan secara dinamis sebagai
pra penginjilan. Para Penginjil dapat secara dinamis bertemu dengan konteks dan
menemukan jembatan komunikasi dari setiap kebudayaan dan mencoba
Paper kuliah Metode Penelitian I – IAKN Toraja

mengungkap letak Kristus di dalam kebudayaan tersebut. Kristus dalam


kebudayaan menjadi jembatan komunikasi yang digunakan sebagai titik awal dalam
memperkenalkan Injil. Setiap masyarakat yang memiliki kebudayaan tersebut
menyadari bahwa Yesus adalah hal yang istimewa dan diharapkan tertarik untuk
semakin mengetahui mengenai pengetahuan tentang Yesus yang terdapat dalam
Injil. Konsep ini merupakan konsep perpaduan pra-penginjilan yang sangat ramah
terhadap kebudayaan setempat. Dialog imajiner berusaha melakukan
kontekstualisasi dengan memberikan makna baru dalam kebudayaan tersebut
dalam melakukan setiap prosesi-prosesi adatnya. Berdasarkan hal tersebut
keberagaman Indonesia yang kaya akan budayanya tidak akan hilang namun setiap
mereka yang setia untuk menghidupi kebudayaan setempatnya dapat mengenal
Kristus melalui dialog imajiner ini.
4. Kesimpulan
Penginjilan adalah perintah Yesus yang harus dilaksanakan oleh setiap orang
percaya. Penginjilan bukan hanya tugas hamba Tuhan atau organisasi Gereja
tertentu, tetapi tugas semua orang percaya. Tuhan Yesus memberi amanat agung-
Nya kepada semua murid-Nya agar menjadikan semua suku bangsa di dunia ini
menjadi muridNya (Matius 28:18-20). Hal ini berarti bahwa Indonesia khususnya
kaum-kaum tertentu yang penulis maksud dalam Makalah ini yaitu suku Jawa Wong
Cilik dan Masyarakat Tengger juga dikasihi oleh Allah di dalam Yesus Kristus dan
perlu mendengar Injil atau Kabar Baik. Metode yang digunakan untuk
menyampaikan Injil atau mengkomunikasikan Kristus kepada Suku Jawa Wong Cilik
dan Masyarakat Tengger merupakan dialog apologetis untuk mengabarkan kabar
baik. Dialog apologetis ini ditujukan bukan untuk menghilangkan kebudayaan awal
akan tetapi untuk mengenalkan Kristus secara kontekstual. Dialog imajiner
menghargai setiap hasil kebudayaan yang dihasilkan oleh budaya-budaya setempat.
Dialog imajiner ini membawa setiap orang percaya selangkah lebih dekat dengan
pengetahuan mengenai Kristus sehingga setiap orang dapat percaya dan mengenal
Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat.
Paper kuliah Metode Penelitian I – IAKN Toraja

Referensi (Cambria, 12pt, bold)


Balz Horst & Schneider Gerhard, Exegetical Dictionary Of The New Testament (Volume 2), (Michigan: B.
Eerdmans Wiliam Publishing Company Grand Rapids, 1991; reprint ed. 2000)
Norman Geiler dan David Geisler, Conversational Evangelism, (Yogyakarya: Yayasan Gloria & Katalis,
2010).
Pasaribu Marulak, Eksposisi Injil Sinoptik, (Malang: Gandum Mas, 2005).
https://id.wikipedia.org/wiki/Injil
Pasaribu. Eksposisi Injil Sinoptik
van Niftrik G.C. et.all, Dogmtika Masa Kini, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995).
Anton de Brito, dan Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan Jawa, 1987.

Anda mungkin juga menyukai